Tpp Laporan 2.docx

  • Uploaded by: rizki
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tpp Laporan 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,005
  • Pages: 9
2.1 Definisi Pupuk a. Pupuk merupakan salah satu sumber nutrisi utama yang diberikan pada tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan diserap melalui akar, batang dan daun. Nutrisi tersebut memiliki berbagai fungsi yang saling mendukung satu sama lainnya dan menjadi salah satu komponen penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian (Dwi, 2007) b. Menurut Anang (2011) pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. c. Menurut Lingga (2008) pupuk merupakan kunci kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. d. Fertilizer is material chemist or organism to supply material to need to completed mineral of soil (Handayani, 2009). “Pupuk adalah material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara”. 2.2 Macam-Macam Pupuk 2.2.1 Berdasarkan Sumber Bahan Baku a. Pupuk Alam adalah pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya : pupuk kompos, guano, pupuk hijau dan pupuk batuan P. b. Pupuk Buatan adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya TSP, urea, rustika dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika atau kimia. c. Pupuk Organik ialah pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik ( pupuk kandang, kompos, guano ). Pupuk alam yang tidak termasuk pupuk organik misalnya rock phosphat, umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [ Ca3(PO4)2].

d. Pupuk Anorganik atau mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik karena terbuat dari bahan olahan pabrik yang dibantu oleh bahan kimia. (Saktiyono, 2008) 2.2.2 Berdasarkan Bentuk Fisik a. Pupuk padat Pupuk

padat

umumnya

mempunyai

kelarutan

yang

beragam

mulai yang mudah larut air sampai yang sukar larut. Pupuk padat sendiri masih ada beberapa macam bentuknya yaitu : Butiran: Pupuk yang diproses agar berukuran, berbentuk, dan mempunyai kestabilan yang sama Serbuk : yaitu pupuk dalam pembuatannya bertujan untuk meningkatkan stabilitas dan populasi mikroorganisme,biasanya organik,contohnya Tablet : yaitu pupuk yang berbentuk seperti tablet Kristal : yaitu pupuk yang berbentuk seperti butiran yang mengkilap b. Pupuk cair. Pupuk ini berupa cairan, cara penggunaannya dilarutkan dulu dengan air. Umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harganya relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar N nya sangat tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat lewat tanah (injeksikan). ( Teti Suryati, 2009) 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pupuk Anorganik Menurut Prihmanto (2007) kandungan zat hara dalam pupuk anorganik dibuat secara tepat, pemberiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pupuk anorganik mudah dijumpai karena tersedia dalam jumlah banyak, praktis dalam transportasi dan menghemat ongkos angkut, beberapa jenis pupuk anorganik langsung dapat diaplikasikan sehingga menghemat waktu. Sedangkan pupuk anorganik memiliki kekurangan yaitu tidak semua pupuk anorganik mengandung unsur lengkap (makro dan mikro). Bahkan, ada yang hanya mengandung satu unsur saja. Oleh karenanya pemberiaanya harus dibarengi dengan pupuk mikro dan pupuk kandang atau kompos

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pupuk Organik Menurut Anang (2011) umumnya terdapat 3 manfaat positif pupuk organik terhadap tanah yaitu memperbaiki sifat fisik tanah (agregat tanah, permeabilitas tanah, aerasi tanah, daya menahan air tanah, mengurangi erosi tanah, tanah tidak mengerak (crust) dan merekah saat kekeringan), memperbaiki sifat kimia, yaitu KTK, daya sangga tanah, menekan keracunan, efisiensi pemupukan, menambah unsur hara tanah, membentuk chelat meningkatkan unsur hara mikro, memperbaiki sifat biologi tanah, yaitu sumber energi mikroorganisme. Pupuk organik memiliki kekurangan yaitu kandungan unsur hara pupuk organik rendah sehingga perlu diberikan dengan volume yang besar, komposisi fisik, kimia, biologi pupuk organik bervariasi sehingga manfaatnya tidak konsisten dan memerlukan waktu relatif lama, pemberian pupuk organik yang belum matang menyebabkan kekurangan N, perlu dicacah jika bentuknya terlalu panjang, dapat membawa pathogen yang mampu menular ke tanaman maupun manusia, banyak mengandung logam berat jika berasal dari sampah kota atau pabrik. 2.5 Pupuk Kompos 2.5.1 Pengertian Pupuk Kompos a. Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organic) yang telah mengalami

proses

pelapukan

karena

adanya

interaksi

antara

mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya yang didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab. Bahanbahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisasisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan daun, air kencing dan kotoran hewan ( Murbandono, 2008). b. Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air bila terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan dapat ditambah kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap untuk digunakan. Bahan untuk kompos dapat berupa sampah atau sisa–sisa tanaman tertentu (jerami) (Ida,2013).

2.5.2 Proses Cara Pembuatan Kompos

KURANG IKI 2.5.3 Fase Pengomposan Proses pengomposan melibatkan proses biokimia oleh berbagai jenis mikroorganisme dan terjadi tiga fase, yaitu fase lag, fase aktif dan fase pematangan. Tiga kelompok mikroorganisme utama yang berperan dalam proses pengomposan yaitu bakteri, fungi, dan actinomycetes. Perbedaan perlakuan berupa laju aerasi, pembalikan, dan penambahan starter akan berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme pada kompos sehingga diperlukan penghitungan kepadatan sel untuk mengetahui fluktuasi kepadatan mikroorganisme ( luqman et al, 2013). 2.6 Bahan yang digunakan masing-masing kelompok beserta kelebihannya Bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk kompos yaitu titonia 3.75 kg dan tanaman legume (kacang-kacangan) 12.5 kg. Tempat mencari tanaman paitan adalah di Jl. MT Haryono, Gang 5, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, sedangkan tempat mencari tanaman legum adalah di Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kabupaten Malang 65101. Tanaman paitan dan legume memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu: A. Kelebihaan Tanaman Paitan a. Mampu memperbaiki sifat fisik, kesuburan kimiawi (peningkatan kadar N, P, K, dan Mg tanah) dan peningkatan kehidupan biota tanah, sehingga meningkatkan kualitas tanah. b. Tumbuhan paitan dapat menghasilkan biomassa yang tinggi, yaitu 1,752,0 kg/m2/tahun (Cong 2000). Menurut penelitian Purwani (2011), paitan mengandung 2,7-3,59% N; 0,14-0,47% P; dan 0,25-4,10% K, sehingga pemberian kompos paitan dapat mengurangi penggunaan dosis pupuk anorganik. c. Kandungan hara daun dan batang paitan lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pupuk organik lainnya, seperti kotoran ayam atau jerami padi. Kandungan hara paitan juga lebih baik dibandingkan dengan pupuk hijau lainnya seperti Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan

Chromolaena odorata. Oleh karena itu, paitan dapat digunakan sebagai pupuk organik ramah lingkungan. (Kurniansyah 2010). B. Kelebihan Tanaman Legume a. Tanaman leguminose mempunyai kandungan hara terutama nitrogen yang relatif lebih tinggi dibanding jenis tanaman lainnya, karena kemampuan tanaman ini mampu mengikat N2-udara dengan bantuan bakteri rizobium, menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi. b. Sisa atau tanaman dari tumbuhan leguminose relatif lebih mudah terdekomposisi, sehingga penyediaan haranya lebih cepat. (Rachman, et al. 2012) 2.7 Ciri-Ciri Pupuk Kompos Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan apabila proses pengomposan telah selesai maka secara fisik terlihat antara lain; jika dipegang terasa dingin tidak lagi panas, jika diremas terasa rapuh, bau dan warnanya sudah tidak sebagaimana asalnya. Perbandingan C/N rasio ini mendekati perbandingan C/N rasio tanah yaitu berkisar 12-15 (Yuniwati et al, 2012).

KURANG STANDAR 2.8 Pengaruh Pemberian EM4 dan Molase Terhadap Proses Dekomposisi Dekomposer atau sering yang disebut aktivator adalah mikroorganisme yang digunakan dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik atau

proses

pengomposan.

Pada

proses

perombakan

bahan

organik,

mikroorganisme tumbuh dan memperbanyak dengan menggunakan karbon untuk membentuk sel serta dihasilkan CO2, metan, dan senyawa lainnya. Pada proses ini mikroorganisme mengasimilasi N, P, K, S untuk menyusun plasma sel. Oleh sebab itu nisbah C/N ditentukan oleh mikroorganisme dalam merombak bahan organik (Arifin et al., 2008). Effective Microorganism 4 atau EM 4 merupakan inokulan campuran mikroorganisme (Lactobacillus, ragi, bakteri fotosintetik, actynomycetes, dan jamur pengurai selulosa) yang mampu mempercepat kematangan pupuk organik dalam proses dekomposisi bahan organik. Fermentasi bahan

organik oleh

mikroba EM-4 berlangsung pada kondisi semi aerob dan anaerob pada temperatur 40ºC-50ºC (Rachman, 2007). Sedangkan Menurut Hadisuwito (2007), dengan penambahan molase dalam pembuatan pupuk cair organik mampu meningkatkan kerja mikroorganisme untuk menguraikan bahan sampah menjadi pupuk organik, terutama pupuk cair organik karena memiliki kandungan gula, vitamin dan mineral. 2.9 Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Pengomposan a. Rasio C/N Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan nitrogen untuk sintesis protein. b. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. c. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. d. Porositas Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.

e. Kelembaban Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk

metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. f. Temperatur/Suhu Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan energi berupa kalor/panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30ºC-60ºC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. g. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal. h. Kandungan Hara Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos. i. Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. j. Lama Pengomposan Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun. (Warsidi, 2010)

Daftar pustaka : Firmansyah, M. Anang. 2011. Peraturan tentang pupuk, klasifikasi pupuk alternatif dan peranan pupuk organic dalam peningkatan produksi pertanian. Jurnal penelitian. https://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/data/makalahpupuk.pdf. 26 november 2017. Yuniwati, murni dkk. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4 .jurnal teknologi. Volume 5, no 2, http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/172_181_murni1.pdf. 26 november 2017. Teti Suryati, 2009, BIJAK DAN CERDAS MENGOLAH SAMPAH, Penerbit PT Agromedia Pustaka, Jakarta Drs. Saktiyono, M.si, 2008 SERIBU PENA BIOLOGI JILID 1, Penerbit Erlangga, Jakarta Handayani, 2009 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam. Sebuah Skripsi IPB Repository. Dwi. (2007). Pembuatan Bionutrien Dari Ekstrak Tanaman KPD dan Aplikasinya pada Tanaman Caisin. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Warsidi, Edi. 2010. Mengolah Sampah Menjadi Kompos. Jakarta: 2010. Murbandono, L., 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta. Ida, Syamsu Roidah. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organic untuk kesuburan tanah. Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO . Vol. 1, No.1. file:///C:/Users/user/Downloads/5-8-1-SM%20(1).pdf. 26 november 2017 Luqman, arif dan IDAA Warmadewanthi. 2013optimisasi proses pengomposan dan pengaruhnya terhadap fluktuasi mikroorganimse. Prosiding Seminar Nasional

Manajemen Teknologi XVIII.http://mmt.its.ac.id/download/SEMNAS/SEMNAS%20XVIII/MTL/02.%2 0Prosiding%20Arif%20Luqman-OK.pdf. 26 november 2017. Lingga, p. 2008. Petunjuk penggunaan pupuk. Jakarta : penebar Swadaya. Prihmantoro, heru. 2007. Memupuk tanaman sayur. Jakarta : penebar Swadaya. Pustaka Rachman S., 2007, Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan Pertanian organik, Kanisius, Yogyakarta

Arifin, Z., dan Amik K. 2008. Pertanian Organik Menuju Pertanian Berkelanjutan. Bayumedia Publishing. Malang. Hadisuwito, S. 2007. Membuat pupuk Kompos Cair. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Related Documents

Tpp Fix Laporan!.docx
October 2019 26
Laporan Tpp-1.docx
June 2020 21
Tpp Laporan 2.docx
June 2020 23
Tpp Laporan 3.docx
June 2020 17
Laporan Tpp Tempe.docx
June 2020 18
Laporan Praktikum Tpp 3.docx
November 2019 23

More Documents from "Astriani"

Proposal Riris.docx
June 2020 21
Mas Rio Baru.pptx
April 2020 28
Dokumentasi.docx
June 2020 32
Makalah Bios
October 2019 46
Document.pdf
June 2020 23