Latar Belakang Stunting-1.docx

  • Uploaded by: Ida Ida
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Latar Belakang Stunting-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,468
  • Pages: 4
Latar Belakang Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO. Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk. Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi. Penelitian Hanum dkk. (2014) menyatakan bahwa proporsi umur anak tersebar hampir merata dengan terbanyak pada umur 48-59 bulan (22.2%). Anak yang mengalami stunting lebih banyak berumur 48-59 bulan (29.8%) sedangkan anak normal lebih banyak berumur 6-11 bulan (37.2%). Hal ini mengidentifikasikan bertambahnya umur anak, maka akan semakin jauh dari pertumbuhan linier normal. Hal ini diduga disebabkan oleh semakin tinggi usia anak maka kebutuhan energi dan zat gizi juga semakin meningkat. Pertumbuhan anak semakin menyimpang dari normal dengan bertambahnya umur jika penyediaan makanan (kuantitas maupun kualitas) tidak memadai. Penyebab Stunting menurut Situs Adoption Nutrition menyebutkan bahwa stunting berkembang dalam jangka panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut: 1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama 2. Retardasi pertumbuhan intrauterine 3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori 4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres 5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak. Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi jauh sebelumnya dimasa lalu si penderita . Seperti yang diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki masalah mengenai gizi, salah satunya ialah permasalahan mengenai gizi kurang. Seperti yang terlampir dalam data yang disusun oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan bahwa situasi stunting di Indonesia mencapai 36% atau terdapat sekiranya 8,8 juta bayi yang mengalami stunting. Untuk daerah NTB sendiri, menurut kabar yang disampaikan oleh Suara NTB kasus stunting di NTB hampir mencapai 40%. Dengan frekuensi per tiap daerah di NTB sebagai berikut: Kabupaten Sumbawa mencapai 41,8%, Lombok Tengah 39,1%, Dompu 38,3%, Lombok Utara dan Kota Mataram masing-masing 37,6% dan 37,5%, Bima 36,7%, Kota Bima 36,3%, Lombok Barat 36,1%, Lombok Timur dan Sumbawa Barat masing-masing 35,1% dan 32,6%.

Grafik 1.1. situasi stunting di Indonesia dan global Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan suatu permasalahan mengenai gizi dan pangan yang harus dicari solusi atau jalan keluarnya mengingat besarnya persentase kasus stunting di Indonesia khususnya di daerah NTB. Stunting bukanlah hal yang dapat dianggap mudah karena faktanya kasus stunting itu sendiri terus bertambah. Kasus stunting sebenarnya dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor , beberapa di antaranya yaitu terjadinya pernikahan dini, rendahnya tingkat kemampuan ekonomi orang tua atau pasangan suami istri. Faktor terbesar lainnya yang menyebabkan stunting ini ialah kurangnya kesadaran dan pemahaman orang tua mengenai bagaimana pentingnya gizi dan pangan yang diberikan pada anak-anaknya baik pada saat masih berada di dalam kandungan bahkan hingga dewasa. Pernikahan dini merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting. Hal ini karena usia menikah yang masih tergolong muda berkaitan dengan kesiapan si calon orang tua untuk berkeluarga dan juga berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan pola pikirnya. Orang-orang yang berkeputusan menikah muda, beberapa di antaranya masih belum siap menjalani kehidupan berumah tangga terutama dalam hal memiliki anak. Khususnya pada si calon ibu atau wanita yang menikah muda memiliki kecenderungan belum paham bagaimana cara merawat anak yang baik dan bagaimana asupan gizi yang baik untuk pertumbuhan anaknya baik saat masih di dalam perut ataupun setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan kondisi stunting muncul pada anak karena kurangnya pengetahuan wanita yang menikah muda tentang bagaimana merawat dan memberikan asupan gizi yang baik pada anaknya. Faktor berikutnya ialah mengenai faktor ekonomi. Tentunya faktor ekonomi menjadi hal yang mendasar yang banyak terjadi di Indonesia yaitu kondisi dimana faktor keuangan orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua dengan kecenderungan tingkat ekonomi rendah tentunya tidak mampu memberikan asupan gizi yang baik bagi anaknya sehingga cenderung memberikan asupan gizi baik pada calon anaknya di dalam perut atau anaknya yang telah lahir sesuai dengan kemampuan ekonominya. Seperti contoh dimana orang tua dengan ekonomi rendah memilih memberikan kental manis sachet yang dianggap sebagai susu pada bayinya, padahal seperti yang kita ketahui bahwa kental manis tersebut bukan untuk dikonsumsi anak kecil. Namun berkaitan dengan faktor ekonomi tadi dimana orang tua tidak mampu membeli produk susu yang sesuai maka dipilihlah produk susu dengan harga yang lebih terjangkau dengan beranggapan bahwa produk susu

yang dibeli sama kandungannya dengan susu bayi. Faktor ekonomi juga menyebabkan si ibu tidak mendapatkan asupan gizi yang baik dan cenderung memakan makanan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya karena tidak ada uang yang dimiliki untuk membeli hal-hal yang dibutuhkan selama proses kehamilannya. Hal ini tentunya mendorong terjadinya stunting dimana gizi dan pangan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak terpenuhi. Faktor mendasar terjadinya stunting ialah kurangnya kesadaran orang tua lebih khususnya mengenai stunting, mengenai apa itu stunting, apa penyebabnya dan bagaimana untuk mencegahnya. Orang tua cenderung tidak terlalu memerdulikan hal-hal yang berkaitan dengan gizi bagi calon anaknya dan merasa bahwa anak-anaknya akan cenderung baik-baik saja dan tidak memperdulikan makanan apa yang akan dikonsumsi yang tentunya berdampak pada si cabang bayi. Kurangnya kesadaran orang tua ini tentunya menjadi faktor terbesar akibat stunting itu muncul. Untuk warga pedesaan terlepas dari faktor-faktor sebelumnya, ada beberapa faktor yang mengakibatkan munculnya stunting pada anak-anak. Beberapa faktor tersebut di antaranya faktor eksternal berupa faktor ekonomi dan faktor pengaksesan masyarakat terhadap posko pelayanan gizi dan pangan terpadu serta faktor pendidikan orang tua yang rendah, juga faktor internal seperti sakit yang diderita oleh si penderita stunting. Mengenai masalah akses masyarakat terhadap posko pelayanan kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai ialah masyarakat yang bertempat tinggal di suatu daerah yang kondisinya berada di daerah pelosok atau terpencil tidak dapat mengakses posko pelayanan kesehatan dengan mudah karena kurangnya akomodasi dan transportasi yang tersedia. Faktor ekonomi dalam kondisi ini juga dapat menyebabkan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah akan kesulitan mengakses posko pelayanan karena tidak adanya biaya baik untuk transportasi menuju ke lokasi posko pelayanan atau untuk berkonsultasi. Oleh karena itu, masyarakat di daerah pelosok atau terpencil tidak memiliki kecenderungan minat dan kesadaran untuk melakukan pengecekkan rutin terhadap gizi dan pangan bagi anaknya karena kesulitan menjangkau posko pelayanan kesehatan sehingga hal ini dapat mendorong terjadinya stunting. Kurangnya pendidikan orang tua juga menjadi hal yang dapat memicu terjadinya stunting pada anak. Orang tua dengan pendidikan yang rendah cenderung tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan mendasar terkait pentingnya proses pengecekkan kondisi anak secara rutin di posko kesehatan yang disediakan. Kondisi ini tentunya membuat orang tua cenderung menggunakan logika atau pengetahuan yang dia punya untuk merawat anaknya baik dalam urusan pangan dan hal-hal terkait. Hal ini secara jelas dapat menyebabkan anak-anak cenderung tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya hingga menyebabkan terjadinya stunting pada anak. Pencegahan atau solusi dari pemerintah tentunya sudah ada upaya bagaimana pemerintah mencanangkan program untuk stop menikah muda, pembuatan posyandu dan hal-hal terkait dengan pencegahan stunting lainnya. Solusi pemerintah ini sebenarnya cukup baik namun jika melihat angka persentase kondisi stunting tentunya solusi tersebut tidak bisa dikatakan maksimal. masalah stunting ini berangsur-angsur berkurang dan dapat tuntas sehingga tidak akan ada lagi masalah stunting yang menimpa anak-anak baik di NTB maupun secara luas di Indonesia.

Gagasan Berdasarkan kondisi kesadaran masyarakat akan pentingnya pengecekkan gizi dan pangan secara rutin pada anak-anak untuk mencegah stunting dan kurangnya akses masyarakat terhadap posko pelayanan yang disediakan, kami memiliki gagasan untuk mengatasi hal ini dengan mencanangkan program konsultasi pangan dan gizi keliling. Program ini memiliki prinsip kerja yaitu mendatangi masyarakat terutama masyarakat yang berada di daerah yang kesulitan dalam mengakses posko pelayanan dan memberikan konsultasi serta penyuluhan secara gratis mengenai gizi dan pangan pada masyarakat khususnya orang tua. Program ini dilatarbelakangi oleh kondisi dimana masyarakat tidak memiliki kesadaran yang tinggi untuk dengan rajin melakukan pengecekkan terkait gizi dan pangan serta akses yang kurang memadai sehingga terciptalah ide untuk membuat program pengenalan gizi dan pangan masyarakat keliling atau disingkat dengan “KONSULING” atau konsultasi keliling. Program ini secara garis besar hampir sama dengan program puskesmas keliling namun menitikberatkan pada pengenalan pentingnya gizi dan pangan pada masyarakat. Konsuling dipilih karena dianggap efektif untuk melakukan pengenalan mengenai gizi dan pangan karena akan cenderung lebih mudah mengenalkan sesuatu kepada masyarakat dengan terjun langsung ke daerah tempat tinggalnya bila dibandingkan dengan menunggu masyarakat yang datang ke posko layanan yang disediakan. Program konsuling ini nantinya akan melibatkan orang-orang yang ahli dalam bidang gizi dan pangan juga kesehatan sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan mengenai gizi dan pangan sejelas-jelasnya sehingga diharapkan dengan ini masyarakat akan tergerak dirinya untuk lebih sadar dan lebih giat dalam memperhatikan kondisi gizi pada anak-anaknya untuk mencegah terjadinya stunting.

Related Documents

Latar Belakang
May 2020 45
Latar Belakang
May 2020 19
Latar Belakang
August 2019 39
Latar Belakang
November 2019 34
Latar Belakang
June 2020 16
Latar Belakang
April 2020 40

More Documents from "wahyusoil unhas"