Laporan Praktikum Tpp 3.docx

  • Uploaded by: Astriani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Tpp 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,521
  • Pages: 8
Laporan Praktikum ke- : 3 Teknologi Pengolahan Pakan

Hari/Tanggal : Rabu, 6 Maret 2019 Tempat : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Asisten : Sofyan, S.Si,M.Si Ratih Windyaningrum, S.Pt Novi Herliana (D24150020)

PENGOLAHAN KIMIA Kelompok 6/G1 Enita Indah Risma Ninda Nur A Astriani Dinda Fathia S Melia Dwi Rahayu Idi Gunawan

(D24170002) (D24170022) (D24170027) (D24170051) (D24170094) (D24170101)

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2019

PENDAHULUAN

Latar Belakang Ternak ruminansia secara fisiologis membutuhkan pakan sumber serat yang berasal dari hijauan seperti rumput dan leguminosa agar fungsi normal pencernaanya dapat berlangsung. Kendala yang belakangan ini dihadapi dalam penyediaan pakan hijauan adalah keterbatasan lahan tanam hijauan. Selain itu pada musim kemarau sering selain masalah keterbatasan hijauan, kuantitas dan kualitas nutrien yang terdapat pada hijauan umumnya lebih rendah. Dibutuhkan sumber hijauan alternative yang dapat dimanfaatkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki kualitas dan kandungan nutrien yang tinggi. Kualitas nutrisi dalam bahan pakan terus menurun seiring waktu, yang diakibatkan karena beberapa faktor tertentu. Oleh karena itu, perlu adanya pengolahan bahan pakan agar menjaga, mempertahankan serta meningkatkan kualitas dan kandungan nutrisi pada bahan pakan tersebut. Pengolahan pakan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengolahan mekanik, pengolahan fisik, pengolahan kimia, pengolahan biologi, atau gabungan dari keempat cara tersebut. Pengolahan kimia dengan cara pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun (Syamsu 2003). Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Komar 1984). Hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Praktikum Ilmu Ransum Ruminansia mengenai Pembuatan Silase. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat pengolahan kimia (pH, warna, aroma, tekstur, dan ada tidaknya jamur) serta mengetahui dampak rumen yang diberi pakan dengan pengolahan kimia.

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Gajah Rumput daerah tropika mengandung kadar protein yang rendah dan serat kasar yang tinggi bila dibandingkan dengan rumput daerah beriklim sedang yang dipotong pada fase pertumbuhan yang sama. Di lain pihak produksi kadar bahan kering jenis rumput daerah tropika sering jauh lebih tinggi dari pada rumput daerah sedang (McIlroy 1976). Arora (1989) menyatakan bahwa rumput tropika memiliki banyak lignin daripada rumput yang tumbuh di daerah beriklim sedang. Lignin dinding sel mempengaruhi proses pencernaan pakan dalam saluran pencernaan. Rumput dengan kandungan lignin rendah tetapi mempunyai lebih banyak dinding sel kurang dapat dicerna dibanding legum yang mempunyai lignin dua kali lebih banyak karena mempunyai kandungan dinding sel yang lebih rendah dari pada rumput atau graminae (Arora 1989). Beberapa jenis rumput unggul yang telah banyak dikenal peternak di Indonesia adalah Pennisetum purpureum (rumput gajah), Panicum maximum (rumput benggala), Paspalum notatum (rumput bahia), Setaria splendida (setaria gajah) dan Brachiaria humidicola. Rumput mengandung serat kasar yang tinggi. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika. Selulosa merupakan salah satu bahan organik yang terdapat dalam jumlah banyak di alam dan merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi ruminansia. Mikroorganisme anaerob di dalam rumen mampu membantu pencernaan selulosa untuk menghasilkan molekul gula sederhana atau produk fermentasi seperti volatile fatty acids (VFA) yang merupakan sumber energi utama asal pakan pada ruminansia. Bahan kering pakan khususnya rumput pada ruminasia sebagaian besar dicerna dalam rumen (Arora 1989). Rumput gajah merupakan tanaman tahunan, berumpun, secara alami terdapat di sungai dan aliaran-aliran air, serta tersebar di seluruh Afrika Utara. Tingginya dapat mencapai 4,5 m. Rumput ini disukai oleh ternak, tahan kering, dan produksinya tinggi. Di daerah lembab atau dengan irigasi produksinya dapat mencapai lebih dari 290 ton rumput segar/ ha/ tahun (McIlroy 1976). Rumput gajah mempunyai kadar nutrien yang lebih baik dari jenis rumput lainnya. Rumput gajah dapat mengandung 9,2% - 13,4% abu, 1-2%, lemak kasar, 36,6 38,8% serat kasar, 40,3 – 42,4% bahan ektrak tanpa nitrogen (BETN), dan 5,5 10,7% protein kasar (Hartadi et al 1986). Asam Format Asam formiat adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam formiat juga merupakan senyawa intermedit yang paling banyak sentsis kimia. Rumus kimia asam formiat yaitu HCOOH atau CH2O2. Di alam, asam format dapat ditemukan pada sengatan atau gigitan serangga yang signifikan dari bahan bakar alternatif, yaitu pembakaran methanol (yang tercampur air) jika dicampur dengan bensin. Asam format berupa cairan yang jernih tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih bereaksi alam pada pengenceran. Asam format dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan, dan dapat

membakar kulit. Asam format juga dapat larut sempurna dengan air, dan sedikit larut dalam benzena, karbon tetraklorida, toluene, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik. Asam format merupakan asam terkuat dari seri homolog gugus karboksilat (Muthawaii 2016).

MATERI DAN METODE

Materi Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu gunting, timbangan, pipet volumetrik, bulb, nampan, plastik, isolasi dan indikator lakmus. Bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini yaitu rumput gajah yang sudah di potong kecilkecil dan asam format. Metode Rumput gajah dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang sebanyak 200 gram. Setelah itu, asam format diambil menggunakan pipet volumetric sebanyak 5 ml. Kemudian asam format dan rumput gajah dicampurkan menggunakan nampan sampai tercampur rata. Bahan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam plastik. Kemudian ukur pH sebelum perlakuan menggunakan kertas lakmus. Setelah itu, plastic ditutup rapat menggunakan isolasi sampai kedap udara dan difermentasikan selama 3 minggu. Amati perubahan yang terjadi setelah fermentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Rumput gajah setelah dilakukan fermentasi (pemberian asam format) selama 3 minggu kemudian diamati warna, bau, tekstur, pH dan jamur. Tabel 1. Hasil pengamatan rumput gajah yang diberi perlakuan asam format No Pengamatan Sebelum fermentasi Setelah fermentasi 1.

Warna

Hijau

Hijau kecoklatan

2.

Bau

Rumput

Busuk

3.

Tekstur

Tidak menggumpal

Lembab, Tidak menggumpal

4.

Jamur

-

+

5.

pH

5

8

Keterangan: - : tidak ada + : sedikit Pembahasan Kualitas silase dapat ditinjau dari karakteristik fisiknya berupa, warna, bau, tekstur, dan ada tidaknya jamur pada silase. Silase yang berkualitas baik berwarna hijau kecoklatan, beraroma asam, bertekstur utuh dan halus (Reksohadiprodjo 1998). Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada tabel 1 tekstur silase dengan perlakuan diberi asam format berbentuk basah dan menggumpal. Silase ini dapat dikatakan tidak baik karena memiliki tekstur yang agak basah, sedikit berjamur dan menggumpal, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997) bahwa silase berkualitas baik yaitu mempunyai tekstur segar, berwarna kehijau-hijauan, tidak berbau busuk, disukai ternak, tidak berjamur, dan tidak menggumpal. Faktor yang mempengaruhi silase berupa bahan pakan, udara , dan suhu. Hasil pengamatan bau pada silase terdapat bau busuk, dikarenakan pH pada silase 8 yang berarti basa, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Siregar (1996) bahwa silase memiliki ciri-ciri bau yang asam. Pengamatan ini dilakukan dengan perlakuan pemberian asam format yang memiliki sifat sedikit basa. Menurut Cullison (1975), silase yang baik memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan dasar itu sendiri, memiliki pH rendah dan baunya asam. Pada pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Rasa asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam. Silase yang baik memiliki pH <4.2 dan berkualitas sedang apabila memiliki pH antara 4.5-5.2 (Despal et al 2011). Penggunaan asam format pada silase dapat menghasilkan silase yang tidak begitu asam (Kompiang et al 1993). Namun, pada praktikum ini pH akhir silase adalah 8, hal tersebut tidak sesuai dengan kriteria silase yang baik yang mempunyai pH <4.2 atau 4.5-5.2. pH yang basa dapat disebabkan keadaan yang kurang anaerob. Hasil praktikum menunjukan adanya sedikit jamur yang berwarna putih pada bagian luar silase. Hal tersebut dikarenakan proses pemampatan kurang baik sehingga ada oksigen yang masuk dan tidak tercapai suasana anaerob. Proses ensilase terjadi apabila oksigen telah habis dipakai, pernafasan tanaman akan berhenti dan suasana menjadi anaerob, sehingga keadaan demikian tidak memungkinkan untuk tumbuhnya jamur dan hanya bakteri anaerob saja yang masih aktif bekerja terutama bakteri pembentuk asam (Susetyo2010). Tidak tersedianya karbohidrat terlarut, kadar air awal yang tinggi, sehingga silase menjadi terlalu basah, dan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang tidak diharapkan (Edward 2006). Dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa rumput gajah dengan perlakuan asam format selama 3 minggu memiliki warna awal hijau daun dan menjadi hijau kecoklatan. Komposisi kimia dan bentuk fisik dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan mempengaruhi retensi dan kecernaan digestadari rumen dan reticulum (Djajanegara 1983). Pakan berserat yang mempunyai

kecernaan rendah akan mengalami perombakan secara perlahan-lahan karena kontak secara fisik pertama yang berjalan lambat. Kondisi ini mengakibatkan kerja enzim tertunda dan terjadi retensi di dalam rumen, sehingga hanya partikel kecil saja yang dapat keluar dari rumen. Digesta dalam rumen akan tinggal lebih lama bila pakan banyak mengandung serat yang berkadar selulosa tinggi, yang menunjukkan adanya hubungan antara kecernaan, konsumsi pakan dan waktu tinggal pakan di dalam rumen (Tomaszewska et al. 1993). Kualitas silase diperlihatkan oleh beberapa parameter yaitu pH, suhu, warna, dan kandungan asam laktatnya. Silase yang baik mempunyai pH antara 3,8-4,2 dengan tekstur yang halus, berwarna hijau kecoklatan, bila dikepal tidak keluar air dan bau, kadar air 60-70% dan bauhnya wangi (Ratnakomala 2006). Saundan Heinrichs (2008) yang menyatakan bahwa silase yang berkualitas baik akan memiliki warna seperti bahan asalnya. Penelitian Yunus (2009), menunjukkan bahwa pemberian legume berpengaruh nyata terhadap pH silase rumput gajah yaitu semakin tinggi level pemberiannya maka semakin tinggi pula rata-rata pH silase rumput gajah. Kadar airnya 60-70% hal ini dimaksudkan agar kandungan karbohidrat terlarut air bahan tinggi, sehingga BAL dapat tumbuh dengan baik menghindari pertumbuhan jamur dan mikroba merugikan, menurunkan kehilangan bahan kering (BK), dan protein kasar (PK) selama ensilasi (Nishino 2003). Selain itu, semakin tinggi air yang dihasilkan selama ensilase, maka kehilangan BK semakin meningkat. Peningkatan level aditif diduga memacu aktivitas fermentasi sehingga menyebabkan produksi air juga meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan kehilangan BK silasese hingga kandungan BK silase menurun. Selain itu, kehilangan BK juga dapat disebabkan oleh proses respirasi yang terlalu lama. Proses respirasi dapat terus terjadi apabila masih terdapat oksigen (udara) (Qitri 2011). Pengolahan kimia berkolerasi positif terhadap pertumbuhan mikroba yang ada di rumen. Hasil penelitian Gorosito et al. (1985) yang menambahkan asam isovalerat, isobutirat dan 2 metil butirat meningkatkan kecernaan dinding sel dan meningkatnya kecernaan fraksi serat dinding sel pakan membuktikan bahwa penambahan kerangka karbon bercabang ini menguntungkan pada bakteri selulolitik, demikian juga dengan meningkatnya penggunaan nitrogen yang menunjukkan terjadinya peningkatan sintesis protein mikroba. Mir dan Mir (1988) melaporkan bahwa suplementasi asam isobutirat meningkatkan kecernaan bahan kering dan ADF dari jerami barley dan gandum. Selanjutnya dinyatakan bahwa terjadinya peningkatan kecernaan bahan kering dan ADF dari silase jagung, jerami barley dengan penambahan isoleusin dan peningkatan itu lebih efektif terutama pada keadaan karbohidrat mudah tersedia dalam pakan rendah. Peningkatan kecernaan tersebut sebagai akibat dari meningkatnya pertumbuhan bakteri sehingga proses fermentasi pakan dalam rumen berjalan lebih baik. Selain dari itu juga terjadi peningkatan sintesis protein mikroba (Russel dan Sniffen 1984). Pertumbuhan bakteri rumen lebih cepat dicapai pada penambahan valin 0,1%, leusin 0,15% dan isoleusin 2,0% dalam ransum dibandingkan dengan kontrolnya (18,88 x 1010 kol/ml vs 10,9 x 1010 kol/ml). Peningkatan ini ditunjukkan pula pada alantoin dalam urin yang lebih besar dibanding kandengan kontrolnya (73 vs 56 mM/hari) (Zain et al. 2008). Pemberian 2 Hydroxy−4−(methylthio)−butanoic acid (HMB) ditambah metionin terproteksi pada sapi mampu meningkatkan protein susu lebih tinggi daripada metionin yang

tidak diproteksi. Hal ini menunjukkan adanya stimulasi sintesis protein mikroba oleh adanya HMB (Noftsger dan Stpierre 2003).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat diperoleh hasil bahwa karakteristik fisik silase rumput gajah yang diberi perlakuan asam format bersifat kurang baik, yaitu adanya sedikit jamur, berbau busuk, dan memiliki pH basa. Sedangkan dari segi warna dan tekstur, silase rumput gajah yang diberi perlakuan asam format termasuk kedalam karakteristik silase yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Press. Cullison AE. 1975. Feed And Feding. University Of George Reston Publishing Company Inc. Virginia. Despal, Permana IG, Safarina SN, Tatra AJ. 2011. Penggunaan berbagai sumber karbohidrat terlarut air untuk meningkatkan kualitas silase daun rami. Media Peternakan. 34(1): 69-76. Edward D. 2006. Kegagalan Dalam Pembuatan Silase dan Kimia Silase Rumput Gajah. Schumackerdan Thonn Strain Hawaii.IPB Press. Bogor 40(83): 408-421. Gorosito, ARJB Rusell, PJ Van. 1985. Effect of carbon-4 and carbon-5 volatile fatty acids on digestion of plant cell wall in vitro. J. Dairy Sci. 68(4): 840 – 847. Hartadi HS, Reksodiprodjo, AD Tilman. 1991. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. JB Russel, CJ Sniffen. 1984. Effect of carbon 4 and carbon 5 volatile fatty acid on growth of mix rumen bacteria in vitro. J. Dairy Sci. 67: 987 – 995. Kartadisastra HR. 1997. Penyediaandan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta (ID): Kanisius. Komar A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak. Jakarta (ID): Yayasan Dian Grahita. Kompiang IP, Ilyas S. 1993. Silase ikan: pengolahan, penggunaan, dan prospeknya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. McIlroy RJ. 1979. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Jakarta (ID): Pradnyaparamita. Mir, Z Mir. 1988. In situ degradability of barley straw in cattle fed a barley straw and chersted wheat grass diet supplemented with isobutyric acid. Can. J. Anim. Sci. 68: 829 – 834.

Muthawaii DI. 2016. Impregnasi dengan asap cair terhadap kualitas ribbed smoked sheet di PT. Perkebunan Nusantara III Dolok Merawan. Jurnal Pendidikan Kimia. 8 (1): 71-79. Nishin. 2003. Evaluation of fermentation and aerobic stability of wet brewers grains ensiled alone or in combination with various feeds as a total mixed ration. J. Sci. Food Agric. 883: 557 – 563. Noftsger S. and NR Stpierre. 2003. Suplementation of methionine and selection of highly digestible rumen undegradable protein to improve nitrogen efficiency for milk production. J. Dairy. Sci. 86: 958 – 969. Puastuti W. 2009. Manipulasi Bioproses dalam Rumen Untuk Meningkatkan Penggunaan Pakan Berserat. Wartazoa.Vol 19(4):180-190. Qitri N. 2011. Evaluasi Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Dasar Hijauan Rumput Gajah dan Daun Rami pada Silo yang Berbeda [Skirpsi]. Bogor(ID): Fakultas Peternakan IPB. Ratnakomala S. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah.Biodiversitas. 7(2):131-134. Reksohadiprodjo S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Yogyakarta (ID): BPFE. Saunand Heinrichs. 2008. Troubleshooting silage problems. How to identify potential problem. In: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference, Pensylvania. Penn State Collage.P. 210. Siregar SB. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Susetyo N. 2001. Hijauan Makanan Ternak. Jakarta (ID): Direktorat Peternakan Rakyat Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Syamsu JA, Sofyan LA, K Mudikdjo dan E Gumbira Sa'id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37. Usman Y. 2013. Pemberian Pakan Serat Sisa Tanaman Pertanian (Jerami Kacang Tanah, Jerami Jagung, Pucuk Tebu) Terhadap Evolusi pH, N-NH3 dan VFA Di dalam Rumen Sapi (Feeding agricultural crop residues (groundnut straw, corn straw, sugarcane straw) to the pH evolution, N-NH3 and VFA in the cow rumen).Agripet. Vol 13(2):53-58. Yunus M. 2009. Pengaruh Pemberian Daun Lamtoro terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah yang Diberi Molases. Jurnal Agripet. 9(1): 38-42.

Related Documents

Laporan Praktikum Tpp 3.docx
November 2019 23
Tpp Fix Laporan!.docx
October 2019 26
Laporan Tpp-1.docx
June 2020 21
Tpp Laporan 2.docx
June 2020 23
Tpp Laporan 3.docx
June 2020 17
Laporan Tpp Tempe.docx
June 2020 18

More Documents from "An'an Nuryanti"