Laporan Tahunan Bpom 2017.pdf

  • Uploaded by: Nonii LetoAty
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tahunan Bpom 2017.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 67,975
  • Pages: 273
Penny K. Lukito KEPALA BADAN POM Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2017 dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan POM merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Badan POM dalam pelaksananaan anggaran pemerintah. Lingkungan strategis yang semakin dinamis disadari berimplikasi pada semakin luas dan kompleksnya tugas dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan yang harus dilakukan oleh Badan POM. Untuk itu, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terkait kelembagaan, pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dalam buku ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan POM selama tahun 2017, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Di samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam pemberdayaan masyarakat, baik yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan pemangku kepentingan. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan, karena masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu memilih obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

i

Terima kasih kepada seluruh jajaran Badan POM serta mitra kerja atas hasil-hasil yang dicapai selama tahun 2017. Semoga Laporan Tahunan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi pelaksana kegiatan agar terus berupaya meningkatkan kinerja pada masa mendatang, dalam upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.

Jakarta, Juni 2018 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan,

Penny K. Lukito

ii

Laporan Tahunan Badan POM 2017

DAFTAR ISI Sambutan Kepala Badan POM RI ..................................................................................................................................i Daftar Isi ............................................................................................................................................................................... iii Daftar Gambar.................................................................................................................................................................... iv Ringkasan Eksekutif ........................................................................................................................................................ xi I. Highlights 2017 .............................................................................................................................................................. 1 II. Pendahuluan.................................................................................................................................................................33 III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan ................................................................................................59 IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2016 ................................................................77 4.1 Hasil Pengawasan Keamanan, Khasiat dan Mutu Produk Terapetik/Obat ............................77 4.2 Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif ..................................98 4.3 Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional...................................... 103 4.4 Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Kesehatan ............. 109 4.5 Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetika .................................. 113 4.6 Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ........................................................... 117 4.7 Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat dan Makanan………………………………………………………………………………………………………………..154 4.8 Hasil Pengawasan Iklan ............................................................................................................................ 167 4.9 Hasil Pengawasan Penandaan dan Label........................................................................................... 168 4.10 Standardisasi .............................................................................................................................................. 172 4.11 Layanan Bantuan Hukum (Legal Management) .......................................................................... 190 4.12 Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) ............................................................................. 191 4.13 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ..................................................................................... 191 4.14 Kerjasama Luar Negeri ........................................................................................................................... 207 4.15 Pengembangan Obat Asli Indonesia ................................................................................................. 215 4.16 Riset di Bidang Obat dan Makanan.................................................................................................... 219 4.17 Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ......................................................................................... 231 V. Pengelolaan Anggaran ........................................................................................................................................... 239 VI. Penutup ...................................................................................................................................................................... 243

Laporan Tahunan Badan POM 2017

iii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan………………………… Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM………………………………........................................... Gambar 3.1 Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja………………………………………………………………………………………………..….... Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan………………..... Gambar 3.3 Profil Manajemen Talenta Badan POM…………………………………………………..... Gambar 3.4 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia…………………..………………. Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2014-2016……. Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat Tahun 2016………….………………………………………...…….....……………………………. Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2014-2016……………………. Gambar 4.4 Capaian Hasil Sampling dan Pengujian oleh BB/BPOM Tahun 20152016………………………………………………………………………………..……………………. Gambar 4.5 Jumlah Inspeksi Pre Market Tahun 2016………………………………………………… Gambar 4.6 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Pre Market Tahun 2016…………………………...... Gambar 4.7 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2016………………………………………….…… Gambar 4.8 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2016………………………….... Gambar 4.9 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2016………………………………………………………………………………………………...….. Gambar 4.10 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2016……………………………. Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2016…………….. Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan IFK (Produk Terapetik) Tahun 2016...……………. Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016… Gambar 4.14 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2016…………………………………………. Gambar 4.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor) Tahun 2016……………………………….…………………………………........... Gambar 4.16 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika) Tahun 2016…………………...…………………………………………………………………...................... Gambar 4.17 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2016………. Gambar 4.18 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2017………………………. Gambar 4.19 Kemasan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Tahun 2014-2016.....................................................................................…………..………. Gambar 4.20 Jenis PWH di Ritel Tahun 2014-2017........................................................................... Gambar 4.21 Iklan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Tahun 2014-2017.............................................................................................................................. Gambar 4.22 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2017………. Gambar 4.23 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2014-2017…………….…… Gambar 4.24 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2014-2017.

34 35 59 63 64 67 80 81 82 82 85 86 86 87 87 89 91 91 92 94 98 99 99 100 101 101 103 103 104 104 105

iv

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Gambar 4.25 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2017………………………………………………………………………………………………….. Gambar 4.26 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun 2017…………………………………………………………………............................... Gambar 4.27 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal Tahun 2017……………….…………………………………………………………….………… Gambar 4.28 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2017……... Gambar 4.29 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2017 Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2017….. Gambar 4.32 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2017….………… Gambar 4.33 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 20132017………………………………………………………………………………….………………. Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen Kesehatan Tahun 2017………………………..……………………………………………..... Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2017…………………………………………………………………………………………………….. Gambar 4.36 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2017…. Gambar 4.37 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2014-2017………………………………………. Gambar 4.38 Profil Persetujuan Nomor Ijin Edar/Notifikasi Kosmetika Tahun 20142017…………………………………………………………………………………………………….. Gambar 4.39 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2017……………………………………………………………………………………………………. Gambar 4.40 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2017………... Gambar 4.41 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2017…….… Gambar 4.42 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2017…………………………….. Gambar 4.43 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2012-2017…………………….. Gambar 4.45 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen Makanan dan Klaim Baru Tahun 2014-2017……………………………………..…... Gambar 4.46 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan Tahun 2014-2017……………………………...…………………………………..……………… Gambar 4.47 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2017………………………………………………………………………………………………..……. Gambar 4.48 Hasil Uji Tepung Terigu 2015-2017………………………….………………………….. Gambar 4.50 Peralatan Makan Minum Melamin …………………………………….………………… Gambar 4.51 Persentase Pangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tahun 2013 – 2017….. Gambar 4.52 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2017 .. Gambar 4.53 Tren temuan hasil intensifikasi Hasil Pengawasan Pangan Bulan Ramadhan oleh balai dan pusat dari tahun 2015 hingga tahun 2017........... Gambar 4.54 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2017..…................. Gambar 4.55 Pengawasan pangan buka puasa bekerja sama dengan lintas sektor…… Gambar 4.56 Tren pengawasan pangan buka puasa (Takjil) …………………………………… Gambar 4.57 Tren Temuan Bahan Berbahaya pada Takjil (2015-2017) ……………………. Gambar 4.58 Profil Negara Pengekspor Pangan Olahan Ke Indonesia ..…………………….. Gambar 4.59 Grafik Profil Jenis bahan Baku Pangan ……………………………………………….. Gambar 4.60 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2017…..…........... Gambar 4.61 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2017 ……………………..............

105 106 107 107 109 109 110 111 112 113 113 114 114 115 116 117 118 120 123 125 129 130 132 133 137 139 140 141 142 145 145 148 148 149

Laporan Tahunan Badan POM 2017

v

Gambar 4.62 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan PanganTahun 2017 ……

vi

Gambar 4.63 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2017 ………………………………………………………………………………………..…………... Gambar 4.64 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017 …………………………………………………………………………………………………... Gambar 4.65 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017……………………………………………………………………………………………………. Gambar 4.66 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017…………… Gambar 4.67 Tindak Lanjut Secara Pro Justitia Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017…………………………………………………………………………………………. Gambar 4.68 Press Release Hasil Operasi Opson VI Tahun 2017 ………………………….…… Gambar 4.69 Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPOM RI dengan Kejaksaan Agung.………………………………………………………………………………………………. Gambar 4.70 Presiden RI Bapak Joko Widodo sedang menyampaikan sambutan pada Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat ……………………………………………….…………………………… Gambar 4.71 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2017 ……………………………. Gambar 4.72 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2017 …………… Gambar 4.73 Profil evaluasi protokol uji BE periode Januari - Desember 2017 …………. Gambar 4.74 PPUB yang memenuhi timeline ……………………..……………………………………. Gambar 4.75 Profil evaluasi laporan hasil uji BE periode Januari – Desember 2017 …… Gambar 4.76 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011 - 2017 ……………………………………………………………………… Gambar 4.77 Profil Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2017 …………………………...…..……………….. Gambar 4.78 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan………………………………………………… Gambar 4.79 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2017 ……………………………………. Gambar 4.80 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan Tahun 2017 ………………………………………………………………………… Gambar 4.81 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNas Berdasarkan Profesi Tahun 2017 …………………………………………………………………………………………. Gambar 4.82 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Indonesia Tahun 2017 ……………………………………………………………………………. Gambar 4.83 Peta Distribusi Kasus Keracunan berdasarkan Propinsi di Indonesia Tahun 2017 …………………………………………………………………………………………… Gambar 4.84 Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset ……………………………….. Gambar 4.85 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2017 ..………………………

154

Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2017…………………. Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2017………………………………………………………………………………………….

240

Laporan Tahunan Badan POM 2017

156 156 157 157 160 162

165 167 168 175 175 176 192 194 197 201 203 204 205 206 225 232 239

BAB 1 HIGHLIGHT 2017 FEBRUARI 

Partisipasi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Life Science Innovatie Forum di Ho Chi Minh, Vietnam tanggal 19 - 22 Februari 2017 Pada tanggal19-21 Februari 2017 berlangsung pertemuan Life Science Innovation Forum – Regulatory Harmonization Steering Committee (LSIF-RHSC). Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan LSIF PG (Planning Group) pada tanggal 22 Februari 2017. Pertemuan LSIF-RHSC dipimpin oleh Chair dari USA (Michelle Limoli), Co-Chair dari Jepang (Toshiyoshi Tominaga) dan Vice Chairdari China (He Li), dihadiri oleh 13 ekonomi, APEC Harmonization Center (AHC), WHO, industri dan akademisi. Delegasi RI diwakili oleh Badan POM (Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi dan Kasubbag Kerjasama Regional 2-Biro KSLN), dan Kemenkes. Forum RHSC ini beranggotakan National Regulatory Authority (NRA) dari APEC economies/countries, bertujuan untuk mewujudkan konvergensi standar dalam rangka mengurangi hambatan akses pasien terhadap obat yang aman, berkhasiat dan bermutu.



Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat untuk Evaluator Balai Dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan publik dan keterlibatan peran Balai Besar/Balai POM terhadap pendaftaran pangan olahan dan untuk mendekatkan akses konsultasi dan fasilitasi perusahaan yang akan melakukan pendaftaran pangan olahan melalui e-Registration, serta evaluasi pendaftaran pangan olahan terutama pangan olahan yang diproduksi di daerah setempat, maka Direktorat Penilaian Keamanan Pangan menyelenggarakan Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat. Kegiatan ini dilaksanakan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan diikuit oleh peserta sebanyak 7 orang yang masing-masing berasal dari Balai/Balai Besar POM di Aceh, Batam, Medan, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Pontianak. Peserta merupakan usulan dari Masingmasing Kepala Balai/Balai Besar POM di Daerah. Setelah mengikuti kegiatan Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat dan dinyatakan lulus, peserta akan ditetapkan sebagai Evaluator di Balai Besar/ Balai POM yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan penilaian pendaftaran pangan olahan secara elektonik (e-Registration). Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, telah ditetapkan Surat Keputusan dari Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya tentang Penetapan Evaluator Penilaian Keamanan Pangan, dan penandatanganan Pakta Integritas bagi evaluator balai.

1

Foto kegiatan Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat

MARET 

2

Sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran, pada tanggal 6 – 11 Maret 2017 dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2017 di Batu, Jawa Timur. Munas tahun ini mengusung tema “Penajaman Kinerja Untuk Melayani dan Melindungi Masyarakat". Dari hasil Munas, dirumuskan 4 (empat) Arah Kebijakan BPOM Tahun 2018 sebagai berikut: 1. Penguatan kewenangan dan wibawa BPOM untuk secara efektif melaksanakan pengawasan hulu ke hilir dan tindak lanjut hasil pengawasan; 2. Pelaksanaan pelayanan publik yang lebih efisien dan mendekatkan BPOM ke masyarakat; 3. Peningkatan penindakan yang bisa memberikan efek jera terhadap pelanggaran hukum atas jaminan keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan; 4. Peningkatan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam pengawasan obat dan makanan.



Pada tanggal 16 Maret 2017 di Medan dilakukan pemusnahan kemasan pangan SNI wajib peralatan makan minum melamin merk Singa Singi oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Kementerian Perdagangan dan CV. Lima Ribu Indonesia (produsen dari melamin Singa Singi) yang disaksikan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan POM. Pemusnahan tersebut merupakan bukti tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan kemasan pangan yang Tidak Memenuhi syarat (TMS) dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya kepada Kementerian Perdagangan. Sebanyak 73.132 buah peralatan makan minum Pemusnahan kemasan pangan SNI Wajib melamin yang TMS tersebut peralatan makan minum melamin di Kota dimusnahkan. Medan



Partisipasi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Life Science Innovatie Forum di Ho Chi Minh, Vietnam tanggal 19 - 22 Februari 2017 Pada tanggal19-21 Februari 2017 berlangsung pertemuan Life Science Innovation Forum – Regulatory Harmonization Steering Committee (LSIF-RHSC). Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan LSIF PG (Planning Group) pada tanggal 22 Februari 2017. Pertemuan LSIF-RHSC dipimpin oleh Chair dari USA (Michelle Limoli), Co-Chair dari Jepang (Toshiyoshi Tominaga) dan Vice Chair dari China (He Li), dihadiri oleh13 ekonomi, APEC Harmonization Center (AHC), WHO, industri dan akademisi. Delegasi RI diwakili oleh Badan POM (Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi dan Kasubbag Kerjasama Regional 2-Biro KSLN), dan Kemenkes. Forum RHSC iniberanggotakan National Regulatory Authority (NRA) dari APEC economies/countries, bertujuan untuk mewujudkan konvergensi standar dalam rangka mengurangi hambatan akses pasien terhadap obat yang aman, berkhasiat dan bermutu.



Partisipasi dalam Workshop on Centre for Innovation in Regulatory Science di Sao Paulo, Brazil tanggal 6 – 9 Maret 2017 Centre for Innovation in Regulatory Science (CIRS) adalah suatu lembaga nirlaba yang berbasis di United Kingdom yang memfasilitasi regulatori dan industri farmasi dalam merumuskan kebijakan regulatori, kebijakan terkait Health technology Assessment (HTA), serta metode/ pendekatan regulatori untuk peningkatan akses pasien terhadap obat senyawa baru/ inovasi untuk mengatasi penyakit yang mengancam nyawa manusia. Badan POM telah berpartisipasi dalam kegiatan CIRS sejak tahun 2005 baik sebagai pembicara, pimpinan diskusi kelompok (roundtable discussions), maupun peserta. Untuk pertemuan CIRS 2017, perwakilan BPOM adalah Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi, serta Koordinator Pra-registrasi Obat Baru. Kegiatan tahunan CIRS 2017 ini terdiri dari 3 pertemuan yaitu:

3

  

1st Annual Opera Forum: Optimizing Efficiencies in Regulatory Agencies (6-7 Maret 2017) 8th Annual CIRS Regulators’ Forum: Utilising Regulatory Sciences to Build Trust in Reliance Models, (7-8 Maret 2017) CIRS Workshop: Facilitating the Review of New Medicines through Risk-based Evaluations: How Can a Stratification Process be Utilised to Achieve an Effective Use of resources? yang dilaksanakan pada 8-9 Maret 2017

Peserta yang hadir bervariasi mencakup perwakilan dari 17 National Regulatory Authorities (NRA), World Health Organization (WHO), CIOMS (Council for International Organization of Medical Science), industri farmasi multinasional berjumlah 37 perusahaan.

APRIL 

Forum Koordinasi Dan Komunikasi Iklan Obat Forum Koordinasi dan Komunikasi Iklan Obat dihadiri oleh berbagai stakeholder terkait diantaranya Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta (Badan Pajak dan Retribusi Daerah), Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (Kementerian Kesehatan), Badan Pengawasan Periklanan – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPPPPPI), dan Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia



4

Coaching Clinic Pendaftaran Pangan Olahan Dalam rangka pelaksanaan pengawasan pre market, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan melakukan penilaian pendaftaran produk pangan sebelum beredar yang meliputi parameter keamanan, mutu, gizi dan kesesuaian rancangan label. Dalam tugas ini Direktorat Penilaian Keamanan Pangan masih menemukan pelaku usaha pangan (pendaftar), baik produsen, importir/distributor pangan olahan yang mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi, memahami peraturan, dan memenuhi persyaratan dalam pendaftaran pangan olahan. Oleh karena itu, tugas dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan untuk memberikan sosialisasi dan informasi terkait pendaftaran pangan olahan melalui kegiatan Coaching Clinic Pendaftaran Pangan Olahan. Selain memberikan sosialisasi dan informasi mengenai regulasi terkait pendaftaran pangan olahan, kegiatan ini juga meliputi pendampingan langsung pelaku usaha dalam melakukan pendaftaran produk pangan olahan melalui desk consultation sehingga jika ada permasalahan dalam pendaftaran produk dapat langsung diselesaikan. Kegiatan ini diharapkan meningkatkan pemahaman pelaku usaha akan pendaftaran pangan olahan serta mempercepat penyelesaian permasalahan terkait pendaftaran pangan olahan. Selain itu melalui kegiatan ini, juga melatih Legal Officer/Regulatory Officer dari perusahaan yang telah dipilih.

Foto Kegiatan Coaching Clinic Pendaftaran Pangan Olahan terhadap Legal Officer/Regulatory Officer dari perusahaan pada tanggal 27-28 April 2017

MEI 

Penyebaran Informasi tentang Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Kepada Masyarakat di Ambon 03 Mei 2017 Seminar ini dihadiri oleh ±220 peserta dari perwakilan 15 SMP/MTS dan 15 SMA/MA/SMK di Ambon, lintas sektor, lembaga swadaya mayarakat (LSM) dan wartawan. Pada acara ini, Kepala Badan POM, Penny K Lukito dan Wakil Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua, membuka secara resmi acara seminar dan menyambut baik kegiatan ini.

Penyebaran Informasi tentang Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Kepada Masyarakat di Ambon 03 Mei 2017 Materi yang disampaikan oleh narasumber pada seminar ini adalah Bahaya Merokok Bagi Kesehatan dan Kiat Berhenti Merokok oleh Prasenohadi (Dokter RS Persahabatan), Peran Badan POM Dalam Pengawasan Produk Tembakau oleh Susan Gracia Arpan (Direktur Pengawasan NAPZA), Pengaruh Iklan Rokok Bagi Generasi Muda Indonesia oleh Fuad

5

Baradja (Komnas Pengendalian Tembakau), dan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Lingkungan Sekolah oleh Tulus Abadi (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). 

Pada tanggal 11-14 Mei 2017 dilaksanakan Indonesia Natural Product Expo 2017 di Hall B, Jakarta Convention Center (JCC). Pameran ini merupakan sarana promosi, komunikasi, edukasi dan informasi, baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat serta diharapkan dapat meningkatkan citra BPOM dalam upaya mendukung pengembangan obat bahan alam dan mendekatkan BPOM kepada masyarakat. Pameran ini mengusung tema “Indonesia Cultural Heritage of Health and Beauty for The World”. Indonesia Natural Product Expo 2017 dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden, Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla didampingi oleh Kepala Badan POM. Pameran ini diikuti oleh 40 peserta dengan jumlah 73 stand pameran, terdiri dari industri/usaha berbasis bahan alam, lembaga pemerintahan, serta komunitas lainnya. Stand Direktorat Obat Asli Indonesia mengusung tema The Power of Obat Asli Indonesia: Kekuatan Budaya Nusantara untuk Kesehatan Dunia. Pada stand ini menyajikan berbagai informasi tentang obat bahan alam yang dikemas dalam bentuk game edukatif misalnya Who want to know the power of OAI, Puzzle OAI, Tebak gambar OAI, Tebak Kata OAI, SIOBA Explorer. Obat Asli Indonesia juga melakukan Edukasi dengan tema “Aku Cinta Jamu” kepada siswa/siswi dengan total 60 orang dari anak SD serta Talkshow dengan tema “Badan POM Peduli Kesehatan Masyarakat” dengan total audiens 100 orang yang berasal dari beberapa komunitas.



Pada tanggal 10 – 12 Mei 2017 dilaksanakan The Third Meeting of Medicinal Plants Focal Points of Indian Ocean Rim Association Regional Center for Science and Technology Transfer (IORA RCSTT) di Hotel Century Park, Jakarta. Pertemuan ini mengambil tema "Synergism between Academician, Business and Government in the Development of Medicinal Plant Products: Utilization of Evidence-Based Research". Peserta membahas 4 topik terkait penelitian, pengembangan dan komersialisasi tanaman obat dan obat tradisional dari persepektif ketiga pemangku kepentingan, yakni akademisi, bisnis dan pemerintahan. Peserta yang hadir ialah focal points dari 11 negara anggota dan 1 mitra wicara IORA. Selain itu hadir juga dalam pertemuan perwakilan dari Kementerian/Lembaga antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, BPPT, LIPI, dan eselon 2 dilingkungan BPOM.

6

Sejumlah rekomendasi disepakti untuk ditindaklanjuti oleh Negara Anggota dan Mitra Dialog IORA, termasuk perlunya peningkatan pengembangan kapasitas, research & development (R&D), memasyarakatan penggunaan obat tradisional di dunia kesehatan, penyusunan regulasi dan policy framework tanaman obat, pertukaran peneliti dan pembentukan expert group bidang tanaman obat di negara-negara IORA.



Focus Group Discussion (FGD) Farmakope Indonesia (FI) Edisi VI Tahun 2017 merupakan awal dari Penyusunan FI Edisi VI dan ditargetkan selesai pada tahun 2018. Dalam kerangka penyusunan FI dilakukan Focus Group Discussion (FGD). FGD telah dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2017 yang bertujuan membahas topik terkait kebijakan dan teknis penyusunan FI. Dihadiri oleh narasumber dari Perguruan tinggi, Tim ahli FI, Instansi lain seperti Bapeten, perwakilan dari industri farmasi dan unit terkait di BPOM. Topik yang dibahas terkait kebijakan atau hukum seperti pemilihan dan prioritas acuan untuk penyusunan FI; Masa peralihan pemberlakuan FI/Suplemennya; Mekanisme dari MA PPOMN/PROM/IF/PT untuk bisa meningkat menjadi metode FI. Sedangkan topik yang terkait teknis seperti teknis yaitu pengujian organic impurities. Hasil pembahasan dalam FGD ini akan menjadi rekomendasi dalam penyusunan FI Edisi VI.

7



Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) – 3rd Indonesia-Japan Symposium

Simposium dilaksanakan atas kerjasama antara Badan POM, Pharmaceuticals and Medical Devices (PMDA), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) dan Japan Pharmaceutical Manufacturers Association (JPMA). Symposium dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2017 di Hotel Grand Mercure Harmony, Jakarta dengan dengan tema Drug Registration and Pharmacovigilanve System from Regulatory and Industry Perspective. Simposium dibuka oleh Ibu Kepala Badan dan dihadiri oleh 205 peserta yang terdiri dari perwakilan dari PMDA, JICA, JPMA Embassy, dari Industri Farmasi di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, Lembaga Farmasi (LAFI), dan perwakilan dari Badan POM serta Balai Besar/ Balai POM. Kegiatan ini dilakukan pertukaran informasi dan pengalaman mengenai regulatori di bidang farmasi dan pelaksanaannya di lapangan. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas Badan POM dan industri farmasi dalam menyediakan obat yang bermutu, berkhasiat dan aman untuk masyarakat. Simposium ini juga dimaksudkan untuk menjalin kerjasama antara antara dua negara (Jepang dan Indonesia) sehingga diharapkan dapat membuka peluang perdagangan ekspor impor obat lndonesia dan Jepang.



Sidang WHA ke -70 di Geneva, Switzerland tanggal 22 – 31 Mei 2017 World Health Assembly (WHA) adalah badan pembuat keputusan di WHO. Sidang WHA ke 70 ini dihadiri oleh delegasi dari semua Negara Anggota WHO dan berfokus pada agenda kesehatan khusus yang disiapkan oleh Dewan Eksekutif. Fungsi utama WHA adalah untuk menentukan kebijakan Organisasi, menunjuk Direktur Jenderal, mengawasi kebijakan keuangan, dan meninjau dan menyetujui usulan anggaran program. Salah satu agenda di dalam Sidang WHA yang ke 70 ini adalah membahas penanganan terkait isu-isu kesehatan dunia, antara lain 1. resistensi antimikroba 2. poliomyelitis 3. implementasi atas International Health Regulation (2005) 4. prinsip-prinsip dalam donor darah dan manajemen penanganan produk darah manusia/human origin lainnya 5. cara mengatasi hambatan terhadap akses obat maupun vaksin 6. Evaluasi dan review strategi dan rencana aksi global terhadap kesehatan masyarakat, inovasi dan kekayaan intelektual 7. Mekanisme Negara Anggota mengenai penanganan dan pencegahan produk medis yang tidak memenuhi standard / palsu/ dipalsukan 8. Aksi Global terkait Vaksin

8

9. Dimensi kesehatan masyarakat dari masalah narkoba dunia 10. Hasil Konferensi Internasional tentang Nutrisi yang Ke-2, 11. Penguatan sinergi antara World Health Assembly dan Conference of The Parties pada Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau 12. Penguatan sistem regulasi produk obat Di dalam agenda tersebut, khususnya isu terkait mekanisme penanganan obat palsu/substandard, Indonesia memaparkan progres implementasi track and trace system yang menjadi salah satu program BPOM. 

Sidang ASEAN Cosmetic Committee (ACC) & Its Related Events Ke-26 Di Siem Reap, Kamboja 1 - 5 Mei 2017 Dalam sidang ini Indonesia mempresentasikan draf Q&A on the specific provisions of the ACD (ASEAN Cosmetic Directive) yang disusun oleh Indonesia bersama dengan Singapura. Selain itu, Indonesia juga menyampaikan perkembangan penyusunan Template on Country Specific Requirements Related to Notification Mechanism yang dilakukan melalui koordinasi dengan Filipina.

9



Sidang Ke-27 ACCSQ TMHS PWG Di Da Nang, Viet Nam, 18 – 19 Mei 2017 Indonesia telah menyampaikan unilateral declaration terkait nilai penting GRTKF bagi Indonesia dan rencana proses pembentukan hukum nasional mengenai GRTKF serta komitmen Indonesia baik dalam perundingan multirateral serta perjanjian internasional di mana Indonesia merupakan pihak di dalamnya

JUNI 

10

Dalam rangka menindaklanjuti Inpres No. 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat, maka pada tanggal 14 Juni 2017 diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Pengendalian Penyalahgunaan Bahan Berbahaya Dalam Pangan di Aula Gedung C Badan POM. FGD tersebut bertujuan untuk merumuskan dan menyusun opsi-opsi strategi dan rencana aksi sampai dengan 2019 dalam rangka upaya-upaya pengendalian penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan. FGD dibuka oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan peserta terdiri dari anggota Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya, pakar dari akedemisi, Asosiasi, OPD terkait dan perwakilan Balai Besar/Balai POM. Beberapa rekomendasi hasil kesepakatan dari FGD tersebut antara lain pembentukan tim kecil untuk mengatasi penyalahgunaan bahan berbahaya, khususnya formalin serta intervensi dari berbagai sisi dalam rangka mengendalikan peredaran bahan berbahaya dan penyalahgunaannya dalam pangan.

FGD Pengendalian Penyalahgunaan Formalin pada tanggal 14 Juni 2017 di Aula Gedung C, BPOM, Kota Jakarta



Sertifikat Elektronik BsrE Digitalisasi dokumen sekarang ini merupakan sebuah kebutuhan, hal ini akan mempermudah dalam mendistribusikan dokumen melalui berbagai media komunikasi elektronik. Dengan adanya kemudahan tersebut tentunya akan menimbulkan sebuah kerentanan, diantaranya adalah penduplikatan, dan publikasi dokumen digital tanpa izin pemilik dokumen asli hal ini tentunya melanggar HAKI seseorang. Hal ini bisa diatasi dengan adanya sertifikat digital. Capaian Kinerja dan Evaluasi: a. Telah melakukan inisiasi dengan Balai Sertifikat Elektronik – Lembaga Sandi Negara terkait sertifikat digital pada Selasa, 13 Juni 2017. b. Persiapan Implementasi Sertifikat elektronik di Badan POM dilaksanakan pada Senin, 17 Juli 2017 dan 28 September 2017 dihadiri oleh Tim Teknis Balai Sertifikasi Elektronik – Lembaga Sandi Negara, PIOM sudah diberikan akses Demo uji coba aplikasi Digital Signature c. Sebagai pilot project implementasi layanan Digital Signature Pada Transaksi Elektronik di Badan POM, diusulkan sebagai berikut: 1) Https/ssl authentication 2) Email Protection untuk mail.pom.go.id 3) Sertifikat digital untuk aplikasi e-bpom 4) Sertifikat digital untuk aplikasi e-reg pangan 5) Sertifikat digital untuk aplikasi e-doc



UTHSC (University of Tennessee Health Science Center) and APEC Center of Excellence Pilot Program for Global Medical Product Quality and Supply Chain Security: Protecting Patient Safety in the Global Marketplace Through GDPs and Product Security Measures Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dikembangkan secara bersama-sama dengan panduan dari RHSC (Regulatory Harmonization Steering Committee), USFDA, Supply Chain Roadmap WorkStream Leads dan UTHSC. Program ini diharapkan dapat menjadi pengalaman pembelajaran yang interaktif bagi regulator dan stakeholder industri. CoE Pilot Program ini berfokus pada topik-topik antara lain Obat Palsu, Strategi Keamanan Rantai Supply, Pencegahan Diversi Obat, Intersection antara GDP dan Keamanan Obat, Program Investigasi Regulator dan Industri dan Manajemen Sistem Notifikasi Industri pada tanggal 26-29 Juni 2017.

11

JULI 

Sidang Codex Alimentarius Commission ke 40 di Jenewa, Swiss Sebagai upaya dalam meningkatkan sinergi dalam pengawasan pangan di Indonesia, Badan POM berperan aktif dalam keanggotaan Indonesia di Codex Alimentarius Commission (CAC). Badan POM, bersama Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa menghadiri sidang ke-40 Codex Alimentarius Commission (40th CAC Meeting) yang diselenggarakan di Centre International de Conferences Geneva (CICG) Jenewa, Swiss pada tanggal 17 – 22 Juli 2017. Badan POM diundang secara khusus untuk mempresentasikan pengalamannya terkait “National Food Control System Assessment Tool”. Badan POM telah diakui sebagai Instansi yang mampu menerapkan Standar FAO dan WHO dalam melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar. Dalam presentasinya, Direktur Standardisasi Produk Pangan, Badan POM menyampaikan bahwa sistem pengawasan produk pangan di Indonesia telah dilakukan dengan melibatkan kerjasama lintas sektor secara sinergis sehingga menghasilkan pengawasan pangan yang terpadu serta optimal. Adanya pengawasan yang dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan lintas sektor menggunakan elemen-elemen sebagaimana Standar FAO dan WHO, maka pengawasan pangan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Kehadiran Badan POM dalam berbagi pengalaman terkait pengawasan pangan pada sidang Codex mendapat apresiasi dari FAO, WHO dan negara anggota Codex.

12



The 24th ACCSQ-PPWG Meeting, Bangkok – Thailand, 24 - 28 Juli 2017 Pertemuan ke-23 ACCSQ - PPWG diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada tanggal 24 - 28 Juli 2017. Pertemuan ini membahas harmonisasi regulasi dan persyaratan teknis registrasi obat di negara ASEAN untuk memfasilitasi ASEAN Free Trade Area (AFTA), khususnya penghapusan hambatan teknis perdagangan yang mungkin timbul dari regulasi nasional, tanpa mengurangi mutu, keamanan dan khasiat obat. Pertemuan dihadiri oleh regulator dari 10 negara ASEAN, perwakilan dari ASEAN Secretariat (ASEC), Asosiasi Industri Farmasi ASEAN dan perwakilan industri farmasi dari ke-10 negara ASEAN sebagai pengamat. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dra. Ratna Irawati, Apt, M. Kes (Direktur Standardisasi PT dan PKRT, BPOM). Pertemuan ini diawali dengan back to back meeting selama 4 hari (23 – 27 Juli 2017), yaitu: - The 1st ASEAN Educational Workshop on Regulation and Approval of Similar Biotherapeutics Products/Biosimilar - The 6th Meeting of the Joint Sectoral Committee of the ASEAN Sectoral MRA on Good Manufacturing Practice Inspection of Manufacturers of Medicinal Products (JSC GMP MRA) - Technical Working Group (TWG) yaitu TWG Meetings on Quality and Biologics - 13th Meeting of the Bioavailability/Bioequivalence (BA/BE) Task Force - 19th Implementation Working Group (IWG) Meeting Terdapat juga sesi diskusi dengan World Health Organisation (WHO) terkait ASEAN Harmonised Requirements for Drug Registration (SIAHR) dan PPWG Head of Delegations (HODs) Meeting. Pertemuan pleno PPWG dilaksanakan tanggal 27 - 28 Juli 2017, dipimpin oleh Dr. Salmah Bahri, Senior Director of Pharmaceutical Service, Ministry of Health, Malaysia dan Ms. Charunee Krisanaphan, Senior Professional Level, Food and Drug Administration, Ministry of Public Health, Thailand. Dalam pleno meeting dilaporkan hasil back to back oleh masing-masing leading country dan dibahas dalam forum untuk endorsement. Selain itu, meeting membahas implementasi technical assistance and capacity building, serta peluang untuk memperoleh dukungan dari Dialogue Partners/Partner Development Agencies, seperti WHO, EU ARISE, GaBI, ICH, dan PIC/s.



Pelatihan CPOB Dasar Executive Dengan perkembangan skema pengawasan di Badan POM (khususnya di bidang obat), yaitu dengan meluasnya ruang lingkup produk obat, antara lain produk bioloteknologi, produk darah, sel punca. Untuk pengawasan produk darah, sejak tahun 2013 mulai dilakukan penyiapan infrastruktur di Badan POM (sosialisasi, regulasi terkait Pedoman, peningkatan kompetensi SDM). Untuk SDM, kegiatan peningkatan kompetensi yang telah dilakukan yaitu sosialisasi, pelatihan GMP untuk produk darah dan pengolahan darah, dengan target utama adalah para Inspektur dan/atau Spesialis di Balai yang memiliki IF. Namun demikian sejak tahun 2015, terdapat perubahan peserta yang mengikuti Pelatihan tersebut (tidak hanya calon Inspektur dan/atau Spesialis Balai yang memiliki IF, namun juga Balai yang di wilayah kerjanya

13

terdapat UTD PMI yang akan menjadi pilot project plasma fraksionasi, serta peserta dari UTD PMI yang potensial menyuplai plasma untuk fraksionasi. Kemudian, pada tahun 2017, dengan mempertimbangkan pentingnya pemahaman para Pimpinan Unit yang terlibat dalam kegiatan pengawasan UTD tersebut, maka pada Pelatihan CPOB Dasar tahun 2017, sebagai target utama peserta pelatihan adalah para Direktur di Kedeputian I dan Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 18 – 21 Juli 2017, bertempat di Hotel Lumire, Jakarta, dengan jumlah peserta sebanyak 40 (empat puluh) orang, terdiri dari Eselon II di Kedeputian I (3 orang), Eselon II di Sektama (1 orang), Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, kecuali BBPOM Yogyakarta, Bandung, Jayapura dan Sofifi diwakilkan kehadirannya (34 orang) dan Kementerian Pertanian (2 orang). Kegiatan pelatihan meliputi pembekalan materi se cara teori, Kunjungan di Industri Farmasi dan UTD Pusat PMI.



Workshop Pembinaan Iklan Dan Penandaan Obat Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman serta dukungan Industri Farmasi terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang iklan dan penandaan obat, serta untuk sosialisasi dan internalisasi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengawasan Periklanan Obat yang telah diundangkan pada tanggal 31 Mei 2017. Kegiatan Workshop Pembinaan Iklan dan Penandaan Obat ini dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2017 dengan peserta Workshop total berjumlah ± 150 orang yang merupakan perwakilan dari industri farmasi dan undangan dari stakeholder terkait yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Pengawas Periklanan-Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Gabungan Perusahaan Farmasi, dan International Pharmaceutical Manufacturer Group, serta peserta dari unit terkait di Badan POM.

AGUSTUS Pada tanggal 25 Agustus 2017, diselenggarakan Konsolidasi Nasional Pimpinan Badan POM di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh Pejabat Eselon I, Eselon II, dan Eselon III Pusat serta 33 Kepala Balai Besar/Balai POM. Latar belakang pertemuan ini adalah untuk menyusun rencana tindak setelah diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.

14



Komunikasi, Informasi dan Edukasi terkait Bahaya NAPZA kepada Masyarakat Melalui Berbagai Media Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi melalui beberapa media, diantaranya terkait kasus kepemilikan Dumolid oleh artis Tora Sudiro, temuan tablet Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol (PCC) dibeberapa wilayah di Indonesia, diantaranya Kendari, Makassar, Semarang dan Solo. Direktur Pengawasan NAPZA sedang melakukan Wawancara Lunch Talk Berita 1



Audensi Kepala Badan POM Pada tanggal 9 Agustus 2017 dilaksanakan audensi Kepala Badan POM Ir. Penny K. Lukito, MCP kepada Menteri Dalam Negeri Bapak Tjahjo Kumolo di ruang kerja Menteri Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri. Audensi tersebut bertujuan utuk memperoleh dukungan sepenuhnya dari Kementerian Dalam Negeri terkait program pengawasan obat dan makanan terutama yang dilaksanakan di Daerah. Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina utama Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap penyelenggaraan program pengawasan obat dan makanan. Sebagai tindak lanjut dari audensi

15

tersebut akan disusun rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait penyelenggaraan pengawasan obat dan makanan di daerah.



Partisipasi dalam APEC High Level Dialogue di Hanoi, Vietnam tanggal 21 Agustus 2017.

Audensi Kepala Badan POM RI Ir. Penny K. Lukito, MCP kepada Bapak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di ruang kerja Menteri Dalam Negeri Pertemuan tersebut dibagi dalam 4 sesi yaitu Keynote remarks from Regulatory Authorities, Industry and Academic Perspectives, Ideas into practice: What roles can regulators, industry and organizations like the LSIF and its RHSC play to facilitate regulatory convergence in support of accelerating life sciences innovation dan Concluding observations. Dalam kesempatan ini, Kepala Badan menjadi pembicara pada sesi pertama yaitu “Keynote Remarks from Regulatory Authorities” dengan tema “Accelerating Life Science Innovation through Regulatory Systems and Convergence”.

SEPTEMBER 

16

BPOM bersama Kementerian Perdagangan, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara tergabung dalam Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya Pusat dan Provinsi Sulawesi Utara, pada tanggal 12 September 2017 melakukan pengawasan di sarana Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya UD. Ilomata Jaya. Dalam pengawasan tersebut telah dilakukan pengamanan setempat terhadap 7,5 ton boraks atau sejumlah 301 karung boraks kemasan 25 kg yang disamarkan dengan kemasan dan penandaan “Calcium BD” dengan nilai ekonomi kurang lebih sebesar Rp. 150.000.000,- di Sulawesi Utara. Terhadap temuan tersebut, telah dilakukan peninjauan oleh Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga bersama Kepala Balai Besar POM Manado pada tanggal 30 Oktober 2017 untuk selanjutnya akan diproses oleh Kementerian Perdagangan. Pemusnahan barang temuan dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2018 oleh Direktorat Narkoba Polda Sulawesi Utara dengan disaksikan Direktur Res Narkoba Polda Sulawesi Utara, Kepala Dinas Perindag Sulawesi Utara, dan Ketua Pengadilan Negeri Manado.

Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya Pusat dan Provinsi Sulawesi Utara melakukan pengamanan setempat terhadap 7,5 ton boraks di Kota Manado 

Dashboard Layanan Publik Badan POM a) Capaian Kinerja Pembangunan aplikasi meliputi : 1. Pembangunan dashboard SIPT a. Pembuatan grafik pemeriksaan sarana produksi b. Pembuatan grafik pemeriksaan sarana distribusi c. Pembuatan grafik pemeriksaan sarana pelayanan d. Pembuatan grafik capaian sampling terhadap target e. Pembuatan grafik pengawasan iklan 2. Pembangunan dashboard e-Payment a. Pembuatan grafik jumlah SPB yang terbit b. Pembuatan grafik jumlah SPB terbayar 3. Pembangunan dashboard e-BPOM a. Pembuatan grafik SKI yang diterbitkan b. Pembuatan grafik SKE yang diterbitkan 4. Pembangunan dashboard Analisis Beban Kerja (ABK): a. Pembuatan grafik ABK berdasarkan jabatan b. Pembuatan grafik realisasi SKP dan kompetensi 5. Pembangunan dashboard peta rawan kasus dari Pusat Penyidikan

17

Adapun tahapan-tahapan pekerjaan dan kegiatan yang telah selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1.

Discovery Phase: a. Penentuan alur proses bisnis b. Analisa pembangunan aplikasi 2. Inception Phase: a. Pengumpulan data dan informasi b. Analisa arsitektur aplikasi - Mempelajari general framework aplikasi dashboard - Mempelajari cara penampilan dashboard c. Analisa database - Mempelajari struktur database d. Bisnis modeling & prototype 3. Elaboration & Construction Phase: a. Melihat proses aplikasi unit teknis b. Database design untuk scheduler pembangunan aplikasi b) Evaluasi 1. Ada beberapa data dari aplikasi yang perlu dilakukan konfirmasi kembali kepada unit teknis. 2. Data dashboard layanan publik perlu ditambah untuk menunjang kebutuhan Pimpinan dalam pengambilan keputusan. OKTOBER 

Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat Aksi nasional pemberantasan Obat ilegal dan Penyalahgunaan Obat merupakan suatu bentuk aksi yang dilakukan untuk melindungi rakyat Indonesia dari Obat ilegal dan penyalahgunaan obat. Pencanangan Aksi Nasional dimaksud dilaksanakan pada tanggal 03 Oktober 2017 di Bumi Perkemahan Cibubur yang secara langsung diresmikan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo, dan dihadiri seluruh stakeholders terkait dengan total peserta 2000 orang.

18



Pembuatan Jingle “Tolak Penyalahgunaan Obat dan NAPZA”

Dalam rangka kegiatan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat pada tanggal 3 Oktober 2017 yang dilaksanakan di Buperta, Cibubur. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif membuat lagu jingle dengan teman “tolak penyalahgunaan obat dan Napza” yang dinyanyikan oleh siswa/i sekolah sejumlah kurang lebih 150 anak sekolah yang berasal dari beberapa sekolah SMA/sederajat di wilayah DKI Jakarta. Acara ini lebih meriah karena dihadiri langsung oleh Presiden RI (Joko Widodo) dan dihadiri oleh tamu dari berbagai kalangan sebanyak kurang lebih 2000 orang.



Car Free Day (CFD) dalam rangka Penyebaran Informasi Bahaya Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Kepada Masyarakat, Jakarta 22 Oktober 2017

19

Car Free Day (CFD) dengan tema “Tolak Penyalahgunaan Obat dan Napza” dibuka secara resmi oleh Kepala Badan POM dan dihadiri lebih dari 1200 orang, terdiri dari pelajar SMA di wilayah DKI Jakarta, Badan Narkotika Nasional (BNN), POLRI, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), mahasiswa farmasi dari beberapa universitas di wilayah DKI Jakarta, masyarakat umum, BBPOM Jakarta, BBPOM Bandung, BBPOM Serang, Pejabat Eselon 1, Eselon 2, struktural, dan staf dari unit pusat Badan POM. Rangkaian acara yang dilaksanakan pada kegiatan ini adalah senam bersama, jalan sehat dengan rute Imam BonjolBundaran HI-Sarinah-Bundaran HI-Imam Bonjol, KIE kepada masyarakat oleh Kepala Badan POM, dan KIE dengan menghadirkan 1 unit Mobil Laboratorium Keliling (mobling) Pemeriksaan Obat, 1 unit Mobil Laboratorium Keliling Pemeriksaan Pangan BBPOM DKI Jakarta, dan AHURA untuk pemeriksaan obat palsu. Dengan alat tersebut, masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara menguji/membuktikan bahwa obat tersebut asli atau palsu. Dihimbau kepada masyarakat agar selalu waspada terhadap penyalahgunaan NAPZA dan bila membutuhkan informasi yang lebih jelas dapat menghubungi contact center Badan POM yaitu HaloBPOM 1500533.



Sosialisasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Dalam rangka pelaksanaan BMDTP, Badan POM menyelenggarakan Sosialisasi BMDTP pada tanggal tanggal 5 Oktober 2017 di Aula gedung C, dihadiri oleh 64 orang perwakilan industri farmasi dan 40 orang perwakilan dari internal Badan POM. Sosialisasi ini bertujuan untuk agar Industri Farmasi dapat lebih memanfaatkan fasilitas BMDTP sehingga memenuhi ketersediaan obat, meningkatkan daya saing di pasar nasional, meningkatkan tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan negara. Dengan adanya BMDTP ini diharapkan juga dapat membantu pemenuhan obat terjangkau di masyarakat serta dapat juga menunjang kemandirian Bahan Baku Obat dalam negeri.



Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata Laksana Uji Bioekivalensi Pelaksanaan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata Laksana Uji Bioekivalensi dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2017 di Hotel Swiss-Bellin KemayoranJakarta. egiatan dihadiri oleh 200 peserta terdiri dari pelaku usaha yaitu Industri Farmasi dan Laboratorium Uji BE dari seluruh Indonesia, Tim Ahli BA/BE, perwakilan Badan Standardisasi Nasional serta diikuti oleh peserta Badan POM dan berkoordinasi dengan Asosiasi Usaha (GPFarmasi Indonesia).

20

Pertemuan ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi draf Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Perka Tata laksana Uji BE untuk meminta masukan dari stakeholder dan melakukan tutorial e –PPUB untuk penyempurnaan. Materi konsultasi publik disampaikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA terkait Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata laksana uji Bioekivalensi sebagai hasil tindak lanjut instruksi Presiden tentang simplifikasi regulasi, mengakomodir perkembangan regulasi mengenai Uji BE di negara lain, harmonisasi ASEAN dalam bidang BE dan sesuai Nawacita di bidang kesehatan dengan meningkatkan investasi ekonomi di bidang farmasi. Selain itu materi juga disampaikan oleh Direktur Standardisasi PT dan PKRT tentang Lampiran Rancangan Peraturan Kepala Badan POM yang terdiri dari: Obat wajib uji bioekivalensi, Alur permohonan PPUB, Standar laboratorium uji BE, Formulir permohonan uji BE, Formulir PPUB, Format pelaporan efek samping obat uji yang serius



FGD dan MoU dalam rangka GERMAS SAPA Dalam rangka menindaklanjuti Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, maka pada tanggal 30 Oktober 2017 diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dan penandatangan MoU Germas Sapa dan Makanan, yang bertempat di Aula Gedung C Badan POM. FGD dibuka oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan peserta antara lain Kementerian Desa dan PDTT, Kemenenterian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Bapennas, Asosiasi dan organisasi seperti Pramuka, Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dll. Penandatangan MoU dilakukan kepala BPOM dengan Ketua Tim PKK, Ketua Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), Ketua umum PP Aisyiyah, Pramuka, serta Dirjen Pembangunan Desa dan Sumber Daya Masyarakat Desa.

FGD dan MoU dalam rangka GERMAS SAPA di Aula Gedung C, Badan POM Jakarta

21



PEMBANGUNAN RUANG COMMAND CENTER Dalam rangka mewujudkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan dalam menjamin obat dan makanan yang aman, berkhasiat/ bermanfaat, dan bermutu bagi seluruh masyarakat Indonesia serta peningkatan pelayanan kepada publik, perlu dilakukan peningkatan antisipasi perubahan lingkungan strategis, masukan dan pertimbangan pimpinan terhadap tugas BPOM dalam suatu sistem berupa ruang kendali (command center). Ruang ini berfungsi sebagai lokasi/ tempat untuk memonitoring peristiwa secara langsung terkait bisnis proses BPOM, mengumpulkan dan memproses informasi yang dibutuhkan agar dapat mengelola berbagai kejadian/ masalah/ situasi secara cepat, tepat, akurat dan efektif, serta menyediakan perintah, koordinasi, dan pembuatan keputusan dalam mendukung respon suatu kejadian penting tersebut oleh pimpinan BPOM (Tools for Monitoring Crisis Management atau Business Continuity Management). Pada ruang ini disediakan ruang rapat yang terhubung dengan ruang operasional command center dengan fungsi sebagai ruang komando bagi pimpinan sekaligus ruang meeting untuk mengambil keputusan, menugaskan, mengkoordinasi, memonitor dan mengontrol seluruh tindakan yang diperlukan sebagai respon cepat terhadap krisis yang dihadapi BPOM, meliputi: tindakan tanggap darurat, action plan untuk perbaikan dan pemulihan, langkah pengaduan, dan langkah penyediaan informasi publik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, ruang command center harus dilengkapi dengan perangkat infrastruktur TIK yang handal serta Sistem Dashboard Layanan Publik yang dibangun untuk level pimpinan dalam memonitor semua layanan publik di Badan POM termasuk melakukan track and trace kegiatan layanan publik Badan POM.



Sidang Ke-28 ACCSQ TMHS PWG Di Brunei Darussalam, 23 – 27 Oktober 2017 Dalam pelaksanaan sidang ini Indonesia TETAP mengusulkan untuk memasukkan catatan kaki (footnote) dalam Article 10 dari Agreement untuk mengecualikan Non-Violation Complaints (NVC) dari mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Settlement) yang ditentukan dalam Agreement

22



Training on ASEAN Guideline on Stability and Shelf-life of Traditional Medicines and Health Supplements tanggal 10 – 11 Oktober 2017 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta

 Indonesia sebagai Lead dalam Penyusunan ASEAN Guidelines on Stability and Shelf-Life of Traditional Medicines and Health Supplements  Peserta: Regulator dan Industri dari negara-negara ASEAN (termasuk asosiasi industri TM ASEAN dan HS ASEAN)

NOVEMBER 

27th ASEAN COSMETIC COMMITTEE (ACC) Meeting, Bandung, 14-17 November 2017

23

 Indonesia telah menyelesaikan draft dokumen Q&A terkait specific provision in ACD dan telah diendorse ACC. Selanjutnya akan dimasukkan dalam website ASEAN SECRETARIAT.  Kompilasi country specific requirements antar negara ASEAN terkait notifikasi, akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang kemungkinan revisi ASEAN Cosmetic Notification Template dan harmonisasi persyaratan lain dalam mekanisme notifikasi  Indonesia telah mengajukan beberapa proposal pembahasan bahan kosmetika (7 bahan), dengan tujuan adanya persamaan persepsi AMS dalam menerapkan persyaratan bahan kosmetika.  Indonesia diminta untuk melakukan revisi dokumen ASEAN COSMETIC METHOD (ACM) tentang uji Hidrokinon dan uji campuran pengawet (phenoxyethanol dan [methyl, ethyl, propyl, butyl]paraben.



Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) telah ditetapkan menjadi ASEAN Food Reference Laboratory (AFRL) untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP), Bidang Pangan PPOMNBadan POM merupakan kesekretariatan JLPPI. Pada tahun 2017, Bidang Mikrobiologi juga menjadi tuan rumah untuk pertemuan Jejaring Laboratorium Pengujian Mikrobiologi, sedangkan Laboratorium Bioteknologi PPOMN menjadi tuan rumah pertemuan Jejaring Laboratorium Penguji Pangan Produk Rekayasa Genetika (JLP3RG).



Penyebaran Informasi tentang Gerakan Waspada Narkotika, Psikotropika dan Zat AdiktIf Kepada Masyarakat di Pangkalpinang, 06 November 2017

Seminar yang dilaksanakan di Novotel Pangkalpinang Senin, 6 November 2017 ini dibuka oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung H. Erzaldi Rosman Djohan.Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Badan POM Penny K Lukito, Ketua DPRD Babel Didit Sri Agus Jaya, serta Wakil ketua DPRD Babel Amri Cahyadi.

24

Seminar bertajuk “Generasi Muda Berprestasi Tanpa NAPZA” ini merupakan kegiatan penyebaran informasi tentang Gerakan Waspada NAPZA kepada masyarakat, diikuti oleh 250 peserta yang didominasi oleh siswa/siswi sekolah menengah berasal dari perwakilan dari 22 SMA/SMK/MA dan 19 SMP/MTs di Bangka Beltung. Selain itu hadir pula perwakilan dari lintas sektor terkait, lembaga swadaya masyarakat/LSM, dan jajaran Pemerintah Provinsi Bangka Belitung.

Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kepala Badan POM dengan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pada acara ini juga ditandatangani nota kesepahaman antara Kepala Badan POM dengan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kepala Badan POM dengan Rektor Universitas Bangka Belitung, serta Perjanjian Kerjasama antara Balai POM dengan KPID dan Balai POM dengan Kwarda. Diharapkan dengan adanya nota kesepahaman tersebut dapat lebih meningkatkan hubungan kerjasama yang selama ini sudah berjalan dengan baik.



Pada tanggal 23 November 2017 dilaksanakan Pencanangan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA). Laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diterima Badan POM pada tahun 2016, sebanyak 6.136 orang terpapar pangan yang diduga menyebabkan keracunan. Atas dasar itulah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani bersama Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mencanangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) di Taman Mini Indonesia Indah. Selain pencanangan Germas Sapa, dilakukan juga peluncuran pengawet alternatif inovasi Indonesia sebagai pengganti formalin, dan peluncuran penambahan zat pemahit pada formalin.

25

Pencanangan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) di TMII pada tanggal 23 November 2017 oleh Ibu Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani bersama Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito



Forum Komunikasi Lintas Sektor Pelayanan Darah dan Penandatanganan Kesepakatan Bersama PMI dan Badan POM Pada tanggal 20 November 2017, telah diselenggarakan Forum Komunikasi Lintas Sektor Pelayanan Darah yang bertujuan untuk membahas implementasi regulasi terkait pelayanan darah dan kendala yang menyebabkan regulasi tersebut belum berjalan efektif. Forum tersebut melibatkan beberapa stakeholder diantaranya yaitu Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Kemkes, Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI (Jakarta, Bandung, Serang), Balai Besar/Balai POM (Jakarta, Bandung, Serang), Dinas Kesehatan, Komite Pelayanan Darah, Unit Transfusi Darah (UTD) PMI dan UTD Rumah Sakit. Untuk memperkuat kerjasama terkait penyediaan darah di seluruh Indonesia, disusun dan dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Badan POM dan PMI pada tanggal 20 November 2017 di markas Pusat PMI. Kesepakatan Bersama ditandatangani oleh Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, MCP, (Ka. Badan POM) dan Prof. Dr. Ir Ginandjar Kartasasmita (Pengurus Harian PMI) yang disaksikan oleh Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (Ketua Umum PMI sekaligus Wakil Presiden RI). Pada acara tersebut juga dilakukan penyerahan sertifikat CPOB kepada UTD PMI Kota Surabaya yang merupakan UTD pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat CPOB.

26



Launching Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat (Perka BPOM No.24 Tahun 2017) Pembahasan perubahan Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat telah dilakukan sejak tahun 2013. Perubahan yang telah dilakukan yaitu: 1. Ketentuan terkait kesamaan mutu obat antara nama generik dan nama dagang dan penerapan approvable letter, tercantum pada adendum yaituPerka No 3 Tahun 2013 2. Ketentuan terkait simplifikasi proses registrasi obat/deregulasi, tercantum pada adendum yaitu Perka No 17 Tahun 2016. Berdasarkan hasil audit BPK terhadap kinerja BPOM 2015 dan hasil FGD dengan Asosiasi Industri Farmasi serta adendum-adendum perubahan sebelumnya, maka dilakukan pembahasan lebih lanjut untuk merubah Perka tersebut. Maka diterbitkanlah Perka BPOM No.24 Tahun 2017 tantang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Di dalam Perka No 24 Tahun 2017, Pembahasan terhadap perubahan Perka tersebut masih berlangsung untuk menindaklanjuti audit BPK terhadap kinerja BPOM tahun 2015 dan untuk mengimplementasikan penyusunan dossier registrasi berdasarkan ACTD (Asean Common Technical Dossier) dan ACTR (Asean Comon Technical Requirements).

Peluncuran Perka BPOM No. 24 Tahun 2017 diselenggarakan pada tanggal 24 Nopember 2017 di Balai Kartini. Acara tersebut dihadiri oleh Kepala BPOM, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Industri Farmasi dan perwakilan dari masing-masing Industri Farmasi. Dengan komitmen dari masing-masing pihak, diharapkan perubahan Perka BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat ini dapat mendorong percepatan registrasi obat dengan tetap mengutamakan khasiat dan keamanan obat untuk kesehatan masyarakat.

27



Partisipasi dalam Penandatanganan MoU WHO Pilot Project Reporting Substandard and Falsified Medical Products di Geneva, Switzerland tanggal 28 – 30 November 2017 Nota kesepahaman ini menetapkan kerangka kerja untuk kerjasama antara WHO dan Badan POM dengan fokus utama pada peringatan cepat terhadap produk obat dan vaksin yang diduga substandar dan palsu yang ditemukan oleh tenaga kesehatan di Indonesia. Secara khusus, nota kesepahaman ini menetapkan kerjasama untuk melakukan proyek percontohan selama 9 bulan di Indonesia untuk meningkatkan pelaporan dari tenaga kesehatan mengenai produk obat dan vaksin yang diduga substandar dan palsu secara langsung ke Badan POM dengan menggunakan aplikasi smartphone. Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPOM menjadi pembicara dengan tema “The Importance of WHO Reports on Substandard and Falsified (SF) Medical Product”.



Penandatanganan MoU Pilot Project Pelaporan Produk Obat Substandard dan Palsu melalui Aplikasi Smartphone dan Peluncuran dan Diskusi Panel Buku Laporan Kajian WHO terkait Obat Substandard dan Palsu Penandatanganan MoU Pilot Project Pelaporan Produk Obat Substandard dan Palsu melalui Aplikasi Smartphone dilakukan bersama dengan WHO yang diwakili oleh Dr. Mariangela Batista Galvao Simac (Assisstant Director General for Drug Access, Vaccines and Pharmaceuticals, WHO) serta didampingi oleh H.E. Hasan Kleib (Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Perwakilan Tetap RI di Jenewa) pada tanggal 28-29 November 2017.

DESEMBER 

Penerbitan Buku Kajian Rokok Elektronik Di Indonesia Masalah rokok elektronik di Indonesia kian marak dan makin memprihatinkan, anak-anak pun ikut mencoba rokok jenis ini karena tergiur dengan berbagai rasa dan aroma yang menggoda. Pada tahun 2017, Badan POM kembali melakukan upaya-upaya agar regulasi rokok elektronik ini segera dikeluarkan, diantaranya dengan mengirimkan surat kepada Kementerian Perdagangan pada tanggal 7 November 2017 dan menegaskan kembali tentang perlunya dilakukan pelarangan peredaran rokok elektronik di Indonesia.

28

Pembahasan Kebijakan Rokok Elektronik

Namun demikian, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Rokok Elektronik, dimana dalam Peraturan tersebut importir rokok elektronik harus mengajukan permohonan persetujuan rokok elektronik dengan melampirkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan POM. Pada tanggal 7 Desember 2017, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melakukan rapat koordinasi terkait rokok elektronik ini, dimana salah satu narasumber pertemuan tersebut adalah Direktur Pengawasan Napza, Badan POM. Dari pertemuan ini diharapkan kedepannya setiap Kementerian terkait mempunyai persepsi yang sama dan menyepakati sikap Pemerintah (Standing Position) terhadap Rokok Elektronik. Perokok pemula dikalangan remaja tidak terkendali, data menunjukkan jumlah anak yang menjaadi perokok terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Prevalensi perokok anak usia 0-14 tahun meningkat dari 9,5 % pada tahun 2001 menjadi 17,5 % pada tahun 2010. Sedangkan, prevalensi perokok remaja usia 14-19 tahun meningkat 12,7 % pada tahun 2001 menjadi 20,3 % di tahun 2010. Presiden berjanji dapat mencapai target indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terkait prevalensi rokok anak usia dibawah 18 tahun, yaitu turun dari 7,2 % tahun 2013 menjadi 5,4 % tahun 2019. Akan tetapi kenyataannya, justru angka ini meningkat menjadi 8,8 % tahun 2016. Fakta di atas menunjukkan upaya yang luar biasa dalam membidik pasar anak dan remaja sehingga prevalensi rokok pada kelompok usia muda tersebut terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu, Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menerbitkan Buku Kajian Rokok Elektronik di Indonesia edisi 2 Desember 2017.

Buku Kajian Rokok Elektronik di Indonesia



Pada tanggal 21 desember 2017, bertempat di Istani Wakil Presiden, Badan POM berhasil meraih Anugerah Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini menunjukkan bahwa Badan POM telah dinilai baik dalam menjalankan Undang-undang Nomor 14 Tahu 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keterbukaan informasi Publik di Badan POM dikelolah oleh Pejabat Pengelolah Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan POM, yang secara teknis dilakukan oleh Bagian Pengaduan Konsumen, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat.

29



Diberikannya Sertifikat WBK terhadap Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT oleh MenPANRB

Penerimaan Piagam Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) untuk Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT A. PEMBANGUNAN SISTEM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN BERBASIS DIGITAL (Track And Trace System) Dalam rangka meningkatkan pengawasan obat dan makanan, meminimalisir pemalsuan produk obat dan makanan, serta dalam upaya BPOM untuk menjawab tuntutan hukum masyarakat terkait vaksin palsu, pada tahun ini BPOM telah menyiapkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Berbasis Digital yang memiliki kemampuan mengidentifikasi/ membedakan antara produk asli dan produk diduga palsu melalui pemasangan 2d barcode pada kemasan yang diharapkan mampu memberikan identifikasi keaslian suatu produk obat. Pembangunan pengawasan obat dan makanan berbasis digital merupakan program prioritas nasional yang menjadi “janji” BPOM kepada Presiden dan masyarakat sehingga harus dilaksanakan untuk

menjawab tantangan masih ditemukannya obat dan makanan palsu atau illegal. Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Berbasis Digital (track and trace system) yang dibangun pada tahun 2017 memiliki kemampuan yaitu:  melacak keberadaan produk,  mencegah produk illegal masuk ke jalur legal,  menghilangkan false positif (produk palsu disangka asli),  menghilangkan false negative (produk asli disangka palsu),  sebagai otentikasi produk sehingga dapat mengidentifikasi atau membedakan antara produk asli dan produk diduga palsu melalui pemasangan 2D barcode yang bersifat uni pada masing-masing kemasan,  sistem ini juga melakukan track and trace produk sehingga dapat diketahui distribusi produk beserta informasi geotagging produk,  mempermudah deteksi produk diduga palsu oleh petugas/Inspektur BPOM beserta melibatkan masyarakat dalam pengawasan.

30

Pembangunan Solusi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Berbasis Digital: a. Website aplikasi pada alamat ttac.pom.go.id

b. Mobile aplikasi tersedia di apps store dan play store dengan nama BPOM Mobile, yang di fungsikan untuk industri, sarana distribusi dan saryanfar, dan masyarakat

B. Pemanfaatan Big Data di Badan POM Telah diselenggarakan Pemanfaatan Big Data di Badan POM untuk Mendukung Pengawasan Obat dan Makanan pada hari Selasa tanggal 12 Desember 2017.

31

1) Manfaat Big Data diantaranya sebagai berikut: a. Tracking terhadap peredaran obat Ilegal b. Capture trending topic pada media online yang terkait dengan Pengawasan Obat dan Makanan sehingga dapat cepat ditangani c. Perkiraan persebaran penjualan produk online. 2) Tantangan a. Keakuratan data yang diolah b. Kerjasama dengan pihak – pihak yang memiliki data terkait c. Keamanan data yang diolah dengan Big Data d. Kualitas data yang diolah tidak dapat dipastikan keasliannya 3) Implementasi Big Data memerlukan regulasi yang jelas untuk menjamin proteksi data yang diolah. 4) Tindaklanjut yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Badan POM adalah sebagai berikut: a. Melakukan pembahasan internal Badan POM untuk menentukan tujuan manfaat yang ingin diperoleh dengan adanya Big Data di Badan POM dari data – data yang ada. b. Bekerjasama dengan Institusi/ Kementerian/ Lembaga yang terkait untuk mengembangkan Big Data di Badan POM. c. Big data akan diimplementasikan untuk kebutuhan Command Center.

32

BAB 2 PENDAHULUAN 2.1 GAMBARAN UMUM ORGANISASI Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015, dengan kedudukan, tugas dan fungsi Badan POM sebagai berikut:

Kedudukan a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari Presiden. b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasi-kan oleh Menteri Kesehatan. d. Badan POM dipimpin oleh Kepala.

Tugas Badan POM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

33

Dalam mengemban tugas pemerintahan, Badan POM melakukan pengawasan Obat dan Makanan dengan sistem tiga pilar sebagai berikut: Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk mencapai hal ini, Badan POM melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat.

PILAR 3 Masyarakat

PILAR 2 Badan POM PILAR 1 Pelaku Usaha

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses penyusunan standar sarana dan produk, penilaian produk yang didaftarkan (diregistrasi) dan pemberian Nomor Izin Edar (NIE), pengawasan penandaan dan iklan, pengambilan dan pengujian contoh produk di peredaran/sarana distribusi, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pengawasan produk ilegal/palsu, hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengawasan yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu menjamin Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu serta kebenaran informasi sesuai yang dijanjikan saat registrasi di Badan POM.

Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

2.2 Struktur Organisasi Badan POM memiliki 23 Unit Kerja di Pusat dan di 33 provinsi (Balai Besar/Balai POM) sebagai unit pelaksana teknis di daerah. Organisasi dan tata kerja Badan POM Pusat disusun berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004. Organisasi dan tata kerja Balai Besar/Balai POM

34

disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktur organisasi Badan POM adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM

35

2.3

ASPEK STRATEGIS ORGANISASI

Badan POM memiliki peran yang signifikan dalam mendukung kemajuan Bangsa Indonesia sebagai institusi yang diberi mandat menjalankan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. Tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan merupakan suatu fungsi strategis nasional dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia serta mendukung daya saing Nasional. Oleh karena itu menjadi salah satu agenda reformasi pembangunan nasional bidang kesehatan. Pengawasan obat dan makanan berdampak terhadap 4 (empat) aspek strategis Nasional, yaitu: 1. Aspek Kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka mengawal kualitas hidup manusia Indonesia melalui jaminan keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu obat dan makanan; 2. Aspek Sosial/Kemanusiaan. Pengawasan Obat dan Makanan ditujukan untuk mengawal bonus demografi, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah bidang kesehatan; 3. Aspek Ekonomi. Pengawasan Obat dan Makanan untuk mendorong daya saing produk, mencegah hilangnya pemasukan negara dari pajak, distorsi pasar akibat peredaran produk ilegal dan penyelundupan obat dan makanan; 4. Aspek Keamanan/Ketertiban Masyarakat. Pengawasan Obat dan Makanan untuk mencegah penyalahgunaan obat keras dan bioterorism. Pengawasan obat dan makanan juga bersifat multilevel dan multisektor. Oleh karenanya, hal terpenting dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan adalah keterlibatan semua pihak, baik lintas kementerian dan lembaga di pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah, serta sektor swasta, lembaga profesi, dan juga kelompok masyarakat sipil yang lebih luas. 2.4 PERKEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA, ORGANISASI, DAN TATA LAKSANA A. SASARAN STRATEGIS: Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM Indikator: Jumlah Unit Kerja yang Menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 Secara Konsisten 1. Pemeliharaan dan Peningkatan QMS ISO 9001 BPOM a. Kaji Ulang Bisnis Proses BPOM BPOM telah melakukan kaji ulang terhadap bisnis proses, subbisnis proses, dan SOP yang menggambarkan tata hubungan kerja antarunit organisasi berdasarkan persyaratan ISO 9001:2008 yang telah disusun sejak tahun 2011. Kaji ulang dilaksanakan mulai Agustus 2016 s.d. Mei 2017 dan disesuaikan dengan konversi ISO 9001:2015 serta Permen PANRB 35/2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan hasil kaji ulang, rekapitulasi bisnis proses BPOM sebagai berikut:

36

Peta Bisnis Proses

Peta Subbisnis Proses

15 (lima belas)

71 (tujuh puluh satu)

Peta Lintas Fungsi 84 (delapan puluh empat)

SOP Makro 96 (sembilan puluh enam)

Hasil kaji ulang bisnis proses dan SOP Makro BPOM tercantum dalam Manual Organisasi yang merupakan Lampiran Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.10.17.1307 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.05.17.2307 Tahun 2017 tentang Penerapan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) ISO 9001:2015 BPOM. Pengendalian Risiko dan Peluang berdasarkan ISO 9001:2015 diintegrasikan dengan SPIP mengacu Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.01.1.23.08.17.3896 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Manajemen Risiko di Lingkungan BPOM. b. Tinjauan Manajemen BPOM Berdasarkan persyaratan ISO 9001:2015 klausul 9.3 Management Review, Tinjauan Manajemen harus direncanakan dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan: 1) Status tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya. 2) Perubahan atas isu eksternal dan internal yang relevan dengan sistem manajemen mutu. 3) Informasi tentang kinerja dan efektivitas sistem manajemen mutu, termasuk tren dalam: a) Kepuasan pelanggan dan umpan balik dari pihak berkepentingan. b) Sejauh mana sasaran mutu telah dipenuhi. c) Kinerja proses dan kesesuaian produk dan layanan. d) Pemantauan dan pengukuran hasil. e) Hasil audit. f) Ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan. g) Kinerja penyedia eksternal. 4) Kecukupan sumber daya 5) Efektivitas tindakan yang diambil untuk menangani risiko dan peluang 6) Peluang untuk peningkatan Tinjauan Manajemen BPOM merupakan salah satu agenda dalam Rapat Evaluasi Nasional BPOM. Tinjauan Manajemen BPOM yang dilaksanakan tanggal 22 November 2017 merupakan bagian terintegrasi dari proses evaluasi yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pelaksanaan Rapat Evaluasi Nasional BPOM. Tinjauan Manajemen BPOM dihadiri oleh seluruh peserta Rapat Evaluasi Nasional BPOM Tahun 2017 yang terdiri atas Manajemen Puncak, Deputi Manajemen Puncak, Ketua Quality Assurrance Pusat dan Balai (seluruh Pejabat Eselon I dan II Pusat serta Kepala Balai Besar/Balai POM), Tim Koordinator Manajemen Representatif, Tim Koordinator Auditor Internal BPOM, serta peserta RTM.

37

2. Surveilan Konversi QMS ISO 9001:2015 BPOM Surveilan Konversi QMS ISO 9001:2015 BPOM Tahun 2017 merupakan peralihan penerapan QMS BPOM ISO 9001 versi 2008 ke versi 2015. Berdasarkan hasil Surveilan Konversi QMS ISO 9001:2015 yang dilaksanakan tanggal 29 September s.d. 17 November 2017, diperoleh hasil bahwa 56 (lima puluh lima) unit organisasi, terdiri atas Manajemen Puncak BPOM, 23 (dua puluh tiga) Unit Kerja Pusat, dan 32 (tiga puluh dua) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar/Balai POM, memperoleh sertifikat ISO 9001:2015, termasuk Balai POM di Sofifi.

Penyerahan sertifikat ISO 9001:2015 dari lembaga sertifikasi TUV SUD Indonesia dilakukan secara simbolis dalam exit-meeting Audit Surveilan tanggal 27 November 2017 kepada Sekretaris Utama, Deputi II, Koordinator Auditor Internal BPOM dan Tim Koordinator Manajemen Representatif atas penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan persyaratan ISO 9001:2015, disaksikan oleh Para Quality Assurrance Pusat dan Balai (melalui video converence).

38

B. SASARAN KEGIATAN: 1. Dihasilkannya Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Laporan Keuangan, dan Hasil Evaluasi Kegiatan Yang Terintegrasi Indikator: Jumlah Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Keuangan dan Monitoring Dan Evaluasi Yang Dihasilkan 1. Review Rencana Strategis Tahun 2015-2019 di Lingkungan BPOM Peraturan Kepala BPOM Nomor 2 Tahun 2015 tentang Renstra BPOM Tahun 2015-2019 memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi BPOM dalam kurun waktu 2015-2019. Sejalan dengan perubahan dinamika lingkungan strategis internal seperti penguatan Reformasi Birokrasi BPOM serta dinamika lingkungan strategis eksternal BPOM seperti adanya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan menuntut adanya penyesuaian rencana strategis BPOM. Penyesuaian tersebut mencakup penyesuaian misi, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi pengawasan Obat dan Makanan serta berbagai indikator kinerja di dalamnya. Review Renstra ini juga mencakup pemenuhan rekomendasi suprasistem untuk penyempurnaan Renstra, seperti elaborasi penjabaran agenda pembangunan bidang IPTEK yang telah termuat dalam Buku II RPJMN 2015-2019 Bab 4 Bidang IPTEK. BPOM menjadi salah satu Kementerian/Lembaga Pengawasan terkait strategi peningkatan infrastruktur mutu dalam rangka mendukung arah kebijakan "Peningkatan Dukungan Iptek Bagi Daya Saing Sektor Produksi". Dalam rangka pelaksanaan review Renstra BPOM tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan telah melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah dalam rangka perumusan indikator baru BPOM pada level tujuan yaitu Indeks Pengawasan Obat dan Makanan (IPOM) dengan melibatkan pakar dan stakeholder BPOM. IPOM merupakan indeks komposit yang disusun untuk menggambarkan tingkat kinerja pengawasan Obat dan Makanan pada tingkat wilayah (Balai) dan Nasional. Penyusunan IPOM merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki indikator kinerja BPOM, agar lebih mampu menggambarkan kondisi pengawasan Obat dan Makanan di masyarakat.

39

Hasil pelaksanaan review Renstra BPOM Tahun 2015-2019 tersebut telah dituangkan ke dalam Peraturan BPOM No. 28 Tahun 2017 tentang Rencana Strategi BPOM Tahun 20152019. Diharapkan revisi Renstra ini dapat memperbaiki sistem perencanaan BPOM ke depan sehingga mampu meningkatkan kinerja pengawasan obat dan makanan yang mampu menciptakan nilai tambah publik. 2. Penyusunan Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2018-2045 BPOM menyelenggarakan program pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Program Pengawasan Obat dan Makanan diselenggarakan sesuai mandat peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Untuk memastikan keberlanjutan program Pengawasan Obat dan Makanan, perlu disusun perencanaan strategis jangka panjang sesuai kondisi ideal yang diharapkan, berorientasi hasil, memperhatikan faktor risiko, baik yang bersumber dari lingkungan eksternal maupun lingkungan internal, memuat strategi terobosan, dilengkapi dengan target dan perubahan yang harus terjadi, indikator kinerja yang relevan, jelas dan terukur, mencakup road map setiap tahunnya, serta kebutuhan ideal anggaran. Hal tersebut telah dituangkan ke dalam dokumen Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan. Sejalan dengan Visi Indonesia 2045, maka periode Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan disusun sampai dengan Tahun 2045. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan program pembangunan yang bersifat multisektor, sehingga diperlukan sinergitas antar sektor mulai dari Pemerintah, Pelaku Usaha dan Masyarakat. Mengingat pentingnya peran stakeholder dalam pengawasan Obat dan Makanan, maka penyusunan Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan dilakukan dengan melibatkan stakeholder melalui pertemuan penjaringan aspirasi stakeholder tanggal 7 November 2017 yang dihadiri oleh stakeholder dari Kementerian/Lembaga

40

terkait, Asosiasi Pelaku Usaha, Masyarakat serta para akademisi dan pakar di Bidang Obat dan Makanan.

Untuk pengumpulan data dalam rangka penyusunan Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan telah dilakukan pertemuan konsolidasi dan pengumpulan data yang dilakukan bersama unit Pusat pada tanggal 18 Oktober 2017, serta pengumpulan yang dilakukan pada beberapa Balai Besar/Balai POM selama periode Oktober-November 2017. Keberadaan Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan ini diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan profesionalitas manajemen dan kapasitas BPOM, tetapi juga meningkatkan koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan, perhatian suprasistem dan keterlibatan berbagai pihak dalam program pengawasan Obat dan Makanan. 2. Tersusunnya Kajian Organisasi Tata Laksana dan Reformasi Birokrasi Indikator: Jumlah Kajian Organisasi, Tata Laksana, dan Reformasi Birokrasi a. Penataan dan Penguatan Organisasi BPOM 1) Penyusunan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan Substansi yang diatur dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM pada prinsipnya meliputi penajaman tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM dalam rangka penguatan kelembagaan BPOM. Penguatan kelembagaan BPOM dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM yang diundangkan tanggal 9 Agustus 2017, difokuskan pada: 1) Penguatan fungsi cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan, melalui pembentukan Deputi Bidang Penindakan; dan 2) Penguatan fungsi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) melalui pengembangan Inspektorat menjadi Inspektorat Utama.

41

2) Penyusunan Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM yang diundangkan tanggal 5 Desember 2017, memuat tugas, fungsi, dan susunan unit organisasi Eselon 2, 3, dan 4 di lingkungan BPOM sebagai penjabaran dari tugas, fungsi, kewenangan, dan susunan organisasi BPOM dan unit organisasi Eselon 1 BPOM yang telah ditetapkan melalui Perpres 80/2017.

b. Pertemuan Evaluasi Unit Pelaksana Teknis BPOM Untuk mendukung optimalisasi kinerja BPOM, maka perlu segera ditindaklanjuti dengan penataan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM. Pertemuan Evaluasi UPT BPOM dilaksanakan tanggal 16 s.d. 17 Oktober 2017, dihadiri oleh Kepala BPOM, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama BPOM serta Kepala Balai Besar/Balai POM, serta narasumber dari Kementerian PANRB. Pertemuan ini membahas usulan nomenklatur, susunan organisasi, tugas dan fungsi, serta lokasi pembentukan 40 (empat puluh) Unit Pelaksana Teknis BPOM di Kabupaten/Kota. Penguatan kelembagaan pengawasan Obat

42

dan Makanan di Kabupaten/Kota merupakan salah satu Proyek Prioritas BPOM dalam Prioritas Nasional Bidang Kesehatan.

Usulan kriteria klasifikasi dan lokasi pembentukan UPT BPOM di Kabupaten/Kota telah dilakukan serangkaian koordinasi terkait dengan Kemenko PMK. Hasil evaluasi tercantum dalam Rancangan Peraturan/Keputusan Kepala BPOM tentang Kriteria Klasifikasi UPT BPOM, Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan BPOM, UPT Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional, serta Naskah Akademis Penataan dan Penguatan Organisasi UPT BPOM telah disampaikan kepada Menteri PANRB untuk mendapatkan persetujuan tertulis sebelum ditetapkan oleh Kepala BPOM.

Pengawasan Internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) 1) Audit Sejalan dengan perkembangan implementasi Reformasi Birokrasi di lingkungan Badan POM maka paradigma Inspektorat Badan POM sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sudah mulai bergeser, dari semula pengawasan intern dilakukan dengan pendekatan watch dog audit – post audit menjadi peran APIP yang lebih efektif dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada pemerintahan/birokrasi yang bersih (clean government), yaitu dalam wujud: a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (assurance activities); b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (anti-corruption activities); dan c. memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (consulting activities). Seiring dengan perkembangan sistem tata kelola pemerintahan saat ini, Inspektorat Badan POM juga menyelenggarakan pemantauan secara berkesinambungan. Pemantauan tersebut tidak hanya difokuskan kepada penyelesaian tindak lanjut atas hasil pengawasan, namun juga dilaksanakan mulai tahap perencanaan anggaran dan kegiatan, sehingga diharapkan sejak ditetapkan setiap

43

kegiatan dan program dapat diarahkan agar tetap selaras dengan kebijakan pemerintah pada umumnya serta tugas dan fungsi lembaga pada khususnya. Tujuan audit bergeser dari berusaha untuk menunjukkan kesalahan auditi menjadi bertujuan untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasional serta membantu organisasi (auditi) mencapai tujuannya dengan cara: A. Audit menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol (pengendalian), dan tata kelola (sektor publik). Tata Kelola Sektor Publik. Aktivitas pengawasan intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik. Peran aktivitas pengawasan intern mencakup tanggung jawab untuk mengevaluasi dan mengembangkan proses tata kelola sektor publik sebagai bagian dari fungsi assurance. Aktivitas pengawasan intern berperan dalam mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik Manajemen Risiko. Aktivitas pengawasan intern harus dapat mengevaluasi efektivitas dan berkontribusi terhadap perbaikan proses manajemen risiko. Pengendalian Intern Pemerintah. Kegiatan audit intern harus dapat membantu auditi dalam mempertahankan dan memperbaiki pengendalian yang efektif dengan mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta dengan mendorong perbaikan terus-menerus. Kegiatan audit intern harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas pengendalian intern pemerintah dalam menanggapi risiko tata kelola auditi, operasi, dan sistem informasi. B. Lebih dini. Audit tidak hanya bersifat post audit, namun juga dilaksanakan terhadap kegiatan yang sedang berjalan (on going audit) bahkan sejak perencanaan program sedang dikembangkan sehingga potensi penyimpangan dapat dideteksi dan perbaikan dapat dilaksanakan sedini mungkin. C. Lebih tinggi. Pelaksanaan audit program/kinerja dari hulu sampai hilir dengan harapan mampu melakukan pengawasan dan pengawalan program sampai dengan tingkat ECselon I. D. Lebih Peduli. Mengembangkan fungsi dan peran layanan konsultasi. Fungsi layanan ini berusaha untuk membantu organisasi mengelola risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan. Kegiatan audit intern harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan efektivitas etika organisasi terkait sasaran, program, dan kegiatan, serta harus menilai pula apakah tata kelola teknologi informasi auditi mendukung strategi dan tujuan auditi Pada tahun 2017 audit Operasional dan/atau Keuangan dilaksanakan pada 24 Balai/Balai Besar POM dan 1 unit eselon II pusat, sedangkan Audit dengan Tujuan Tertentu/Audit Investigasi/ Klarifikasi dilaksanakan sebanyak 14 kali pada 8 Balai Besar/Balai POM dan 3 unit eselon II pusat Pada tahun 2017 disamping telah dilaksanakan audit operasional/audit keuangan juga mulai dikembangkan pelaksanaan audit kinerja. Audit kinerja yang dilaksanakan selama tahun 2017 sebanyak 21 kali yaitu pada 15 Balai Besar/Balai POM dan 6 Unit Eselon II Pusat

44

1) Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Survei Kepuasan Masyarakat dilakukan untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat secara berkala sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan pubik dan selanjutnya masyarakat dapat mengetahui kinerja pelayanan unit yang bersangkutan. Kepuasan masyarakat dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan dalam hal kualitas pelayanan bisa dijelaskan/diukur dengan membandingkan persepsi pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang diharapkan. Untuk maksud tersebut, Inspektorat Badan Pengawas Obat dan Makanan melaksanakan Survei Kepuasan Masyarakat atas Unit Pelayanan Publik di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pusat dan Balai) Tahun 2017. Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan dan berinteraksi secara langsung dengan unit pelayanan publik di BPOM. Pada tahun 2017 survei dilakukan terhadap 11 (sebelas) unit pelayanan di lingkungan BPOM Pusat dan 24 (dua puluh empat) unit pelayanan Balai Besar/ Balai POM sebagai berikut: Unit pelayanan di lingkungan BPOM Pusat: 1) Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi; 2) Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT; 3) Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT; 4) Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT; 5) Direktorat Pengawasan Napza; 6) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; a. Sub Direktorat Penilaian Produk I (OT dan Produk Komplemen) b. Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetik) 7) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; 8) Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; 9) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan; 10) Direktorat Standardisasi Produk Pangan; dan 11) Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.

Unit pelayanan Balai Besar/ Balai POM: 1) BBPOM Banda Aceh 2) BBPOM Medan 3) BBPOM Padang 4) BPOM Bengkulu 5) BPOM Jambi 6) BPOM Batam 7) BBPOM Bandar Lampung 8) BBPOM Pekanbaru 9) BPOM Pangkalpinang 10) BBPOM Jakarta 11) BBPOM Semarang 12) BBPOM Yogyakarta

45

13) BBPOM Surabaya 14) BBPOM Pontianak 15) BBPOM Samarinda 16) BBPOM Banjarmasin 17) BBPOM Mataram 18) BBPOM Manado 19) BPOM Gorontalo 20) BPOM Kendari 21) BPOM Palu 22) BBPOM Makassar 23) BPOM Ambon 24) BPOM Manokwari Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat dimulai dari tanggal 5 Juni 2017 s.d 31 Agustus 2017. Pengolahan hasil survei dan finalisasi laporan Survei Kepuasan Masyarakat tahun 2017 dilaksanakan pada bulan September 2017. Berdasarkan hasil survei IKM tahun 2017, diketahui nilai IKM yang menggambarkan tingkat mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan di BPOM secara keseluruhan termasuk dalam kategori Baik yaitu mendapatkan nilai 76,56. Berikut hasil penilaian survei IKM per unsur: Unsur Pelayanan Survei Kepuasan Masyarakat Persyaratan Pelayanan Prosedur Pelayanan Waktu Pelayanan Biaya/Tarif Produk/Jasa Spesifikasi Jenis Layanan Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan Kejelasan Petugas/Pelaksana Kompetensi Pelaksana Perilaku Pelaksana Maklumat Pelayanan Keamanan dan Kenyamanan Sarana Prasarana Komitmen Penyelenggara Layanan dalam Pelayanan Publik

46

Unsur 2015 U1 U2 U3 U4 U5 dan U12

Unsur 2016 dan 2017 U1 U2 U3 U4

Nilai IKM 2015

2016

2017

Kenaikan/ Penurunan

74,83 71,22 61,42 87,5

75,27 75,15 68,17 81,4

78,83 78,19 72,12 83,01

3,56 3,04 3,95 1,61

U5

77,19

74,86

76,44

1,58

U9

U6

72,78

70,93

73,48

2,55

-

U7

-

69,7

72,73

3,03

U6 U7 dan U11 U8

U8

77,57

75,92

78,1

2,18

U9

76,05

78,26

79,32

1,06

U10

73,06

72,89

75,79

2,9

U10

U11

75,21

75,89

77,42

1,53

-

U12

-

75,91

77,31

1,4

2) FGD dan Sarasehan Nasional Badan POM bersama Stakeholder Pada Tahun 2017 terdapat tiga Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan Sarasehan yang melibatkan stakeholder BPK RI serta instansi Pemerintah Daerah setempat yang dilakukan secara terpisah yaitu di Denpasar, Batam dan Manado. 1) Dalam rangka perkuatan pengawasan obat dan makanan Badan POM memerlukan dukungan dan koordinasi dengan semua komponen yang melakukan pengawasan seperti Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan juga khusus dengan Kepolisisan, Kejaksaan dan Pengadilan sebagai mitra dalam Criminal Justice System (CJS) serta untuk menggalang dukungan dari segenap stakeholder dan mitra kerja Badan POM, maka pada tanggal 4 Mei 2017 tahun 2017 diselenggarakan Focus Group Discussion Membangun Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan untuk Melindungi Kesehatan Masyarakat serta meningkatkan Daya Saing Produk Obat dan Makanan. Kegiatan mengundang stakeholder dari Provinsi Bali, NTB dan NTT. 2) Dalam rangka meningkatkan kualitas SAKIP yang berorientasi pada hasil, bertempat di Yogyakarta, pada tanggal 2–3 Oktober 2017 Badan Pengawas Obat dan Makanan menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema “Menciptakan Sistem Manajemen Kinerja dan Integritas Aparatur Sipil Negara dalam Rangka Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Berorientasi Hasil”. Acara ini dihadiri oleh seluruh unit kerja pusat dan daerah di Badan POM RI dengan narasumber dari Kementerian PANRB, Bappeda Banyuwangi, Bappeda DIY dan Inspektur Daerah Banyuwangi. Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta Sistem Manajemen Kinerja dan Integritas Aparatur Sipil Negara Badan POM RI dalam Rangka Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Berorientasi Hasil. 3) Kegiatan Sarasehan di Batam dilaksanakan pada tanggal 19-20 Oktober 2017 dengan tema: Sarasehan Musyawarah Peningkatan Koordinasi Penanganan Produk Impor Makanan Olahan Guna Menjamin Keamanan Masyarakat atas Pangan Impor yang Beredar serta Meningkatkan Daya Saing Produk Obat dan Makanan dalam Menghadapi Free Trade Zone. Tujuan dari kegiatan ini adalah:  Memperkuat koordinasi dalam impor makanan olahan yang beredar melalui koordinasi tugas dan kewajiban bidang pengawasan obat dan makanan dalam tugas dan fungsi masing-masing.  Meningkatkan peran serta dan dukungan pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil pengawasan obat dan makanan yang telah dilakukan oleh Badan POM RI. 4) Sarasehan Nasional di Manado dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2017 dengan tema Efektifitas Implementasi Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Atas Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam kegiatan sarasehan ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:  Diperlukan upaya bersama untuk mengambil langkah-langkah dan berkoordinasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan obat dan makanan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan.  Perlu sinergisme tata kelola, bisnis dan pengembangan sistem yang terintegrasi dengan kementerian dan Pemda untuk Pengawasan Obat dan Makanan

47

 Dukungan dari supra sistem dan lintas sektor terkait Rancangan UU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang saat ini sudah masuk ke dalam prolegnas 2018.

3) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Reformasi Birokrasi merupakan langkah utama untuk melakukan penataan sistem penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih baik, efektif dan efisien. Sasarannya jelas, yaitu agar masyarakat dapat merasakan pelayanan yang lebih cepat, tepat, profesional, serta bersih dari praktek KKN. Dalam mewujudkan sasaran reformasi birokrasi tersebut tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang tidak singkat. Hal ini karena beberapa hal, antara lain luasnya cakupan yang harus dilakukan perbaikan; kompleksitas permasalahan yang dihadapi karena banyaknya tumpang tindih (overlapping) antar fungsi-fungsi pemerintahan dan regulasinya, serta perubahan pola pikir dan perilaku negatif birokrasi yang sudah mengakar. Oleh karena itu, untuk mempercepat pencapaian sasaran hasil tersebut, instansi pemerintah wajib membangun pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi yang dapat menjadi percontohan bagi seluruh unit-unit kerja pelayanan lainnya. Upaya akselerasi pencapaian tujuan dan sasaran antara lain dilaksanakan dengan program pembangunan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada Hari Selasa, tanggal 12 Desember 2017 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur memberikan penghargaan kepada unit kerja pelayanan

48

publik yang berhasil memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), di Jakarta. Terdapat empat (4) unit kerja di Lingkungan Badan POM yang memperoleh predikat WBK, yaitu: 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; 2. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; 3. Pusat Informasi Obat dan Makanan; dan 4. Balai Besar POM Surabaya. Unit kerja yang mendapatkan predikat Wilayah Bersih dari Korupsi (WBK) tersebut diharapkan dapat menjadi pilot project bagi unit kerja lainnya dalam penerapan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan Badan POM.

4) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Sebagai tindak lanjut Perpres 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dengan membentuk Tim Saber Pungli di Lingkungan Badan POM. Badan POM telah bergerak cepat dengan membentuk Tim Sapu Bersih Pungutan Liar di lingkungan Badan POM. Serangkaian Kegiatan telah dilakukan oleh Tim Saber Pungli Badan POM diantaranya: a. Koordinasi dan konsultasi dalam rangka mekanisme kerja Tim Saber Pungli ke Inspektur Pengawasan Umum POLRI dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. b. Identifikasi dan mitigasi risiko potensi terjadinya pungutan liar pada unit kerja pelayanan publik di Lingkungan Badan POM c. Membuat Pakta Integritas dengan Badan Usaha/Stakeholder dalam rangka memperkuat komitmen bersama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. d. Kampanye Tolak Pungutan Liar dengan kegiatan sosialisasi, pemasangan spanduk dan banner terkait Pelaporan Pungli dan Himbauan pelarangan Calo e. Melakukan identifikasi dan kajian terhadap biro jasa yang terlibat dalam pelayanan publik di Lingkungan Badan POM f. Melakukan pemantauan secara terus menerus dan berkesinambungan terhadap tempat-tempat rawan praktek pungli.

49

Pada tanggal 14 Februari 2017 bertempat di Aula Gedung C dilaksanakan Acara Sosialisasi Sapu Bersih Pungutan Liar oleh Satgas Saber Pungli Pusat yang diikuti oleh perwakilan dari masingmasing unit pelayanan publik yang ada di Lingkungan Badan POM. Acara ini diisi oleh narasumber Ketua Pokja Pencegahan Satgas Saber Pungli Pusat Dr. Asep Kurnia SH, MM. Dalam paparannya narasumber memberikan apresiasi kepada Badan POM yang telah membentuk Unit Pemberantasan Pungutan Liar dan akan dilaporkan kepada Presiden. Sasaran Saber Pungli adalah Pelayanan publik, Ekspor Impor, Penegakan Hukum, Perizinan, Kepegawaian, Pendidikan, Pengadaan Barang Jasa. Masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran serta masyarakat dilakukan dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 5)

Evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik terbaik kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan role model 72 kabupaten/kota

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memberikan penghargaan kepada sejumlah unit kerja instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai role model pelayanan publik di Jakarta. Terdapat 67 unit penyelenggara pelayanan publik yang mendapatkan penghargaan dengan kategori sangat baik (A). Jumlah itu terdiri dari 14 Disdukcapil kabupaten/kota, 17 RSUD kabupaten/kota, 17 Dinas PTMTSP Kab/Kota, 2 DPMPTSP provinsi, 9 Polres/Ta/Tabes, 6 BPOM provinsi, dan 2 kantor pertanahan. Penghargaan diserahkan oleh Menteri PANRB di Jakarta. 6 Balai Besar/ Balai POM dengan kategori sangat baik (A-) yang menerima penghargaan yaitu: 1. BBPOM di Samarinda 2. BBPOM di Surabaya 3. BPOM di Bengkulu 4. BBPOM di Yogyakarta 5. BBPOM di Palembang 6. BPOM di Serang

50

6) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Untuk Laporan Keuangan Badan POM Tahun 2016 Sebagai wujud upaya untuk selalu tertib dalam pengelolaan keuangan, BPOM kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan untuk tahun anggaran 2016. Predikat ini menyamai capaian opini untuk Laporan Keuangan tahun sebelumnya. Adapun Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2016 disampaikan oleh Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dr. Harry Azhar Azis, MA kepada Kepala BPOM, Dr Penny K Lukito, MCP di kantor BPK RI, 23 Mei 2017. Badan POM terus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas laporan keuangan melalui penyusunan laporan keuangan pemerintah yang berkualitas, handal, dan tepat waktu. Untuk itu sesuai instruksi Presiden yang meminta semua Kementerian dan Lembaga membentuk satuan tugas atau task force, Badan POM terus menjalin komunikasi dengan BPK. Dengan demikian pencapaian opini WTP ini diharapkan dapat meningkatkan clean governance di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

51

7) Workshop Pemantapan Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Badan POM dan Workshop Internal Audit QMS Badan POM Terintegrasi Manajemen Risiko Pada tahun 2017, Badan POM melakukan upgrading ISO 9001:2008 menjadi ISO 9001:2015 yang menitikberatkan pada manajemen yang berbasis risiko. Di samping itu berdasarkan penilaian Maturitas SPIP Badan POM yang belum mencapai level 3, Inspektorat menginisiasi integrasi SPIP ke dalam ISO 9001:2015. Integrasi SPIP dan ISO 9001:2015 mulai dibahas pada rapat yang diselenggarakan pada bulan Juni 2017 dengan mengikutsertakan tim Management Representative. Pada tanggal 1-5 November 2017 dilaksanakan Workshop Pemantapan Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Badan POM yang diselenggarakan di Jayapura, Papua. Pada Workshop tersebut dibahas mengenai pelaksanaan kegiatan integrasi SPIP dan ISO 9001:2015. Pembahasan integrasi SPIP dan ISO 9001:2015 ini menghasilkan modul berupa Identifikasi Risiko Badan POM. Modul ini disusun untuk membantu unit kerja dalam melakukan penyusunan daftar risiko yang mungkin terjadi pada masing-masing unit kerja. Selanjutnya pada tanggal 14-16 November dilaksanakan Workshop Internal Audit QMS Badan POM Terintegrasi dengan Manajemen Risiko sebagai lanjutan dari workshop sebelumnya yang dilaksanakan di Jayapura. Workshop yang diikuti oleh auditor internal QMS ISO 9001 di lingkungan Badan POM bertujuan memberi pemahaman kepada auditor internal di lingkungan Badan POM tentang Pelaksanaan Manajemen Risiko dikaitkan dengan sistem mutu ISO 9001:2015.

52

8)

Reformasi Birokrasi (RB) di Lingkungan Badan POM Memperkuat Nawa Cita Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

RB merupakan upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan perubahan/ pembaharuan/perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan ke arah yang lebih baik. Perubahan/pembaharuan/perbaikan dilakukan terhadap area perubahan Mental Aparatur, Pengawasan, Akuntabilitas, Kelembagaan, Tatalaksana, Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, Peraturan Perundang-undangan, dan Pelayanan Publik. Pelaksanaan RB diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. RB dilakukan dalam rangka mempercepat tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik. Pelaksanaan operasional Grand Design RB 2010-2025 dituangkan dalam Road Map RB yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (MenPANRB). Road Map RB telah ditetapkan dalam Peraturan MenPANRB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map RB 2010-2014. Road Map RB 2010-2014 lebih bersifat living document atau bersifat Nasional dan Instansional. Pelaksanaan RB tahun 2015-2019 telah dituangkan dalam Peraturan MenPANRB Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map RB 2015-2019 yang disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan RPJMN dan Road Map RB periode sebelumnya serta dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintahan. Implementasi RB di Lingkungan BPOM BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan. Untuk menjamin terlaksananya tiga dimensi tersebut tentunya juga didukung dengan kepastian dan penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban, politik dan demokrasi serta tata kelola RB yang seharusnya berjalan dengan baik. Oleh karena itu pelaksanaan RB di BPOM memiliki peran yang penting untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh BPOM dalam rangka pengawasan obat dan makanan. Keberlanjutan pelaksanaan RB di BPOM pada tahun 2010-2014 dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.01.12.0709 Tahun 2012 tentang Road Map RB BPOM Tahun 2011-2014. Pelaksanaan RB tahun 2011-2014 menjadi dasar bagi pelaksanaan RB pada tahun 2015-2019 yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.24.08.15.4097 Tahun 2015 tentang Road Map RB BPOM Tahun 2015-2019. Tujuan akhir lima tahun ke depan diharapkan BPOM sudah beranjak pada tahapan selanjutnya dengan berbasis kinerja yang akan mencapai visi RB secara nasional pada tahun 2025 yaitu “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis. BPOM berbasis kinerja ditandai dengan beberapa hal, antara lain: 1. Pelaksanaan tugas, pokok, wewenang dan fungsi berorientasi pada prinsip efektif, efsien, dan ekonomis dengan tetap menjamin obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. 2. Kinerja difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcome/hasil. 3. Seluruh unit kerja menerapkan manajemen kinerja yang didukung dengan penerapan sistem berbasis elektronik untuk memudahkan pengelolaan data kinerja.

53

4. Setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya, hingga pada organisasi secara keseluruhan. Setiap unit kerja sesuai dengan tugas dan fungsinya secara terukur memiliki kontribusi terhadap kinerja BPOM secara keseluruhan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dirumuskan sasaran RB BPOM adalah: 1. Birokrasi yang bersih dan akuntabel. 2. Birokrasi yang efektif dan efisien. 3. Birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Melalui manajemen perubahan, implementasi hal-hal tersebut di BPOM akan mengubah mind set dan cultural set pegawai BPOM ke arah budaya yang lebih profesional, produktif, dan akuntabel untuk memenuhi ke-3 sasaran RB. Proses dan sasaran RB berorientasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat menuju kondisi profil birokrasi yang diharapkan pada tahun 2025. Faktor Kunci Keberhasilan RB di BPOM Pelaksanaan RB di BPOM terus mengiringi upaya pencapaian visi, misi, dan kinerja BPOM yang dilaksanakan dengan penuh semangat dan melibatkan semua aspek yang mendukung. Faktor kunci keberhasilan RB di BPOM antara lain: 1. Komitmen semua level manajemen mengawal keberhasilan RB. Dalam seluruh tahap RB BPOM, komitmen pimpinan selalu didapatkan, ditandai dengan penandatanganan kesiapan BPOM untuk melaksanakan RB serta pelaksanaan RB menjadi fokus prioritas kegiatan BPOM sejak tahun 2011. 2. Internalisasi RB melalui integrasi kegiatan utamanya terkait revolusi mental pada aparatur BPOM. Pada hakikatnya seluruh pelaksanaan program dan kegiatan di BPOM merupakan program dan kegiatan yang mengalami proses perbaikan secara terus menerus dengan tujuan utama untuk kepentingan masyarakat. 3. Mengerahkan seluruh sumber daya untuk mendukung RB. Keterlibatan seluruh komponen organisasi merupakan salah satu bentuk komitmen BPOM untuk mensukseskan RB di lingkungan BPOM. Upaya pengerahan seluruh sumber daya juga akan dijalankan seiring dengan peningkatan efisiensi penggunaan anggaran dan efektifitas pemanfaatan sarana prasarana. 4. Pelaksanaan RB secara konsisten. RB di lingkungan BPOM diupayakan menjadi kebutuhan BPOM tidak hanya ketika RB menjadi prioritas pemerintah, tetapi sudah merupakan kebutuhan organisasi. 5. Pencapaian dan peningkatan target secara berkesinambungan. Pada dasarnya RB adalah sesuatu yang dilakukan untuk tujuan birokrasi yang lebih baik. 6. Upaya perbaikan dilakukan secara terus menerus, holistik, terstruktur, dan berorientasi pada hasil. Upaya perbaikan terus menerus akan dilakukan baik dari sisi dokumen (akan menjadi living document) maupun pada tahap implementasi serta monitoring dan evaluasinya. Kini evaluasi RB telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan sehingga dasar pedoman evaluasi RB di lingkungan instansi pemerintah termasuk di BPOM dilakukan berdasarkan Peraturan MenPANRB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi RB Instansi Pemerintah. Menindaklanjuti Peraturan MenPANRB tersebut, BPOM telah menetapkan Keputusan Kepala BPOM

54

Nomor HK.04.1.24.11.12.7154 Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim RB BPOM sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.07.17.2986Tahun 2017. Pedoman evaluasi tersebut merupakan instrumen bagi Asesor (Pegawai BPOM) dalam melakukan penilaian mandiri kemajuan pelaksanaan RB di lingkungan BPOM yang dikenal juga dengan Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB). Inspektur sebagai Koordinator Tim PMPRB BPOM telah melakukan beberapa hal antara lain: 1. 2. 3. 4.

Merencanakan dan mengorganisasikan PMPRB dengan baik. Mengomunikasikan aktivitas PMPRB pada masing-masing Unit Kerja. Melakukan pelatihan yang cukup bagi Asesor PMPRB. Menunjuk/mengikutsertakan pejabat struktural lapis kedua sebagai Asesor PMPRB dan terlibat sepenuhnya sejak tahap awal hingga akhir proses PMPRB. 5. Melakukan reviu terhadap kertas kerja Asesor sebelum menyusun kertas kerja BPOM. 6. Mencapai konsensus atas pengisian kertas kerja sebelum menetapkan nilai PM PRB BPOM. 7. Mengomunikasikan dan melaksanakan Rencana Aksi Tindak Lanjut (RATL).

Hasil Evaluasi RB Badan POM 2016-2017:

No

Komponen Penilaian

Bobot

2016 Hasil Evaluasi KemenPAN-RB Nilai

A

%

2017 Hasil Evaluasi KemenPAN-RB Nilai

%

Pengungkit/Proses

1 Manajemen Perubahan

5

3,52

70,40

3,72

74,40

2

Penataan Perundangundangan

5

2,09

41,80

2,71

54,20

3

Penataan dan Penguatan Organisasi

6

3,84

64,00

4,01

66,83

5

3,84

76,80

3,92

78,40

4 Penataan Tata Laksana 5

Penataan Sistem Manajemen SDM

15

12,71

84,73

12,92

86,13

6

Penguatan Akuntabilitas

6

4,35

72,50

4,61

76,83

7

Penguatan Pengawasan

12

8,09

67,42

8,95

74,58

8

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publilk

6

3,86

64,33

4,36

72,67

55

No

Komponen Penilaian

Sub Total Komponen Pengungkit/ Proses B

Bobot

60

2016 Hasil Evaluasi KemenPAN-RB

2017 Hasil Evaluasi KemenPAN-RB

Nilai

%

Nilai

%

42,30

70,50

45,20

75,33

Hasil 1

Nilai Akuntabilitas Kinerja

14

11,56

82,57

10,61

75,79

2

Survei Internal Integritas Organisasi

6

3,48

58,00

3,41

56,83

3

Survei Eksternal Persepsi Korupsi

7

5,55

79,29

6,11

87,29

3

3,00

100,00

3,00

100,00

Survei Eksternal Pelayanan Publik

10

7,33

73,30

8,03

80,30

Sub Total Kompenen Hasil

40

30,89

77,23

31,16

77,90

4 Opini BPK 5

Indeks RB Badan POM

100

73,19

76,36

9) Evaluasi atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Evaluasi atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) periode 2017 dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menyimpulkan hasil penilaian atas fakta obyektif unit kerja dalam mengimplementasikan perencanaan kinerja,

56

pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja. Keselarasan antar komponen SAKIP dinilai melalui analisis logika program (program logic) berdasarkan hubungan sebab akibat. Selain itu juga dilakukan uji petik pada beberapa unit kerja dalam rangka pengujian dan evaluasi mendalam untuk memperoleh hasil penilaian yang obyektif. Unit kerja tingkat eselon II atau unit mandiri yang dievaluasi sebanyak 55 unit, terdiri dari 23 Unit Eselon II/unit mandiri pusat dan 32 unit Balai/Balai Besar POM, sedangkan Balai POM di Mamuju tidak dievaluasi karena belum sepenuhnya operasional. Berdasarkan hasil evaluasi, hampir seluruh unit yang dievaluasi memperoleh nilai kategori minimal Baik, kecuali Balai POM di Sofifi yang merupakan unit kerja baru memperoleh kategori Cukup. Dari 55 unit yang dievaluasi, sebanyak 44 unit (80,0%) memperoleh nilai hasil evaluasi kategori Sangat Baik (BB), sebanyak 10 unit (18,2%) memperoleh nilai kategori Baik (B) sedangkan 1 unit (1,8%) memperoleh kategori Cukup (CC). Nilai hasil evaluasi SAKIP yang diperoleh unit eselon II/unit mandiri BPOM berkisar antara 57,0975,75. Tiga nilai evaluasi tertinggi dicapai oleh Balai Besar POM di Surabaya (75,75), Inspektorat (74,73) dan Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (73,94) Hasil Evaluasi SAKIP Unit Eselon II/Unit Mandiri BPOM merupakan pendorong bagi setiap unit di lingkungan BPOM untuk mengembangkan implementasi SAKIP serta perbaikan kinerja di masa mendatang.

57

Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank

58

BAB 3 KEADAAN UMUM DAN TANTANGAN LINGKUNGAN 3.1 KEADAAN UMUM Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan maka harus dapat mengantisipasi dinamika lingkungan strategis terkait kesehatan. Perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat, ilegal/palsu, substandar.

3.1.1 Internal Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk melakukan pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi Badan POM, diperlukan SDM yang mencukupi dari segi kuantitas dan kualitas / kompetensi sesuai kebutuhan Badan POM. SDM yang dimiliki Badan POM sebanyak 3.808 pegawai, yang tersebar di unit kerja Pusat dan Balai Besar POM / Balai POM di seluruh Indonesia. Pada tahun 2017, jumlah SDM Badan POM masih belum memadai, dengan kekurangan SDM kurang lebih sejumlah 3.620 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Berikut profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisis beban kerja.

Gambar 3.1 Kebutuhan SDM Badan POM 2017 berdasarkan Analisa Beban Kerja

59

Untuk menunjang fungsi Badan POM, jumlah pegawai yang ideal berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) sebanyak ± 7.380 orang pegawai. Saat ini Badan POM hanya memiliki pegawai (Bazetting) sebanyak 3.760 orang, sehingga masih diperlukan tambahan pegawai sebanyak ± 3.620 orang. Kekuatan jumlah pegawai Badan POM dari 3.698 orang PNS, diantaranya masih terdapat 27,85% pegawai dengan jenjang pendidikan non sarjana. Tiga unit kerja di Badan POM dengan persentase SDM yang memiliki pegawai pada jenjang pendidikan non sarjana terbesar, yaitu berturut-turut BBPOM di Bandar Lampung (47,42%), BBPOM di Medan (44,83%), dan BBPOM di Pekan Baru (43,18%). Tabel 3.1 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jenjang Pendidikan No

Non Sarjana

S1

Profesi

S2

S3

Jumlah

1

Badan POM

0

0

0

0

1

1

2

Inspektorat

2

16

12

4

0

34

3

Sekretariat Utama

0

0

0

1

0

1

4

Biro Perencanaan dan Keuangan

10

16

11

7

0

44

5

Biro Kerjasama Luar Negeri

2

5

3

5

0

15

6

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

4

21

9

7

0

41

7

Biro Umum

36

33

17

13

0

99

8

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza

0

0

0

1

0

1

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

6

8

52

15

0

81

Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

2

5

12

9

0

28

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

7

6

33

7

0

53

Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

5

10

33

4

0

52

Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

7

1

27

5

0

40

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

0

0

0

1

0

9

10

11

12

13

14

60

Unit Kerja

1

Jenjang Pendidikan No

Unit Kerja

Jumlah

Non Sarjana

S1

Profesi

S2

S3

Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

14

8

43

9

0

74

Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

2

2

11

7

1

23

Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

6

5

34

8

0

18

Direktorat Obat Asli Indonesia

2

4

11

4

0

21

19

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

0

0

0

1

0

1

20

Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

4

27

26

16

0

73

21

Direktorat Standardisasi Produk Pangan

5

5

8

11

1

30

22

Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

7

15

23

7

0

52

23

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

1

10

8

16

0

35

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

6

4

12

8

0

30

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

34

42

41

33

1

151

26

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

2

4

17

3

0

26

27

Pusat Riset Obat dan Makanan

3

8

9

10

1

31

28

Pusat Informasi Obat dan Makanan

9

12

9

7

0

37

JUMLAH PEGAWAI PADA UNIT KERJA PUSAT.

176

267

461

219

5

15

16

17

24

25

53

1128

1

Balai Besar POM Banda Aceh

25

13

26

12

0

76

2

Balai Besar POM Medan

52

21

37

6

0

116

3

Balai Besar POM Padang

40

19

32

8

0

99

4

Balai Besar POM Pekanbaru

38

15

24

11

0

88

5

Balai POM Jambi

28

10

29

1

0

68

6

Balai Besar POM Palembang

23

24

21

9

0

77

61

Jenjang Pendidikan No

62

Unit Kerja

Non Sarjana

S1

Profesi

S2

S3

Jumlah

7

Balai POM Bengkulu

27

16

19

8

0

70

8

Balai Besar POM Bandar Lampung

46

14

25

12

0

97

9

Balai POM Batam

18

10

21

2

0

51

10

Balai POM Pangkalpinang

16

9

16

4

0

45

11

Balai Besar POM DKI Jakarta

34

15

47

6

0

102

12

Balai Besar POM Bandung

39

27

55

27

0

148

13

Balai Besar POM Semarang

38

44

54

8

0

144

14

Balai Besar POM Yogyakarta

35

27

33

16

0

111

15

Balai Besar POM Surabaya

30

49

61

4

0

144

16

Balai POM Serang

23

18

27

2

0

70

17

Balai Besar POM Denpasar

28

36

26

10

0

100

18

Balai Besar POM Mataram

28

17

24

3

0

72

19

Balai POM Kupang

18

17

22

7

0

64

20

Balai Besar POM Pontianak

34

13

30

5

0

82

21

Balai POM Palangkaraya

24

13

23

2

0

62

22

Balai Besar POM Banjarmasin

28

16

25

4

0

73

23

Balai Besar POM Samarinda

22

18

34

2

0

76

24

Balai Besar POM Manado

15

18

26

5

0

64

25

Balai POM Palu

22

9

23

7

0

61

26

Balai Besar POM Makassar

30

24

52

12

0

118

27

Balai POM Kendari

20

16

23

5

0

64

28

Balai POM Gorontalo

15

12

15

1

0

43

29

Balai POM Ambon

23

10

20

2

0

55

30

Balai Besar POM Jayapura

24

16

31

0

0

71

31

Balai POM Manokwari

7

9

22

1

0

39

Jenjang Pendidikan No

Unit Kerja

Non Sarjana

S1

Profesi

S2

S3

Jumlah

32

Balai POM Sofifi

2

3

6

1

0

12

33

Balai POM Mamuju

2

3

0

3

0

8

JUMLAH PEGAWAI PADA BALAI BESAR POM / BALAI POM.

854

581

929

206

0

2570

TOTAL PEGAWAI

1030

848

1390

425

5

3698

Keterangan: Sumber Data Per Tanggal 01 Januari 2018.

Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Selain itu, penambahan jumlah SDM juga diperlukan terkait rencana pembentukan Badan POM di Kabupaten / Kota sebagai jawaban terhadap tantangan pengawasan, terutama semakin berkembangnya modus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan. Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan secara komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management (HCM). HCM harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Badan POM sejak tahun 2012 sudah melakukan penilaian kompetensi pegawai, yang dilakukan

63

secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Dari hasil penilaian kompetensi tersebut, meskipun belum secara komprehensif memotret profil seluruh pegawai Badan POM, namun dapat dijadikan bahan dalam pengembangan kompetensi pegawai sesuai dengan level kompetensinya dan penyusunan kebijakan di bidang pengelolaan pegawai di Badan POM. Dalam implementasi manajemen talenta (talent management), data kompetensi dapat disinergikan dan diintegrasikan dengan data kinerja pegawai sehingga dapat diketahui sebaran pegawai pada setiap kuadrannya. Profil sebaran kompetensi dan kinerja Pegawai Badan POM dapat disajikan sebagai berikut:

Gambar 3.3 Profil Manajemen Talenta Badan POM

Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Jenis

25 - 30

31 - 35

36 - 40

41 - 45

46 - 50

51 - 55

≥ 56

Unit Kerja

≤ 24

No

1

Badan POM

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

2

Inspektorat

24

20

3

14

17

5

0

1

3

1

44

3

Sekretariat Utama

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

4

Biro Perencanaan dan Keuangan

14

30

0

3

14

11

3

5

4

4

44

5

Biro Kerjasama Luar Negeri

4

12

0

1

1

5

1

2

5

1

16

L

64

Jumlah

Usia (Tahun)

Kelamin P

6

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

15

28

1

10

6

9

7

2

6

2

43

7

Biro Umum

55

56

8

21

22

19

5

9

20

7

111

8

Deputi Bidang Pengawasan Produk

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

10

72

1

25

14

23

7

4

5

3

82

0

29

0

5

5

3

4

3

8

1

29

12

42

1

14

18

11

2

3

3

2

54

15

37

0

12

16

11

2

3

4

4

52

11

29

0

9

6

7

0

5

7

6

40

1

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

12

63

2

23

13

20

3

4

7

3

75

1

22

0

3

3

5

1

6

3

2

23

13

42

2

18

12

10

1

4

4

4

55

4

17

0

1

2

6

1

3

7

1

21

1

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

Terapetik dan Napza 9

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

10

Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

11

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

12

Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

13

Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

14

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

15

Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

16

Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

17

Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

18

Direktorat Obat Asli Indonesia

19

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

20

Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

12

62

0

32

15

14

6

2

3

2

74

21

Direktorat Standardisasi Produk Pangan

5

26

2

4

2

12

5

2

3

1

31

22

Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

13

40

1

16

15

11

1

1

4

4

53

23

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

4

31

0

8

5

14

3

2

1

2

35

7

23

0

4

7

5

2

4

4

4

30

32

122

2

22

38

25

13

13

26

15

154

25

18

7

15

8

8

2

0

1

2

43

Keamanan Pangan 24

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

25

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

26

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

65

0

3

7

7

2

3

6

3

31

14

26

1

13

12

3

1

7

2

1

40

140

76

36 - 40

41 - 45

46 - 50

51 - 55

≥ 56

60

0

14

18

18

8

5

12

3

78

2

Balai Besar POM Medan.

27

91

1

6

29

16

13

15

24

14

118

3

Balai Besar POM Padang.

28

74

0

14

14

13

15

19

20

7

102

4

Balai Besar POM Pekanbaru.

20

70

1

7

22

10

8

21

14

7

90

5

Balai POM Jambi.

21

48

1

9

12

9

12

12

9

5

69

6

Balai Besar POM Palembang.

29

49

0

13

16

10

8

15

9

7

78

7

Balai POM Bengkulu.

27

46

0

17

14

7

8

9

15

3

73

8

Balai Besar POM Bandar Lampung.

40

58

0

11

11

10

12

22

20

12

98

9

Balai POM Batam.

15

38

1

18

29

2

1

2

0

0

53

10

Balai POM Pangkalpinang.

14

31

0

16

24

3

0

0

1

1

45

11

Balai Besar POM DKI Jakarta.

22

81

0

15

21

20

8

13

20

6

103

12

Balai Besar POM Bandung.

38

112

1

14

24

39

10

27

22

13

150

13

Balai Besar POM Semarang.

30

114

0

12

35

35

9

25

20

8

144

14

Balai Besar POM Yogyakarta.

24

87

0

2

19

34

19

15

16

6

111

15

Balai Besar POM Surabaya.

39

105

0

12

22

24

13

21

40

12

144

16

Balai POM Serang.

19

52

2

23

33

6

2

2

2

1

71

17

Balai Besar POM Denpasar.

33

68

1

10

9

23

15

19

18

6

101

18

Balai Besar POM Mataram.

28

46

1

14

9

15

7

9

10

9

74

19

Balai POM Kupang.

31

36

0

17

16

15

8

6

3

2

67

20

Balai Besar POM Pontianak.

33

52

1

15

22

13

9

5

5

15

85

21

Balai POM Palangkaraya.

17

45

1

9

12

10

9

9

5

7

62

22

Balai Besar POM Banjarmasin.

29

46

0

12

14

8

10

11

14

6

75

66

88

31 - 35

18

Usia (Tahun)

Unit Kerja L

P

Jumlah

No.

72

25 - 30

Balai Besar POM Banda Aceh.

Jenis Kelamin

244

≤ 24

878

1

UNIT KERJA PUSAT.

307

JUMLAH PEGAWAI PADA

1185

Pusat Informasi Obat dan Makanan

28

258

28

3

276

Pusat Riset Obat dan Makanan

31

27

12

7

0

66

25

Balai POM Palu.

17

44

0

11

16

8

5

5

16

0

61

26

Balai Besar POM Makassar.

30

90

0

6

18

21

12

30

26

7

120

27

Balai POM Kendari.

12

55

1

13

13

7

7

17

8

1

67

28

Balai POM Gorontalo.

20

23

0

16

18

6

2

1

0

0

43

29

Balai POM Ambon.

14

42

0

16

9

10

6

4

8

3

56

30

Balai Besar POM Jayapura.

25

47

0

16

17

16

6

5

10

2

72

31

Balai POM Manokwari.

19

25

2

26

10

4

1

0

0

1

44

32

Balai POM Sofifi.

5

11

0

2

4

3

2

4

1

0

16

33

Balai POM Mamuju.

7

5

1

2

1

2

1

2

3

0

12

JUMLAH PEGAWAI PADA BALAI BESAR POM / BALAI POM. TOTAL PEGAWAI

2627

10

3812

13

169

8

245

15

384

1

524

52

374

14

462

Balai Besar POM Manado.

264

24

336

79

441

5

685

6

557

12

815

8

419

11

695

18

19

16

50

3

1853

50

2731

29

774

Balai Besar POM Samarinda.

1081

23

Dari 3.812 orang pegawai Badan POM, jumlah pegawai dengan jenis kelamin Laki-laki sebanyak 1.081 orang (28,36%) dan Perempuan sebanyak 2731 (71,64%). Jumlah pegawai dengan usia di bawah atau sama dengan 24 tahun sebanyak 50 orang (1.31%), pegawai dengan usia di atas atau sama dengan 51 tahun sebanyak 769 orang (20.17%). Komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.4 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia

67

Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan SDM di posisi-posisi strategis. Mempersiapkan pemimpin lapis kedua (second layer leader), terutama di Balai Besar/Balai POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat telah siap untuk memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu menjadikan Badan POM sebagai organisasi yang andal. Soft competency akan membentuk pribadi-pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal. Terkait dengan pengembangan SDM, selama tahun 2017 telah dilakukan berbagai kegiatan pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan. Jumlah pegawai yang diikutsertakan dalam Diklat Kepemimpinan sebanyak 58 orang, yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat II sebanyak 6 orang, Tingkat III sebanyak 18 orang, dan Tingkat IV sebanyak 34 orang. Jumlah pegawai yang diikutkan dalam Pelatihan Teknis / Manajemen sebanyak 554 orang pegawai. Peningkatan kompetensi SDM melalui Tugas Belajar dan Izin Belajar sebanyak 85 orang pegawai, meliputi 59 orang Tugas Belajar dalam negeri, 4 orang Tugas Belajar luar negeri, dan 22 orang Izin Belajar dalam negeri. Pada tahun 2015 dan 2016, Badan POM tidak mendapatkan tambahan pegawai dikarenakan terdapat kebijakan moratorium. Meskipun terdapat kebijakan moratorium tersebut, Badan POM tahun 2017 tetap mengajukan usulan formasi dengan prioritas kebutuhan sebanyak 600 formasi. Adapun formasi yang disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah sebanyak 110 orang, namun pengadaan CPNS sampai dengan Desember 2016 ditangguhkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sampai waktu yang belum ditentukan. Pada tahun 2017 juga telah dilakukan pengangkatan Jabatan Fungsional Tertentu melalui mekanisme Pengangkatan Pertama dan mekanisme Perpindahan Jabatan sebanyak 323 orang. Jabatan Fungsional yang telah dilakukan pengangkatan Jabatan Fungsional Tertentu, sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8

68

Pengangkatan JFT 2017 PFM Pertama 286 PFM Penyelia 28 Pranata Hubungan Masyarakat Pertama 1 Perencana Madya 1 Pranata Komputer Muda 1 Pranata Komputer Pertama 1 Pranata Komputer Pelaksana Lanjutan 4 Analis Kepegawaian Pertama 1 Total 323 Nama Jabatan

Sarana Prasarana Penyediaan sarana prasarana merupakan pendukung utama dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk Badan POM Pusat, saat ini berdiri di lahan seluas 31.520 m2 dengan luas lantai Bangunan sebesar 31.520 m2, dimana selain fungsi perkantoran, juga termasuk fungsi pelayanan publik dan laboratorium. Hal tersebut masih belum mencapai kebutuhan ideal luas lantai bangunan yang membutuhkan ± 75.500 m2. Persentase peningkatan dan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang sesuai standar dihitung dari jumlah kebutuhan luas meter persegi bangunan kantor sesuai standar, kebutuhan alat pengolah data, dan kebutuhan meubelair (meja kursi kerja) dibandingkan dengan realisasi pengadaannya. Secara umum pemenuhan terhadap kebutuhan alat pengolah data dan meubelair kerja masih terpenuhi, namun untuk pemenuhan kebutuhan luas lantai bangunan, masih belum terpenuhi, baik di Badan POM Pusat maupun daerah. Peralatan Laboratorium Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk menunjang pengujian laboratorium, saat ini laboratorium Badan POM, baik di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat sensitivitas dan akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan hasil uji yang valid dan dapat dipercaya. Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Untuk mewujudkan laboratorium Badan POM yang andal, maka strategi Badan POM adalah memenuhi Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP). Pada tahun 2017, pemenuhan Standar Minimum Laboratorium adalah sebesar 28 %, terdapat peningkatan apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2016 sebesar 24 %.

3.1.2 Eksternal Sebaran Produk Obat dan Makanan Seluruh obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Tugas Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan yang beredar agar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kinerja Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan ditentukan dengan suatu indikator yaitu “persentase obat dan makanan yang memenuhi syarat”. Indikator ini diukur dengan mengambil sampel obat dan makanan yang beredar untuk kemudian diuji di laboratorium. Agar data persentase produk yang memenuhi syarat ini dapat dibandingkan setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis obat dan makanan di dalam populasi produk yang diambil sampelnya harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka perubahan persentase produk yang memenuhi syarat, apakah naik atau turun, setiap tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja tersebut. Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase produk yang memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) setiap tahunnya, maka diperlukan cara sampling dengan memperhatikan proporsi jenis produk pada setiap pengambilan sampel harus

69

konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah. Diharapkan penerapan risk-based sampling dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna. Badan POM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, terutama untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Badan POM. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain itu, jenis obat pun akan sangat bervariasi dan mungkin terjadi overcapacity di Industri Farmasi yang dapat mempengaruhi mutu obat. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

70

Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan Pasar farmasi Nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar pasar farmasi Nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan meningkat menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2017, Obat resep (ethical) mendominasi sekitar 82% pasar farmasi nasional dan sisanya 18% adalah obat bebas (over the counter/OTC). Sekitar 83% dari obat terdaftar merupakan obat generik dengan nama dagang sedangkan 17% sisanya merupakan obat generik berlogo (OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat generik, diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN.

Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1.148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), namun baru 74 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Di bidang pangan, Industri Kecil Makanan dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) tumbuh dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya kelompok industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme dalam usaha ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya persebaran risiko yang diakibatkan Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, masih banyak ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang sinergi dengan pemerintah daerah dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan regulasi.

3.2 TANTANGAN LINGKUNGAN Dengan semakin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik dari risiko obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.

71

3.2.1 Sisi Permintaan Transisi Demografi Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0-14 tahun) menurun dari 30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15-64 tahun) dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5% menjadi 5,04% pada kurun waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari 70,4 tahun pada 2007 dan terus meningkat menjadi 71,62 tahun pada 2012, mengakibatkan pergeseran usia rata-rata penduduk ke arah yang lebih tua. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, pada acara Rapat Kerja Nasional Badan POM Tahun 2015 tanggal 16 Maret 2015 di Jakarta bahwa beban pembangunan kesehatan menjadi bertambah dengan meningkatnya populasi dan pergeseran komposisi penduduk serta pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular akibat perubahan perilaku. Tantangan bidang kesehatan antara lain beban ganda penyakit (penyakit menular, penyakit tidak menular, dan neglected tropical diseases), ancaman baru kesehatan (flu burung, influenza pandemik), re-emerging diseases (TB, malaria, HIV/AIDS, DB, yaws), dan agenda belum terselesaikan yaitu angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi. Pada tahun 2014, Annual Parasite Incidence (API) Indonesia yaitu 0,99 atau sudah mencapai target tahun 2015 yaitu angka API dapat ditekan hingga 1 per 1.000 atau kurang. Indikator sebuah daerah bebas malaria adalah API di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan ketat keluar-masuknya penduduk di wilayah terkait. Banyak tantangan yang dihadapi dalam upaya eliminasi malaria, antara lain belum adanya pengobatan efektif, bahkan terjadi resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk terapetik/obat yang digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu yang relatif lama. Menteri Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa tantangan pembangunan pasca 2015 yaitu mengakhiri kemiskinan, menjamin hidup sehat, menjamin ketahanan pangan dan gizi baik, dan menjamin tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Dalam mendukung ketahanan pangan dan gizi yang baik, dimulai dari pengawalan pangan jajanan anak sekolah termasuk pengawasan kantin, KIE yang holistik hingga terjadi perubahan mental dalam mengkonsumsi makanan yang sehat. Dalam pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan memperkuat kesehatan dasar/pelayanan kesehatan primer sehingga dapat menjaga kesehatan di dalam keluarga. Transformasi Sosio-budaya Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya bangsa ke arah kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan, termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan, meningkat sebesar 23,38% dari Rp 356.435 pada tahun 2013 menjadi Rp 439.770 pada 2014. Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong pergeseran demand konsumen akan makanan ke arah jenis makanan yang siap saji (fast food), penggunaan produk kecantikan yang berefek cepat, dan

72

pembelian obat dan makanan secara online. Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi dengan pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan potensi gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan. Daya Beli Konsumen Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,02%, melambat dibanding tahun 2013 (5,58%). Meskipun demikian, apabila ditinjau dari pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun 2014 yang mencapai Rp 41,8 juta dengan laju peningkatan sebesar 14,52% dibandingkan dengan PDB per kapita pada tahun 2013 yang sebesar Rp. 36,5 juta. Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan tersebut diakibatkan oleh inflasi. Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang murah melalui berbagai strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan tidak terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di satu sisi meningkatkan kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.

3.2.1. Sisi Penyediaan Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan Pasar farmasi Nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar pasar farmasi Nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan meningkat menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Obat resep (ethical) mendominasi sekitar 61% pasar farmasi nasional dan sisanya 39% adalah obat bebas (over the counter/OTC). Obat resep sendiri terdiri dari obat patent (30%) dan obat generik (70%), dimana obat generik terbagi lagi menjadi obat generik bermerek dan obat generik biasa (OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat generik, diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN. Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1.148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil

73

Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011. Di bidang pangan, Industri Kecil Makanan dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) tumbuh dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya kelompok industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme dalam usaha ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya persebaran risiko yang diakibatkan Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, masih banyak ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang sinergi dengan pemerintah daerah dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan regulasi. Kemajuan Teknologi Produksi Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan kemajuan teknologi informasi dan transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu potensi permasalahan, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian obat dan makanan, dimana semua hasil pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah (scientific based). Hasil pengujian laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang dihadapi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya produk yang berisiko terhadap kesehatan. Teknologi Promosi Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu permintaan masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Kecanggihan teknologi promosi, dapat menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga kewaspadaan konsumen dapat menurun akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada kecenderungan penggunaan misleading information untuk meningkatkan permintaan.

74

Harmonisasi Perdagangan Dunia Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier sistem perdagangan internasional dan mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar negara sehingga semakin membuka peluang ekspor produk dalam negeri dan impor produk luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong munculnya port d’entré ilegal di wilayah perbatasan. Perdagangan bebas juga merambah kepada masalah penurunan derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi upaya perlindungan konsumen. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, sistem dan teknologi pengujian laboratorium harus diperkuat untuk menjamin obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu. Badan POM juga harus aktif dalam pembahasan standard and conformance ASEAN dan bahkan Internasional agar dapat menyiapkan industri obat dan makanan untuk dapat mendukung pemerataan, pemenuhan dan daya saing obat dan makanan produksi dalam negeri.

75

Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank

76

BAB 4 HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2017

Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari pengawasan pre market sampai dengan post market.

4.1.

A.

HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, KHASIAT DAN MUTU PRODUK TERAPETIK/OBAT

Pengawasan Pre-market

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat bahwa setiap obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia harus memiliki izin edar. Sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus diregistrasi di Badan POM untuk dievaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, khasiat dan mutu serta penandaannya.Tata cara registrasi dan evaluasi berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 dan sebagaimana diubah menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 3 Tahun 2013 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Dalam melakukan evaluasi, Badan POM menerapkan mekanisme evaluasi yang obyektif dengan membentuk Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap obat jadi yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Evaluasi penandaan termasuk informasi produk/brosur dan label pada kemasan obat jadi untuk memastikan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga konsumen dapat menggunakan obat yang tepat dan aman.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

77 77

Selama tahun 2017, Badan POM telah menyelesaikan 12.453 berkas permohonan registrasi obat dan produk biologi, terdiri dari 1.976 keputusan Hasil Pra Registrasi (1.749 persetujuan, 156 pembatalan/penolakan dan 71 tambahan data), dan 7.607 keputusan registrasi yang terdiri dari: 324 keputusan untuk registrasi obat inovasi baru pembatalan/penolakan dan 178 tambahan data); 137 keputusan untuk registrasi produk pembatalan/penolakan dan 87 tambahan data);

biologi

(92 persetujuan, 54 (37

persetujuan,

13

942 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (760 persetujuan, 63 pembatalan/penolakan dan 119 tambahan data); 3.122 keputusan untuk registrasi variasi yang terdiri dari:  1.087 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru (759 persetujuan, 48 pembatalan/penolakan dan 280 tambahan data);  447 keputusan untuk registrasi variasi produk biologi (346 persetujuan, 15 pembatalan/penolakan dan 86 tambahan data);  1.588 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (1.346 persetujuan, 23 pembatalan dan 219 tambahan data); 3.082 keputusan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi (2.450 persetujuan dan 32 pembatalan/penolakan dan 600 tambahan data).

78

Laporan Tahunan Badan POM 2017

- Registrasi Produk Biologi - Registrasi Obat Copy

Registrasi Variasi

Registrasi Ulang

2.2

3

4

10480

6335

1300

30

722

2650

2580

964

33

108

2093

Baru

PERMOHONAN*)

14624

9918

1380

38

753

3544

4007

1793

168

406

2535

Jumlah

251

152

16

1

34

30

79

9

11

23

48

Batal

204

96

0

0

0

2

7

54

2

31

108

Tolak

9542

5790

1296

30

677

2450

2451

760

37

92

1749

ACC

9997

6038

1312

31

711

2482

2537

823

50

146

1905

Jumlah keputusan yang diterbitkan

68,36%

60,88%

95,07%

81,58%

94,42%

70,03%

63,31%

45,90%

29,76%

35,96%

75,15%

%

HASIL PENILAIAN *)

1689

1569

0

7

42

600

585

119

87

178

71

Surat Permintaan TD

11,55%

15,82%

0,00%

18,42%

5,58%

16,93%

14,60%

6,64%

51,79%

43,84%

2,80%

%

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Keterangan : *) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan **) : Untuk perhitungan berkas yang diselesaikan tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP

4144

80

Jumlah keseluruhan

CPP

3

8

3583

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)

2

31

894

1427

829

135

298

442

Carry over

Jumlah**

SAS

1

Produk Terapetik Penggunaan Khusus

2.3

- Registrasi Obat Baru

Registrasi Baru :

2

2.1

Pra Registrasi

1

Obat

NO

JENIS PRODUK

79

79

11686

7607

1312

38

753

3082

3122

942

137

324

1976

TOTAL

Tabel 4.1 Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun2017

79,91%

76,70%

95,07%

100,00%

100,00%

86,96%

77,91%

52,54%

81,55%

79,80%

77,95%

%

2938

2311

68

0

0

462

885

851

31

82

559

Proses Evaluasi

20,09%

23,30%

4,93%

0,00%

0,00%

13,04%

22,09%

47,46%

18,45%

20,20%

22,05%

%

PROSES EVALUASI

6335

3592

926

27

649

1544

1389

576

33

50

1141

Jumlah keputusan yang diterbitkan tepat waktu

63,37%

59,49%

70,58%

87,10%

91,28%

62,21%

54,75%

69,99%

66,00%

34,25%

59,90%

%Pemenuhan Timeline Registrasi

Keterangan : * Jumlah permohonan yang diselesaikan (NIE, surat penolakan, Finalisasi NIE) Catatan : Perhitungan timeline tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP Cat : data permohonan dan yg disetujui terbalik

Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2015 - 2017 Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2017 sebesar 60,48%. Di samping itu, Badan POM juga melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan sebagai berikut :  Pemasukan obat untuk penggunaan khusus melalui mekanisme yang disebut Special Access Scheme (SAS). Persetujuan ini terdiri dari pemasukan obat untuk pengembangan produk, uji Bio Ekivalensi , uji klinik dan produk biologi  Persetujuan pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Pada tahun 2017 telah diselesaikan sejumlah 2.103 berkas evaluasi produk terapetik penggunaan khusus (SAS, PPUK dan CPP). Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan inspeksi ke pusat uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik). Selama inspeksi dilakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu, dokumen, fasilitas dan rekaman uji klinik. Tujuan inspeksi untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB, yaitu melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik. Selain itu memberi masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset Kontrak agar pusat uji klinik di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan dipercaya oleh dunia internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan uji klinik di masa mendatang. Pada tahun 2017, telah dilakukan 10kali (24%) inspeksi dari total 42 PPUK yang diterbitkan pada tahun sebelumnya. (Cat : ditambahkan narasi ttg pemenuhan timeline) Inspeksi Laboratorium Uji Bioekivalensi Laboratorium uji BE harus memenuhi kriteria dan standar yang ditentukan serta harus mempunyai kompetensi dan dapat menunjukkan independensinya. Untuk itu Badan POM melakukan pengawasan dan pemantapan fungsi laboratorium uji bioekivalensi (BE) secara

80

Laporan Tahunan Badan POM 2017

rutin terhadap pelaksanaan uji BE di Indonesia dalam rangka jaminan pemenuhan aspek klinik sesuai standar Good Clinical Practice (GCP) dan aspek analitik sesuai standar Good Laboratory Practice(GLP). Inspeksi meliputi pemeriksaan terhadap dokumen mutu, dokumen uji BE, pelaksanaan uji BE serta fasilitas laboratorium uji BE. Pada tahun 2017, telah dilakukan 12 kali inspeksi ke 10 laboratorium uji BE di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya. Tahun 2017 telah diterbitkan 6 Surat Pengakuan Badan POM untuk pemenuhan pelaksanaan Uji BE sesuai standar GCP dan GLP kepada 6 laboratorium yang diinspeksi yaitu : 1. PT. Econolab International dengan ruang lingkup Uji BE Omeprazole 20 mg kapsul; 2. PT. Pharma Metric Labs dengan ruang lingkup Uji BE Metformin 850 mg tablet ; 3. Lab BA/BE FMIPA, UI-Depok dengan ruang lingkup Uji BE Trimetazidine MR 35 mg tablet; 4. PT. Omega Medika Farma dengan ruang lingkup Uji BE Bisoprolol Fumarate 5 mg tablet salut selaput; 5. PT Clinisindo Laboratories dengan ruang lingkup Uji BE Deferiprone 500 mg tablet salut selaput; 6. PT. Farmalab Indoutama dengan ruang lingkup Uji BE Abacavir 300 mg tablet.

B. Pengawasan Post-market

Jenis dan jumlah obat yang disampling dan diuji oleh Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi mengacu pada Pedoman sampling tahun 2017. Pada tahun 2017, telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 15.056 sampel obat yang disampling dari sejumlah sarana distribusi dan pelayanan kesehatan (termasuk narkotika dan psikotropika). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, 124 sampel (0.82%) tidak memenuhi syarat (TMS) mutu. Seluruh obat TMS yang telah ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi kepada industri farmasi berupa perintah penarikan obat TMS dari peredaran (Recall).

Jumlah sampel obat

 Sampling dan Pengujian Laboratorium

18.000

15.056

14.932

15.000 12.000 9.000 6.000 124

3.000 0 Jumlah

MS

TMS

Sampel obat

Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat Tahun 2017

Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, ada kenaikan persentase obat memenuhi syarat (MS) pada tahun 2017. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kedewasaan industri farmasi. Kedewasaan ini terjadi karena adanya intervensi Badan POM dalam kegiatan peningkatan kemandirian pelaku usaha dalam menerapkan ketentuan yang berlaku. Hal ini

Laporan Tahunan Badan POM 2017

81 81

dapat juga dimungkinkan antara lain karena adanya perubahan metode sampling dari purposive-targeted menjadi random sampling.

93,52% 99,18%

% Capaian Hasil Sampling Dan Pengujian

% Sampel Obat MS

   98,75%

2016

89.79%

2016

2017

Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2016-2017

2017

Gambar 4.4 Capaian Hasil Sampling dan Pengujian oleh BB/BPOM Tahun 2016-2017

Selain obat TMS berdasarkan hasil sampling dan pengujian di atas, terdapat obat TMS dari hasil tindak lanjut pengawasan sebagai berikut: No 1

2

3

Penarikan Obat TMS

Keterangan

Penarikan Ikutan Pasca Penarikan (PIPP) * Oleh Industri * Oleh Regulator (Badan POM) Penarikan Ikutan Pasca Inspeksi (PIPI)

Penarikan ikutan mencakup sampel yang lebih luas berdasarkan hasil investigasi dan evaluasi komprehensif IF terkait perintah penarikan oleh Badan POM Sesuai dengan Perka Recall No. HK.04.1.33.12.11.09938 tentang kriteria dan tata cara penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan Pasal 5 ayat 2, di mana salah satu trigger penarikan adalah hasil inspeksi Cara Pembuatan Obat yang Baik pada sarana produksi obat Laporan Obat TMS berasal dari Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI

Penarikan

Jumlah

Jumlah (Bets) 6

88

24

118

Tahun 2017 telah diuji 270 sampel vaksin, terdiri dari 159 sampel dari pihak ketiga atau dari industri (PNBP), 96 sampel uji rujuk vaksin dari Balai Besar/Balai POM dan 15 sampel kasus. Selain itu PPOMN menerbitkan sertifikat pelulusan Uji vaksin baik produk lokal (BIO

82

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Farma) maupun impor, juga telah diberikan sebanyak 439 sertifikat, dengan rincian: Bio Farma 236 sertifikat dan Vaksin impor 203 sertifikat. Sampel Vaksin Rujukan dari 32 Balai Besar/Balai POM Tahun 2017 adalah sebegai berikut: NO

BB/ Balai POM

1

BPOM Mamuju

2

BBPOM Bandar Lampung

3

BBPOM Bandung

4

BBPOM Banjarmasin

5

BBPOM Denpasar

6

BBPOM Jakarta

7

BBPOM Jayapura

8

BBPOM Makassar

9

BBPOM Manado

10

BBPOM Mataram

11

BBPOM Medan

12

BBPOM Padang

13

BBPOM Palembang

14

BBPOM Pekanbaru

15

BBPOM Pontianak

16

BBPOM Samarinda

NAMA VAKSIN 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2.

Vaksin Campak Vaksin BCG Vaksin Euvax B Vaksin Engerix-B Vaksin Euvax B Vaksin Campak Kering Vaksin Euvax B Vaksin Pentabio Vaksin Campak Kering Vaksin Hepatitis B Vaksin Pentabio Vaksin Campak Vaksin BCG Vaksin Campak Kering Vaksin Engerix-B Vaksin bOPV Vaksin Pentabio Vaksin Hepatitis B

Vaksin Engerix B Vaksin Campak Vaksin Pentabio Vaksin BCG Kering Vaksin Pentabio Vaksin Campak Kering Vaksin Campak Vaksin Pentabio Vaksin Hepatitis B Vaksin Hepatitis B Vaksin Campak Vaksin Euvax B Adult Vaksin Campak Kering Vaksin BCG Vaksin Pentabio Vaksin Campak Vaksin Pentabio Vaksin BCG Vaksin Campak Vaksin Hepatitis B Antisera (Biosat) Vaksin BCG Vaksin bOPV Vaksin Campak Vaksin BCG Kering Vaksin Campak Vaksin Euvax B Vaksin Euvax B Vaksin Campak

JENIS VAKSIN PER BALAI 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Laporan Tahunan Badan POM 2017

83 83

NO

84

BB/ Balai POM

17

BBPOM Semarang

18

BBPOM Surabaya

19

BBPOM Yogyakarta

20

BPOM Ambon

21

BPOM Batam

22

BPOM Bengkulu

23

BPOM Gorontalo

24

BPOM jambi

25

BPOM Kendari

26

BPOM Manokwari

27

BPOM Palangkaraya

28

BPOM Palu

29

BPOM Pangkal Pinang

30

BPOM Sofifi

31

BPOM Serang

32

BPOM Kupang

NAMA VAKSIN 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

Vaksin Campak Vaksin Engerix B Vaksin Euvax B Measles Rubella Vaksin Engerix B Vaksin Euvax B Vaksin BCG Vaksin Imovax Polio Vaksin Campak Vaksin TT Vaksin Engerix B Vaksin Hepatisis B Vaksin Pentabio Vaksni Hepatitis B Vaksin Campak Vaksin Pentabio Vaksin Pentabio Vaksin Euvax B Vaksin Campak Vaksin Varilix Vaksin Pentabio Vaksin Infanrix Vaksin Pentabio Vaksin Jerap Td Antisera (Biosat 1,5 ) Vaksin bOPV Vaksin bOPV Vaksin Campak Kering Vaksin Td Vaksin Campak Vaksin Pentabio

1. Vaksin Campak 2. Vaksin Pentabio 3. Vaksin bOPV 1. Vaksin Hepatitis B 2. Vaksin bOPV 3. Vaksin Pentabio 1. Vaksin Pentabio 2. Vaksin Euvax B 3. Vaksin Engerix B 1. Vaksin Campak 2. Vaksin BCG 3. Vaksin Hepatitis B 1. Vaksin Campak 2. Vaksin Pentabio 3. Vaksin BCG 1. Vaksin Campak 2. Vaksin Hepatitis B 3. Vaksin Euvax B

Laporan Tahunan Badan POM 2017

JENIS VAKSIN PER BALAI 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3

 Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan sarana produksi obat terhadap pemenuhan persyaratan CPOB. Pemeriksaan pre market dilakukan terhadap industri farmasi dalam rangka sertifikasi, inspeksi rutin sekaligus sertifikasi, rekomendasi izin industri farmasi, penambahan fasilitas produksi di lokasi yang berbeda dan inspeksi setelah dilakukan renovasi. Pemeriksaan post market dilakukan terhadap industri farmasi dalam rangka inspeksi rutin, resertifikasi, pasca renovasi sekaligus resertifikasi, audit komprehensif dan inspeksi karena penelusuran kasus. Sampai dengan bulan Desember 2017, Badan POM telah melakukan inspeksi (pre market dan post market) sebanyak 124 kali terhadap 103 industri farmasi dan 4 calon industri farmasi. 

Inspeksi pre-market Inspeksi pre-market - Inspeksi dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB sebanyak 5 kali terhadap 4 calon IF dan 1 IF yang pindah lokasi. - Inspeksi dalam rangka sertifikasi sebanyak 9 kali terhadap 9 IF. - Inspeksi dalam rangka sertifikasi sekaligus resertifikasi sebanyak 2 kali terhadap 2 IF. - Inspeksi dalam rangka pasca renovasi sebanyak 3 kali terhadap 3 IF. - Inspeksi dalam rangka izin gudang di luar lokasi pabrik sebanyak 6 terhadap 6 IF.

Tindak Lanjut (dalam rangka sertifikasi) - Tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 21 tindak lanjut terhadap 17 IF dan 4 calon IF. - Sanksi administratif:  Peringatan sebanyak 2 tindak lanjut terhadap 2 IF.  Peringatan Keras sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF.  Peringatan dan Penarikan Produk sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF.

Gambar 4.5 JumlahInspeksi Pre-Market Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

85 85

Gambar 4.6 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Pre Market Tahun 2017 

Inspeksi post-market

Gambar 4.7 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2017

86

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Gambar 4.8 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2017

Profil Sanksi Inspeksi Rutin Badan POM Tahun 2017 12 10 8 6 4 2 0

11 5 1 Peringatan

Peringatan dan Penarikan kembali produk

4 1

Peringatan Keras

Peringatan Penghentian Keras dan Sementara Penarikan Kegiatan kembali produk

Gambar 4.9 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

87 87

Inspeksi post-market - Inspeksi rutin sebanyak 58 kali terhadap 58 IF. - Inspeksi dalam rangka resertifikasi sebanyak 16 kali terhadap 16 IF. - Inspeksi dalam rangka pasca renovasi sekaligus resertifikasi sebanyak 1 kali terhadap 1 IF. - Inspeksi dalam rangka audit komprehensif sebanyak 12 kali terhadap 12 IF. - Inspeksi dalam rangka penelusuran kasus sebanyak 2 kali terhadap 2 IF. - Inspeksi dalam rangka monitoring sanksi sebanyak 1 kali terhadap 1 IF. - Inspeksi dalam rangka pemusnahan sebanyak 8 kali terhadap 7 IF, terdapat 1 IF yang diinspeksi 2 kali. - Inspeksi dalam rangka pengaktifan kembali sebanyak 1 kali terhadap 1 IF.

88

Tindak Lanjut Inspeksi post-market - Terhadap pelaksanaan inspeksi rutin sebanyak 58 trip diberikan tindak lanjut sebagai berikut:  Tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 34 tindak lanjut terhadap 34 IF.  Terdapat sanksi administratif:  Peringatan sebanyak 11 tindak lanjut terhadap 11 IF.  Peringatan dan Penarikan kembali produk sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF.  Peringatan Keras sebanyak 5 tindak lanjut terhadap 5 IF.  Peringatan Keras dan Penarikan produk sebanyak 4 tindak lanjut terhadap 4 IF.  Penghentian Sementara Kegiatan sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF.  Terdapat satu inspeksi yang hasil inspeksinya digunakan sebagai data pengawasan.  Terdapat satu inspeksi yang masih dalam proses penyusunan tindak lanjut. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka resertifikasi sebanyak 16 trip diberikan tindak lanjut sebagai berikut:  Tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 11 tindak lanjut terhadap 11 IF.  Terdapat sanksi administratif:  Peringatan sebanyak 2 tindak lanjut terhadap 2 IF.  Peringatan dan Penarikan Produk sebanyak 2 tindak lanjut terhadap 2 IF.  Peringatan keras sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka pasca renovasi sekaligus resertifikasi diberikan tindak lanjut berupa perbaikan. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka audit komprehensif sebanyak 12 trip sebagai berikut:  untuk memverifikasi pemusnahan terkait pencabutan NIE Karisoprodol ditindaklanjuti dengan pemusnahan di tempat apabila masih ditemukan bahan/ produk terkait.  untuk memverifikasi penggunaan bersama fasilitas obat dengan non obat ditindaklanjuti oleh Deputi 2 terkait produk non obat.  untuk memverifikasi temuan obat jadi di

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Inspeksi post-market

Tindak Lanjut Inspeksi post-market Apotek Rakyat masih dalam proses penyusunan tindak lanjut. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka penelusuran kasus diberikan tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 2 tindak lanjut terhadap 2 IF. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka monitoring sanksi diberikan tindak lanjut berupa Penghentian Sementara Kegiatan.  Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka pemusnahan dan pengaktifan kembali fasilitas produksi, hasil inspeksi digunakan sebagai data pengawasan.

Tabel 4.2 Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Tahun 2017 Lokasi Industri Farmasi Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DI Yogyakarta Banten Total

Jumlah Industri Farmasi 4 1 1 36 82 22 42 1 24 213

Jumlah Pemeriksaan 2 1 1 23 45 17 20 1 14 124

Jumlah Industri yang diperiksa 2 1 1 17 39 14 19 1 13 107

Terhadap hasil pemeriksaan industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan akan diterbitkan Sertifikat CPOB. Penerbitan CPOB selama tahun 2017 sebanyak 188 sertifikat untuk 79 industri farmasi.

Gambar 4.10 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

89 89

Kemandirian Industri Farmasi Dalam rangka Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha dalam Menerapkan Ketentuan yang Berlaku tahun 2017 dilakukan serangkaian kegiatan yaitu On Site Verification, Workshop dan Penggalangan Komitmen Industri Farmasi. Pelaksanaan kegiatan On Site Verification dilakukan terhadap 13 (tiga belas) industri farmasi, sedang untuk Workshop dalam rangka Peningkatan Peran Serta pelaku Usaha dalam Menerapkan Ketentuan yang berlaku dilaksanakan sebanyak dua kali dengan mengundang 76 Industri Farmasi yang berasal dari DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Selain itu juga pada tahun 2017 dilaksanakan pertemuan Kepala Badan POM dengan 215 pemilik/ Top management Industri Farmasi guna Penggalangan Komitmen para Pemilik/Top management industri farmasi untuk mendukung dan melaksanakan kegiatan peningkatan kemandirian industri farmasi. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat menggugah kesadaran dan kepedulian pimpinan puncak industri farmasi untuk terus melakukan perbaikan berkelanjutan dan meningkatkan maturitasnya. Selain kegiatan tersebut di atas, juga dilakukan desk verifikasi ke industri farmasi untuk menilai progres perbaikan dan peningkatan maturitasnya yang dilakukan terhadap On Site Verification pada tahun sebelumnya atau tahun berjalan. Berdasarkan hasil penilaian terhadap hasil On Site Verification, desk verifikasi serta verifikasi terhadap hasil update self assessment, pada tahun 2017 terdapat 12 (dua belas) industri farmasi yang meningkat maturitasnya. Adapun peningkatan kemandirian industri farmasi tersebut terdiri dari 5 industri farmasi yang meningkat dari level patological ke reactive, 2 industri farmasi yang meningkat dari level patological ke calculative, 5 industri farmasi yang meningkat dari reactive ke calculative. Peningkatan tingkat kemandirian industri farmasi menggambarkan bahwa upaya intervensi yang dilakukan oleh Badan POM baik berupa bimbingan langsung ke lapangan oleh tenaga ahli maupun workshop dalam meningkatkan kemandirian industri farmasi memberikan dampak yang positif. Hal ini menunjukkan adanya komitmen industri farmasi untuk terus menerus melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam pemenuhan CPOB untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Diharapkan pada tahun berikutnya terdapat peningkatan jumlah indusri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya. Pada sarana distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi (PBF), dari total 1140 PBF yang diperiksa pada tahun 2017, 754 (66,23%) PBF ditemukan melakukan pelanggaran atau Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Tindak lanjut atas pelanggaran tersebut adalah 618 PBF diberi Peringatan, 92 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) dan 44 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI).

90

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018

Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2018

400

329

312

300 200 17

100

Pemeriksaan sarana distribusi juga dilakukan pada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). Dari total 331 IFK yang diperiksa pada tahun 2017, 127 (38,37%) IFK ditemukan TMK.

0 Total

MK

TMK

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018

Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan IFK (Produk Terapetik) Tahun 2017

Selain itu, selama tahun 2017 telah dilakukan pula pemeriksaan terhadap 9605 fasilitas pelayanan kefarmasian (Fasyanfar), meliputi apotek, toko obat, instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas yang ada di Indonesia. Terdapat 7004 (72,92%) Fasyanfar ditemukan TMK. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain:  Terhadap 4302 apotek yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 3760 apotek diberi Peringatan; 474 apotek diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK); serta 68 apotek diusulkan Pencabutan Izin (PI).  Terhadap 1221 toko obat yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 994 toko obat diberi Peringatan; 215 toko obat diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK); serta 12 toko obat diusulkan Pencabutan Izin (PI).  Terhadap 1481 Fasyanfar lainnya (instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas) yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 997 diberi Peringatan; 38 diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK); 4 diusulkan Pencabutan Izin (PI); serta 442 diberi rekomendasi perbaikan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

91 91

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal tanggal 25 Januari 2018

Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017 Tabel 4.3 Cakupan Pemeriksaan PBF dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai Besar/ Balai POM Tahun 2017 Balai Besar/ Balai POM Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan PBF IFK Fasyanfar PBF IFK Fasyanfar Banda Aceh 21 11 656 23 12 188 Medan 82 27 2740 11 20 824 Palembang 49 15 835 73 18 425 Jakarta 467 7 4274 121 2 253 Bandung 450 26 9918 132 14 546 Semarang 333 35 3817 70 8 332 Yogyakarta 30 5 787 45 6 251 Surabaya 359 38 5036 154 36 532 Denpasar 60 9 841 41 5 201 Makassar 117 32 1296 41 22 511 Manado 33 15 509 8 1 208 Jayapura 47 30 744 36 23 359 Padang 42 19 1031 38 22 440 Pekanbaru 48 12 2034 34 5 295 Bandar Lampung 40 15 1155 37 11 429 Mataram 26 11 1056 19 1 337

92

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Balai Besar/ Balai POM Pontianak Banjarmasin Samarinda Jambi Bengkulu Kupang Palangkaraya Kendari Palu Ambon Batam Pangkal Pinang Serang Gorontalo Manokwari Sofifi Mamuju TOTAL

Jumlah Sarana yang Ada PBF IFK Fasyanfar 46 15 824 39 14 1019 54 15 863 31 12 613 15 11 468 27 22 673 9 15 549 17 14 418 25 14 749 11 11 464 35 8 842 10 8 311 66 11 2245 8 7 237 14 12 464 9 10 263 0 7 278 2620 513 48009

Cakupan Pemeriksaan PBF IFK Fasyanfar 32 14 413 20 11 271 39 12 146 20 4 220 4 9 191 30 14 338 3 7 220 7 2 115 3 7 176 9 9 185 35 0 352 8 8 225 23 11 328 5 4 146 19 11 103 0 0 5 0 2 40 1140 331 9605

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018

 Sertifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) Pengawasan pemenuhan CDOB kepada PBF dilakukan untuk memastikan bahwa operasional PBF memenuhi ketentuan CDOB yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana diubah menjadi Permenkes RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Kepada PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Pada tanggal 24 November 2017, telah diundangkan Perka BPOM nomor 25 Tahun 2017 tentang Tata Cara Sertifikasi CDOB. Berdasarkan Perka BPOM nomor 25 Tahun 2017 tersebut, sertifikasi CDOB akan dilakukan secara daring (online) melalui subsite http://www.sertifikasicdob.pom.go.id dengan menggunggah dokumen permohonan dan dokumen pendukung. Perbaikan hasil pemeriksaan (CAPA) juga disampaikan melalui subsite tersebut. Jika PBF tidak melaporkan perbaikan hasil pemeriksaan dalam waktu 1 bulan sejak permintaan CAPA atau 1 tahun sejak diterima hasil evaluasi CAPA yang pertama, maka permohonan sertifikasi ditolak dan PBF dilarang melakukan kegaitan pengadaan dan penyaluran. Selama periode 2011 – 2017, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT telah menerbitkan 601 sertifikat CDOB bagi 393 PBF dengan rincian 312 sertifikat CDOB untuk PBF penyalur vaksin/CCP, 280 sertifikat CDOB untuk penyalur obat lain dan 9 sertifikat CDOB untuk penyalur bahan obat. Realisasi kegiatan sertifikasi CDOB pada tahun 2017 dilakukan terhadap 148 PBF dari 300 PBF yang mengajukan permohonan, 88 permohonan ditolak karena dokumen permohonan tidak lengkap, sedangkan 74 PBF sisanya akan disertifikasi pada tahun 2018. Sebanyak 55% PBF yang diperiksa pada tahun 2017 telah mendapatkan sertifikat CDOB, sedangkan sisanya masih proses CAPA. Jumlah dokumen CAPA yang dievaluasi selama tahun 2017 adalah 276 berkas dari 175 PBF, mengalami peningkatan dari jumlah CAPA yang dievaluasi di tahun 2016 yaitu 216 berkas dari 121 PBF. Adanya peningkatan jumlah

Laporan Tahunan Badan POM 2017

93 93

CAPA karena telah dilakukan diskusi intensif CAPA baik melalui kegiatan 10 kali desk CAPA maupun evaluasi mandiri.

 Penerbitan Surat Keterangan Impor Bahan Baku Obat dan Obat Jadi Selama tahun 2017, Badan POM telah mengeluarkan 20392 surat keterangan impor (SKI), yang meliputi 4403 SKI obat jadi, 7154 SKI bahan baku obat, 178 SKI vaksin, 341 SKI bahan baku tambahan, 879 SKI bahan baku pembanding, 218 SKI analisis laboratorium dan 3352 SKI bahan kimia Obat dan Makanan (OM), serta telah mengeluarkan 3867 Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan (SKK NOM).

7154

7.500

Obat Jadi Bahan Baku Obat

6.000 4.500

Vaksin

4403 3352

3.000

3867

Bahan Baku Tambahan Bahan Baku Pembanding Analisis Laboratorium

1.500

178

341

879

218

Bahan Kimia NOM

0

Gambar 4.14 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2017

 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Upaya yang dilakukan Badan POM untuk meningkatkan program farmakovigilans dan peran serta key players tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan seperti di bawah ini.

94



Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat melalui Workshop di 3 (tiga) Rumah Sakit.



Peningkatan Peran dan Tanggung Jawab Industri Farmasi dalam Farmakovigilans dengan melakukan Asistensi Penerapan Farmakovigilans di 21 Industri Farmasi.



Pengkajian Laporan Efek Samping Obat Pada tahun 2017, laporan farmakovigilans yang diterima dari tenaga kesehatan dan Industri Farmasi sejumlah 158.727 laporan sedangkan tahun 2016 berjumlah 86.530 laporan. Badan POM memberikan feedback kepada semua pelapor baik tenaga kesehatan maupun industri farmasi.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Tabel 4.4 Profil Laporan Spontan Efek Samping Obat dan KIPI Tahun 2017 Tenaga Kesehatan

Industri Farmasi Local Report

Foreign Report

PSUR/PBRER /DSUR

RMP

KIPI

Jumlah Laporan

1076

156.357

163

41

71

158.727

1019 Keterangan: PSUR PBRER DSUR RMP KIPI

= Periodic Safety Update Report = Periodic Benefit Risk Evaluation Report = Development Safety Update Report = Risk Management Plan = Kejadian Ikutan Paska Imunisasi

Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI yang terjadi di Indonesia (local report) yang diterima selama tahun 2017 adalah 2166 laporan, namun tidak semua laporan tersebut lengkap dan dapat dilakukan analisis kausalitas Bersama Tim Ahli MESO. Terhadap sejumlah laporan tersebut dilakukan evaluasi dan hasilnya digunakan untuk input proses pengkajian atau analisis risiko (Risk Assessment) untuk dapat dilakukan penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat. Pengkajian risiko pada tahun 2017 telah dilakukan terhadap 13 zat aktif obat. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa perbaikan indikasi dan informasi produk. Beberapa tindak lanjut tersebut telah dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi perhatian dan meningkatkan kewaspadaan, dalam bentuk safety alert yang disebut Informasi untuk Dokter (Dear Doctor Letter). Semua informasi hasil kajian risiko dan profil laporan ESO tahun 2017 serta kegiatan farmakovigilans lainnya dimuat dalam Buletin Berita MESO dan subsite e-MESO: http://e-meso.pom.go.id. Pada tahun 2017, pengkajian terkait aspek keamanan obat telah dilakukan terhadap 13 zat aktif obat sebagai berikut: Tabel 15. Tindak Lanjut Regulatori Hasil Kajian Risiko Aspek Keamanan Obat Pasca

Pemasaran yang telah Dikomunikasikan

No

1

Zat Aktif

Methoxy Polyethylene Glycol-epoetin beta

Nama Obat

Isu Keamanan

Tindak Lanjut

Mircera

Risk Minimization Activities (RMinA)

Diberikan surat kepada PT Roche Indonesia bahwa Panduan untuk dokter berupa Risk Minimization Activities (RMinA) telah disetujui dan dapat dilaksanakan oleh PT Roche Indonesia

Laporan Tahunan Badan POM 2017

95 95

No

96

Zat Aktif

Nama Obat

Isu Keamanan

Tindak Lanjut

Pembahasan lanjutan mengenai KTD yang terjadi setelah pemberian Artesunate Injeksi pada lima pasien di salah satu pelayanan kesehatan di Kabupaten Manokwari, Papua Barat Risiko reaksi alergi kulit yang berat (Severe cutaneous adverse reaction/SCARS) dan review indikasi untuk pasien asma bronkial

Follow up communication kepada tenaga kesehatan mengenai hasil pembahasan lanjutan tersebut

2

Artesunate

-

3

Ambroxol

-

4

Transtuzumab

5

Vemurafenib

6

Ruxolitinib

-

Terdapat risiko neuropati perifer pada penggunaan Ruxolitinib pada Buletin Signal WHO-UMC

7

Loratadine dan Deslotaradine

-

Laporan efek samping peningkatan berat badan pada anak dengan penggunaan Loratadine dan Desloratadine pada Buletin Signal WHO-UMC

8

Interaksi Ciplofiloxacin dan Enalapril

-

Penguatan signal interaksi Ciprofloxacin dan Eanalapril terhadap Kerusakan Ginjal Akut pada Buletin Signal WHOUMC

9

Interaksi Rosuvastatine dan Ticagrelor

-

Rosuvastatine dan Ticagrelor dan risiko Rhabdomyolysis pada Buletin Signal WHO-UMC

Herceptin

Zelboraf

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Pentingnya monitoring fungsi jantung selama dan setelah penggunaan Herceptin Risiko Dupuytren’s contracture dan plantar fascial fibromatosis

Perbaikan indikasi dengan menghilangkan klim indikasi untuk asma bronkial, menambahkan warning dan precaution terkait reaksi alergi kulit berat, menambahkan adverse event DHPC PT Roche Indonesia disetujui dan dapat disebarkan kepada Tenaga Kesehatan Profesional DHPC PT Roche disetujui dan dapat disebarkan kepada Tenaga Kesehatan Profesional Dibuat early communication dari penggunaan Ruxolitinib dan risiko neuropati perifer Dibuat early communication terkait efek samping peningkatan berat badan pada anak dengan penggunaan Loratadine dan Desloratadine Dibuat early communication terkait penguatan signal interaksi Ciprofloxacin dan Enalapril terha-dap Kerusakan Ginjal Akut Dibuat early communication terkait Rosuvastatine dan Ticagrelor dan dan risiko Rhabdomyolysis

No

Zat Aktif

Nama Obat

Isu Keamanan

Tindak Lanjut

10

Gadolinium

-

Informasi keamanan dari badan regulator Negara lain terkait risiko retensi Gadolinuim di otak pada penggunaan zat kontras gadolinium nerulang untuk MRI scan

Dibuat surat untuk industri farmasi dan informasi untuk dokter

11

Noscapine

-

Menindaklanjuti hasil reevaluasi produk beredar yang telah dilakukan oleh Direktorat Penilaian Obat dan PB yang merekomendasikan agar Noscapine ditarik dari peredaran

Dibuat surat ke Industri Farmasi terkait pemberitahuan akan dilakukan pengkajian lebih lanjut bersamaan de-ngan Template obat flu dan batuk

12

Dengue vaccine

Dengvaxia

Dibuat surat kepada Industri Farmasi untuk menyampaikan DPHC terkait isu tersebut

13

Bendamustine hydrochloride

Ribomustine

Informasi penghentian sementara penggunaan vaksi Dengvaxia pada program imunisasi di Filipina terkait hasil studi eksploratif yang menunjukkan: Infor-masi penghentian sementara penggunaan vaksi Dengvaxia pada program imunisasi di Filipina terkait hasil studi eksploratif yang menunjukkan: - Peningkatan risiko rawat inap dan de-ngue berat pada individu dengan serotesting negative atau belum pernah terinfeksi dengue sebelumnya - Terdapat manfaat proteksi yang baik pada individu dengan serotesting positif atau yang sebelumnya pernah terinfeksi dengue Pengajuan DPHC dari PT Roche terkait peningkatan risiko mortalitas terkait penggunaan Ribomustin

Dibuat surat respon kepada Industri Farmasi bahwa DPHC disetujui & dapat di disebarkan kepada Tenaga Kesehatan Profesional

Laporan Tahunan Badan POM 2017

97 97

4.2.

HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR DAN ZAT ADIKTIF

 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui monitoring pelaksanaan impor/ ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan (AHP). Selama tahun 2017, Badan POM menerima permohonan AHP sejumlah 905, yang terdiri dari 83 permohonan narkotika, 320 permohonan psikotropika dan 502 permohonan prekursor. Hasil evaluasi terhadap permohonan tersebut adalah: telah diterbitkan 648 rekomendasi, yang terdiri dari 74 narkotika, 239 psikotropika dan 335 prekursor; 256 permohonan ditolak dan 1 permohonan masih dalam proses. Persentase penyelesaian rekomendasi AHP tepat waktu adalah 82,87% dengan rincian sebagai berikut: untuk Narkotika 79,52 %, Psikotropika 83,22 % dan Prekursor 83,75%.

Selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 13 industri farmasi, 7 (53,85%) industri farmasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan keras kepada 7 sarana.

TMK 53,85% MK 46,15%

Gambar 4.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor) Tahun 2017 Di tingkat distribusi, selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 63 Pedagang Besar Farmasi (PBF), ditemukan 48 (76,19%) PBF TMK. Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa peringatan keras terhadap 36 PBF dan penghentian sementara kegiatan terhadap 11 PBF, pencabutan izin/pro justicia terhadap 1 sarana.

98

Laporan Tahunan Badan POM 2017

PK 57,14% MK 23,81%

TMK 76,19%

PSK 17,46% PI 1,59%

Gambar 4.16 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)Tahun 2017 Hasil pemeriksaan terhadap 87 sarana pelayanan kesehatan (SPK) yang meliputi 11 rumah sakit, 4 puskesmas, 53 apotek, 5 klinik/balai pengobatan, 1 praktek dokter dan 13 toko obat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana yang TMK adalah 78 sarana 89,66%). Terhadap sarana TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa rekomendasi kepada instansi lain yang terkait untuk melakukan peringatan keras 57 SPK, penghentian sementara kegiatan 20 SPK dan pencabutan ijin 1 SPK.

PK 65,52% MK 10,34%

TMK 89,66% PSK 22,99% PI 1,15%

Gambar 4.17 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2017

 Zat Adiktif/ Rokok Pada tahun 2017 Badan POM melakukan pengawasan terhadap label kemasan produk tembakau sejumlah 3.360 item label kemasan dari 1.221 merek rokok. Selain itu juga dilaksanakan monitoring pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan (Pictorial Health Warning/PHW) sejak awal implementasi pada bulan Juni 2014 hingga akhir bulan Desember 2017. Selama masa implementasi tersebut, kepatuhan industri dalam mengimplementasikan pencantuman PHW mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari 13,44% menjadi 99,89% atau dengan kata lain hampir seluruh produk rokok yang beredar mencantumkan PHW pada kemasan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

99 99

Gambar 4.18 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2017

Sedangkan berdasarkan hasil evaluasi terhadap 3.360 label kemasan produk tembakau (rokok) pada tahun 2017, persentase label yang tidak memenuhi ketentuan sebesar 31,37 %. Tabel 4.6 Hasil Pengawasan Label Pada Kemasan Produk Tembakau Tahun 2017 No 1 2

Evaluasi Pencantuman Peringatan Kesehatan Pencantuman Informasi Kesehatan Kesimpulan Label Produk Tembakau (Rokok)

Hasil Pengawasan Label MK % TMK % 3.092 92,02% 268 7,98% 2.386 71,01% 974 28,99% 2.306 68,63% 1.054 31,37%

Bila dibandingkan dengan hasil evaluasi label kemasan produk tembakau (rokok) pada 3 tahun sebelumnya, persentase label tahun 2017 yang tidak memenuhi ketentuan terus mengalami penurunan yaitu dari 44,4% di tahun 2014 menjadi 38,4 % di tahun 2015, selanjutnya 38,0% ditahun 2016 dan menjadi 31,30 % di tahun 2017. Penurunan terjadi karena tingkat kepatuhan industri terhadap ketentuan label semakin membaik seiring dengan perjalanan waktu.

100

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Gambar 4.19 Kemasan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Tahun 2015-2017 Dari hasil pengawasan, juga diperoleh informasi bahwa terdapat 2 (dua) jenis gambar favorit PHW yang sering dijumpai di sarana distribusi/ritel yaitu gambar 2 (merokok membunuhmu) dan no 4 (merokok dekat dengan anak berbahaya bagi mereka).

Gambar 4.20 Jenis PWH di Ritel Tahun 2014-2017 Pada tahun 2017, jumlah produsen/importir rokok yang telah mengirimkan laporan hasil pengujian kadar nikotin dan tar kepada Badan POM berdasarkan data yang terkumpul hingga tanggal 31 Desember 2017 sebanyak 292 produsen/importir dengan 1.334 merek yang tersebar di 16 Laboratorium Pengujian rokok. Jumlah industri tersebut hanya

Laporan Tahunan Badan POM 2017

101 101

sejumlah 44,24% dari 660 produsen/importir rokok di Indonesia. Dari data pelaporan yang telah dikirimkan kepada Badan POM tersebut diperoleh data jenis rokok dengan kadar nikotin dan tar yang tertinggi dan terendah, sebagai berikut:

Selain itu, dalam melakukan pengawasan produk tembakau, pada tahun 2017 Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap iklan produk tembakau sejumlah 64.758 item iklan, yang terdiri dari 4.545 versi iklan. Tabel 4.7 Hasil Pengawasan Iklan Produk Tembakau (Rokok) Tahun 2017

No

JENIS MEDIA

Jumlah Iklan Yang Diawasi

Evaluasi Versi

MK

%

TMK

%

1

Media Penyiaran (TV)

55.041

428

54.322

98,69%

719

1,31%

2

Media Luar Ruang

8.637

3.984

4.982

57,68%

3.655

42,32%

3

Media Cetak Media Teknologi Informasi

15

15

13

86,67%

2

13,33%

1.065

118

992

93,15%

73

6,85%

64.758

4.545

60.309

93,13 %

4.449

6,87%

4

TOTAL

Hasil pengawasan menunjukkan bahwa ketidakpatuhan industri rokok dalam beriklan pada tahun 2017 sebesar 6,87%, sebelumnya pada tahun 2016 sebesar 18,72%, kemudian tahun 2015 sebesar 18,69.% dan pada tahun 2014 sebesar 60.96%. Terlihat peningkatan tingkat kepatuhan yang signifikan pada masa awal implementasi PP 109 di tahun 2014 – 2015. Selanjutnya angka ketidakpatuhan kembali cenderung menurun di tiga tahun setelahnya.

102

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Gambar 4.21 Iklan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Tahun 2014-2017

4.3.

HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU OBAT TRADISIONAL

A. Pengawasan Pre-market Pada tahun 2017, Badan POM telah mengevaluasi berkas pendaftaran obat tradisional sebanyak 4254 berkas dari 5026 berkas yang telah diterima. Sisanya sejumlah 772 produk masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2018.

2.000 1.500

3.232

1.000 500

2 268

Lokal

Impor

Lisensi

Keputusan yang diterbitkan sebanyak 4254 produk obat tradisional (OT) yang terdiri Gambar 4.22 Profil Persetujuan/Nomor dari 3910 Surat Persetujuan/NIE, 344 Surat Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2017 Penolakan dan 0 tambahan data. Surat Persetujuan/NIE yang dikeluarkan berjumlah 3910 produk terdiri dari 3232 OT Lokal, dan 268 OT Impor dan 2 OT Lisensi dan sisanya adalah carry over. Persentase Keputusan Penilaian yang diselesaikan pada tahun 2017 mencapai 84,64 %. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat kenaikan Prosentase penyelesaian yaitu sebesar 0,8 %. (tahun 2016 83,84 %). Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun 2016 maka terjadi kenaikan berkas permohonan sebesar 52,63 % yaitu dari 3.293 berkas menjadi 5026 berkas di tahun 2017.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

103 103

6.000 5.026 5.000 4.254 3.910

4.000 3.293 2.761

3.000

2.492

2.449 2.184 1.923

2.000 72%

53%

28%

47%

69%

1.000

0

31%

Jumlah Berkas Permohonan

2015 2.449

2016 3.293

2017 5.026

Jumlah Keputusan

2.184

2.761

4.254

Jumlah NIE

1.923

2.492

3.910

Tepat Waktu

72%

53%

69%

Tidak Tepat Waktu

28%

47%

31%

Gambar 4.23 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2015 – 2017

3.232

3.500 3.000 2.500 2.000

2.046 1.605

1.500 1.000 500

440

316

268 6

2

2

0 2015 Obat Tradisional Lokal

2016 Obat Tradisional Impor

2017 Obat Tradisional Lisensi

Gambar 4.24 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015-2017

104

Laporan Tahunan Badan POM 2017

B. Pengawasan Post-market  Sampling dan pengujian laboratorium Dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama tahun 2017 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.271 sampel obat tradisional, yaitu 972 sampel obat tradisional impor dan 11.299 sampel obat tradisional lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 1.527 (12.44%) sampel tidak memenuhi syarat, yaitu 21 (0,17%) obat tradisional impor dan 1.506 (12,27%) obat tradisional lokal.

OT impor 0,17%

MS 87,56%

TMS 12,44% OT Lokal 12,27%

Gambar 4.25 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2017

Terdaftar mengandung BKO 0,10%

ALT 0,72%

MS 97,84%

TMS 2,16%

Kapang 0,51%

Kadar air 0,21% Keseragaman Bobot 0,10% Waktu hancur 0,10% Etanol > 1% 0,41%

Gambar 4.26 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

105 105

MS 86,67%

TMS 13,33%

Terdaftar mengandung BKO 0,09% Tidak terdaftar mengandung BKO 0,65% ALT 9,76% Kapang 0,56% Kadar air 0,84% Keseragaman bobot 0,18% Waktur hancur 0,28% Etanol > 1% 0,20% Mikroba patogen 0,04% Pengawet 0,05% Mengandung Kadar sineol kofein 0,22% Logam berat 0,42% 0,03%

Gambar 4.27 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal Tahun 2017 Obat tradisional impor yang tidak memenuhi syarat (TMS) untuk produk yang mengandung BKO sebanyak 1 (0,01%) sampel. Sedangkan Obat tradisional lokal yang TMS untuk produk mengandung BKO sebanyak 84 (0,68%) sampel. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal yang mengandung BKO adalah sejumlah 85 sampel obat tradisional terdaftar dan tidak terdaftar. Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk tersebut dari peredaran dan pemusnahan produk. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang mengandung BKO. Badan POM meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat masuknya produk obat tradisional asing yang tidak terdaftar ke Indonesia ke Indonesia.  Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2017 telah dilakukan inspeksi terhadap 558 industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 117 (20,97%) industri obat tradisional memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, sedangkan 396 (70,97%) sarana TMK dan 45 (8,06%) sarana tutup. Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta peringatan dan pembinaan.

106

Laporan Tahunan Badan POM 2017

OT-BKO 1,43% OT-TIE 14,70%

Tutup 8,06%

MK 20,97%

TMK 70,97%

Belum menerapkan CPOTB 46,42%

Penandaan 5,02% TMK 3,41%

Gambar 4.28 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2017

Di tingkat distribusi, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.508 sarana distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan 1.060 (42,26%) sarana TMK dan 11 (0,44) sarana tutup. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras, dan pro-justisia. Temuan obat tradisional yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 484.334 pieces dengan perkiraan nilai total Rp 32.379.483.770 (Tiga puluh dua miliar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta empat ratus delapan puluh tiga ribu tujuh ratus tujuh puluh rupiah). Tutup 0,44% BKO 8,77%

MK 57,30%

TIE 27,87% TMK 42,26%

Kadaluarsa 1,28% Penandaan 1,52% Administrasi 2,83%

Gambar 4.29 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2017  Sertifikasi Obat Tradisional Dalam rangka mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan 92 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 42 SKE Certificate of Free Sale, 35 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 1 SKE To Whom it May Concern, 3 SKE Health Certificate, dan11 SKE Surat Keterangan GMP.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

107 107

Untuk OT impor, Badan POM telah mengeluarkan 1.674 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 884 SKI produk dan 790 SKI bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW). Selain itu, Badan POM juga telah menerbitkan 4.309 Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan (SKK-NOM) melalui jalur NSW. SKK-NOM adalah surat keterangan untuk pemasukan Bahan Baku yang peruntukannya bukan sebagai bahan obat, bahan obat tradisional, bahan suplemen kesehatan dan bahan pangan. Dalam rangka meningkatkan pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan RIP/STU/Denah untuk 219 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 15 propinsi di Indonesia yang terdiri dari 80 Industri Obat Tradisional (IOT), 18 Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan 121 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Badan POM juga telah mengeluarkan sertifikat CPOTB untuk 34 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana produksi OT yang telah memiliki sertifikat CPOTB tahun 2012-2017 adalah 95 sarana yang terdiri dari 86 sarana IOT/IEBA dan 9 sarana UKOT.  Sertifikasi Obat Quasi Dalam rangka mendorong ekspor obat quasi, selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan 77 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 21 SKE Certificate of Free Sale, 52 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 2 SKE To Whom it May Concern dan 2 SKE Health Certificate. Terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 152 Surat Keterangan Impor (SKI) produk jadi melalui jalur NSW.

 Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM) Penggunaan obat tradisional dan suplemen kesehatan/suplemen makanan sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM). Dalam rangka MESOT dan MESSM, tenaga kesehatan dan masyarakat diminta berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping obat tradisional dan suplemen Kesehatan. Sampai tahun 2017 telah diterima laporan sejumlah 10 laporan efek samping obat tradisional dan 12 laporan efek samping suplemen kesehatan melalui sistem elektronik (ereporting).

108

Laporan Tahunan Badan POM 2017

4.4.

HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU PRODUK SUPLEMEN KESEHATAN

A. Pengawasan Pre-market Pada tahun 2017, Badan POM telah selesai mengevaluasi berkas pendaftaran suplemen kesehatan dan sebanyak 2258 berkas telah diterbitkan surat keputusan dari 2561 berkas yang diterima, sedangkan sisanya sejumlah 303 berkas masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2018.

500 400 300

1135 378

200 52 100 0 LOKAL

IMPOR

LISENSI

Surat keputusan terdiri dari 1816 Surat Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2017 Persetujuan/NIE, 0 Tambahan Data (TD), 201 Surat Penolakan dan 241 carry over. Surat persetujuan/NIE yang diterbitkan terdiri dari suplemen kesehatan lokal 1135 produk, suplemen kesehatan impor 378 produk dan suplemen kesehatan lisensi 52 produk dan sisanya adalah carry over. Prosentase keputusan pendaftaran suplemen kesehatan yang diselesaikan adalah sebesar 78,76 %. Dibandingkan dengan tahun 2016 terdapat penurunan penyelesaian sebesar 4,54 % dimana tahun 2016 prosentase penyelesaian berkas mencapai 83,30% %. Penurunan ini disebabkan antara lain : peningkatan jumlah berkas yang diterima, pemotongan anggaran dan pergeseran pelaksanaan program zero stock Jika dibandingkan tahun 2016 maka terjadi kenaikan jumlah berkas permohonan sebesar 41,18 % yaitu dari 1.814 berkas menjadi 2561 berkas di tahun 2017. 3.000

2.561 2.258

2.500 2.000 1.500

1.632 1.4371.437

1.000 500

1.814 1.5111.577

1.816

55%

66% 34%

59% 41% 45%

0

2015

2016

2017

Jumlah Berkas Permohonan

1.632

1.814

2.561

Jumlah Keputusan

1.437

1.511

2.258

Jumlah NIE

1.437

1.577

1.816

Tepat Waktu

59%

55%

66%

Tidak Tepat Waktu

41%

45%

34%

Gambar 4.32 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2015-2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

109 109

1135

1.200 893

1.000 787 800 600

459

457 378

400 200

52

37

31

0 2015

2016 Lokal

Impor

2017 Lisensi

Gambar 4.33 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2015-2017 Badan POM telah menerbitkan 6 (enam) keputusan baik berupa Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) maupun surat permintaan perbaikan dokumen di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan. Kegiatan ini bertujuan agar keputusan hasil evaluasi terhadap dokumen uji klinik obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah setelah melalui proses pembahasan bersama. Proses penilaian dapat melibatkan narasumber ahli yang disesuaikan dengan permasalahan pada protokol. No.

110

Judul

Keterangan

1.

Protokol uji klinik Penelitian Eksperimental, Randomized, Double-Blind, Placebo Controlled untuk mengevaluasi keamanan dan efikasi bahan uji (ekstrak Physalis Angulata Linn 250 mg) pada pasien Systemic Lupus Erytematosus yang menerima terapi standar.

Surat Permintaan Perbaikan Dokumen

2.

Pharmacokinetics of Caffeine Administered in TimeRelease Tablets (T4bmax Extracaf) Produced By PT. Novell Pharmaceutical Laboratories Versus Regular Tablets Form”

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik

3.

Efficacy and Safety of “D” Compared to Omeprazole in the Management of Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik

4.

Additional of DLBS1033 to Standard Therapy for Acute Ischemic Stroke Patients (ADDLIST)

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik

Laporan Tahunan Badan POM 2017

No.

Judul

Keterangan

5.

Uji Klinis Randomisasi Tidak Tersamar Kaplet Ekstrak Biji Pala sebagai Terapi Penyerta Metformin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II tanpa Komplikasi

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik

6.

Uji Klinik Kapsul Ekstrak Etanol 70% Terfraksinasi Daun Justicia gendarussa Burm.F Sebagai Obat KB Pria Non Hormonal

Surat Permintaan Perbaikan Dokumen

B. Pengawasan Post-market  Sampling dan Pengujian Laboratorium Selama tahun 2017, telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 4045 sampel suplemen kesehatan dari peredaran. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan 101(2,50.%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS). Tindak lanjut yang dilakukan yaitu peringatan keras, pembersihan dan pemusnahan.

Kadar air 0,22% Waktu hancur 0,07% Kafein melebihi batas 0,22% Pengawet 0,22% MS 97,50%

TMS 2,50%

Kadar vitamin substandar 1,29% ALT 0,07% Etanol > 1% 0,07% Kapang 0,02% DNA babi 0,25% Pemanis 0,05%

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelaporan Terpadu) Badan POM tanggal tanggal 17 Februari 2017

Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen Kesehatan Tahun 2017  Pemeriksaan Distribusi Suplemen kesehatan Di tingkat distribusi, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 665 sarana distribusi suplemen kesehatan dan menunjukkan 145 (21,80%) sarana distribusi tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 5 (0,75) sarana tutup. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras dan pro-justisia. Temuan suplemen kesehatan yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 1.366.616 pieces dengan perkiraan nilai total Rp 57.379.896.000 (Lima puluh tujuh miliar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).

Laporan Tahunan Badan POM 2017

111 111

Tutup 0,75% TIE 15,79%

MK 77,44%

TMK 21,80% Penandaan 1,65% Kadaluarsa 1,05% Administrasi 3,31%

Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2017  Sertifikasi Suplemen kesehatan Dalam rangka mendorong ekspor produk suplemen kesehatan, selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan 353 SKE produk (90 SKE Certificate of Free Sale, 111 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 112 SKE To Whom It May Concern, 12 SKE Health Certificate dan 18 SKE Surat Keterangan GMP serta 10 SKE Bahan Baku (10 SKE To Whom It May Concern) Terhadap suplemen kesehatan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3679 Surat Keterangan Impor (SKI) melalui jalur NSW yang meliputi 1274 SKI produk serta 2405 SKI bahan baku.

 Surat Keterangan Special Access Scheme (SAS) Disamping SKI dan SKE, Badan POM juga mengeluarkan Surat Keterangan untuk tujuan tertentu atau Special Access Scheme (SAS). Badan POM telah mengeluarkan 307 Surat Keterangan SAS yang terdiri dari 261 SAS produk kosmetik (224 sampel riset, 29 sampel registrasi dan 8 pameran), 10 SAS produk obat tradisional (9 sampel riset dan 1 pribadi/tentengan) dan 36 SAS produk suplemen kesehatan (13 sampel riset, 4 sampel registrasi, 1 pameran dan 18 pribadi/tentengan).

112

Laporan Tahunan Badan POM 2017

4.5.

HASIL PENGAWASAN KOSMETIKA

KEAMANAN,

MANFAAT

DAN

MUTU

A. Pengawasan Pre-market Pengawasan pre-market dilakukan evaluasi terhadap keamanan, manfaat dan mutu kosmetik dan pemberian nomor notifikasi kosmetik melalui sistem e-notifikasi. Pada tahun 2017, Badan POM telah mengevaluasi 52689 berkas notifikasi kosmetik dari 59312 permohonan notifikasi yang diterima. Sisanya sejumlah 1493 berkas masih dalam tahap evaluasi notifikasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2018.

28.717 30.000 27.000 24.000 21.000 18.000 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0

22.308

Lokal

Impor

Gambar 4.36 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2017

Dari 52689 berkas tersebut yang telah dievaluasi, 51025 berkas telah diberikan Surat Persetujuan/Nomor Notifikasi (meliputi 22308 kosmetika Lokal dan 28717 kosmetika impor) dan 1664 berkas diberikan Surat Penolakan. Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun sebelumnya, maka terjadi kenaikan berkas permohonan notifikasi dari tahun 2016 sebesar 5,28 % yaitu dari 51.463 berkas menjadi 54182 berkas di tahun 2017 60.000 51.463 46.402 44.398

50.000 40.000

54.182 52.689 51.025

39.471 38.720 35.203

30.000 20.000 10.000 0

55%

84%

45%

16%

59% 41% 2015

2016

2017

Jumlah Berkas Permohonan

39.471

51.463

54.182

Jumlah Keputusan

38.720

46.402

52.689

Jumlah NIE

35.203

44.398

51.025

Tepat Waktu

59%

55%

84%

Tidak Tepat Waktu

41%

45%

16%

Gambar 4.37 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2015-2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

113 113

28.717

24.748 22.308 24.000

20.139

19.650

21.000 18.000

15.064

15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0 2015

2016 Lokal

2017 Impor

Gambar 4.38 Profil Persetujuan Ijin Edar/Nomor Notifikasi Kosmetika Tahun 2015-2017

B. Pengawasan Post-market  Sampling dan Pengujian Laboratorium Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di Indonesia, selama tahun 2017 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 24.314 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 285 (1,17%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi batas 59 (0,24%) sampel, cemaran mikroba 99 (0,41%) sampel dan mengandung bahan dilarang 127 (0,52%).

Mengandung bahan dilarang 0,52%

MS 98,83%

TMS 1,17%

Mengandung bahan aktif melebihi batas…

Mengandung mikroba…

Gambar 4.39 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2017

Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan

114

Laporan Tahunan Badan POM 2017

berbagai tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.

 Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika Di tingkat produksi, selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 362 industri kosmetika yang menunjukkan bahwa 66 (18,23%) sarana memenuhi ketentuan, 245 (67,68%) sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 51 (14,09%) sarana tutup/tidak aktif. Terhadap sarana produksi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti dengan memberikan pembinaan/peringatan kepada 128 sarana dan pengamanan/recall, pemusnahan produk kepada 17 sarana.

Mengandung bahan berbahaya 0,55%

Tutup/ Tidak aktif 14,09%

Produksi Tidak terdaftar 8,84% TMK 67,68%

MK 18,23%

Belum sesuai CPKB 54,42% Penandaan 1,38% Administrasi 2,49%

Gambar 4.40 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2017 Dalam rangka penerbitan ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 276 sarana produksi kosmetika yang ada di 17 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 8 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB tahun 2005-2017 adalah 188 sarana. Sarana produksi kosmetik berdasarkan Permenkes Nomor 1175 tahun 2010, terdiri atas golongan A dan B. Golongan A memiliki kewajiban untuk menerapkan ke-13 aspek CPKB sedangkan golongan B cukup memenuhi sanitasi, higiene dan dokumentasi. Pada tahun 2017 terdapat 166 sarana produksi kosmetik yang telah memperoleh surat rekomendasi izin produksi kosmetik yang terdiri dari 131 sarana produksi kosmetik termasuk golongan A dan 35 sarana produksi kosmetik termasuk golongan B.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

115 115

Selama tahun 2017 telah diperiksa 7.443 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 4.021 (54,02%) sarana memenuhi ketentuan, 3.394 (45,60%) sarana melakukan pelanggaran dan 28 (0,38%) sarana tutup Terhadap sarana distribusi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti dengan memberikan pembinaan kepada 3 sarana, peringatan kepada 1.359 sarana, pengamanan kepada 1.034 sarana, pemusnahan kepada 946 sarana, penghentian sarana kegiatan kepada 1 sarana dan projustisia kepada 13 sarana. Temuan kosmetik tanpa ijin edar dan/atau mengandung bahan berbahaya yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 2.301.392 pieces dengan perkiraan nilai total Rp 40.699.804.200,- (Empat puluh miliar enam ratus sembilan puluh sembilan juta delapan ratus empat ribu dua ratus rupiah).

Tutup 0,38%

MK 54,02%

TMK 45,60%

Bahan dilarang 0,73% Tidak Terdaftar 42,59%

Rusak/Kadaluarsa 2,28%

Gambar 4.41 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2017

 Sertifikasi Kosmetika Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan 207 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 200 SKE Certificate of Free Sale (CFS), 2 SKE Health Certificate, 2 SKE To whom it may concern dan 3 surat keterangan GMP. Terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 14.101 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 14.046 SKI produk dan 55 SKI bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW).  Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) Kosmetika pada umumnya aman, namun tidak berarti bebas risiko (risk-free). Jika kosmetika digunakan tidak sesuai aturan maka dapat menjadi risiko yang membahayakan pengguna dan terjadi efek samping dari penggunaan kosmetika tersebut. Penggunaan kosmetik sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Kosmetik (MESKOS). Dalam rangka pelaksanaan MESKOS, peran serta tenaga kesehatan

116

Laporan Tahunan Badan POM 2017

dan masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping kosmetik. Sampai dengan tahun 2017 telah diterima sejumlah 151 laporan efek samping kosmetik dari industri.  Post Market Alert System ASEAN (PMAS) PMAS merupakan program inisiatif ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik. PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama untuk produk yang dilaporkan termasuk kategori keamanan utama yang harus ditarik dari peredaran. Sampai dengan tahun 2017 produk bermasalah yang ditemukan dan dilarang beredar di ASEAN dari hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 159 obat tradisional dan suplemen kesehatan dan 471 kosmetik.

4.6.

HASIL PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK PANGAN

A. Pengawasan Pre-market Pada tahun 2017, telah diterima sebanyak 97.497 permohonan pendaftaran pangan olahan, dengan keputusan yang diterbitkan sebanyak 97.113 (99.6%) yang terdiri dari 17.750 persetujuan izin edar baru, 20.695 persetujuan variasi dan daftar ulang, 532 penolakan pendaftaran, serta 58.136 keputusan berupa permintaan tambahan data. Chart Title Dari 17.750 persetujuan izin edar baru 14000 terbagi menjadi 14.626 persetujuan 12000 produk dalam negeri (MD) yang terdiri 10000 8000 dari 1230 persetujuan produk 6000 pendaftaran secara manual dan 13.396 4000 persetujuan pendaftaran secara 2000 0 elektronik dan 6.984 persetujuan MD ML MD ML produk luar negeri (ML) yang terdiri Manual Elektronik dari 268 persetujuan produk pendaftaran secara manual dan 6.680 persetujuan produk pendaftaran Gambar 4.42 Profil Persetujuan secara elektronik. Sementara 532 Pendaftaran Pangan Tahun 2017 keputusan berupa penolakan pendaftaran diterbitkan karena tidak terpenuhinya persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan olahan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sebanyak 94.727 (97.16%) keputusan dapat diselesaikan tepat waktu.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

117 117

Gambar 4.43 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2017 Pengukuran tingkat capaian indikator kinerja Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Tahun 2017 dilakukan dengan membandingkan antara target pencapaian sasaran (IKU) yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja tahun 2017 dengan realisasinya. Berdasarkan realisasi kinerja penilaian pangan olahan sebesar 97.16% sedangkan target indikator kinerja sebesar 80% maka capaian kinerja penilaian pangan olahan adalah sebesar 121.45%. Secara umum dikatakan bahwa sasaran strategis Direktorat Penilaian Keamanan Pangan berhasil dicapai dengan kriteria Memuaskan. Program yang dilakukan untuk mendukung tupoksi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan yaitu pendaftaran pangan olahan dalam rangka pengawasan pre-market dilakukan melalui program Revitalisasi Pelayanan Publik melalui kegiatan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemudahan pemenuhan persyaratan pendaftaran bagi bagi pelaku usaha melalui Debirokratisasi dan Deregulasi Pelayanan Publik seperti penetapan kategorisasi pangan berdasarkan tingkat risiko dimana pangan dengan tingkat risiko rendah dan sangat rendah melalui mekanisme notifikasi (10 hari kerja), penghilangan persyaratan adminitratif yang sudah dipersyaratkan dalam rangkaian persyaratan sebelumnya yang berlaku di Kementerian/Lembaga lain dan pemanfaatan laboratorium Balai untuk pengujian dalam rangka pendaftaran. 2. Peningkatan pencapaian pemenuhan waktu pemberian izin edar melalui Optimalisasi Pelayanan Publik Berbasis TI yaitu pendaftaran pangan olahan berbasis elektronik dan pengembangan self-assessment e-registration Pangan Olahan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mempercepat akses pendaftaran untuk memperoleh persetujuan Izin Edar juga dikembangkan penandatanganan Izin Edar secara digital. 3. Peningkatan kualitas dokumen pendaftaran untuk menunjang pendaftaran pangan olahan bagi pendaftar dilakukan melalui peningkatan kompetensi pendaftar melalui sosialisasi pendaftaran dan coaching clinic dan penetapan petugas evaluator di Balai Besar/Balai POM di daerah sebagai perpanjangan tangan petugas Direktorat

118

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Penilaian Keamanan Pangan dan kemudahaan akses informasi bagi pendaftar di daerah. 4. Peningkatan kapasitas pelayanan publik untuk mendukung Pelayanan Prima dilakukan melalui intensifikasi pendaftaran pangan olahan untuk percepatan pemberian keputusan penilaian, pelayanan prima pendaftaran pangan olahan di daerah, penyediaan loket customer service dan jalur pengaduan langsung melalui SMS ke Direktur Penilaian Keamanan Pangan dan penyediaan sistem untuk input kepuasan pelayanan pada semua komputer petugas pelayanan publik. 5. Peningkatan kemudahan akses informasi bagi pendaftar melalui launching subsite Direktorat Penilaian Keamanan Pangan termasuk didalamnya penyediaan tracking system untuk penelusuran pendaftaran manual. 6. Selain itu sebagai upaya mendukung produk dalam negeri khususnya produk UMKM pangan olahan dapat memiliki nilai tambah baik dalam negeri maupun luar negeri dilakukan Intervensi Industri Kecil dan Mikro melalui penyederhanaan persyaratan pendaftaran pangan olahan untuk UMKM melalui penggunaan hasil analisa dari skema sampling rutin Balai POM dapat digunakan sebagai persyaratan pendaftaran pangan olahan, pemberlakuan Surat Keterangan Domisili Usaha apabila perusahaan tidak memiliki IUI atau IUMK, penurunan biaya evaluasi sebesar 50% tertuang dalam PP 32/2017 tentang PNBP yang berlaku di Badan POM. Pengkajian Risiko dalam rangka Pemberian Rekomendasi Permohonan Komponen Bioaktif dan Klaim pada Produk Pangan dan Pengkajian Pangan Rekayasa Genetik Badan POM telah menetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan yang memuat pengaturan klaim pada label dan iklan pangan olahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan yang semakin pesat mendorong industri pangan untuk melakukan inovasi, diantaranya dengan melakukan penambahan komponen bioaktif serta pencantuman klaim dalam produk pangan. Pelaku usaha dapat mengajukan komponen dan/atau klaim baru selain yang diizinkan dalam Peraturan, dengan mengajukan permohonan tersebut kepada Badan POM untuk dilakukan pengkajian.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

119 119

Selama tahun 2017, Badan POM menerima 63 permohonan pengkajian risiko penggunaan zat gizi, komponen makanan serta klaim baru berdasarkan permohonan dari pelaku usaha (industri pangan dan importir), Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, dan Subdirektorat di lingkungan internal Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Dari pengkajian yang dilakukan terhadap 63 permohonan tersebut, terdapat 15 permohonan direkomendasikan diizinkan, 36 permohonan direkomendasikan ditolak, 3 permohonan memerlukan tambahan data, serta 9 permohonan masih dalam proses pengkajian. 39

40

37

36

35 30 24

25 20

15 15 10

9

5 0 disetujui

ditolak

disetujui

2015

ditolak 2016

disetujui

ditolak 2017

Gambar 4.45 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen Makanan dan Klaim Baru Tahun 2015-2017

Pengkajian keamanan pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Pedoman ini merupakan acuan dalam pengkajian keamanan pangan PRG untuk menyatakan atau menyetujui suatu pangan produk rekayasa genetik aman dikonsumsi. Pengkajian keamanan pangan PRG meliputi pengkajian informasi genetik (deskripsi umum pangan PRG, deskripsi inang dan penggunaannya sebagai pangan, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik, dan karakterisasi modifikasi genetik); informasi keamanan pangan (kesepadanan substansial, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan-pertimbangan lain); dan informasi produksi serta peredaran (post-market surveilance). Untuk bahan penolong (processing aid) PRG yang digunakan pada produk pangan dan tidak mengandung DNA PRG dan/atau protein PRG, dikecualikan dari ketentuan pengkajian

120

Laporan Tahunan Badan POM 2017

keamanan pangan PRG. Penilaian keberadaan DNA PRG dan/atau protein PRG dalam bahan penolong (processing aid) PRG dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Pada tahun 2017, terdapat 15 (lima belas) permohonan pengkajian pangan produk rekayasa genetik yang diajukan ke Badan POM. Dari 15 (lima belas) permohonan tersebut, 3 (tiga) permohonan berupa bahan penolong PRG, 6 (enam) permohonan berupa jagung PRG, 5 (lima) permohonan berupa kedelai PRG, dan 1 (satu) permohonan berupa kanola PRG. Adapun rincian dari permohonan pengkajian tersebut adalah sebagai berikut: a. Enzim yang merupakan bahan penolong PRG, yang sudah tidak mengandung DNA PRG, sehingga tidak memerlukan pengkajian keamanan pangan PRG: 1) Enzim Serine Protease (chymotrypsin) dari Nocardiopsis prasina yang diekpresikan pada Bacillus licheniformis strain SJ6370 yang diklon menggunakan plasmid pSJ7420 dan pSJ7465; 2) Enzim Serine Protease (Trypsin) dari Fusarium oxysporum yang diekpresikan pada Fusarium venenatum strain WTY842-1-11 yang diklon menggunakan plasmid pJRoy75; 3) Enzim xylanase (endo-1-4-beta-xylanase) yang disandi oleh gen xyn264 dari Bacillus licheniformis yang diekspresikan pada Bacillus licheniformis strain BW302, menggunakan plasmid pBW120. b. Dua event sudah mendapatkan sertifikat keamanan pangan PRG: 1. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event 3054238 Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.04.1.52.01.17.0249 Tahun 2017 tentang Izin Peredaran Pangan Komoditas Kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) Event 305423 (30 Januari 2017) 2. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event SYHT0H2 Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.04.1.52.01.17.0250 Tahun 2017 tentang Izin Peredaran Pangan Komoditas Kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) Event SYHT0H2 (30 Januari 2017) c. Dua event sudah selesai pembahasan pleno di KKH (Komisi Keamanan Hayati): 1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 88017; 2. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 810. d. Empat event dalam tahap pembahasan dengan TTKH bidang Keamanan Pangan:

Laporan Tahunan Badan POM 2017

121 121

1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87419; 2. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event 5307; 3. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event A2704-12; 4. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MZIR098. e. Satu event masih menunggu tambahan data dari pemohon: 1. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event BPS-CV 127-9. f.

Tiga event akan dibahas dengan TTKH bidang Keamanan Pangan pada tahun 2018: 1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event 59122; 2. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event FG72; 3. Pengkajian Keamanan Pangan kanola PRG event DP73496.

Selain itu, terdapat 3 (tiga) permohonan pengkajian pangan PRG yang merupakan carry over pengajuan tahun 2016. Adapun rincian dari permohonan pengkajian tersebut adalah sebagai berikut: a. 2 (dua) event sudah selesai pembahasan pleno di KKH (Komisi Keamanan Hayati) 1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87411; dan 2. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87751. b. 1 (satu) event dalam tahap pembahasan dengan TTKH bidang Keamanan Pangan. 1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MZHG0JG. Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam produk pangan Badan POM telah menetapkan sejumlah Peraturan Kepala Badan POM tentang penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), antara lain BTP Pengawet, Pewarna, Pengemulsi, Pengatur Keasaman, Pewarna dan Penstabil. Peraturan Kepala Badan POM tersebut mengatur jenis, golongan dan batas maksimum penggunaan BTP yang diatur pada kategori pangan yang sesuai. Pelaku usaha dalam melakukan proses produksi apabila menggunakan BTP harus menggunakan jenis BTP yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM tersebut. Namun sejalan dengan perkembangan dan inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, jenis dan penggunaan BTP dalam produk pangan semakin beragam. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah, dalam hal ini Badan POM memberi kesempatan kepada produsen dapat mengajukan jenis dan penggunaan BTP selain yang tercantum pada Peraturan, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan POM. Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, perlu dilakukan pengkajian yang mendalam. Pada tahun 2016, telah ditetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. Salah satu pasal dalam Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat mengajukan komponen pangan/bahan baku pangan baru sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.

122

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Badan POM juga telah menetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penggunaan Bahan Penolong Golongan Enzim dan Golongan Penjerap Enzim. Salah satu pasal dalam Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pelaku Usaha dapat mengajukan Bahan Penolong golongan Enzim dan golongan Penjerap Enzim selain yang tercantum dalam Lampiran Peraturan, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Pada tahun 2017 telah diterima 123 berkas pengajuan yang telah ditindaklanjuti dengan penerbitan 67 surat persetujuan, 37 surat penolakan, dan 19 berkas masih dalam proses pengkajian sehingga menjadi carry over pada tahun berikutnya. 500 400 300 200

179 114 60

56

100

67

37

0 disetujui 2015

ditolak

disetujui 2016

ditolak

disetujui

ditolak

2017

Gambar 4.46 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam Produk Pangan Tahun 2015-2017

Surat persetujuan izin penggunaan BTP di dalamnya mencakup tentang batas maksimum penggunaan BTP berdasarkan kategori pangan, persyaratan jenis BTP dan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi sebagaimana tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia atau Combined Compendium of Food Additive Specifications Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives atau Commitee on Food Chemicals Codex, Food Chemicals Codex, Fourth Edition, Food and Nutrition Board Institute of Medicine, National Academiy of Sciences, Institute of Medicine. Khusus untuk BTP, pencantuman dalam label harus mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Kategori Pangan, Label, dan Iklan Pangan Badan POM telah menetapkan peraturan, standar dan pedoman dalam rangka penerapan sistem pengawasan pangan yang efektif mulai dari sebelum sampai sesudah produk diedarkan. Peraturan yang telah ditetapkan antara lain Peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

123 123

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, industri pangan pun semakin berkembang dan mengakibatkan meningkatnya jumlah serta jenis produk pangan yang dihasilkan baik produksi dalam negeri maupun impor. Hal ini menyebabkan banyaknya jenis produk pangan yang diproduksi, sementara definisi dan karakteristik dasar belum diatur dalam Peraturan mengenai Kategori Pangan. Oleh karena itu dilakukan kegiatan pengkajian kategori pangan dan pelabelan pangan. Pada tahun 2017 diterima berkas pengkajian dari industri sebanyak 44 berkas mengenai kategori pangan dan label. Dari keseluruhan berkas tersebut, telah ditindaklanjuti dengan penerbitan 37 surat persetujuan dan 7 surat penolakan. Untuk kegiatan pengkajian iklan pangan pada tahun 2017, tidak dilakukan secara khusus, karena saat ini belum ada ketentuan mengenai pre market iklan pangan. Kegiatan pengkajian iklan pangan yang ada saat ini hanya berupa konsultasi yang dilakukan atas permintaan pelaku usaha. Pengkajian Keamanan Kemasan Pangan Sebagai implementasi dari amanat Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Kemasan Pangan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan kemasan pangan yang tidak aman maka dilakukan kajian terhadap setiap permohonanpenggunaan zat/bahan kontak pangan baru atau pun perluasan fungsi dari zat/bahan kontak pangan yang tercantum dalam peraturan. Permohonan tersebut dapat dilakukan, baik oleh pelaku usaha pangan maupun pelaku usaha kemasan pangan, dengan mengacu pada prosedur layanan publik yang telah dipublikasikan. Pada tahun 2017 telah diterbitkan 28 (dua puluh delapan) Surat Keterangan Keamanan Kemasan Pangan dari 47 (empat puluh tujuh) permohonan yang masuk yang mana permohonan ini masih dilakukan secara manual. Kajian Paparan Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi Kajian paparan zat kontak pangan berisiko tinggi dilaksanakan untuk mendapatkan data paparan zat kontak pangan berisiko tinggi, dari berbagai bahan kemasan pangan, serta untuk mendapatkan baseline data migrasi zat kontak pangan berisiko tinggi. Pada tahun 2017, terdapat dua (2) buah Kajian Risiko Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi yang dilaksanakan, yaitu kajian terhadap kemasan plastik styrofoam dan kemasan kaleng. Output dari kajian ini adalah berturut-turut data paparan senyawa stiren dari kemasan pangan plastik styrofoam dan data paparan senyawa bisfenol A (BPA) dari kemasan pangan kaleng. Kedua jenis zat kontak pangan pangan tersebut menjadi perhatian dikarenakan stiren diduga merupakan senyawa yang dapat menyebabkan kanker (karsinogen 2B), sedangkan BPA diketahui merupakan senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem hormon (endocrine disrupter). Tahapan kajian paparan yang dilakukan meliputi survei konsumsi untuk mendapatkan data konsumsi, sampling dan pengujian untuk mendapatkan data migrasi zat kontak pangan, dan dilanjutkan dengan pengolahan data sehingga diperoleh nilai paparan. Dari hasil perhitungan paparan senyawa stiren dari kemasan pangan styrofoam diperoleh nilai paparan rata – rata untuk provinsi NTB sebesar 0,3246 µg/kg BB.hari dan Sulawesi Selatan

124

Laporan Tahunan Badan POM 2017

sebesar 1,9070 µg/kg BB.hari, masih dibawah nilai provisional maximum tolerable daily intake (PMTDI) stiren yang ditetapkan oleh JECFA sebesar 40 µg/kg BB/hari. Sedangkan untuk kajian paparan BPA dari kemasan pangan kaleng, telah dilakukan survei data konsumsi dan sampling kemasan pangan kaleng dilakukan di 5 Provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Karena hasil uji migrasi BPA belum diperoleh, maka belum dapat dilakukan perhitungan data untuk mendapatkan nilai paparan BPA dari kemasan pangan kaleng.

B.

Pengawasan Post-Market

 Sampling dan Pengujian Laboratorium Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di masyarakat, selama tahun 2017 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium sejumlah 8.017 sampel pangan olahan yang terdaftar di Badan POM (MD/ML), termasuk sampel pangan PIRT, dan pangan tidak terdaftar.

16.000 14.378 14.000

13.143

Jumlah Sampel

12.000 10.000 7.164

8.000 5.574

6.000 3.615

4.000 2.000

2.587 1.235

1.380

1.276

1.028

1.590

104 0 MD

ML MS

TMS

PIRT

TTD

Jumlah

Sumber Data : Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Badan POM tanggal 10 Februari 2017.

Gambar 4.47 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

125 125

Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Melihat hasil sampling dan pengujian dengan trend hasil pengujian yang cenderung tidak berubah dari beberapa tahun pelaksanaan sampling dan pengujian PJAS, maka pada pelaksanaan sampling dan pengujian PJAS tahun 2017 dilakukan intervensi melalui program Gerakan Konsumsi Pangan Aman melalui Kantin Sehat.

 Konsumsi Pangan Aman Melalui Kantin Sehat

Sasaran program Konsumsi Pangan Melalui Kantin Sehat adalah semua komunitas pendidikan di semua tingkat, mulai dari SD, SLTP dan SLTA. Jumlah sekolah yang menjadi sasaran kegiatan Konsumsi Pangan Melalui Kantin Sehat pada tahun 2017 sebanyak 5000 sekolah dengan anggaran Rp 7.782.573.000. Program Konsumsi Pangan Aman Melalui Kantin Sehat diselenggarakan melalui beberapa kegiatan yang diselenggarakan baik di tingkat pusat maupun daerah. Program tersebut diawali dengan koordinasi lintas sektor baik antara Pusat dan Balai Besar/Balai POM maupun dengan lintas sektor terkait lainnya untuk menyamakan persepsi mengenai langkah-langkah persiapan, implementasi sekaligus monitoring dan evaluasi rangkaian kegiatan Konsumsi Pangan Aman Melalui Kantin Sehat. Selanjutnya Balai Besar/Balai POM melakukan identifikasi sekolah yang akan menjadi sasaran kegiatan, serta melakukan identifikasi kebutuhan fasilitator keamanan pangan yang akan terlibat dalam rangkaian program Konsumsi Pangan Aman melalui Kantin Sehat. Bimbingan teknis Keamanan Pangan untuk komunitas sekolah telah diselenggarakan di 10 provinsi (Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Tengah, dan NTT). Kegiatan ini melibatkan 5000 sekolah di 10 provinsi tersebut. Dengan Bimtek ini diharapkan adanya upaya peningkatan kesadaran keamanan pangan bagi komunitas sekolah. Para peserta bimtek dapat mensosialisasikan keamanan pangan pada anggota komunitas sekolah lainnya di masingmasing sekolah. Dengan demikian makin banyak masyarakat sekolah yang terpapar tentang keamanan pangan. Selain itu dilakukan juga pembinaaan kantin sekolah melalui bimtek Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman pentingnya keamanan pangan di lingkungan sekolah khususnya bagi pengelola kantin sekolah, memberikan pengetahuan parameter penilaian untuk mendapatkan Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah dan cara penerapan parameter tersebut, serta mempersiapkan kantin sekolah untuk mendapatkan Piagam Bintang.

126

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Saat ini telah dilatih 345 pengelola kantin sekolah di 10 provinsi dengan harapkan agar kantin sekolah tersebut dapat memperbaiki kondisi kantin memenuhi persyaratan Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Berdasarkan audit yang dilakukan terhadap kantin sekolah, ada sekitar 90 kantin sekolah yang memenuhi persyaratan Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Kantin sekolah yang dapat piagam bintang ini diharapkan bisa konsisten menyediakan pangan aman jajanan anak di sekolah dan dapat menjadi contoh bagi sekolah lain yang belum memiliki kantin yang memenuhi persyaratan keamanan pangan. Upaya Badan POM dalam mendukung program GERMAS, diperkuat dengan melakukan Peluncuran Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) yang merupakan gerakan yang berbasis komunitas masyarakat dan melibatkan seluruh lintas sektor terkait dalam rangka membudayakan Pangan Aman. Peluncuran GERMAS SAPA dilakukan oleh Ibu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI pada tanggal 23 November 2017 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Pengujian DNA Babi Badan POM maupun oleh Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap Pangan yang dicurigai mengandung DNA babi. Sampel diambil berdasarkan prioritas sampling yang telah ditetapkan. Selama tahun 2017 telah diambil sebanyak 373 sampel produk berupa sosis, bakso, mie, sup daging instan, permen dan mashmallow terhadap parameter uji Fragmen DNA Babi, diketahui bahwa 41 (11%) sampel mengandung fragmen DNA Babi untuk produk sosis, mie dan marshmallow. Tindak lanjut terhadap temuan di atas adalah melakukan penarikan produk yang terdeteksi mengandung DNA babi, perbaikan label (P5) dengan menambahkan tulisan mengandung Babi, pemusnahan produk, penghentian sementara kegiatan produksi dan apabila produk dari luar negeri akan dilakukan penghentian import produk. Sampling dan Pengujian Produk Pangan Fortifikasi Dalam rangka mendukung program nasional peningkatan gizi masyarakat yang melibatkan lintas sektor dan kementrian/lembaga, selain pengambilan sampel rutin juga dilakukan sampling dan pengujian terhadap pangan fortifikasi, yaitu garam beryodium dan tepung terigu. Produk pangan ini wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang pengawasannya di bawah kewenangan Badan POM. a. Pengawasan Garam Konsumsi Beryodium Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir hasil sampling dan uji digambarkan pada grafik di bawah ini:

Laporan Tahunan Badan POM 2017

127 127

Hasil Uji Garam 2015-2017 79,93%

79,18% 75,13%

MS 24,87%

TMS

20,82%

2015 n = 2747

20,07%

2016 n = 2525

2017 n = 2312

Berdasarkan evaluasi, diketahui bahwa penyebab terbanyak produk tidak memenuhi syarat (TMS) adalah produk tanpa izin edar, antara lain tidak mencantumkan izin edar, mencantumkan nomor izin edar fiktif, mencantumkan NIE SP/PIRT, atau mencantumkan nomor izin edar yang telah habis masa berlakunya. Produk tersebut sebagian besar tidak memenuhi persyaratan kadar KIO3.

Berdasarkan evaluasi diketahui bahwa permasalahan terbesar penyebab sarana produksi TMK, yaitu terkait persyaratan bangunan dan higiene sanitasi yang kurang baik, serta kurangnya pemantauan kualitas pangan (termasuk pengecekan parameter mutu SNI, terutama pengecekan kadar KIO3) sebelum beredar. Kendala modal kerap menjadi salah satu penyebab pelaku usaha sulit melakukan perbaikan, sehingga pemenuhan CPPOB/GMP sulit tercapai.

128

Laporan Tahunan Badan POM 2017

b. Pengawasan Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir hasil uji digambarkan pada grafik di bawah ini:

Hasil Uji Tepung Terigu 2015-2017 86,64%

78,49%

21,51%

2015 n = 172

85,28%

14,72%

13,36%

2016 n = 232

MS TMS

2017 n = 265

Gambar 4.48 Hasil Uji Tepung Terigu 2015-2017

Berdasarkan evaluasi, diketahui bahwa penyebab TMS terbanyak disebabkan oleh kandungan fortifikan yang tidak memenuhi syarat dengan selisih yang tidak jauh berbeda dari batas minimum yang ditetapkan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya quality control terhadap produk yang akan diedarkan atau perhitungan formula yang kurang tepat dalam proses penambahan fortifikan yang dilakukan. 100,00% 80,00%

7,14%

0,00%

31,25%

60,00% TMK

40,00%

MK 20,00% 68,75%

92,86%

100,00%

2015 (n=17)

2016 (n = 14)

2017 (n = 5)

0,00%

Data tiga tahun terakhir menyatakan tren sarana produksi yang memenuhi syarat semakin meningkat. Hal baik ini perlu dipertahankan sehingga sarana produksi secara konsisten terus memenuhi ketentuan. Sampling dan Pengujian Kemasan Pangan Sampling dan pengujian kemasan pangan dilakukan dalam rangka pengawasan keamanan kemasan pangan, dengan mengacu pada Pedoman Sampling Obat dan Makanan Tahun 2016 dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan No. 16 Tahun 2014. Pada tahun 2017, telah dilakukan sampling terhadap 765 sampel, diperoleh hasil sampel kemasan pangan yang memenuhi persyaratan sebanyak 750 sampel (98,04%), sedangkan kemasan pangan yang tidak memenuhi syarat keamanan sebanyak 15 sampel (1,96%).

Laporan Tahunan Badan POM 2017

129 129

Sampel yang tidak memenuhi syarat tersebut seluruhnya merupakan peralatan makan minum melamin yang merupakan produk wajib SNI. Peralatan makan minum melamin yang ditemukan tidak memenuhi syarat keamanan karena nilai migrasi/perpindahan formaldehid yang melebihi batas syarat keamanan (> 3 ppm).

Gambar 4.49 Peralatan Makan Minum Melamin Intervensi Pada Jalur Distribusi dalam Rangka Pencegahan Penyalahgunaan Bahan Berbahaya Kegiatan penambahan zat pemahit ke dalam formalin merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi penyalahgunaan bahan berbahaya formalin dalam pangan. Pada tahun 2017 telah dilakukan beberapa tahapan kegiatan yang meliputi: a) Pembahasan terhadap Keluhan Pasca Pemahitan Formalin b) Pembahasan Rancangan Payung Hukum penambahan pemahit dalam bentuk rancangan Peraturan Menteri Perdagangan dan rancangan Peraturan Menteri Perindustrian. c) Pembahasan Regulatory Impact Analysis (RIA) terhadap kebijakan penambahan pemahit ke dalam formalin dan paraformaldehida d) Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), Breakfast Meeting dan Afternoon Tea Meeting Dalam rangka menggalang komitmen dari pimpinan tertinggi lintas sektor. e) Pembahasan Rencana Penambahan Pemahit pada Paraformaldehida yang diawali dengan sounding kebijakan penambahan pemahit pada paraformaldehida kepada Asosiasi Resin Sintetik Indonesia (ARSI) yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, dilakukan uji coba oleh 2 perusahaan yaitu PT Eternal Buana Chemical Industries dan PT. Alkindo Mitraraya untuk mengetahui pengaruh penambahan pemahit pada paraformaldehida dalam proses produksi resin. f) Pembahasan Awal Kajian Dampak Pemahit pada Daya Rekat bersama peneliti dari IPB

130

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Pasar Aman Dari Bahan Berbahaya Pengendalian peredaran bahan berbahaya di pasar menjadi salah satu upaya intervensi dari sisi pasokan (supply side) dalam meningkatkan keamanan pangan, disamping perkuatan pengawasan sarana distribusi bahan berbahaya dalam rangka mencegah kebocoran bahan berbahaya ke rantai pangan. Implementasi program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya disusun melalui rencana aksi yang melibatkan peran masyarakat, lintas sektor dan stakeholder terkait melalui pemberdayaan komunitas pasar untuk melakukan pengawasan bahan berbahaya secara mandiri. Intervensi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya dilakukan oleh pusat dan Balai Besar/Balai POM. Pasar Aman dari Bahan Berbahaya saat ini termasuk ke dalam Program Prioritas Nasional. Sejak pengawasan terhadap pasar contoh dilakukan pada tahun 2013, diketahui bahwa telah terjadi penurunan jumlah persentase pangan tidak memenuhi syarat (%TMS) dari 16% menjadi 6% pada akhir tahun 2017. Penurunan ini menunjukkan adanya dampak positif dari program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya terhadap penjualan bahan berbahaya dan pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar percontohan. Dari total 8.950 sampel pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya yang disampling di pasar yang diintervensi, sebanyak 537 sampel tidak memenuhi syarat (TMS) terhadap parameter uji boraks, formalin, kuning metanil dan rhodamin B. Dalam rangka menambah kompetensi petugas pasar, telah dilaksanakan 4 (empat) kali pelatihan Fasilitator Pasar Aman dari Bahan Berbahaya sehingga menambah jumlah fasilitator menjadi total 349 orang. Dukungan pelaksanaan Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya juga meliputi penyerahan test kit kepada 141 pasar dan bimbingan teknis pengambilan sampel dan pengujian kepada petugas pengawas pasar di 41 pasar. Sebagai salah satu Program Prioritas Nasional, telah dilakukan intervensi terhadap 10 pasar di 10 destinasi pariwisata prioritas yang juga didahului dengan advokasi kepada Pemerintah Daerah di Kabupaten/Kota terkait. Disamping itu, telah diluncurkan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) pada tanggal 23 November 2017 oleh Ibu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bertempat di Taman Mini Indonesia Indah.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

131 131

Gambar 4.50 Grafik Persentase Pangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tahun 2013 – 2017

Sebanyak 139 pasar telah diintervensi menjadi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, sebagai salah satu program pendukung GERMAS SAPA.

 Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Di tingkat produksi pangan, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.057sarana industri yang terdiri atas 1.705(42.03%)industri pangan MD dan 2.352 (57,97%)industri rumah tangga pangan (IRTP) yang sudah memiliki nomor pendaftaran PIRT. Pemeriksaan sarana produksi ini difokuskan pada penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan kepatuhan terhadap perundang-undangan, misal: produk pangan yang diproduksi telah memiliki surat persetujuan pendaftaran. Gambar 4.51 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Tahun 2017

Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 974 sarana

132

Laporan Tahunan Badan POM 2017

(57,13%) sudah menerapkan CPPOB, sedangkan 652 sarana (38,24%) belum menerapkan CPPOB secara konsisten.Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan CPPOB tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan. Hasil pemeriksaan IRTP diketahui bahwa 258 (10,97%) sarana telah menerapkan CPPOB untuk IRTP, 1.953 (83,04%) sarana belum menerapkan CPPOB untuk IRTP. Terhadap sarana yang kurang tersebut, telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Menyadari pentingnya peran IRTP dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung. Badan POM akan mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, dan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.

Di tingkat ritel pangan, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap 9.087sarana ritel pangan, dengan hasil 6.089 (67,01%) sarana MK dan 2.998(32,99%)sarana TMK dalam penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB).

10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 -

9.087 6.089 2.998

JUMLAH

MK

TMK

Gambar 4.52 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2017

Jenis pelanggaran yang menyebabkan sarana distribusi yang masuk kategori TMK sebagai berikut: Jenis Temuan TMK Produk rusak Kadaluarsa TMK label Pangan tanpa ijin edar Lain-lain (Mengandung bahan berbahaya)

Jumlah Total (Item) 71.764 281.684 472.399 3.707.002 471

Nilai Ekonomi (Rp) 327.049.004 691.546.315 1.187.194.272 3.411.540.903 3.656.500

Laporan Tahunan Badan POM 2017

133 133

Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan beberapa jenis pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut antara lain: penarikan dan pemusnahan produk, peringatan, pro-justisia, pengembalian produk dan pembinaan Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap sarana distribusi bahan berbahaya. Bahan berbahaya yang dimaksud adalah bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan Pusat bersama Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya dan Balai Besar/Balai POM terhadap 88 sarana distribusi resmi bahan berbahaya yang terdiri dari Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2), Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) dan Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2), diperoleh hasil 48 (54,55%) sarana yang memenuhi ketentuan 40 (45,45%) sarana tidak memenuhi ketentuan. Sarana yang tidak memenuhi ketentuan tersebut adalah dalam hal aspek perizinan, pengadaan, pendistribusian maupun administrasi pelaporan. Dalam rangka pengembangan kebijakan nasional penambahan pemahit dalam formalin, telah dilaksanakan pengawasan untuk pemetaan produsen formalin dan pengguna akhir formalin dan paraformaldehid, pemetaan terhadap komoditi paraformaldehid yang diimpor oleh sarana importir produsen bahan berbahaya (IP-B2), termasuk sounding rencana penambahan zat penanda pemahit. Telah dilakukan pengawasan bersama dengan Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya kepada 12 (dua belas) produsen formalin dan 9 (sembilan) pengguna akhir formalin dan paraformaldehid di 8 (delapan) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Banten, dan Kalimantan Timur. Dari pelaksanaan pemetaan produsen bahan berbahaya tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: a. 75% produsen formalin (9 (sembilan) produsen dari 12 (dua belas) total produsen yang diperiksa) belum memiliki legalitas Surat Pendaftaran B2. b. 100% produsen formalin dan importir produsen bahan berbahaya (IP-B2) menyatakan perlu melakukan investasi dan trial penambahan pemahit dalam formalin.

 Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2017, Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehati-hatian terhadap kemungkinan peredaran pangan olahan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE), menjelang bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1437 H, Badan POM melakukan Kegiatan Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2017dilaksanakan mulai dua minggu sebelum bulan Ramadan, yaitu sejak 15 Mei 2017 dan berakhir dua minggu setelah hari raya Idul Fitri, yaitu 3 Juli 2017. Selama kegiatan pengawasan, dilakukan pelaporan setiap minggu sebanyak 7 tahapan. Intensifikasi pengawasan difokuskan hulu rantai distribusi produk pangan, sarana yang sudah sering melakukan pelanggaran dan pengawasan di tempat keramaian (titik mudik). Intensifikasi pengawasan pangan telah dilakukan sejak tanggal 15 Mei 2017. Intensifikasi pengawasan pangan tahap 1 telah dilaporkan oleh 32 Balai Besar/ Balai POM. Tahap 2,

134

Laporan Tahunan Badan POM 2017

tahap 3, dan tahap 4 telah dilaporkan oleh 33 Balai Besar/ Balai POM, tahap 5 telah dilaporkan oleh 32 Balai Besar/ Balai POM, tahap 6 telah dilaporkan oleh 30 Balai Besar/ Balai POM dan tahap 7 telah dilaporkan oleh 28 Balai Besar/ Balai POM (data closed tgl 11 Juli 2017 pukul 13.30). Hasil intensifikasi pengawasan pangan (tahap 1 hingga tahap 7) sebagai berikut: Uraian Pemeriksaan sarana ritel dan distribusi pangan

Tahap 1 Diperiksa 712 sarana dengan 283 sarana TMK :  Ritel TMK : 257 sarana  Gudang importir TMK : 26 sarana Temuan produk 911 item (152.065 pangan TMK pcs)  Pangan TIE : 111.949 pcs  Kedaluwarsa : 35.206 pcs  Pangan rusak : 4.910 pcs

Tahap 2 Diperiksa 778 sarana dengan 298 sarana TMK:  Ritel TMK : 282 sarana  Gudang importir TMK : 16 sarana 972 item (25.088 pcs)  Pangan TIE : 12.169 pcs  Kedaluwarsa : 8.273 pcs  Pangan rusak : 4.646 pcs

Total nilai ekonomi produk pangan TMK Uraian

Rp. 1.003.520.000,-.

Rp. 6,082,600,000,-.

Tahap 5

Tahap 6

Tahap 3 Diperiksa 608 sarana dengan 283 sarana TMK:  Ritel TMK : 264 sarana  Gudang importir TMK : 19 sarana 1.299 item (255.650 pcs)  Pangan TIE : 37.035 pcs  Kedaluwarsa : 217.174 pcs  Pangan rusak : 1.441 pcs Rp. 10.226.000.000,-. Tahap 7

1.010 item (38.662 pcs)  Pangan TIE : 24.427 pcs  Kedaluwarsa : 12.415 pcs  Pangan rusak : 1.820 pcs

Total Diperiksa 5.209 sarana dengan total 2.178 sarana TMK  Ritel TMK : 2.070 sarana  Gudang importir TMK : 108 sarana  9.069 item (906.314 pcs)  Pangan TIE : 501.798 pcs  Kedaluwarsa : 343.281 pcs  Pangan rusak : 61.235 pcs

Rp. 1.546.480.000,.

Rp. 36.252.560.000,.

Pemeriksaan sarana ritel dan distribusi pangan

Diperiksa 928 Diperiksa 790 Diperiksa 640 sarana dengan 463 sarana dengan 240 sarana dengan 225 sarana TMK : sarana TMK : sarana TMK :  Ritel TMK : 445  Ritel TMK : 225  Ritel TMK : 221 sarana sarana sarana  Gudang importir  Gudang importir  Gudang importir TMK : 18 sarana TMK : 15 sarana TMK : 4 sarana

Temuan produk pangan TMK

1.839 item (176.788 pcs)  Pangan TIE : 125.178 pcs

 Kedaluwarsa : 45.161 pcs  Pangan rusak : 6.449 pcs Total nilai ekonomi Rp. produk pangan 7.071.520.000,-. TMK

1.710 item (65.535 pcs)  Pangan TIE : 18.010 pcs  Kedaluwarsa : 7.999 pcs  Pangan rusak : 39.526 pcs Rp. 2.621.400.000,-.

Tahap 4 Diperiksa 753 sarana dengan 386 sarana TMK:  Ritel TMK : 376 sarana  Gudang importir TMK : 10 sarana 1.328 item (192.526 pcs)  Pangan TIE : 173.030 pcs  Kedaluwarsa : 17.053 pcs  Pangan rusak : 2.443 pcs Rp. 7.701.040.000,-.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

135 135

Sebaran temuan produk TMK dapat dilihat dari data yang tersaji berdasarkan jenis temuan produk pangan rusak, TIE, dan kedaluwarsa di 5 wilayah besar tempat temuan. Detail temuan produk TMK dapat dilihat pada Lampiran. Jenis Temuan

5 besar wilayah tempat temuan

Jenis Pangan TMK

Palembang,Lampung, Makassar,Serang, Manokwari

Bumbu, teh, air minum dalam kemasan, daging olahan, garam

1. TIE: a. Produk Lokal

b. Produk Impor

a. Batam, Pekanbaru, Serang, Minuman berkarbonasi, Jakarta, Banda Aceh minuman beralkohol, daging olahan, bumbu, b. Produk TIE impor berasal dari susu steril/ UHT negara Malaysia, Thailand, Taiwan, Korea, Amerika Serikat

2. Kedaluwarsa Manokwari, Jayapura, Sofifi, Ambon

3. Rusak

Makassar, Jayapura, Gorontalo, Yogyakarta

Makassar, Susu steril/ UHT, mie instant, susu kental manis, minuman berperisa, permen Manokwari, Air minum dalam kemasan, susu kental manis, ikan dalam kaleng, minuman berperisa.

Produk kedaluwarsa banyak ditemukan di daerah jauh dari sentral produksi dan distribusi serta sulitnya akses transportasi seperti Manokwari, Jayapura, Sofifi, dan Ambon. Produk TIE impor banyak ditemukan di Batam, Pekanbaru, Serang, Jakarta, Banda Aceh mengindikasikan bahwa produk TIE banyak ditemukan di daerah perbatasan atau pelabuhan/pintu masuk dan kota-kota besar yang memiliki daya beli tinggi. Produk pangan rusak disebabkan oleh penanganan yang buruk selama transportasi dan penyimpanan.

136

Laporan Tahunan Badan POM 2017

tOTAL TEMUAN (kemasn)

600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0

2015

2016

2017

Kedaluwarsa

139.152

87.898

343.281

Rusak

38.437

55.814

61.235

TIE

368.577

94.946

501.798

Gambar 4.53 Tren temuan hasil intensifikasi Hasil Pengawasan Pangan Bulan Ramadhan oleh balai dan pusat dari tahun 2015 hingga tahun 2017 Pada tahun 2017 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan temuan produk TMK (rusak, kedaluwarsa, dan TIE) yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan pada tahun ini kegiatan Intensifikasi Pengawasan Pangan selain lebih fokus ke hulu (distributor) dan sarana distribusi yang sering melakukan pelanggaran, juga dilakukan di tempat keramaian (titik mudik) di seluruh Indonesia. Antara tahun 2015-2017 temuan pangan kedaluwarsa mengalami fluktuasi. Tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan, sementara tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami peningkatansekitar 26%. Tingginya peredaran produk pangan kedaluwarsa diduga merupakan ulah spekulan yang mencari keuntungan besar karena naiknya harga kebutuhan pangan menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini juga dapat disebabkan sulitnya akses distribusi pangan di wilayah Indonesia Timur yang memicu tingginya peredaran produk pangan kedaluwarsa di wilayah tersebut. Untuk temuan pangan rusak, lebih cenderung mengalami kenaikan di setiap tahunnya namun tidak terlalu signifikan. Temuan pangan rusak biasanya terdapat pada bagian kemasannya yang tidak sesuai. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan pada saat proses pendistribusian mengalami benturan secara fisik yang dapat merusak produk pangan. Jarak tempuh antara sarana produksi dan ritel yang cukup jauh juga dapat diasumsikan sebagai tren kenaikan pangan rusak. Temuan pangan TIE juga mengalami fluktuasi antara tahun 2015-2017. Pada 2015 ke 2016 cenderung menurun, sementara dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami peningkatan yang signifikan. Klasifikasi produk pangan yang termasuk kategori TIE ialah:

Laporan Tahunan Badan POM 2017

137 137

1. Pangan tidak memiliki izin edar 2. Pangan yang nomor izin edarnya telah habis masa berlakunya, 3. Pangan yang seharusnya terdaftar MD, namun masih terdaftar sebagai P-IRT 4. Pangan dengan nomor izin edar palsu atau fiktif. 5. Pangan dengan izin edar tidak sesuai peruntukannya Intensifikasi pengawasan pangan menjelang Hari Raya Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 dilakukan sejak minggu pertama bulan Desember 2017 sampai dengan minggu kedua bulan Januari 2018. Laporan dilakukan setiap minggu sebanyak 5 (lima) tahap. Dalam kegiatan ini, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.892 sarana ritel dan distribusi pangan dengan hasil terdapat 1.025 (35%) sarana distribusi TMK karena menjual produk pangan rusak, pangan kedaluwarsa, dan pangan TIE. Dari total 2.892 sarana distribusi yang diawasi, sebanyak 2.620 (91%) merupakan sarana ritel dan 272 (9%) sarana merupakan gudang distributor atau importir yang merupakan hulu rantai distribusi. Dari sejumlah 2.620 sarana distribusi ritel yang diperiksa, sebanyak 956 merupakan sarana TMK. Total temuan produk di sarana distribusi retail sebanyak 130.759 kemasan dengan rincian pada Tabel 1. Tabel I. Temuan Pengawasan Pangan Menjelang Hari Raya Natal 2017 dan Tahun Baru 2018

Jenis Temuan

TIE Kedaluwarsa Rusak

di Sarana Distribusi Ritel Jumlah (Kemasan) 115.668 12.394 2.697

Presentase Temuan 88% 9% 3%

di Gudang Importir/ Distributor Jumlah Presentase (Kemasan) Temuan 648.659 96 % 17.194 3% 4.441 1%

Temuan produk pangan TMK hasil pemeriksaan di gudang yaitu 84% dari total temuan produk pangan TMK. Hal ini dapat menjadi acuan bagi kegiatan pengawasan, baik pengawasan rutin maupun dalam rangka intensifikasi untuk lebih fokus melakukan pengawasan di gudang distributor/importir. Dengan pengawasan di hulu rantai distribusi diharapkan kegiatan intensifikasi berjalan lebih efektif dan efisien. Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi ritel, gudang importer/distributor tersebut, ditemukan produk pangan TMK sebanyak 3.372 item (801.053 kemasan) yang tidak memenuhi ketentuan. Dari sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMK tersebut diperkirakan mencapai Rp 32.042.120.000 (Tiga Puluh Dua Milyar Empat Puluh Dua Juta Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) dengan rincian temuan produk TMK sebagai berikut:

138

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Jenis Temuan TIE Kedaluwarsa Rusak Total

Jumlah (Kemasan) 764.327 29.588 7.138 801.053

Nilai Ekonomi (Rp)* 30,573,080,000 1,183,520,000 285,520,000 32,042,120,000

Presentase Temuan (%) 95 4 1

* estimasi harga sampel rata-rata Rp. 40.000,Sampling pangan buka puasa (takjil) dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan pada para penjaja pangan jajanan buka puasa di pasar tradisional, toko, swalayan dan tempat-tempat yang khusus menjual pangan buka puasa. Sampling difokuskan terhadap kemungkinan adanya produk pangan jajanan untuk buka puasa/takjil yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan yang mengandung bahan berbahaya yaitu, formalin, boraks, rhodamin B dan methanyl yellow. Untuk pengujian bahan berbahaya dapat dilakukan dengan menggunakan rapid test kit sehingga hasil pengujian secara kualitatif (ada atau tidak nya kandungan bahan berbahaya pada pangan) dapat segera diketahui pada saat melakukan sidak. Jika hasil menunjukkan positif mengandung bahan berbahaya, akan dilanjutkan dengan uji verifikasi secara kuantitatif di laboratorium BB/BPOM. Grafik 3 menunjukkan dari jumlah sampel sebanyak 10.932 sampel dengan rincian 10.333 sampel (94%) memenuhi syarat dan 599sampel (6%) tidak memenuhi syarat.

TMS 6%

MS 94%

Gambar 4.54. Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2017

Laporan Tahunan Badan POM 2017

139 139



Masih terdapat beberapa jenis pangan takjil yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) terhadap bahan tambahan yang dilarang dalam pangan dengan rincian sebagai berikut :

Gambar 4.55. Pengawasan pangan buka puasa bekerja sama dengan lintas sektor. Bahan tambahan yang dilarang 1. Formalin

TMS (sampel)

192 (3,64% dari total sampel yang diuji Formalin)

140

2. Boraks

183

3. Rhodamin B

220

4. Methanyl Yellow

5 sampel

Jenis Pangan TMS

tahu, mie, empek-empek, cumi asin, ikan, sate kerang, dan cincau

kerupuk, mie, tahu, otak-otak, empek-empek, pentol, lontong, (3,16% dari total sotong, risol, kue, sate buras, sampel yang diuji cincau dan bleng boraks) arumanis, kerupuk, rengginang, sirup gula, biji mutiara, pacar cina, (5,75% dari total cendol, terasi, kolangkaling, sampel yang diuji manisan, wajik, kue bolu, kue Rhodamin B) apem, cenil, belapis, dan putu mayang

( 0,21% dari total sampel yang diuji Methanyl Yellow)

Laporan Tahunan Badan POM 2017

pangan tahu orange, cendol, kerang, dan kerupuk kuning.



Pangan buka puasa (takjil) mengandung Formalin ditemukan di :Palembang, Serang, Jakarta, Semarang, Banda Aceh, Pekanbaru, Bandung, Denpasar, dan Jambi.



Pangan mengandung Boraks ditemukan di: Banda Aceh, Surabaya, Pekanbaru, Serang, Jakarta, Mataram, Palangkaraya, Makassar, Jayapura, Palembang, Gorontalo, Pontianak, Batam dan Semarang.



Pangan mengandung Rhodamin Bditemukan di : Jakarta, Serang, Pekanbaru, Semarang, Bandar Lampung, Surabaya, Denpasar, Sofifi, Bengkulu, Jambi, Batam, Manado, Makassar, Mataram, Bandung, Palangkaraya, Pontianak, Banda Aceh, dan Palembang.



Pangan mengandung Methanil Yellow ditemukan di : Jakarta, Surabaya dan Serang.

Terhadap temuan bahan berbahaya pada pangan takjil dilakukan tindak lanjut berupa berkoordinasi dengan Dinas terkait setempat untuk melakukan pembinaan kepada produsen pangan jajanan buka puasa yang melakukan pelanggaran. 100,00%

94,52%

92,92%

90,58%

90,00% 80,00%

N= 10932

70,00%

N= 6613

60,00%

MK

50,00% 40,00%

TMK

N= 8617

Expon. (TMK)

30,00%

N: Total Sampel

20,00%

9%

10,00%

7%

5%

0,00% 2015

2016

2017

Gambar 4.56. Tren pengawasan pangan buka puasa (Takjil) dapat dilihat pada Berdasarkan grafik di atas, terlihat tren peningkatan pangan takjil yang Memenuhi Ketentuan (MK) dari tahun 2015 hingga tahun 2017. Hal ini merupakan sebuah indikator keberhasilan dari kinerja BPOM dalam intensifikasi pangan selama bulan ramadhan yang semakin meningkat selain juga peningkatan kesadaran pelaku usaha pangan akan pentingnya memproduksi pangan yang aman bagi kesehatan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

141 141

12,0% 10,9% 10,0% 8,0% 6,0% 6,0%

% TMS Formalin

7,3% 6,5% 5,75%

4,0% 3,7% 2,0% 0,3% 0,0% 2015

3,0% 0,1% 2016

3,64% 3,16%

% TMS Boraks % TMS Methanil Yellow % TMS Rhodamin B

0,21% 2017

Gambar 4.57. Tren Temuan Bahan Berbahaya pada Takjil (2015-2017) Pengujian yang dilakukan pada pangan buka puasa (takjil) difokuskan pada parameter Formalin, Boraks, Methanil Yellow, dan Rhodamin B. Ke empat bahan tersebut bukan merupakan bahan tambahan pangan (BTP) dan masuk ke dalam golongan bahan berbahayayang bila digunakan akan membawa dampak negatif bagi kesehatan. Pangan yang TMS Formalin mengalami tren yang cenderung menurun dari 2016 ke 2017. Untuk parameter boraks, pangan TMS stabil di angka sekitar 3%. Untuk pangan yang TMS Methanil yellow stabil di angka 0,2%. Pangan yang TMS Rhodamin B mengalami tren penurunan dari sekitar 10% mencapai 5%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pangan buka puasa (takjil) yang mengandung bahan berbahaya cenderung mengalami penurunan karena tingkat kesadaran para pedagang untuk tidak menyalahgunakan bahan berbahaya pada proses pengolahan semakin meningkat.  Sertifikasi Pangan, Non Pangan dan Kemasan Pangan Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2017 Badan POM telah menerbitkan14.878 SKE untuk 38.221item produk yang diekspor. Adapun pencapaian timeline dalam proses penerbitan SKE pada tahun 2017 adalah 1 hari kerja.

142

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Tabel II. Rekapitulasi Jumlah dan Pencapaian Timeline SKE (Surat Keterangan Ekspor) Bulan Januari – Desember 2017 No.

Bulan

Jumlah Surat

Jumlah Item Produk

Pencapaian Timeline (hari)

Capaian SKE diterbitkan tepat waktu (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari 951 2429 1 100% 1074 2727 1 100% Februari 1206 3056 100% Maret 1 1056 2618 100% 1 April 1251 3101 100% Mei 1 1117 2800 100% Juni 1 1136 2980 100% 1 Juli 1367 3348 100% Agustus 1 September 1305 2945 100% 1 Oktober 1270 3471 100% 1 Nopember 1738 4644 100% 1 1407 4102 100% Desember 1 100 % 38221 Total 14878 Berikut ini 10 jenis pangan yang paling banyak diekspor dan 10 negara tujuan ekspor dengan jumlah ekspor tertinggi. Negara Tujuan Malaysia China Sri Lanka Brunei Darussalam Nigeria Myanmar Vietnam USA Philippines Uni Emirat Arab

NILAI VALUE EKSPOR US $ 1,548,104,603.29 US $ 479,220,383.87 US $ 131,017,324.37 US $ 98,367,529.24 US $ 70,861,228.14 US $ 48,251,807.70 US $ 31,001,170.01 US $ 30,477,885.39 US $ 25,536,557.73 US $ 22,611,260.64

Jenis Produk Makanan Ringan Biskuit Mie Instan Kembang Gula/ Beraroma Penguat Rasa Bumbu Instan Lemak Nabati Kopi Bubuk/ Instan Pemanis Buatan Minuman teh

Total 9617 7393 2543 1876 1295 1250 1125 1109 934 654

Selain itu, pada tahun 2017 Badan POM telah menerbitkan 32 SKE kemasan pangan untuk 131 item produk yang diekspor. Negara tujuan dan nilai ekspor kemasan pangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Negara Tujuan Turki Moroko Arab Serbia TOTAL

Jumlah Surat

Jumlah Item Produk

Nilai Value Ekspor

15 8 7 2

74 34 11 12

32

131

531,845.87 206,916.36 81,272.30 62,851.68 US$ 882,886.21

Laporan Tahunan Badan POM 2017

143 143

Badan POM telah menerbitkan 55.218 SKI untuk 141.466 item produk, meliputi 21.665 SKI untuk 31.594 item bahan pangan, 12.865 SKI untuk 28.914 item BTP, 11.397 SKI untuk 49.330 item produkpangan, serta 9.291 SKI untuk 31.628 item produk NOM (Non Obat dan Makanan).Adapun pencapaian timeline dalam proses penerbitan SKI pada tahun 2017 adalah 4,34 jam. Tabel III. Rekapitulasi Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan melalui National Single Window (NSW) Bulan Januari – Desember 2017 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total

Jumlah SKI Jumlah Produk BB BTP NOM Total ML BB BTP NOM Total 1619 833 691 3879 3637 2325 1988 2144 10094 1478 728 662 3568 3123 2108 1802 2097 9130 5289 13106 2194 1122 862 4721 3123 2535 2727 10987 1851 1034 760 4591 3919 2654 2154 2260 2205 1274 882 5570 5165 3264 2830 2719 13978 1114 855 483 3090 3069 1770 1868 1798 8505 4873 12326 1847 1184 878 4041 2777 2605 2903 1791 1121 829 4579 3537 2602 2678 2833 11650 1822 1184 763 4763 3913 2610 2602 2823 11948 1714 1094 790 4632 4515 2443 2334 2959 12251 2418 1381 928 5983 5382 3448 3052 3337 15219 1612 1055 763 4401 4308 2470 2466 3028 12272 12.86 11.397 21.665 9.291 55.218 49.330 31.594 28.914 31.628 141.466 5 ML 736 700 1111 946 1209 638 964 838 994 1034 1256 971

Tabel 4.11Rekapitulasi Pencapaian Timeline Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan Bulan Januari – Desember 2017 No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

144

Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total

Jumlah Total SKI

Pencapaian Timeline (jam)

3879 3568 5289 4591 5570 3090 4873 4579 4763

4.06 4.35 4.3 4.3 3.7 3.52 4.08 4.56

4632

4.4233

5983 4401

5.11 5.22

55.218

4.34

Laporan Tahunan Badan POM 2017

4.51

Capaian SKI diterbitkan tepat waktu (%) 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Gambar 4.58. Profil Negara Pengekspor Pangan Olahan Ke Indonesia

Gambar 4.59. Grafik Profil Jenis bahan Baku Pangan Selama tahun 2017, Badan POM juga telah menerbitkan Sertifikat Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) sejumlah 23 sertifikat untuk 13 sarana produksi pangan, dimana 7 sarana dengan nilai A dan 6 sarana dengan nilai B . Selain itu telah diterbitkan 56 surat keterangan higiene dan sanitasi untuk 19 sarana produksi pangan, dengan rincian 12

Laporan Tahunan Badan POM 2017

145 145

sarana produksi memperoleh nilai A (masa berlaku surat keterangan 12 bulan) dan 7 sarana produksi memperoleh nilai B (masa berlaku surat keterangan 6 bulan), serta 25 surat persetujuan pendaftaran produsen BTP. Tabel IV. Rekapitulasi Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) Bulan Januari – Desember 2017 No.

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total

Jumlah Surat Keterangan Jum. Sarana Jumlah yang sertifikat mendapatkan yang sertifikat diterbitkan 2 3 0 0 3 3 0 0 0 0 1 1 3 6 1 2 0 0

Pencapaian Timeline (hari)

Capaian sertifikat CPPOB diterbitkan tepat waktu (%)

30 30 30 30 30 30 30 30 30

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

0

0

30

2 1

6 2 23

30 30 30

13

100%

Tabel V. Rekapitulasi Surat Keterangan Higiene & Sanitasi Bulan Januari – Desember 2017

146

No.

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total

Jumlah Surat Keterangan Jum. Sarana Jumlah yang sertifikat mendapatkan yang sertifikat diterbitkan 1 3 1 3 1 1 1 3 1 1

2 20 2 5 1 4 1 6

3

6

1

3

2

3

19

56

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Pencapaian Timeline (hari)

Capaian surat keterangan HS diterbitkan tepat waktu (%)

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Wewenang penerbitan SKI dan SKE selain di Badan POM, juga telah didelegasikan ke 23 Balai Besar/ Balai POM. Dari 22 Balai Besar/ Balai POM tersebut, sejumlah 14 atau 63,64 % Balai Besar/ Balai POM yang telah melakukan pelayanan penerbitan SKI/ SKE pada tahun 2017 dengan jumlah 7.822 SKE dan 6.110 SKI untuk 26.920 item produk dengan rincian 16.502 item produk jadi, 8.648 item bahan baku dan 1.770 item BTP. Tabel VI. Penerbitan SKI/SKE di 12 Balai Besar/Balai POM Tahun 2017 Jumlah No

Balai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

B. Aceh Medan Pekanbaru B. Lampung Palembang Padang Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Pontianak Banjarmasin Samarinda Manado Makasar Bengkulu Jambi Palu Kendari Batam Pangkalpinang Jumlah

Surat Ekspor Impor

0 376 11 78 1 1 1297 1141 0 4879 3 0 0 0 4 0 0 0 0 0 31 0 7822

0 510 80 86 57 0 0 2239 1 2326 78 0 23 0 0 57 0 0 0 0 653 0 6110

∑ Produk Impor 0 7180 1023 87 56 0 0 3419 1 12287 279 0 23 0 0 57 0 0 0 0 2508 0 26920

Produk Impor ∑ Produk ∑ Bahan Jadi Baku 0 6387 943 0 0 0 0 1286 1 5179 209 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2497 0 16502

0 444 80 82 47 0 0 1979 0 5926 37 0 23 0 0 26 0 0 0 0 4 0 8648

∑ BTP

0 349 0 5 9 0 0 154 0 1182 33 0 0 0 0 31 0 0 0 0 7 0 1770

Badan POM berwenang mengeluarkan Surat Rekomendasi Pemasukan (SRP) Produk Pangan Olahan Asal Hewan dan Produk Hortikultura Olahan. Selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan 1.112 SRP Produk Pangan Olahan Asal Hewan untuk 56 perusahaan dan 268 SRP Produk Holtikultura Olahan untuk 86 perusahaan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

147 147

 Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Selama tahun 2017 Badan POM telah mencatat 57 berita keracunan pangan yang diperoleh dari media massa dan PHEOC. Sementara di tahun yang sama, sebanyak 53 kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan dilaporkan oleh 34 BB/BPOM di seluruh Indonesia. Laporan tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi maupun Kabupaten/Kota di 34 Propinsi.

Gambar 4.60 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2017

Dilaporkan jumlah orang yang terpapar sebanyak 5293 orang, sedangkan kasus KLB keracunan pangan (case) yang dilaporkan sebanyak 2041 orang sakit dan 3 orang meninggal dunia. Berdasarkan data tersebut diketahui nilai Attack Rate (AR) sebesar 38,56% dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,15%. Attack Rate merupakan jumlah kasus pada periode KLB dibagi dengan jumlah yang mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate merupakan jumlah korban meninggal dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali dengan 100. Ditinjau dari segi etiologi, penyebab KLB Keracunan Pangan dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 4.61 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2017

148

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Tabel VII. Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2017 Mikroba Confirmed

Jml

S. aureus S. aureus dan B. cereus

6 1

Suspect

B. cereus S. aureus Salmonella spp C. perfringens B cereus, S aureus B cereus, S aureus, Salmonella spp B cereus, S aureus, Salmonella spp, Shiggella, E coli B cereus, S aureus, Pseudomonas aeruginosa Lainnya

Kimia Jml

6 7

Confirmed Histamin Tetrodoto ksin

Jml 2 1

Suspect

Jml

Histamin Toksin jamur

3 2

1 1 3 1

Biotoksin Metamfetamin Nitrit Kapang khamir

1 1 1 1

1

Candida albicans

1

1

Lainnya

3

5

Ditinjau dari jenis pangan, penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2017 adalah masakan rumah tangga sebanyak 20 kejadian (37,74%) kejadian, pangan jajanan/siap saji sebanyak 6 kejadian (11,32%) kejadian, diikuti pangan olahan dan pangan jasa boga masing-masing sebanyak 7 kejadian (13,21%) kejadian. Masakan rumah tangga memiliki Gambar 4.62. Profil Asal Pangan Penyebab persentase tertinggi sebagai jenis KLB Keracunan PanganTahun 2017 pangan penyebab KLB keracunan pangan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa masyarakat masih belum memahami dan menerapkan praktek-praktek keamanan pangan, sehingga promosi dan penyuluhan keamanan pangan kepada masyarakat umum (konsumen) dan produsen menjadi hal penting. Berdasarkan tempat/ lokasi/locus KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat bahwa tempat tinggal menduduki urutan pertama, yaitu sebanyak 25 kejadian (47,17%) kejadian, disusul lembaga pendidikan sebanyak 15 kejadian (28,30%) kejadian. KLB keracunan pangan di lembaga pendidikan paling banyak terjadi di SD/MI (9 kejadian) dan SPM/MTs (6 kejadian).

Laporan Tahunan Badan POM 2017

149 149

Tabel IX. Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2017 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

TEMPAT/ LOKASI Tempat Tinggal Lembaga Pendidikan Kantor/Pabrik Asrama/Pesantren Tempat Terbuka Tempat ibadah Hotel / Penginapan Tempat Pengungsian Tidak diketahui JUMLAH

KEJADIAN

%

25 15 2 1 4 3 1 1 1 53

47,17 28,30 3,77 1,89 7,55 5,66 1,89 1,89 1,89 100

KLB keracunan pangan di tempat tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga atau perayaan agama seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut biasanya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga itu sendiri dengan dibantu para tetangga. KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan yang terkontaminasi bakteri patogen. Agar penanganan KLB keracunan pangan dapat dilaksanakan secara maksimal, perlu optimalisasi pelaporan melalui event based surveillance. Badan POM telah melakukan integrasi pelaporan kasus keracunan dari Rumah Sakit maupun KLB keracunan pangan. Hal ini dimaksudkan agar pelaporan KLB keracunan pangan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga perlu lebih ditingkatkan agar tercipta sinergisme aspek kesehatan masyarakat dan keamanan dalam penanganan KLB keracunan pangan.

 Desa Pangan Aman Tujuan dari kegiatan pengawasan keamanan dan mutu pangan olahan yang beredar di masyarakat adalah untuk penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, yang dapat dicapai dengan melaksanakan intervensi keamanan pangan ke desa untuk menjadi desa pangan aman dan intervensi ke pasar untuk menjadi pasar aman dari bahan berbahaya. Sasaran desa yang diintervensi keamanan pangan adalah sebanyak 100 desa di 32 propinsi dengan alokasi anggaran sebesar Rp 4.989.586.000. Tahun 2017, Badan POM telah melaksanakan intervensi keamanan pangan ke 100 desa sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Pencapaian pada sasaran ini diperoleh Badan POM melalui 4 strategi yaitu: (1) Perkuatan kapasitas desa Dalam rangka memperkuat kapasitas desa, disetiap propinsi dilaksanakan advokasi kelembagaan desa dan pelatihan keamanan pangan kepada kader keamanan pangan desa.

150

Laporan Tahunan Badan POM 2017

(2) Pemberdayaan komunitas desa Pemberdayaan komunitas desa dilakukan dengan cara memberikan bimbingan teknis keamanan pangan kepada komunitas desa. Bimbingan teknis dilakukan oleh kader keamanan pangan desa yang sudah dilatih. (3) Pengawasan keamanan pangan desa Pengawasan keamanan pangan dilakukan melalui kegiatan fasilitasi keamanan pangan disarana produksi pangan yang dimiliki oleh komunitas di desa. Fasilitasi keamanan pangan ini dilakukan oleh kader keamanan pangan desa. Selain itu, pengawasan keamanan pangan dilakukan melalui kegiatan mobling dan uji produk pangan menggunakan rapid test kit. (4) Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan capaian target serta kendala pada pelaksanaan kegiatan ini. Hasil dari monitoring dan evaluasi tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan dan melakukan perbaikan pada program ini di tahun berikutnya. Tantangan yang dihadapi pada kegiatan intervensi keamanan pangan ke desa adalah implementasi keamanan pangan oleh masyarakat desa secara mandiri. Keberhasilan Kegiatan Intervensi Keamanan Pangan kepada Desa Badan POM telah melatih Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) sebanyak 1450 orang dan telah melaksanakan bimbingan teknis keamanan pangan kepada 5246 komunitas desa. Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi terdapat perubahan pada KKPD terkait keamanan pangan (dapat dilihat pada grafik dibawah).

 Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) menunjukkan peranan penting terutama untuk menindaklanjuti beberapa notifikasi terkait permasalahan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

151 151

Instansi yang berperan sebagai Competent Contact Point (CCP) dalam jejaring INRASFF adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Badan POM. Selain sebagai CCP, Badan POM juga berperan sebagai National Contact Point (NCP). Terdapat dua jenis notifikasi yang dikelola dalam INRASFF, yaitu notifikasi downstream dan notifikasi upstream. Notifikasi downstream adalah informasi yang diterima dari otoritas keamanan pangan di luar negeri tentang penolakan ekspor pangan Indonesia. Sedangkan notifikasi upstream adalah penyampaian informasi kepada otoritas keamanan pangan di luar negeri tentang penolakan produk pangan impor yang ditemukan tidak memenuhi syarat keamanan pangan di Indonesia. Berdasarkan hasil pengawasan di pasaran Tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan POM cq Balai Besar/Balai POM terhadap produk impor, ditemukan produk dari Tiongkok yang mengandung pemanis buatan (siklamat/sakarin) atau pengawet (benzoat) yang melebihi persyaratan batas maksimum yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Sebagai tindak lanjutnya telah diterbitkan notifikasi kepada Tiongkok guna menginformasikan hasil temuan tersebut.

 Indonesia Risk Assessment Center (INARAC) INARAC dibentuk dengan tujuan: (1) memperkuat kapasitas kajian risiko dari Kementerian/ Lembaga/Institusi yang melaksanakan kajian risiko, (2) memfasilitasi pertukaran informasi terkait kajian risiko, (3) mengoordinasi implementasi kajian risiko keamanan pangan di tingkat nasional, (4) menjembatani alur komunikasi dengan jejaring yang bertugas melaksanakan manajemen dan komunikasi risiko, dan (5) mempersiapkan focal point Indonesia untuk ARAC. Kegiatan INARAC pada tahun 2017 meliputi pelaksanaan manajemen INARAC, implementasi kajian risiko dan capacity building. Pelaksanaan manajemen INARAC meliputi pertemuan Komite Ilmiah yang merupakan koordinasi operasional INARAC oleh para pakar yang menjabat sebagai Komite Ilmiah INARAC. Pada tahun 2017 telah diadakan tiga kali pertemuan Komite Ilmiah INARAC, dengan serangkaian agenda pembahasan mengenai penguatan peran Komite Ilmiah INARAC untuk pengembangan INARAC, pembahasan laporan Kajian Risiko Aflatoksin B1 pada Kacang Tanah yang telah dilaksanakan pada tahun 2015-2016, pembahasan usulan topik kajian risiko, verifikasi hasil seleksi calon anggota panel pakar INARAC dan usulan pakar untuk ASEAN Risk Assessor Directory serta pembahasan rencana kegiatan INARAC tahun 2018, serta melanjutkan evaluasi terhadap pelaksanaan Kajian Risiko Aflatoksin B1 pada Kacang Tanah dan Kajian Risiko Salmonella spp pada Ayam Goreng. Implementasi kajian risiko yang dilakukan oleh INARAC pada tahun 2017 adalah Kajian Risiko Salmonella spp pada Ayam Goreng. Kegiatan ini diinisiasi oleh Badan POM sebagai Sekretariat INARAC, yang merupakan suatu kegiatan komprehensif dengan lintas sektor

152

Laporan Tahunan Badan POM 2017

terkait, yaitu Kementerian Kesehatan: Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Pertanian: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Veteriner, Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan, dan Pusat Riset Obat dan Makanan. Pengerjaan kajian risiko mikrobiologi ini dilakukan oleh tim panel pakar Salmonella dan sekretariat INARAC, melalui rapat pembahasan dan pertemuan panel pakar Salmonella. Pengerjaan kajian risiko mikrobiologi ini menggunakan metode deterministic dan probabilistic menggunakan software @Risk dengan menggunakan skenario berdasarkan metode pengolahan ayam goreng, yaitu tanpa atau dengan pengungkepan. Berdasarkan hasil estimasi tingkat risiko salmonellosis, maka rekomendasi dalam hal pengawasan maupun pembinaan PJAS, sebagai berikut: 1. Dalam hal pengawasan keamanan pangan, PJAS berbasis ayam goreng perlu menjadi perhatian atau prioritas dalam pelaksanaan sampling PJAS. 2. Tahapan yang menjadi titik kritis sampling PJAS berbasis ayam goreng yaitu pada suhu penyimpanan karkas ayam di ritel yang akan menggambarkan tingkat kontaminasi awal, suhu pada saat pengungkepan dan penggorengan, serta lamanya penyimpanan ayam sebelum pengolahan. 3. Rekomendasi dalam hal pembinaan, agar melakukan supervisi dan penyuluhan mengenai keamanan pangan kepada pedagang PJAS berbasis ayam goreng terutama dalam hal pembelian karkas ayam di ritel, proses pengolahan dan penyajian ayam goreng. Meskipun telah diperoleh rekomendasi, namun kajian risiko ini juga memiliki keterbatasan antara lain belum memasukkan data kontaminasi silang yang merupakan salah satu faktor yang dapat berkontribusi pada angka peluang salmonellosis. Selain itu adanya keterbatasan jumlah data yang digunakan dalam perhitungan kajian risiko ini sehingga faktor uncertainty dan variability tidak dapat dieksplorasi dalam kajian risiko ini. Serangkaian kegiatan capacity building yang dilakukan dalam forum INARAC antara lain: 1) Seminar and Workshop on Food Safety Risk Analysis in ASEAN pada tanggal 12-13 September 2017 di Kuala Lumpur Malaysia. 2) Seminar Analisis Risiko Keamanan Pangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2017 di Jakarta dan dihadiri oleh 130 orang peserta yang merupakan perwakilan Kementerian/ Lembaga (K/L), unit kerja di BPOM, perguruan tinggi, lembaga penelitian, organisasi profesi/ profesional, dan asosiasi. Seminar ini dihadiri oleh tim dari MPI New Zealand yang dipimpin oleh Dr. Bill Jolly, Chief Assurance Strategy Officer , MPI New Zealand. 3) Workshop on Food Safety Risk Analysis Workshop mengenai Food Safety Risk Analysis telah diadakan pada tanggal 2 November 2017 yang dihadiri oleh 50 orang peserta dari K/L dan perguruan tinggi, serta beberapa unit kerja terkait analisis risiko di BPOM. Tujuan dari workshop ini adalah untuk meningkatkan pemahaman lintas sektor keamanan pangan dalam praktik analisis risiko keamanan pangan secara teknis. 4) Technical Assistance Program of Quantitative Microbiological Risk Assessment (QMRA) of Salmonella in Fried Chicken yang diadakan pada tanggal 3 November 2017 yang dihadiri 50 orang yang terdiri dari Panel Pakar Salmonella INARAC dan observer yaitu dari lintas unit di BPOM dan perguruan tinggi. Sesi technical assistance ini bertujuan untuk memperoleh masukan/ critical review dari Expert MPI berdasarkan pengalaman mereka melaksanakan QMRA di New Zealand

Laporan Tahunan Badan POM 2017

153 153

sehingga QMRA Salmonella yang dilaksanakan INARAC sebagai rintisan kajian risiko mikrobiologi di Indonesia dapat menjadi rujukan ilmiah dalam manajemen risiko keamanan pangan. Selain capacity building, telah tersedia database dan website INARAC sebagai media informasi operasional dan update aktivitas INARAC. Namun tentunya data dan informasi dalam website INARAC serta database perlu untuk terus-menerus diperbarui sehingga dapat terus menginformasikan aktivitas terkini dari INARAC.

4.7.

HASIL INVESTIGASI AWAL DAN PENYIDIKAN KASUS TINDAK PIDANA BIDANG OBAT DAN MAKANAN

Pada tahun 2017 ditemukan sejumlah 293 perkara pelanggaran di bidang obat dan makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 27 perkara (9.21%) diantaranya telah mendapat putusan pengadilan. Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran di bidang pangan sebanyak 80 (27,30%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat sebanyak 76 (25,93%) perkara, bidang kosmetika sebanyak 75 (25,56%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat tradisional 61 (20,82%) perkara. Dari pelanggaran ini, sebagian besar merupakan pelanggaran tanpa izin edar, dan tanpa kewenangan dan keahlian. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi.

Gambar 4.63. Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2017

154

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan makanan pada tahun 2017: Komoditi Obat

Ancaman Pidana UU No.36/2009 tentang Kesehatan : Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 Milyar

Obat Tradisional

Kosmetik

Pangan

UU No.18/2012 tentang Pangan : Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 Milyar

Putusan Pengadilan Terendah

Putusan Pengadilan Tertinggi

Pidana denda Rp.150 ribu (mengedarkan obat G) – BBPOM di Yogyakarta

Pidana penjara 3 tahun 4 bulan dan denda Rp.200 juta subsider 2 bulan (mengedarkan obat TIE) – Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Percobaan 1 tahun Penjara 18 bulan dan (mengedarkan OT denda Rp.1 milyar TIE) - BBPOM di subsider 1 bulan (mengedarkan OT Pekanbaru TIE dan BKO) – BBPOM di Banda Aceh Pidana denda Rp.500 Pidana penjara 2 ribu subsider 3 bulan tahun 6 bulan, denda (mengedarkan kos Rp.5 juta dan TIE) – BBPOM di subsidier 3 bulan (mengedarkan Semarang kosmetik TIE) – BBPOM di Mataram Percobaan 1 tahun Pidana Penjara 2 (mengedarkan tahun (mengedarkan Pangan TIE) – pangan TIE) – BBPOM di BBPOM di Samarinda Mataram

 Operasi Gabungan Nasional Opgabnas tahun 2017 digelar secara serentak pada tanggal 05 - 06 September 2017 oleh Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan melibatkan lintas sektor seperti Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan maupun pemangku kepentingan lain khususnya terkait penegakan hukum. Pada Opgabnas 2017 telah diperiksa 189 sarana dengan temuan 176 sarana (93.12 %) diantaranya melakukan pelanggaran yang terdiri dari 12 sarana produksi, 18 distributor, 17 sarana apotek, 2 salon, 84 sarana toko, 15 toko obat, 14 rumah, 3 gudang, dan 11 sarana lain-lain (berupa online shop, medrep, Gudang farmasi dll).

Laporan Tahunan Badan POM 2017

155 155

HASIL OPGABNAS 2017

MS 6,88%

TMS 93,12%

Sarana Produksi (6,35%) Distributor (9,52%) Apotek (8,99%) Salon (1,02%) Toko (44,44%)

Toko Obat (7,94%) Rumah (7,41%) Gudang (1,59%) Lain-lain (5,82%)

Gambar 4.64. Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017 Berdasarkan jenis produk, dari 176 sarana yang ditemukan pelanggaran, ada 31 kasus obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian (Obat TKK) , 12 kasus obat tanpa izin edar (Obat TIE), 3 Kasus obat kedaluwarsa (Obat ED), 21 kasus obat tradisonal tanpa izin edar (OT TIE), 4 kasus obat tradisional mengandung bahan kimia obat (OT BKO), 67 kasus kosmetik tanpa izin edar (KOS TIE), 4 kasus kosmetik kedaluwarsa (KOS ED), 17 kasus pangan tanpa izin edar (Pangan TIE), 8 kasus pangan mengandung bahan berbahaya (Pangan BB), 9 kasus pangan kedaluwarsa (Pangan ED).

JENIS PELANGGARAN OPGABNAS 2017 Obat TKK (16,40%) Obat TIE (6,35%) Obat ED (1,59%) OT TIE (11,11%) OT BKO (2,12%) MS 6,88%

TMS 93,12%

Kosmetik TIE (35,45%) Kosmetik ED (2,12%) Pangan TIE (8,99%) Pangan BB (4,23%)

Gambar 4.65 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017

Temuan Opgabnas tahun 2017 ini ditindaklanjuti secara non-projustisia sebanyak 111 kasus (63,07%) dan pro-justisia sebanyak 65 kasus (36,93%) yang terdiri dari 16 (9,09%) kasus terkait obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 5 (2,84%) kasus terkait obat tanpa izin edar, 7 (3,98%) kasus terkait obat tradisional tanpa izin edar, 24 (13,64%) kasus kosmetik tanpa izin edar, dan 8 (4,55%) kasus terkait pangan tanpa izin edar, 4 (2,27%) kasus terkait pangan berbahaya (Pangan BB) serta 1 (0,57%) kasus terkait pangan kadaluarsa/ rusak.

156

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Terhadap kasus yang ditindaklanjuti dengan non-justisia diberikan sanksi administratif diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan. Selain itu, juga dilakukan investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk tindak lanjut pro-justisia.

Gambar 4.66. Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017

Gambar 4.67. Tindak Lanjut Secara Pro Justitia Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017

Dalam Opgabnas tahun 2017 berhasil diamankan sebanyak 5.126 item Obat dan Makanan

Laporan Tahunan Badan POM 2017

157 157

Ilegal dengan nilai yang ditaksir mencapai Rp 48.346.297.254,- Produk tersebut terdiri dari 2.040 item obat daftar G (350.018 pieces), 49 item obat TIE (12,095,668 pieces), 20 item obat kadaluarsa/ rusak (49,356 pieces), 18 item OT mengandung BKO (513 pieces), 487 item OT TIE (34,415 pieces), 2.088 item kosmetik TIE (106.694 pieces), 94 item kosmetik ED (895 pieces), 250 item pangan TIE (29.244 pieces), 34 item pangan kedaluarsa/ rusak (150.648 pieces), dan 34 item pangan mengandung bahan berbahaya (50.395 pieces).

 Operasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Operasi Pangea Pada tahun 2017, Badan POM kembali ditunjuk sebagai National Coordinator Operasi Pangea X tahun 2017 di Indonesia. Operasi ini bertujuan untuk memberantas penjualan obat palsu dan ilegal yang dijual secara online, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pembelian sediaan farmasi secara online, serta membentuk kerja sama yang baik antar negara peserta. Pada Operasi Pangea X Badan POM bersama dengan NCB-Interpol Indonesia, Kepolisian RI, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar operasi Pangea X secara serentak di 32 provinsi di Indonesia dan 5 wilayah kepabeanan di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Target prioritas khusus Operasi Pangea IX kali ini ialah produk produk yang masuk dalam kategori obat-obatan yang sering disalahgunakan. Sepanjang pelaksanaan Operasi Pangea X, dilakukan penyitaan terhadap barang bukti dengan nilai ekonomi sitaan sebesar Rp.46,4 Milyar. Nilai ekonomi ini menurun sekitar 83% dibandingkan dengan nilai ekonomi sitaan Operasi Pangea IX pada tahun 2017 yang bernilai Rp. 55,8 Milyar. Operasi Pangea X di Indonesia berfokus pada penindakan obat-obat yang sering disalahgunakan dan telah dicabut izin edarnya seperti Tramadol, Trihexyphenidyl, Stronginal, Carnophen, dan Somadryl. Obat-obat ilegal tersebut ditemukan sebanyak 11.603.377 pieces dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 43.836.939.000,-. Sebanyak 370 situs website teridentifikasi mempromosikan dan menjual sediaan farmasi ilegal telah dilaporkan kepada Kemenkominfo untuk selanjutnya dapat dilakukan pemblokiran. Tindak lanjut terhadap barang bukti yang ditemukan berupa penyitaan untuk selanjutnya dilakukan pemusnahan. Sementara terhadap pelaku yang terlibat akan ditindaklanjuti secara pro-justitia apabila terpenuhi 2 alat bukti yang sah.

158

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Tabel XI. Hasil Operasi Pangea VIII - Pangea X Tahun 2015-2017 No

Perbandingan

1 2 3

Negara yang terlibat Situs yang terlibat Wilayah operasi

115 negara 293 Situs Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia

4

Sarana yang diperiksa/ digeledah Penyidik yang menindaklanjuti Jenis temuan Nilai temuan

5 6 7

Pangea VIII 2015

Pangea IX 2016

Pangea X 2017

69 Sarana

103 negara 214 Situs Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia 64 Sarana

123 Negara 370 Situs Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia 146 Sarana

Badan POM, Polri dan Bea Cukai

Badan POM, Polri dan Bea Cukai

1.999 item Rp 27.610.267.860

1.312 item Rp.55.782.711.251

Badan POM, Polri, kemenkes, dan Bea Cukai 4.796 item Rp.46.593.749.930

Operasi Opson V Operasi OPSON adalah operasi pemberantasan pangan illegal yang dipelopori oleh ICPO Interpol dan Europol. Istilah OPSON ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti Makanan. Operasi OPSON pertama kali digelar pada 2011 oleh 10 negara Eropa. Operasi OPSON VI tahun 2017 menggunakan sandi Operation Opson VI dan untuk kedua kalinya Indonesia berpartisipasi dan ditunjuk sebagai National Coordinator. Di Indonesia target operasi ini adalah produk pangan olahan ilegal di sarana produksi dan distribusi. Pelaksanaannya pada bulan Januari sampai dengan Maret 2017. Instansi yang terlibat dalam operasi ini adalah Kepolisian Negara RI, NCB Interpol Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dit.Jen. Bea dan Cukai - Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pertanian. Operasi OPSON VI dilaksanakan dengan melibatkan seluruh Balai besar/balai POM di Indonesia. Pada Operasi Opson VI ada 146 sarana yang diperiksa total nilai temuan sebanyak Rp.18.829.388.390,- dengan rincian :  Pangan tanpa izin edar (Pangan TIE) 104 sarana dengan nilai ekonomi Rp.18.437.094.190.Temuan produk berupa susu, makanan ringan, minuman kaleng, sirup, kopi, produk coklat, bumbu, makanan kaleng, dan AMDK Asal produk: Malaysia, Tiongkok, Thailand, Korea Selatan, Singapura, Amerika Serikat, Belanda, New Zealand, Arab Saudi, India, Filipina  Pangan dengan bahan berbahaya (Pangan BB) 22 sarana dengan nilai ekonomi Rp.262.375.000.Temuan produk berupa Mie, dan Tahu  Pangan kedaluwarsa 19 sarana dengan nilai ekonomi Rp.17.919.200.Temuan produk berupa makanan ringan, minuman kemasan, bumbu, makanan kemasan, permen dan manisan

Laporan Tahunan Badan POM 2017

159 159

 Pangan dengan sanitasi dan hygiene buruk 1 sarana dengan nilai ekonomi Rp.112.000.000.Temuan produk berupa kecap. Pangan Kedaluwarsa 13% Pangan BB 15%

Sanitasi dan Higiene Buruk 1%

Pangan TIE Pangan BB Pangan TIE 71%

Pangan Kedaluwarsa Sanitasi dan Higiene Buruk

Gambar 4.68. Press Release Hasil Operasi Opson VI Tahun 2017 Pemusnahan Produk Obat dan Makanan Ilegal Sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat dari obat dan makanan ilegal, Badan POM telah melaksanakan pemusnahan obat dan makanan ilegal dari hasil kegiatan penyidikan. Pemusnahan dilakukan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan beberapa Balai/ Balai Besar POM seluruh Indonesia.

160

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Tabel XII. Gambaran Pelaksanaan Pemusnahan Produk-Produk Obat dan Makanan Ilegal Selama Tahun 2017 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Unit

BPOM di Sofifi BPOM di Palu BBPOM di Banjarmasin BBPOM di Medan BBPOM di Jakarta BPOM di Ambon BBPOM di Yogyakarta BPOM di Serang BBPOM di Denpasar BBPOM di Jayapura BBPOM di Bandung BPOM di Palangkaraya BBPOM di Pekanbaru BPOM di Pangkalpinang 15 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 16 BBPOM di Jakarta 17 BBPOM di Surabaya Jumlah

Tanggal 23-01-2017 31-01-2017 24-02-2017 28-04-2017 26-04-2017 08-05-2017 31-06-2017 20-09-2017 04-10-2017 04-10-2017 20-12-2017 19-12-2017 19-12-2017 08-12-2017

Produk yang Dimusnahkan Jumlah Item Jumlah Pieces Total Nilai (Rp) 13.152 Rp. 323.095.000.1.423 25.337 Rp. 479.599.000,1 4.000.000 Rp. 3.900.000.000,177 267.646 Rp. 3.661.550.000.1.258 464.417 Rp. 26.322.660.592.3.712 18.479.823 Rp. 1.526.156.400 2.072 Rp. 2.102.500 607 404.857 Rp. 10.923.766.100.2.661 53.777 Rp. 823.351.242.2.163 63.940 Rp. 423.621.316.1.751 36.394 Rp. 3.401.692.585.380 52.553 Rp. 490.756.000.6.276 129.624 Rp. 1.841.537.749.742 526.498 Rp. 1.400.000.000.-

04-10-2017

715

20-08-2017 28-12-2017

179 1.559 23.784

4.206.505 Rp. 61.550.000.000.41.413 Rp. 1.000.000.000.181.662 Rp. 3.813.752.489.28.944.599 Rp121.983.640.973.-

Peningkatan Kerjasama dengan Integrated Criminal Justice System (ICJS)

Penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kejaksaan RI dengan Badan POM Badan POM dan Kejaksaan Agung RI telah menandatangi Nota Kesepakatan antara Kejaksaan RI dengan Badan POM, Nomor KEP-061/A/JA/02/2017 dan Nomor HK.08.1.23.02.17.0632 tentang Kerja Sama dan Koordinasi dalam Rangka Mendukung Pelaksaan Tugas dan Fungsi pada tanggal 28 Februari 2017 di Jakarta. Nota Kesepakatan ini ditandatangi oleh Bapak H.M Prasetyo selaku Jaksa Agung RI dan Ibu Penny K. Lukito selaku Kepala Badan POM RI. Selain Nota Kesepakatan tersebut, ditandatangani juga kesepakatan sebagai berikut: a. Kesepakatan Bersama antara Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI dengan Sekretaris Utama Badan POM RI Nomor HK.08.1.23.02.17.0633 dan Nomor B-17/E/Ejp/02/2017 tentang Peningkatan Efektifitas Penegakan Hukum Tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan. Kesepakatan bersama ini ditandangani oleh Bapak Dr. Noor Rachmad selaku Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI dan Ibu Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si., selaku Sekretaris Utama Badan POM RI.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

161 161

b. Perjanjian Kerja Sama antara Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan RI dengan Sekretaris Utama Badan POM RI Nomor B-82/C/02/2017 dan Nomor HK.08.1.23.02.17.0636 tentang Penempatan Pegawai Kejaksaan yang Dipekerjakan di Badan POM. Perjanjian kerja sama ini ditandatangi oleh Bapak Dr. Bambang Waluyo, selaku Jaksa Agung Muda Pembinaan dan Ibu Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si., selaku Sekretaris Utama Badan POM RI. c. Kesepakatan Bersama antara Sekretaris Utama Badan POM dengan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI Nomor HK.08.1.23.02.17.0641 dan Nomor B-60/J/J.3/02/2017 tentang Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Penegak Hukum. Kesepakatan bersama ini ditandangani oleh Ibu Reri Indriani, selaku Sekretaris Utama Badan POM RI dan Bapak Muhammad Yusni, selaku Plt. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI. d. Kesepakatan Bersama antara Sekretaris Utama Badan POM dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI Nomor HK.08.1.23.02.17.0643 dan Nomor B-089/G/Gs.1/02/2017 tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Kesepakatan bersama ini ditandangani oleh Ibu Reri Indriani, selaku Sekretaris Utama Badan POM RI dan Bapak Bambang Setyo Wahyudi, selaku Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI.

Gambar 4.69. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPOM RI dengan Kejaksaan Agung

162

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Nota Kesepahaman antara BPOM RI dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI Badan POM RI dan BIN RI telah menandatangani Nota Kesepahaman Nomor HK.09.01.1.23.17.5914 dan Nomor MoU-03-/XII/2017 tentang Kerja Sama Bidang Intelijen dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Pengawasan Obat dan Makanan pada tanggal 7 Desember 2017 di Jakarta.Nota Kesepahaman ini ditandatangani oleh Ibu Penny K. Lukito selaku Kepala Badan POM RI dan Bapak Budi Gunawan selaku Kepala BIN RI. Nota kesepahaman ini dimaksudkan untuk mewujudkan kerja sama di bidang Intelijen dalam rangka pengawasan obat dan makanan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Tujuan Nota Kesepahaman ini adalah untuk menetapkan upaya atau langkah kegiatan intelijen dan/atau kegiatan pengawasan obat dan makanan secara berkesinambungan, terkoordinasi, dan sinergirtas dengan lembaga terkait, sebagai upaya untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

Pembuatan Peta Rawan Kasus Obat dan Makanan Ilegal di Seluruh Indoesia Dalam rangka meningkatkan peran Badan POM RI terhadap perlindungan kepada masyarakat khususnya dari perdaran obat ilegal diperlukan intensifikasi pengawasan. Dalam hal ini, untuk menindaklanjuti temuan gudang produksi, penyimpanan dan distribusi obat ilegal di Komplek Pergudangan Surya Balaraja, maka Kepala Badan POM memberikan instruksi dengan No. HK.05.01.1.3.09.16.3475 tentang Pemberantasan Peredaran Obat Ilegal kepada Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk melakukan pemetaan dan penelusuran terhadap peredaran produk ilegal di wiayah kerja masing-masing. Berdasarkan instruksi Kepala Badan POM RI tersebut, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan telah melakukan inisiasi untuk membuat peta rawan kasus obat dan makanan ilegal kepada 17 (tujuh belas) Balai Besar/Balai POM, antara lain Balai Besar POM di Mataram, Balai POM di Kupang, Balai Besar POM di Jayapura, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar POM di Palembang, Balai Besar POM di Semarang, Balai POM di Jambi, Balai Besar POM Samarinda, Balai Besar POM Bandung, Balai POM Ambon, Balai Besar POM di Jakarta, Balai POM di Serang, Balai POM di Bengkulu, Balai Besar POM di Banda Aceh, Balai POM di Palangkaraya, Balai Besar POM di Manado, dan Balai POM di Sofifi. berdasarkan data laporan kemajuan penyidikan serta laporan investigasi awal dari masing-masing Balai Besar/Balai POM tersebut untuk kemudian dilakukan konfirmasi dan verifikasi dengan Balai Besar/Balai POM terkait. Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah berupa informasi peredaran Obat dan Makanan ilegal meliputi sumber produk, jalur masuk peredaran dan jalur distribusi peredaran dalam bentuk Peta Rawan Kasus. Peta Rawan Kasus dapat menjadi dasar perencanaan kegiatan investigasi awal yang akan dilakukan Balai Besar/Balai POM dan menjadi sumber informasi bagi Balai Besar/Balai POM dalam melakukan koordinasi antar wilayah yang menjadi jaringan peredaran Obat dan Makanan Ilegal.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

163 163

Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat Beranjak dari keprihatinan Kepala Badan POM pada saat kunjungan kerja ke Banjarmasin pada 17 Pebruari 2017 dalam rangka menyaksikan pemusnahan barang bukti obat ilegal berupa Carnophen sebanyak 76 koli@200 box@ 100 tab, atau setara dengan 1.520.000 tablet. Pada kesempatan tersebut Gubernur Kalimantan Selatan serta Kepala Balai Besar POM di Banjarmasin menyampaikan bahwa konsumsi Carnophen sudah menjadi tren bahkan tradisi masyarakat di provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini sudah mengancam segisegi perekonomian dan sosial di wilayah tersebut sehingga perlu dilakukan tindakan nyata dari semua pihak terkait. Pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang merupakan hasil koordinasi yang baik antara Kodim 1007 di Banjarmasin dengan Kanwil Bea dan Cukai serta Balai Besar POM di Banjarmasin tersebut kemudian mencetuskan gagasan/ inisiatif Kepala Badan POM untuk mengadakan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat untuk menyelamatkan masyarakat akan bahaya penyalahgunaan obat khususnya generasi muda penerus bangsa. Pada kunjungan kerja Kepala Badan POM tanggal 26 Juli 2017 ke Nusa Tenggara Barat, khususnya di Kabupaten Bima Kepala Badan POM melihat secara langsung fenomena penyalahgunaan tramadol di wilayah tersebut. Ditambah lagi adanya Kejadian Luar Biasa di Kendari yang memakan puluhan korban dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa serta 1 (satu) korban meninggal dunia akibat mengkonsumi pil “PCC”. Hal ini semakin menambah keyakinan Kepala Badan POM untuk segera mencanangkan dan melaksanakan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat. Fakta-fakta tersebut menampilkan gambaran nyata bahwa penyalahgunaan obat di Indonesia yang semakin menjadi trend di kalangan remaja dan masyarakat usia produktif dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar obat-obat yang disalahgunakan seperti karisoprodol, tramadol, haloperidol, triheksifenidil dan obat lainnya, bekerja di sistem syaraf pusat yang dengan penggunaan di atas dosis terapi akan menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku seperti gejala penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Hal ini tentu saja mengancam tidak hanya sisi kesehatan masyarakat namun juga aspek sosial bahkan ketahanan bangsa. Badan POM menyadari bahwa Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat tidak bisa dijalankan sendiri oleh Badan POM. Kerjasama yang baik antar pihak yang terkait sangat diperlukan demi tercapainya kesuksesan dalam Aksi Nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dimana aspek pengawasan Obat dan Makanan melibatkan instansi lintas sektor sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Oleh sebab itu Badan POM terus berupaya memperkuat koordinasi dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat dan makanan illegal, yang juga mencakup pemberantasan obat ilegal dan penggunaan yang salah serta penyalahgunaan dari obat-obat tertentu.

164

Laporan Tahunan Badan POM 2017

Untuk menggaungkan pentingnya peran aktif seluruh komponen masyarakat, pemerintah dan swasta, Badan POM melaksanakan kegiatan Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat untuk mengawali kegiatan Aksi Nasional dimaksud. Persiapan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat telah diawali dengan dilaksanakannya Pertemuan dengan Lintas Sektor terkait pada 10 Agustus 2017 di Jakarta yang bertujuan untuk menyamakan pemahaman dan persepsi di antara Kementerian/Lembaga tentang pentingnya pemberantasan penyalahgunaan obat di Indonesia serta untuk mendapatkan dukungan dan komitmen dari Kementerian/Lembaga terhadap Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan. Selanjutnya sebagai kick off pelaksanaan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat Badan POM telah menyelenggarakan Pencanangan Aksi Nasional dimaksud pada tanggal 03 Oktober 2017 di Bumi Perkemahan Cibubur yang secara langsung diresmikan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo, dan dihadiri seluruh stakeholders terkait dengan total peserta 2000 orang.

Gambar 4.70. Presiden RI Bapak Joko Widodo sedang menyampaikan sambutan pada Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat Secara jelas Bapak Presiden menyampaikan bahwa tugas untuk melindungi rakyat dari penyalahgunaan obat tidak bisa hanya dibebankan semuanya pada Badan POM. Bapak Presiden RI minta semua Kementerian. semua Lembaga non Kementerian, dan Pemerintah Daerah, untuk saling bekerja sama, bersinergi, sehingga pemberantasan penyalahgunaan obat ini betul-betul bisa berjalan efektif.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

165 165

Berdasarkan hasil rapat pembahasan Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat tanggal 10 Agustus 2017 di Jakarta, serta berdasarkan masukan instansi pemerintah terkait Kepala Badan POM telah menetapkan Surat Keputusan No. HK. 04.1.72.09.17.4691 tanggal 29 September 2017 tentang Pembentukan Tim Aksi Nasional pelaksanaan Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat. Tujuan pembentukan Tim Aksi Nasional dimaksud salah satunya adalah untuk memperkuat koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat di Indonesia Sejalan dengan Pokja-pokja yang dibentuk dalam SK Tim Aksi tersebut (Pokja I Bidang Pencegahan, Pokja II Bidang Pengawasan dan Pokja III Bidang Penindakan) Badan POM telah menyusun Strategi Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat yaitu Strategi Pencegahan, Strategi Deteksi (Pengawasan) dan Strategi Respon (Penindakan) yang diwujudkan ke dalam beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan di bawah Strategi Pencegahan, Strategi Deteksi (Pengawasan) dan Strategi Respon (Penindakan) seluruhnya diarahkan dalam rangka memberantas produksi dan peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat. Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat, perkuatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, intensifikasi pengawasan di jalur legal, perkuatan regulasi sampai operasi penindakan terhadap pelaku kejahatan akan dilaksanakan pada tahun 2018. Indikator keberhasilan Aksi Nasional ini adalah tidak ada lagi peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat di Indonesia.

166

Laporan Tahunan Badan POM 2017

4.8.

HASIL PENGAWASAN IKLAN

Selama tahun 2017 telah dilakukan pre-review dan disetujui 254 iklan obat dari 338 iklan obat (perbaikan sejumlah 14 iklan, ditolak sejumlah 11 iklan dan dibatalkan sejumlah 59 iklan), 343 iklan obat tradisional dari 482 iklan obat tradisional (perbaikan sejumlah 35 iklan dan ditolak sejumlah 139 iklan) dan 391 iklan suplemen kesehatan dari 547 iklan obat tradisional (perbaikan sejumlah 25 iklan dan ditolak sejumlah 156 iklan). Sebanyak 21.44% telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang disetujui atau berlebihan dan cenderung menyesatkan. 572

517 500

391 400 300

343

338 254

200

156

139 59

100

35

11 14

25

0

0

0 Obat Permohonan

Obat Tradisional Disetujui

Ditolak

Suplemen Makanan Perbaikan

Dibatalkan

Gambar 4.71. Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2017 Hasil pengawasan/monitoring iklan yang beredar selama tahun 2017 menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini rincian hasil pengawasan/monitoring iklan menurut jenis komoditinya: 

Dari 4095 iklan obat yang diawasi 390 (9,52%) iklan tidak memenuhi ketentuan karena: iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tanpa persetujuan, iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tidak sesuai dengan yang disetujui, iklan obat bebas/bebas terbatas dengan menjanjikan pemberian hadiah yang dikaitkan dengan penjualan obat, dan iklan obat keras kepada masyarakat umum. Terhadap promosi/iklan obat yang TMK ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu berupa peringatan sejumlah 383 (98,20%) iklan dan sanksi peringatan keras sebanyak 7 (1,8%) iklan.



Dari 6.141 iklan obat tradisional yang dipantau, 2.674 (43,54%) iklan memenuhi ketentuan, sedangkan 3.467 (56,46%) iklan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan (TMK) karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui (mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan tidak sesuai dengan yang disetujui. Dari iklan yang TMK tersebut, 3.122 (50,84%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

167 167



Dari 2.652 iklan produk suplemen kesehatan yang dipantau ditemukan 911 (34,35%) iklan TMK, sedangkan 1.741 (65,65%) iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari iklan yang TMK tersebut, 727 (27,41%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.



Dari 21.955 iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 796 (3,63%) yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. 

Dari 5.297 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.797 iklan (71,68%) telah memenuhi ketentuan, dan sebanyak 1.500 iklan (28,32%) tidak memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai obat, berlebihan dan menyesatkan.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan keras serta penarikan iklan.

30.000 21.955

25.000 20.000 15.000 10.000 4.095 5.000

6.141 56,46% 2.652 34,35% 9,52%

5.297 28,32%

3,63%

Obat

Obat Suplemen Kosmetika Tradisional Kesehatan Total

Pangan

TMK

Gambar 4.72. Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2017

4.9.

HASIL PENGAWASAN PENANDAAN DAN LABEL

Pengawasan penandaan dilakukan sebelum kemasan tersebut beredar (pre-market) kecuali kosmetik dan sesudah beredar di pasaran (post-market). A. Penandaan Obat Pada tahun 2017, dilakukan evaluasi penandaan obat sebanyak 12505 item obat atau sejumlah 31561 penandaan, dengan hasil 31452 (99,05%) penandaan memenuhi ketentuan (MK) dan 109 (0,35%) penandaan tidak memenuhi ketentuan (TMK). Untuk penandaan yang TMK, ditindaklanjuti dengan dengan peringatan kepada industri farmasi.

168

Laporan Tahunan Badan POM 2017

No 1 2 3 4 5 6

Jenis Penandaan Dus Brosur Strip/Blister Etiket Catch cover/amplop Ampul/vial Jumlah

Memenuhi Tidak Memenuhi Ketentuan (MK) Ketentuan (TMK) 11121 38 9554 39 8270 27 1893 4 227 0 387 1 34363 31452

B. Penandaan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Hasil pengawasan penandaan selama tahun 2017 menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil pengawasan penandaan menurut jenis komoditi: 

Dari 3.398 penandaan obat tradisional yang diawasi, 2.277 (67,01%) penandaan memenuhi ketentuan, sedangkan 1.121 (32,99.%) penandaan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.



Dari 1.127 penandaan suplemen kesehatan yang beredar ditemukan sebanyak 940 (83,41%) tidak memenuhi ketentuan, sedangkan 187 (16,59%) penandaan sudah memenuhi ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.



Dari 10.948 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 10.369 (94,71%) tidak memenuhi ketentuan (TMK), sedangkan 579 (5,29%) penandaan sudah memenuhi ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak lengkap, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan klaim seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor notifikasi telah habis masa berlakunya.

Terhadap TMK tersebut telah ditindak lanjut dengan peringatan untuk menarik dan mengganti penandaan sesuai persetujuan pendaftaran, pengamanan produk dan pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.

C. Label Produk Pangan Pada tahun 2017, pengawasan label pangan dilakukan terhadap 8.608 produk pangan yang terdiri dari 7.572 produk pendaftaran MD/ML dengan TMK sebanyak 653 (8,62%) label dan 1.036 produk pendaftaran PIRT dengan TMK sebanyak 525 (50,65%) label.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

169 169

Tabel XII. Pelanggaran Label Produk Pangan Tahun 2017 Jenis Pelanggaran

Label MD/ML 3 pelanggaran

Label PIRT 52 pelanggaran

Tidak Mencantumkan Nama dan Alamat Produsen/ Importir 589 pelanggaran Tidak Mencantumkan Kode Produksi / No. Batch 136 pelanggaran Tidak Mencantumkan Tanggal Kedaluwarsa 51 pelanggaran Komposisi Tidak Lengkap/ Tidak Sesuai 21 pelanggaran Berat Bersih / Netto 3 pelanggaran Tanpa Bahasa Indonesia 0 pelanggaran Klaim Menyesatkan Catatan: pada satu label terdapat lebih dari satu pelanggaran

503 pelanggaran 161 pelanggaran 87 pelanggaran 110 pelanggaran 1 pelanggaran 0 pelanggaran

D. Label Halal Produk Pangan Pada tahun 2017 Badan POM telah melakukan audit terhadap sarana produksi dengan 175 perusahaan yang telah memenuhi CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik) sedangkan 25 perusahaan belum memenuhi ketentuan CPPOB. Hasil audit tersebut dan sertifkat halal MUI digunakan sebagai dasar melakukan perubahan data untuk pencantuman tulisan HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka pengawasan produk berlabel halal di peredaran, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.440 produk berlabel halal, 876(25 %) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan, dengan rincian dapat dilihat pada tabel berikut: Jenis Produk MD ML PIRT TIE Total

MK

TMK

Total

2208

414

2622

230

229

459

126

159

285

0

74

74

2564

876

3.440

Pelanggaran terbanyak ditemukan untuk kategori produk dengan persetujuan pendaftaran MD namun secara persentase produk MD memiliki pelanggaran yang kecil yaitu 16 % dari keseluruhan jumlahnya,hal ini disebabkan karena label yang beredar tidak sesuai dengan label yang disetujui karena pada label yang disetujui tidak mencantumkan tulisan/logo halal pada produk. Produk dengan katagori produk luar negeri (ML) memiliki persentase pelanggaran 50%, hal ini disebabkan oleh pencantuman logo halal dari negara asal sedangkan logo halal yang berlaku di Indonesia adalah logo halal MUI. Sedangkan untuk produk SP/PIRT pelanggaran secara persentase keseluruhan cukup besar yaitu 56% dikarenakan produk tersebut mencantumkan tulisan/logo halal tetapi tidak memiliki sertifikat halal MUI dan persetujuan pencantuman tulisan/logo halal dari Balai Besar/Balai POM setempat. Hal ini disebabkan ketidaktahuan industri kecil mengenai sertifikasi halal. Maka dilakukan beberapa solusi untuk mengurangi produk yang tidak memenuhi

170

Laporan Tahunan Badan POM 2017

ketentuan dalam pencantuman logo halal. Tabel XIII. Jenis Pelanggaran dan Solusi terhadap Produk Pangan Berlabel Halal Tahun 2017 Jenis JenisPelanggaran Solusi Produk MD  Sertifikat Halal telah habis masa berlaku. Memberikan surat teguran kepada pelaku usaha  Perusahaan belum mengajukan untuk melakukan perpanjangan sertifikat halal dan pencantuman logo halal pada label perubahan label (P5) dengan menambahkan logo melalui mekanisme perubahan data (P5). halal pada label yang telah disetujui. ML  Mencantumkan logo halal Negara asal  Memberikan surat teguran kepada importir agar yang tidak sesuai dengan label yang melakukan penyesuaian label dengan label yang disetujui pada saat pendaftaran. disetujui.  Tidak mencantumkan tulisan  Memberikan surat teguran untuk melakukan “Mengandung babi” dan gambar babi perubahan label mencantumkan tulisan pada kemasan padahal pada komposisi “Mengandung babi” dan gambar Babi pada terdapat kandungan babi. kemasan. PIRT Mencantumkan logo halal tanpa sertifikat Melakukan bimbingan teknis kepada UMKM halal dari MUI. mengenai logo halal dan memfasilitasi Sertifikat halal kepada UMKM yang memenuhi ketentuan CPPOB PIRT.

Laporan Tahunan Badan POM 2017

171 171

4.10. STANDARDISASI Di Bidang Obat dan PKRT, Dalam rangka mengawal mutu obat, telah disusun standar/regulasi/pedoman di Bidang Obat dan PKRT, sebagai berikut : 1. Penyusunan Farmakope Indonesia (FI) Edisi VI Tahun 2017 Direktorat Standardisasi PT dan PKRT mulai menyusun Farmakope Indonesia (FI) Edisi VI yang ditargetkan akan selesai hingga tahun 2018. Monografi yang disusun sejumlah 197 monografi yang terdiri dari monografi baru dan monografi revisi. 2. Standar Obat Baru (SOB) Dalam rangka menjamin mutu obat yang beredar yang belum ada standar mutunya, maka perlu disusun Standar Mutu Obat Baru. Kriteria SOB yang disusun adalah sediaan atau kombinasi zat aktif yang tidak tercantum dalam farmakope. Prioritas penyusunan SOB ditetapkan berdasarkan obat yang masuk dalam daftar Prioritas Sampling atau Formularium Nasional dan banyak beredar di pasaran. Pada tahun 2017 ini telah disusun 5 monografi SOB yaitu: 1. Kapsul Lepas Lambat Takrolimus 2. Tablet Lepas Lambat Gliklazid 3. Tablet Rivaroksaba 4. Draft awal Lenograstim untuk injeksi 5. Draft awal Injeksi Bevasizumab Monografi Lenograstim untuk injeksi dan Injeksi Bevasizumab termasuk golongan obat produk biologi. SOB yang disusun masih berupa draft awal yang akan dilanjutkan pembahasannya pada tahun 2018. 3. Kajian Revisi Template Obat Flu Dan Batuk Saat ini banyak beredar obat flu dan batuk yang komposisinya tidak rasional. Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari resiko peredaran obat yang tidak memenuhi syarat khasiat, keamanan, dan mutu perlu dilakukan penilaian kembali komposisi produk obat flu dan batuk yang beredar. Jumlah obat flu dan batuk yang beredar di Indonesia terdiri dari 483 obat jadi dari 115 industri farmasi (Data Dit. Penilaian Obat dan PB Tahun 2010-2016), yang sebagian besar mempunyai kombinasi komposisi zat aktif yang tidak rasional. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Badan POM adalah perlunya merasionalkan kombinasi komposisi obat flu dan batuk tersebut. Pada tahun 2017 Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah mengkaji kombinasi komposisi obat flu dan batuk yang beredar dengan melakukan review terhadap komposisi zat aktif dan kekuatannya, posologi, indikasi dan informasi lainnya yang melibatkan Tim Ahli dari akademisi. Hasil yang diperoleh adalah dari 29 kombinasi kelas terapi obat flu dan batuk yang saat ini beredar akan diusulkan untuk dirasionalkan menjadi 16 kombinasi kelas terapi. Untuk tahap selanjutnya akan dilakukan update terhadap informasi produk (template) obat flu dan batuk sesuai dengan komposisi yang telah dirasionalkan.

172

4. Kajian Harmonized System (HS) Code Bahan Obat, Obat Dan Vaksin Pada Penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) Surat Keterangan Impor (SKI) barang diterbitkan oleh BPOM sebagai salah satu syarat pengeluaran barang dari Bea Cukai. Pada permohonan SKI, pemohon harus mencantumkan HS Code barang yang sesuai pada dokumen permohonan. Namun beberapa pemohon mencantumkan HS Code yang tidak sesuai dengan produk yang diimpor. Pada tahun 2017, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah membuat kajian ketidaksesuaian HS Code berdasarkan data Penerbitan SKI periode 1 Januari-22 Juni 2017 (data SKI dari Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT). Kajian HS Code tersebut telah dibahas dengan unit-unit di Kedeputian 1 terkait dan Narasumber dari Kementerian Keuangan (Badan Kebijakan Fiskal dan Ditjen Bea dan Cukai). Beberapa dampak karena ketidaksesuaian HS Code antara barang yang diimpor dengan dokumen pengajuan SKI antara lain: - Dapat menyebabkan pemasukan barang yang tidak sesuai - Rekapan data statistik perdagangan yang tidak sesuai karena komoditi dan HS Code tidak sama - Mengurangi pemasukan negara - Mempengaruhi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima oleh negara - Merugikan importir dan konsumen Untuk meminimalisasi ketidaksesuaian HS Code tersebut, Badan POM perlu melakukan tindak lanjut sebagai berikut: - Mencari mekanisme yang sesuai dalam pengisian permohonan penerbitan SKI (misalnya dengan automatisasi munculnya HS Code sesuai komoditas yang diisi oleh stakeholder) - Petugas SKI agar melaksanakan prosedur evaluasi pengajuan SKI sesuai dengan Standar Operasional Prosedur/Instruksi Kerja yang telah ditetapkan - Dilakukan sosialisasi/edukasi terkait HS Code kepada stakeholder terkait - Melakukan sampling pemeriksaan setempat di sarana distributor atau produsen yang ditemukan banyak ketidaksesuaian. Bagi stakeholder diharapkan dapat meningkatkan awareness dalam pengisian HS Code pada pengajuan SKI. 5. Kajian Profil Importasi Bahan Baku Obat Importasi bahan baku obat yang digunakan oleh Industri Farmasi di Indonesia saat ini mencapai hingga 95%. Salah satu alasan tingginya angka impor bahan baku obat adalah masih terbatasnya kemampuan Industri Farmasi untuk memproduksi bahan baku obat. Tingginya angka impor bahan baku obat dapat menimbulkan permasalahan seperti tak adanya jaminan kesinambungan bahan baku, kualitas bahan baku yang tidak terjamin, harga yang tidak stabil, dan kekosongan obat. Untuk mencegah supaya tidak terlalu bergantung kepada bahan baku obat impor, pemerintah Indonesia menerbitkan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) dengan skala prioritas antara lain mendorong Industri Farmasi untuk mengembangkan bahan baku obat lokal. Kajian Profil Importasi Bahan Baku Obat diharapkan dapat menunjang RIPIN karena

173

menggambarkan hal-hal yang terkait tentang Bahan Baku Obat yang diimpor yang digunakan di Indonesia. Badan POM memiliki aplikasi INSW yang memuat data importasi Bahan Baku Obat karena semua importasi bahan baku obat yang akan digunakan Industri Farmasi harus mendapat persetujuan dari Badan POM berupa Surat Keterangan Impor. Pada tahun 2017, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah menyusun Kajian Profil Importasi Bahan Baku Obat Tahun 2016-Agustus 2017 dan telah dibahas bersama dengan tenaga ahli dan melibatkan unit teknis lain di Kedeputian I dengan hasil sebagai berikut:

Jumlah SKI yang diterbitkan untuk bahan baku obat Jumlah negara asal impor bahan baku obat Jumlah bahan baku obat yang diimpor Jumlah importir - Industri Farmasi - Pedagang Besar Farmasi Jumlah produsen

Januari-Desember 2016 8.106 SKI

Januari-Agustus 2017

41 Negara

42 Negara

584 BBO

563 BBO

62 IF 55 PBF 696 produsen

66 IF 54 PBF 681 produsen

5.045 SKI

Negara asal impor terbanyak yaitu Tiongkok, India, dan Italia. Untuk bahan baku obat yang paling sering diimpor adalah Paracetamol, Amoxicillin Trihydrate, dan Gelatin. Untuk tahapan selanjutnya perlu dilakukan analisis lebih lanjut terkait profil importasi, nilai ekonomi, dan kesesuaian bahan baku obat yang diimpor dengan produk yang terdaftar. Kajian profil tersebut diharapkan dapat membantu Badan POM dalam membuat kebijakan terkait pengembangan bahan baku lokal. 6.

Protokol Uji Bioekivalensi Pada tahun 2017, jumlah berkas baru protokol uji BE yang diterima Dit. Standardisasi PT dan PKRT sebanyak 142 protokol. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada tahun 2016, yaitu sebanyak 101 protokol. Carry over (protokol uji BE yang diterima tahun-tahun sebelumnya masih diproses di tahun tersebut) pada tahun 2017 sebanyak 48 protokol. Jumlah ini berkurang dibandingkan carry over tahun 2016, yaitu sebanyak 71 protokol. Dari total 190 protokol yang dievaluasi tahun 2017, telah diterbitkan 151 PPUB. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2016, yaitu sebanyak 115 PPUB. Sementara itu, pada tahun 2017 sebanyak 26 protokol masih memerlukan tambahan data, 9 protokol masih dievaluasi, dan 4 protokol dibatalkan oleh sponsor. Jumlah PPUB yang diterbitkan tahun 2016 sebanyak 151 PPUB telah melebihi target 2017, yaitu sebanyak 80 PPUB. Persentase protokol yang telah disetujui memenuhi timeline pada tahun 2017 sebesar 99,30%, nilai ini mengalami meningkat dibandingkan pada tahun 2016, yaitu sebesar 98,26%.

174

Gambar – 4.73: Profil evaluasi protokol uji BE periode Januari Desember 2017

7.

Gambar- 4.74: PPUB yang memenuhi timeline

Laporan Hasil Uji Bioekivalensi Selama tahun 2017, terdapat 107 berkas laporan uji BE yang diterima Dit. Standardisasi roduk Terapetik dan PKRT. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya 100 laporan. Peningkatan berkas laporan uji BE yang diterima tahun 2017 terkait dengan pemberlakuan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor HK.03.1.23.12.11.10217 tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi, sesuai ketentuan peralihan bahwa dalam rangka registrasi obat yang wajib Uji Bioekivalensi diwajibkan menyerahkan laporan uji BE paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pemberlakuan Peraturan tersebut, sehingga pada tahun 2017 Industri farmasi wajib menyerahkan laporan uji BE dalam rangka registrasi obat.

Sebanyak 66 laporan uji BE yang diterima tahun-tahun sebelumnya masih diproses di tahun 2017 (carry over). Jumlah berkas laporan yang selesai dievaluasi sebesar 98 berkas laporan, dengan rekomendasi hasil uji dinyatakan Bioekivalen sebanyak 96 berkas laporan, sedangkan untuk hasil dinyatakan tidak Bioekivalen sebanyak 2 berkas laporan, dan berkas laporan dikembalikan ke Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebanyak 1 berkas laporan. Jumlah rekomendasi BE dari evaluasi berkas laporan uji BE tersebut melebihi dari yang ditargetkan, yaitu 50 berkas laporan. Peningkatan hasil kajian penilaian laporan uji BE ini didukung dengan adanya pemanfataan anggaran tahun 2017 dengan menambah SDM pramubakti sebagai evaluator sehingga output yang dihasilkan melebihi target dan pemenuhan indikator rekomendasi. Berkas laporan 2017 yang masih menunggu tambahan data sebanyak 18 berkas laporan dan dalam proses evaluasi sebanyak 36 berkas laporan.

175

Gambar – 4.75: Profil evaluasi laporan hasil uji BE periode Januari – Desember 2017

8. Joint Inspection Joint inspection dilakukan untuk: a. meningkatkan kompetensi inspektur dan evaluator uji BE sebagai pemenuhan standar sesuai ketentuan dan regulasi di Indonesia dan ASEAN dalam rangka implementasi harmonisasi ASEAN di bidang BE. b. sebagai sarana saling berbagi informasi terkait ketentuan dan regulasi inspeksi uji BE c. menambah pengetahuan dan wawasan terkait pelaksanaan uji BE di negara lain dan meningkatkan kemampuan inspektur BE Badan POM dalam melakukan overseas inspection Tahun 2017, Tim Inspektur Laboratorium Uji BE Badan POM mengikuti 2 kali joint inspection sebagai observer dengan Inspektur Uji BE dari Malaysia ke 2 laboratorium uji BE di India, yaitu: 1. Laboratorium uji Sitec Labs, Navi Mumbai, India, tanggal 10 – 14 Juli 2017 2. Laboratorium uji BE Auriga Research Pvt Ltd, New Delhi, India, tanggal 11 – 15 September 2017

176

Di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Agar obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar tetap aman, berkhasiat/manfaat dan bermutu maka di bidang standardisasi disusunlah peraturan/pedoman/standar berupa: A. Di Bidang Obat Tradisional

Terdapat 15 (lima belas) standar Obat Tradisional, yang telah proses verbal: 1. Rancangan Pedoman Positif List Bahan yang Digunakan dalam Obat Kuasi 2. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik 3. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Croton Fructus dalam Produk Obat Tradisional Sediaan Topikal 4. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Adanya Kafein yang Ditemukan Secara Alami Pada Simplisia / Tumbuhan 5. Kajian Bentuk Sediaan Obat Tradisional untuk UKOT dan UMOT 6. Kajian Limit Contaminant (ALT dan AKK) terkait Untuk Dapat Dilakukan Peninjauan Kembali Perka Badan POM no. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional 7. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk dengan Kandungan Sulfonated Phenolics Sebagai Obat Kuasi 8. Kajian Terkait Batas Maksimal Kadar Penggunaan Potassium Sorbat pada Sediaan Obat Tradisional Sirup 9. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk Homeopathy yang Dimungkinkan untuk Masuk Sebagai Kategori Produk Obat Tradisional Terdaftar 10. Kajian keamanan Bacillus sp. pada Obat Tradisional 11. Kajian terhadap penggolongan produk yang berasal dari Bovine Placenta Powder dalam Obat Tradisional 12. Kajian terhadap Pencabutan Larangan Peredaran Obat Tradisional dan Suplemen Makanan yang mengandung Kava-kava (Piper methysticum) 13. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Ginseng dalam Obat Tradisional 14. Kajian tentang Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme /SAS) 15. Kajian tentang Monitoring Efek Samping Obat Tradisional 



Peraturan 1. Rancangan Pedoman Positif List Bahan yang Digunakan dalam Obat Kuasi 2. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik

Standar / Kajian 1. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Croton Fructus dalam Produk Obat Tradisional Sediaan Topikal 2. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Adanya Kafein yang Ditemukan Secara Alami Pada Simplisia / Tumbuhan 3. Kajian Bentuk Sediaan Obat Tradisional untuk UKOT dan UMOT 4. Kajian Limit Contaminant (ALT dan AKK) terkait Untuk Dapat Dilakukan Peninjauan Kembali Perka Badan POM no. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional 5. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk dengan Kandungan Sulfonated Phenolics Sebagai Obat Kuasi

177

6. Kajian Terkait Batas Maksimal Kadar Penggunaan Potassium Sorbat pada Sediaan Obat Tradisional Sirup 7. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk Homeopathy yang Dimungkinkan untuk Masuk Sebagai Kategori Produk Obat Tradisional Terdaftar 8. Kajian keamanan Bacillus sp. pada Obat Tradisional 9. Kajian terhadap penggolongan produk yang berasal dari Bovine Placenta Powder dalam Obat Tradisional 10. Kajian terhadap Pencabutan Larangan Peredaran Obat Tradisional dan Suplemen Makanan yang mengandung Kava-kava (Piper methysticum) 11. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Ginseng dalam Obat Tradisional 12. Kajian tentang Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme /SAS) 13. Kajian tentang Monitoring Efek Samping Obat Tradisional B. Di Bidang Kosmetik 17 (tujuh belas) standar Kosmetik yang telah proses verbal: 1. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika 2. Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika 3. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika 4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Parfum Isi Ulang 5. Pedoman Penandaan Kosmetika Tabir Surya 6. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Pemutih Gigi Mengandung dan/ atau Melepaskan Hydrogen Peroxide 7. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Kulit Mengandung Alpha Hydroxy Acid (AHA) 8. Keputusan Kepala Badan POM tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Penandaan Kosmetika 9. Kajian Deoxyarbutin 10. Kajian Vitamin A 11. Kajian Tentang Sampo untuk Mengatasi Kutu Rambut 12. Kajian tentang Penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di Industri Kosmetika 13. Kajian Potassium Alum (tawas) 14. Kajian Bahan Antiseptik yang Dilarang FDA 15. Kajian Formaldehyde dalam kosmetik yang digunakan pada membrane mukosa 16. Kajian tentang Cara Distribusi Kosmetik yang Baik 17. Kajian tentang Dioksan sebagai Cemaran dalam Kosmetika 

178

Peraturan 1. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika 2. Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika 3. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika 4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Parfum Isi Ulang





Pedoman 1. Pedoman Penandaan Kosmetika Tabir Surya 2. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Pemutih Gigi Mengandung dan/ atau Melepaskan Hydrogen Peroxide 3. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Kulit Mengandung Alpha Hydroxy Acid (AHA) 4. Keputusan Kepala Badan POM tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Penandaan Kosmetika Standar / Kajian 1. Kajian Deoxyarbutin 2. Kajian Vitamin A 3. Kajian Tentang Sampo untuk Mengatasi Kutu Rambut 4. Kajian tentang Penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di Industri Kosmetika 5. Kajian Potassium Alum (tawas) 6. Kajian Bahan Antiseptik yang Dilarang FDA 7. Kajian Formaldehyde dalam kosmetik yang digunakan pada membrane mukosa 8. Kajian tentang Cara Distribusi Kosmetik yang Baik 9. Kajian tentang Dioksan sebagai Cemaran dalam Kosmetika

C. Di Bidang Suplemen Kesehatan 8 (delapan) standar Suplemen Kesehatan yang telah proses verbal:



Standar / Kajian 1. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Univestin (ekstrak akar Scutellaria baicalensis dan ekstrak inti batang (heartwood) Acacia catechu) dalam produk Suplemen Kesehatan. 2. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Probiotik Enterococcus Faecalis FK-23 dalam Produk Suplemen Kesehatan 3. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Genetically Modified Organism (GMO) pada bahan baku phosphatidylserine 4. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Penggunaan Metanol dalam Produk Suplemen Kesehatan 5. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Ginkgo Biloba, Syllibum marianum, Tribulus terestris, Turmera diffusa dalam Suplemen Kesehatan 6. Kajian Tentang Pemanis dan Pengawet yang Digunakan Dalam Suplemen Makanan 7. Kajian tentang Persyaratan Kadar Air untuk Bentuk Sediaan Kapsul Lunak Suplemen Kesehatan 8. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Caralluma fimbriatta (kaktus) sebagai bahan baku produk obat tradisional dan suplemen kesehatan

Dalam penyusunan peraturan/pedoman/standar sebagaimana yang tercantum dalam Standard Operating Procedure (SOP) dinyatakan bahwa perlu dilakukan

179

sounding/konsultasi publik baik dalam bentuk pertemuan/rapat maupun dengan mengupload rancangan peraturan/pedoman tersebut dalam website jdih.pom.go.id untuk mendapat masukan dari pihak-pihak terkait terhadap rancangan peraturan yang disusun. Setelah peraturan/pedoman tersebut diundangkan, perlu diadakan diseminasi/sosialisasi kepada stkeholder untuk menjelaskan terkait peraturan/pedoman tersebut. Pada tahun 2017 dilakukan beberapa kali sounding/konsultasi publik dan diseminasi/sosialisasi. 1. Konsultasi Publik diadakan di Jakarta membahas mengenai rancangan Pedoman Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik (CDOTB), yang dihadiri oleh: 70 Pelaku usaha di Bidang Obat Tradisional Perwakilan dari Lintas Unit terkait di Badan POM Perwakilan Balai Besar di Jakarta, Balai Besar di Bandung, dan Balai di Serang

2. Telah dilaksanakan Konsultasi publik Rancangan Peraturan Kepala Badan tentang Promosi dan Periklanan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan pada hari Kamis, tanggal 14 Desember 2017. Konsultasi publik dilaksanakan dalam rangka transparasi regulasi pengawasan obat dan makanan kepada pemangku kepentingan dibidang obat tradisional dan suplemen kesehatan, dimana pada kegiatan tini dipresentasikan rancangan peraturan yang menghadirkan narasumber ahli dalam penyusunan rancangan peraturan Peraturan Kepala Badan tentang Promosi dan Periklanan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yaitu Prof. dr. Purwantyastuti, SpFK, Ir. Bambang Sumaryanto dan Dr. Nina Mutmainah. Peserta yang hadir terdiri dari lembaga/kementerian terkait yaitu Kementerian Kesehatan, YLKI, KPI. Asosiasi yang turut hadir diantaranya APSKI, APLI, GAPOTA, GP Farmasi dan GP Jamu. Sebanyak 41 industri dibidang obat tradisional dan suplemen kesehatan menghadiri konsultasi publik ini.

180

3. Konsultasi Publik Draft Regulasi tentang Bahan Kosmetika dan Sosialisasi Hasil Pertemuan ASEAN Cosmetic Committee (ACC) dan ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB) ke-26 yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2017 di Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh 73 orang yang terdiri atas 51 orang pelaku usaha di bidang kosmetika dan 22 orang sebagai perwakilan Lintas Unit terkait di Badan POM.

4. Konsultasi Publik Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika serta Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 28 September 2017 di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, dengan peserta sebanyak 70 orang dari perwakilan asosiasi, pelaku usaha kosmetika di wilayah Jakarta dan sekitarnya, unit terkait di Badan POM serta perwakilan petugas dari Balai Besar POM di Jakarta, Balai Besar POM di Bandung dan Balai POM di Serang.

181

5. Konsultasi Publik Dalam Rangka Review dan Penyusunan Regulasi/Pedoman di Bidang Kosmetika pada tanggal 10 – 11 Oktober 2017 bertempat di Balai Besar POM di Surabaya dengan peserta sebanyak 60 orang pelaku usaha kosmetika di wilayah Jawa Timur dan petugas Balai Besar POM di Surabaya.

Rancangan peraturan yang dipresentasikan dalam konsultasi publik ini adalah: a. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika. b. Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. c. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.

182

6. Konsultasi Publik Dalam Rangka Review dan Penyusunan Regulasi/Pedoman di Bidang Kosmetika pada tanggal 7 – 8 Desember 2017 bertempat di Hotel Fame Tangerang dengan peserta peserta sebanyak 50 orang pelaku usaha kosmetika di wilayah provinsi Banten dan petugas Balai POM di Serang.

Rancangan peraturan yang dipresentasikan dalam konsultasi publik ini adalah: a. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika. b. Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. c. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. d. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.

183

7. Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika dan Sosialisasi Hasil Sidang ACC ke 27 yang diselenggarakan di Badan POM pada tanggal 18 Desember 2017 dengan peserta sebanyak 90 orang dari perwakilan asosiasi, pelaku usaha di bidang kosmetika dan unit terkait di Badan POM.

Pelaksanaan Diseminasi Informasi Harmonisasi Asean di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Kegiatan Diseminasi Informasi Harmonisasi Asean di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Beserta Regulasi Terkait dilaksanakan terkait dengan penerapan Harmonisasi ASEAN di bidang Kosmetik dan persiapan Harmonisasi ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan. Peserta diseminasi adalah pelaku usaha di bidang obat tradisional, komsetika, dan suplemen kesehatan, serta stakeholder di daerah dan instansi terkait. Pada tahun 2017 dilakukan 3 kali Diseminasi yaitu: 1. Tanggal 4-5 April 2017 di Bandung 2. Tanggal 3-4 Agustus 2017 di Denpasar 3. Tanggal 2 November 2017 di Tangerang

184

Bandung, Tanggal 4-5 April 2017

Denpasar, 3-4 Agustus 2017

185

Serang, 2 November 2017

186

Pada tahun 2017, Badan POM telah menyusun sejumlah Peraturan, Standar dan Pedoman di bidang Pangan, sebagai berikut:

2 Peraturan Kepala Badan POM (yang telah diterbitkan): 1. Peraturan Kepala Badan POM Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pangan Olahan Organik 2. Peraturan Kepala Badan POM Nomor 23 Tahun 2017 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan

11 Rancangan Peraturan Kepala Badan POM: 1. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasa Genetik 2. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (Pangan Olahan untuk Diet Khusus) 3. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus) 4. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Bahan Penolong dalam Proses Pengolahan Pangan 5. RancanganPeraturan Badan POM tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan 6. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Pangan Iradiasi 7. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Label Pangan Olahan 8. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Angka Konsumsi Pangan 9. Rancangan Peraturan Badan POM tentang Bahan Baku Pangan yang Dilarang dalam Pangan Olahan

187

10. Rancangan Revisi Perka BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan 04.0 Buah dan Sayur (termasuk Jamur, Umbi, Kacang termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya), Rumput Laut dan Biji-bijian 11. Rancangan Revisi Perka BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan 09.0 Ikan dan Produk Perikanan termasuk Moluska, Krustase, Ekinodermata, serta Amfibi dan Reptil

1 Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI): 1. Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Jenis Senyawa Gizi (Nutrient Compounds) yang Dapat Ditambahkan dalam Pangan Olahan 2 Pedoman (yang telah diterbitkan): 1. Pedoman Cokelat 2. Pedoman Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Produk Olahan Daging untuk UMKM 2 Rancangan Peraturan Pemerintah: 1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Keamanan Pangan 2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan Di Bidang Kemasan Pangan Pada Bulan Maret dan April 2017 telah ditetapkan SNI 7626-1:2017 Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan – Bagian 1: plastik polikarbonat (PC), migrasi Bisfenol A (BPA) sebagai revisi SNI PC tahun 2011; dan SNI 8215-2:2017 Cara uji migrasi total dari kemasan pangan - Bagian 2: Kemasan plastik. Disamping itu di tahun ini, dilakukan penyusunan 2 (dua) Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), yaitu RSNI Cara uji residu zat kontak pangan dari kemasan pangan – Bagian 2: Residu asetaldehida dalam kemasan pangan polietilena tereftalat (PET), dan RSNI Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan – Bagian 4: Plastik, migrasi senyawa amina aromatik primer (primary aromatic amine – PAA), saat ini telah selesai pembahasan dalam Rapat Konsensus untuk selanjutnya ke tahap proses jajak pendapat. Dengan demikian, sampai dengan tahun 2017 jumlah SNI yang telah diterbitkan sebanyak 11 (sebelas) SNI tentang uji migrasi kemasan pangan.

Rapat Konsensus RSNI Cara uji residu zat kontak pangan dari kemasan pangan – Bagian 2: Residu asetaldehida dalam kemasan pangan polietilena tereftalat (PET) pada tanggal 14 Juli 2017 di BBKK - Jakarta

Perkuatan Peraturan Perundang-undangan Pengawasan Obat dan Makanan Pada tahun 2017, jumlah peraturan perundang-undangan yang telah selesai dibahas bersama dengan unit teknis dan draft telah dikembalikan kepada unit teknis untuk

188

ditindaklanjuti sebanyak 417 rancangan tersebut terdiri dari: 30 Rancangan Peraturan Kepala BPOM dan 377 Rancangan Keputusan Kepala BPOM. Judul RUU

Judul RPP

1. RUU tentang Perlindungan Konsumen 2. RUU tentang Minuman Beralkohol 3. RUU tentang Ketenaganukiran 4. RUU tentang Narkotika 5. RUU tentang Pertembakauan 6. RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan

1. RPP tentang Pendaftaran Merk Internasional 2. RPP tentang Pelaksanaan urusan dan pemerintah konkuren 3. RPP tentang Jamininan Produk Halal 4. RPP tentang Revisi PP 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik 5. RPP tentang Keamanan Pangan 6. RPP tentang Label dan Iklan Pangan’ 7. RPP tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada BPOM

Judul Rancangan Permenkes 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Permenkes tentang perubahan Penggolongan Obat Permenkes tentang perubahan penggolongan Psikotropika Permenkes tentang Apotek Permenkes tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Puncak Permenkes tentang Pedagang Besar Farmasi Permenkes tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Produk Tembakau 7. Permenkes tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma

Selain melakukan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud di atas, Badan POM juga terlibat aktif dalam penyusunan kajian 90 (sembilan puluh) Rancangan Nota Kesepahaman/Rancangan Perjanjian Kerja Sama dalam rangka peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan melalui kerja sama dengan lintas sektor terkait.

189

4.11 LAYANAN BANTUAN HUKUM (LEGAL MANAGEMENT) Maraknya tuntutan hukum terhadap aparat pemerintah tentu saja harus diantisipasi dengan penguatan peran pada bagian legal/hukum di setiap Instansi Pemerintahan. Satuan kerja yang membidangi urusan hukum ini dituntut untuk meningkatkan peran dan kemampuannya dalam menangani kritik dan koreksi masyarakat melalui pemberian bantuan hukum berupa pelaksanaan pertimbangan hukum, pelaksanaan penanganan perkara hukum, pelaksanaan pendampingan hukum kepada saksi/ahli, dan pelaksanaan penyuluhan hukum.

Selama Tahun 2017 jumlah layanan bantuan hukum yang diberikan sejumlah 291 layanan yang terdiri dari:

1. Pertimbangan hukum (yaitu proses pertimbangan hukum dalam rangka pimpinan atau pejabat lainya untuk mengambil kebijakan dibidang pengawasan Obat dan Makanan serta permasalahan Pengadaan Barang/Jasa, Kepegawaian, Aset Negara (BMN) dan lainlain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan) sejumlah 98 layanan terdiri dari obat sebanyak 9 layanan, obat tradisional sebanyak 5 layanan, pangan sebanyak 9 layanan, suplemen makanan sebanyak 1, NAPZA 2 Layanan kosmetika sebanyak 10 layanan. Pertimbangan hukum terbanyak yang diberikan adalah jenis lain-lain yang mencakup kepegawaian, merek, pengadaan barang/jasa dan BMN sebesar 62 layanan;

2. Layanan bantuan hukum (berupa penanganan perkara hukum baik litigasi maupun non litigasi di bidang hukum perdata, tata usaha negara, niaga, praperadilan, dan pidana, serta fasilitator dan pemberian advokasi/pendampingan terhadap pemanggilan saksi atau permintaan bantuan ahli) sejumlah 101 layanan, yang terdiri dari penanganan perkara hukum sebanyak 29 layanan mencakup Penanganan Perkara Litigasi dan Non Litigasi dan permintaan bantuan keterangan saksi/ahli dan 72 layanan pendampingan saksi/ahli; 3. Penyuluhan hukum (pemberian informasi mengenai peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan serta peraturan lain yang terkait kepada unit teknis dan unit pelaksana teknis) sejumlah 92 layanan. Sasaran penyuluhan hukum dilakukan terhadap Balai Besar/Balai POM 7 Layanan, stakeholder Pengacara dan LSM 47 Layanan, Perguruan Tinggi/Mahasiswa 38 Layanan.

190

4.12. BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BMDTP) BMDTP adalah program pemerintah berupa bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran tertentu yang telah berlangsung sejak 2008 sampai saat ini dalam rangka meningkatkan daya saing industri lokal agar dapat bersaing.

Untuk sektor farmasi Badan POM ditunjuk oleh Kementerian Keuangan sebagai pembina sektor. Sampai saat ini BMDTP sektor farmasi telah dimanfaatkan oleh Industri farmasi yang memproduksi infus dan obat.

Pagu BMDTP Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 64/PMK.010/2017 tanggal 12 Mei 2017 tentang tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.010/2016 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Sektor Industri Tertentu Tahun Anggaran 2017

Realisasi BMDTP TA 2017 adalah sebesar Rp.9.355.979.748 atau 93,58% dari DIPA dengan rincian sebagai berikut: No. 1 2 3

Nama Industri Farmasi

DIPA (Rp.)

PT. Otsuka Indonesia PT. Widatra Bhakti 10.000.000.000 PT. Triyasa Nagamas Farma Jumlah Total Persen Realisasi dari DIPA Persen Realisasi dari RIB

RIB / SKEP (Rp.)

Realisasi (Rp.)

1.407.711.748 1.407.711.748 7.884.092.480 7.793.523.000 305.721.380 154.745.000 9.597.525.608 9.355.979.748 93,58 97,48

4.13. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)

Salah satu pilar pengawasan obat dan makanan adalah pengawasan oleh masyarakat. Agar masyarakat dapat menjalankan fungsi pengawasan, maka perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai keamanan obat dan makanan, karena pada akhirnya masyarakat sebagai konsumen adalah yang menentukan produk obat dan makanan apa yang akan digunakan atau dikonsumsi. Masyarakat yang cerdas tentang keamanan obat dan makanan diharapkan dapat membentengi dirinya sendiri dari risiko kesehatan yang dapat timbul dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan.

191

*) Di Pusat, Akses melalui ULPK dan Contact Center

Gambar 4.76 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011 - 2017 Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi tentang keamanan obat dan makanan, Badan POM mempunyai Contact Center HALO BPOM 1500533 serta Unit Layanan Pengaduan Konsumen di Pusat dan 33 Balai Besar/Balai POM Seluruh Indonesia.

Berdasarkan data layanan pengaduan dan informasi konsumen nasional yang diterima oleh ULPK dan Contact Center dari tahun 2011 sampai tahun 2017, terlihat bahwa jumlah pengaduan dan permintaan informasi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diantaranya karena adanya isu yang berkembang di masyarakat tentang Obat dan Makanan yang menjadi pengawasan Badan POM serta semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas Badan POM.

Grafik III.2 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional Per-bulan selama Tahun 2017

192

Pada tahun 2017, jumlah pengaduan dan informasi konsumen per-bulan mengalami fluktuasi. Secara nasional, puncak pengaduan dan informasi konsumen ada pada bulan September dan Oktober. Pada bulan tersebut, terbanyak pertanyaan tentang penerimaan CASN BPOM RI, informasi lowongan pekerjaan di BPOM, legalitas beberapa produk yang telah beredar di pasaran, proses pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh pelaku usaha, juga produk PIRT. Beberapa pertanyaan terkait permen yang mengandung narkoba, hot issue berupa berita temuan PCC di Kendari, Carnophen di Banjarmasin menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghubungi ULPK dan Contact Center HALO BPOM 1500533 untuk mengklarifikasi informasi tersebut.

Adapun jumlah pengaduan dan informasi konsumen terendah pada bulan Juni 2017 karena pada bulan tersebut bertepatan dengan libur hari raya Idul Fitri sehingga masyarakat dan pelaku usaha tidak banyak yang menghubungi BPOM untuk menanyakan informasi maupun menyampaikan pengaduan.

Tren pengaduan dan informasi konsumen secara Nasional berdasarkan komoditi terbanyak dari tahun ke tahun termasuk di tahun 2017, adalah pangan (makanan minuman), diikuti dengan kosmetik dan informasi umum. Kelompok informasi produk yang paling banyak diadukan/ditanyakan adalah tentang legalitas termasuk prosedur pendaftaran, legalitas produk (sudah terdaftar/belum) dan sertifikasi. Saat ini konsumen sudah mulai kritis dalam mengkonsumsi/menggunakan produk obat dan makanan sehingga legalitas produk sangat penting untuk menjamin keamanan produk yang dikonsumsi/digunakan. Selain itu, banyak para pelaku usaha yang memanfaatkan layanan ULPK untuk mendapatkan informasi awal/secara umum mengenai prosedur pendaftaran obat dan makanan. Tren pengaduan ini dapat dipengaruhi juga oleh Public Warning/Press Release yang dikeluarkan oleh BPOM. Bila dilihat berdasarkan komoditi, maka layanan pengaduan dan informasi konsumen secara nasional yang paling banyak berkaitan dengan produk pangan (makanan/minuman) sebanyak 15453 layanan (44,88%), kemudian informasi umum sebanyak 5394 layanan(15,66%), kosmetika sebanyak 5358 layanan (15,56%), produk obat sebanyak 3305 layanan (9,60%), Obat Tradisional sebanyak 2533 layanan (7,36%) dan suplemen kesehatan sebanyak 1498 layanan(4,35%) seperti tergambar pada diagram dibawah ini.

193

14896

Informasi Pengaduan

5353

4979 3117 2199 1440

557

Pangan

41

379

Info Umum Kosmetika

188

Obat

334

58

354

5

Obat Suplemen Bahan Tradisional Kesehatan Berbahaya

195

10

Napza

164

7

Alkes

156

2

PKRT

Gambar 4.77 Profil Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2017

Dalam mendapatkan informasi, saat ini masyarakat lebih memilih menggunakan internet karena biaya penggunaan internet yang lebih murah. Terkait hal tersebut Badan POM membuka akses melalui media sosial melalui twitter @BPOM_RI, Instagram @bpom_ri, dan Fanpage Badan Pengawas Obat dan Makanan. Melalui media sosial ini masyarakat dapat menanyakan informasi dan menyampaikan pengaduan tentang obat dan makanan. Dengan mulai aktifnya akun @halobpom1500533, semakin memperluas cakupan layanan informasi dan pengaduan tentang obat dan makanan. Adanya Unit Layanan Pengaduan Konsumen dan Contact Center ini juga direspon dengan baik oleh masyarakat, terbukti dengan hasil evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan ULPK seluruh Indonesia dan Contact Center tahun 2017 yang mendapatkan Indeks Kepuasan Konsumen sebesar 4,73 yang menunjukkan bahwa responden menilai layanan ULPK dan contact center Badan POM memuaskan responden. Kenaikan jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti yaitu 18.412 layanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: i. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan mudahnya masyarakat dalam mengakses maupun menyebarkan informasi. Informasi yang banyak beredar di bidang obat dan makanan merupakan isu yang sangat sensitif karen produk tersebut secara langsung terkait dengan kebutuhan masyarakat. Banyaknya pemberitaan terkait obat dan makanan yang beredar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam hal meperoleh informasi yang akurat dan dari sumber yang resmi, dalam hal ini Badan POM. ii. Peningkatan pengetahuan masyarakat yang diikuti dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk secara aktif menyampaikan pengaduan ke saluran yang resmi dan berwenang dalam melakukan tindaklanjut terhadap pengaduannya di bidang obat dan makanan, yaitu melaui ULPK maupun Contact center Badan POM.

194

iii.

iv.

Semakin meningkatnya kepedulian masyarakat akan peredaran dan penggunaan obat dan makanan yang aman, bermutu dan berkhasiat salah satunya melalui program-program peningkatan peran serta masyarakat seperti Gerakan Nasional Peduli Obat dan Makanan Aman (GN POPA), Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GN WOMI), Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (SN PJAS), dan Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD). Dalam program-program tersebut disosialisasikan juga media bagi masyarakat untuk menyampaikan pengaduan dan permintaan informasi yaitu Contact Center HALOBPOM1500533. Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan dan informasi yang disampaikan oleh ULPK Badan POM masih cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil evaluasi kepuasan konsumen tahun 2017, diperoleh Net Promoter Score (NPS) yang positif sebesar 14,21%, ini berarti pelanggan akan bersedia merekomendasikan ULPK BPOM RI kepada kerabat/rekan mereka untuk mencari informasi tentang obat dan makanan.

NPS menggambarkan sejauh mana pelanggan akan turut serta merekomendasikan ULPK BPOM kepada kerabat mereka untuk mendapatkan informasi seputar obat dan makanan atau sebagaimana penyebaran informasi tentang layanan pengaduan BPOM dapat menyebar luas dengan bantuan pelanggan. Hal ini juga dapat menggambarkan sebagaimana pelanggan percaya terhadap kinerja ULPK BPOM RI.NPS didapat dengan mengurangkan % promoter dengan % detractor.

v.

vi.

vii.

Adanya perluasan media pelayanan dengan mengikuti tren media yang sering diakses masyarakat yaitu media online berupa aplikasi maupun media sosial. Dengan mulai diluncurkannya Contact Center HALOBPOM1500533dan dibukanya akses melalui media sosial berupa twitter @bpom_ri, @HALOBPOM1500533 dan instagram halobpom1500533_, semakin mempermudah akses masyarakat untuk menyampaikan pengaduan dan menanyakan informasi tentang obat dan makanan; Adanya kegiatan yang mendorong lintas sektor dan stake holder untuk sadar terhadap pentingnya pengawasan Badan POM, berupa Kegiatan Sosialisasi kepada Lintas Sektor tentang Tren Isu Obat dan Makanan pada tanggal 12 Juli 2017, di Hotel Harris Vertu Harmoni Jakarta. Acara dihadiri oleh peserta lintas sektor dan peserta BPOM. Peserta lintas merupakan perwakilan dari Kemenkes, Dirjen Bea Cukai, Ombudsman, Kemenkominfo, Kemendag, Dinkes Prov DKI Jakarta, Disperindag DKI Jakarta, asosiasi penjual online, manajemen penjual online, GP Farmasi, Perkosmi, GAPMMI, GP Jamu, Perhimpunan dokter estetika Indonesia, dan IAI. Terselenggaranya kegiatan yang mendorong kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan obat dan makanan, yaitu berupa Klinik konsumen obat dan makanan merupakan kegiatan layanan pengaduan dan permintaan informasi proaktif yang dilaksanakan pada suatu event atau acara yang melibatkan banyak peserta atau pengunjung dari mahasiswa sekaligus untuk semakin memperkenalkan Contact Center HaloBPOM. Pada Tahun 2017 dilakukan Kegiatan

195

Klinik Konsumen pada Pameran Rakerkesnas Kementerian Kesehatan, Wisuda Universitas Indonesia, Rakernas Kementerian Keuangan, Expo Konferensi Nasional ke-7 Promkes Kementerian Kesehatan, Chemistry Education Project Expo. Diselenggarakannya kegiatan promosi layanan pengaduan dan informasi konsumen obat dan makanan melalui contact center ULPK BPOM juga membuat berbagai media penyebaran informasi melalui media diantaranya media cetak, bahan promosi dan produk informasi. Media ini didistribusikan kepada masyarakat pada setiap interaksi yang melibatkan masyarakat sebagai sarana pendukung dalam kegiatan baik dalam event/venue yang diselenggarakan BPOM maupun sarana promosi ke lintas sektor lainnya pada saat memenuhi undangan sebagai narasumber maupun saat kunjungan instansi/institusi lain, maupun kunjungan pelajar/mahasiswa sebagai sarana Campaigne kepada masyarakat. Hal ini dilakukan mengingat semakin maraknya perkembangan jumlah dan jenis produk obat, makanan, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di masyarakat menuntut peningkatan pada wawasan, kesadaran dan peran aktif masyarakat agar lebih selektif dalam memilih produk yang aman, bermutu dan bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga masyarakat perlu lebih ditingkatkan pemahamannya melalui pemberian edukasi dan informasi yang tepat melalui berbagai media.

viii.

Tabel Data Pelatihan Individu SDM di Bagian Pengaduan Konsumen Tahun 2017

No 1 2

3 4

5 6 7 8 9

196

Nama Pelatihan Seminar Herbal 2017 - Teknologi dan Inovasi Industri Herbal dalam rangka Peningkatan Kompetensi Petugas Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indoneisa Tahun 2017 dalam rangka Peningkatan Kompetensi Petugas Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen

New Customer Experience in Digital Era dalam rangka Peningkatan Kompetensi Petugas Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen 2nd International Conference on Advance Pharmacy and Pharmaceutical Sciences (ICAPPS) dalam rangka Peningkatan Kompetensi Petugas Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen PHP MySQL

Public Relation Management: Effective PR in Changing Era Manajemen Strategis dan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard (BSC) Internet marketing

Tanggal

Lokasi

23 Februari 2017

Jakarta

6 – 8 September 2017

Tangerang Selatan

18 – 21 Oktober 2017

Mataram

4 – 5 November 2017

Jakarta

27 – 28 November 2017 28 – 30 November 2017 12 – 16 Desember 2017

Jakarta

27 September 2017

11 – 12 November 2017

Jakarta

Jakarta Jakarta Jakarta

ix.

Layanan prima yang diberikan oleh petugas ULPK dan Contact Center memberikan pengaruh positif kepada masyarakat untuk memanfaatkan layanan pengaduan dan informasi ULPK dan Contact Center, serta mendorong masyarakat untuk ikut aktif dalam mempromosikan layanan ULPK dan Contact Center Badan POM di lingkungannya. Salah satu upaya untuk mewujudkan layanan prima yaitu melalui Peningkatan performa layanan pengaduan konsumen dan peningkatan kompetensi petugas serta koordinasi pelaksanaan layanan pengaduan dan informasi konsumen antara ULPK Pusat dan daerah maka dilakukan kegiatan Koordinasi Kegiatan Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen di Daerah. Pada Tahun 2017 dilakukan 7 (tujuh) kali Koordinasi Kegiatan Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen dengan Balai Besar/Balai POM yang dilaksanakan di Balai Besar POM di Mataram, Balai Besar POM di Manado, Balai POM di Kupang, Balai POM di Pangkal Pinang, Balai POM di Serang, Balai POM di Manokwari, dan Balai Besar POM di Bandung.

Luasnya jangkauan wilayah pengawasan Obat dan Makanan serta banyaknya jumlah penduduk dan beragamnya masyarakat Indonesia memerlukan strategi penyebaran informasi Obat dan Makanan dengan sasaran masyarakat yang sesuai. Untuk itu, sebelum menjalankan tugas kehumasan, maka dilakukan pemantapan strategi kehumasan tahun 2017 sebagai berikut.

Gambar 4.78 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan

Selama tahun 2017 BPOM telah menerbitkan 49 (empat puluh sembilan) siaran pers, public warning terkait hasil pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu BPOM juga menerbitkan 25 (dua puluh lima) penjelasan/klarifikasi berita terkait hoax. Seluruh siaran pers dan penjelasan/klarifikasi juga dipublikasikan melalui website BPOM dan media sosial.

197

Konferensi Pers Obat dan Makanan Ilegal di Jawa Barat, 21 April 2017

Konferensi Pers Berantas Obat Daftar G Ilegal di Banjarmasin, 6 September 2017

Penggerebekan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara, 13Desember 2017

Hubungan Badan POM dengan media cukup baik, ditandai selama tahun 2017, telah dilakukan pula 45 talkshow di media elektronik atas permintaan media televisi kepada Pimpinan Badan POM sebagai narasumber untuk menjelaskan isu-isu terkini yang berkembang di masyarakat terkait keamanan obat dan makanan. Selain itu Badan POM juga melayani 77 kali permintaan wawancara media terhadap pimpinan Badan POM dengan permintaan topik yang paling banyak adalah mengenai obat ilegal.

Talkshow di Kompas TV “Teror Pil Penebar Maut”, 18 September 2017

Wawancara Deputi III dengan Dengan MNC Media terkait Permen Susu diduga mengandung Narkoba”, 19 Desember 2017

Untuk menjaga hubungan dengan media, BPOM melakukan 19 kali konferensi pers yang menghasilkan pemberitaan mengenai kinerja pengawasan BPOM baik melalui media online maupun media cetak. Selain itu pada tahun 2017 dilakukan pula 1 kali media visit. Selain mengembangkan hubungan dengan media, BPOM juga melakukan sosialisasi programnya melalui Iklan Layanan Masyarakat di 5 stasiun TV nasional, 1 adlibs di radio, dan 7 advertorial di media cetak; media luar ruang seperti penanyangan di minimarket, bandara, bioskop, stasiun kereta, serta penanyangan iklan di transportasi umum. Selain itu telah dilakukan pula 5 kali penyuluhan langsung ke masyarakat diantaranya dilaksanakan di area Car Free Day (CFD) dan talkshow Badan POM Sahabat Ibu, serta 8 kali pameran baik didalam maupun diluar kota disamping pameran-pameran lain yang diikuti oleh unit teknis di lingkungan Badan POM Pusat serta pameran yang diikuti oleh Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.

198

Masyarakat pengunjung area CFD sedang diedukasi tentang obat dan makanan agar menjadi konsumen cerdas, 22 Oktober 2017

Untuk meningkatkan kemampuan admin media sosial Badan POM agar dapat menjadikan media sosial Badan POM sebagai media komunikasi alternatif bagi masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan Badan POM, maka dilaksanakan pelatihan Virtual Ecosystem yang diikuti 150 orang peserta dari unit pusat di lingkungan Badan POM dan admin dari Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia. Para admin bertanggung jawab mengelola akun media sosial masing-masing unit dan memberikan informasi untuk menjawab isu-isu keamanan Obat dan Makanan yang timbul di masyarakat, baik isu yang timbul melalui media sosial maupun isu-isu yang beredar melalui media mainstream, seperti media cetak dan media elektronik. Pemberitaan mengenai Badan POM yang dimuat di media cetak maupun media online serta isu-isu terkait obat dan makanan yang marak di media sosial dipantau melalu kegiatan media monitoring yang dilakukan tehadap 19 koran nasional, 57 koran regional, 115 media online, 4 majalah, 15 TV, 1 tabloid, dan 5 Radio. Selain monitoring rutin setiap harinya, dilakukan juga monitoring khusus untuk isu-isu tertentu dengan analisa pada periode tertentu sesuai kebutuhan pemetaan isu. Monitoring berita dilakukan sebagai early warning system terkait isu-isu keamanan obat dan makanan yang beredar di masyarakat, sebagai guidance pimpinan untuk membuat kebijakan. Selama tahun 2017 terdapat 15.504 artikel tentang BPOM yang dianalisa dengan dominasi pemberitaan dari media Online dengan 11.015 artikel. Media Koran menyumbangkan 2.260 artikel, diikuti oleh media Televisi dengan 214 klip, media Majalah 27 berita dan media Radio 18 artikel. Pemberitaan BPOM selama periode tahun 2017 didominasi dengan tone pemberitaan netral, yakni sebanyak 12.487 artikel dan sisanya sebanyak 2.840 artikel dengan tone berita positif, serta 177 artikel lainnya memiliki tone berita negatif bagi publikasi dan komunikasi BPOM. Dalam menyebarkan berita mengenai BPOM, selain melalui berbagai media diatas, BPOM juga aktif dalam kegiatan-kegiatan Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah untuk memperkuat jejaring antar kementerian dan lembaga sehingga informasi dapat cepat disebarkan melalui saluran-saluran komunikasi yang dimiliki pemerintah.

199

Selain itu juga dilakukan pengukuran indikator tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat dan makanan dilakukan melalui survei dengan penyebaran kuisioner dan wawancara. Survei ini mendapatkan hasil tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap obat dan makanan memiliki nilai 3,88 atau mencapai 77,53% dan masuk dalam kategori Baik.

Badan POM memberikan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms), faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM. Berikut media informasi lain yang merupakan salah satu alat Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Badan POM kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan, yaitu: a. Pembuatan Buletin InfoPOM

InfoPOM adalah buletin yang dikelola oleh Pusat Informasi Obat dan Makanan yang sudah terbit sejak tahun 1995 berisi artikel ilmiah populer. Mengingat InfoPOM merupakan company image maka dipertahankan untuk menjaga isi InfoPOM, sehingga tetap menggambarkan Badan POM pada masanya. Informasi terkini yang dimuat adalah fungsi pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM, artikel ilmiah popular terkait obat, obat tradisional, pangan, suplemen makanan dan kosmetik serta informasi terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makanan dari Badan POM (public warning, press release, dll). Buletin InfoPOM diterbitkan setiap dua bulan sekali, dan disebarluaskan kepada Unit Kerja di Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan Pengawasan Obat dan Makanan seperti Dinas Kesehatan, Perguruan Tinggi yang memiliki fakultas/jurusan kesehatan (seperti Kedokteran, Farmasi), Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia, Rumah Sakit di Seluruh Indonesia, Puskesmas Kecamatan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah di Indonesia, kementerian/ Lembaga Pemerintah, stakeholder Badan POM lainnya, serta melalui berbagai kegiatan (pameran, kunjungan tamu dll).

200

Untuk penyusunan buletin telah dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari semua unit kerja di Pusat, yang akan melakukan pembahasan, penyusunan materi/artikel, editing, desain dan pencetakan buletin. Buletin InfoPOM juga dipublikasikan dalam website Badan POM pada subsite perpustakaan (http://perpustakaan.pom.go.id/). Artikel yang diterbitkan dalam InfoPOM 2017 meliputi artikel sajian utama, artikel pendukung, artikel seri publikasi, Badan POM Update, HaloBPOM Interaktif, dan Pojok InfoPOM.

Gambar 4.79 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2017

b. Buletin Drug and Food Control Newsletter Dalam rangka mendukung diseminasi informasi yang akurat dan terkini terkait peran dan fungsi BPOM, Biro Kerjasama Luar Negeri melakukan publikasi berupa Drug and Food Control Newsletter. Newsletter ini merupakan media informasi berbahasa Inggris yang berisi informasi di bidang pengawasan obat dan makanan serta kegiatan Badan POM terkait dengan aktivitasnya dalam forum internasional maupun nasional. Tahun 2017, Drug and Food Control Newsletter terbit sebanyak 3 (tiga) kali (Edisi April, Agustus dan Desember), masing-masing 1500 eksemplar dan didistribusikan kepada mitra kerja Badan POM yaitu perwakilan RI di luar negeri, perwakilan asing di Indonesia, Organisasi Internasional, Instansi Pemerintah RI, Universitas, Pemerintah Daerah (Dinkes), National Regulatory Authority (NRA) negara lain dan di lingkungan Badan POM pusat dan daerah. Drug and Food Control Newsletter menerbitkan artikel utama, artikel pendukung dan trivia.

201

c. Pameran KIE Keamanan Pangan Sosialisasi keamanan pangan harus dilakukan secara berkesinambungan, agar mencapai sasarannya, maka harus dilakukan secara terstruktur dan terarah. Pameran adalah salah satu sarana penyebaran informasi untuk meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat. Disamping mempromosikan tentang keamanan pangan, dalam pameran secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan edukasi tentang keamanan pangan kepada masyarakat luas sehingga diharapkan mampu mengubah sikap mentalnya terhadap masalah keamanan pangan. Berikut kegiatan pameran keamanan pangan tahun 2017: No 1

Nama Kegiatan

Tanggal Kegiatan

Tempat Kegiatan

11 - 14 Mei 2017

Jl. MH. Thamrin No.59, Jakarta

1 - 4 Juni 2017

Smesco

SATU DASAWARSA DEDIKASI SMESCO UNTUK KUMKM INDONESIA

18 - 21 Juli 2017

Smesco

JIFEX

10 - 12 Agustus 2017

Indonesia Natural Product

Pameran

2 KOWANI FAIR 2017 3 4 5

Raimuna XI - GDV (Global Development Village)

PAMERAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE 53 DAN PRODUKSI ALAT - ALAT 6 KESEHATAN DALAM NEGERI TAHUN 2017

202

Hall B, JCC

Buperta Cibubur

9 - 11 November 2017

Jakarta Internasional Expo JIEx

23-Nov-17 Car Free Day 26 Februari 2017

2 HUT ASEAN 50

27 Agustus 2017

3 CFD -NAPZA 4 HKN ke-53

Jl. MH. Thamrin No.59, Jakarta

15, 16, 18, 19 Agustus 2017

7 GERMAS SAPA 1 HUT BPOM 16

Hall B, JCC

22 Oktober 2017 12-Nov-17

TMII

Jl Teluk Betung

Monas - Jl. Jend. Sudirman Jl. Jend. Sudirman Jl. Jend. Sudirman

Selama tahun 2017, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima permintaan informasi obat sebanyak 172 layanan. Ditinjau dari kategori profesi masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah Karyawan Swasta sebesar 60 layanan (34,88%), disusul berturut-turut Tenaga Kesehatan (dokter/ perawat/apoteker/asisten apoteker/ tenaga kesehatan lainnya) sebesar 51 layanan (29,65 %), Pelajar/Mahasiswa sebesar 29 layanan (16,86 %), Ibu Rumah Tangga sebesar 11 layanan(6,40%), Pegawai Negeri (TNI/Polri/PNS) 10 layanan (5,81%), Wiraswasta sebesar 9 layanan (5,23%), Tenaga Pendidikan (Dosen/Guru/Pengajar lainnya) 2 layanan (1,16%), penanya yang tidak bekerja sebesar 0 layanan (0%), wartawan sebesar 0 layanan (0%) dan Peneliti sebesar 0 layanan (0%). Tenaga Pendidikan (Dosen/Guru/Peng ajar lainnya) 1% Pelajar/Mahasisw a 17%

Tidak Bekerja 0%

Wiraswasta 5%

Ibu Rumah Tangga 6% Wartawan

Pegawai Negeri (TNI/POLRI/PNS) 6%

Peneliti 0%

Tenaga Kesehatan (Dokter/Perawat/Apote ker/Asisten Apoteker/Tenaga Kesehatan lainnya)…

Ibu Rumah Tangga

Karyawan Swasta

Karyawan Swasta 35%

Wartawan 0%

Tenaga Kesehatan (Dokter/Perawat/Apoteker/Asi sten Apoteker/Tenaga Kesehatan lainnya)

Gambar 4.80 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan Tahun 2017

Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan dengan memberikan informasi secara aktif (menerima permintaan informasi dan konsultasi dari masyarakat) dan pasif (menyebarkan informasi kepada masyarakat). Selama tahun 2017 terdapat 43 layanan yang membutuhkan informasi keracunan yang berdasar klasifikasi pertanyaan. Besar permintaan informasi mulai dari yang terbanyak berturut-turut adalah layanan informasi keracunan 25 layanan, makanan sebanyak 6 layanan, obat 5 layanan, produk kimia industri 3 layanan, minuman sebanyak 1 layanan, obat tradisional 1 layanan, binatang 1 layanan, dan pestisida pertanian 1 layanan. Profil penanya terdiri dari karyawan 37,21%, tidak diketahui latar belakang profesinya 25,58%, pelajar/ mahasiswa sebesar 11,63 %, penanya umum sebesar 6,98 %, ibu rumah tangga sebesar 6,98 %, Tenaga Kesehatan lain (dokter, perawat, dll) 4,65%, wiraswasta sebesar 4,65%, dan apoteker sebesar 2,33%.

203

Umum 7%

Wiraswasta Apoteker 2% 5%

Tidak diketahui 25%

Ibu Rumah Tangga 7% Apoteker

Karyawan 37%

Ibu Rumah Tangga Karyawan Mahasiswa Tenaga Kesehatan Lain Tidak diketahui Umum

Tenaga Kesehatan Lain 5%

Wiraswasta

Mahasiswa 12%

Gambar 4.81 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNas Berdasarkan Profesi Tahun 2017

Disamping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan keracunan, SIKerNas juga mengumpulkan data kasus keracunan di Rumah Sakit secara Nasional. Pengumpulan Data Kasus Keracunan secara nasional dilakukan dalam rangka mengetahui peta distribusi kejadian keracunan di Indonesia. Entry data keracunan dilakukan oleh rumah sakit secara online melalui aplikasi SPIMKer (Sistem Pelaporan Informasi Masyarakat Keracunan) sesuai catatan medis dokter IGD rumah sakit. Kerangka sampling penentuan rumah sakit ditetapkan BPOM sebanyak 648 rumah sakit di Indonesia yang mewakili rumah sakit tipe A, B, C, dan D, kemudian data diverifikasi oleh SIKer Daerah (Balai Besar/Balai POM Daerah) dan SIKerNas (Pusat Informasi Obat dan Makanan).

Selama tahun 2017 jumlah kejadian kasus keracunan obat dan makanan secara Nasional yang dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia sebanyak 4643 kasus. Data tersebut di laporkan oleh 274 Rumah Sakit di Indonesia (9,66 %) dari 2838 total rumah sakit yang harus melaporkan data keracunan ke BPOM. Penyebab utama kasus keracunan adalah kelompok pangan 1226 kasus (makanan 336 kasus, minuman 890 kasus), napza 277 kasus, obat 411 kasus, kosmetika 50 kasus, obat tradisional 18 kasus, produk suplemen 7 kasus, binatang 1375 kasus, kimia 509 kasus, campuran 323 kasus, pestisida 433 kasus, pencemar lingkungan 8 kasus, dan tumbuhan 6 kasus. Apabila dilihat dari produk obat dan makanan yang diawasi BPOM, maka penyebab keracunan yang diduga karena produk obat dan makanan sebesar 2385 kasus (51,35%).

204

BINATANG

1375

MINUMAN

890

KIMIA

509

PESTISIDA

433

OBAT

411

MAKANAN

336

CAMPURAN

323

NAPZA

277

KOSMETIKA

50

OBAT TRADISIONAL

18

PENCEMAR LINGKUNGAN

8

PRODUK SUPLEMEN

7

TUMBUHAN

6 0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

Gambar 4.82 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Indonesia Tahun 2017

205

Jawa Barat DKI Jakarta Bali Bengkulu Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sumatera Barat Riau Sumatera Selatan Jawa Tengah Papua Barat Kalimantan Timur Papua Jawa Timur Kalimantan Tengah Lampung D I. Yogyakarta Banten Sulawesi Barat Sulawesi Utara Jambi Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Sumatera Utara Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat (NTB) Maluku Maluku Utara Kepulauan Riau Gorontalo Aceh

1555 1071 622 157 156 126 110 100 83 71 70 65 60 58 56 54 51 37 35 33 25 20 13 11 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

Gambar 4.83 Peta Distribusi Kasus Keracunan berdasarkan Propinsi di Indonesia Tahun 2017

1800

Melihat dampak kerugian yang ditimbulkan oleh keracunan cukup signifikan, diharapkan penanganan dan pencegahan kasus keracunan tidak hanya dilakukan oleh satu instansi saja, melainkan terorganisir dengan lintas sektor terkait. Hal ini dikarenakan faktor penyebab individu mengalami keracunan adalah beragam, tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja.

206

4.14. KERJASAMA LUAR NEGERI Kerjasama luar negeri Badan POM tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan fungsinya dalam pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Pada tahun 2017, Badan POM telah melakukan 21 (dua puluh satu) penjajakan dan pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan. Kerjasama Bilateral Dan Multilateral

A. Pada tingkat bilateral, Badan POM telah melakukan kerja sama dengan beberapa negara mitra luar negeri yang menghasilkan 5 (lima) buah penandatanganan dokumen kerja sama mengenai kerjasama bilateral di bidang obat dan farmasi yaitu: 1. MoU Badan POM dan University of Georgia – USA berupa dukungan pengembangan kapasitas kerja sama di bidang farmasi dan keamanan pangan, ditandatangani pada 10 April 2017. 2. Technical Arrangement antara Badan POM dengan USAID tentang program Promoting The Quality of Medicines (PQM) yang ditandatangani pada 2 Juni 2017. Bertujuan untuk memberikan kepastian, bimbingan dan fasilitasi terhadap pelaksanaan kegiatan di bawah program PQM untuk mendukung usaha Indonesia dalam rangka memperkuat kapasitas sistem kesehatan nasional di Indonesia serta untuk memperbaiki dan mempertahankan jaminan kualitas dan pengendalian mutu obat-obatan. 3. Letter of Intent Between National Agency for Drug and Food Control of Republic of Indonesia and Food Drug Administration of Ministry of Health and Medical Education of the Islamic Republic of Iran on Drugs and Food Control Cooperation, ditandatangani 12 September 2017.

207

4. Memorandum of Understanding Between the National Agency for Drug and Food Control of the Republic of Indonesia and The National Office for Food Safety of the Kingdom of Morocco Concerning Cooperation in the Field of Food Safety, ditandatangani pada 9 November 2017.

5. Letter of Intent Between National Agency for Drug and Food Control of Republic of Indonesia and Jordan Food and Drug Administration on Drug and Food Control Cooperation, yang ditandatangani pada 13 November 2017.

208

B. Selain penandatanganan MoU di atas, Badan POM juga aktif melakukan penjajakan kerja sama bilateral dengan mitra di luar negeri, antara lain: 1. Korea Selatan, Badan POM melakukan kunjungan ke Ministry of Food and Drug Safety (MFDS) pada 7 Februari 2017. Pada kesempatan ini, Badan POM melakukan benchmarking terkait penguatan kelembagaan dari Korea Food and Drug Administration (KFDA) menjadi Ministry of Food and Drug Safety (MFDS). 2. Jepang, Badan POM melakukan pertemuan dengan pimpinan ke Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) pada 3 – 14 April 2017 untuk membahas kolaborasi antara Badan POM dengan PMDA, seperti Joint Symposium, Joint Collaboration dan benchmarking di bidang teknologi inovasi untuk pengembangan QR Code dan stem cell. 3. Amerika Serikat, pada 3 – 14 April 2017 Badan POM melakukan penjajakan kerja sama dalam bentuk Confidentiality Commitment dengan USFDA dan kegiatan investasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan dengan Organization Crime Investigation (OCI), USFDA; pembahasan kerja sama teknis untuk mendukung kegiatan Promoting the Quality of Medicine (PQM) dalam memperkuat sistem penjaminan kualitas obat khusunya obat TB Indonesia dengan United States Pharmacopoeia (USP) serta penjajakan kerja sama dalam peningkatan kapasitas SDM Badan POM dengan University of Georgia dan University of Wisconsin. 4. Iran, Badan POM telah melakukan kunjungan ke Iranian Food and Drug Administration (IFDA) pada 11 – 17 September 2017 yang bertujuan untuk bechmarking penerapan dan pengawasan Obat dan Makanan berbasis digital (track and trace system) di Indonesia. 5. Turki, pada 11 – 17 September 2017 Badan POM melakukan kunjungan ke Turkish Medicines and Medical Devices Agency dan 1 (satu) distributor resmi yaitu Selcuk serta 1 (satu) industri yaitu Kocak. Dalam kunjungannya pada masing-masing institusi, Badan POM melakukan benchmarking mekanisme penerapan pharmaceutical track and trace system di sarana pelayanan Obat, PBF dan Industri Farmasi. 6. Selandia Baru, kunjungan dilakukan pada 30 Juli – 7 Agustus 2017. Badan POM melakukan pertemuan dengan Menteri Keamanan Pangan, New Zealand untuk menyampaikan penghargaan atas dukungan pemerintah Selandia Baru terhadap pelaksanaan hubungan kerja sama yang dilakukan antara Badan POM dengan mitra terkait di New Zealand, termasuk pemberian beasiswa bagi staf Badan POM. Pertemuan dengan Medicines and Medical Devices Safety Authority (Medsafe) melakukan benchmarking kebijakan pengaturan produk darah dan menjalin kerja sama dalam peningkatan kapasitas Badan POM sebagai Inspektur GMP; dan Ministry of Primary Industries dalam membahas implementasi dan rencana tindak lanjut dari MoU). 7. Australia, Badan POM melakukan kunjungan ke Therapeutic Goods Administration (TGA) untuk mempercepat kerja sama antar kedua lembaga sebagai tindak lanjut Exchange of Letter (perluasan cakupan kerja sama dalam Record of Understanding), khususnya peningkatan kapasitas pegawai Badan POM serta kerja sama

209

8.

9.

peningkatan pengujian obat di Badan POM. Serta rencana tindak lanjut dari Exchange of Letter dan kunjungan ke PT. Astrazeneca, Badan POM melakukan kegiatan benchmarking penerapan serialisasi kode dengan teknologi data matrix untuk track and trace keduanya dilakukan pada 30 Juli – 7 Agustus 2017. Timor Leste, pada 30 Juli – 7 Agustus 2017 Badan POM melakukan kunjungan ke Kementerian Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Timor Leste dan Kementerian Kesehatan Timor Leste yang menegaskan komitmen Badan POM membantu Timor Leste dalam kerangka KSST dan memfasilitasi dan mendukung untuk masuknya produksi Obat dan Makanan Indonesia ke Timor Leste. Vietnam, Badan POM berpartisiapasi dalam APEC Life Sciences Innovation Forum High Level Dialogue on Innovation, Regulatory Systems, Regulatory Convergence, di Ho Chi Minh, pada tanggal 21 Agustus 2017. Selain itu, diadakan serangkaian pertemuan bilateral dengan Drug Administration of Vietnam (DAV) bertujuan untuk melakukan penjajakan kerja sama dalam peningkatan ketersediaan obat dan fasilitasi perdagangan para pelaku usaha Indonesia di Vietnam, perkuatan sistem regulasi obat maupun peningkatan kapasitas regulator. Pada kesempatan itu, BPOM memfasilitasi perwakilan GP Farmasi untuk hadir dan mereka menyampaikan kendala dalam proses ekspor ke Vietnam sehubungan dengan berlakunya regulasi baru untuk registrasi obat di negara tersebut.

10. Maroko, pada 9 November 2017 Badan POM melakukan penandatangan MoU dengan Office National de Sécurité Sanitaire des produits Alimentaires (ONSSA) yang bertujuan untuk mendorong daya saing produk makanan Indonesia di Maroko serta berkunjung ke Institut Marocain de Normalisation (IMANOR) untuk melakukan penjajakan kerja sama yang mendukung pengembangan industri makanan di indonesia. Pada kesempatan ini pula Badan POM memfasilitasi keikutsertaan pelaku industri Indonesia dalam pameran produk Indonesia di kegiatan “Explore Indonesia” pada 10 November 2017 di Marrakech, Maroko. 11. Yordania, Badan POM melakukan kunjungan ke Jordan Food and Drug Administration (JFDA) pada 13 November 2017 yang melakukan penjajakan kerja sama di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendorong perdagangan kedua negara. Bentuk kerjasama dituangkan dalam Letter of Intent.

210

12. Belanda, Badan POM melakukan kunjungan ke Vlaardingen Unilever Research and Development pada 30 November 2017 dan melakukan benchmarking pengembangan produk kosmetika inovasi (baru) dan teknologi penjaminan mutu dan keamanan produk kosmetika yang ramah lingkungan. 13. Belgia, Badan POM melakukan kunjungan pada 1 Desember 2017 ke Cosmetic Europe yang bertujuan untuk benchmarking peran asosiasi industri kosmetik Eropa sebagai mitra Badan Otoritas dalam penyusunan dan implementasi regulasi; kunjungan ke European Commision untuk benchmarking penyusunan regulasi yang dapat diterima dan diimplementasikan di negara-negara Uni Eropa; dan penjajakan kerja sama dalam peningkatan kapasitas regulator dan UMKM. 14. Irlandia, pada 2 Desember 2017 Badan POM berkunjung ke Oriflame Research and Development yang bertujuan untuk benchmarking pengembangan produk kosmetika bahan alam dan teknologi penjaminan mutu serta penjaminan keamanan produk kosmetika pada pre dan post market. 15. Perancis, Badan POM melakukan kunjungan pada 4 Desember 2017 ke The National Agency for Safety of Medicines and Health Products (ANSM) untuk melakukan penjajakan kerjasama dalam rangka peningkatan kapasitas regulator dan kunjungan ke L'oreal Resarch and Development untuk benchmarking pengembangan kosmetika, teknologi penjaminan mutu dan penjaminan keamanan produk kosmetika pre dan post market. Kerjasama Regional Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan POM berpartisipasi aktif dalam kerjasama regional ASEAN maupun kerjasama ASEAN dengan negara mitra terkait harmonisasi standar serta kerjasama dalam menunjang perdagangan bebas.

Perkembangan kerjasama ASEAN di tahun 2017 yang terkait Badan POM antara lain: 1. ASEAN Traditional Medicines and Health Supplement Product Working (TMHS PWG), capaiannya antara lain: a. Hampir seluruh persyaratan teknis sudah selesai dibahas dan diadopsi, namun perjanjian payung untuk implementasinya belum tercapai kesepakatan. b. Indonesia sudah setuju dengan istilah “ASEAN Agreement on TM Regulatory Framework” dan “ASEAN Agreement on HS Regulatory Framework” c. Pending Issue: Indonesia masih terus memperjuangkan masalah Genetic Resources (GR) untuk dapat di masukkan ke dalam framework, namun AMS lain hanya meminta hal tersebut dideklarasikan oleh Indonesia, untuk itu Kementerian Luar Negeri telah menyiapkan teks declaration untuk mengantisipasi masalah GR apabila dikemudian hari Indonesia mempunyai UU atau mengatur masalah GRTKF.

2. ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) capaiannya: a. Joint Sectoral Committee (JSC) MRA on GMP

211

b. c. d.

Implementation Working Group (IWG): penyusunan dan implementasi pedoman. Task Force BA/BE: Telah menyusun guideline, Kriteria, MRA on BE Study Report Pending issue: ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangements for Bioequivalence Study Report of Generic Medicinal Products (MRA BE) belum ditandatangani oleh seluruh AMS sampai Februari 2017 kemarin. Dua negara (Thailand dan Viet Nam) masih dalam proses domestik. Saat ini dalam proses Penyusunan Manual Panel of Expert (POE) untuk pelaksanaan MRA BE.

Dalam kerjasama ASEAN Mitra, Badan POM berpatisipasi pada pertemuan antara lain: 1. APEC LSIF (Life Science Innovation Forum), Badan POM bertindak selaku focal point dan pada 21 Agustus 2017 Kepala Badan POM hadir sebagai pembicara pada High Level Dialogue (HLD) - APEC LSIF dengan tema Accelerating Life Sciences Innovation through Regulatory Systems and Convergence.

2. Forum Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiating Committee (RCEP-TNC), merupakan pengembangan integrasi ekonomi ASEAN, yang melibatkan 16 negara (10 negara ASEAN + 6 negara Mitra Wicara yaitu Australia, New Zealand, China, Korea Selatan, Jepang dan India), dengan mengkonsolidasikan berbagai ASEAN+1 FTA yang telah ada (AANZ FTA, ACFTA,AKFTA, AJFTA dan AIFTA). Pembentukan forum RCEP ini merupakan prakarsa Indonesia pada saat Indonesia menjadi Ketua ASEAN tahun 2011, dan saat ini Indonesia berperan sebagai Ketua Trade Negotiating Committee (TNC). Pending Issue RCEP: Modalitas Tarif: Target final liberalisasi tariff rata-rata 92 % untuk ASEAN, RRT, Selandia baru, Jepang, Korea dan India sebesar 80 % ± 6 % dengan jangka waktu 20 tahun.

Posisi Badan POM: untuk Corrected/Improved IO, Badan POM telah memenuhi komitmen Basic Concept Initial Offer (BCIO) sebelumnya yang ditetapkan sebesar 80% dan masukan Improved initial offers 141 pos tarif binaan Badan POM sebanyak 122 pos tarif (86,5%) telah disampaikan melalui surat Kepala Badan POM No. HM. 03.01.1.3.01.16.0235 tanggal 13 Januari 2016 dengan rincian sebagai berikut: 94 pos tarif (66,7 %) untuk kategori A yaitu penghapusan tarif saat Entry Into Force (EIF), 24

212

pos tarif (17,0%) untuk ketagori B yaitu penghapusan tarif dalam 10 tahun dan 4 pos tarif (2,8 %) untuk kategori B* yaitu penghapusan tarif lebih dari 10 tahun. Terkait request list, Badan POM telah menyampaikan masukannya melalui Surat Sekretaris Utama No. KS.03.01.2.22.06.16.2425 tanggal 25 Mei 2016, dimana pos tarif yang memungkinkan untuk di-request adalah HS Chapter 30 dan hanya diberikan kepada negara India, Korea, China, Myanmar dan Filipina mengingat negara lain telah membuka pasarnya untuk produk-produk tersebut. Badan POM juga memberikan usulan request terhadap pos tarif binaan Kementerian Perindustrian yaitu 5 (lima) pos tarif bahan baku obat, terkait dengan rencana pengembangan bahan baku obat yang merupakan kerjasama antara PT. Kimia Farma dengan negara Korea, yaitu Simvastatin, Pantoprazole, Atorvastatin, Clopidogrel bisulphate dan Rosuvastatin serta 2 (dua) pos tarif Bahan Tambahan Pangan (BTP) yaitu Glutamic Acid dan Mono Sodium Glutamate (MSG). Sectoral Annexes

Terdapat dua non-papers yang diusulkan yaitu Sectoral Annexes (usulan Selandia baru) dan Non Tariff Measures (NTMs) Chapter (usulan Australia). Untuk Sectoral Annexes, ASEAN masih dalam pembahasan internal, dimana Singapura dan Laos mendukung proposal ini dengan mengusulkan beberapa sektor yaitu: (i)cosmetics, (ii) Pharmaceutical products, (iii) Medical Devices; (iv) Processed Foods; (v) Information and Communications technology (ICT) products; (vI0 Alcoholic Beverages; (vii) Coffee. Pembahasan Sectoral Annex ini juga akan memakan waktu lama karena masih banyaknya pending matters RCEP. Indonesia hanya mendukung skema transparency, tidak mengarah ke harmonisasi standar.

Posisi Badan POM: Badan POM telah menyampaikan masukannya ke Kemendag No. KS.00.02.22.11.16.2005 tanggal 25 November 2016, antara lain bahwa sektor farmasi tidak perlu dimasukkan ke dalam sectoral annexes karena produk farmasi tidak akan dapat menjadi satu regulatory rejim mengingat produk farmasi merupakan highly regulated product dan terkait erat dengan kebijakan nasional masing-masing negara serta menyangkut isu public health (perbedaan pola penyakit, perbedaan life style), juga terdapat perbedaan kebutuhan karena perbedaan level ekonomi (developed/developing/less developed country). Sub Working Group on Standards, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures (SWG-STRACAP)

Posisi Indonesia terkait consolidated text telah dibahas secara lintas sektor dengan Badan Standaridisasi Nasional (BSN) sebagai focal point, dan lebih difokuskan kepada kesesuaian dengan referensi STRACAP dalam ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), existing ASEAN plus dan WTO TBT Agreement. Sub Working Group on Rules of Origin (SWG-ROO)

SWG ROO Putaran Serpong masih melanjutkan pembahasan terhdap beberapa isu utama antara lain Product Specific Rules (PSR), cumulation, dual system of (self certification or self declaration). Sub Working Group on Sanitary and Phytosanitary (SWG-SPS)

Perundingan berhasil menyepakati beberapa paragraf, yaitu: paragraf 4 artikel 12 (Cooperation and Capacity Building); paragraf 4 artikel 14 (Contact Point and Competent Authorities); dan paragraf 2 artikel 15([Sub-]Committee on SPS Measures).

213

WG Intellectual Property (WG-IP) Pada Putaran Serpong, WGIP membahas 3 (tiga) isu utama, yaitu: (i) sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional (Genetic Resources, traditional knowledge, and folklore/ GRTKF); (ii) Legal Enforcement; dan (iii) indikasi geografis (GI).

Pembahasan ketiga isu tidak menghasilkan kemajuan yang berarti, dikarenakan beberapa faktor yang mengakibatkan sulitnya AMS dan AFP untuk mencapai kesepakatan, antara lain: (i) perbedaan posisi secara prinsip di antara AFP; (ii) perbedaan posisi yang substansial di antara AMS mengenai isu enforcement; dan (iii) kesulitan dari sebagian besar negara berkembang untuk menerima proposal beberapa AFP yang menginkorporasikan elemen-elemen TPP dan Anti-Counterfeiting Trade Agreement (ACTA), yang bersifat TRIPs-Plus. Kerjasama Organisasi Internasional 1. Dalam forum Organisasi Internasional Kepala Badan POM telah hadir dalam 2 (dua) pertemuan yaitu: a. Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme (PIC/s) Committee Meeting pada 9 Februari 2017. b. The 12th Summit of Heads of Medicines Regulatory Agencies (the Summit), International Coalition of Medicines Regulatory Authorities (ICMRA) dan Summit Symposium pada 24 - 26 Oktober 2017. Pada kesempatan ini Kepala Badan POM bertindak sebagai presenter pada ICMRA dengan tema "Enhancing Capacity to Combat Substandard and Falsified Medical products". 2. Pertemuan dengan WHO dilaksanakan 2 (dua) kali yaitu pada (i) 10 Februari 2017 yang membahas tentang rencana pelaksanaan Pilot Project aplikasi smartphone yang akan dilaksanakan di Indonesia dan pada (ii) 29 November 2017 dilakukan Penandatangan MoU Badan POM dengan WHO terkait Pilot Project Pelaporan Obat Palsu melalui Aplikasi Smartphone dan pada kesempatan ini pula Kepala Badan POM bertindak sebagai Panelis dalam acara Peluncuran dan Diskusi Panel Buku Laporan Kajian WHO terkait Obat Substandar dan Palsu.

214

3. Pada 14 November 2017, Badan POM mengadakan kunjungan ke Sekretariat OKI (Organisasi Kerjasama Negara-Negara Islam) dan melakukan Courtesy Call (CC) dengan Sekjen OKI H.E. Dr. Yousef bin Ahmad Al-Othaimen dan Asisten Sekjen OKI untuk bidang Ekonomi, Dubes Hamed Opeloyeru. CC guna membahas rencana kerja sama Badan POM dan OKI.

4.15. PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli Indonesia, pada tahun 2017 telah disusun 6 (enam) dokumen Serial The Power of Obat Asli Indonesia: 1. Pedoman Pedoman Ramuan Empiris Indonesia 2. 2 (dua) dokumen kajian keamanan dan manfaat obat bahan alam asing dan obat/ kosmetika bahan alam lokal 3. Naskah Kuno Pengobatan Tradisional dan Penyusunan Classical Text : Usada Bali, Serat Jampi Jawi dan Jampi Jawi. 4. Panduan terhadap Usaha di Bidang Obat Tradisional 5. Panduan Manajemen Industri Obat Asli Indonesia

215

Dalam rangka meningkatkan upaya bimbingan pada UMKM OT, dilakukan dengan beberapa kegiatan berikut :

1) Kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi obat asli Indonesia:

- Badan POM yang diwakili Direktorat OAI mengikuti Pameran “9th Indogreen Environment & Forestry Expo 2017” pada tanggal 13-16 April 2017 di JCC. Konsep yang disajikan pada stand Direktorat OAI terbagi dalam 4 area, yaitu area registrasi, area kafe jamu, area edukasi dan area photobooth. Pengunjung stand Direktorat OAI rata-rata perhari 445 pengunjung dari berbagai latar belakang seperti pelajar mulai dari SD sampai SMA, mahasiswa, guru, Ibu-ibu PKK, komunitas dan karyawankaryawati. Dengan segala keunggulannya, stand Direktorat Obat Asli Indonesia Badan POM RI berhasil mendapatkan penghargaan STAND TERBAIK III Kategori Industri/BUMN/ Swasta. - Pameran Indonesia Natural Product Expo (INPE) dilaksanakan pada tanggal 10-14 Mei 2017 di Hall B JCC. Kegiatan ini merupakan wujud nyata sinergisme antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan produk berbasis bahan alam sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan masyarakat, sehingga bersama-sama berkontribusi menggerakkan roda perekonomian sekaligus melestarikan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Tujuan diselenggarakannya pameran: (1) mempromosikan dan meningkatkan penggunaan produk berbasis bahan alam Indonesia; (2) menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap produk dalam negeri; (3) mendukung kinerja Badan POM dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan produk; (4) meningkatkan peran masyarakat dalam pengawasan produk agar lebih cerdas dalam memilih produk yang digunakan. Indonesia Natural Product Expo 2017 untuk pertama kalinya mengusung tema Indonesia Cultural Heritage of Health and Beauty for The World. Acara ini dibuka secara resmi pada tanggal 12 Mei 2017 oleh Bapak Wakil Presiden didampingi oleh Kepala Badan POM dan diikuti oleh 40 peserta yang terdiri dari industri/usaha berbasis bahan alam, lembaga pemerintahan, serta komunitas lainnya. Sedangkan perwakilan booth Badan POM berasal dari Direktorat Obat Asli Indonesia, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Balai Besar POM di Jakarta. Selama pameran berlangsung pengunjung yang registrasi pada booth Direktorat OAI sebanyak 1425 pengunjung. Tercatat sejumlah 360 pengunjung yang memberikan respon untuk pengisian kuesioner.

216

- Pasar Jamu di Jakarta Convention Center pada tanggal 11-14 Mei 2017 dengan luas booth sebesar 72 m2 yang diikuti oleh 9 (sembilan) UMKM-OT dan mencapai penjualan senilai Rp 14.607.000,- dengan total pengunjung sekitar 200 orang. Pasar jamu merupakan fasilitasi berupa booth gratis yang diberikan oleh BPOM kepada UMKM-OT yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap regulasi namun memiliki keterbatasan finansial dan akses pasar. Pada pasar jamu tersebut juga dilakukan edukasi kepada masyarakat agar mampu memilih obat tradisional secara tepat dan rasional sekaligus untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mengetahui peran Badan POM dalam melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. - Seminar “Potensi Pengembangan Obat Bahan Alam untuk Daya Tahan Tubuh” di Aula Gedung C pada tanggal 3 Agustus 2017, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pelaku usaha obat tradisional. Seminar dihadiri oleh 217 peserta dari pelaku industri obat tradisional, akademi farmasi, perwakilan asosiasi obat tradisional, komunitas pelayanan kesehatan, penyehat tradisional, pegawai Badan POM dan instansi pemerintah terkait. - Edukasi Badan POM Tingkatkan Pengetahuan Pramuka Penggalang mengenai Tanaman Obat dan Obat Tradisional pada tanggal 27 September 2017, yang dihadiri oleh 184 peserta Pramuka Penggalang se-DKI Jakarta. Materi yang disampaikan mengenai cerdas memilih obat tradisional yang aman, berkhasiat dan bermutu; serta pengunaan tanaman obat untuk swamedikasi. - Pasar Jamu Indonesia Busines and Development Expo dilaksanakan pada tanggal 2023 September 2017 di JCC Senayan. Dalam kegiatan tersebut, BPOM memfasilitasi pelaku UMKM OT untuk mempromosikan jamu. Pelaku UMKM tersebut ialah Greenzone Herbal, CV; Elanazma Prima, CV; Al Manar Herbafit, CV; Toga Nusantar; Basmallah Food; Harvest Gorontalo; dan Usaha Jamu Gendong Lestari. - Workshop Manajemen Mutu Obat Tradisional diselenggarakan pada tanggal 7-8 November 2017 di Badan POM, diikuti oleh 67 peserta dari UKOT/UMOT terpilih yang berada di wilayah Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Materi workshop adalah Kunci Keberhasilan Usaha di Bidang Obat Tradisional oleh Drs. Nyoto Wardoyo,Apt; dan Pengaruh Mutu Produk Obat Tradisional terhadap Profitabilitas, Alat Pemantauan Manajemen Mutu serta Alat Peningkatan dan Evaluasi Mutu oleh Puput Suwastika, SE., MM.

217

- Edukasi Peduli Penggunaan Obat Herbal yang Aman dan Rasional “Cerdas Menyikapi Herbal untuk Terapi Kanker” dilaksanakan di Aula Gedung C Badan POM pada tanggal 13 November 2017, diikuti oleh 187 orang peserta (Komunitas masyarakat peduli kesehatan, tenaga kesehatan dari unit/Instansi Kementerian/ lembaga terkait, asosiasi di bidang obat tradisional, Perguruan Tinggi serta media cetak dan online). Kegiatan ini merupakan salah satu upaya Badan POM untuk memberdayakan masyarakat, baik produsen, konsumen, maupun komunitas di bidang obat tradisional. Workshop tersebut bertujuan untuk mengedukasi tentang keamanan dan manfaat Obat Asli Indonesia khususnya untuk terapi pada penderita kanker. Kegiatan ini bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) serta dihadiri Ketua YKPI yaitu Linda Amalia Sari Gumelar.

2) Pendampingan teknis bagi pelaku usaha UMKM OT dan jamu gendong:

- Focus Group Discussion (FGD) “Sinergisme Academician, Business, Government and Community dalam Komersialisasi Produk Berbasis Bahan Alam” dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2017. Kegiatan ini mempunyai tujuan : (1) Merumuskan kebijakan ABGC dalam hilirisasi pengembangan produk berbasis bahan alam yang bersifat makro. (2) Inisiasi penyusunan Roadmap hilirasi pengembangan produk berbasis bahan alam yang melibatkan industri dan peneliti. - Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, mutu, kerasionalan komposisi serta peluang pasar obat asli Indonesia pada tanggal 14 - 15 Maret 2017 di Balai Besar POM Bandung yang dihadiri oleh 84 peserta di bidang obat tradisional/ UMKM OT dan jamu gendong/penyehat tradisional. Kegiatan ini bertujuan: (1) Meningkatkan kapasitas produksi UMKM OT dan jamu gendong serta peningkatan pemasaran produk di pasar nasional dan regional. (2) Meningkatkan pengetahuan penyehat tradisional (Hatra) dalam hal regulasi dan penggunaan produk dalam pelayanan penyehat tradisional. - Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, mutu, kerasionalan komposisi serta pemanfaatan peluang pasar obat asli Indonesia, dilaksanakan pada tanggal 25-26 April 2017 di Badan POM RI Jakarta. Kegiatan dihadiri oleh 74 peserta UMKM dan 97 peserta jamu gendong. Materi yang dibahas mengenai pengembangan usaha dan pemasaran di DKI Jakarta, registrasi obat tradisional, regulasi obat bahan alam/herbal di Indonesia, penerapan CPOTB secara bertahap, tutorial SIOBA, teknologi ekstraksi, parameter mutu obat tradisional dan pertimbangan rasional dalam penyusunan formula obat tradisional.

218

- The Third Meeting of Medicinal Plants Focal Points of IORA RCSTT. diselenggarakan pada tanggal 10-12 Mei 2017 di Century Park Hotel Senayan Jakarta. Peserta meeting adalah delegasi dari negara India, Indonesia, Iran, Kenya, Malaysia, Mauritius, Mozambique, Oman, Sri Lanka, Tanzania, Thailand dan China; pejabat struktural di lingkungan BPOM dan stakeholder terkait (pemerintah dan swasta). Hasil dalam kegiatan tersebut yaitu: (1) mempromosikan produk tanaman obat di negara-negara Anggota IORA; (2) sharing informasi pengetahuan, pengalaman, dan praktik antara negara anggota IORA dan mitra dialog; (3) mendorong negaranegara anggota IORA dalam mengembangkan kebijakan dan peraturan tentang obat tradisional; (4) mempromosikan sinergisme antara akademisi, bisnis, dan pemerintahan. - Workshop Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional Berdasarkan Klaim Empiris kepada Pelaku UMKM OT yang dilaksanakan pada tanggal 11-14 Juli 2017 di Aula gedung C Badan POM RI. Kegiatan dihadiri oleh 40 peserta UMKM dan 40 Pelaku Usaha Jamu Gendong, materi yang dibahas mengenai (1) review materi rasionalisasi komposisi, (2) penyiapan dan pengelolaan bahan baku jamu gendong, (3) materi dokumentasi dan pengelolaan keuangan bisnis jamu gendong, (4) review materi penyiapan simplisian dan teknologi ekstrak. Workshop Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional Berdasarkan Klaim Empiris kepada Pelaku UMKM OT yang dilaksanakan pada tanggal 10-11 Agustus 2017 di Bandung. Kegiatan dihadiri oleh 41 peserta UMKM dan Pelaku Usaha Jamu Gendong, materi yang dibahas mengenai (1) pembinaan UMKM OT, (2) review rasionalisasi komposisi, dan (3) review materi penyiapan simplisian dan teknologi ekstrak

4.16. RISET DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN

Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang modern dan handal serta memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan, maka perlu dilakukan riset keamanan, khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan sebagai dukungan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market Obat dan Makanan. Pemilihan topik riset didasarkan atas analisis kebutuhan pengawasan yang ditetapkan oleh kedeputian 1,2 dan 3 serta PPOMN atau Balai Besar/Balai POM disamping berdasarkan isu-isu tentang obat dan makanan yang sedang berkembang pada saat ini, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2017 Badan POM melalui Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik yaitu riset yang berbasis laboratorium dan non laboratoroium, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, publikasi serta pengembangan jejaring lintas sektor dan kejasama dengan stakeholder. Pada tahun 2017, Badan POM telah menghasilkan 72 riset laboratorium dan kajian yang dimanfaatkan yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

219

Kegiatan-berbasis laboratorium dan non laboratorium sebagai berikut: 1. Riset metode analisa obat/obat tradisional/kosmetik/suplemen kesehatan a. Permintaan Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) berdasarkan: 1) Memo Dinas Deputi I tanggal 05-03-2015 No. Dokumen 193. 2) Memo Dinas Deputi I tanggal 13-01-2016 No. Dokumen 0031. 3) Nota Dinas Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Nomor SD.02.02.321.3.01.17.0341 tanggal 20 Januari 2017.

b.

220

Riset metode analisa tersebut terdiri dari: 1) Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Spiramisin dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 2) Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Spiramisin dalam Sediaan Sirup Secara Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 3) Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Pramipeksol Dihidroklorida Monohidrat dalam Sediaan Tablet Lepas Lambat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 4) Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan Injeksi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 5) Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 6) Validasi Metode Analisis Everolimus dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 7) Validasi Metode Analisis Nilotinib dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 8) Validasi Metode Analisis Pitavastatin Kalsium Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 9) Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Deferasirok dalam Sediaan Tablet Dispersibel Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Permintaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) yang disampaikan pada nota dinas Kepala PPOMN nomor PM.02.06.71.02.17.0313 tanggal 9 Februari 2017 perihal Metode Analisis (MA) Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yang tidak dibuat oleh PPOMN: 1) Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan Padat LCMS/MS QTOF. 2) Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan Cair LCMS/MS QTOF. 3) Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF. 4) Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF. 5) Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF. 6) Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF. 7) Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF. 8) Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF.

c.

d.

Surat Edaran Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen No. HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 20106 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna speciosa (Kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan serta Permintaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) yang disampaikan pada nota dinas Kepala PPOMN nomor PM.02.06.71.02.17.0313 tanggal 9 Februari 2017 perihal Metode Analisis (MA) Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yang tidak dibuat oleh PPOMN: 1) Pengembangan Metode Identifikasi Mitragynine dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat

Pemintaan dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang disampaikan melalui Nota Dinas No BIN.05.03.431.01.17.00490 tanggal 11 Januari 2017 perihal Metode Analisa untuk Bahan yang Dilarang Digunakan dalam Obat Bahan Alam. 1) Pengembangan Metode Identifikasi Kavain dalam Tanaman Kava-Kava.

2. Riset dan Kajian Keamanan Pangan a. Arahan Deputi II sebagai pembina PROM agar PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan makanan sehingga dapat dijadikan sebagai database, terdiri dari: 1) Pengembangan Metode Analisa 16sDNA Pseudomonas aeruginosa dengan PCR. 2) Pengembangan Bank Bakteri Cronobacter sakazakii. 3) Pengembangan Bank Bakteri Salmonella. b. Dalam rangka menyusun database berisi profil koleksi bakteri patogen yang dimiliki berisi informasi mengenai sumber isolat bakteri patogen, reaksi biokimia, molekular dan hasil PFGE. Bermanfaat untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan dengan menggunakan BioNumeric. 1) Pemetaan untuk database bakteri patogen

c. Permintaan Direktorat Standardisasi Produk Pangan untuk mengawal Peraturan Kepala Badan POM, terdiri dari: 1) Perlakuan Perebusan pada Tahu Terhadap Penurunan Kadar Formalin (sebagai investigasi kandungan formalin dan pengaruh pengolahan dalam pangan). 2) Pengembangan Metode Analisa Penetapan Kadar Simultan Bahan Tambahan Pangan dalam Minuman Ringan Secara KCKT (berdasarkan laporan Balai POM dan Direktorat Insert Pangan untuk menentukan kebijakan). 3) Pengembangan Metode Analisa Hidrogen Peroksida pada Rempah Merica Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. 4) Pengembangan Metode Analisa Hidrogen Peroksida pada Ikan Asin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis 5) Kajian Pemanis Buatan Pada Produk Pangan. 6) Kajian Pewarna Pada Produk Pangan. 7) Pengujian Hidrogen Peroksida pada Kikil Menggunakan Spektrofotometri UVVis. 8) Skrining Pewarna yang beredar di Pasaran. 9) Pengembangan Metode Analisa Sulfit pada produk pangan (sebagai lanjutan kajian paparan tahun 2016). 10) Pengembangan Metode Deteksi Kuantitatif Pangan PRG Event 3272 pada Jagung dan Produk Olahannya.

d. Permintaan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, terdiri dari: 1) Kajian Resiko Salmonella pada ayam Goreng

221

2) 3) 4) 5) 6)

Riset Identifikasi dan Pemetaan Profil Bakteri Patogen Salmonella dengan PFGE Riset Deteksi Salmonella pada Ayam Goreng Tahap 2 Identifikasi dan Profilling Bakteri Patogen dengan PFGE: Vibrio cholerae Pengujian Bahan Tambahan Pangan Minuman Ringan Menggunakan HPLC Optimasi Metode Analisa Identifikasi Campylobacter jejuni menggunakan PCR

e. Riset ini merupakan tugas akhir tesis staf PROM, untuk mengetahui profil E. coli dari berbagai sumber sehingga dapat dibuat kluster yang bermanfaat untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan 1) Keanekaragaman Genetik E-coli dari berbagai sumber menggunakan ERIC PCR dan REP PCR

f.

Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, terdiri dari: 1) Pembuatan Modul Survei Profil Produk Pangan Beredar

3. Pembuatan Pedoman Uji Farmakologi Obat Bahan Alam secara In Vivo dan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan a. Permintaan dari Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang disampaikan pada Forum Diseminasi Hasil Riset PROM tahun 2016. 1) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Anti Diabetes Mellitus 2) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Antitusif 3) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Dislipidemia 4) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Penurun Obesitas 5) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hipertensi 6) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Diare Non Spesifik 7) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hiperurisemia 8) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi b. Permintaan dari Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan yang disampaikan pada Forum Diseminasi PROM tahun 2017 dan permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen berdasarkan Nota Dinas No. B-IN.05.03.431.07.17.08107 tanggal 19 Juli 2017 1) Pembuatan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan.

4. Riset Pengembangan Metode Analisis Produk Biosimilar Permintaan dari Kepala Badan POM tahun 2015 kepada Kepala PROM agar PROM membuat MA Produk Biosimilar Eritropoetin untuk persiapan pengawasan bila EPO telah mendapat Nomor Ijin Edar (NIE). a. Riset Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Eritropoetin Berdasarkan Titik Iso Elektrik b. Riset Pengembangan Metode Penetapan Aktivitas eritropoetin Secara In Vitro

5. Riset Untuk Mendukung Investigasi Obat dan Makanan a. Permintaan Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan berdasarkan Nota dinas Nomor HK.05.02.41.413.10.16.0444 tanggal 3 Oktober 2016 Perihal Uji Toksisitas Akut dan Uji Kandungan Alkohol Obat tradisional Jamu Tetes. 1) Uji Kandungan Alkohol Obat tradisional Jamu Tetes Secara Kromatografi Gas (KG) b. Permintaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) yang disampaikan pada nota dinas Kepala PPOMN nomor PM.02.06.71.02.17.0313

222

c. d. e. f.

g.

h.

i.

j.

tanggal 9 Februari 2017 perihal Metode Analisis (MA) Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yang tidak dibuat oleh PPOMN. 1) Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Kesehatan Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF 2) Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF Permintaan dari Deputi 1 bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan Nota Dinas Deputi I nomor B-RO.04.73.09.17.1065 1) Kajian Dampak Ekonomi dan Kesehatan Akibat Obat Palsu Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen berdasarkan Nota Dinas No. B-IN.05.03.431.02.17.02459 tanggal 24 Februari 2017. 1) Kajian Pemanfaatan HVAC Industri Obat Tradisional Permintaan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan berdasarkan nota dinas BPY.09.72.02.17.0346 1) Kajian Dampak Kosmetik Pemutih Terhadap Kesehatan dan Ekonomi Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 1) Kajian Penambahan Pemahit Pada Formalin Permintaan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 1) Pengembangan metode analisis PAA dari kemasan perkakas dapur Permintaan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 1) Uji Resistensi Antibiotika Salmonella Sp.Hasil Isolasi dari Ayam Goreng Permintaan Direktorat Penilaian Obat Tradsional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disampaikan pada Nota Dinas No.HK.05.02.41.413.10.16.0444 tanggal 3 Oktober 2016 1) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BA Secara In Vivo 2) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BO Secara In Vivo 3) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BC Secara In Vivo 4) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes HE Secara In Vivo 5) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes SM Secara In Vivo 6) Efek Hepatotoksik Suplemen Kesehatan “LA” pada Tikus Sprague-Dawley Permintaan Deputi 2 Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 1) Riset Toksisitas Akut Serbuk Halus Kulit Kayu Phellodendron Pada Mencit ddY 2) Riset Toksisitas Akut Serbuk Daun Kratom (Mitragyna speciosa Korth) pada mencit ddY

6. Riset Farmakoekonomi Penggunaan Jamu Mengandung Bahan Kimia Obat Merupakan permintaan Sekretaris Utama pada rakorstaf (Desember 2016), untuk melihat peran strategis Badan POM dalam mengawal kesehatan masyarakat dan penghematan biaya kesehatan yang dikeluarkan BPJS melalui penanggualangan peredaran jamu ber-BKO.

7. Penyusunan Panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Merupakan permintaan Kepala Badan POM yang disampaikan pada nota dinas BPR.09.01.73.11.17.1422.

223

8. Data profil Pengawasan Obat dan Makanan Berupa uji coba penerapan kerangka sampling yang telah disusun pada tahun 2016 dalam rangka menyediakan profil data pengawasan obat dan makanan. Kegiatan ini merupakan arahan dari pimpinan BPOM dengan tujuan penyempurnaan kerangka sampling yang lebih representatif. Selain melakukan 72 riset diatas, PROM juga berpartisipasi dalam uji profisiensi dengan tujuan untuk mengevaluasi kompetensi laboratorium dan personilnya. Pada tahun 2017, PROM mengikuti 3 kegiatan uji profiensi dengan hasil “memuaskan” atau “inlayer”. Adapun uji profisiensi tersebut antara lain:

1. 2. 3.

Deteksi fragmen DNA spesifik porcine dalam produk gelatin. Penetapan kadar asam folat pada tepung secara kromatografi cair kinerja tinggi. Penetapan kadar simetidin tablet secara kromatografi cair kinerja tinggi.

Manfaat dari riset yang telah dilaksanakan tahun 2017 terdapat pada Lampiran 2.

Publikasi Ilmiah

Selain kegiatan yang berbasis laboratorium dan non laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan juga melakukan diseminasi yaitu berupa publikasi ilmiah hasil riset. Untuk memberikan informasi hasil riset yang telah dilakukan oleh PROM kepada masyarakat maka dilakukan beberapa kegiatan publikasi antara lain:

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset yang diselenggarakan tanggal 23 - 24 Mei 2017 dalam rangka mendiseminasikan Hasil Riset PROM dengan tema “Riset Inovatif untuk Peningkatan Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan”. Sebagai Keynote Speaker dalam seminar ilmiah ini adalah Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si.,Apt). Untuk peningkatan pengetahuan dan wawasan SDM PROM terkait informasi riset dan inovasi terkini, maka diundang narasumber dengan beberapa keahlian yang berasal dari internal Badan POM (Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi) dan eksternal Badan POM seperti Kemenristek dan Dikti, Perguruan Tinggi (USU, UNAIR, ITB) dan dari United States Pharmacopeia (USP). Forum ini dihadiri oleh wakil dari unit eselon II di lingkungan Badan POM dan Balai/Balai Besar POM. Topik materi seminar ilmiah antara lain:  Trend Pengembangan Riset untuk Pengawasan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Pangan di Pasar Global.  Perkembangan Produk Obat Biosimilar dan Obat Kanker.  Pengembangan Metode Analisis Kimia  Pengembangan Metode Analisis Produk Biosimilar dan DNA Spesifik. Kegiatan ini dilakukan selain sebagai sarana diseminasi Hasil Riset PROM juga memberikan kesempatan bagi Balai/Balai Besar POM untuk mempresentasikan hasil risetnya dalam bentuk poster. Hasil diseminasi dari peserta Pusat dan Balai/Balai Besar POM dilombakan dalam bentuk poster ilmiah, dengan pemenang dari Balai Besar POM di Ambon (Juara 1), Pusat Riset Obat dan Makanan (Juara 2), dan Balai Besar POM di Bali (Juara 3).

224

Gambar 4.84. Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset Tabel 4.24 Daftar Publikasi Ilmiah yang Diikuti oleh Staf PROM tahun 2017 NO

PRESENTASI

1

Poster

2

Poster

3

Poster

PRESENTER

JUDUL

TANGGAL

KEGIATAN

Tuty Erlina Mardja, Fitria Rahmi, Eka Rusmawati, Rina Adriany, Murtiningsih, Arustiyono

Riset Sitotoksik Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricatal) Pada Sel Vero Dan Aml 12

12-13 April 2017

POKJANAST OI, STIFAR RIAU,

12-13 April 2017

Seminar nasional Pokjanas TOI Ke-52

Sri Astuti dan M. Natsir Siregar

Riset Profil Kromatogram/Fingerpri nt Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) Analytical Method for Identification of Sildenafil and Its Derivatives in Traditional Medicine Stamina Enhancer by LC-MS/MS QTOF

17 - 19 Mei 2017

The 65th Annual Conference on Mass Spectrometr y

Tina Wikara

225

NO

226

PRESENTASI

PRESENTER

JUDUL

TANGGAL

KEGIATAN Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

4

Poster

Tina Wikara

Validasi Metode Analisis penetapan Kdar Tablet Estazolam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

23-24 Mei 2017

5

Poster

Tina Wikara

validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Meloksikam Dalam Sediaan Injeksi Secara Spektrofotometri Uv-Vis

23-24 Mei 2017

6

Poster

Sri Astuti

23-24 Mei 2017

7

Poster

Sri Astuti

valdiasi Metode Analisis Penetapan kadar Mesterolon Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

8

Poster

Sri Nurhayati

Validasi Metode Penetapan Kadar Tablet Dienogest

23-24 Mei 2017

9

Poster

Tuty Erlina Riset efek mutagenik Mardja, Fitria bedak bayi “jj” Rahmi, Eka Rusmawati, Rina

Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Senyawa Turunan Sildenafil, tadalafil dan Vardenafil Dalam Sediaan Obat Tradisional Penambah Stamina Secara LCMS/MS QTOF

23-24 Mei 2017

23-24 Mei 2017

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi

NO

10

PRESENTASI

Poster

PRESENTER Adriany, Murtiningsih

JUDUL

TANGGAL

hasil Riset PROM

Eka Rusmawati, Rina Adriany, Fitria Rahmi, Tuti Erlina Mardja, Murtiningsih

Efek Hepatotoksisitas Suplemen Makanan “hcul”

Riset Pengembangan Metode Deteksi Kuantitatif Residu Host Dna Pada Sediaan Eritropoetin Menggunakan Real Time Pcr

23-24 Mei 2017

Riset Pengembangan Metode Deteksi Kuantitatif Residu Host DNA Pada Sediaan Eritropetin Menggunakan Real Time PCR

23-24 Mei 2017

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

Pengembangan MA Sudan simultan dalam produk cabe bubuk secara KCKT

23-24 Mei 2017

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Allylestrenol dalam Sediaan Tablet secara

23-24 Mei 2017

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi

11

Poster

Fitria R., Suci Y., Rina A., Eka R., Tuty E.M., Murtiningsih, Tepi U.

12

Poster

Suci Yuliangsih

13

Poster

Dewi Afriani

14

Poster

Sri Astuti

Pada Tikus Sprague Dawley

23-24 Mei 2017

KEGIATAN

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

227

NO

PRESENTER

15

Poster

Sri Astuti

16

Poster

Silma Awalia, Suci Yuliangsih

17

Poster

18

19

20

228

PRESENTASI

JUDUL Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

TANGGAL

Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Senyawa Turunan Sildenafil, Tadalafi dan Vardenafil dalam Obat Tradisional Penambah Stamina secara LCMS/MS QTOF

23-24 Mei 2017

PENGEMBANGAN BANK DNA BAKTERI PATOGEN : Vibrio cholerae

23-24 Mei 2017

Eva Nikastri

Pengembangan Bank Dna Bakteri Patogen : Bacillus Cereus

23-24 Mei 2017

Oral

Wiwi Hartuti

Riset Investigasi Cemaran Plastik Dalam Minyak Goreng

23-24 Mei 2017

Oral

Tiur Dina Waty

Monitoring Implementasi K3 di Badan POM

23-24 Mei 2017

Oral

Suci Yuliangsih

Skrinning Penanda PRG pat dan CP4EPSPS pada produk olahan jagung

23-24 Mei 2017

KEGIATAN Hasil Riset PROM

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum

NO

PRESENTASI

PRESENTER

JUDUL

TANGGAL

21

Oral

Eva Nikastri

Deteksi Escehrichia Coli Patogen Dengan Multiplek Pcr: Pada Pembuatan Es Batu

23-24 Mei 2017

22

Oral

Lince Yarni

Validasi Metode Analisis Standar Obat Baru

23-24 Mei 2017

23

Oral

TUTY ERLINA MARDJA

Riset sitotoksik jamu xt yang mengandung bko parasetamol dan fenilbutazon pada sel vero

23-24 Mei 2017

Efek Hepatotoksisitas Suplemen Makanan Hll Pada Tikus Sprague Dawley

23-24 Mei 2017

Riset Pengembangan Metode Deteksi Kualitatif dan Kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan eritropoetin

23-24 Mei 2017

24

Oral

EKA RUSMAWATI

25

Oral

FITRIA RAHMI

(presentasi oral)

KEGIATAN Diseminasi hasil Riset PROM

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi hasil Riset PROM

229

230

NO

PRESENTASI

26

Oral

27

PRESENTER

JUDUL

TANGGAL

KEGIATAN

Tiur Dina Waty

Survey of Indonesian Public Awareness Index on Drug and Food

27 Juli 2017

Poster

Selma Siahaan, Tepy Usia, Sri Pujiati, Ingan Ukur Tarigan, Sri Murhandini,

Vol.7 No.2Agustus 2017

28

Oral

Silma Awalia,

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat dalam Memilih Obat yang Aman di Tiga Provinsi di Indonesia Knowledge, Attitude, and Practice of Communities on Selecting Safe Medicines in Three Provincies in Indonesia

3rd Internationa l Conference on Public Health 2017

Perbandingan Metode Kit Ekstraksi Dna Pangan Produk Rekayasa Genetika (Prg) Produk Jagung

10-12 Oktober 2017

SEMINAR PATPI

29

Oral

Wiwi Hartuti

Pengembangan Metode Analisis Migrasi Dietil Heksil ftalat (DEHP) Dan Dibutil Ftalat (DBP) Dari Kemasan Kertas & Karton Ke Dalam Simulan Pangan Kering (Tenax) Secara Kromatografi Gas Spektrometer Massa

10-12 Oktober 2017

Seminar PATPI

Jurnal Kefarmasian Indonesia

NO

PRESENTASI

PRESENTER

30

Oral

Suci Yuliangsih

31

Oral

Eva Nikastri

JUDUL Pengembangan Metode Hexaplex Pcr Untuk Deteksi Vibrio Cholera

Identifikasi Gen Spesifik Bacillus Cereus Dengan Polymerase Chain Reaction

TANGGAL 10-12 Oktober 2017 10-12 Oktober 2017

KEGIATAN Seminar Nasional PATPI

Seminar Nasional Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia

4.17. PENGUJIAN DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN Dalam rangka meningkatkan mutu pengujian obat dan makanan, seluruh laboratorium Badan POM perlu dilakukan peningkatan pemenuhan Good Laboratory Practices (GLP), untuk itu pada tahun 2017 dilakukan reasesmen terhadap 31 Laboratorium BB/BPOM untuk mengetahui peningkatan kapasitas dan kapabilitas laboratorium terkait pemenuhan peralatan, kompetensi staf, dan Standar Ruang Lingkup (SRL) Pengujian. Kegiatan dilakukan oleh Tim reasesmen PPOMN dimulai pada Oktober sampai dengan November 2017, dengan target sebanyak 23 BB/BPOM memenuhi persentase pemenuhan GLP sebesar 70%. Berdasarkan hasil reasesmen diperoleh 30 BB/BPOM dengan persentase pemenuhan GLP BB/BPOM melebihi cut off 70%.

A. Pengujian sampel

Pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari 7 jenis yaitu sampel uji absah/rujuk, sampel khusus, sampel kasus, sampel pihak ketiga, sampel uji profisiensi, sampel uji petik dan sampel internal.

Jumlah sampel pada tahun 2017 sebanyak 2983 sampel dan selesai diuji sebanyak 2423, 109 sampel hanya ditanggapi, sedangkan sisa sampel akan diuji pada tahun 2018. Rincian dan sebaran sampel pada masing-masing bidang/laboratorium sebagai berikut:

231

No 1 2 3 4 5 6 7

Jenis Sampel Sampel absah/rujuk Sampel Kasus Sampel Khusus Sampel pihak ketiga Sampel uji profisiensi Sampel uji petik Sampel internal Total

Jumlah 541 70 575 1607 41

147

2 2983

Gambar 4.85 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2017

B. Pengembangan Metode Analisa

Dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas obat dan makanan, PPOMN harus menjaga kompetensinya sebagai laboratorium penguji dengan menerapkan Sistem Manajemen Laboratorium berdasarkan ISO/IEC17025 : 2005. Salah satu unsur penting dalam penerapan sistem manajemen tersebut adalah validasi/verifikasi metode uji, yang sangat penting dilakukan agar didapat hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.

Disamping itu validasi/verifikasi metoda uji terhadap produk obat yang belum tercantum dalam kompendia menuntut diperlukannya pengembangan Metoda Analisis (MA) agar produk tersebut dapat diawasi. Demikian juga untuk produk lainnya yang secara resmi belum mempunyai metoda untuk pengujian terhadap keamanan produk. Untuk itu pengembangan metoda analisis dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan produk sangat diperlukan. Pengembangan MA ini dilakukan

232

berdasarkan prioritas terhadap produk yang dapat memberikan dampak negatif terhadap mutu dan keamanan pengguna (masyarakat). Agar MA yang dikembangkan oleh PPOMN validitasnya terjamin, maka PPOMN mengundang beberapa pakar di bidangnya untuk pembahasan hasil pengembangan MA tersebut dan hasilnya diterbitkan sebagai kumpulan MA PPOMN yang dapat digunakan oleh BB/BPOM. Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya MA sesuai perkembangan produk obat dan makanan, serta dapat menjamin hasil analisis yang absah yaitu yang dapat dipercaya, dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan pengujian yang dapat meliputi identifikasi, kemurnian, penetapan kadar dan lain lain.

Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2017 sebanyak 111 judul Metode Analisis, termasuk di dalamnya 6 metode hasil kolaborasi dengan Balai Besar/Balai POM. Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2017 terdapat pada lampiran 3.

C. Pembuatan Baku Pembanding

Target produksi baku pembanding tahun 2017 adalah 75 jenis, tetapi berhasil dilakukan pengujian 71 jenis calon baku pembanding, termasuk di dalamnya 22 jenis calon baku pembanding yang diuji oleh Laboratorium Unggulan Baku Pembanding BBPOM di Yogyakarta.

Hasil uji calon baku pembanding kemudian dibahas dan adopsi baku pembanding dilakukan di PPOMN pada 10 – 12 Oktober 2017 dan 5-7 Desember 2017. Hasil pembahasan tersebut menerima dan mengadopsi 66 jenis (88%) Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI) dan Baku Pembanding Laboratorium (BPL). Pada tahun 2017 Da Indonesia terlibat dalam uji kolaborasi ASEAN sebagai partisipan untuk 2 jenis baku pembanding ASEAN (Hydroquinone dan Lansoprazol), juga berpartisipasi dalam Uji Profisiensi yang diselenggarakan oleh Bureau of Drug and Narcotic, Department of Medical Sciences-Ministry of Public Health, THAILAND. Merujuk pada ISO Guide 34:2009 tentang produksi baku pembanding, salah satu tahapan pengujian baku pembanding adalah uji kolaborasi dengan laboratorium lain. Pada tahun 2017 persentase jumlah baku pembanding yang dikolaborasikan mencapai 36,4% dengan jumlah kolaboran 14 BB/BPOM. Daftar Baku Pembanding produksi tahun 2017 dapat dilihat pada Lampiran 4a dan 4b.

233

D. Produksi dan Pengadaan Hewan Hewan yang diproduksi di Laboratorium Hewan Percobaan terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu mencit (Mus musculus, galur ddY), tikus (Rattus novergicus, galur Sprague Dawley) dan kelinci (Oryctolagus cuniculi, galur Japanese White). Produksi hewan disesuaikan dengan kebutuhan pengujian dan permintaan dari pihak eksternal. E. Laboratorium Kalibrasi

Tabel 4.25 Produksi/Pengadaan Hewan Percobaan Tahun 2017

No

Jenis Hewan Produksi Percobaan Hewan (ekor) 1 Mencit 7032 2 Tikus 6972 3 Kelinci 283 4 Marmut 187 Keterangan : Penghitungan per 31 Desember 2017 *) Pengadaan dari instansi lain

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) disamping mempunyai laboratorium pengujian mutu juga telah memiliki laboratorium kalibrasi dan telah terakreditasi oleh KAN-BSN dengan No. LK - 47 -IDN. Ruang lingkup laboratorium kalibrasi PPOMN meliputi kalibrasi alat laboratorium, suhu serta massa dan volume.

Tugas dan fungsi laboratorium kalibrasi PPOMN saat ini adalah melakukan kalibrasi peralatan laboratorium (termasuk alat gelas) baik laboratorium pengujian PPOMN, Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan dari pihak ketiga. Apabila kalibrasi peralatan laboratorium dilakukan secara berkesinambungan sesuai jadwal rekalibrasi maka diharapkan ketepatan peralatan laboratorium tersebut tetap terjaga. Demikian juga apabila terdapat penyimpangan pada alat tersebut dapat diketahui sejak dini, sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari.

Pada tahun 2017 telah dilakukan rekalibrasi alat laboratorium Balai Besar/Balai POM dan PPOMN dengan target 31 Balai /Balai Besar POM, PPOMN dan PROM, dengan jumlah alat yang dikalibrasi adalah 1905 item, terdiri dari 1903 item Alat Laboratorium dan 2 item Alat Gelas.

234

Jumlah tersebut belum termasuk dari pihak ketiga (PNBP) sejumlah 10 item alat laboratorium yang berasal dari: No Pemilik Barang Alat Laboratorium / Sub total Parameter 1 Lab. Fakultas Farmasi UI (BA-BE) Disolusi 1 2 PT. Aguamas Drying Oven 1 Incubator 1 pH Meter 1 Autoklaf 1 Timbangan Top Loading 1 Kebocoran 1 3 PT Maxima Asta Wisesa pH Meter 1 Timbangan Top Loading 2 TOTAL 10

F. Pengembangan Laboratorium Biologi Molekuler Badan POM

Dalam rangka meningkatkan pengawasan terhadap produk obat dan makanan khususnya produk yang mengandung DNA Porcine dan atau Genetically Modified Organism (GMO), pada tahun 2017 Badan POM mengembangkan 10 Laboratorium Biologi Molekuler yaitu BB/BPOM di Padang, Semarang, Pekan Baru, Gorontalo, Manado, Jambi, Surabaya, Bengkulu, Palangkaraya, dan Bandar Lampung.

PPOMN berperan mengevaluasi usulan BB/BPOM untuk pengadaan alat utama dan renovasi ruangan untuk memenuhi standar persyaratan laboratorium biologi molekuler sebagaimana tertera dalam ISO 24276 Foodstuffs - Methods of Analysis for The Detection of Genetically Modified Organisms and Derived Products - General Requirement and Definition. G. Kajian terkait pengawasan Obat dan Makanan Fungsional ahli madya di PPOMN telah melakukan kajian terkait pengawasan obat dan makanan sebanyak 9 judul sebagai berikut:

1. Standar Peralatan Laboratorium PPOMN

2. Standar Bangunan Laboratorium BPOM

3. Pengembangan Laboratorium Air

4. Pengembangan Laboratorium Investigasi 5. Standar Ruang Lingkup Pengujian

6. Pengembangan SISLABPOM

7. Peningkatan kapasitas pengujian melalui mobil keliling,

8. Pengembangan Laboratorium Pengujian DNA,

9. Perkuatan Jejaring Laboratorium Indonesia.

235

Satu kajian yang telah selesai menjadi SK Kepala Badan No. HK.1.23.10.17.5228 Tahun 2017 tentang “Standar Peralatan Laboratorium Minimal Pada PPOMN” yang dapat dipakai sebagai acuan untuk pengadaan alat laboratorium

H. Forum Diskusi Peningkatan Teknis Pengujian di Badan POM Forum Diskusi Peningkatan Teknis Pengujian diselenggarakan di hotel JS Luwansa

Kuningan, Jakarta pada tanggal 18-20 September 2017. Forum diskusi ini merupakan

forum diskusi antar penyelia/verifikator yang bertugas pada laboratorium pengujian

Obat, Napza, OT, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, Pangan, Pengujian Mikrobiologi serta

Deteksi DNA spesifik di seluruh BB/BPOM dan PPOMN. Forum Diskusi tersebut

diselenggarakan agar Laboratorium BPOM dapat saling berbagi informasi, membuat

kesepakatan dan solusi yang terbaik dari setiap permasalahan yang dihadapi selama ini.

Pertemuan ini diikuti oleh 228 peserta yang terdiri dari: masingmasing 5 orang penyelia/verif ikator dari 31

4 orang penyelia dari Balai POM

2 orang penyelia dari BPOM Mamuju

4 orang dari kedeputian 1,2,3 dan PROM

49 orang dan 14 orang panitia dari PPOMN

Sofifi

Pertemuan ini dibuka oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nasional, setelah

itu disampaikan beberapa Presentasi/kuliah dan diskusi oleh Perwakilan dari

Kedeeputian 1, Kepala PPOMN dan beberapa Narasumber dari luar BPOM dengan materi sebagai berikut: Deputi 1

Peranan Laboratorium dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM)

Kepala PPOMN

Perkuatan laboratorium sebagai implementasi Inpres No.3 2017 dan Perpres No.80 tahun 2017 (Badan POM)

Dr. Ir. Firdaus Ali, M.Sc. (Narasumber dari Staf Khusus Menteri PURR Bidang Sumber Daya Air)

236

Penataan & Pegelolaan Laboratorium BPOM

Selain itu juga dilaksanakan diskusi yang melibatkan peserta dari pusat (PPOMN, PIOM)

dan perwakilan (penyelia) dari 33 BB/BPOM dengan tema sebagai berikut : Pemenuhan Standar Ruang Lingkup Pengujian

Materi Diskusi

Permasalahan Teknis pengujian laboratorium yang menunjang kegiatan dan program pengawasan BPOM

Rekomendasi hasil pertemuan ini secara umum antara lain: diharapkan laboratorium

pengujian BPOM dapat meningkatkan pemahaman terhadap peningkatan dan perluasan tugas, fungsi dan wewenang BPOM dalam penerapan SISPOM yang baru (Inpres dan

Perpres 2017 terkait pengawasan obat dan makanan). Selain itu, Laboratorium BPOM diharapkan dapat meningkatkan upaya perkuatan laboratorium antara lain dengan

menindaklanjuti peningkatan pemenuhan Standar Ruang Lingkup Pengujian,

kompetensi dan pengembangan kapasitas laboratorium sesuai program pengawasan

prioritas serta perkuatan sistem jejaring laboratorium BPOM secara nasional untuk

mendukung kebijakan strategis nasional, ASEAN/Internasional.

237

Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank

238

BAB 5 PENGELOLAAN ANGGARAN

Pada tahun 2017, Badan POM mendapat anggaran sebesar Rp1.670.901.581.000,- untuk seluruh kegiatan di pusat maupun daerah. Anggaran tersebut terdiri dari: Belanja Pegawai Rp440.020.863.000,- (97,60%) (termasuk alokasi tunjangan kinerja Rp186.809.600.000,-); Belanja Barang Rp786.121.572.000,- (91,17%); dan Belanja Modal Rp444.759.146.000,- (94,21%). Anggaran tersebut tersebar untuk 9 Satker Pusat Rp718.116.319.000,- (94,85%) dan 33 Balai Besar/Balai POM Rp952.785.262.000,-(92,78%).

42,98%

57,02%

Pusat

Balai

Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2017 Realisasi anggaran tahun 2017 sebesar Rp1.565.195.687.032(93,67%) yang terdiri dari realisasi anggaran untuk 9 Satker Pusat Rp681.166.633.348 dan realisasi anggaran untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp884.029.053.684 serta transaksi hibah non kas sebesar Rp890.298.000,Belanja Pegawai Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Satker Pusat adalah Rp Rp261.758.027.000,- dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah Rp178.262.836.000,- Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah Rp258.584.370.486,(98,79%) dan Rp170.869.503.214,- (95,85%). Belanja Barang Belanja Barang terdiri dari Rp342.238.821.000,- untuk 9 Satker Pusat dan Rp443.882.751.000,untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja Barang berturut-turut adalah Rp314.722.063.970,- (91,96%) dan Rp402.008.345.316,- (90,57%).

239

Belanja Modal Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp114.119.471.000,- untuk 9 Satker Pusat dan Rp330.639.675.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya berturut-turut Rp107.860.198.892,- (94,52.%) dan Rp311.151.205.154,-. (94,11.%). Tabel 5.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Pusat dan Balai Tahun 2017

Pagu Realisasi Pagu Daerah Realisasi Pagu Total Realisasi Pusat

Belanja Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Rp261.758.027.000,-

Rp342.238.821.000,-

Rp114.119.471.000,-

Rp258.584.370.486,-

Rp314.722.063.970,-

Rp107.860.198.892,-

Rp178.262.836.000,-

Rp443.882.751.000,-

Rp330.639.675.000,-

Rp170.869.503.214,-

Rp402.008.345.316,-

Rp311.151.205.154,-

Rp440.020.863.000,-

Rp786.121.572.000,-

Rp444.759.146.000,-

Rp429.453.873.700,-

Rp716.730.409.286,-

Rp419.011.404.046,-

800.000.000.000

80,61%

700.000.000.000

Rupiah

600.000.000.000 500.000.000.000

95,10%

83,58%

400.000.000.000 300.000.000.000 200.000.000.000 100.000.000.000 0 Belanja Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Jenis Belanja Alokasi

Realisasi

Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2017

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Selama tahun 2017, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP sebesar Rp80.000.000.000,- Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai adalah Rp130.176.207.003,- atau 162,72% dari target yang ditetapkan. Sedangkan, estimasi penggunaannya adalah Rp74.004.995.000,- dengan realisasi penggunaan PNBP mencapai Rp68.433.416.009,- atau 93,172%.

240

Dana Hibah Selama tahun 2017, Badan POM menerima anggaran yang berasal dari hibah sebesar Rp Rp890.298.000,- dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja barang sebesar Rp890.298.000,Donor dana hibah tersebut adalah WHO. Sedangkan alokasi dan realisasi anggaran berdasarkan program pada tahun 2017 adalah sebagai berikut: Program Pagu (Rp) Realisasi (Rp) 101. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis 411.970.011.000,396.030.096.565,Lainnya BPOM 102. Program Peningkatan Sarana 34.330.292.000,30.304.898.325,dan Prasarana Aparatur BPOM 106. Program Pengawasan Obat dan 1.149.705.985.000,- 1.069.536.978.043,Makanan

% 97,149 88,569 93,36

241

Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank

242

BAB 6 PENUTUP Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia demi melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan daya saing produk Obat dan Makanan di pasar lokal dan global, pada tahun 2018 Badan POM harus melakukan berbagai upaya peningkatan kinerja, antara lain: 1. Seluruh jajaran BPOM harus bersinergi dalam mendorong agar RUU Pengawasan Obat dan Makanan masuk dalam Prolegnas 2018. Hal ini penting mengingat Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan sebagai landasan hukum sudah sangat urgent untuk diterbitkan dalam upaya penguatan pengawasan Obat dan Makanan. 2. Sejalan dengan slogan “Kerja Bersama”, seluruh lini BPOM harus memperkuat sinergi pengawasan Obat dan Makanan dengan Lintas Sektor Terkait dalam upaya peningkatan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. 3. Perlunya penyelasaran Program dan Kegiatan BPOM terkait shifting strategi Pengawasan dari sampling dan pengujian menjadi penguatan penindakan dan penegakan hukum, termasuk penyelarasan sumber daya (anggaran, SDM, dan sarpras). 4. Sebagai tindak lanjut dari restrukturisasi BPOM, perlu ditinjau kembali tata hubungan kerja baik internal maupun eksternal. Seluruh Lini BPOM Perlu Mengimplementasikan Monitoring dan Evaluasi Kinerja dan Memanfaatkan Hasilnya sebagai Management Tools (Rewards and Punishment, Penempatan pada Jabatan, masukan untuk perencanaan ke depan)

243

Lampiran 1. Capaian Rencana Kerja Pemerintah Badan POM Tahun 2017 No I.

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

II.

244

Program/Kegiatan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundangundangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat

Peningkatan Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur BPOM

Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM

Indikator

Target

Realisasi

Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK Nilai SAKIP BPOM dari MENPAN Jumlah Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Obat dan Makanan aman Jumlah layanan bantuan hukum yang diberikan Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang disusun Jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti Jumlah pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, keuangan dan monitoring evaluasi yang dihasilkan Jumlah kajian Organisasi, Tata Laksana dan Reformasi Birokrasi Persentase SDM Badan POM yang Memiliki Kinerja Berkriteria minimal Baik Persentase SDM Badan POM memenuhi Standar Kompetensi

75

76.36

Capaian (%) 101.81

WTP

WTP

100

75

74.37

99.16

122

130

106,56

220

291

132,27

200

377

188,50

16.800

18.412

109,60

31

31

100

15

15

100

1

1

100

82

98,40

120

70

72,83

104,04

Jumlah laporan hasil pengawasan yang disusun tepat waktu

37

38

102,70

Jumlah aplikasi yang dikembangkan dan dipelihara untuk layanan e-gov business process Badan POM Jumlah informasi obat dan makanan yang terkini sesuai lingkungan strategis pengawasan obat dan makanan Persentase pemenuhan sarana dan prasarana

22

22

100

715

771,3

107,87

86

85,73

99,69

No

Program/Kegiatan

2.1

Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM

2.2

Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM Program Pengawasan Obat dan Makanan

III.

3.1

Pengawasan Obat dan Makanan di 33 Balai Besar/Balai POM

Indikator penunjang kinerja sesuai standar Persentase Pengadaan Barang/Jasa yg diselesaikan dari jumlah rencana pelaksanaan lelang Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar Persentase satker yang mampu mengelola BMN dengan baik Persentase obat yang memenuhi syarat Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat Persentase Suplemen kesehatan yang memenuhi syarat Persentase makanan yang memenuhi syarat Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Persentase industri pangan olahan yang menerapkan program manajemen risiko Jumlah kerjasama yang diimplementasikan Jumlah sampel Obat KB yang diuji menggunakan parameter kritis Jumlah sampel obat yang diuji menggunakan parameter kritis Jumlah sampel makanan yang diuji menggunakan parameter kritis Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan

Target

Realisasi

Capaian (%)

100

100

100

86

85,73

99,69

100

100

100

93

99,18

106,64

82

87,56

106,78

91

98,83

108,60

81

97,50

120,37

89,10

92,40

103,71

12

12

100

71

86

121,13

195

210

107,69

7

6,76

96,53

15

15

100

995

981

98,59

57.702

56.881

98,58

24.848

24.346

97,98

63

46,23

73,38

25

39,52

158,07

245

No

3.2

3.3

246

Program/Kegiatan

Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

Indikator

Target

Realisasi

Jumlah perkara di bidang obat dan makanan Jumlah layanan publik BB/BPOM Jumlah Komunitas yang diberdayakan Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional yang memiliki sertfikat CPOTB Jumlah label obat tradisional dan suplemen kesehatan yang diawasi Jumlah iklan obat tradisional dan suplemen kesehatan yang diawasi Jumlah sarana produksi dan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik yang diinspeksi dalam rangka tindak lanjut pengawasan Jumlah obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan tidak memenuhi syarat yang ditindaklanjuti berdasarkan hasil pengawasan Persentase permohonan sertifikasi obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan yang mendapatkan keputusan tepat waktu Jumlah label kosmetik yang diawasi Jumlah iklan kosmetik yang diawasi Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Persentase penyelesaian tindak lanjut pengawasan keamanan dan mutu produk pangan termasuk label dan iklan Jumlah sarana produksi pangan yang dilakukan inspeksi dalam rangka pendalaman mutu

315

306

Capaian (%) 97,14

40.192

56.840

141,42

727

713

98,07

321

326

101,56

90

80,76

89,73

80

86

107,50

5.000

4.525

90,50

10.000

8.793

87,93

330

379

114,85

770

771

100,13

85

82,25

96,76

10.000

10.948

109,48

21.000

21.955

104,55

210

210

100

90

87,17

96,86

480

515

107,29

No

3.4

3.5

3.6

Program/Kegiatan

Pengembangan Obat Asli Indonesia

Pengawasan Distribusi Obat

Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif

Indikator

Target

Realisasi

Jumlah sarana distribusi pangan yang dilakukan inspeksi dalam rangka pendalaman mutu dan sertifikasi Persentase industri pangan olahan yang menerapkan program manajemen risiko Jumlah label pangan yang diawasi Persentase permohonan sertifikasi pangan yang mendapat keputusan tepat waktu (dihitung dari 39.000 pemohon) Jumlah iklan pangan yang diawasi Jumlah dokumen informasi keamanan, manfaat, mutu bahan baku/formula dan peluang pasar obat asli Indonesia (dokumen/ tahun) Jumlah penyelenggaraan kegiatan KIE tentang keamanan, khasiat dan mutu obat asli Indonesia (kegiatan KIE/tahun) Jumlah UMKM obat tradisional yang diintervensi (pelaku usaha/tahun) Jumlah PBF yang meningkat pemenuhan CDOB Jumlah tindak lanjut regulatory terkait keamanan obat pasca pemasaran Jumlah label obat beredar yang diawasi, dikaji dan memenuhi ketentuan Jumlah iklan obat yang diawasi, dikaji dan memenuhi ketentuan Jumlah label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan Persentase penyelesaian pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor (NPP) farmasi yang tidak memenuhi ketentuan Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil

120

124

Capaian (%) 103,33

90

87,17

96,86

6.500

8.738

134,43

90

100

111,11

4.500

4.904

108,98

6

6

100

8

8

100

40

40

100

150

150

100

14

13

92,86

33.100

31.452

95,02

3.500

3.705

105,86

60.000

62.615

104,36

75

75,94

101,25

82

82,87

101,06

247

No

3.7

3.8

Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

3.9

Penilaian Pangan Olahan

3.10

Penilaian Obat

3.11

Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik

3.12

248

Program/Kegiatan

Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan

Indikator Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu Persentase sarana distribusi yang menyalurkan bahan berbahaya sesuai ketentuan Persentase kemasan pangan yang memenuhi syarat keamanan Jumlah pasar yang diintervensi menjadi pasar aman dari bahan berbahaya Jumlah fasilitator Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang dilatih Jumlah pasar aman di destinasi wisata Prioritas Nasional Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya Persentase Keputusan Penilaian pangan olahan yang diselesaikan tepat waktu Persentase keputusan penilaian obat yang diterbitkan tepat waktu Persentase keputusan penilaian obat tradisional yang diterbitkan tepat waktu Persentase keputusan penilaian suplemen kesehatan yang diterbitkan tepat waktu Persentase keputusan penilaian kosmetika yang diterbitkan tepat waktu Jumlah standar obat tradisional yang disusun Jumlah Standar Kosmetik yang disusun Jumlah Standar Suplemen Kesehatan yang disusun Persentase keputusan dokumen uji klinik obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang diselesaikan tepat waktu

Target

Realisasi

Capaian (%)

54

54,55

101,01

88

98,04

111,41

139

139

100

123

149

121,14

10

10

100

75

66,67

88,89

12

12

100

80

97,16

121,45

60

63,37

105,62

70

64,48

92,11

60

60,04

100,07

75

83,58

111,43

15

15

100

17

17

100

8

8

100

100

100

100

No 3.13 3.14 3.15

3.16

3.17

Program/Kegiatan Penyusunan Standar Pangan Penyusunan Standar Obat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Makanan

Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM Investigasi Awal dan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan

Indikator

Target

Realisasi

14

14

Capaian (%) 100

10

10

100

100

100

100

2.100

2.094

99,71

10

10

100

110

110

100

100

110

110

2.500

2.500

100

5.000

5.000

100

21.000

20.511

97,67

4.200

4.200

100

5 20

5 20

100 100

23

30

130,43

Persentase sampel yang diuji tepat waktu

80

67,69

84,61

Jumlah intervensi yang diberikan kepada Balai Besar / Balai POM Perkara yang diselesaikan hingga penyerahan berkas perkara (tahap 1) Perkara yang diselesaikan hingga penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2)

69

79

114,49

4

2

50

2

3

150

Jumlah standar pangan yang Disusun Jumlah standar obat yang disusun Jumlah desa pangan aman Jumlah desa yang diintervensi keamanan pangan Jumlah desa pangan aman di daerah destinasi wisata Jumlah komunitas yang mendapat sosiasilasi keamanan pangan Persentase laporan keracunan pangan yang di tindaklanjuti Jumlah komunitas desa yang terpapar kemanan pangan (5 komunitas/desa) (komunitas) Jumlah sekolah yang diintervensi keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Jumlah usaha pangan (Usaha Mikro Kecil dan Menengah/UMKM) yang diintervensi keamanan pangan Jumlah komunitas pelaku usaha pangan desa dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi tepat guna (2 komunitas/desa) Jumlah kajian profil resiko Jumlah kabupaten/kota yang sudah menerapkan Peraturan Kepala BPOM tentang IRTP Jumlah laboratorium BB/BPOM yang menuju standar Good Laboratory Practices (GLP)

249

No 3.18

250

Program/Kegiatan Riset Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat dan Makanan

Indikator

Target

Realisasi

Jumlah riset yang dimanfaatkan

71

71

Capaian (%) 100

Persentase tersedianya data profil pengawasan obat dan makanan

1

1

100

Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Spiramisin dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Spiramisin dalam Sediaan Sirup Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pengembangan Metode Identifikasi Mitragynine dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat

Pengembangan Metode Identifikasi Kavain dalam Tanaman kava-kava

Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Pramipeksol Dihidroklorida Monohidrat dalam Sediaan Tablet Lepas Lambat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan Injeksi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF

1

2

3

4

5

6

7

8

 Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Everolimus dalam sediaan tablet (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru  Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Analisis Nilotinib dalam sediaan kapsul (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru  Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Pitavastatin Kalsium dalam sediaan tablet (MA untuk kontrol kualitas obat baru)

 Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Asam Ibandronat dalam sediaan tablet dan injeksi (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru

 Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Pramipeksol Dihidroklorida Monohidrat dalam sediaan tablet lepas lambat (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru

 Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Spiramisin I dalam sediaan tablet dan sirup (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru

Riset Metode Analisa Obat/Obat Tradisional/Kosmetik/Suplemen Kesehatan

I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

Lampiran 2. Riset Laboratorium Dan Kajian Yang Dimanfaatkan

251

Validasi Metode Analisis Nilotinib dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Validasi Metode Analisis Pitavastatin Kalsium dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

11

12

18

17

16

15

14

Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Deferasirok dalam Sediaan Tablet Dispersibel Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone Decanoat dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF

Validasi Metode Analisis Everolimus dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

10

13

Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF

9

 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Anabolik Steroid Nandrolone Decanoat) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).

 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Desmethyl Sibutramin) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).

 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (N-Desmethyl Sildenafil) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol kualitas OT/SK).

 Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian kadar Deferasirok dalam Sediaan Tablet Dispersibel (MA untuk kontrol kualitas obat baru)  Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru  Merupakan metode identifikasi mitragynine (senyawa marker) yang terkandung dalam tanaman Mitragyna speciosa yang merupakan tanaman dilarang dicampurkan pada Obat Tradisional (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).  Merupakan metode identifikasi kavain (senyawa marker) yang terkandung dalam tanaman Kava-kava yang merupakan tanaman dilarang dicampurkan pada Obat Tradisional (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).

 Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk penyusunan Monografi Obat Baru

I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

252

Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF

24

23

22

21

20

Pengembangan Bank Bakteri Cronobacter sakazakii

Riset Identifikasi dan Pemetaan Profil Bakteri Patogen Salmonella dengan PFGE

Pemetaan untuk database bakteri patogen

Kajian Resiko Salmonella pada ayam Goreng

Pengembangan Metode Analisis 16sDNA Pseudomonas aeruginosa dengan PCR

Riset dan Kajian Keamanan Pangan

19



















 



PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II sebagai pembina PROM Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE Kajian ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP, Kedeputian III terkait kegiatan kajian risiko Salmonella pada ayam goreng agar dapat dibawa ke ASEAN PROM diminta untuk melakukan kajian risiko mikrobiologi terhadap data kuantitatif yang diperoleh dari pengujian laboratorium bersama Tim Panel Pakar Kajian ini dalam rangka menyusun database yang berisi profil koleksi bakteri patogen yang dimiliki yang berisi informasi mengenai sumber isolat bakteri patogen, reaksi biokimia, molekular dan hasil PFGE Bermanfaat untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan dengan menggunakan BioNumeric Mendukung investigasi dan tindaklanjut Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan, khususnya bersama dengan Direktorat SPKP, Kedeputian III dan Kementerian Kesehatan Menjalin kerjasama int dengan PulseNet Asia Pasifik, CDC dan WHO untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan dari bahaya mikrobiologi Meningkatkan kemampuan laboratorium mikrobiologi menjadi Laboratorium PFGE yang berstandar internasional Dari hasil PFGE dapat diperoleh informasi mengenai penyebab keracunan pangan, apakah dari pangan atau dari lingkungan PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II sebagai pembina PROM Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE

 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Anabolik Steroid Oxymetholone) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).

I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

253

Pengembangan Metode Analisis Hidrogen Peroksida pada Rempah Merica Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

27

34

33

32

31

30

29

Pengembangan Metode Deteksi Kuantitatif Pangan PRG Event 3272 pada Jagung dan Produk Olahannya

Pengembangan Bank Bakteri Salmonella

Riset Deteksi Salmonella pada Ayam Goreng Tahap 2

Optimasi Metode Analisis Identifikasi Campylobacter jejuni menggunakan PCR

Kajian Pewarna Pada Produk Pangan

Pengujian Hidrogen Peroksida pada Kikil Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

Kajian Pemanis Buatan Pada Produk Pangan

Pengembangan Metode Analisis Penetapan Kadar Simultan Bahan Tambahan Pangan dalam Minuman Ringan Secara KCKT

26

28

Perlakuan Perebusan pada Tahu Terhadap Penurunan Kadar Formalin

25



 

 











Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP Kedeputian III, untuk melengkapi kajian risiko cemaran mikrobiologi pada produk ayam Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP, Kedeputian III terkait kegiatan kajian risiko Salmonella pada ayam goreng Tahun 2016, PROM telah mengembangkan MA kuantitatif untuk Salmonella PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II sebagai pembina PROM Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan mengenai Produk Rekayasa Genetik (GMO) Sejak tahun 2012, PROM telah mengembangkan Metode Analisis untuk GMO, namun event GMO yang diatur terus bertambah

Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan dalam rangka mengawal regulasi Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu aturan/warning seperti pada pemanis buatan Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan dalam rangka mengawal regulasi Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu aturan/warning

Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III berdasarkan Laporan Balai POM dan Direktorat Insert Pangan untuk menetukan kebijakan





Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III sebagai investigasi kandungan formalin dan pengaruh pengolahan dalam pangan



I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

254









 









Mendukung investigasi dan tindaklanjut Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan, khususnya bersama dengan Direktorat SPKP, Kedeputian III dan Kementerian Kesehatan Menjalin kerjasama int dengan PulseNet Asia Pasifik, CDC dan WHO untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan dari bahaya mikrobiologi Meningkatkan kemampuan laboratorium mikrobiologi menjadi Laboratorium PFGE yang berstandar internasional Dari hasil PFGE dapat diperoleh informasi mengenai penyebab keracunan pangan, apakah dari pangan atau dari lingkungan Riset ini merupakan tugas akhir Tesis staf PROM, untuk mengetahui profil E. coli dari berbagai sumber sehingga dapat dibuat kluster Pemanfaatanya juga untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III sebagai lanjutan kajian paparan tahun 2016 Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan dalam rangka mengawal regulasi Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III berdasarkan Laporan Balai POM dan Direktorat Insert Pangan untuk menetukan kebijakan Lanjutan Kajian Pewarna; Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu aturan/warning

41

Pembuatan Modul Survei Profil Produk Pangan Beredar

Permintaan dari Direktorat Insert Pangan, Kedeputian III berdasarkan Laporan Balai POM dan Direktorat untuk menentukan kebijakan Pembuatan Pedoman Uji Farmakologi Obat Bahan Alam secara In Vivo dan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan  Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen 42 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Anti Diabetes Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market Mellitus (dalam rangka registrasi) terhadap Obat Bahan Alam Anti Diabetes meliitus  Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen 43 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Antitusif Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Antitusif

Skrining Pewarna yang beredar di Pasaran*

Pengujian Bahan Tambahan Pangan Minuman Ringan Menggunakan HPLC

39

40

Pengembangan Metode Analisis Hidrogen Peroksida pada Ikan Asin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis*

38

Pengembangan Metode Analisis Sulfit pada produk pangan*

Keanekaragaman Genetik E.coli dari berbagai sumber menggunakan ERIC PCR dan REP PCR

36

37

Identifikasi dan Profilling Bakteri Patogen dengan PFGE: Vibrio cholerae

35



I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

255

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hiperurisemia

48

Riset Pengembangan Metode Penetapan Aktivitas eritropoetin Secara In Vitro

52

Riset Untuk Mendukung Investigasi Obat dan Makanan

Riset Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Eritropoetin Berdasarkan Titik Iso Elektrik

51

Pembuatan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Riset Pengembangan MetodeAnalisis Produk Biosimilar

50

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Diare Non Spesifik

47

49

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hipertensi

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Penurun Obesitas

Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Dislipidemia

46

45

44

Metode Analisis dapat digunakan untuk kontrol kualitas EPO (Biosimilar) dalam rangka pengawasan post market terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk Biosimilar Metode Analisis dapat digunakan untuk menetapkan aktivitas EPO (Biosimilar) secara in vitro menggynakan sel TF-1 dalam rangka pengawasan post market terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk Biosimilar

 













Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun Dislipidemia Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun Obesitas Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penuru Hipertensi Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Pereda Diare Non spesifik Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun Hiperurisemia Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi Pedoman dalam pelaksanaan kegiatan survei produk Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik yang beredar tahun 2018



I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

256

Kajian Pemanfaatan HVAC Industri Obat Tradisional

55

Kajian Penambahan Pemahit Pada Formalin

Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BA Secara In Vivo

Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BO Secara In Vivo

Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BC Secara In Vivo

62

63

64

Pengembangan metode analisis PAA dari kemasan perkakas dapur Uji Resistensi Antibiotika Salmonella Sp.Hasil Isolasi dari Ayam Goreng

Kajian Dampak Kosmetik Pemutih Terhadap Kesehatan dan Ekonomi

61

60

59

58

57

Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF

Kajian Dampak Ekonomi dan Kesehatan Akibat Obat Palsu

54

56

Uji Kandungan Alkohol Obat tradisional Jamu Tetes Secara Kromatografi Gas (KG)

53

Untuk menigkatkan intensifikasi pengawasan dibidang kosmetik, mengintensifkan pengembangan Metode Analisa bahan kosmetika yang dilarang, untuk meningkatkan upaya KIE dengan target lebih diperluas. Intensifikasi pengawasan terhadap bahan kosmetik tertentu yang hanya boleh direkomendasikan oleh tenaga profesional. Untuk menerapkan sanksi yang membuat efek jera terhadap pelaku usaha Permintaan dari Direktorat Bahan Berbahaya, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan dalam rangka mengawal regulasi migrasi kemasan pangan Riset Investigasi ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP Kedeputian III, Direktorat Pengawasan Bahan Berbahaya, Kedeputian III untuk analisis tindaklanjut keluhan cloudy terhadap pemahitan formalin Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk jamu tetes "BA" yang beredar dimasyarakat Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk jamu tetes "BO" yang beredar dimasyarakat Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk jamu tetes "BC" yang beredar dimasyarakat















Untuk memperoleh meode analisis yang valid dalam rangka mendukung program kedeputian 2, PPOMN/Balai POM dalam pengawasan mutu Obat tradisional/Suplemen Kesehatan yang beredar

Mengawal peraturan tentang Obat Tradisional (Jamu Tetes) yang mengandung alkohol. Dapat digunakan sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan Badan POM dalam rangka pengawasan peredaran Obat Ilegal, unutk mengetahui dampak ekonomi peredaran Obat ilegal Untuk menghasilkan sediaan obat berbasis bahan alam yang sesuai dengan persyaratan mutu dan keamanan, meningkatkan image positif indutri Obat Tradisional/Jamu di Indonesia yang akan dapat meningkatkan daya saing produk









I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

257

Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes SM Secara In Vivo

Riset Toksisitas Akut Serbuk Halus Kulit Kayu Phellodendron Pada Mencit ddY

Riset Toksisitas Akut Serbuk Daun Kratom (Mitragyna speciosa Korth) pada Mencit ddY

Efek Hepatotoksik Suplemen Kesehatan “LA” pada Tikus Sprague-Dawley

66

67

68

69

Uji coba penerapan kerangka sampling dalam rangka menyediakan profil data pengawasan obat dan makanan

Riset Farmakoekonomi Penggunaan Jamu Mengandung Bahan Kimia Obat Penyusunan Panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes HE Secara In Vivo

65

Sebagai dasar ilmiah kebijakan Badan POM yang bersifat strategis pada pengawasan Obat Tradisonal yang mengandung BKO Untuk memperkecil penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja di laboratorium













Sebagai dasar ilmiah bahwa daun Kratom tercantum dalam negatif list, sehingga dapat membantu penilaian keamanan dan pengawasan produk Sebagai dasar terkait adanya laporan bahwa produk Suplemen Kesehatan "LA" bersifat hepatotoksik dalam rangka pengawasan post market Suplemen Kesehatan

Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk jamu tetes "HE" yang beredar dimasyarakat Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk jamu tetes "SM" yang beredar dimasyarakat Sebagai dasar ilmiah bahwa tanaman Phellodendron yang mengandung berberin tercantum dalam negatif list, sehingga dapat membantu penilaian keamanan dan pengawasan produk









I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan

258

Lampiran 3. Pengembangan Metode Analisis PPOMN Tahun 2017 No

Judul Metoda Analisa

Nomer

1

Penetapan Kadardiltiazem Hidroklorida Dalam Serbuk Injeksi

001/OB/17

2

Penetapan Kadar Difenhidramin Hidroklorida Dalam Sirup Mengandung Amonium Klorida, Natrium Sitrat Dan Mentol

002/OB/17

3

Penetapan Kadar Noskapin Dalam Kapsul

003/OB/17

4

Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Salep Kulit

004/OB/17

5

Penetapan Kadar Efavirenz, Lamivudine Dan Tenofovir Dalam Tablet Campuran

005/OB/17

6

Penetapan Kadar Levonorgestrel Dalam Susuk Kb (Implan) Secara Spektrofotometri Uv (Ii)

006/OB/17

7

Penetapan Kadar Diltiazem Hcl Dalam Sediaan Injeksi

007/OB/17

8

Penetapan Kadar Setirizin Dalam Kapsul

008/OB/17

9

Penetapan Kadar Asiklovir Dalam Salep Mata

009/OB/17

10 11 12 13

Identifikasi Amfetamin Dan Metamfetamin Secara Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GcMs)

010/NA/17

Penetapan Kadar Dekstrometorfan Hidrobromida, Klorfeniramin Maleat, Fenilpropanolamin Hidroklorida Dalam Tablet Campuran Dengan Gliseril Guaiakolat

011/OB/17

Penetapan Kadar Deksklorfeniramin Maleat Dan Betametason Dalam Sirup

012/OB/17

Penetapan Kadar Levonorgestrel Dalam Susuk Kb Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

013/OB/17

14

Penetapan Kadar Levofloksasin Dalam Obat Tetes Mata

014/OB/17

15

Penetapan Kadar Asiklovir Dalam Krim

015/OB/17

16

Penetapan Kadar Deksklorfeniramin Maleat Dan Deksametason Dalam Tablet Campuran

016/OB/17

17

Penetapan Kadar Loratadin Dan Pseudoefedrin Dalam Kapsul Lepas Lambat

017/OB/17

18

Penetapan Kadar Glipizide Dalam Tablet Gits

018/OB/17

19

Penetapan Kadar Karisoprodol Dalam Tablet Campuran Dengan Parasetamol Dan Kofein

019/OB/17

20

Penetapan Kadar Moksifloksasin Hidroklorida Dalam Tablet

020/NA/17

21

Uji Daya Serap Dan Flouresensi Underpad

021/RO/17

Identifikasi Nikotin, Metamfetamin, Propilen Glikol Dan Gliserol Dalam Cairan Rokok Elektrik

022/RO/17

22 23 24 25

Secara Kromatografi Gas-Spektroskopi Masa (Gc-Ms) Penetapan Kadar Humektan Dalam Tembakau Rokok Kretek

023/AL/17

Identifikasi Metanol Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Secara Gc-Ms

024/OTPK/17

Identifikasi Sibutramin Hcl, Bisakodil, Amfetamin Sulfat Dan Fenfluramin Hcl Dalam Madu Secara Lc-Ms/Ms

025/OTPK/17

Identifikasi Sildenafil Sitrat, Tadalafil, Vardenafil Hcl, Norasetildenafil, Tiosildenafil, 26

Tiodimetilsildenafil, Hidroksihomosildenafil, Hidroksitiodimetilsildenafil, Propoksifenil Hidroksihomotiosildenafil, Aminotadalafil, Yohimbin Hcl Dan Metil Testosteron Dalam Madu Secara Lc-Ms/Ms

27 28

026/OTPK/17

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Albumin Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array

027/OTPK/17

Identifikasi Imipramin Hcl, Fluoksetin Hcl Dan Amitriptilin Hcl Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array

028/OTPK/17

259

No

Judul Metoda Analisa

Nomer

Identifikasi Sildenafil Sitrat, Tadalafil Dan Vardenafil Hcl Dalam Obat Tradisional Dan 29

Suplemen Kesehatan Secara Klt-Spektrofotodensitometri Dan Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array

30

029/OTPK/17

Penetapan Kadar Metilsulfonilmetan Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kromatografi Gas Dengan Detektor Ionisasi Nyala

030/PK/17

Identifikasi Sildenafil Sitrat, Tadalafil, Vardenafil Hcl, Thiosildenafil, Aminotadalafil, 31

32

Norasetildenafil, Thiodimetilsildenafil, Hidroksihomosildenafil, Hidroksithiohomosildenafil, Propoksifenil Hidroksihomosildenafil, Metil Testosteron Dan Yohimbin Hcl Dalam Obat Tradisional Sediaan Padat Dan Cair Secara Klt-Spektrofotodensitometri

031/OTPK/17

Penetapan Kadar Vit E Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt

032/PK/17

Identifikasi Hidroklortiazid, Kofein, Amfetamin Sulfat, Dietilpropion Hcl, Furosemid, 33

Fenfluramin Hcl, Fenolftalein, Bisakodil Dan Sibutramin Hcl Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Melalui Pemisahan Dengan Solid Phase Extraction Secara Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array

34

033/OTPK/17

Identifikasi Efedrin Hcl Dan Pseudoefedrin Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Secara Lc-Ms/Ms

034/OTPK/17

Identifikasi Sibutramin Hcl, Amfetamin Sulfat, Hidroklortiazid, Furosemid Dan Fenfluramin 35 36 37 38

Hcl Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Secara Klt Spektrofotodensitometri

035/OTPK/17

Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sediaan Cair Dalam Suplemen Kesehatan Secara Kckt

036/PK/17

Identifikasi Tramadol Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Dan Padat Secara Klt-Spektrofotodensitometri

037/OTPK/17

Identifikasi Tramadol Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Dan Padat Secara Kromatografi Gas

038/OTPK/17

Identifikasi Ibuprofen, Parasetamol, Asam Mefenamat, Fenilbutazon, Prednison, 39

Deksametason Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Secara Kromatografi Gas

039/OTPK/17

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Asam Benzoat, Asam Sorbat , Metil Paraben, Etil Paraben, 40

Propil Paraben Dan Butil Paraben Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Mengandung Madu Secara Kckt

41 42 43 44

Identifikasi Natrium Liotironin Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Secara Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array

041/PK/17

Identifikasi Betametason, Deksametason, Metil Prednisolon, Prednisolon Dan Prednison Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Secara Lc Ms/Ms

042/OTPK/17

Penetapan Kadar Biotin, Vitamin B1, B2, B3, B6, Asam Folat, Kofein Dan Vitamin C Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt

043/PK/17

Identifikasi Terbinafine Hidroklorida Dalam Produk Kosmetik Sediaan Semi Solid Secara Kckt-Pda

044/KO/17

45

Identifikasi Estradiol Dan Progesteron Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda

045/KO/17

46

Identifikasi Β-Arbutin, Hidrokinon Dan Resorsinol Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda

046/KO/17

47

Penetapan Kadar Toluen Dalam Produk Kosmetik Sediaan Cat Kuku Secara Kromatografi Gas

047/KO/17

48 49

260

040/OTPK/17

Identifikasi Klindamisin Hcl Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Cair Tandem Spektoskopi Massa (Lc-Ms/Ms)

048/KO/17

Identifikasi Mikonazol Dan Metronidazol Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (Gc-Ms)

049/KO/17

No 50

Judul Metoda Analisa

Nomer

Identifikasi Dan Penetapan Kadar 4-Kloro-3-Metil Fenol Dan Klorosilenol Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda

050/KO/17

Identifikasi 4-Aminofenol, 2-Aminofenol, 2-Nitro 1,4-Fenilendiamin, 4-Nitro 1,351

Fenilendiamine Dan 2-Amino 5-Nitrofenol Dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut Secara Kckt-Pda

52 53 54 55 56 57 58 59 60

051/KO/17

Penetapan Kadar Kuinin Sulfat Dalam Produk Kosmetik Sediaan Rambut Secara Kckt Detektor Fluorescens

052/KO/17

Identifikasi Benzene Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Gas

053/KO/17

Identifikasi Pewarna Orange Gg (Ci 16230), Acid Red 52 (Ci 45100) Dan Acid Red 88(Ci 15620) Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt Pda

054/KO/17

Identifikasi Asam Retinoat Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda

055/KO/17

Identifikasi Dan Penetapan Kadar Asam Borat Dalam Produk Kosmetik Sediaan Padat Secara Klt-Spektrofotodensitometri

056/KO/17

Penetapan Kadar Klorheksidin Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda

057/KO/17

Penetapan Kadar Migrasi Bisphenol A Dari Kemasan Kaleng Dengan Simulan Etanol 10%, Etanol 50%, Dan Asam Asetat 3% Secara Kckt

058/PA/17

Penetapan Kadar Migrasi Pb Dan Cd Dalam Bahan Kontak Pangan Terbuat Dari Logam Dengan Simulan Asam Asetat 4%Secara Aas

059/PA/17

Penetapan Kadar Migrasi Sn Dari Kemasan Kaleng Dengan Simulan Asam Sitrat 0,5% Secara Aas

060/PA/17

61

Penetapan Kadar Aflatoksin M1 Dalam Keju Dan Mentega Secara Kckt

061/PA/17

62

Penetapan Kadar Patulin Dalam Sari Buah Apel Secara Kckt

062/PA/17

63

Penetapan Kadar Hg Dalam Minyak Goreng Secara Aas

063/PA/17

64

Penetapan Kadar Spesiasi As Anorganik Dalam Beras Secara Hplc-Icpms

064/PA/17

65

Penetapan Kadar Spesiasi As Anorganik Dalam Nori Secara Hplc-Icpms

065/PA/17

66

Penetapan Kadar Multi Elemen (As, Ba, Be, B, Cr, Mo, Na, Se, Zn, Sb, Dan Cu) Dalam Amdk Secara Icp-Ms

066/PA/17

Penetapan Simultan Kadar Pewarna (Tartrazin, Ponceau 4r, Kuning Fcf, Merah Alura, 67 68 69

Karmoisin, Hijau Fcf, Biru Berlian Fcf, Coklat Ht, Dan Eritrosin) Dalam Produk Susu Dan Analognya Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

067/PA/17

Penetapan Kadar Pewarna Indigotin Dan Tartrazin Dalam Makanan Secara Kckt

068/PA/17

Penetapan Kadar Sudan I, Sudan Ii, Sudan Iii, Dan Rhodamin B Dalam Produk Saus Secara Lc Ms/Ms

069/PA/17

70

Penetapan Kadar Asam Glutamat Dalam Bumbu Secara Kckt

070/PA/17

71

Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol Dalam Udang Secara Elisa

071/PA/17

72

Penetapan Kadar Residu Deltametrin Dalam Produk Ikan Secara Lc Ms/Ms

072/PA/17

73

Penetapan Kadar Cannabinoid (Thc, Cbd, Cbn) Dalam Kembang Gula Secara Lc-Ms/Ms

073/PA/17

74

Penetapan Kadar Asam Folat Dalam Susu Bubuk Secara Kckt

074/PA/17

75

Uji Sterilitas Kantong Darah Dengan Metode Penyaringan Membran

075/MI/17

76

Uji Sterilitas Foley Catheter Dengan Metode Inokulasi Langsung

076/MI/17

77

Uji Sterilitas Sarung Tangan Dengan Metode Inokulasi Langsung

077/MI/17

78

Uji Sterilitas Wing Needle Dengan Metode Inokulasi Langsung

078/MI/17

79

Uji Potensi Antibiotik Gentamisin

079/MI/17

80

Uji Potensi Antibiotik Vankomisin

080/MI/17

81

Uji Potensi Antibiotik Eritromisin

081/MI/17

82

Uji Angka Lempeng Total Pada Sediaan Obat Cair

082/MI/17

261

No

Judul Metoda Analisa

Nomer

83

Identifikasi Salmonella Spp Pada Sediaan Obat

083/MI/17

84

Uji Angka Paling Mungkin Enterobacteriaceae Pada Pangan

084/MI/17

85

Uji Angka Enterobacteriaceae Pada Pangan

085/MI/17

86

Uji Angka Escherichia Coli Pada Pangan

086/MI/17

87

Uji Angka Koliform Pada Pangan

087/MI/17

88

Uji Angka Paling Mungkin Vibrio Parahaemolyticus Pada Pangan

088/MI/17

89

Uji Angka Listeria Monocytogenes Pada Pangan

089/MI/17

90

Uji Identifikasi Listeria Monocytogenes Pada Pangan

090/MI/17

91 92

Dose 50 (Ccid50)

091/VA/17

Uji Identifikasi Antivenom Agkistrodon Rhodostoma, Bungarus Faciatus Dan Naja Supatatrix Dengan Metode Double Immunodiffusion

092/VA/17

93

Uji Penetapan Lethal Dose 50 (Ld50) Venom Agkistrodon Rhodostoma

093/VA/17

94

Uji Potensi Serum Antivenom Agkistrodon Rhodostoma

094/VA/17

95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106

262

Uji Identifikasi Vaksin Dengue Cyd Tetravalen Menggunakan Metode Cell Culture Infective

Uji Penetapan Kadar Gugus O-Asetil Dalam Vaksin Tifoid Konjugat Dengan Metode MikroHestrin

095/VA/17

Penetapan Kandungan Antigen Polisakarida Vi Dalam Vaksin Tifoid Konjugat Dengan Metode Roket Imunoelektroforesis

096/VA/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Inactivated Poliomyelitis Vaccine Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

097/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Ampisilin Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

098/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Bupivakain Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

099/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Sefotaksim Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

100/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Lidokain Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

101/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Seftriakson Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

102/TO/17

Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Dopamin Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel

103/TO/17

Studi Kolaborasi Deteksi Antigen Spesifik Babi Pada Produk Olahan Daging Menggunakan Tes Strip Pork Detection Kit Merk Xema

104/BT/17

Kuantifikasi Dna Spesifik Event Gts 40-3-2 Pada Produk Olahan Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

105/BT/17

Deteksi Dna Spesifik Event Mon 89034 Pada Produk Olahan Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

106/BT/17

107

Uji Salmonella Spp Pada Pakan Hewan Percobaan Mencit

107/HP/17

108

Uji Salmonella Spp Pada Pakan Hewan Percobaan Kelinci

108/HP/17

109

Uji Salmonella Spp Pada Caecum Hewan Percobaan Tikus

109/HP/17

110

Uji Pseudomonas Aeruginosa Pada Nasal Discharge Swab Hewan Percobaan Mencit

110/HP/17

111

Uji Pseudomonas Aeruginosa Pada Darah (Deteksi Bakterimia) Hewan Percobaan Mencit

111/HP/17

Lampiran 4a. Baku Pembanding Hasil Adopsi Tahun 2017

No

Baku Pembanding

Keterangan

No. kontrol

Tujuan penggunaan

1

2-Amino-4-Nitrophenol

BPL

B0117548

PK

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Amil paraben Amiodaron Hidroklorida Aripiprazol Asam Dihidroasetat Asam Valproat Atenolol Atorvastatin Kalsium Avobenzon Benzil Paraben

BPL BPL BPL BPL BPFI BPFI BPL BPL BPL

AB0117582 B0117579 B0117574 B0117529 B0117577 B0117535 B0117545 B0117521 B0117551

PK PK PK PK PK PK PK PK PK

11

CI 15985 Sunset Yellow

BPL

AB0117560

PK

12

CI 20470 Napthol Blue Black

BPL

B0117524

PK

13

CI 42090 Acid Blue 9

BPL

B0117469

PK

14

CI 59040 Solvent Green 7

BPL

B0117531

PK

15

CI 76035 4-Metil-mFenilendiamin

BPL

B0117567

PK

16

CI 76520 2-Aminophenol

BPL

B0117547

PK

17

Dietilkarbamazin Sitrat

BPFI

B0117527

PK

18

Dikloksasilin natrium

BPL

AB0117583

PK

19

Dipiridamol

BPFI

AB0117561

PK

20

Doksilamin Suksinat

BPL

AB0117557

PK

21

Dokusat Natrium

BPFI

B0117550

PK

22

Donepezil Hidroklorida

BPL

B0117568

PK

23 24 25 26 27

Ensulizol Etil paraben Etoposida Famotidin Fenil paraben

BPL BPL BPFI BPFI BPL

AB0117556 AB0317585 B0117575 B0317533 AB0117586

PK PK PK PK PK

28

Flavoksat Hidroklorida

BPL

B0117552

PK

29

Gemsitabin Hidroklorida

BPL

AB0117261

PK

30 31 32

Glimepirid Glukosamin Hidroklorida Guaifenesin

BPFI BPFI BPFI

B0117542 B0117541 B0317588

PK PK PK

33

Hidroksiprogesteron Kaproate

BPFI

B0117589

PK

34

Homosalat

BPL

B0117553

PK

263

No

264

Baku Pembanding

Keterangan

No. kontrol

Tujuan penggunaan

35

Imipramin Hidroklorida

BPFI

B0117517

PK

36

Isobutil Paraben

BPL

B0117576

PK

37

Isopropil paraben

BPL

AB0117587

PK

38

Klavulanat Kalium

BPFI

B0117578

PK

39 40 41 42 43 44 45

Klozapin Kolkhisin Kortison Asetat Levotiroksin Lidokain Metimazol Metokarbamol

BPL BPFI BPFI BPFI BPFI BPL BPL

AB0117565 B0117534 AB0117269 B0117573 AB0117270 AB0117559 AB0117555

PK PK PK PK PK PK PK

46

Metronidazol Benzoat

BPL

B0117528

PK

47

Minoksidil

BPL

B0117544

PK

48

Nafazolin Hidroklorida

BPFI

AB0117562

PK

49

Natrium Diklofenak

BPFI

B0317539

PK

50 51 52

Nimesulid Oktil Salisilat Olanzapin

BPL BPL BPL

AB0117558 AB0117580 B0117572

PK PK PK

53

Piridoksin Hidroklorida

BPFI

B0117537

PK

54 55 56

Pirokton Olanin Prednisolon Rebaudiosid A

BPL BPFI BPL

AB0117584 B0117536 B0117569

PK PK PK

57

Rosuvastatin Kalsium

BPL

B0117554

PK

58

Sefoperazon Natrium

BPFI

B0117538

PK

59

Sulbaktam Natrium

BPFI

B0117591

PK

60

Sulfasalazin

BPL

B0117546

PK

61

Tamoksifen Sitrat

BPFI

AB0117570

PK

62

Triheksifenidil Hidroklorida

BPFI

B0117532

PK

63 64 65

Triklosan Valasiklovir Hidroklorida Valsartan

BPFI BPL BPFI

B0117540 B0117563 B0117571

PK PK PK

66

Vardenafil Hidroklorida

BPL

B0117530

PK

Lampiran 4b. Baku Pembanding hasil uji Tahun 2017 dan Ditunda Distribusinya Baku Pembanding 1

Sefotaksim Natrium

2

Basitrasin

3

Alantoin

4

Dobutamin HCl

5

Aminotadalafil

Keterangan Pengujian Kemurnian dan kadarnya harus diulangi Menunggu hasil pengujian potensi dari lab.Mikrobiologi Ditunda karena kadar terlalu rendah, saran untuk dimurnikan terlebih dahulu Ditunda karena Bahan baku berubah warna menjadi abu2 Melalui uji NMR ternyata bahan baku adalah tadalafil, sehingga untuk dijadikan BP Tadalafil perlu dilakukan uji KLT dan KCKT

265

Related Documents

Laporan Tahunan
December 2019 31
Bpom Lalai
November 2019 8

More Documents from "yuni"