Laprak Rev Fix.docx

  • Uploaded by: Muthia Fadhilah
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laprak Rev Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,151
  • Pages: 32
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK IDENTIFIKASI PEWARNA MERAH K10 (Rhodamin B, Cl 45170) DALAM PERONA PIPI Untuk memenuhi tugas matakuliah Analisis Sediaan Kosmetik Yang dibina oleh Ibu Riska Yudhistya Asworo S.Si., M.si

Disusun oleh: Kelompok 1 Nadia Firdausi

(P17120171002)

Avio Maysayu I.P

(P17120171006)

Sintia Anggriani

(P17120171011)

Eka Fitri Agnesya

(P17120173015)

Eka Aprilia

(P17120173019)

Dina Putri W

(P17120173023)

Muthia Rizki Fadhilah

(P17120174027)

Maria Carolina YPKA

(P17120174031)

Elin Rahma Setya R

(P17120174035)

PRODI D3 ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN MALANG MARET 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Kosmetik merupakan kebutuhan yang telah lama dipergunakan dan dikembangkan oleh manusia. Manusia memerlukan perawatan diri yang dengan itu diharapkan dapat tampil mempesona, menarik, dan penuh rasa percaya diri (Jaelani, 2009: 5). Defenisi kosmetik dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Permenkes/1998 Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik. Kosmetika rias semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias dan dimaksudkan agar terlihat menarik serta dapat menutupi kekurangan yang ada. Kosmetik ini hanya terdiri dari zat pewarna dan pembawa saja (Wasitaadmaja,1997: 27). Salah satu jenis kosmetik rias adalah perona pipi, produk ini bertujuan memerahkan pipi, sehingga penggunanya tampak lebih cantik dan segar (Tranggono, 2007: 12). Penggunaan zat pewarna seringkali disalahgunakan dengan penggunaan pewarna yang tidak semestinya, akibatnya menimbulkan kerugian bagi konsumen. Untuk menambah daya tarik konsumen terhadap produk tersebut, akan tetapi banyak oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab menambahkan pewarna berbahaya pada sediaan perona pipi seperti rhodamin B. Adanya produsen yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna karena harganya relatif lebih murah, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada pewarna alami.

Pemerintah Indonesia melalui peraturan Menteri Kesehatan

(PerMenKes) No.239/MenKes/Per/V/1985 menetapkan 30 lebih zat pewarna berbahaya, salah satunya rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil dan kertas. Rodamin B merupakan zat warna

sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfluoresensi). Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Pemeriksaan Rhodamin B dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi Lapis Tipis (KLT). Identifikasi dengan KLT untuk menentukan zat tunggal maupun campuran, dimana suatu campuran yang dipisahkan akan terdistribusi sendiri diantara fase-fase gerak dan tetap dalam perbandingan yang berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa lain (Hardjono, 1985: 130).

1.2.Tujuan Untuk mengetahui adanya pewarna merah K10 (Rhodamin B) dalam sediaan perona pipi

1.3.Manfaat Mahasiswa dapat mengetahui adanya kandungan pewarna merah K10 (Rhodamin B) dalam sediaan perona pipi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kosmetik Perona Pipi Produk ini bertujuan memerahkan pipi, sehingga penggunanya tampak lebih

cantik dan lebih segar. Kadang-kadang dipakai langsung tetapi lebih sering sebagai foundation. Perona ini dipasarkan dalam berbagai bentuk: 1. Loose atau compact powder Loose powder adalah bentuk yang paling sederhana, berisi pigment dan lakes dalam bentuk kering, diencerkan dengan bahan-bahan powder standar seperti talcum, zink stearat, dan magnesium karbonat. Kandungan pigment biasanya 5-20%. Compact rouge lebih populer dari pada loose powder karena: a. Tidak begitu beterbangan jika dipakai, sehingga bubuk yang berwarna itu tidak mengotori pakaian dan lain-lain. b. Melekat lebih baik pada kulit. 2. Anhydrous cream rouge Dalam preparat ini, zat-zat pewarna (pigment, lakes dan cat larut minyak) didispersikan atau dilarutkan dalam base fate-oil-wax. Dibandingkan yang powder, anhydrous cream rouge memiliki keuntungan dapat membentuk lapisan tipis yang rata dipermukaan kulit sehingga tampak lebih alami dari pada loose powder. Cream ini juga bersifat menolak air, sehingga resiko lunturnya rouge karena perspirasi terhindari. Titik lebur bahan bakar tidak boleh lebih dari 400C. 3.

Emulsi cair atau krim

4.

Cairan jernih

5.

Gel (Tranggono, 2007: 93).

Pemerah pipi dibuat dalam berbagai corak warna yang bervariasi mulai dari warna merah jambu hingga merah tua. Pemerah pipi konvensional lazim mengandung pigment merah atau merah kecoklatan dengan kadar yang tinggi. Pemerah pipi yang mengandung pigment kadar rendah digunakan sebagai

pelembut warna atau pencampur untuk memperoleh efek yang mencolok (Depkes RI, 1985). Contoh formula pemerah bubuk kompak (Tranggono, 2007)

2.2

Kaolin ringan

50

Kalsium carbonat endap

50

Magnesium

50

Seng Stearat

50

Talk

750

Pigment

50

Parfum

2

Zat pengikat : Isoprophyl Myristat

Sama banyak

Dasar salep Lanolin

Sama banyak

Rhodamin B (Tetraethyl Rhodamine)

Rhodamin B merupakan salah satu pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pewarna pada makanan. Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam industri tekstil dan kertas. Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NC1 dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah – merahan, sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah kebiru – biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B dapat larut dalam alkohol, HCL dan NaOH selain mudah larut dalam air (Wisnu, 2008)

Keterangan gambar

:

N-[9-(carboxyphenil)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-

ylidene]-N-ethylethanaminium clorida Nama Lazim

: Tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamin B

clorida; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170 Rumus Kimia

: C12H31ClN2O3

BM

: 479

Pemerian

: Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah

kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter (Budavari, 1996). Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan gangguan fungsi hati atau kanker, namun demikian bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan, ataupun kosmetik Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup terjadi iritasi pada saluran pernafasan, jika terkena kulit akan menyebabkan iritasi pada kulit. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika. Tabel 1. Zat warna sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika No. 1.

Nama

No. Indeks Warna

Jingga

K1

(C.I.

Pigment

Orange

5,

D&C

Orange

No.17)

12075

2.

Merah K3 (C.I. Pigment Red

15585

53, D&C Red No.8) 3.

Merah K4

15585 : 1

4.

Merah K10 (Rhodamin B,

45170

C.I. Food Red 15, D&C Red No.19) 5.

Merah K11 (C.I 45170: 1)

45170 : 1

Sumber : Skep Dirjen POM NO. 0036/C/SK/II/90

Tabel 2. Zat pewarna sintetis yang diijinkan Menurut Mentri Kesehatan RI No.445/Menkes/V/1998 Kode

Warna

Kode Indeks Warna

2.3

FD & C

Blue no. 1

42090

D&C

Orange no. 4

15510

D&C

Red no. 5

45370

D&C

Red no. 7

15850

D&C

Red no. 12

15630

D&C

Red no. 21

45380

D&C

Orange no. 17

26100

D&C

Red no. 27

45410

D&C

Red no. 35

12120

D&C

Red no. 36

12085

Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan

komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang

sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden, 2003). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio, 2002). Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Fessenden, 2003). Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. Kromatografi Lapis Tipis merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat (Soebagio, 2002). Prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah

penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002). Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar, 2007). Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan (Gritter, 1991). Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar, 2007). MSDS REAGEN YANG DIGUNAKAN Nama bahan

Rumus molekul

Sifat bahan

Kode hazard

Bahaya

penanganan

Rhodami C28H31C ne B

1N2O3

 Flamabili

 EFEK

 Mengg

tas

Karsinoge

unakan

Produk:

nik: Agen

alat

Dapat

tumorigen

pelindun

terbakar

ik samar-

g

pada

samar

saat

suhu

dengan

kontak

tinggi.

kriteria

dengan

RTECS.

bahan

 Suhu Penyalaa

 EFEK

diri

tersebut

n

MUTAGE

 Tindak

Otomatis

NIK:

an

: Tidak

Eksperime

pertolon

tersedia.

n

gan

laboratoriu

pertama

Flash:

m

pindahka

Tidak

menunjuk

n korban

tersedia.

kan

dari

 Poin

 Batas mudah terbakar:

telah

efek

mutagenik

paparan,

.

jangan

 EFEK

berikan

Tidak

TERATO

rangsang

tersedia.

GENIK:

an untuk

Fetotoksisi

muntah

tas

dan

TOXICIT

memberi

Y

minum,

DEVELO

segera

PMENTA

bawa ke

L:

dokter

Tidak

tersedia

 Tindaka n

pengang gulangan kebakara n

:

1)bahaya ledakan dan kebakara n,bahaya kebakara n

kecil.

Campura n debunya dengan udara dapat menyala dan meledak; 2)media pemadam, bahan kimia kering, karbon dioksida, air, busa; 3) tindakan pemadam an,

pindahkan kemasan dari lokasi kebakaran , gunakan media pemadam yang sesuai, jaga posisi berdiri berlawan dengan arah angin dan hindari daerah rendah  Penangan an tumpahan, kumpulka n

bahan

yang tumpah ke dalam kemasan yang sesuai untuk pembuang an, isolasi

daerah berbahaya dan orang yang tidak berkepenti ngan dilarang masuk  Pemgolah an limbah sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku

Metanol

CH3OH

 Cairan

 Cairan dan  Jaga

mudah

uap

menyala

mudah

tertutup

menyala.

kedap.

 Iritasi mata  Iritasi kulit  toksisitas

amat

wadah

 Toksik

 Jauhkan

jika

dari

tertelan.

panas/perc

 Toksik

ikan/api

jika

terbuka/pe

kontak

rmukaan

dengan

panas

kulit.  Toksik

 Dilarang merokok.

 Bumikan

jika terhirup.  Menyebab kan iritasi

wadah dan alat penerima.  Gunakan

serius pada mata.  Dapat

peralatan elektrik

merusak

tahan

kesuburan

ledakan/ve

atau janin.

ntilasi/pen

 Menyebab

cahayaan.

kan

 Lakukan

kerusakan

dengan

pada

hati-hati

organ.

 tindakan

 Dapat

melawan

menyebab

lucutan

kan iritasi

statis.

pada

 Gunakan

saluran

hanya alat

pernafasan

yang tidak

.

memicu

 Dapat

percikan

menyebab kan

 Gunakan

mengantu k pusing.

api.

dan

hanya

di

luar ruangan atau

di

area yang berventila si baik.

 Guna peralatan pelindung diri

yang

diperlukan  Pakai sarung tangan pelindung/ pakaian pelindung/ pelindung mata/pelin dung wajah.  Jangan menghirup debu/asap/ gas/kabut/ uap/sempr otan.  Cuci seksama sesudah menangan inya.  Jangan makan, minum atau merokok  ketika

mengguna kan produk ini. Etil

C4H8O2

 Flamabili

Asetat

tas

uap mudah

korban ke

Produk:

menyala.

udara

 Menyebab

segar dan

terbakar

kan iritasi

istirahatka

pada

serius

n

suhu

pada mata.

posisi

Dapat

tinggi.  Suhu Penyalaa n

 Menyebab

pada

yang

kan iritasi

nyaman

kulit.

untuk

 Dapat

bernafas.  Cuci

Otomatis

menyebab

: Tidak

kan reaksi

dengan

tersedia.

alergi pada

banyak air

kulit.

dan sabun.

 Poin Flash:

 Mungkin fatal

tersedia.

tertelan

pertolonga

dan masuk

n

mudah

saluran

Telepon

terbakar:

pernafasan

pusat

Tidak

.

racun atau

tersedia.

jika

 Segera

Tidak  Batas



 Cairan dan  Pindahkan

 Dapat

dapatkan

medis.

doktor.

menyebab

Cuci

kan iritasi

mulut

pernafasan

dengan

.

air.

 Dapat

menyebab kan mengantu k

atau

pusing.  Dapat menyebab kan kerusakan (organ) pada paparan berulang atau jagka panjang. Amonia

NH3

 Korosif

 Tidak

 Pindahkan

pada

mudah

korban

logam

terbakar.

udara segar

 Korosi kulit

 Larutan

ke

dan

Amonia

istirahatkan

tidak

pada posisi

s pada

mudah

yang

organ

terbakar,

nyaman

sasaran

tetapi

untuk

spesifik -

dapat

bernafas

paparan

membentu

tunggal

k

dengan

campuran

banyak air

pernapas

amo

dan sabun.

an

nia/udara

 Toksisita

 Sistem

 Toksisita s akuatik

 Cuci

 Segera

yang dapat

dapatkan

terbakar

pertolongan

akut

dengan

medis.

penggasan

 Telepon

.

pusat racun

 Api

atau doktor.

ambient dapat

 Cuci mulut dengan air.

melepaska n uap yang berbahaya. Butanol

C4H9OH



  

Cairan

 Cairan

mudah

dan

menyala

amat

tertutup

Iritasi

mudah

kedap.

mata

menyala.

 Jaga uap

wadah

 Jauhkan

Iritasi

 Toksik

kulit

jika

panas/per

toksisita

tertelan.

cikan/api

s

 Toksik

dari

terbuka/pe

jika

rmukaan

kontak

panas

dengan kulit.

 Dilarang merokok.

 Toksik

 Bumikan

jika

wadah

terhirup.

dan

 Menyebab kan iritasi

alat

penerima.  Gunakan

serius

peralatan

pada

elektrik

mata.

tahan

 Dapat merusak

ledakan/v entilasi/pe

kesuburan

ncahayaan

atau janin.

.

 Menyebab

 Lakukan

kan

dengan

kerusakan

hati-hati  tindakan

pada organ.

melawan

 Dapat

lucutan

menyebab kan iritasi

statis.  Gunakan

pada

hanya alat

saluran

yang tidak

pernafasa

memicu

n.

percikan

 Dapat

api.

menyebab

 Gunakan

kan

hanya

mengantu

luar

k

ruangan

dan

pusing.

atau

di

di

area yang berventila si baik.  Guna peralatan pelindung diri yang diperluka n  Pakai sarung tangan

pelindung /pakaian pelindung /pelindun g mata/pelin dung wajah.  Jangan menghiru p debu/asap /gas/kabut /uap/semp rotan.  Cuci seksama sesudah menangan inya.  Jangan makan, minum atau merokok  ketika menggun akan produk ini.

N-

CH3CH2

Propanol CH2OH



Cairan

 Cairan dan  Pindahkan

mudah

uap

menyala

mudah

udara segar

menyala.

dan

 Iritasi mata  Iritasi kulit  toksisita s

amat

 Toksik jika tertelan.  Toksik jika

korban

ke

istirahatkan pada posisi yang

kontak

nyaman

dengan

untuk

kulit.

bernafas

 Toksik jika  Cuci terhirup.  Menyebabk an

iritasi

dengan banyak air dan sabun.

serius pada  Segera mata.

dapatkan

 Dapat

pertolongan

merusak kesuburan

medis.  Telepon

atau janin.

pusat racun

 Menyebabk

atau doktor.  Cuci mulut

an kerusakan pada organ.  Dapat menyebabk an

iritasi

pada saluran pernafasan.  Dapat menyebabk

dengan air.

an mengantuk dan pusing.

BAB III METODE 3.1 Penjelasan Lokasi Praktikum Praktikum Identifikasi Pewarna Merah K10 (Rhodamin B, Cl 45170) dalam Perona Pipi ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada tanggal 26 Februari 2019.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Alat

a. Gelas beker

g. Chamber

b. Spatula

h. Silika Gel

c. Neraca analitik

i. Bola hisap

d. Gelas arloji

j. Erlenmeyer

e. Batang pengaduk

k. Corong gelas

f. Pipet ukur

l. Kertas saring

3.2.2

Bahan

a. Sampel perona pipi b. Metanol c. Etil asetat d. Amonia e. Baku pembanding merah K10

3.3 Cara Kerja 3.3.1 -

Pembuatan Larutan Uji Ditimbang secara seksama cuplikan perona pipi sebanyak 100 mg menggunakan neraca analitik.

-

Cuplikan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL metanol

-

Larutan sampel diaduk hingga cuplikan terlarut dalam etanol.

-

Larutan sampel disaring menggunakan kertas

-

Filtrat yang diperoleh dari hasil filtrasi digunakan sebagai larutan uji

3.3.2

Pembuatan Larutan Baku

-

Ditimbang sebanyak 5 mg baku pembanding merah K 10.

-

Dilarutkan dalam 10 ml metano hingga homogen.

3.3.3 -

Pembuatan fase gerak Diambil larutan etil asetat sebanyak 23,1 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beker.

-

Ditambahkan larutan metanol sebanyak 9,2 mL ke dalam gelas beker.

-

Diambil larutan amonia sebanyak 7,7 mL dan ditambahkan ke dalam gelas beker.

-

Larutan campuran pada gelas beker diaduk hingga homogen dan digunakan sebagai fase gerak.

3.3.4 -

Identifikasi Rhodamin B pada perona pipi menggunakan KLT Silika gel diaktifkan dengan cara dipanaskan dalam oven kemudian dikeluarkan dan diberi tanda untuk meletakan sampel dan larutan baku.

-

Fase gerak dituangkan ke dalam chamber untuk dilakukan penjenuhan sellama ± 15 menit.

-

Larutan uji dan larutan baku ditotolkan pada silika gel menggunakan mikro pipet.

-

Setelah penjenuhan selesai, silika gel dimasukkan ke dalam chamber dan diamati proses elusi sampel perona pipi dan larutan baku oleh fase gerak, Rf sampel dan dibandingkan dengan Rf larutan baku.

3.4 Penjelasan Alat 3.4.1

Chamber KLT

Chamber adalah wadah yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis. Chamber terbuat dari bahan kaca dan digunakan sebagai tempat meletakkan fase gerak dan plat KLT. Sebelum dilakukan kromatografi, chamber dijenuhkan terlebih dahulu dengan fase gerak yang akan digunakan. Tujuan penjenuhan adalah agar eluen memenuhi seluruh bagian chambe dan menghilangkan gas atau uap lain yang tidak dibutuhkan dalam kromatografi. 3.4.2

Plat Silika

Pada umumnya sebagai fase diam digunakan silika gel. Untuk penggunaan dalam suatu tipe pemisahan perbedaan tidak hanya pada struktur, tetapi juga poriporinya dan struktur lubangnya menjadi penting, di samping pemilihan fase gerak. Dalam perdagangan silika gel mempunyai ukuran 10-40µ. Ukuran ini terutama dipengaruhi oleh ukuran porinya yang bervariasi dari 20-50Å. Silika gel berpori 80-150 dinamakan berpori besar. Luas permukaan silika gel bervariasi dari 3001000m2/g. Silika gel sangan higroskopis. Pada kelembapan relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Masalah aktivitasi silika gel tidak begitu mempengaruhi kebanyakan jenis pemisahan, tetapi deaktivitas silika gel merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Beberapa prosedur kromatografi terutama pemisahan yang menggunakan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol

kandungan air dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-12% b/b. Derajat deaktivitasi ditentukan oleh kelembapan relatif kamar dimana pemisahan dilakukan dan lempeng silika gel disimpan.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisa Prosedur Langkah pertama yang dilakukan untuk membuat larutan uji adalah menimbang sampel (perona pipi) sebanyak ±100mg (0,1gram) dengan menggunakan neraca anlitik yang bertujuan untuk mendapatkan berat sampel yang akurat. Setelah itu dimasukkan dalam Erlenmeyer. Setelah itu memipet methanol sebanyak 10ml dengan menggunakan pipet ukur 10ml dengan bantuan bola hisap, dengan tujuan untuk memaksimalkan tingkat keakuratan jumlah larutan yang dipipet. Penggunaan methanol sebagai pelarut dikarenakan Rhodamin B mudah larut dalam methanol. Kemudian sampel dan pelarut di aduk (kocok) hingga homogen. Setelah larutan homogen dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut yang mungkin ikut larut dalam larutan uji

Pada pembuatan larutan baku, langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang baku pembanding (serbuk) sebanyak ±5mg (0,05gram). Kemudian dilarutkan dalam 10ml methanol. Penggunaan methanol sebagai pekkarut dikarenakan Rhodamin B mudah larut dalam methanol. Kemudian sampel dan pelarut di aduk (kocok) hingga homogen. Setelah larutan homogen dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut yang mungkin ikut larut dalam larutan uji.

Pada praktikum kali ini, fasa gerak yang digunakan yaitu etil asetat : methanol : ammonia (15:6:5). Langkah pertama yang dilakukan yaitu menghitung berapa banyak yang dibutuhkan dari masing-masing larutan tersebut, jika fasa gerak yang dibuat sebanyak 40ml (untuk 4 kelompok). Setelah itu, memipet etil asetat sebanyak 23,1 ml methanol sebanyak 9,2 ml dan ammonia sebanyak 7,7 ml. Penggunaan fasa gerak ini dikarenakan dapat melarutkan sampel secara sempurna, serta bertujuan untuk

mendispersikan sampel secara sempurna. Selanjutnya semua larutan tersebut dimasukkan dalam beaker glass dan diaduk hingga larutan homoge. Setelah itu larutan dimasukkan dalam camber yang sudah disediakan sebagai wadah dari fasa geraknya. fasa gerak kemudian dijenuhkan dengan cara didiamkan selama 15 menit.

Selanjutnya fasa diam yang digunakan adalah lempeng silika gel G. Pada lempeng silika gel G diberi garis pembatas 2 cm pada tepi atas dan bawah lempeng menggunakan pensil untuk mempermudah pembacaan nilai Rf. Penggunaan pensil dimaksudkan agar tidak ada senyawa lain yang larut kedalam eluen atau fasa geraknya. Kemudian dilakukan uji KLT dengan menotolkan sampel dan larutan baku ke garis pembatas lempeng silika gel G menggunakan pipet mikro yang telah diatur sebanyak 10 µl. Penotolan dilakukan dengan perlahan, agar yang dihasilkan tidak melebar. Lempeng yang telah diberi totolan dimasukkan kedalam chamber berisi eluen yang telah dijenuhkan selama 15 menit dan ditutup rapat. Diamati proses elusi pada plat KLT dan hasil perpisahan dari noda kemudian ditentukan nilai Rfnya, Nilai Rf yaitu jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.

4.2 Analisa Hasil Pada praktikum kali ini didapatkan hasil dengan sampel perona pipi (blush on) menggunakan fase gerak campuran etil asetat-metanolamonia (15:6:5) karena tingkat kepolaran pada fase gerak berbeda, yang mana etil asetat dan methanol bersifat polar sedangkan amonia bersifat kurang polar. Selanjutnya hasil spot sampel berwarna merah muda dan pada baku pembanding spot berwarna merah muda-keunguan, dengan jarak pelarut sejauh 13,5 cm, jarak spot sampel sejauh 12,2 cm, dan spot baku pembanding sejauh 13 cm. Hal ini dikarenakan spot yang dihasilkan sedikit melebar dengan warna yang tidak merata. Selanjutnya dilakukan perhitungan dan didapatkan Rf sampel sebesar 0,903 dan Rf baku

pembanding sebesar 0,962. Nilai Rf yang diperoleh menyatakan ukuran daya pisah suatu zat, dimana jika nilai Rf-nya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan eluen tinggi, dari percobaan yang dilakukan nilai Rf yang didapatkan mempunyai nilai yang tinggi sehingga eluen yang digunakan mempunyai kepolaran sesuai dan daya pisah yang tinggi terhadap sampel uji dan didapatkan selisih antara Rf sampel dan baku pembanding adalah 0,0583. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sampel perona pipi yang diuji mengandung rhodamin b.

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Dalam praktikum ini praktikan dapat mengetahui adanya kandungan pewarna merah K10 (Rhodamin B) pada sampel perona pipi yang diberikan. Dengan menggunakan teknik KLT dengan fase gerak campuran etil asetatmetanol-amonia (15:6:5), praktikan dapat menganalisis adanya kandungan pewarna K10 (Rhodamin B) pada sampel perona pipi dan di dapatkan hasil bahwa sampel positif mengandung pewarna merah K10 (Rhodamin B). Hasil analisis menunjukan bahwa nilai Rf sampel dan baku memiliki selisih 0.0583 cm, yang menandakan bahwa Rf sampel mendekati Rf baku.

Daftar Pustaka

Anonim.

(2015).

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Pertanian.

http://www.pustaka-deptan.go.id. Diakses tanggal 20 Februari 2019 Badan POM. (2003). Keputusan Kepala BPOM R1 Nomor : HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Budavari, S. 1996. The Merck Index. Edisi 12. WhiteHouse USA: Merck & Co. Inc. Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara: Jakarta. Fessenden R.J dan J.S Fessenden. 2003. Dasar-dasar kimia organik. Jakarta: Erlangga. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gritter R, J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi II. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Retno Iswari Tranggono. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : PT. Gramedia. Pustaka Utama, Anggota IKAPI. Soebagio. 2002. Kimia Analitik. Makassar: Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA. Tranggono R.Iswary., dan Latifah.F.2007. Buku Pegangan Ilmu pengetahuan Kosmetik. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Trestiati, M., 2003, Analisis Rhodamin B Pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak SD (Studi Kasus: sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung), Department-of-Environmental Engineering. Yulianti, N.,2007, Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan, Edisi Pertama, 9293, CV. ANDI Offset,Yogyakarta.

LAMPIRAN

Sampel Blush On

Sampel ditimbang 0,1 gram

Sampel disaring setelah ditambahkan metanol

Baku pembanding Rhodamin B

Larutan Baku dan Larutan smapel

Sampel ditotolkan pada plat klt

Chamber

Plat dimasukkan dalam chamber

Related Documents

Laprak Rev Fix.docx
July 2020 1
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Laprak Migrasi.docx
June 2020 25
Laprak Kd.docx
December 2019 37
Laprak Las.docx
December 2019 29
Laprak Ask.docx
June 2020 14

More Documents from "Pratama Firdzan"