BAB I LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. TH
Tanggallahir
: 18-11-1948
Umur
: 64 tahun
Alamat
: Passo
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
:-
No. RM
: 037098
Tanggal MasukRumahSakit : 03/05/2018 Jam MasukRumahSakit
: 10.30 WIT
RuangPerawatan
: RuangInternaLaki RSUD Dr. M. Haulussy Ambon
2. SUBJEKTIF ANAMNESIS (Autoanamnesis): a. Keluhan Utama:Nyeri padatungkaikiri b. Keluhan Tambahan:sesak c. RiwayatPenyakitSekarang: Pasien datang ke IGD dengan keluhan bengkak pada kaki kiri yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Pada awalnya terdapat benjolan kecil berisi cairan yang kemudian semakin membesar dan berubah warna menjadi kemerahan disertai rasa panas dan nyeri. Pasien mengeluhkan kaki sulit digerakan karena bengkak. Pasien mengaku tidak merasa pernah kakinya terkena benda tajam atau terluka saat beraktivitas .Pasien mengatakan tidak terasa ada demam selama 1 minggu terakhir semenjak kaki membengkak.Pasien juga mengeluhkan adanya sesak yang terjadi ketika pasien melakukan aktivits seperti berjalan jauh dan dapat menghilang dengan beristirahat.Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental,nyeri dada (-), 1
tidak berdarah.Mual (-). Muntah (-). Nyeri ulu hati (-).Makan + minum lancar. BAK + BAB (+) lancar. d. Riwayat penyakit dahulu:
DM tipe II danrutinmengonsumsi metformin dansuntik insulin (Novorapid 3x4 Udan Levemir 1x 10U malam)
e. Riwayat Penyakit keluarga: Ibumenderita DM tipe II f. Riwayat kebiasaan: Sering tidur pada sisi sebelah kiri. g. RiwayatPenyakitSebelumnya : h. Riwayat Pengobatan: i. Riwayatkebiasaan : j. Riwayatkeluarga : Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 04-05-2018 a. Keadaan Umum: Sakit sedang b. Status Gizi: Lebih (BB 75kg, PB170 cm) IMT : 25,9 c. Kesadaran: Compos Mentis d. Tanda Vital: -
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
-
Nadi
: 85x/menit, regular dankuatangkat
-
Pernapasan
: 22x/menit
-
SpO2
: 98%
-
Suhu
: 38,4° Celcius
e. Kepala: -
Bentukkepala
: Normocephali
-
Wajah
: Simetris, terdapat bercak hitam pada dahi dan kedua pipi
-
Rambut
: Hitam, lurus, tidakmudahtercabut
2
f. Mata: -
Bola mata: eksoftalmus/endoftalmus (-/-)
-
Gerakan: Kesegalaarah
-
Kelopak mata: xanthelasma (-/-), edema (-/-)
-
Konjungtiva: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
-
Pupil: isokor (3 mm/3 mm), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
g. Telinga: -
Aurikula: tofus (-/-), sekret (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-)
-
Pendengaran: kesan normal
-
Prosesusmastoideus: nyeri tekan (-/-)
h. Hidung: -
Cavum nasi: lapang (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
i. Mulut: -
Bibir: bibir tampak pecah-pecah, sianosis (-), stomatitis (-), perdarahan (-),
-
Tonsil: T1/T1 tenang, hiperemis (-)
-
Gigi: caries (-)
-
Faring: dalam batas normal
-
Gusi: perdarahan (-), hiperemis (-)
-
Lidah: kandidiasis oral (-), lidahkotor (-)
j. Leher: -
Kelenjar getah bening: pembesaran (-)
-
Kelenjar tiroid: ukuran normal, permukaan licin, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
-
DVS: JVP = 5-2 cmH2O
-
Pembuluh darah: Venektasi (-), pulsasi abnormal (-)
-
Kaku kuduk: negatif
-
Tumor: tidak ada
3
k. Dada: -
Inspeksi: simetris kiri-kanan, pembengkakan abnormal (-)
-
Bentuk: normochest
-
Pembuluh darah: venektasi (-), spidernaevi (-),
-
Buah dada: simetris ki= ka, tanda radang (-), massa (-)
l. Paru: -
Palpasi: Fremitus taktil menurun kiri-kanan, nyeri tekan (-), pelebaraniga(-)
-
Perkusi: Pekak pada basal paru. Batas paru hepar di ICS V, batasbelakangparu kanan di vertebra torakalisX, batas belakang paru kiri di vertebra torakalisXI
-
Auskultasi: bunyi pernapasan vesikuler melemah pada basal paru, bunyi tambahan ronkibasah halus di kedua basal paru (+/+), Wheezing(-/-)
√
m. Jantung: -
Inspeksi: ictuscordistampak pada ICS V midclavikularis sinistra
-
Palpasi: ictuscordisteraba di ICS V lineamidclaviculasinistra
-
Perkusi: Redup, bataskanan jantung di ICS III-IV lineaparasternalisdextra, pinggang jantung di ICS III sinistra (2-3 cm dari midsternum), batas kirijantung di ICS V lineamidclavicularissinistra.
-
Auskultasi: bunyijantung I, II regular murni, murmur (-), gallop (-)
n. Abdomen: -
Inspeksi: Cembung, terdapatgambaran tinea corporis, striae (-), caputmedusae (-)
-
Auskultasi: bising usus (+)
-
Palpasi: Nyeri tekan (-), nyeritekan epigastrium (-), hepartidakterabamembesar, limpa tidak teraba membesar, ginjal tidak teraba, tidak teraba masa atau tumor.
-
Perkusi: timpani
-
Pemeriksaan Asites : Shifiting dullness (+) undulasi (+) 4
o. Punggung: -
Palpasi: Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-/-), bintik-bintikkemerahan (-)
p. Alat kelamin: Tidakdilakukanpemeriksaan q. Anus dan rectum: Tidakdilakukanpemeriksaan r. Ekstremitas: -
Akralhangat (+/+)
-
Edema tungkai kiri (+), ditemukan adanya kemerahan, dan teraba hangat pada tungkai kiri. Nyeri tekan (+)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG -
EKG
Kesan : LVH
5
-
-
LABORATORIUM
-
Darah rutin Hb
: 12,9 g/dl
Trombosit
: 157x 10/mm3
Leukosit
: 18,4x10/mm3
Darah kimia GDS
: 156mg/dl
5. RESUME Pasien datang ke IGD dengan keluhan bengkak pada kaki kiri yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Pada awalnya terdapat benjolan kecil berisi cairan yang kemudian semakin membesar dan berubah warna menjadi kemerahan disertai rasa panas dan nyeri. Pasien mengeluhkan kaki sulit digerakan karena bengkak. Pasien mengaku tidak merasa pernah kakinya terkena benda tajam atau terluka saat beraktivitas . Pasien mengatakan tidak terasa ada demam selama 1 minggu terakhir semenjak kaki membengkak.Pasien juga
mengeluhkan adanya sesak yang terjadi ketika pasien melakukan aktivitas seperti berjalan jauh dan dapat menghilang dengan beristirahat.Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental,nyeri dada (-), tidak berdarah.Mual (-) Muntah (-). Nyeri ulu hati (-).Makan + minum lancar. BAK + BAB (+) lancar.Pasien memiliki riwayat penyakit DM sejak 2 tahun lalu dan rutin mengonsumsi obat metformin (3 x 1 tab) dan suntik insulin (Novorapid 3x4 Udan Levemir 1x 10U malam). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kesadaran composmentis.Tanda Vital : 110/70 mmHg, nadi 75x/menit, iregular pernapasan 26x/menit, dan pasien mengalami demam (38,4° Celcius). Pada pemeriksaan paru didapatkan fremitus taktil menurun kiri-kanan,bunyi pernapasan vesikuler melemah pada basal paru, bunyi tambahan ronki basah halus di kedua basal paru (+/+).Pada abdomen ditemukan adanya asites yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan shifting dullness dan undulasi (+).Edema tungkai kiri (+), ditemukan adanya kemerahan, dan teraba hangat pada tungkai kiri, nyeri tekan (+). EKG menunjukan : AF dan LVH. Pemeriksaan darah lengkap ditemukan Hb : 12,9 g/dl, Trombosit:157x10/mm3Leukosit 18,4x10/mm3, GDS : 156mg/dl.
6
6. ASSESMENT 1. Diagnosis :
DM tipe II
Selulitiscrurissinistra + pedis sinistra
2. Diagnosis Banding : 7. TATALAKSANA
Diet Tinggi Protein
IVFD Nacl 0,9% 16tpm
Drip Metronidazole 3 x 500mg
Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr
InjKetorolac (iv) 3 x 30mg
Pct 3 x tab 500 mg
Novorapid 3 x 4 Sc
Levemir 1 x 10 Sc
Rawat luka
7
8. FOLLOW UP 03/05/2018 (Hari ke I) S :
Nyeri pada kaki kiri (+), sulit digerakan. Pasien tidak nafsu makan.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
130/80 mmHg
Nadi
85 x/m reguler
RR
26x / m
SpO2
98%
Temperatur
36.9ºC
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler(+) ronkhi (-) wheezing (-)
Abdomen
Ekstremitas
GDS A :
Cembung, distensi (- )hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinistra, NT(+),hiperemis (+)
: 99 mg/dl -
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra
8
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Novorapid 3 x 4 Sc tunda Levemir 1 x 10 Sc tunda Rawat luka, kompres nacl +Esome 1 x 40 mg p.o + Inbumin 3 x 2 caps + cek lab kimia sisa + cek GDS ulang, bila > 200 levemir naikan 6u. + konsul Sp.KK
04/05/2018 (Hari ke 2) S :
Nyeri pada kaki kiri semakin dirasakan, pasien sulit tidur.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
82 x/m reguler
RR
24x / m
SpO2
99%
Temperatur
37ºC
Keadaan Spesifik Abdomen
Cembung (+),distensi (-),nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinistra, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat.
GDS: 151 mg/dl A :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra
9
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Esome 1 x 40 mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Rawat luka + cek albumin + jawaban konsul dr. Sp. KK Diagnosis : Selulitis Terapi : - Rawat luka dengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. - asam fusidik dan cutimed sorbact
05/05/2018 (Hari ke 3) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) . pasien juga mengeluhkan sulit tidur. BAK seperti teh tua.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
80 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan
24x / m
Temperatur
37,6 ºC
Keadaan Spesifik Abdomen
Cembung, distensi (-),nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal undulasi
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat (+) GDS: 143 mg/dl
A :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra
10
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Esome 1 x 40 mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Rawat lukadengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. asam fusidik dan cutimed sorbact
06/05/2018 (Hari ke 4) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) .pasien merasa lemas.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
90/70 mmHg
Nadi
80 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan
24x / m
Temperatur
37,3ºC
Keadaan Spesifik Abdomen
Cembung, distensi (-),nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat
GDS Pagi : 143 mg/dl Malam : 175 mg/dl 11
-
A : P :
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Esome 1 x 40 mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Rawat lukadengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. asam fusidik dan cutimed sorbact + Levemir : 1 x 10 u
07/06/2018 (H ari ke 5) S :
Nyeri pada kaki kiri (+), pasien mengaku sulit tidur karena rasa nyeri yang dirasakan
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
80 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan
24x / m
Temperatur
36,5 ºC
Keadaan Spesifik Abdomen
Cembung, distensi (-),nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat
12
GDS 175 mg/dl -
A : P :
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Esome 1 x 40 mg p.o stop Inbumin 3 x 2 caps Levemir : 1 x 10 u Rawat lukadengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. asam fusidik dan cutimed sorbact
08/05/2018 (Hari ke 6) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) . pasien merasakan lemas, pasien merasakan perut pasien semakin membesar.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
78 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan
24x / m
Temperatur
36,8 ºC
Keadaan Spesifik Abdomen
Cembung, distensi (-),nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat
13
GDS: 116 mg/dl -
A : P :
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Inbumin 3 x 2 caps Levemir : 1 x 10 u tunda Rawat lukadengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. + asam fusidik dan cutimed sorbact
09/05/2018 (Hari ke 7) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) . pasien merasakan lemas.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
100/80 mmHg
Nadi
78 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan
26x / m
Temperatur
37 ºC
Keadaan Spesifik Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat
GDS : 110 mg/dl A :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra 14
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Inbumin 3 x 2 caps Rawat lukadenganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. + asam fusidik dan cutimed sorbact
10/05/2018(Hari ke 8) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) . Sesak dari semalam (+). Demam (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
80 x/m reguler
RR Temperatur
26x / m 39,5 ºC 92% nasal kanul O2 3 lpm 97%
SpO2 Keadaan Spesifik
Ekstremitas
A :
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) teraba hangat
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra 15
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Inbumin 3 x 2 caps Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore+ asam fusidik dan cutimed sorbact + lapor ulang dr. Sp.KK
11/05/2018(Hari ke 9) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) .Lemas (+) sesak hilang timbul
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
98 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 37,7 ºC 97%
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, 16
Ekstremitas
NT(+),hiperemis (+) teraba hangat.
GDS : 144 mg/dl -
A :
P :
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Inbumin 3 x 2 caps Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact + furosemid 2x 1 amp / iv + sprinolakton 1 x 25mg
12/05/2018(Hari ke 10) S :
Nyeri pada kaki kiri, bengkak (+) . Lemas (+) sesak hilang timbul (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
102 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 37,7 ºC 98% dengan nasal kanul O2 4lpm
Keadaan Spesifik Ekstremitas
A :
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra 17
-
P :
-
Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD RL 9 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 1 amp / iv Sprinolakton 1 x 25mg Inbumin 3 x 2 caps Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact
13/05/2018(Hari ke 11) S :
Lemas, sesak napas (+) nyeri pada kaki kiri (+).
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
104 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 36,9 ºC 99%
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
18
GDS
124 mg/dl -
A :
P :
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 1x 2 amp / iv Sprinolakton 1 x 25mg Inbumin 3 x 2 caps Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact + KSR 3 x 1 tab + rencana Foto thorax PA
14/05/2018(Hari ke 12) S :
Lemas, sesak napas (+) nyeri pada kaki kiri (+), batuk ada lendir tapi susah untuk dikeluarkan. Lemas (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
140/90 mmHg
Nadi
92 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 36,8 ºC 98%dengan O2 3 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-) Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, 19
Ekstremitas
NT(+),hiperemis (+)
GDS : 115 mg/dl -
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Ceftriaxone (iv) 1 x 2gr STOP Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 1x 2 amp / iv Sprinolakton 1 x 25mg Inbumin 3 x 2 caps KSR 2 x 1 tab Rawat luka dengan Nacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore. + asam fusidik dan cutimed sorbact + Vectrin 3 x 1 caps + Clindamisin 2 x 300mg p.o + Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv + Kultur darah (pus)
15/05/2018(Hari ke 13) S :
Sesak semakin bertambah, terutama pada malam hari, batuk (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
130/70 mmHg
Nadi
94 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 36,8 ºC 98% dengan O2 3 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-) 20
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) Albumin :2,5
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 2 amp / iv - Sprinolakton 1 x 50mg p.o - Inbumin 3 x 2 caps - KSR 2 x 1 tab Clindamisin 2 x 300mg p.o Vectrin 3 x 1 caps STOP - Rawat luka + Capsul batuk 3 x 1 caps + cek ureum dan creatinin Hasil foto thorax PA: -
Efusi pleura sinistra Edema pulmonal
HASIL FOTO THORAX PA
21
17/05/2018(Hari ke 14)
22
S :
Sesak bertambah sehingga sering membangunkan pasien pada malam hari, batuk (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
130/80 mmHg
Nadi
86 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
24x / m 36,6 ºC 98% dengan O2 3 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
125 mg/dl
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 2 amp / iv Sprinolakton 1 x 50mg p.o Inbumin 3 x 2 caps KSR 2 x 1 tab Clindamisin 2 x 300mg p.o Capsul batuk 3 x 1 caps Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact
18/05/2018(Hari ke 15) 23
S :
Keluhan sesak masih dirasakan, nyeri kaki kiri (+) pasien gelisah
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/90 mmHg
Nadi
95 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 37 ºC 98% dengan O2 4 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS : 134 mg/dl A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 2 amp / iv Sprinolakton 1 x 50mg p.o Inbumin 3 x 2 caps KSR 2 x 1 tab Capsul batuk 3 x 1 caps Clindamisin 2 x 300mg tab p.o Rawat lukaRawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact
19/05/2018(Hari ke 16) 24
S :
Sesak (+), pasien mengeluhkan adanya mual.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/70 mmHg
Nadi
85 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 37 ºC 91% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)+ fremitus taktil menurun pada kanan dan kiri
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) Albumin : 2,6 Ureum/ Creatinin : 33/1,2
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% : Hydromal 10tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 2 amp / iv Sprinolakton 1 x 50mg p.o Inbumin 3 x 2 caps KSR 2 x 1 tab Capsul batuk 3 x 1 caps Clindamisin 2 x 300mg tab p.o Rawat luka +Ondansentron 3 x 1 amp / iv + Drip sohobion 1 amp / hari
20/05/2018(Hari ke 17) 25
S :
Sesak (+), pasien tidak bisa makan karena mual (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Nadi
98 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 37 ºC 91% 98% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
105 mg/dl
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Hydromal 10tpm STOP Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 2x 2 amp / iv Drip sohobion 1 amp / hari Ondansentron 3 x 1 amp / iv Sprinolakton 1 x 50mg p.o Inbumin 3 x 2 caps KSR 2 x 1 tab Capsul batuk 3 x 1 caps Clindamisin 2 x 300mg tab p.o Rawat luka +Tracetat 1 x 1 tab, + Valamin drips 1 botol / hari
21/05/2018(Hari ke 18) 26
S :
Pasien merasakan pusing sejak semalam, sesak (+), mual (+). Nyeri kaki kiri (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/90 mmHg
Nadi
96 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 36,6 ºC 98% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
111 mg/dl
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Inj Ketorolac (iv) 3 x 30mg Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Ondansentron 3 x 1 amp / iv Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Capsul batuk 3 x 1 caps Tracetat 1 x 1 tab Rawat luka denganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact
22/05/2018(Hari ke 19) 27
S :
Pasien mengeluhkan kram pada kaki, pasien muntah cacing 1 x, nyeri ulu hati (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/80 mmHg
Nadi
96 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 36,8 ºC 98% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
115 mg/dl
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Capsul batuk 3 x 1 caps Tracetat 1 x 1 tab Rawat lukadenganNacl 0,9% 3 x 10menit pagi dan sore.+ asam fusidik dan cutimed sorbact +Esome 1 x 40 mg / iv + Albendazole 2 x 400mg tab p.o
23/05/2018(Hari ke 20) 28
S :
Pusing (+), kram kedua kaki masih dirasakan.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
100/80 mmHg
Nadi
90 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 36,9 ºC 98% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
213 mg/dl
A :
P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Esome 1 x 40 mg / iv Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Capsul batuk 3 x 1 caps STOP Tracetat 1 x 1 tab Rawat luka + ketoconazole 1 x tab 200mg p.o
24/05/2018(Hari ke 21) 29
S :
Nyeri pada kaki kiri (+), pasien mengalami BAB encer 3x yang disertai lendir (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
140/80 mmHg
Nadi
94 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 38 ºC 98% dengan masker O2 8 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
A :
P :
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
173mg/dl -
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Esome 1 x 40 mg / iv Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Rawat luka dengan ketoconazole zalf + PCT 3 x 1 tab + Amlodipin 1 x 10 mg p.o
30
25/05/2018(Hari ke 22) S :
Nyeri pada kaki kiri (+), BAB encer (-)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/80 mmHg
Nadi
88 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 37 ºC 98% dengan nasal kanul O2 3 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
A :
P :
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
176mg/dl -
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Efusi pleura bilateral ec CHF NYHA IV Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Esome 1 x 40 mg / iv Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Rawat luka dengan ketoconazole zalf + Drip tramadol 1 amp / kolf + masih menunggu hasil kultur darah 31
27/05/2018(Hari ke 23) S :
Nyeri pada kaki mulai berkurang, pasien mengeluhkan tidak dapat tidur di malam hari.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
89 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
26x / m 36ºC 98%tanpa 02
Keadaan Spesifik Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS 216mg/dl A : P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Drip tramadol 1 amp / kolf STOP Esome 1 x 40 mg / iv Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Rawat luka dengan ketoconazole zalf + ezelin 1 x 6 / sc + masih menunggu hasil kultur darah
28/05/2018(Hari ke 24) 32
S :
Nyeri pada kaki (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/80 mmHg
Nadi
90 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 36ºC 98% tanpa 02
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
172 mg/dl
A : P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari STOP Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv Furosemid 1 x 40mg tab p.o Drip sohobion 1 amp / hari Esome 1 x 40 mg / iv Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Ezelin 1 X 6 / Sc Rawat luka dengan ketoconazole zalf + masih menunggu hasil kultur darah
29/05/2018(Hari ke 25) 33
S :
Nyeri pada kaki (+)pasien mengeluhkan adanya nyeri pada pergelangan dan jari-jari tangan
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
94 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
28x / m 37ºC 98% tanpa 02
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
209mg/dl
A : P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv STOP Furosemid 1 x 40mg tab p.o STOP Drip sohobion 1 amp / hari STOP Esome 1 x 40 mg / iv STOP Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Ezelin 1 X 6 / Sc Rawat luka dengan ketoconazole zalf + Recolfar 2 x 1 tab + masih menunggu hasil kultur darah
30/05/2018(Hari ke 26) 34
S :
Pasien mengalami demam, Nyeri pada kaki (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
90 x/m reguler
RR Temperatur SpO2
24x / m 38ºC 98% tanpa 02
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+) GDS: 160mg/dl
A : P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Drip sohobion 1 amp / hari Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Inbumin 3 x 2 caps stop Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Ezelin 1 X 6 / Sc Recolfar 2 x 1 tab Stop Rawat luka dengan ketoconazole zalf + masih menunggu hasil kultur darah + kompres air hangat + PCT 3 x 1 tab
31/05/2018(Hari ke 27) 35
S :
Demam naik turun, pasien mengeluhkan demam yang terjadi hilang timbul. Tidur (-) nyeri kaki dan tangan (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
110/80 mmHg
Nadi
90 x/m reguler
RR
24x / m
Temperatur
39,5ºC
SpO2
98% tanpa 02
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
A : P :
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
142mg/dl -
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra Diet Tinggi Protein IVFD Nacl 0,9% 16 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Drip sohobion 1 amp / hari Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Ezelin 1 X 6 / Sc Recolfar 2 x 1 tab lanjut PCT 3 x 1 tab Rawat luka dengan ketoconazole zalf + masih menunggu hasil kultur darah + Clindamisin 2 x 300mg p.o + Epsonal 3 x 1 tab
36
01/06/2018(Hari ke 28) S :
Sesak napas (+) demam (+), nyeri kaki (+)
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/70 mmHg
Nadi
62 x/m reguler
RR
24x / m Temperatur
SpO2
38ºC 88% tanpa 02 96 dengan masker 02 10 lpm
Keadaan Spesifik Thorax
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-)
A :
Abdomen
Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
GDS
159 mg/dl -
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra
37
-
P :
Diet Tinggi Protein IVFD Futrolit 0,9% 20 tpm Drip metronidazole 3 x 500mg Valamin drips 1 botol / hari Drip sohobion 1 amp / hari Albendazole 2 x 400mg tab p.o Sprinolakton 1 x 25mg p.o Tracetat 1 x 1 tab Ketoconazole 1 x tab 200mg p.o Amlodipin 1 x 10 mg p.o Ezelin 1 X 6 / Sc Recolfar 2 x 1 tab PCT 3 x 1 tab Clindamisin 2 x 300mg p.o Rawat luka dengan ketoconazole zalf + masih menunggu hasil kultur darah + Digoxin 2 x ½ + CPG 1 x 75 mg
02/05/2018 S :
Sesak napas (- ) nyeri kaki mulai berkurang.
O : Keadaan Umum Sensorium
Compos Mentis
Tekanan Darah
120/70 mmHg
Nadi
87 x/m reguler
RR Temperatur
Keadaan Spesifik Thorax
24x / m 36,8ºC
Pulmo : Vesikuler melemah, Ronkhi Basah Halus (+) di kedua basal paru, Wheezing (-) Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal
Abdomen
Pitting odema kaki kiri, odema cruris distal s/d pedis sinister, NT(+),hiperemis (+)
Ekstremitas 159 mg/dl
38
GDS A : P :
-
DM tipe II Selulistis cruris + pedis sinistra PASIEN PULANG PAKSA
MIKROBIOLOGI Biakan + resistensi aerob darah Isolate 1 :Staphylococcus aureus
Susceptibility
Isolate 1
MRSA *
Positif
Benzylpenicilin
Resistant 39
Oxacillin
Resistant
Gentamicin
Sensitive
Ciprofloxacin
Resistant
Levofloxacin
Resistant
Moxifloxacin
Resistant
Erythromycin
Resistant
Clindamycin
Resistant
Quinupristin / Dalfopristin
Sensitive
Linezolid
Sensitive
Vancomycin
Sensitive
Tetracycline
Sensitive
Tigecycline
Sensitive
Nitrofurantoin
Sensitive
Rifampycin
Sensitive
Trimethroprim / Sulfamethoxazole
Sensitive
LABORATORIUM ( Tanggal 03 / 05 / 2018) Hematologi
Hasil 4,18 x 103 /mm2
Eritrosit Hemoglobin
12,9 g/dl
Hematokrit
36,8 %
Trombosit
157 x 103 /mm2
40
18,4 x 103 /mm2
Leukosit
Kimia Klinik
Hasil
Gula darah sewaktu
156 mg/dl
Ureum
39 mg/dl
Creatinin
1,5 mg/dl
SGOT
34 mg/dl
SGPT
30 mg/dl
LABORATORIUM (Tanggal 04 / 05 / 2018) Kimia Klinik
Hasil
Gula puasa
187 mg/dl
Asam urat
8,1 mg/dl
Kolesterol total
171 mg/dl
Bilirubin total/direk/ indirek
1,2/0,3/0,9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS A. DEFINISI
41
Gangguan metabolism secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. B. ETIOLOGI 1. Tipe I Autoimun. Pemicu : mungkin infeksi virus (mungkin virus coxsakie B4/ gondongan/ virus lain) produksi antibody menyerang sel beta pancreas. Manisfesti klinis : sel beta rusak 90 HLA spesifik : DW3 dan DW4 berhubungan dengan interaksi monosit-limfosit kerusakan pulau-pulau langerhans. 2. Tipe II Familial : kembar monozigot 100%, saudara kandung 40%, anak cucu 33% Orang tua diabetes (OT) diabetes anak diabetes : tidak = 1:1, 90% carier Keluarga reseptor 80% pasien : obesitats.
C. PATOGENESIS Patogenesis Diabetes Melitus tipe 1 terletak pada rusaknya sel β pankreas.Proses perusakan ini hampir pasti melalui jalur proses autoimun meski rincinnya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai penyakit ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus
42
diyakini merupakan suatu mekanisme pemicu, tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga dalam rangkaian respon peradangan pankreas disebut insulinitis. Sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak lagi dikenali sebagai sel ”sendiri” tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai ” sel asing”. Tahap kelima adalah perkembangan respons antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes (Foster, 2000). Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh tiga faktor penting, yaitu kerentanan genetik, menurunnya fungsi sel-β pankreas dan terjadinya resistensi insulin akibat penurunan kerja insulin pada resptor insulin yang meliputi otot skelet, hati dan jaringan lemak (Gambar 2.2). Pada sebagian besar kasus, diabetes melitus disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin sel-β pulau Langerhaens. Faktor herediter biasanya memainkan peran besar pada siapa diabetes akan berkembang. Seringkali faktor herediter menyebabkan timbulnya diabetes melalui peningkatan kerentanan sel-sel β terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibody autoimun melawan sel-sel beta, jadi juga mengarah kepada penghancuran sel beta (Guyton&Hall, 1997). Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Resistensi insulin atau malfungsi sel β yang disebabkan kerena genetik
Faktor lingkungan
Obesitas
43 Hiperglikemia ringan
Malfungsi sel β
Resistensi insulin
Gambar 2.2 Skematik Patogenesis DM tipe 2 (Weir, 1994)
D. KLASIFIKASI Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 1997: a. Tipe 1: dulu dikenal sebagai DM tipe I, Insulin Dependent Diabetes Mellitus, (IDDM). Sebagian sel beta rusak, bisa disebabkan autoimun atau idiopatik. Diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) adalah diabetes melitus yang sehari-harinya membutuhkan terapi insulin untuk diet dan pengaturan aktivitas(Gustaviani, 2006). Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai oleh tingginya level glukosa darah yang disebabkan oleh ketiadaan total hormon insulin. Pankreas kemudian hanya sedikit atau tidak menghasilkan insulin, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin (Adam, 2000). Kerusakan sel beta apabila telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada
44
dewasa. Penderita DM tipe 1 sebagian besar
mempunyai antibodi yang
menunjukan adanya proses autoimun dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun (Sacks, 2001). b. Tipe 2: dulu dikenal sebagai DM tipe II, Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Sekresi insulin yang abnormal dan resistensi reseptorinsulin. DM tipe 2 dibagi menjadi dua kategori, yaitu :Non obesitas dan obesitas. Diabetes ini akan menyebabkan penurunann kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (Insulin Resistance) dan disfungsi sel beta, sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi Insulin Resistance.
Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
relatif (Sacks, 2001). c. Diabetes Gestasi: diabet yang terjadi selama kehamilan dan hilang setelah melahirkan d. Dua kategori gangguan metabolisme glukosa (gangguan homeostasis glukosa) yang dipertimbangkan sebagai faktor resiko diabetes dan penyakit kardiovaskuler di kemudian hari yaitu Impaired Fasting Glucose (IFG) atau gangguan glukosa puasa dan Impaired Glucose tolerance (IGT)atau gangguan toleransi glukosa. e. Tipe spesifik lain :mencakup beberapa tipe yaitu defek genetik sel-β (baik fungsi
sel-β maupun aksi
insulin), penyakit
eksokrin pankreas,
endokrinopati, infeksi, bentuk diabet yang diperantarai sistem imun dan sindroma genetik lain.
E. KRITERIA DIAGNOSTIK
45
Kriteria diagnostik menurut ADA, ialah: a. Kadar glukosa plasma
200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan adanya gejala klasik
diabetes ialah poliuri (pengeluaran urin berlebihan), polidipsi (minum secara berlebihan, polifagi (makan secara berlebihan) dan penurunan berat badan. b. Kadar glukosa darah puasa
126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan tidak
adanya asupan kalori paling tidak selama 8 jam. c. Kadar glukosa darah sewaktu
200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama OGTT. Tes ini
dengan menggunakan penambahan glukosa 75 g.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM
1.
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewakru ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau
2.
Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau
3.
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan (mg/dL)
46
Penyaring dan Diagnosis DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Plasma vena Darah kapiler
<100 <90
100-199 90-199
≥200 ≥200
Plasma vena Darah kapiler
<100 <90
100-125 90-99
≥126 ≥100
47
Bagan 2.1 Alur diagnostik
Gambar .Skema pathogenesis
48
F. KOMPLIKASI Komplikasi jangka panjangpada diabetes adalah vaskulopati. Tiga mekanisme utama gangguan vaskuler adalah : gangguan membran basement, gangguan blood flow dan abnormalitas platelet. Penembalan membran basement dan hilangnya perisit merupakan penyebab dini pada komplikasi diabetes mellitus.Pada mata, hilangnya perisit dan penebalan membran basement, dapat dilihat pada stadium dini diabetik retinopati.Pada pasien diabetes, terjadi peningkatan agregasi sel darah merah dan perlambatan penghancuramn agregasi.Pada penghancuran agregasi, terjadi kerusakan vaskuler.Kerusakan
sel
endothelial
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
vaskuler.Akibatnya terjadi mikroangiopati dan aterosklerosis. a) Penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian tersering pada pasien diabetes. Prevalensi coronary artery disease (CAD) pada pasien diabetes dua kali besar dibandingkan pasien on diabetes. Onset penyakit ini lebih cepat dan manif estasinya lebih berat. Faktor resiko terjadinya CAD meliputi : merokok, umur, hipertensi, kadar kolesterol dan trigliserid.
49
Gambar 1. Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler pada penderita DM
b) Penyakit ginjal. Pasien diabetes mempunyai resiko 20 kali lebih besar untuk menderita gagal ginjal dibanding dengan populasi orang normal. Progresivitas terjadinya nefropati diabetik berhubungan dengan tekanan darah dan terkontrolnya kadar gula merah. Evaluasi oleh Diabetes Control and Complication Trial menunjukan bahwa ada hubungan antara kadar gula darah pada pasien insulin dependent dengan timbulnya nefropati. c) Penyakit neurology. Neuropati diabetic merupakan penyebab tersering terjadinya neuropati perifer. Neuropati diabetic umumnya dibagi menjadi
Symmetric distal polyneuropathy
Asymmetric neuropathy (cranial mononeuropathy, peripheral neuropathy, neuromuscular syndromes)
Autonomic neuropathy 50
Patofisiologi terjadinya neuropati diabetic berawal dari demyelinasi dan remyelinasi, hilangnya “endothelial cell tight junctions”, vasculopathy endoneural dengan penebalan membrane basement. d) Penyakit mata. Manifestasi diabetes mellitus pada mata yang tersering adalah retinopati diabetic macular edem yang menyebabkan terjadinya penurunan tajam penglihatan (Soegondo, 1999). H.
PENATALAKSANAAN Terdapat 4 pilar dalam penatalaksanaan Diabetes mellitus : 1. Edukasi 2. Terapi gizi medis 3. Latihan jasmani 4. Intervensi farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan: a.
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion c.
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa. e.
DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
51
1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien dengan berat badan normaldan kurang.Namun masih boleh diberikan kepada pasiendengan berat
badan
lebih.Untuk
menghindari
hipoglikemia
berkepanjangan
padaberbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjaldan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatansekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) danNateglinid (derivat fenilalanin).Obat ini diabsorpsi dengancepat setelah pemberian secara oral
dan
diekskresisecara
cepat
melalui
hati.
Obat
ini
dapat
mengatasihiperglikemia post prandial. B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatureseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.
52
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengangagal jantung kelas IIV karena dapat memperberatedema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perludilakukan pemantauan faal hati secara berkala. *golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karenaefek sampingnya. C. Penghambat glukoneogenesis o Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati (glukoneogenesis),
di
perifer.Terutama
samping
jugamemperbaiki
dipakaipada
gemuk.Metformindikontraindikasikan
ambilan
penyandang pada
pasien
dengan
glukosa diabetes gangguan
fungsiginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasiendengan kecenderungan hipoksemia (misalnyapenyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.Untukmengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saatatau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan
bahwapemberian
metformin
secara
titrasi
pada
awal
penggunaanakan memudahkan dokter untuk memantau efek sampingobat tersebut. D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadarglukosa darah sesudah makan. Acarbose
53
tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia.Efek sampingyang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. E. DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormonpeptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus bila
ada
makanan
merupakanperangsang
yangmasuk kuat
ke
dalam
penglepasan
saluran
insulin
dan
pencernaan.GLP-1 sekaligussebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upayayang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktifmerupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai denganpemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atauanalognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetapdalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif danmampu merangsang penglepasan insulin sertamenghambat penglepasan glukagon. Cara Pemberian OHO, terdiri dari: o OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkansecara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah,dapat diberikan sampai dosis optimal
54
o Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan o
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
o Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan o Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makansuapan pertama o Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan. o DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan danatau sebelum makan. 2. Suntikan 1. Insulin 2. Agonis GLP-1/incretin mimetic 1. Insulin Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: •
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
•
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
•
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
•
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
•
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixedinsulin).
Efek samping terapi insulin •
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia.
•
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulinyang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
55
2. Agonis GLP-1 Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakanpendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulinyang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan denganinsulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkinmenurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lainadalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahuiberperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaanbinatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obatini antara lain rasa sebah dan muntah. 3. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatanjasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHOtunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHOkombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalambentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat darikelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bilasasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat puladiberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbedaatau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yangdisertai dengan alasan klinis di mana insulin tidakmemungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tigaOHO dapat menjadi pilihan.
56
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyakdipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yangdiberikan pada malam hari menjelang tidur. Denganpendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperolehkendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yangcukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukanevaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darahpuasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di ataskadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
57
SELULITIS A. DEFINISI Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikusgrup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus. Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan.
58
Gambar :Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue Infection (B)
B.
Etiologi Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenzatipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikusgrup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikusgroup B adalah penyebab yang jarang pada selulitis.6 Selulitis
pada orang dewasa
imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcuspyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob.Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen.Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia. 59
Tabel : Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)
60
Gambar :Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the Condition.
C.
EPIDEMIOLOGI Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi.Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.
D.
FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik. 61
E.
GEJALA KLINIS Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi.Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu.Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula.Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis.Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren). Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi.Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden.Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah.Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
62
trauma di ekstremitas.Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
63
F. PATOGENESIS Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan.Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.
64
Gambar .Skema patogenesis
G. DIAGNOSA BANDING Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides. 65
H.
DIAGNOSIS Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis.Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia.Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan.Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Gejala dan tanda Gejala prodormal Daerah predileksi
: :
Selulitis Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan genitalia
Makula eritematous
:
Eritema cerah
Tepi Penonjolan Vesikel atau bula Edema Hangat Fluktuasi
: : : : : :
Batas tidak tegas Tidak terlalu menonjol Biasanya disertai dengan vesikel atau bula Edema Tidak terlalu hangat Fluktuasi Tabel: Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan selulitis.Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan.Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada
66
toxin-mediated cellulitis.ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif. I. PENATALAKSANAAN Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari.Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),>12 tahun seperti dosis dewasa. Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 3050 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari).Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari.
J.
KOMPLIKASI Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat.Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik.Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis. 67
CONGESTIVE HEART FAILURE 1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.
2. Patofisiologi
CHF berawal dari disfungsi jantung kiri yang disebabkan beban tekanan berlebihan sehingga kebutuhan metabolik meningkat.Peningkatan kebutuhan metabolik menyebabkan volume overloadyang abnormal pada jantung, cardiac output menurun sehingga menyebabkan beban pada atrium karena tekanan meningkat.Hal ini menyebabkan hambatan vena pulmonari yang kemudian membuat bendungan pada paruparu dan mengakibatkan edema paru.Beban ventrikel kanan (V.Ka) bertambah menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan (V.Ka) sehingga mengakibatkan gagal jantung kanan.Gagal jantung kanan dan kiri ini disebut dengan CHF.
Ketika jantung mulai gagal, tubuh mengaktifkan beberapa kompleks mekanisme kompensasi dalam upaya untuk mempertahankan Cardiac output dan oksigenasi organ vital. Hal ini termasuk peningkatan simpatik, aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron 68
System (RAAS), natrium dan retensi air dan neurohormonal adaptasi, yang menyebabkan jantung remodeling (dilatasi ventrikular, hipertrofi jantung dan perubahan bentuk lumen ventrikel kiri (Dipiro, 2015). 3. Etiologi Menurut Alldredge et al,.(2013), penyebab CHF terdiri atas : a. Output rendah, disfungsi sistolik (dilatasi kardiomipati) dapat disebabkan iskemik koroner, Infark miokard, regurgitasi, konsumsi alkohol, kekurangan gizi, deplesi kalsium dan kalium, induksi obat, idiopatik. Juga dapat disebabkan hipertensi, stenosis aorta dan volume overload. b. Disfungsi diastolik dapat disebabkan iskemik koroner, infark miokard, hipertensi, stenosis aorta dan regurgitasi, perikarditis, pebesaran septum ventrikel kiri. c. High-output failure disebabkan oleh anemia dan hipertiroid.
4. Faktor Resiko Di Indonesia prevalensi penyakit jantung dari tahun ke tahun terus meningkat. Merokok, obesitas, kadar kolesterol, tekanan darah tinggi, kurang aktifitas, diabetes melitus dan stress merupakan faktor resiko utama CHF. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa reaksi peradangan (inflamasi) dari penyakit infeksi kronis mungkin juga menjadi faktor risiko (LIPI, 2009). 5. Klasifikasi American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association (ACCF/AHA) dan NewYork Association (NYHA) memberikan informasi tentang klasifikasi atau tingkatan dari gagal jantung.ACCF / AHA menekankan pada perkembangan penyakit seorang pasien gagal jantung yang digunakan untuk menggambarkan individu dan populasi, sedangkan NYHA menekankan pada gejala fungsional penyakit gagal jantung.
69
6. Gejala CHF Menurut NHFA (2011) gejala yang dapat terjadi pada pasien dengan CHF sebagai berikut : a. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien, awalnya sesak dengan aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang pada tingkat berjalan dan akhirnya saat istirahat. b. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur. Hal ini menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh CHF, tetapi terjadi pada tahap berikutnya. c. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh CHF, tetapi sebagian besar pasien dengan CHF tidak memiliki PND. 70
d. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien mendapatkan kesalahan terapi untuk asma, bronkitis atau batuk yang diinduksi ACEi. e. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada kondisi yang lain. f. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia.
7. Diagnosis Menurut Dipiro (2013) diagnosis CHF sebagai berikut : Pertimbangkan diagnosis HF pada pasien dengan tanda dan gejala yang khas.Sebuah riwayat dan pemeriksaan fisik dengan pengujian laboratorium yang sesuai adalah penting dalam mengevaluasi pasien dengan dugaan HF.Tes laboratorium untuk mengidentifikasi gangguan yang dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung termasuk menghitung sel darah lengkap, elektrolit serum (termasuk kalsium dan magnesium), ginjal, hati, dan tes fungsi tiroid, urinalisis, profil lipid, dan A1C. B-type natriuretic peptide (BNP) umumnya akan lebih besar dari 100 pg / mL. Hipertrofi ventrikel dapat ditunjukkan pada rontgen dada atau elektrokardiogram (EKG).Rontgen
dada
juga
bisa
menunjukkan
efusi
pleura
atau
edema
paru.Echocardiogram dapat mengidentifikasi kelainan perikardium, miokardium, atau katup jantung dan mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri (LEVF) untuk menentukan apakah terdapat disfungsi sistolik dan diastolik.
71
8. Tatalaksana Terapi CHF Intervensi terapetik dalam setiap tahap ditujukan untuk memodifikasi faktor resiko (stage A), mengobati struktural penyakit jantung (stage B), dan mengurangi morbiditas dan mortalitas (stage C dan D). A.
Pasien gagal jantung stage A belum mengalami kerusakan jantung atau gejala gagal jantung, namun beresiko tinggi mengalami gagal jantng. Pasien yang memiliki riwayat keluarga tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, atau masalah jantung harus memperhatikan kesehatan jantung. Pasien yang memiliki faktor resiko tersebut, perlu mengontrol tekanan darah, mengontrol kadar gula darah, diet tinggi lemak, membatasi rokok dan alkohol.
B.
Pasien gagal jantung stage B telah mengalami kerusakan struktural jantung namun belum menunjukkan gejala penyakit gagal jantung. Pada stage ini terapi yang diberikan adalah Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dan akan dilakukan pemantauan ketat tekanan darah.
C.
Pasien
gagal
jantung
stage
C
mengalami
gejala
seperti
disfungsi
jantung.Kelelahan saat melakukan aktifitas ringan seperti berjalan atau membungkuk. Sesak nafas dan kelelahan akan terjadi saat beraktifitas. Pada stage ini, diet rendah natrium, menghentikan rokok dan alkohol merupakan bagian dari terapi. D.
Pasien gagal jantung stage D, membutuhkan intervensi khusus. Gejala muncul saat
istirahat
dan
sulit
disembuhkan
meskipun
dengan
terapi
maksimal.Mempertimbangkan terapi khusus, termasuk seperti terapi continous IV inotropik positif, transplantasi jantung, atau perawatan rumah sakit.
72
K.
Terapi non farmakologi Menurut National Heart Foundation of Australia (NHFA) 2011, terapi non-farmakologi gagal jantung sebagai berikut : 1) Aktifitas fisik Aktivitas fisik secara teratur sekarang sangat disarankan untuk pasien dengan CHF.Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan kapasitas individu seperti berjalan, bersepeda, angkat besi ringan dan latihan peregagan.Pasien dapat berjalan dirumah selama 10-30 menit perhari, 5-7 hari perminggu. 2) Nutrisi Pasien yang kelebihan berat badan meningkatkan kerja jantung baik selama aktifitas fisik dan kehidupan sehari-hari.Penurunan berat badan dapat meningkatkan toleransi aktifitas fisik dan kualitas hidup, dianjurkan pada pasien yang melebihi kisaran berat badan normal. Asupan lemak jenuh harus dibatasi pada semua pasien, terutama yang menderita jantung koroner.Diet tinggi serat dianjurkan untuk menghindari mengejan yang dapat menimbulkan angina, sesak atau aritmia.Pasien gagal jantung dengan gejala ringan dianjurkan mengurangi asupan garam sampai 3 gram perhari untuk mengontrol volume cairan ekstraseluler.Pasien dengan gejala sedang sampai berat dianjurkan membatasi asupan garam 2 gram perhari. Pasien yang menderita gagal jantung akibat alkohol harus menghindari alkohol untuk memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri (LV).Asupan alkohol tidak melebihi 10-20 gram sehari.Pasien dengan gejala ringan sampai sedang, asupan alkohol dapat meningkatkan prognosis.
73
B. Terapi Farmakologi 1) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II dan mengerahkan efek biologis yang meningkatkan gejala, mengurangi rawat inap, dan memperpanjang kelangsungan hidup. ACE inhibitor direkomendasikan untuk semua pasien dengan gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik. Efek samping utama ACE inhibitor adalah batuk (hingga 20%), gejala hipotensi dan disfungsi ginjal (Figueroa MD,6 2006). 2) Diuretik Diuretik diindikasikan pada pasien gagal jantung dengan penyumbatan (paru dan edema perifer) atau dilatasi jantung (Alldredge et al., 2013).Diuretik merupakan satusatunya obat yang digunakan pada terapi gagal jantung yang dapat mengatasi retensi cairan gagal jantung. Penggunaan diuretik yang tepat merupakan kunci keberhasilan obat lain yang digunakan pada gagal jantung. Penggunaan diuretik dosis rendah yang tidak tepat mengakibatkan retensi cairan dan penggunaan diuretik dosis tinggi menyebabkan kontraksi volume yang dapat meningkatkan resiko hipotensi dan insufisiensi ginjal.
Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium klorida pada tempat tertentu di tubulus ginjal. Loop diuretik (bumetanid, furosemid dan torsemid) bekerja di lengkung henle, sedangkan tiazid, metolazon, dan diuretik hemat kalium bekerja pada tubulus distal. Loop diuretik paling banyak digunakan pada pasien gagal jantung (Yancy et al, 2013). 3) Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) bekerja dengan mengeblok reseptor angiotensin II subtipe I (AT1).ARB tidak merangsang munculnya bradikinin dan tidak terkait efek samping batuk kering yang muncul pada ACE inhibitor.Pengeblokan reseptor AT1 secara langsung memungkinkan stimulasi reseptor AT2, menyebabkan vasodilatasi dan penghambatan remodeling ventrikel (Dipiro, 2015). Angiotensin II reseptor antagonis atau ARB dapat memberikan morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung yang menerima ACE inhibitor, namun tidak dapat digunakan pada gagal jantung setelah infark miokard akut.Hiperkalemia pada penggunaan ARB perlu dimonitoring seperti pada penggunaan ACE inhibitor (NHFA, 2011). 74
4) Angiotensin Aldosteron Antagonis aldosteron digolongkan sebagai diuretik hemat kalium, namun antagonis aldosteron juga memiliki efek baik tersendiri dalam menjaga keseimbangan Na+.Spironolacton dan eplerenon mengeblok reseptor mineralokortikoid, tempat target aldosteron.Antagonis aldosteron mengahambat reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium di ginjal. Antagonis aldosteron harus digunakan dengan hati-hati, dilakukan pemantauan ketat fungsi ginjal dan konsentasi potasium.Antagonis aldosteron harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal, memburuknya fungsi ginjal, pada kalium tinggi hingga normal atau riwayat hiperkalemia berat.Spironolakton juga berinteraksi dengan androgen dan reseptor progesteron yang dapat menyebabkan ginekomastia, impotensi dan ketidakteraturan menstruasi pada beberapa pasien (Dipiro, 2015). 5) Beta Bloker Beta bloker merupakan antagonis yang mengaktifkan sistem simpatis, secara signifikan terbukti bermanfaat dalam jangka panjang pada gagal jantung yang berat.Penambahan beta-bloker pada terapi konvensional dikaitkan dengan dampak yang signifikan pada morbiditas dan mortalitas. Beta-bloker mengurangi perkembangan CHF pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel jika diberikan awal periode pasca infark miokard (NHFA, 2011).Betabloker dapat memperlambat perkembangan penyakit, mengurangi rawat inap dan mengurangi angka kematian pada pasien gagal jantung sistolik (Dipiro, 2015). 6) Digoksin Digoksin melemahkan aktivasi sistem saraf simpatik yang berlebihan pada pasien gagal jantung, mungkin dengan mengurangi aliran simpatis pusat dan meningkatkan fungsi baroreseptor yang terganggu. Digoksin menginduksi diuresis pada pasien dengan HF yang mengalami retensi cairan. Mekanisme multiple digoksin : (1) vasodilatasi dan peningkatan CO dapat meningkatkan hemodinamik ginjal; (2) menghambat reabsorpsi tubular natrium, dari ginjal Na+ -K+ - ATPase dan (3) meningkatkan sekresi atrial natriuretic peptide.
75
7) Nitrate dan Hidralazin Nitrat, misalnya isosorbid dinitrat (ISDN) dan hidralazin melengkapi tindakan hemodinamik.Nitrat terutama venodilator, menurunkan preload.Hidralazin adalah vasodilator arteri langsung yang mengurangi resistensi vaskuler sistemik (SVR) dan meningkatkan stroke volume dan cardiac output.
B. Drug Related Problems (DRPs) DRP adalah istilah penting dalam pelayanan farmasi. Istilah lain digunakan untuk konsep yang sama, seperti kesalahan pengobatan. Kesalahan merujuk pada proses yang dapat menyebabkan masalah. DRP dapat berasal ketika meresepkan, mengeluarkan, mengambil atau pemberian obat-obatan.
76
BAB IV DISKUSI
Seorang pasien bernama Tn. TH, usia 68 tahun , datang ke IGD dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu sebelum MRS. Pada awalnya luka hanya berbentuk seperti benjolan kecil berisi cairan kemudian lama- kelaman kaki kiri menjadi bengkak , kemerahan , terasa panas dan nyeri serta kaki terasa sulit digerakan karena bengkak. Pasien tidak merasa pernah kakinya terkena benda tajam atau terluka saat beraktivitas . Pasien mengatakan tidak terasa ada demam selama 1 minggu terakhir semenjak kaki membengkak , mual (-) , muntah (-) .Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus tipe II yang terkontrol . Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum GCS 456 , tekanan darah
: 130/92mmHg,
nadi : 85 x/ menit, kuat reguler , RR : 20 x/menit, spontan , suhu : 36,2oC . Pada Pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan pada kepala / leher , thorax , abdomen . Pada pemeriksaan ekstrimitas , terdapat edema pada tungkai bawah kiri . Status lokalis pedis sinistra didapatkan adanya eritema luas dengan batas yang tidak tegas , tidak didapatkan adanya bullae , pada perabaan pedis terasa hangat dan terdapat nyeri tekan . Pada pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan darah rutin tidak menunjukan adanya leukositosis , GDA pasien 127 menandakan saat ini kadar gula darah pasien terkontrol namun hal ini masih perlu ditindak lanjuti baik dengan pemeriksaan Gula darah Puasa/2 jam PP atau HbA1c untuk evalusi lebih jauh mengenai kadar gula darah. Bila meninjau hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik , Pasien diduga mengalami selulitis pedis sinistra hal ini diakibatkan karena pasien memiliki faktor resiko berupa DM tipe II yang menunjukan adanya proses immuno-compromised , dalam artian adanya gangguan pada imun tubuh ; Selain itu didapatkan riwayat adanya luka kecil berupa benjolan berisi cairan yang kemudian diikuti pembengkakan kaki setelah beberapa waktu , ada kemungkinan bahwa luka tersebut menjadi port de entry dari bakteri yang menyebabkan terjadinya proses infeksi pada kaki . Bakteri yang tersering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus, Group A Streptococcus dan Streptococcus beta hemolyticus grup B.Setelah kuman masuk dan menyebar melalui celah jaringan muncul hialuronidase memecah polisakarida, dan fibrinolisin merusak barier fibrin, lecithinase merusak membrane sel. Kerusakan jaringan lokal ini dapat memicu infeksi bakteri anaerobik.Biasanya respon individu yang terinfeksi ringan namun pada selulitis 77
adanya reaksi sitokin dan super antigen dari bakteri menyebabkan infeksi jaringan yang hebat.Infeksi biasanya diikuti oleh bakteremia/sepsis. Diagnosis Selulitis dapat ditegakkan sesuai dengan gambaran klinis pada pasien berupa lesi kemerahan yang tidak meninggi dan batas tidak jelas (beda dengan erysipelas) yang nyeri dan panas merupakan tempat masuknya bakteri.Lesi dapat berkembang menjadi vesikel, bula, erosi, abses, perdarahan dan nekrosis pada plak tersebut.. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis pada Tn.TH. Konfirmasi diagnosis menggunakan kultur pada pasien yang immunocompromised. Penatalaksanaan Selulitis meliputi tirah baring serta imobilisasi bagian tubuh yang terkena infeksi sehingga pasien ini disarankan untuk MRS. Pasien ini diberikan inj. Ceftriaxone 2 x 1 g ditujukan karena adanya infeksi bakterial , sehingga proses infeksi tidak berkelanjutan . Pada pasien ini dilakukan kompres luka dengan tujuan agar terasa dingin dan mengurangi kemerahan serta proses inflamasi . Karena pasien ini memiliki gula darah yang terkontrol sampai saat ini maka obat anti Diabetes dapat dilanjutkan . Pemantauan kadar gula dibutuhkan agar proses infeksi tidak meluas dan menurunkan kemungkinan terjadinya nekrosis. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan BND vesikuler melemah disertai dengan adanya ronkhi basah halus dikedua basal paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan kesan kardiomegali, serta odema pulmonal.dan didadapatkan adanya edema minimal di tungkai bawah. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaaan fisik tersebut, kesemuanya memenuhi gejala gagal jantung kongestif. Berdasarkan kriteria Framingham minimal satu kriteria mayor dan dua kriteria minor yaitu: Kriteria mayor berupa paroxysimal nocturnal dyspneu, distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, Gallop s3, peninggian tekanan vena jugularis, Refluks hepatojugular. Dan kriteria minor berupa edema ekstremitas, batuk malam hari dispnea d’effort, hepatomegali, Efusi pleura, penurunan kapasitas vital, takikardi ( >120 x/menit).
78
DAFTAR PUSTAKA 1. Ardjo SM, Diabetes melitus. Dalam : UnderstandingOcular Diabetic – Basic Science, Clinical Aspects and Didactic Course. FKUI,Jakarta, 1999,h 53-9. 2. Askandar, tjokroprawiro. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes Melitus. 3. Bloch RS, Henkind L. Ocular manifestation of endocrine and metabolic diseases. Dalam : Tasman W, Jaeger EA. Duane’s clinical ophthalmology. Lippincot – raven, Philadelphia, 1997,h : 1-21. 4. Bone et al. Sepsis and multiple organ failure . The 12th Asia Pacific congress on diseases of the chest Seul,1992:8-18 Bone et.al. A controlled clinical trial of high dose methylprednisolone in the treatment of severe sepsisand septic shock. The NEJM 317: 653-658 5. Cohen, Glauser. Septic shock: treatment. Lancet, 1991 338:736-739 6. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas andcellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94’ 7. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68 8. Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic Foot CareDiabetes.ht
79
9. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008 10. Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in intensive care word, 1991 8(4):157-159 11. Eichenholtz SN. Charcot joints. Springfield, Ill.: Thomas, 1999 12. Exley, Cohen. Monoclonal antibody to TNF in severe septic shock. Lancet, 1990 335 :1275-1277 13. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill: 2008Glauser et al. Septic Shock: pathogenesis. Lancet 1991, 338:732736
14. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America. 15. Hinshaw et al. The Effect of high dose glucorticoid therapy on mortality in patients with clinical signs of systemic sepsis. The NEJM, 1987 317:659665 16. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis: apopulationbased stud inOlmstedcounty,Minnesota. 82(7):817-21 17. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708 18. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97. 19. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 20. Parillo et al. Septic shock in humans. Annals of internal medicine, 1991,113: 227242 Petersdorf RG.An Approach to infectious disease, in Principles of internal medicine. 12th ed. New York: McGraw Hill, 1991: 757-764 21. Perkeni. 2011. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. 80
22. Preventive Foot Care in People with Diabetes in A merican Diabetes Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79. 23. Root, Jacobs. Septicemia and septic shock, in principles o finternal medicine. 12th ed. New York: McGraw Hill, 1991:502-507
24. Schon LC, Easley ME, Weinfeld SB. Charcot neuroarthropathy of the foot and ankle. Clin Orthop. 1998;349:116–31 25. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. available at http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/footcare_scope.pdf 26. Soegondo S, Diabetes Melitus. Klasifikasi dan diagnosis baru dan penatalaksanaan di Indonesia, sub bagian endokrin, bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UI/RSCM, Jakarta. 27. Sprung et al. The effect of high dose corticosteroid in pateint white septic shock. The NEJM, 1984 311:1137-1143
81