Laporan Stela Fix Poll.pdf

  • Uploaded by: rofiq ainur
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Stela Fix Poll.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 18,255
  • Pages: 110
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DI SUMBERWANGI WETAN, DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh : KELOMPOK G2

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DI SUMBERWANGI WETAN, DESA DONNOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh : Muhammad Fikri Baihaqi

(165040207111102)

Dyah Ayu agustin

(165040201111137)

Siti Mu’anifa

(165040201111139)

Febri Ayu Alista

(165040201111179)

Muhammad Taqiyudin Majid

(165040201111195)

Muhammad Ridho

(165040201111216)

Ika Putri Maulida

(165040201111248)

Wiwin Solikhah

(165040201111275)

Syahrullah Bagus Harmana

(165040207111003)

Pradina Tiyas Putri

(165040207111013)

Sonia Berliana

(165040207111018)

Waode Mariyatul Qibtiyah

(165040207111052)

Redita Dwi Agustina

(165040207111056)

Mayank Alifa Taskiya

(165040207111060)

Bachtiar Dio widagdo

(165040207111073)

Nilam Kinanti

(165040207111087)

Benediktus Lucky Aditya N

(165040207111105)

Stepani Astrid Kheisa R. I.

(165040207111125)

R. Muhammd Yusuf Adi Pujo

(165040207111126)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

ii

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah laporan besar praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan serta mampu menyelesaikannya dengan baik. Laporan yang kami susun dengan sistematis dan sebaik mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Dengan terselesainya laporan praktikum ini, maka tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing baik pada saat praktikum serta memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun laporan ini. Demikian laporan yang kami buat, mohon kritik dan sarannya atas kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kami selaku penulis.

Malang, 15 Mei 2018

Penyusun.

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv DAFTAR TABEL....................................................................................................... vi I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang

1

1.2 Tujuan

2

1.3 Manfaat

2

II. METODE PELAKSANAAN ................................................................................ 4 2.1 Tempat dan Waktu

4

2.2 Alat dan Bahan

4

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan

5

2.4 Metode Pengamatan Tanah

6

2.5 Klasifikasi Tanah

11

2.6 Evaluasi Lahan

13

III. KONDISI UMUM LAHAN ............................................................................... 17 3.1 Lokasi, Administrasi wilayah

17

3.2 Fisiografi Lahan

17

3.3 Karakteristik Tanah

18

3.4 Penggunaan Lahan

19

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survey

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 23

iv

4.1Morfologi Tanah

23

4.2 Klasifikasi Tanah

30

4.3 Kemampuan Lahan

34

4.4Keseusaian Lahan

39

4.5 Zonasi

70

V. KESIMPULAN ..................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75 LAMPIRAN ............................................................................................................... 78 Lampiran 1: Hasil Deskripsi Tanah

78

Lampiran 2: Kondisi Umum dan Peta

844

v

DAFTAR TABEL Tabel 1. Alat Pra Survei ............................................................................................... 4 Tabel 2. Alat Survei ...................................................................................................... 4 Tabel 3. Bahan Survei .................................................................................................. 5 Tabel 4. Alat Pasca Survei............................................................................................ 5 Tabel 5. Bahan Pasca Survei ........................................................................................ 5 Tabel 6. Kategori Klasifikasi Tanah........................................................................... 13 Tabel 7.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) .................................................................... 23 Tabel 8.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) .................................................................... 25 Tabel 9.Hasil pengamatan titik 3 (G2.3) .................................................................... 27 Tabel 10.Hasil pengamatan titik 4 (G2.4) .................................................................. 29 Tabel 11.Epipedon dan Endopedon............................................................................ 31 Tabel 12. Klasifikasi Ordo hingga Subgrup ............................................................... 33 Tabel 13.Kemampuan Lahan Titik G2.1 .................................................................... 35 Tabel 14.Kemampuan Lahan Titik G2.2 .................................................................... 36 Tabel 15.Kemampuan Lahan Titik G2.3 .................................................................... 37 Tabel 16.Kemampuan Lahan Titik G2.4 .................................................................... 38 Tabel 17.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Kopi Arabika ................. 39 Tabel 18.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Wortel............................ 41 Tabel 19.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Terong ........................... 42 Tabel 20.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Kopi Arabika ................. 43 Tabel 21.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Wortel ............................ 44 Tabel 22.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Terong ........................................... 45 Tabel 23.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Kopi Arabika ................................. 46 Tabel 24.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Wortel ........................................... 47 Tabel 25.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Terong ........................................... 48 Tabel 26.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Kopi Arabika ................................. 49 Tabel 27.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Wortel ............................ 50 Tabel 28.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Terong ........................... 51

vi

Tabel 29.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.1 .................... 53 Tabel 30.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.2 .................... 54 Tabel 31.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.3 .................... 55 Tabel 32.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopiarabika G2.4 ..................... 56 Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1 .............................. 57 Tabel 34.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.2 .............................. 58 Tabel 35.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.3 .............................. 59 Tabel 36.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.4 .............................. 60 Tabel 37.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.1 .............................. 61 Tabel 38. Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.2 ............................. 62 Tabel 39.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.3 .............................. 63 Tabel 40.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.4 .............................. 64

vii

1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses geomorfologi merupakan sebuah proses modifikasi permukaan bumi yang terjadi akibat perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Proses geomorfologi tersebut dibedakan menjadi dua. Proses geomorfologi pertama yaitu proses eksogen (tenaga asal luar bumi) yang umumnya sebagai perusak dan proses endogen (tenaga yang berasal dari dalam bumi) sebagai pembentuk, keduanya bekerja bersama-sama dalam merubah permukaan bumi. Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan dipahami karena ada kaitannya dengan permasalahan lingkungan terjadi pada daerah tersebut. Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan untuk memperoleh informasi geomorfologis suatu daerah. Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2008), Tanah juga merupakan media bagi tanaman untuk tumbuh. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh da berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara, secara kimiawi tanah berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi tanaman. Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang meliputi survei dan pengumpulan informasi yang memiliki tujuan untuk menentukan karakteristik pada tanah, mengklasifikasikan tanah, menentukan dan mendeliniasi batas penggunan lahan pada peta, serta mengkorelasikan dan memprediksi kemampuan dan kesesuaian lahan pada suatu wilayah. Rayes (2007) berpendapat bahwa survei tanah sendiri memiliki tujuan untuk dapat mengelompokkan tanah berdasarkan karakteristiknya. Survei tanah dilakukan agar dapat menentukan perencanaan tata guna lahan pada daerah yang di survei. Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan

2

lingkungan, khususnya dalam pemanfaatan di bidang pertanian. Survei tanah dan evaluasi lahan yang dilakukan pada fieldwork ke 2 ini dilakukan di Dusun Sumberwangi, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Pada daerah survei merupakan daerah yang terbentuk akibat letusan gunung Arjuna. Berdasarkan hasil survei lapangan, daerah survei ditinjau dari aspek morfologinya bervariasi. Tanah yang ada di daerah survei hampir seluruhnya termasuk dalam ordo inceptisol. Topografi daerah survei bervariasi dari teras, datar agak berombak, berombak, bergelombang dan berbukit dengan kelerengan kecil hingga besar. Praktik budidaya pertanian masih sederhana tanpa pengolahan lahan yang intensif. Komoditas utama yaitu kopi dan pinus, selain itu ada juga tanaman sayuran seperti kubis, talas dan cabai. Adanya bahan organik diketahui dari banyaknya seresah pada lapisan atas tanah, selain itu tanah tersebut subur karena bekas letusan gunung Arjuna. Sehingga dengan keadaan tanah yang demikian dapat membantu tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan optimal. 1.2 Tujuan 1) Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan survei tanah dan evaluasi lahan 2) Untuk mengetahui dan memahami kemampuan dan kesesuaian lahan pada komoditas tertentu. 3) Untuk mengetahui dan memahami kondisi aktual tanah pada lahan di Sumberwangi Wetan, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. 4) Untuk mengetahui karakteristik tanah pada lahan di sumberwangi wetan, desa donnowarih, kecamatan karangploso kabupaten malang 5) Agar dapat memahami dan mengetahui rekomendasi pada titik yang diamati 1.3 Manfaat Setelah dilakukan praktikum survei tanah dan evaluasi lahan, maka manfaat yang didapatkan bisa lebih memahami pengelompokan tanah berdasarkan karakteristik yang sama sehingga mampu membuat satuan peta tanah. Selain itu, juga dapat memahami mekanisme pasca survei tanah yang berkaitan dengan evaluasi lahan meliputi penentuan kelas kemampuan lahan, kelas kesesuaian lahan dan juga

3

memberikan rekomendasi yang berpotensi dapat diterapkan pada lahan yang telah disurvei.

4

II. METODE PELAKSANAAN 2.1 Tempat dan Waktu Praktikum Survei Tanah Dan Evaluasi Lahan dilaksanakan pada tanggal 13 sampai 15 April 2018. Praktikum dilaksanakan di UB Forest tepatnya di Dusun Sumberwangi wetan, Desa Donnowarih, Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Pra survei : A. Alat : Tabel 1. Alat Pra Survei No Nama Alat 1.

Peta dasar

2.

Form Perizinan

Fungsi Sebagai acuan untuk ground check terkait dengan kondisi aktual lahan pengamatan meliputi penggunaan lahan, kelerengan dan titik pengamatan Untuk perizinan ketika survei

2.2.2 Survei : A. Alat : Tabel 2. Alat Survei No Nama Alat 1. Cangkul 2. Papras 3. Bor Tanah 4.

Pisau Lapang

Fungsi Untuk menggali Minipit Untuk meratakan profil tanah dan minipit Untuk mengebor tanah Untuk mengambil sampel tanah dan memberi batas horizon pada penampang minipit

6.

Buku Munsell Soil Colour Chart Botol Air

7.

Meteran

8.

Sabuk Profil

9.

Kamera

10.

Papan dada

Untuk wadah air Untuk mengukur kedalaman minipit dan ketebalan horizon Untuk mempermudah dalam menentukan ketebalan horizon Untuk medokumentasikan setiap horizon pada minipit Sebagai alas untuk menulis

11.

Alat tulis

Untuk menulis hasil pengamatan

5.

Untuk menentukan warna tanah

5

12.

Kantong plastik

13.

Kertas label

14.

Klinometer

15.

Kompas

16.

Global Positioning System

17. 18.

Form Fisiografi Form Morfologi

Untuk wadah Sampel tanah dari pemboran Untuk memberi keterangan pada sampel tanah Untuk mengetahui besar kelerengan tempat pengamatan Untuk menentukan arah ntuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit Sebagai media pencatatan data fisiografi Sebagai media pencatatan data morfologi

B. Bahan : Tabel 3. Bahan Survei No. Nama Bahan 1.

Air

2.

Tanah

3.

Aquades

Fungsi Untuk membantu menentukan tekstur dan konsistensi tanah Sebagai bahan pengamatan Aquades sebagai pelarut tanah dalam menentukan pH tanah di lapang

2.2.3 Pasca Survei A. Alat : Tabel 4. Alat Pasca Survei No Nama Alat 1. Mika bening 2. OHP 3. Aseton dan kapas

Fungsi Untuk membuat peta Mendeleniasi peta di mika Untuk menghapus di atas mika

B. Bahan : Tabel 5. Bahan Pasca Survei No. Nama Bahan 1. Peta SPL 2. Peta Hillshade 3. KTT

Fungsi Sebagai dasar untuk membuat peta di mika Sebagai dasar untuk membuat peta di mika Untuk Mengklasifikasikan tanah

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan Metode yang digunakan dalam penentuan titik pengamatan adalah metode grid kaku. Metode ini digunakan karena skala peta 1: 3000 di mana skala tersebut merupakan skala besar. Apabila digolongkan pada peta tanah termasuk dalam peta tanah sangat detail. Selain itu, penerapan metode grid kaku ini dikarenakan belum

6

adanya foto udara karena lokasi pengamatan (UB Forest) merupakan hutan yang daerahnya terdapat banyak vegetasi dengan tajuk yang menutupi lahan. Sehingga, dapat menyebabkan hasil dari foto udara tidak maksimal. Dengan adanya hal tersebut, cara paling mudah dalam menentukan lokasi pengamatan yaitu dengan pengukuran jarak setiap titiknya. Jarak pengamatan dibuat secara teratur degan jarak tertentu yang kemudian menghasilkan jalur segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah survei. Di UB Forest jarak titik pengamatan yang digunakan yaitu 90 meter di mana jarak setiap titik pada peta 3 cm dan skala peta hasil 1:3000. Penggunaan jarak pengamatan secara teratur hingga membentuk jalur segi empat membuat pola pengamatan tanah teratur baik jarak horizontal maupun vertikal. Menurut Rayes et al. (2014) menyatakan bahwa metode grid kaku digunakan untuk melakukan survei tanah detail sampai dengan sangat detail di mana foto udara tidak tersedia. Apabila dilakukan foto udara dengan skala besar dapat membuat hasil tidak maksimal. Hal ini dikarenakan daerah yang akan di survei tertutup oleh vegetasi yang rapat dan lebat. Sehingga cara termudah untuk menentukan daerah survei dapat melalui pengukuran jarak. Pengamatan pada metode ini dilakukan dengan pola teratur pada interval titik pengamatan yg berjarak sama dalam kedua arah. Metode ini sangat cocok diterapkan di daerah-daerah di mana posisi pemeta sukar ditentukan dengan pasti. 2.4 Metode Pengamatan Tanah Pengamatan tanah di lapangan bertujuan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah dan penyebarannya. Berdasarkan jenis data sifat-sifat morfologi yang ingin diketahui, pengamatan tanah dapat dilakukan melalui: (a) pemboran, (b) minipit, dan (c) penampang (profil) tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004). Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal biasanya berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. Tujuan dibentuk minipit untuk mendapatkan data sifatsifat morfologi horizon penciri (lapisan bawah) dan untuk mengetahui penyebaran variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Untuk melengkapi deskripsi lapisan yang lebih dalam (>0,5 m), maka dapat dilanjutkan dengan pemboran sampai kedalaman yang diinginkan (Balai Penelitian Tanah, 2004).

7

2.4.1 Minipit Menggali minipit dengan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 meter menggunakan sekop/cangkul

Menentukan batas antar horizon tanah berdasarkan warna dan konsistensi Memasang sabuk profil tanah beserta meteran dan mendokumentasikan minipit. kemudian mengambil sampel tanah Menentukan warna setiap sampel tanah dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan tekstur setiap sampel tanah

Menentukan konsistensi lembab dan basah setiap sampel tanah kemudaian pengamatan menggunakan bor

Menentukan fisiografi di sekitar lokasi penggalian minipit

Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. Tujuan dibentuk minipit untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi horizon tanah untuk mengetahui penyebaran variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Langkah pertama yang dilakukan dalam deskripsi minipit adalah menentukan tempat yang sesuai dengan titik koordinat yang terdapat pada peta dan telah memenuhi syarat. Lokasi pembuatan penampang tanah harus dilakukan pada tanah yang representatif dan sedapat mungkin tanahnya masih alami. Penampang tanah tidak boleh dibuat pada bekas timbunan sampah/pupuk (Balai penelitian tanah, 2004). Apabila sudah ditemukan titik yang tepat, tanah kemudian digali sedalam 50 cm menggunakan cangkul dan atau sekop.

8

Setelah membuat minipit langkah selanjutnya menentukan pembatasan tanah berdasarkan perbedaan warna dan konsistensi tanah menggunakan pisau lapang serta penentuan batas horizon berdasarkan kejelasan dan topografi. Selanjutnya pengukuran kedalaman

pada

tiap

horizon

dan

pemasangan

sabuk

profil

lalu

mendokumentasikannya. Lalu, mengamati banyak atau tidaknya perakaran tanaman yang ada pada horizon tersebut. Setelah pengataman perakaran dilanjutkan dengan pengamatan pori tanah. Setelah itu, mengambil sampel tanah secukupnya dimulai dari horizon bawah sampai atas dan diidentifikasi warna matriks tanah lembab dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart. Selanjutnya dilakukan pengamatan tekstur dengan menggunakan feeling metode dengan merasakan perbandingan pasir, debu, liat dan dicocokkan menggunakan panduan lapang lalu menentukan struktur tanah (tipe, ukuran, dan tingkat), Kemudian pengamatan konsistensi tanah dilakukan dalam 2 kondisi yaitu pada kondisi basah dan pada kondisi lembab. Pada kondisi basah, dilakukan pengujian kelekatan dan pengujian plastisitas pada tanah. Menentukan fisiografi di sekitar lokasi penggalian minipit. Setelah semua pengamatan pada 4 titik selesai, lalu dilakukan pengklasifikasian tanah dengan berdasarkan pedoman buku KTT (Kunci Taksonomi Tanah) dan selanjutnya mencatat hasil pengamatan pada form yang telah disediakan.

9

2.4.2 Pemboran

Menyiapkan minipit hasil pengamatan sebelumnya

Mengebor tanah dengan menggunakan bor dan mengambil sampel tanahnya

Mengulangi pemboran sampai 6 kali dan mengambil 6 sampel tanah

Menentukan warna tekstur dan konsistensi setiap sampel tanah bor dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan setiap sampel tanah

Untuk melengkapi deskripsi lapisan yang lebih dalam, maka dapat dilanjutkan dengan pemboran sampai kedalaman yang diinginkan (Balai penelitian tanah, 2004). Pengeboran dilakukan sebanyak 6 kali dengan tiap satu kali pengeboran sedalam 20 cm. Jadi, total kedalaman 6 kali pengeboran sedalam 120 cm. Pengamatan identifikasi menggunakan bor dengan cara memutar searah jarum jam secara perlahan sampai mata

10

bor (20 cm) masuk seluruhnya kedalam tanah dan kemudian di angkat keatas searah jarum jam. Tanah yang berada di bagian terluar dari lubang bor dibersihkan untuk mencegah adanya percampuran dengan tanah yang ada didalam bor tersebut. Selanjutnya, tanah yang terdapat dalam bor dikeluarkan dan dibentangkan pada permukaan kertas yang datar untuk dilakukan identifikasi dari segi warna, tekstur dan konsistensinya. 2.4.3 Profil Tanah Menggali profil tanah dengan panjang 2 meter, lebar 1 meter dan kedalaman 2 meter

Menentukan dan membatasi horizon tanah dengan pisau lapang

Meletakkan meteran tegak lurus bidang profil dan memasang sabuk profil dan mendokumentasikannya

Menentukan warna setiap sampel tanah dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan tekstur setiap sampel tanah

Menentukan konsistensi lembab dan basah setiap sampel tanah

Menentukan fisiografi di sekitar lokasi penggalian profil tanah

Pengamatan profil tanah dilakukan dengan menggali profil tanah dengan kedalaman 2 meter, panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Kemudian menentukan dan membatasi horizon tanah dengan pisau lapang. Lalu, meletakkan sabuk profil dan

11

meteran tegak lurus profil yang diamati dan didokumentasikan. Selanjutnya menentukan warna tiap horizon tanah dengan Munsell Soil Color Chart, menentukan tekstur, konsistensi lembab dan basah, dan menentukan fisiografi sekitar lokasi profil. 2.5 Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah suatu cara pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan ciri tanah yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami dan dibedakan dengan tanah-tanah lainnya. Setiap jenis tanah memiliki sifat dan ciri tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Setiap jenis tanah memiliki sifat, ciri, potensi kesesuaian tanaman dan kendala tertentu untuk pertanian sehingga memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang spesifik untuk dapat berproduksi optimal. Untuk dapat mengklasifikasikan tanah, data deskripsi minipit atau profil tanah disertai data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu tanah harus diperoleh terlebih dahulu. Kemudian mengacu pada buku Key to Soil Taxonomy yang diterbitkan oleh Soil Survey Staff (2003 atau versi baru), dapat dilakukan klasifikasi tanah mulai dari kategori ordo hingga seri, tergantung tujuan survey atau macam peta tanah yang akan dibuat. Menurut Rayes (2007), Klasifikasi tanah final dilakukan setelah memperoleh data hasil analisis laboratorium dari contoh-contoh tanah yang diambil dari pedon pewakil. Klasifikasi tanah diawali dengan alur deskripsi tanah yang dilakukan secara manual dengan metode feeling yaitu pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ujung jari telunjuk dan ujung ibu jari kemudian dirasakan untuk menentukan tekstur tanah, dan konsistensi tanah. Untuk deskripsi warna dilakukan dengan menggunakan buku Munsell Colour Chart. Kemudian ditentukan epipedon dan endopedon tanahnya. Setelah itu dilakukan pengklasifikasian tanah dengan menggunakan Kunci Taksonomi Tanah berdasarkan data-data yang didapatkan dari hasil deskripsi tanah. diagramnya bisa dilihat dibawah ini:

12

Mengumpulkan data hasil pengamatan profil/minipit/pengeboran

Mengidentifikasikan rezim suhu dan lengas tanah pada daerah survei

Menetukan Epipedon

Menetukan Endopedon

Menentukan Ordo Tanah

Menentukan Sub Ordo Tanah

Menentukan Gruop Tanah

Menentukan Sub Group Tanah

Dari klasifikasi tanah tersebut terdapat 6 kategori yang tersusun secara berhirarki yaitu ordo (order), grup (great-grup), sub grup (sub-grup), famili (family) dan seri. Dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri). Sifat-sifat penciri untuk berbagai kategori dalam taksonomi tanah. Berikut disajikan beberapa faktor pembeda dari kelas taksonomi tanah yang disajiakan.

13

Tabel 6. Kategori Klasifikasi Tanah Kategori Faktor Pembeda Proses pembentukan tanah seperti yang ditunjukkan oleh ada Ordo

tidaknya horizon penciri serta jenis (sifat) horizon penciri yang ada (12 taksa : gelisol, entisols, vertisols, inceptisols, andisols, aridisols, mollisols, spodosols, alfisols, ultisols, oxisols, histosols) Keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, rezim lengas tanah, bahan induk

Subordo

utama, pengaruh vegetasi, tingkat dekomposisi bahan organic (64 taksa, misalnya Udalf, Xeroll, dll. Besarnya pengaruh air seperti Aquept, Aquent, dll) Kesamaan jenis, susunan dan perkembangan horizon, kejenuhan

Grup

basa, suhu dan lengas tanah, ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain seperti plintit fragipan, duripan ,dll (317 taksa) (1) Sifat-sifat inti dari grup (tipik), (2) sifat-sifat tanah peralihan ke grup, subordo atau ordo lain, (3) sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. (>1400 taksa), Subgroup merupakan pembagian lebih lanjut dari Grup dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

Subgrup

a) Subgrup typic, misalnya Typic Eutrudepts, Typic Fragiudult b) Subgroup intergrade, misalnya Andic Dystrudept (memiliki beberapa sifat Andisol, tetapi memperlihatkan sifat penciri Dystrudept) c) Subgroup extragrade, misalnya Lithic Hapludalf, Cumulic Humaquepts. 2.6 Evaluasi Lahan

2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan sehingga dapat mendukung upaya pemanfaatan lahan. Analisis kemampuan lahan yang telah dilakukan juga dapat diketahui factor faktor fisik lahan yang bersifat menghambat dan tidak menghambat dalam upaya pemanfaatan lahan. Kemampuan

14

lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan) sesuai dengan potensinya. Metode yang digunakan adalah metode survei. Penentuan kelas kemampuan lahan berdasarkan USDA yang dimodifikasi (Arsyad 2010) dan pembuatan peta klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan metode overley (geoprocessing) dengan Sistem Informasi Geografi. Untuk penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG), sumber data yang dapat digunakan sebagai masukan (input) di dalam sistem ini adalah survei lapangan (pengukuran lapangan), peta, dan data dari penginderaan jauh. Output (keluaran) dari analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan (zonasi) yang merupakan gambaran dari tingkatan kemampuan lahan pada daerah penelitian. Menyiapkan peta kerja

Survei Lapangan

Karakteristik Lahan

Analisis Evaluasi Lahan

Kemampuan Lahan

Klasifikasi

Kelas Kemampuan Lahan Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pola penggunaan lahan. Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan

15

kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai atau mampu untuk pertanian. Menurut Arsyad (2010), Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan hasil yang bisa dicapai. Berikut merupakan prosedur kerja dalam menentukkan kemampuan lahan : 1. Persiapan bahan dan alat dan pembuatan peta dasar / peta kerja. 2. Kajian pustaka wilayah penelitian khususnya informasi lereng, penggunaan lahan dan batas wilayah daerah penelitian. 3. Pembuatan peta unit lahan berdasarkan peta kedalaman tanah, lereng, dan penggunaan lahan. Pengecekkan kembali (ground check) penggunaan lahan dari data sebelumnya, tutupan batuan dan ancaman banjir. Data data yang diperoleh selanjutnya dideskripsikan dan disusun dalam bentuk tabel. Untuk variabel pengamatan yang diamati kemiringan lereng , kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, permeabilitas, ancaman banjir/ genangan, tutupan batuan yang dapat diperoleh dari data sifat fisik tanah dan juga data pengamatan di lapang. Data hasil analisis kemudian dievaluasi untuk menentukan kelas kemampuan lahan menggunakan metode USDA yang telah dimodifikasi oleh Arsyad (2010). Menurut, Rayes (2007) terdapat faktor pembatas (penghambat) dalam evaluasi kemampuan lahan yang menentukkan subkelas kemampuan lahan yaitu 1. Erosi (e) , menunjukkan bahaya erosi atau tingkat erosi pada lahan 2. Air (w), menunjukkan bahwa suatu lahan memiliki faktor pembatas dalam ketersediaan air baik itu kekurangan atau kelebihan air. 3. Perakaran (s), menunjukkan bahwa suatu lahan memilii fakor pembatas pada daerah perakaranya, yang mencakup kedalaman tanah, batuan di permukaan lahan, kapasitas menahan air rendah, sifat- sifat kimia yang sulit diperbaiki seperti salinitas atau kandungan natrium maupun senyawa kimia lain yang dapat menghambat pertumbuhan. 4. Iklim (c), faktor pembatas ini sulit untuk diperbaiki kareana berhubungan dengan iklim seperti temperatur dan curah hujan yang tidak mendukung. 2.6.2. Metode Analisis Kesusaian Lahan

16

Kesesuaian lahan merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Kesesuaian lahan depat ditinjau dari iklim, tanah, topografi, drainase yang sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif. Menurut (Wirosoedarmo, Sutanhaji, Kurniati, & Wijayanti, 2011), metode analisis kesesuain lahan ada 4 yaitu: Menurut Djaenudi (2011) cara yang dapat digunakan untuk menilai kesesuain lahan, yaitu dengan perkalian parameter, penjumlahan, mencocokkan antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan syarat tumbuh tanaman atau komoditas yang ingin dibudidaya. Klasifikasi kesesuain lahan berbeda pada tiap tingkat penamaan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu ordo, kelas, dan unit. Ordo menyatakan keadaan kesesuaian lahan secara global sedangkan kelas menyatakan keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai dibedakan kedalam 3 kelas yaitu lahan sangat sesuai (S1) dimana lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata, cukup sesuai (S2) dimana lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri, dan sesuai marginal (S3) dimana lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Sedangkan lahan yang tergolong odo tidak sesuai tidak dibedakan kedalam kelas-kelas.

17

III. KONDISI UMUM LAHAN 3.1 Lokasi, Administrasi wilayah Pengamatan dilakukan di Desa Donowarih dalam lingkup kawasan Hutan UB Forest, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara keseluruhan pada daerah pengamatan memiliki rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah isohypertermik serta fisiografi yang berada di lereng tengah vulkan dengan bahan induk abu vulkan. Pengamatan dilakukan terhadap 4 titik. Pada titik pertama berlokasi pada 99o dari utara atau 456 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133920oBT dan 0675374oLS. Pada titik kedua berlokasi pada 95o dari utara atau 540 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133914oBT dan 0675466oLS. Pada titik ketiga berlokasi pada 97o dari utara atau 630 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133937oBT dan 0675570oLS. Dan pada titik keempat berlokasi pada 107o dari utara atau 561 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133876oBT. Sebagian besar lahan digunakan sebagai agroforestry dengan tanaman utama adalah pinus. 3.2 Fisiografi Lahan Pengamatan dilakukan di Desa Donowarih dalam lingkup kawasan Hutan Produksi UB Forest, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara keseluruhan pada daerah pengamatan memiliki rezim lengas tanah udic dan rezim suhu tanah isohypertermik serta fisiografi yang berada di lereng tengah vulkan dengan bahan induk abu vulkan. Pengamatan dilakukan terhadap 4 titik, antara lain : 1. Titik pertama Pada titik petama berlokasi pada 99o dari utara atau 456 meter dari titik kumpul, koordinat UTM y=9133920 dan x=0675374, memiliki elevasi sebesar 1155 mdpl dengan topografi yang bergelombang, mempunyai drainase cepat dan terdapat erosi parit serta adanya vegetasi berupa pinus, jagung dan rerumputan. 2. Titik kedua Pada titik kedua berlokasi pada 95o dari utara atau 540 meter dari titik kumpul, koordinat UTM y=9133914 dan x=0675466, memiliki elevasi sebesar 1133 mdpl

18

dengan topografi berbukit, mempunyai drainase cepat dan terdapat erosi permukaan serta adanya vegetasi pinus, cabai, bebandotan dan rerumputan. 3. Titik ketiga Pada titik ketiga berlokasi pada 97o dari utara atau 630 meter dari titik kumpul, koordinat UTM y=9133937 dan x=0675570, memilki elevasi sebesar 1118 mdpl dengan topografi yang bergelombang agak berbukit, memunyai drainase yang cepat dan terdapat erosi permukaan serta adanya vegetasi pinus, kopi dan rerumputan. 4. Titik keempat Pada titik keempat berlokasi pada 107o dari utara atau 561 meter dari titik kumpul, koordinat UTM y=9133876 dan x=0675472, memiliki tingkat elevasi sebesar 1127 mdpl dengan topografi berombak, mempunyai drainase agak lambat dan terdapat erosi permukaan serta adanya vegetasi berupa pinus, cabai besar dan rerumputan. Sebagian besar lahan digunakan sebagai agroforestry dengan tanaman utama adalah pinus. 3.3 Karakteristik Tanah Karakteristik tanah yang terdapat disuatu daerah salah satunya dipengaruhi oleh bahan induk. Rahayu, et al. (2014) berpendapat bahwa sifat atau karakteristik suatu tanah sangat dipengaruhi oleh faktor pembentuk tanah. Berdasarkan keadaan di Dusun Sumber wangi Desa Donowari Kecamatan Karang Ploso bahwa didaerah tersebut merupakan kawasan yang berada di sekitar Gunung Arjuno yang masih aktif serta kawasan tersebut merupakan daerah bekas letusan gunung arjuno. Kondisi tanah serta karakteristik tanah yang berada di sekitar kawasan tersebut merupakan tanah yang berasal dari material vulkanik dan dengan begitu dapat diperkirakan bahwa daerah sekitaran wilayah tersebut pada umumnya memiliki karakteristik tanah andisol. Sukmawati (2011) berpendapat bahwa karakteristik tanah andisol terbentuk dari aktivitas dan bahan vulkanik. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada titik pertama dapat diketahui bahwa pada titik pertama memiliki karakteristik yaitu bertekstur lempung

19

berdebu dan liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak plastis, memiliki drainase yang sedang serta permeabilitas yang sedang. Pada titik kedua dapat diketahui bahwa karateristik tektur tanahnya yaitu lempung berdebu dan lempung liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat agak plastis dan lekat plastik, dengan tingkat drainase yang sedang serta memiliki tingkat permeabilitas yang sedang. Pada titik pengamatan ketiga dapat diketahui bahwa pada titik tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dan lempung dengan konsistensi tanah agak lekat dan juga agak plastis dengan tingkat drainase sedang serta memiliki permeabilitas yang sedang. Pada titik ke empat dapat diketahui bahwa karakteristik tanah pada titik tersebut memiliki tektur lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak plastis, memiliki drainase yang agak lambat dengan tingkat permeabilitas yang agak lambat.. 3.4 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 2002). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar yaitu pengunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 2000). Menurut Barlowe (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum

20

pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan. Pada fieldwork survei tanah dan evaluasi lahan dilakukan di kaki gunung Arjuno tepatnya di desa Sumberwangi, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Pada daerah yang diamati adalah kawasan hutan produksi yang didominasi dengan pohon pinus. Sehingga secara umum penggunaan lahan daerah ini adalah lahan non pertanian. Pengamatan dilakukan di 4 titik. Pada pengamatan titik ke-1 panggunaan lahanya yaitu lahan tegalan dengan vegetasi tanaman jagung serta pinus disekeliling lahan sebagai naungan. Pada titik ke-2 penggunaan lahan juga merupakan lahan tegalan dengan vegetasi tanaman cabai, semak, pisang dan pinus sebagai border. Pada titik ke-3 penggunaan lahanya adalah agroforestri dengan vegetasi tanaman pinus dan kopi, serta pada pengamatan ke-4 penggunaan lahanya adalah tegalan dengan vegetasi cabai (mulsa) dan pinus sebagai border. Berdasarkan uraian pengamatan ke-4 titik dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan di daerah UB Forest desa Sumberwangi merupakan lahan hutan produksi yang tersebar di beberapa lokasi. Dapat disebut sebagai huta produksi karena dalam UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan produksi guna optimalisasi lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Maka kawasan hutan memiliki fungsi produksi yang secara ekonomi mampu memberikan kesejahteraan masyarakat dengan luasan yang cukup dan mampu memberikan hasil produksi secara berkelanjutan. Hal ini menunjukan adanya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al., 2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat

21

bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (2004) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. 3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survey Dalam pembuatan peta ditemukan sebaran sebaran SPT. Berikut merupakan sebaran SPT dalam peta SPL. No 1

Nama SPT Konsosiasi TH

Sebaran SPT 1,2,4,5,8,10,12,

Titik Pengamatan C1, D1.1, H2.3, F1.4, F1.1, E2.2

13,14,15,17,18

E2.4, L1.1, P1.1, J2.4, J2.3, G2.3 L2.1, L2.4, B1.1, K2.1, B2.1, J1.1 M1.4, Q2.3, Q2.4, B1.4, B1.3, P1.4, L1.4, J2.2, I1, I2, I3, I4, A1.1, G2.1, G2.2, B2.3, B2.4, A2.4, P2.4, D2.1, D2.2, D2.3, D2.4, K1.4, Q1.4, K1.3, M1.1, L2.3, E1.4, L2.2,

2

3

Kompleks Typic Humudepts, Typic Dystrudepts, Andic Dystrudepts, Pachic Humudepts

3

Kompleks Typic Humudepts,

6

K2.4, K2.3, G1.1, B1.2, Q2.2

Typic Dystrudepts, Typic Hapludolls

4

Asosiasi Typic Humudepts,

11

Typic Dystrudepts

5

Asosiasi Typic Humudepts, Typic Hapludolls

A1.4, G2.4, A1.2, A1.3, K2.2,

7

B2.2, J1.2, N2, N1, Q1.2, Q1.1 A2.3, A2.2, D1.2, P2.1, P2.2, P2.3 H2.2, O4, H2.4, O1, O3, J1.3, E1.3 E1.1, E1.2, N3, H1.2, H1.1, N4, C.4, C.2, C.3, D1.4, D1.3, H2.4, F1.3 G1.4, G1.2, O2, K1.2, K1.1, Q1.3, H1.1, H1.3, H1.4, M2.4, M2.3, M2.2 M2.1 F1.2, G1.3, E2.1, Q2.1, F2.3, L1.2, L1.3, P1.2, P1.3

Dari hasil pengelompokkan sebaran SPT pada UB forest. Didapatkan hasil yang dominan merupakan konsosiasi Typic Humudepts. Yang tersebar di 12 SPL. Kemudian pada di 4 SPL lainnya terdapat 4 SPT yang berbeda. Pada SPL 3 terdapat SPT Kompleks Typic Humudepts, Typic Distrudepts, Andic Dystrudepts, Pachic

22

Humudepts. Kemudian pada SPL 6 terdapat SPT Kompleks Typic Humudepts, Typic Dystrudepts, Typic Hapludolls. Pada SPL 11 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts, typic dystrudepts. Dan terakhir pada SPL 7 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts, Typic Hapludolls

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi Tanah 4.1.1 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 1 Pada titik pertama terletak pada hutan produksi dengan tanaman jagung, kopi dan pinus pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat minipit dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi, warna tanah, struktur tanah, tekstur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah, kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut : Tabel 7.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) Penampang

Horizon Ap (0 – 18/20) cm

A (18/20 – 29/34) cm

Bw1 (29/34 – 50) cm

Bw2 (50 – 90) cm Bw3 (90 – 110) cm Bw4 (110 – 135) cm

Deskripsi Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung berdebu; gumpal membulat ; sangat gembur, basah ; agak lekat; agak plastis, pori ; makro sedikit, akar ;halus biasa ; baur; ombak Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung berdebu; gumpal membulat; gembur, basah ; agak lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit, akar ; halus; biasa; baur; rata Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung liat berdebu; remah; sangat gembur, basah; agak lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit; halus; sedang; baur; rata Hitam (10YR 2/1) Lembab ; lempung berdebu, basah ; agak lekat; agak plastis Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab; lempung, basah; lekat; plastis Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab ; lempung liat berdebu, basah ; lekat; plastis

24

Pada titik pengamatan G2.1 terdapat enam horizon dengan kedalaman 0-135 cm. Keenam horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan empat kali pemboran. Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4. Warna pada masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat sangat gelap (10YR 2/2), hitam (10YR 2/1), hitam (7,5YR 2/1), coklat gelap (7,5YR 3/3), dan coklat gelap (7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon Ap dan A adalah lembung berdebu sedangkan tekstur pada horizon Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4 adalah lempung. Kelekatan pada horizon Ap, A Bw1 dan Bw2 tergolong agak lekat dan horizon Bw3, dan Bw4 tergolong lekat sedangkan plastisitas pada horizon Ap, A, Bw1 dan Bw2 tergolong agak plastis dan pada horizon Bw3, dan Bw4 tergolong plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pada horizon Ap, A, dan Bw1 adalah sedikit. Topografi dan kejelasan pada horizon pertama adalah berombak dan baur, sedangkan pada horizon kedua dan ketiga adalah rata dan baur. Pada horizon Bw2, Bw3 dan Bw4 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon. 4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 2 Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman jagung, kopi dan pinus pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat minipit dan pengeboran. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

25

Tabel 8.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) Penampang Horizon A1 (0 - 9/12) cm

Deskripsi Hitam (10YR 2,5/1) Lembab ; lempung

berdebu;

gumpal

bersudut; gembur, basah; agak lekat; agak plastis, pori ; meso; sedang; biasa; sedang; baur; ombak A2 (9/12 – 20/22)cm

Coklat

tua

(7,5YR

3/2)

Lembab ; lempung berdebu; gumpal

bersudut;

gembur,

basah ; lekat; plastis, pori ; meso; sedang; sedikit; sedikit; halus; baur; ombak Bw

Coklat sangat gelap (7,5YR

20/22 – 50 cm

2/2) Lembab; lempung liat berdebu; gumpal membulat; gembur, basah; lekat; plastis, pori ; meso ; sedang; banyak; sedikit; halus; baur; ombak

Bw1 (50 – 90) cm

Coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3) Lembab; lempung liat berdebu; basah; agak lekat; agak plastis.

Bw2

Coklat sangat gelap (10YR

(90 – 135)cm

2/2) Lembab; lempung liat berdebu; basah; lekat; agak plastis.

26

Pada titik pengamatan G2.2 terdapat lima horizon dengan kedalaman 0-135 cm. Kelima horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran. Horizon tersebut adalah horizon A1, A2, Bw, Bw1, dan Bw2. Warna pada masingmasing horizon adalah hitam (7,5YR 2,5/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat sangat gelap (7,5YR 2/2), coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3), dan coklat sangat gelap (10YR 2/2). Tekstur pada horizon A1, dan A2 adalah lembung berdebu sedangkan tekstur pada horizon Bw, Bw1, dan Bw2 adalah lempung liat berdebu. Kelekatan pada horizon A1 dan Bw1 tergolong lekat dan horizon A2, Bw, dan Bw2 tergolong agak lekat sedangkan plastisitas pada horizon A1, Bw1, dan Bw2 tergolong plastis dan pada horizon A2, dan Bw tergolong agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori meso dengan ukuran sedang, dengan jumlah pada horizon A1, A2, dan B adalah biasa, sedikit, dan banyak. Pada horizon A1 jumlah perakaran sedang tergolong biasa sedangkan pada horizon A2 dan B tergolong sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah berombak dan baur. Pada horizon Bw1 dan Bw2 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon. 4.1.3 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 3 Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman kopi pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat minipit dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi, warna tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah, kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

27

Tabel 9.Hasil pengamatan titik 3 (G2.3) Penampang Horizon A (0–12/19cm)

Deskripsi Hitam (10YR 2/1 ) lembab; lempung

berdebu;

gumpal

sangat

gembur

membulat;

(lembab); agak lekat; agak plastis (basah) ;pori makro banyak;

perakaran

halus

biasa; jelas; ombak Bw1 (12/19–50 cm)

Cokla lembab;

tua

(7,5YR

lempung;

membulat;

sangat

3/2)

gumpal gembur

(lembab); agak lekat, agak plastis (basah); pori makro banyak;

perakaran

halus

sedikit; jelas; ombak Bw2

Coklat gelap (7,5YR 2/2)

(50 - 105 cm)

lembab; lempung berliat; agak lekat, agak plastis (basah)

Bw3 (105 –143 cm)

Coklat

tua

(7,5YR

3/3)

lembab; lempung; agak lekat, agak plastis (basah)

Pada titik pengamatan G2.2 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-143 cm. Keempat horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran. Horizon tersebut adalah horizon A, Bw1, Bw2 dan Bw3. Warna pada masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat gelap (7,5YR 2/2), coklat tua (7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon A adalah lempung berdebu, Bw1 adalah lempung, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah lempung. Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat sedangkan plastisitas adalah

28

agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pori banyak. Pada horizon A dan Bw1 yang diamati melalui minipit masing-masing memiliki perakaran halus banyak dan sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon. Untuk horizon pertama diberi nama A karena terbentuk pada permukaan atas tanah, serta tidak terdapat struktur batuan asli dan menunjukkan akumulasi bahan organik yang terhumufikasi terlihat dari warna tanah yang gelap serta pada horizon tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan. Lapisan tanah dengan kedalaman 12/19 cm hingga 143 cm termasuk horizon Bw karena perubahan warna hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari horizon sebelumnya. Pemberian imbuhan w karena pada tiap lapisan memiliki perubahan pada warna dan tekstur. Berdasarkan hasil pengamatan diatas didapatkan bahwa perbedaaan tiap horizon banyak terdapat pada warna. Perbedaan warna yang terdapat pada tiap horizon dikarenakan, terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi intensitas warna, seperti kadar lengas tanah, kadar bahan organik, dan kadar mineral (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2008). 4.1.4.Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 4 Pada titik pertama terletak pada lahan yang miring, dengan tanaman cabai pada titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan melakukan minipid dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi, warna tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah, kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

29

Tabel 10.Hasil pengamatan titik 4 (G2.4) Penampang Horizon Ap (0–12/15cm)

Deskripsi Coklat gelap (10 YR 2,5/2 ) lembab; lempung; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis banyak;

(basah)

;

meso

perakaran

halus

biasa; jelas, ombak A (12/15-22/28cm)

Hitam

(7,5

YR

2,5/1)

lembab; lempung; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis

(basah);

meso

banyak;

perakaran

halus

sedikit; jelas, ombak Bw1

Coklat (7,5 YR 4/4) lembab;

(22/28 – 50 cm)

lempung berdebu; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis

(basah);

meso

banyak;

perakaran

halus

sedikit; jelas, ombak Bw2

Coklat gelap (7,5 YR 4/6)

(50 - 115 cm)

lembab; lempung berliat; agak lekat, agak plastis (basah)

Bw3

Coklat (10 YR 4/4) lembab;

(115-135 cm)

lempung liat berdebu; agak lekat, agak plastis (basah)

30

Pada titik pengamatan G2.4 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-135 cm. Horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran. Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, dan Bw3. Warna pada masingmasing horizon adalah coklat gelap (10YR 2,5/2), hitam (7,5YR 2,5/1), coklat (7,5YR 4/4), coklat gelap (7,5YR 4/6). Tekstur pada horizon Ap adalah lempung,A adalah lempung, Bw1 adalah lempung berdebu, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah lempung liat berdebu. Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat sedangkan plastisitas adalah agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori meso dengan jumlah pori banyak. Pada horizon Ap yang diamati melalui minipit memiliki perakaran halus dengan jumlah biasa. Sementara pada horizon A dan Bw1 memiliki perakaran halus dengan jumlah yang sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon. Horizon pertama diberi nama Ap karena titik ini merupakan lahan budidaya cabai, dimana pada lahan tersebut dilakukan pengolahan untuk mendapatkan hasil budidaya yang maksimal. Untuk horizon kedua diberi nama A karena sifatnya sama dengan horizon diatasnya dan pada horizon tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan.

Selanjutnya, lapisan dengan kedalaman 22/28 cm hingga 135 cm termasuk horizon B karena perubahan warna hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari horizon A. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2008) horizon B memiliki horizon yang mempunyai value warna lebih rendah, kroma lebih tinggi, atau hue lebih merah (terang) dari horizon diatasnya atau dibawahnya. 4.2 Klasifikasi Tanah 4.2.1 Epipedon dan Endopedon Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapang, diperoleh hasil bahwa epipedon dan endopedon pada 4 titik pengamatan adalah sebagai berikut:

31

Tabel 11.Epipedon dan Endopedon No. Pedon Epipedon G2.1 Umbrik G2.2 Umbrik G2.3 Umbrik G2.4 Umbrik

Endopedon Kambik Kambik Kambik Kambik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada titik G2.1, G2.2, G2.3, dan G2.4 epipedonnya umbrik. Titik G2.1 dapat dikatakan memiliki epipedon umbrik karena horizon permukaan memiliki tebal 18 cm, nilai value 2 dan kromanya 1 dan memiliki pH tanah 6. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ciri – ciri ketebalan bagian atas tanah setebal ≤ 18 cm, nilai value lembab ≤ 3, nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai KB < 50%. Di titik G2.1 ini didapatkan pH 6 yang tergolong pH asam. Melalui pendekatan pH yang tergolong asam ini maka kejenuhan basa menjadi rendah sehingga memiliki nilai < 50%. Pernyataan ini didukung dengan Panjaitan (2015) menyatakan bahwa apabila nilai pH tanah asam maka nilai kejenuhan basa kurang dari 50%. Titik G2.2 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas memiliki ketebalan 0 – 20/22 cm, value 2,5 dan kroma 1 dan memiliki pH 6. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ketebalan lapisan tanah bagian atas minimal 18 cm. Value warna, lembab ≤ 3 dan begitu pula pada kroma yaitu ≤ 3. Selain itu memiliki nilai KB < 50%. Berdasarkan data pH yang telah didapatkan tergolong pada tanah yang asam sehingga memiliki KB < 50%. Penilaian tersebut didapatkan melalui pendekatan pH, jika tanah asam maka kejenuhan basa tanah rendah. Titik G2.3 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas dengan ketebalan 0 – 12/19 cm. Value tanah tersebut 2 dengan kroma 1. pH yang didapatkan setelah diukur melalui metode universal yaitu 7. pH tersebut masih tergolong asam sehingga jika dilakukan pendeketan pada pH maka KB < 50%. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ciri –

32

ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan nilai value lembab ≤ 3 dan nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai KB < 50%. Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh, ketebalannya yaitu 0 – 22/28 cm. Value yang diperoleh 2,5 dan kromanya 2. pH yang didapatkan setelah diukur melalui metode universal yaitu 7 sehingga tanah memiliki KB < 50%. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ciri – ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan nilai value lembab ≤ 3 dan nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai KB < 50%. Endopedon yang didapatkan yaitu endopedon kambik pada titik G2.1, G2.2, G2.3, dan G2.4. Disebut sebagai endopedon kambik karena adanya perkembangan struktur pada titik 1 hingga titik 4 yaitu berstruktur gumpal membulat dan tidak ditemukannya adanya eluviasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu, et al. (2014) bahwa horizon penciri bawah (endopedon) dikategorikan ke dalam endopedon kambik karena telah mengalami perkembangan struktur tanah, tidak adanya proses eluviasi liat, serta kandungan pasir yang meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. Titik G2.1 dapat dikatakan memiliki endopedon kambik karena horizon permukaan memiliki tebal 25 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus. Pernyataan ini didukung oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik. Titik G2.2 memiliki endopedon kambik karena memiliki ketebalan 45 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau

33

yang lebih halus. Pernyataan ini didukung oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik. Titik G2.3 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas dengan ketebalan 38 cm dan memiliki tektur lempung. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus. Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh, ketebalannya yaitu 20 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus. 4.2.2

Klasifikasi Ordo hingga Subgrup

Tabel 12. Klasifikasi Ordo hingga Subgrup Titik

Ordo

Sub ordo

Grup

Subgrup

1

Inceptisols

Udepts

Humudepts

Typic Humudepts

2

Inceptisols

Udepts

Humudepts

Typic Humudepts

3

Inceptisols

Udepts

Humudepts

Typic Humudepts

4

Inceptisols

Udepts

Humudepts

Typic Humudepts

pengamatan

Berdasarkan data dari 4 titik pengamatan, telah diklasifikasikan bahwa ke-4 titik tersebut memiliki klasifikasi yang sama, yaitu Ordo: Inceptisols, Sub Ordo: Udepts, Grup: Humudepts, serta Subgrup: Typic Humudepts. Penjelasan mengenai Ordo-Subgrup sebagai berikut:

34

1. Ordo : Inceptisols Inceptisols (Terdapat horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral dengan batas bawah pada kedalaman 25 cm atau lebih). Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada titik 1 memiliki epipedon umbrik dan endopedon kambik. Sedangkan pada KTT tanah yang memiliki ordo inceptisol memiliki ciri – ciri memiliki epipedon umbrik dan mengandung 50 % atau lebih lapisan-lapisan yang terletak diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 50 cm. Tanah dengan horizon bawah penciri kambik, telah terdapat proses pembentukan tanah alterasi, seperti terbentuknya struktur, kenaikan liat pada horizon B, perubahan warna horizon B (hue dan chroma bertambah tinggi), terbentuknya epipedon mollik, umbrik, histik. 2. Sub ordo : Udepts Dari klasifikasi yang kami lakukan berdasarkan buku KTT menunjukkan bahwa ordo inceptisols yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik sehingga termasuk subordo Udepts. 3. Grup : Humudepts Berdasarkan buku KTT klasifikasi Grup termasuk Humudepts karena memiliki epipedon umbrik dan karena tidak ditemukan kontak litik pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah. 4. Subgroup : Typic Humudepts Typic : tidak menunjukkan adanya sifat-sifat tambahan yang nyata selain sifatsifat dasar yang dimiliki great groupnya. Atau tidak menandakan adanya campuran dari tanah lain (Rayes. 2007). Dari buku KTT Typic Humudepts : humudepts yang memiliki epipedon umbrik dan epipedon kambik. 4.3 Kemampuan Lahan Kalsifikasi kemampuan lahan digunakan untuk mengetahui kelas kemampuan lahan pada tiap titik yang di survei. Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secar umum tana menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan

35

pengelolaannya (Rayes, 2007). Untuk menentukan kelas kemmapuan lahan ini menggunakan metode matching. Berikut data kelas kemampuan lahan pada titik yang diamati: Tabel 13.Kemampuan Lahan Titik G2.1 Faktor Penghambat/ Data Pembatas Lereng 15% Tingkat erosi Ringan Kedalaman tanah 135 cm Tekstur lapisan atas Lempung berdebu Tekstur lapisan bawah Lempung liat berdebu Permeabilitas Sedang Drainase Agak baik Kerikil / bebatuan Tidak ada Bahaya banjir Tidak ada Kelas Sub kelas

Sub Kelas e e s s s

Kelas

w w s w

III III I I III III e,s,w

III II I III II

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur lapisan atas, permeabilitas, dan drainase sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kelerengan miring 15%, tekstur lapisan atas lempung berdebu, permeabilitas sedang, dan drainase agak baik. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana < 25% lapisan atas hilang dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu antara > 90 cm, sehingga faktor erosi dan kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori t2 karena memiliki tekstur lempung liat berdebu, sehingga masuk kedalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan permeabilitasnya yang sedang (2,0-6,25 cm/jam) masuk kedalam kelas III.

36

Tabel 14.Kemampuan Lahan Titik G2.2 Faktor Penghambat/ Data Pembatas Lereng 25% Tingkat erosi Ringan Kedalaman tanah 135 cm Tekstur lapisan atas Lempung berdebu Tekstur lapisan bawah Lempung liat berdebu Permeabilitas Sedang Drainase Agak baik Kerikil / bebatuan Tidak ada Bahaya banjir Tidak ada Kelas Sub kelas

Sub Kelas e e s s s

Kelas

w w s w

III III I I IV IV e

IV II I III II

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e dan termasuk pada kelas kemampuan lahan IV karena memiliki kelerengan yaitu miring 15-30%, tepatnya 25%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana < 25% lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas II dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu antara >90 cm, sehingga kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena keduanya memiliki tekstur lempung berdebu dan lempung liat berdebu, sehingga masuk kedalam kelas kemampuan lahan III dan II, sama halnya dengan permeabilitasnya yang sedang (0,52,0 cm/jam) termasuk ke dalam kelas III, tidak terdapatnya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang sedang atau agak baik dimana tanah beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat bercak-bercak kuning, cokelat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah), termasuk dalam kelas III kemampuan lahan.

37

Tabel 15.Kemampuan Lahan Titik G2.3 Faktor Penghambat/ Data Pembatas Lereng 15% Tingkat erosi Ringan Kedalaman tanah 143 cm Tekstur lapisan atas Lempung berdebu Tekstur lapisan bawah Lempung Permeabilitas Sedang Drainase Agak baik Kerikil / bebatuan Tidak ada Bahaya banjir Tidak ada Kelas Sub kelas

Sub Kelas e e s s s w w s w

Kelas III II I III III III III I I III III e,s,w

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah, permebilitas, dn drainase sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kelerengan miring yaitu 15-30%, tepatnya 15%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana < 25% lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas kemampuan lahan II dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori t3 karena keduanya memiliki tekstur lempung berdebu,

sehingga

masuk

kedalam

kelas

kemampuan

lahan

III.

Untuk

permeabilitasnya yang sedang (0,5-2,0 cm/jam) termasuk kelas kemampuan lahan III, tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang sedang atau agak baik dimana tanah beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat bercak-bercak kuning, cokelat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah), termasuk dalam kelas III kemampuan lahan.

38

Tabel 16.Kemampuan Lahan Titik G2.4 Faktor Penghambat/ Data Pembatas Lereng 7.8% Tingkat erosi Ringan Kedalaman tanah 135 cm Tekstur lapisan atas Lempung Tekstur lapisan bawah Lempung liat berdebu Permeabilitas Agak lambat Drainase Baik Kerikil / bebatuan Tidak ada Bahaya banjir Tidak ada Kelas Sub kelas

Sub Kelas e e s s s

Kelas

w w s w

II II I I III III s

II II I III II

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa tekstur lapisan atas sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas s dan termasuk pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kategori tekstur tanah t3 yang bertekstur lempung liat berdebu. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana <25% lapisan atas hilang, sehingga kelas kemampuan lahannya adalah II dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena keduanya memiliki tekstur lempung dan lempung liat berdebu sehingga masuk kedalam kelas kemampuan lahan III dan II. Untuk permeabilitasnya yang agak lambat (0,5-2,0 cm/jam) termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya baik dimana tanah beraerasi baik di daerah perakaran, seluruh profil tanah dari atas sampai bawah > 150 cm, berwarna terang yang seragam, dan tidak terdapat karatan termasuk dalam kelas kemampuan lahan II.

39

4.4 Keseusaian Lahan Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). 4.4.1

Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian lahan aktual merupakan kesesuaian lahan saat ini (current

suitability) atau kesesuaian lahan alami. Menurut Rayes (2007), kesesuaian lahan aktual (saat sekarang) menunjukkan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang tanpa ada perbaikan yang berarti. Berikut merupakan kesesesuaian lahan aktual pada berbagai komoditas. Masing-masing komoditas memiliki kesesuain yang berbeda. Tabel 17.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Kopi Arabika No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

1870,26

S2

Sedang

S2

Lempung Berdebu

S1

135

S1

42.20 23 6 5.97

S1 S3 S1 S1

-

-

-

-

15% Ringan

S2 S2

F0

S1

<5

S1 S S2 S3 tc,nr

40

Pada titik satu untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Kemudian pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, C-organik kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3. Pada bahaya erosi, kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc dan nr. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian dan retensi hara.

41

Tabel 18.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Wortel No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual 1 Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) 22,80 S3 harian 2 Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) 623,42 S3 Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) 3 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Sedang S2 4 Media perakaran (rc) Tekstur Lempung Berdebu S1 Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) 135 S1 5 Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) 42.20 S1 Kejenuhan basa (%) 23 S2 pH H2O 6 S1 C-organik (%) 5.97 S1 6 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) 7 Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) 8 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) 15% S2 Bahaya erosi Ringan S2 9 Bahaya banjir (fh) Genangan F0 S1 10 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) <5 S1 Singkapan batuan (%) Ordo S Kelas S3 Sub kelas S3 tc, wa, Pada titik satu untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Kemudiaan pada ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya

42

S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S dengan kelas kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc, wa dan nr. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel yaitu berupa temperatur rerata harian, curah hujan. Tabel 19.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Terong No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S1

623,42

S1

Sedang

S2

Lempung Berdebu

S1

135

S1

42.20 23 6 5.97

S1 S2 S1 S1

-

-

-

-

15% Ringan

S2 S2

F0

S1

<3

S1 S S2 S2 oa, nr, eh

Pada titik satu untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase

43

kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S2, dan sub kelas kesesuaian S2 oa, nr, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu berupa drainase, kejenuhan basa, lereng dan bahaya erosi. Tabel 20.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Kopi Arabika No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

1870,26

S2

Sedang

S2

Lempung Liat Berdebu

S1

135

S1

42.20 23 7 5.97

S1 S3 S2 S1

-

-

-

-

25% Ringan

S3 S2

F0

S1

<5

S1 S S3 S3 tc,nr,eh

44

Pada titik dua untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian dan lereng dan retensi hara. Tabel 21.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Wortel No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

623,42

S3

Sedang

S2

Lempung Liat Berdebu

S1

135

S1

42.20 23 7 5.97

S1 S2 S1 S1

-

-

-

-

25% Ringan

S3 S2

F0

S1

<5

S1 S S3 S3 tc,wa,eh

45

Pada titik dua untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3, tc wa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel yaitu berupa temperatur curah hujan, kelerengan. Tabel 22.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Terong No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S1

623,42

S1

Sedang

S2

Lempung Liat Berdebu

S1

135

S1

42.20 23 7 5.97

S1 S2 S1 S1

-

-

-

-

25% Ringan

S3 S2

F0

S1

<3

S1 S S3 S3 eh

46

Pada titik dua untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3 eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu berupa lereng. Tabel 23.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Kopi Arabika No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

1870,26

S2

Sedang

S2

Lempung

S1

143

S1

26.21 41 7 2.36

S1 S1 S1 S1

-

-

-

-

15% Ringan

S2 S2

F0

S1

<3

S1 S S3 S3 tc

47

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman kopi robusta kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH

kesesuaiannya S1, c organic

kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3 tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian. Tabel 24.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Wortel No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

623,42

S3

Sedang

S2

Lempung

S1

143

S1

26.21 41 7 2.36

S1 S1 S1 S1

-

-

-

-

15% Ringan

S2 S2

F0

S1

<5

S1 S S3 S3 tc, wa

48

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel yaitu berupa temperartur rerata harian dan curah hujan. Tabel 25.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Terong No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S1

623,42

S1

Sedang

S2

Lempung

S1

143

S1

26.21 41 7 2.36

S1 S1 S1 S1

-

-

-

-

15% Ringan

S2 S2

F0

S1

<5

S1 S S2 S2 oa, eh

49

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas kesesuaian S2, oa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu berupa drainase, lereng, dan bahaya erosi. Tabel 26.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Kopi Arabika No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

1870,26

S2

Agak lambat

S2

Lempung

S1

135

S1

41.61 27 7 5.89

S1 S3 S2 S1

-

-

-

-

7,80% Ringan

S2 S2

F0

S1

<5

S1 S S3 S3 tc, nr

Pada titik empat untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian

50

kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur tanah dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3-tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian dan retensi hara. Tabel 27.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Wortel No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S3

623,42

S3

Agak lambat

S1

Lempung

S1

135

S1

41.61 27 7 5.89

S1 S2 S2 S1

-

-

-

-

7,80% Ringan

S1 S2

F0

S1

<5

S1 S S3 S3 tc, wa

51

Pada titik empat untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3, tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel yaitu suhu rerata harian dan curah hujan. Tabel 28.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Terong No 1 2

3 4

5

6 7 8

9 10

Faktor Pembatas Temperatur (0C) Temperatur rerata (0C) harian Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Lama masa kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Ordo Kelas Sub kelas

Data

Kelas Aktual

22,80

S1

623,42

S1

Agak lambat

S1

Lempung

S1

135

S1

41.61 27 7 5.89

S1 S2 S2 S1

-

-

-

-

7,80% Ringan

S1 S2

F0

S1

<5

S1 S S2 S2 eh

52

Pada titik empat untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas kesesuaian S2 eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu berupa bahaya erosi. Berdasarkan data hasil pengkelasan kesesuaian lahan aktual utuk tanaman kopi arabika secara umum didapatkan kelas N dengan faktor pembatas bahaya erosi, kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan kelas S3 dengan faktor pembatas temperatur rerata harian, curah hujan, dan retensi hara, kesesuaian lahan aktual terong didapatkan S3 dengan faktor pembatas bahaya erosi, dan retensi hara. 4.4.2

Kesesuaian Lahan Potensial

A. Kesesuaian lahan potensial tanaman Kopi Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika.

53

Tabel 29.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.1 Persyaratan Data Potensial penggunaan Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

1870.26

S1

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

6

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S2

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

15%

S1

Bahaya Erosi

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc, nr dengan faktor pembatas retensi hara dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki

54

kelas kesesuaiannya adalahretensi harasehingga kelas kesesuaiannya potensial menjadi S3tc Tabel 30.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.2 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

1870.26

S1

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Agak halus

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S2

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

25%

S2

Erosi (e)

Ringan

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr,eh dengan faktor pembatas temperature, retensi hara dan kelerengan. Karakteristik lahan yang

55

dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kelerengan, sedangkan yang dapat diperbaiki yaitu kelerengan dan retensi hara sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc Tabel 31.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.3 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

1870.26

S1

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

2,36

S1

Kejenuhan basa (%)

41

S1

KTK

26,21

S1

Lereng (%)

15%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

56

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc dengan faktor pembatas temperature. Karakteristik lahan tersebut tidak bisa diperbaiki sehingga kesesuaian tanaman kopi adalah S3tc. Tabel 32.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopiarabika G2.4 Persyaratan penggunaan

Data

Potensial

1870.26

S1

22.80

S3

Agak lambat

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,89

S1

Kejenuhan basa (%)

27

S2

KTK

41,61

S1

Lereng (%)

7,8%

S2

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm) Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr dengan

57

faktor pembatas temperature dan kejenuhan basa. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kejenuhan basa sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc. B. Kesesuaian lahan potensial tanaman Wortel Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman wortel Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S2

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Agak halus

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

6

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S1

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

15%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

58

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc,wa dengan faktor pembatas ketersediaan air dantemperature. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki yaitu ketersediaan air dan yang tidak dapat diperbaiki yaitu temperature sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc. Tabel 34.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.2 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S2

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Agak halus

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S1

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

25%

S2

Erosi (e)

Ringan

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S2

Subkelas

S3tc

59

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc, wa, eh dengan faktor pembatas ketersediaan air, temperature, kelerengan. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah ketersediaan air dan kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc, Tabel 35.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.3 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S2

22.80

S3

Sedang

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

2,36

S1

Kejenuhan basa (%)

41

S1

KTK

26,21

S1

Lereng (%)

15%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

60

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc,wa dengan faktor pembatas ketersediaan air dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki yaitu ketersediaan air dan yang tidak dapat diperbaiki yaitu temperature sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc. Tabel 36.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.4 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S2

22.80

S3

Agak lambat

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,89

S1

Kejenuhan basa (%)

27

S1

KTK

41,61

S1

Lereng (%)

7,80%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S3

Subkelas

S3tc

61

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc, wa dengan faktor pembatas ketersediaan air, dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah ketersediaan air dan kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc. C. Kesesuaian lahan potensial tanaman terung Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman terung Tabel 37.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.1 Persyaratan penggunaan

Data

Potensial

623.42

S1

22.80

S1

Sedang

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

6

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S1

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

15%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm) Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S1

Subkelas

S1

62

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terungadalah S2oa,nr,eh dengan faktor pembatas ketersediaan oksigen, kelerengan dan retensi hara. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki yaitu ketersediaan oksigen, kelerengan dan retensi harasehingga kelas kesesuaiannya menjadi S1. Tabel 38. Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.2 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S1

22.80

S1

Sedang

S1

Tekstur

Agak halus

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,97

S1

Kejenuhan basa (%)

23

S1

KTK

42,20

S1

Lereng (%)

25%

S2

Erosi (e)

Ringan

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Ordo

S

Kelas

S2

Subkelas

S2eh

63

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terungadalah S3eh dengan faktor pembatas kelerengan.Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S2eh. Tabel 39.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.3 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S1

22.80

S1

Sedang

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

2,36

S1

Kejenuhan basa (%)

41

S1

KTK

26,21

S1

Lereng (%)

15%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

<5

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%) Ordo

S

Kelas

S1

Subkelas

S1

64

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terung adalah S2oa,eh dengan faktor pembatas ketersediaan oksigen, dan kelerengan. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki yaitu ketersediaan oksigen, kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S1. Tabel 40.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.4 Persyaratan penggunaan Data Potensial Ketersedian air (wa) Curah Hujan (mm)

623.42

S1

22.80

S1

Agak Lambat

S1

Tekstur

Sedang

S1

Kedalaman tanah (cm)

>150 cm

S1

pH tanah

7

S1

C-organik

5,89

S1

Kejenuhan basa (%)

27

S1

KTK

41,61

S1

Lereng (%)

7,80%

S1

Erosi (e)

Rendah

S1

Bahaya banjir (fh)

F0

S1

Temperature (tc) Suhu rata-rata (0C) Ketersedian Oksigen (oa) Drainase tanah Media Prakaran (rc)

Retensi hara(nr)

Bahaya erosi (eh)

Ordo

S

Kelas

S1

Subkelas

S1

65

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terung adalah S2eh dengan faktor pembatas erosi. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah erosi sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S1. Berdasarkan hasil pengkelasan kesesuaian lahan potensial berturut - turut secara umum untuk tanaman kopi,wortel,terung didapatkan kesesuaian kelas potensial yaitu Neh, S3tc, S2nr. Berdasarkan penilaian kelas kesesuaian lahan terhadap empat titik pengamatan menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi, wortel dan terung memiliki faktor pembatas temperature, retensi hara, ketersediaan oksigen, ketersediaan air dan kelerengan. Masing-masing nilai kelerengan di lima titik sebagai berikut 15%, 25%, 15%, 7,8%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus (2016) syarat tumbuh tanaman kopi adalah lokasi tumbuh tanaman berada pada kemiringan tanah kurang dari 30 %. Menurut Rayes (2007) pada kelas kesesuaian lahan yang mempunyai pembataspembatas yang lebih besar tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal seperti kelerengan yang cukup curam. Pembatas dapat mengurangi produksi dan keuntungan ketika diupayakan pengolahan untuk meningkatkan kelas kesesuaiannya. Nilai kelerengan yang tinggi menyebabkan bahaya erosi semakin besar. Menurut Soleh (2000), semakin besar tingkat kemiringan semakin besar pula erosi yang akan terjadi. Faktor pembatas lereng berpotensi untuk diperbaiki kelas kesesuaianya secara vegetatif maupun secara teknis. Menurut Permentan No. 47 Tahun 2006, penanggulangan wilayah yang berlereng adalah dengan menggunakan pendekatan vegetasi. Sedangkan menurut Tampubolon dan Manaor (2012), masalah kemiringan lereng dapat ditanggulangi dengan pembuatan teras. Masalah mengenai ketersediaan air terjadi karena curah hujan yang tidak mencukup kebutuhan air tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan cara irigasi. Menurut Effendy (2011), air irigasi dapat diberikan secara terus – menerus dan mencukupi untuk mengganti kekurangan air karena berkurangnya air hujan yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Masalah mengenai temperature dan tekstur tanah yang menjadi faktor pembatas tidak dapat diatasi.Hal ini terjadi karena temperature suatu lahan tidak

66

dapat diubah. Menurut Sitorus (2016) Karakteristik lahan yang sulit atau tidak bisa diubah tetapi mempengaruhi pertumbuhan tanaman salah satunya temperature dan tekstur tanah. 4.4.3

Rekomendasi Pada lahan tempat dilakukan pengamatan, didapatkan data mengenai

karakteristik dan kemampuan lahan. Komoditas utama yang ditanam pada lahan tersebut, yaitu kopi,wortel dan terung memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan membutuhkan lahan dengan kondisi yang berbeda-beda juga. Di lahan tersebut, dijumpai beberapa faktor pembatas yang menyebabkan lahan tersebut kesesuaiannya menurun dan kurang cocok untuk ditanami komoditas tertentu. Beberapa faktor pembatas tersebut dilakukan usaha perbaikan (permanen) dan beberapa dapat dilakukan usaha perbaikan (dinamis) untuk memperbaiki lahan agar sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan pada tanaman. Usaha untuk memperbaiki faktor pembatas ini dapat dikelompokkan berdasarkan kesesuaian potensial lahan. Titik 1 Kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas. Subkelas kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr, yang berarti kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur dan retensi hara. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan kapur pertanian pada saat pengolahan tanah untuk menaikkan pH tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013), salah satu upaya untuk menaikkan pH tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 1 setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc. Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 1 ini juga memiliki faktor pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 1 adalah S3 tc, wa, yang berarti adanya faktor pembatas temperatur dan ketersediaan air pada lahan tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh

67

iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat dilakukan, karena ketersediaan air adalah faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Setiapermas dan Zamawi (2010) berpendapat bahwa ketersediaan air yang tidak memadai dapat diatasi dengan pembuatan rencana tanam dan pola tanam, menyiapkan benih yang toleran terhadap kekeringan, menyiapkan infrastruktur irigasi dan memanfaatkan sumberdaya alternatif dan menyusun program pemakaian air yang efisien. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S3 tc. Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 1 memiliki subkelas kesesuaian lahan S2oa,nr,eh yang berarti faktor pembatas pada titik 1 berupa ketersediaan

oksigen,

retensi

hara,

dan

tingkat

kelerengan.

Ketersediaan

oksigen,retensi hara dan tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh manusia. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk ketersediaan air adalah dengan membuat irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Ketersediaan oksigen dapat diperbaiki dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik, dan tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1 Titik 2 Kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas. Subkelas kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr,eh, yang berarti kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur, retensi hara dan bahaya erosi. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Faktor pembatas retensi hara dapat diperbaiki dengan penambahan kapur pertanian saat pengolahan tanah untuk meningkatkan pH tanah pada lahan tersebut. Tanaman kopi memiliki jenis akar yang dangkal dan tidak mampu menahan erosi secara optimal, sehingga akan beresiko jika ditanam pada lahan yang memiliki gradien tanpa usaha perbaikan kelerengan lahan tersebut. Rekomendasi

68

usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman cover crop berupa tanaman perdu, serta pembuatan teras gulud yang dapat memperkecil bahaya erosi dan memberikan ruang baru untuk penanaman tanaman budidaya. Menurut Wahyuningrum dan Agung (2016), teras gulud merupakan salah satu teknik konsevasi tanah dan air mekanik yang efektif dalam mengendalikan erosi pada lahan kering berlereng. Teras akan terbentuk karena adanya barisan guludan yang ditanami rumput penguat teras yang dapat menahan partikel tanah yang hanyut karena terbawa aliran permukaan. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 2 setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr,eh menjadi S3tc. Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 2 ini juga memiliki faktor pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 2 adalah S3, tc, wa, eh, yang berarti adanya faktor temperatur, ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan pada lahan tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat dilakukan, karena ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan kurang dari 25% adalah faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan irigasi untuk memenuhi ketersediaan air, peningkatan pH tanah dengan pemberian kapur pertanian pada tanah, penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S3tc. Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 2 memiliki subkelas kesesuaian lahan S3eh yang berarti faktor pembatas pada titik 2 berupa tingkat kelerengan. Tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh manusia. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S2eh.

69

Titik 3 Pada hasil pengamatan di titik 3, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi adalah sub kelas S3tc, yang artinya faktor pembatas pada lahan tersebut adalah bahaya erosi berupa temperatur. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno (1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub kelas lahan menjadi S1. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 oa, eh. Hal itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa ketersediaan oksigen dan tingkat kelerengan. Ketersediaan oksigen dapat diperbaiki dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik, dan tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1. Titik 4 Pada hasil pengamatan di titik 4, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi adalah sub kelas S3tc,nr. yang berarti kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur dan retensi hara. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan kapur pertanian pada saat

70

pengolahan tanah untuk menaikkan pH tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013), salah satu upaya untuk menaikkan pH tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 1 setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno (1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub kelas lahan menjadi S1. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 eh. Hal itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa tingkat kelerengan. tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1. 4.5 Zonasi Berdasarkan hasil yang didapatkan pada peta, letak zonasi yang sesuai untuk jenis tanaman kopi, wortel dan terung yang ditentukan dari Satuan Peta Lahan (SPL) dan peta Grid Kaku. Penentuan zonasi hanya dipilih dari peta potensial karena dianggap telah dilakukan perbaikan pada kondisi lahan aktual sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ishak et al. (2012) bahwa penentuan zonasi tanaman tidak ditentukan dari kondisi aktual, melainkan dari kondisi potensial karena merupakan hasil terbaik dari suatu kemampuan lahan. Penzonasian juga akan memberi makna bagi mempertahankan lahan pertanian yang secara berkelanjutan melihat alih fungsi lahan

71

pertanian Adapun hasil zonasi yang ditentukan dari kedua peta tersebut dapat dilihat dari tabel-tabel di bawah ini. Tabel Zonasi Satual Peta Lahan (SPL) Zonasi

Titik

Kopi

K2.3, J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4

Terung, wortel

J1.3, L1.2

Terung

G1.4, B1.4, B2.4

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik K2.3, J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4. Kemudian, untuk zonasi terung dan wortel tersebar pada titik J1.3, L1.2. Untuk zonasi terung tersebar pada titik G1.4, B1.4, B2.4. Pada penentuan persebaran titik dengan menggunakan SPL disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas pada tiap jenis komoditas yang tersebar pada titik. Faktor pembatas pada titik yang sesuai untuk kopi adalah S3oa, S2 wa, rc, eh dan juga S3 oa,eh . Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman terung dan wortel adalah S3 tc. Untuk tanaman terung memiliki faktor pembatas S2 nr, eh dan S2 nr. Pada F1 dan J2.4 memiliki zonasi wilayah konservasi. Karena pada titik SPL tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang cocok untuk tanaman kopi tetapi memiliki kesesuaian lahan dengan faktor pembatas N eh. Sehingga tidak dapat ditanami tanaman kopi karena kelerengan yang sangat curam. Untuk Penentuan zonasi dari SPL ini sesuai dengan pernyataan Sinukaban (2008) bahwa penggunaan lahan yang tidak sesuai, selain dapat menyebabkan kerusakan lahan juga menimbulkan masalah sosial ekonomi, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang ada sebelumnya. Sebaliknya, penggunaan lahan yang tepat merupakan langkah awal untuk menunjang program konservasi lahan.

72

Tabel Zonasi Peta Grid Kaku Zonasi

Titik A2.1, C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3,

Kopi

K2.1, K2.3, K2.4, L2.1, M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2, Q2.4

Wortel,

A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2,

terung

N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2 A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2, B2.4, D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2,

Terung

G1.3, G1.4, G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2, L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3, P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3, Q1.3, Q2.1, Q2.3

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik A2.1, C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3, K2.1, K2.3, K2.4, L2.1, M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2, Q2.4. Kemudian, untuk wortel dan terung tersebar pada titik A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2, N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2. Untuk tanaman Terung persebarannya yaitu berada pada titik A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2, B2.4, D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2, G1.3, G1.4, G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2, L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3, P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3, Q1.3, Q2.1, Q2.3. Pada penentuan persebaran titik dengan menggunakan peta Grid disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahan pada tiap jenis komoditas yang tersebar pada titik. Kesesuaian lahan yang menjadikan komoditas sesuai atau tidak dilihat dari faktor pembatas pada setiap titik. Berdasarkan pendapat Ritung dkk. (2011), untuk kelas kesesuaian lahan pada peta Grid tersebut faktor pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), rc (media perakaran), dan oa (ketersediaan oksigen), dengan kelas kesesuaiannya N yaitu lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai. Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman mahoni adalah Nwa; Nwa,eh; Nwa,rc, eh. Kelas kesesuaian lahan pada peta Grid

73

tersebut faktor pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), dan rc (media perakaran).

74

V. KESIMPULAN Berdasarkan fieldwork Survei tanah dan evaluasi lahan yang telah dilakukan di kaki gunung Arjuno tepatnya di Desa Sumberwangi, Kecamatan Karangploso dapat disimpulkan bahwa lahan tersebut termasuk kawasan hutan produksi yang didominasi dengan pohon pinus, sehingga secara umum penggunaan lahan daerah ini adalah lahan non pertanian. Secara umum lahan pada UB Forest termasuk epipedon umbrik dan endopedon kambik. Lahan UB Forest

secara umum termasuk Konsosiasi Typic

Humudepts. Secara keseluruhan kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Arabika secara umum didapatkan kelas N, kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan kelas S3, kesesuaian lahan aktual terong didapatkan. Pada titik G2 termasuk dalam epipedon umbrik dan endopedon kambik, Titik kelompok G2 keseluruhan titik termasuk Ordo Inceptisols, Sub Ordo Udepts, Grup Humudepts serta termasuk sub grup Typic Humudepts. Kemampuan lahan pada lahan tersebut termasuk ke kelas III. Kesesuaian lahan aktual pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas S3, untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S2. Kesesuaian lahan potensial pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas S3, untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S1.

75

DAFTAR PUSTAKA Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Balai penelitian tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Jakarta: Agroinovasi. Barlowe,R. 2007. Land Resource Economics The Economics of Real Estate. PrenticeHall Inc.New York, 653 p. Effendi, S.D. 2011. Drainase Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan Rawa. Jurnal Teknik Sipil. Universitas Jember. Habibiy, Muhammad Rizqy, Sengli Damanik, Jonathan Ginting. 2013. Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Beberapa Pengolahan Tanah Inseptisol Dan Pemberian pupuk Kascing. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(4): 1183-1194. Ishak, M., Sudirja, R., dan Ismail, A. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di Kabupaten Sumedang Berdasa Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim, dan Topografi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14(3). McNeill, O.Alves, L. Arizp, O.Bykova, K. Galvin, J. Kelmelis, J. Migos-Adholla, P. Morrisette, R. Muss, J. Richards, W. Riebsane, F. Sadowski, S. Sanderson, D. Skole, J. Tarr, M. Williams, S. Yadav and S. Young. 2004. Toward ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change: Report of Working Group B, In: Meyer, W.B. and B.L. Turner II, (Editors). Changes in Land Use and Land Cover: A Global Perspective. The Press Syndicate of The University of Cambridge. Cambridge. pp 55-72. Nugroho K., Mulyani A., dan Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Panjaitan, Frisca., Jamilah., Damanik, M. Majid. 2014. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Taksonomi Tanah di Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit. Jurnal Ilmu Tanah 3(4). Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/OT.140/10/2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Bogor: Badan Litbang Pertanian. Rahayu, et al. 2014. Karakteristik dan klasifikasi tanah pada lahan kering dan lahan yang disawahkan di kecamatan perak kabupaten jombang. Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Volume 1(2). Rayes L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

76

Rayes, L., A. Rahayu, S.R Utami. 2014. Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering dan Lahan Yang Disawahkan Di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. Volume 1 No 2. Saputri, D.E. 2010. Analisis Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Das Grindulu Pacitan Propinsi Jawa Timur. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Setiapermas, M.N dan Zamawi. 2010. Pemanfaatan Jaringan Irigasi Tetes di Dalam Budidaya Tanaman Hortikultura. Jawa Tengah: Balai Pengkaji Teknologi Pertanian. Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi Jakarta: PT. Indeco Duta Utama. Sitorus, dkk. 2016. Analisis Kesesuaian Dan Ketersediaan Lahan Serta Arahan Pengembangan Komditas Pertanian Di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soleh, Dedi. 2000. identifikasilahan bagipengembangan tanaman jahe (zingiber offlcinale rose.) dan melinjo (gnetum gnemon l.). berita biologi volume 5, nomor 2. pusat penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan Subandi dan Andy Wijanarko. 2013. Pengaruh Teknik Pemberian Kapur terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Lahan Kering Masam. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Volume 32(3). Suparmoko, M. 2000. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yoryakarta: Penerbit BPFE. Sutedjo dan Kartasapoetra, 2008. Pengantar Ilmu Tanah (Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian). Jakarta: PT.Bina Aksara. Vink, A. P. A. 2002. Land Use in Advancing Agriculture. Springer Verlaag. New York, 384 p. Wahyuningrum,N dan Agung B.S. 2016. Analisis Spasial Kemampuan Lahan dalam Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro Kasus di DAS Mikro Naruwan, Sub DAS Keduang, DAS Solo. Majalah Ilmiah Globe. Volume 18(1). Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang, Jawa Timur. Bogor: Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Asean Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Wirosoedarmo, R., Sutanhaji, A. T., Kurniati, E., dan Wijayanti, R. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung. Agritech, 71-78. Ishak, M., Sudirja, R., dan Ismail, A.. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di Kabupaten Sumedang Berdasa Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim,

77

dan Topografi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14(3) :173 – 183. Nugroho K., Mulyani A., dan Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. Jakarta: PT. Indeco Duta Utama. Tampubolon, R. Y. Manaor, S. 2012. Survey Kemampuan Lahan Untuk Tanaman Pangan Perkebunan dan Hortikultura di Desa Umbur Kecamatan Silaen Kabupaten Taba Samosir. Lagubotti

78

LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Deskripsi Tanah Kelompok : G2 Titik : 1 Dekripsi : Fikri, dkk Lokasi : 456 km dari titik kumpul, 990 dari arah Utara Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675374 LS/LU, Long : 9133928 BT. Klasifikasi : Typic Humudepts Vegetasi : Jagung, pinus dan rerumputan Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW Relief : Makro : bergelombang, Mikro : teras Elevasi : 1155m dpl Lereng : 15 % Erosi : Parit Permeabilitas : Sedang Drainase : Sedang Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik Dideskripsikan di lapang Horizon Ap (0 – 18/20) cm

A (18/20 – 29/34) cm Bw1 (29/34 – 50) cm

Bw2 (50 – 90) cm

Deskripsi Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung berdebu; gumpal membulat ; sangat gembur, basah ; agak lekat; agak plastis, pori ; makro sedikit, akar ;halus biasa ; baur; ombak Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung berdebu; gumpal membulat; gembur, basah ; agak lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit, akar ; halus; biasa; baur; rata Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung liat berdebu; remah; sangat gembur, basah; agak lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit; halus; sedang; baur; rata Hitam (10YR 2/1) Lembab ; lempung berdebu, basah ; agak lekat; agak plastis

79

Bw3 (90 – 110) cm Bw4 (110 – 135) cm

Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab; lempung, basah; lekat; plastis Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab ; lempung liat berdebu, basah ; lekat; plastis

Kelompok : G2 Titik : 2 Dekripsi : Fikri, dkk Lokasi : 540 km dari titik kumpul, 950 dari arah Utara Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675466 LS/LU, Long : 9133914 BT. Klasifikasi : Typic Humudepts Vegetasi : Pinus, cabai, bebandotan dan rerumputan Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW Relief : Makro : berbukit, Mikro : teras Elevasi : 1133m dpl Lereng : 25 % Erosi : Permukaan Permeabilitas : Sedang Drainase : Sedang Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik

80

Dideskripsikan di lapang

Horizon A1 (0 - 9/12) cm

A2 (9/12 – 20/22)cm

B 20/22 – 50 cm

Bw1 (50 – 90) cm Bw2 (90 – 135)cm

Deskripsi Hitam (7,5YR 2,5/1) Lembab ; lempung berdebu; gumpal bersudut; gembur, basah; agak lekat; agak plastis, pori ; meso; sedang; biasa; sedang; baur; ombak Coklat tua (7,5YR 3/2) Lembab ; lempung berdebu; gumpal bersudut; gembur, basah ; lekat; plastis, pori ; meso; sedang; sedikit; sedikit; halus; baur; ombak Coklat sangat gelap (7,5YR 2/2) Lembab; lempung liat berdebu; gumpal membulat; gembur, basah; lekat; plastis, pori ; meso ; sedang; banyak; sedikit; halus; baur; ombak Coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3) Lembab; lempung liat berdebu; basah; agak lekat; agak plastis. Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung liat berdebu; basah; lekat; agak plastis.

81

Kelompok Titik Dekripsi Lokasi Koordinat Klasifikasi

: G2 : 3 : Fikri, dkk : 630 km dari titik kumpul, 970 dari arah Utara : Zona UTM 49S. Lat: 0675570 LS/LU, Long : 9133937 BT. : Typic Humudepts

Vegetasi : Pinus, kopi dan rerumputan Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW Relief : Makro : bergelombang agak berbukit, Mikro : teras Elevasi : 1118m dpl Lereng : 15 % Erosi : Permukaan Permeabilitas : Sedang Drainase : Sedang Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik Dideskripsikan di lapang

Horizon A (0–12/19) cm

Bw1 (12/19–50) cm

Bw2 (50 - 105) cm Bw3 (105 –143) cm

Deskripsi Hitam (10YR 2/1 ) lembab; lempung berdebu; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat; agak plastis (basah) ;pori makro banyak; perakaran halus biasa; jelas; ombak Cokla tua (7,5YR 3/2) lembab; lempung; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis (basah); pori makro banyak; perakaran halus sedikit; jelas; ombak Coklat gelap (7,5YR 2/2) lembab; lempung berliat; agak lekat, agak plastis (basah) Coklat tua (7,5YR 3/3) lembab; lempung; agak lekat, agak plastis (basah)

82

Kelompok Titik Dekripsi Lokasi Koordinat Klasifikasi

: G2 : 4 : Fikri, dkk : 561 km dari titik kumpul, 1070 dari arah Utara : Zona UTM 49S. Lat: 0675472 LS/LU, Long : 9133876 BT. : Typic Humudepts

Vegetasi : Pinus, cabai besar dan rerumputan Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW Relief : Makro : berombak, Mikro : teras Elevasi : 1127 m dpl Lereng : 7,8 % Erosi : Permukaan Permeabilitas : Agak lambat Drainase : Agak lambat Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik

83

Dideskripsikan di lapang

Horizon Ap (0–12/15cm)

A (12/1522/28cm) Bw1 (22/28 – 50 cm)

Bw2 (50 - 115 cm) Bw3 (115-135 cm)

Deskripsi Coklat gelap (10 YR 2,5/2 ) lembab; lempung; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis (basah) ; meso banyak; perakaran halus biasa; jelas, ombak Hitam (7,5 YR 2,5/1) lembab; lempung; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis (basah); meso banyak; perakaran halus sedikit; jelas, ombak Coklat (7,5 YR 4/4) lembab; lempung berdebu; gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat, agak plastis (basah); meso banyak; perakaran halus sedikit; jelas, ombak Coklat gelap (7,5 YR 4/6) lembab; lempung berliat; agak lekat, agak plastis (basah) Coklat (10 YR 4/4) lembab; lempung liat berdebu; agak lekat, agak plastis (basah)

84

Lampiran 2: Kondisi Umum dan Peta Kondisi umum lahan G2.1

Kondisi Umum lahan G2.2

85

Kondisi umum Lahan G 2.3

Kondisi Umum lahan G2.4

86

Satuan Peta Tanah batas SPL

87

Satuan Peta Tanah Batas Grid

Peta Kemampuan Lahan

88

Peta Kemampuan Lahan Grid

Peta kesesuaian lahan aktual kopi grid

89

Peta kesla aktual kopi SPL

Peta Kesla Kopi potensial (spl)

90

Peta kesla kopi potensial (grid)

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

102

103

Related Documents

Laporan Stela Fix Poll.pdf
November 2019 38
Laporan Fix Patogenesis.docx
December 2019 33
Laporan Magang Elen Fix
August 2019 35
Laporan Pb Fix Berakhir.docx
December 2019 13
Laporan Fix Sel.docx
June 2020 11
Tpp Fix Laporan!.docx
October 2019 26

More Documents from "zadi"