Laporan Praktikum Evakuasi Fachreza.docx

  • Uploaded by: Fachreza
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Evakuasi Fachreza.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,785
  • Pages: 49
LAPORAN PRAKTIKUM

GAMBARAN PROSEDUR EVAKUASI KEBAKARAN DI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR TAHUN 2017

KELOMPOK VI MUH. NURCHOLIQ FACHREZA K111 14 009

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan judul “Gambaran Prosedur Evakuasi Kebakaran di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2017”. Penulis menyusun laporan mengenai gambaran jalur evakuasi kebakaran di fakultas kesehatan masyarakat universitas hasanuddin yang didukung oleh beberapa sumber seperti penelitian ilmiah yang dilakukan oleh beberapa pakar K3. Di laporan ini Penulis juga melampirkan gambar yang merupakan hasil dokumentasi praktikum. Penulis telah berusaha menyajikan laporan ini semaksimal mungkin sesuai dengan ketentuan laporan yang telah ditetapkan oleh Asisten. Tak ada gading yang tak retak begitu pula sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Maka dari itu, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna sehingga Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk mendukung laporan ini menjadi lebih baik. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu menyelesaikan laporan ini, khususnya kepada Asisten dan teman-teman kelompok. Makassar, Mei 2017

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................

1

B. Tujuan Praktikum .................................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Keadaan Darurat .........................................

5

B. Tinjauan Umum tentang Kebakaran ...................................................

7

C. Tinjauan Umum tentang Sarana Proteksi Kebakaran .......................... 19 D. Tinjauan Umum tentang Sarana Penyelamatan Jiwa ........................... 28 E. Tinjauan Umum tentang Manajemen Penanggulangan Keadaaan Darurat Kebakaran ............................................................................... 29 BAB III METODE PRAKTIKUM A. Lokasi dan Waktu Praktikum .............................................................. 32 B. Alat Percobaan ..................................................................................... 32 C. Prosedur Evakuasi ................................................................................ 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Evakuasi Kebakaran di FKM ............................................. 40 B. Evaluasi Prosedur Evakuasi ................................................................. 41 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 43 B. Saran .................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja di Indonesia di atur berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 yang menjelaskan tentang keselamatan kerja. Undang-undang ini dimaksud-kan untuk menentukan standar yang jelas untuk keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional. Bab III pasal 3 berisi tentang Syarat-syarat Keselamatan Kerja yaitu mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakarankebakaran. Serta ada keputusan menteri yang mengatur tentang ketenagakerjaan yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 186 tahun 1999, Bab 1 pasal 2 berisi tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja yaitu pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satu masalah kecelakaan terbesar di dunia industri adalah masalah kebakaran. Apabila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang dirugikan. Terjadinya kebakaran di industri tidak hanya dapat menghilangkan nyawa ataupun benda, akan tetapi mengganggu kegiatan operasional industri. Salah satu potensi bahaya yang harus mendapatkan perhatian besar yaitu potensi bahaya terjadinya kebakaran. Kebakaran merupakan ancaman bagi semua aspek kehidupan yang mengakibatkan kerugian, cidera/kematian, kerusakan

1

peralatan/sarana, kerugian produksi, kehilangan keuntungan informasi atau modal, dan gangguan terhadap usaha (Rahim dkk, 2014). Menurut data National Fire Protection Association (NFPA), jumlah kasus kebakaran yang terjadi di 50 negara bagian Amerika Serikat pada tahun 2006 sebanyak 524.000 kasus, tahun 2007 sebanyak 530.500 kasus dan pada tahun 2008 jumlah kebakaran yang terjadi sebanyak 515.000 kasus (Ramli, 2010). Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, kejadian kebakaran yang terjadi pada industri minyak dan gas yang pernah dicatat terjadi di industri kilang minyak di Venezuela pada tanggal 25 Agustus 2012 yang menyebabkan 48 orang meninggal dunia dan 151 orang lainnya mengalami cidera (International Labour Organization, 2012). Pada tahun 2010 Karter melaporkan jumlah kejadian kebakaran di Amerika Serikat tahun 2009, yaitu sebanyak 1.348.500 kejadian kebakaran. Di New Zealand, pada tahun 2009 sampai dengan 2010 terjadi 69.579 kejadian kebakaran dengan jumlah kebakaran di perkotaan sebanyak 53.940 dan di pedesaan sebanyak 15.639 (New Zealand Fire Service,2010). Sementara itu menurut Iskandar sebagaimana dikutip oleh jurnas.com, jumlah kasus kebakaran di DKI Jakarta terjadi 1.139 kebakaran sepanjang tahun 2016. Sedangkan 2015 silam pernah terjadi 164 kebakaran dalam rentan satu bulan. Artinya, dalam satu hari terjadi lima kali kebakaran (Jurnas.com, 2017). Kebakaran besar melanda sebuah pabrik bahan kimia di Thailand bagian timur, menewaskan 12 orang dan 100 lebih orang terluka. Kebakaran juga melanda pabrik pakaian di Itali, 7 pekerja Cina tewas setidaknya 54 orang

2

lainnya juga dilaporkan telah terluka dalam kebakaran itu. Pabrik pengolahan unggas di Cina juga mengalami kebakaran yang mengakibatkan korban tewas 112 orang. Pabrik garmen Banglades terjadi juga kebakaran yang mengakibatkan 10 tewas dan sekitar 50 pekerja terluka dalam kebakaran tersebut, yang sebabnya belum diketahui. Perusahaan tersebut juga mengalami kerugian sebesar US$ 20 miliar. Sebuah ledakan terjadi di pabrik pupuk Texas Amerika, ledakan tersebut telah meratakan puluhan rumah di West, sebuah kota kecil di Texas, pada rabu malam waktu setempat, 17 april 2013, atau kamis waktu Indonesia. Ledakan ini menewaskan lebih dari 15 orang dan melukai lebih dari 160 warga (Kurniawan, 2014). Kebakaran juga banyak terjadi di Indonesia yang menimpa pabrik industri dan menimbulkan kerugian dan korban yang tidak sedikit, seperti yang terjadi pada tahun 2004 yang mengakibatkan 2 pekerja meninggal, kebakaran ini terjadi di PT. Petrowidada, Manyar, Gresik, Jawa Timur. Sempat juga terjadi kejadian kebakaran pada tahun 2009 pada pabrik kimia PT. Lautan Otsuka Chemical di Cilegon, Banten, Akibatnya lima orang karyawan pabrik tersebut terluka dan pabrik tekstil PT. Politek di kawasan Batujajar, Bandung, Jawa Barat, mencapai kerugian meterial diperkirakan mencapai miliaran rupiah serta pada PT. kedaung Indah Can (KICI) Surabaya mencapai kerugian mencapai Rp. 20 Miliar. Tahun 2011 juga terjadi kebakaran di pabrik makanan ringan milik CV. Martini Food, Surabaya, yang diduga berasal dari mesin produksi di dalam pabrik tersebut. Kejadian tersebut juga membuat perusahaan mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Jakarta merupakan daerah di Indonesia

3

yang banyak mengalami kejadian kebakaran, berdasarkan data kebakaran di Jakarta tahun 2013 dari Bulan Januari sampai Bulan Oktober sudah terjadi 7 kejadian kebakaran yang mengalami kerugian mencapai jutaan rupiah (Kurniawan, 2014). Berdasarkan kasus-kasus kebakaran yang terjadi dan dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran maka dirasa perlu untuk dilakukan praktikum agar mahasiswa dapat mengetahui evakuasi keadaan darurat kebakaran. B. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengevaluasi perangkat evakuasi kebakaran di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2. Untuk mengetahui prosedur evakuasi kebakaran di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Keadaan Darurat 1. Definisi Keadaan Darurat Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management Guide for Business and Industry, keadaan darurat adalah segala kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan kematian atau injury yang signifikan pada para pekerja, pelanggan atau masyarakat umum; atau kejadian yang dapat mematikan bisnis atau usaha, menghentikan kegiatan operasional, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan, atau sesuatu yang dapat mengancam kerugian fasilitas keuangan atau reputasi perusahaan di mata masyarakat. Menurut NFPA 1600, keadaan darurat adalah segala kejadian atau peristiwa, alamiah atau akibat ulah manusia yang memerluakan aksi penyelamatan dan perlindungan terhadap properti, kesehatan masyarakat, dan keselamatan. 2. Jenis Keadaan Darurat Menurut NFPA keadaan darurat dapat dibedakan menjadi dua jenis, antara lain: a. Keadaan Darurat Kecil Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat diatasi sendiri oleh petugas setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.

5

b. Keadaan darurat besar Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat mempengaruhi jalannya operasi perusahaan atau mempengaruhi tatanan lingkungan sekitar dan penanggulangannya diperlukan pengerahan tenaga yang banyak dan besar. Menurut Departemen Tenaga Kerja (1980), keadaan darurat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Keadaan Darurat Tingkat I (Tier I) Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi mengancam jilwa manusia dan harta benda (asset) yang secara normal dapat diatasi oleh personil jaga dari suatu instalasi atau pabrik dengan menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan tanpa perlu adanya regu bantuan yang dikonsinyalir. 2) Keadaan Darurat Tingkat II (Tier II) Keadaan darurat tipe ini merupakan suatu bencana atau kecelakaan berskala besar yang tidak mampu ditangani oleh personil, peralatan dan bahan yang tersedia pada unit kegiatan lain dan institusi berdasarkan tingkatan tier 1. Tingkat bencana yang terjadi dapat berupa kebakaran besar, kebocoran B3, semburan liar material berbahaya atau yang dapat mengancam jiwa manusia dan/atau asset. Selain itu, instalasi/pabrik tersebut dapat berbahaya bagi karyawan, masyarakat dan lingkungan sekitar. Sehingga

6

diperlukan bantuan tambahan yang berasal dari pemerintah setempat maupun masyarakat sekitar. 3) Keadaan Darurat Tingkat III (Tier III) Keadaan darurat tingat III adalah bencana dan kecelakaan berskala major atau dahsyat yang akibatnya melebihi keadaan darurat tingkat II dan institusi tersebut sudah tidak mampu menanganinya dengan penanganan personil, peralatan dan material yang tersedia di suatu wilayah berdasarkan tingkat tier 2 sehingga perlu bantuan/koordinasi tingkat nasional. 3. Penyebab Keadaan Darurat Menurut Erkins (1998), terdapat tiga kategori kejadian yang menimbulkan keadaan darurat, antara lain: a. Operasi dalam keadaan darurat (operational emergencies) seperti kebakaran peledakan, tumpahan bahan kimia, kebocoran gas, release energi dan kecelakaan besar (major accident). b. Gangguan publik (public disturbance) seperti ancaman bom, sabotase, jatuhnya pesawat dan radiasi. c. Bencana alam (natural disaster) seperti banjir, tsunami, angin puting beliung, gempa bumi, tersambar petir dan lain-lain. B. Tinjuan Umum Tentang Kebakaran 1. Definisi Kebakaran Dalam pedoman penanggulangan bahaya kebakaran, kebakaran adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh api yang tidak dapat dikendalikan atau

7

dikuasai baik besar maupun kecil, disengaja atau tidak dan menimbulkan kerugian harta benda, cacat bahkan korban jiwa manusia. Menurut NFPA, kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya 3 unsur, yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugia harta benda atau cedera bahkan kematian manusia. Tahap – tahap terjadinya kebakaran yaitu: a. Tahap Penyulutan Reaksi tiga unsur yaitu panas, bahan bakar dan oksigen. Maka terbentuklah api yang akan dapat mencapai tahap kebakaran selanjutnya apabila tidak dilakukan pemadaman api. b. Tahap pertumbuhan Api membakar bahan yang mudah terbakar di sekitar api sehingga panas meningkat yang disebut flashover. Pada tahap ini sarana pendeteksi seperti detektor asap dan detektor panas bekerja, alarm kebakaran menyala, api dapat dipadamkan secara manual atau sprinkler melakukan pemadaman otomatis, penghuni gedung melakukan tindakan penyelamatan. Sedangkan untuk sarana proteksi pasif yaitu sifat bahan bangunan yang dapat membatasi penjalaran api. c. Tahap pembakaran Pada tahap ini semua bahan mudah terbakar menyala secara keseluruhan, nyala api paling panas dan paling berbahaya bila terperangkap di dalamnya. Pemadaman dilakukan dengan peralatan

8

pemadam oleh pemadam kebakaran. Bahan bangunan pengaruh pada ketahanan api, pengurungan api dan mencegah keruntuhan struktur. d. Tahap surut Membutuhkan waktu paling lama dari tahap lain, terjadi penurunan kadar oksigen yang kemudian api berangsur – angsur padam. Bahan mudah terbakar yang belum menyala berpotensi menimbulkan nyala api baru. 2. Unsur-unsur Terjadinya Kebakaran Kebakaran biasanya diawali dari api kecil atau disebut api awal, jika dapat dikuasai dengan baik maka kebakaran tidak akan terjadi. Api terjadi karena adanya suatu reaksi dari tiga unsur, yaitu : bahan bakar, panas, dan oksigen. Reaksi ketiga unsur tersebut digambarkan dalam suatu segitiga yang disebut Segitiga Api (Paimin dkk., 2015). a. Oksigen Oksigen adalah gas yang tidak mudah terbakar (nonflammeable gas) dan juga merupakan satu kebutuhan untuk kehidupan yang sangat mendasar. Di atas permukaan laut, atmosfer memiliki oksigen dengan konsentrasi sekitar 21 %. Sedang untuk terjadinya pembakaran/api, oksigen dibutuhkan minimal 16 %. Oksigen tidak terbakar, melainkan hanya mendudkung proses pembakaran. (Anizar, 2009). b. Bahan Bakar Bahan bakar dalam hubungannnya dengan ilmu kebakaran adalah setiap benda, bahan atau material yang dapat terbakar dianggap sebagai

9

bahan bakar. Bahan Bakar Api (Anizar, 2009). Bahan bakar dapat berupa padat, cair atau gas yang dapat terbakar dan bercampur dengan oksigen dari udara. Bahan bakar padat yaitu bahan yang bersifat padat seperti kayu, kertas, kain, rumput, plastik dan kapas. Bahan bakar cair yaitu bahan yang bersifat cairan seperti minyak, bahan kimia seperti spirtus, bahan cat. Bahan bakar gas yaitu yang berbentuk gas seperti gas LPG dan lainnya (Ramli, 2010). c. Panas Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur suatu benda/bahan bakar sampai ke titik dimana jumlah uap bahan bakar tersebut tersedia dalam jumlah cukup untuk dapat terjadi penyalaan (Ramli, 2010). 3. Penyebab Kebakaran Menurut Departemen Tenaga Kerja (dalam Wahyuni, 2011), terdapat 3 faktor terjadinya kebakaran, yaitu: a. Faktor Manusia Manusia sebagai faktor penyebab terjadinya kebakaran, antara lain: 1) Faktor pekerja a) Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran. b) Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar

tanpa

menghiraukan

norma-norma

pencegahan

kebakaran.

10

c) Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan. d) Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsur kesengajaan. 2) Faktor pengelola a) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja. b) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja. c) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik terutama dalam kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya. d) Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan. b. Faktor Teknis 1) Melalui proses fisik atau mekanis seperti timbulnya panas akibat kenaikan 2) suhu atau timbulnya bunga api terbuka. 3) Melalui proses kimia, yaitu terjadinya suatu pengangkutan, penyimpanan, penanganan barang atau bahan kimia berbahaya tanpa memperhatikan petunjuk yang telah ada (MSDS). 4) Melalui tenaga listrik karena hubungan arus pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau membakar komponen lain. c. Faktor Alam 1) Petir adalah salah satu penyebab terjadinya kebakaran. 2) Letusan gunung berapi dapat menyebabkan kebakaran hutan dan juga perumahan yang dilalui oleh lahar panas.

11

4. Peristiwa-Peristiwa Penyebab Kebakaran di Industri Menurut Suma’mur (1987) peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut: a. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar Kemungkinan terbakar atau tidak tergantung dari: 1) Sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah, agak mudah dan sulit terbakar. 2) Besarnya zat padat tersebut jika sedikit, tidak timbul cukup panas untuk terjadinya kebakaran. 3) Keadaan zat padat, seperti mudahnya kertas atau kayu-kayu lempengan tipis terbakar karena relatif luasnya permuakaan yang bersinggungan dengan oksigen. 4) Cara menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api. b. Penyinaran Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan gelombang gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya terus naik, maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.

12

c. Peledakan uap atau gas Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar saat bereaksi dengan oksigen akan menimbulkan nyala api. Jika kadar gas atau uap berada dalam batas untuk menyala atau meledak dan terkena benda pijar atau nyala api maka pembakaran yang terjadi akan meluas dengan cepat. Batas-batas kadar tersebut tergantung pada jenis uap atau gas. Kecepatan api yang menjalar tergantung pada sifat zat, suhu dan tekanan udara. Kecepatan ini menentukan besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh peledakannya. d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair Debu-debu dari zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang berupa suspensi di udara bersifat seperti campuran gas dan udara atau uap dalam udara dan dapat meledak. e. Percikan api Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi dapat menyebabkan terbakarnya campuran gas, uap, debu dan udara. Percikan api tidak dapat membakar benda padat, dikarenakan energi dan panas yang ditimbulkan dari percikan api akan menghilang di sekitar benda padat. Percikan api dapat terbentuk melalui listrik statis yang dihasilkan dari gesekan dua benda yang bergerak, di antara benda yang bergerak dan udara, dan di antara cairan atau gas yang bukan penghantar listrik dengan pipa yang dilaluinya, seperti pada saat pengisian bahan bakar minyak. Dalam hal ini bahan bakar dengan berat jenis lebih besar adalah berbahaya, oleh

13

karena bahan yang ringan di pembakaran. Termasuk percikan api yang timbul akibat gesekan dua permukaan juga sangat berbahaya seperti pengerindaan logam bukan besi. f. Terbakar sendiri Kebakaran sendiri dapat terjadi pada kumpulan bahan bakar mineral yang padat atau zat-zat organik, apabila peredaran udara cukup besar untuk terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas yang terjadi. Peristiwa peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban. g. Reaksi kimiawi Reaksi-reaksi kimia tertentu menghasilkan cukup panas yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Misalnya fosfor kuning yang teroksidasi sangat cepat bila bersinggungan dengan udara dan asam nitrat yang mengenai bahan-bahan organik akan menimbulkan nyala api. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hidrogen peroksida, klorat, perklorat, borat, perborat, dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada pemanasan, dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Walaupun tidak ada panas yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibatkan terbakarnya zat-zat organik terutama jika bahan organik tersebut dalam bentuk partikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang mengoksidasinya.

14

h. Peristiwa-peristiwa lain Gesekan antara dua benda dapat menimbulkan panas, yang semakin banyak menurut besarnya koefisien gesekan. Jika panas yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, maka kebakaran mungkin terjadi. 5. Klasifikasi Kebakaran National Fire Protection Association (NFPA) mengklasifikasikan kebakaran menjadi 4 kelas, antara lain: a. Kelas A Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan padat kecuali logam yang meninggalkan arang dan abu. Unsur bahan padat tersebut biasanya mengandung karbon, seperti kertas, plastik, karet, busa dan lain-lain sejenisnya. Untuk situasi demikian, yang cocok sebagai media pemadam adalah air karena air menyerap kalor/panas dan dapat menembus sampai bagian dalam. b. Kelas B Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan cair dan gas yang mudah terbakar yang mengandung hidrokarbon dari produk minyak bumi dan turunan kimianya, seperti: minyak, alkohol, bensin, dan lainlain sejenisnya. Media pemadam yang cocok adalah jenis busa karena akan menutup permukaan cairan yang mengapung di permukaan. Sedangkan untuk bahan gas, media pemadam yang cocok adalah jenis

15

tepung kimia kering atau CO2 karena akan terjadi proses substitusi oksigen dan atau memutuskan reaksi rantai. c. Kelas C Merupakan kebakaran yang disebabkan listrik yang bertegangan seperti peralatan elektronik rumah tangga, komputer, televisi, transmisi listrik dan lain-lain sejenisnya. Media pemadam yang cocok adalah jenis bahan kering, yaitu tepung kimia atau CO2. d. Kelas D Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan logam. Media pemadam yang digunakan harus dirancang khusus yang dapat berfungsi menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun, misalnya metal-x foam. Tidak dianjurkan menggunakan media pemadam seperti air atau yang lainnya karena akan menimbulkan bahaya. 6. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Suma’mur (1987) mengatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan. Dengan meningkatnya penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar, pencegahan dan penanggulangan terhadap kebakaran harus ditingkatkan, agar kerugiankerugian menjadi sekecil mungkin. Pencegahan kebakaran lebih ditekankan kepada usaha-usaha yang memindahkan atau mengurangi terjadinya

16

kebakaran. Penanggulangan lebih ditekankan kepada tindakan-tindakan terhadap kejadian kebakaran agar korban menjadi sesedikit mungkin. Pencegahan kebakaran dan pengurangan korban kebakaran tergantung dari lima prinsip pokok sebagai berikut: a. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kebakaran atau keadaan panik. b. Pembuatan bangunan tahan api. c. Pengawasan yang teratur dan berkala. d. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya. e. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran dan tindakan pemadamannya. Dalam penanggulangan kebakaran digunakan teknik pemadaman yang dapat dilakukan dengan merusak keseimbangan dari ketiga unsur penyebab kebakaran. Berikut teknik-teknik pemadaman kebakaran secara umum (Pati, 2008): a. Pendinginan (Colling) Salah satu cara yang umum untuk memadamkan api adalah dengan cara pendinginan/ menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak menimbulkan uap/ gas untuk pembakaran. Air adalah salah satu bahan pemadam yang terbaik untuk menyerap panas. Air akan menghisap sebagian besar panas apabila ia berubah menjadi uap dan air akan lebih mudah menguap apabila berbentuk tetesan-tetesan. Jumlah air yang diperlukan untuk memadamkan kebakaran tergantung dari suhu api

17

tersebut, kecepatan aliran, jumlah aliran air dan jenis dari air yang dipakai. b. Pembatasan oksigen (Smoothering) Dengan membatasi atau mengurangi oksigen dalam proses pembakaran, api akan dapat padam. Pembatasan oksigen dapat dilakukan dengan metode pemisahan oksigen dan pengenceran. Pemisahan oksigen dilakukan dengan cara menghalangi kontak dengan oksigen, misalnya dengan selimut basah, pasir dan busa. Sedangkan pengenceran reaktan mengakibatkan konsentrasi oksigen turun sampai di bawah titik bakar sehingga api akan padam, misalnya dengan penyemprotan karbondioksida pada api. c. Pemisahan bahan yang terbakar Suatu kebakaran bahan dapat dipisahkan dengan jalan menutup aliran yang menuju ke tempat kebakaran atau menghentikan suplai bahan bakar yang dapat terbakar. Pemindahan bahan bakar untuk memadamkan api lebih efektif akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan dalam prakteknya karena mungkin lebih sulit. Contoh pemindahan bahan bakar, yaitu dengan memompa minyak ke tempat lain, memindahkan bahan-bahan yang mudah terbakar dan lain-lain. d. Memutuskan rantai reaksi api Cara yang terakhir untuk memutuskan api adalah dengan mencegah terjadinya reaksi rantai di dalam proses pembakaran. Radikal-radikal bebas yang ada pada reaksi rantai diganggu fungsinya oleh beberapa zat

18

kimia tertentu yang mempunyai sifat mencegah sehingga terjadi reaksi rantai oleh atom-atom ini, maka nyala api lama kelamaan akan padam. Pemutusan rantai reaksi pembakaran ini dapat dilakukan secara fisik, kimia, atau kombinasi fisika-kima. Secara fisik nyala api dapat dipadamkan dengan peledakan bahan peledak di tengah-tengah kebakaran. Secara kimia pemadaman dapat dilakukan dengan memakai bahan-bahan yang menyerap hidroksit (OH) dari rangkaian rantai reaksi pembakaran. Bahan-bahan tersebut dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu: 1) Logam alkali berupa tepung kimia kering (dry chemical) 2) Ammonia berupa tepung kimia kering 3) Halogen berupa gas dan cairan C. Tinjauan Umum Tentang Sarana Proteksi Kebakaran Bangunan gedung harus diproteksi terhadap kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan akan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran, khususnya pada tahap awal kejadian kebakaran. (KepMen PU No 11/KPTS/2000). 1. Sarana Protektif Pasif Berdasarkan KepMen PU No 10/KPTS/2000, sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek

19

arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Menurut Ramli (2010:117), banyak jenis sarana proteksi pasif yang dirancang untuk proteksi kebakaran antara lain : 1) Penghalang (barrier) Adalah struktur bangunan yang berfungsi sebagai penghalang atau penghambat penjalaran api dari suatu bagian bangunan ke bagian lain. Penghalang dapat didesain dalam bentuk tembok atau partisi dengan material tahan api. 2) Jarak Aman Pengaturan jarak antar bangunan sangat membantu dalam mengurangi penjalaran api. Bangunan yang berdempet-dempetan akan mudah terkena kebakaran dari bangunan sebelahnya. Standar jarak aman sangat penting dalam merancang suatu fasilitas dengan tujuan untuk mengurangi dampak penjalaran kebakaran dan bahaya peledakan jika suatu unit atau peralatan terbakar. 3) Pelindung Tahan Api Penjalaran atau kebakaran dapat dikurangi dengan memberi pelindung tahan api untuk peralatan atau sarana tertentu. Bahan bangunan juga menentukan ketahanan terhadap kebakaran. 2. Sarana Protektif Aktif Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran dengan menggunakan peralatan yang dapat bekerja

20

secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif, yaitu alarm, detektor, alat pemadam api ringan (APAR) dan hydrant (Instruksi Menaker No. Ins. 11/M/BW/1997) a. Detektor dan Alarm Kebakaran Menurut Permenaker RI No.02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat membangkitkan alarm dalam suatu sistem. 1) Detektor asap Menurut Permenaker RI No.02/MEN/1983, detektor asap atau smoke detector adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas asap. Detektor asap terdapat 2 jenis yaitu: a) Detektor ionisasi (ionization smoke detector) Detektor ini mengandung sejumlah kecil bahan radioaktif yang akan mengionisasi udara di ruang pengindra. Apabila partikel

asap

memasuki

ruang

pengindra

maka

akan

menyebabkan penurunan daya hantar listrik. Jika penurunan daya hantar tersebut jauh di bawah tingkat yang ditentukan detektor, maka alarm akan berbunyi.

b) Detektor foto listrik (photo electric) Detektor ini bekerja berdasarkan sifat infra merah yang ditempatkan dalam suatu unit kecil. Jika asap masuk ke dalam

21

alat ini maka akan mengacaukan jalannya infra merah dan dimanfaatkan untuk pendeteksian. 2) Detektor panas Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang dilengkapi dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatik yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya. Detektor panas terdapat 3 jenis, yaitu: a) Detektor bertemperatur tetap (fixed temperatur detector) Detektor ini berisi sebuah elemen yang dapat meleleh dengan segera pada temperatur yang telah ditentukan dan akan menyebabkan terjadinya kontak listrik sehingga mengaktifkan alarm kebakaran. b) Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (rate of rise heat detector) Detektor ini bekerja berdasarkan keceatan tertentu naiknya temperature sehingga mengaktifkan alarm kebakaran. c) Detektor kombinasi Detektor yang bekerja apabila temperatur di suatu ruang naik (rate of rise heat detector) dan pada temperatur yang telah ditentukan (fixed temperature detector). 3) Detektor nyala Batasan nyala akan memberikan tanggapan terhadap energi radiasi di dalam atau di luar batas perhitungan manusia. Detektor ini

22

peka terhadap nyala bara api, arang atau nyala api kebakaran. Penggunaan detektor nyala adalah pada daerah yang sangat mudah meledak atau terbakar terdapat 2 tipe detektor nyala api, yaitu: a) Detektor sinar ultra ungu (ultraviolet detector) Detektor nyala api yang disiapkan untuk melindungi bendabenda yang bila terbakar banyak memancarkan cahaya putih kebiruan. b) Detektor infra merah (infrared detector) Detektor nyala api yang disiapkan untuk melindungi bendabenda terbaka yang memancarkan cahaya kemerah-merahan. Menurut Permenaker RI No.02/MEN/1983, instalasi alarm kebakaran otomatis adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detector panas, detektor asap, detektor nyala api serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran. Sesuai dengan cara kerjanya, alarm kebakaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (audible alarm) yang harus memenuhi syarat-syarat, seperti: mempunyai bunyi serta irama yang khas, bunyinya mempunyai frekuensi kerja antara 500-1000 Hz dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB, tingkat kekerasan alarm audio minimal 5 dB lebih tinggi dari kebisingan normal jika ruangan dengan tingkat

23

kebisingan yang tinggi, untuk ruang tidur tingkat kekerasan alarm audio minimal 75 dB. 2) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap pandangan mata secara jelas (visible alarm). Menurut Permenaker RI No.02/MEN/1983, syarat detektor dan alarm antara lain detektor dan alarm ada beberapa ketentuan, antara lain rangkaian detektor dan alarm kebakaran atau yang disebut juga dengan fire system alarm harus berfungsi dengan baik, alarm kebakaran memiliki bunyi yang khusus dan dapat didengar dengan jelas di seluruh lokasi, setiap kelompok alarm kebakaran tidak lebih dari 20 detektor asap dan seluruh instalasi alarm kebakaran otomatik harus dipelihara dan diuji secara berkala oleh petugas yang sudah diakui atau yang ditunjuk. b. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, alat pemadam api ringan (APAR) adalah alat yang ringan serta mudah digunakan oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal kebakaran. APAR hanya efektif digunakan untuk memadamkan kebakaran kecil. Menurut jenis media yang digunakan, APAR dibagi menjadi:

24

1) APAR dengan media air APAR jenis ini membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan yang berfungsi untuk menekan air keluar. 2) APAR dengan media busa APAR jenis iini juga membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan untuk menekan busa keluar. 3) APAR dengan serbuk kimia APAR dengan serbuk kimia terdiri dari 2 jenis, yaitu: a) Tabung berisi serbuk kimia dan sebuah tabung kecil (cartridge) yang berisi gas bertekanan CO2 atau N2 sebagai pendorong serbuk kimia. b) Tabung berisi serbuk kimia yang gas bertekanan langsung dimasukkan ke dalam tabung bersama serbuk kimia (tanpa cartridge). Pada bagian luar tabung terdapat indikator tekanan gas (pressure gauge) untuk mengetahui apakah kondisi tekanan di dalam tabung masih memenuhi syarat ayau tidak. 4) APAR dengan media gas Tabung gas biasanya dilengkapi dengan indikator tekanan pada bagian luarnya. Khusus untuk tabung yang berisi gas CO2, corong semprotnya berbentuk melebar, berfungsi untuk merubah CO2 yang keluar menjadi bentuk kabut bila disemprotkan.

25

5) Alat pemadam api beroda Alat pemadam api ini sama dengan APAR, hanya ukurannya lebih besar dengan berat antara 25 kg sampai dengan 150 kg dengan menggunakan serbuk kimia atau gas. Untuk memudahkan bergerak, alat ini dilengkapi dengan roda dan digunakan untuk memadamkan api yang lebih besar. Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980, syarat dari APAR, antara lain: jenis dan klasifikasi APAR harus sesuai dengan jenis kebakaran, APAR ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat, dicapai dan diambil, terdapat tanda pemasangan APAR, terdapat petunjuk cara pemakaian yang dapat dibaca dengan jelas, APAR dengan berat kurang dari 18,14 kg dipasang menggantung di dinding atau dalam lemari yang tidak dikunci dan APAR dengan berat di atas 18,14 ditempatkan pada sekang beroda, tidak berlubang atau cacat karena karat dan diperiksa dua kali dalam setahun (dalam jangka 6 bulan atau 12 bulan). c. Hidran Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Hidran biasanya dilengkapi dengan selang (fire hose) yang disambung dengan kepala

26

selang (nozzle) yang tersimpan rapi di dalam suatu kotak baja dengan cat warna merah mencolok. Untuk menghubungkan selang dengan kepala selang digunakan alat yang disebut kopling yang dimiliki dinas pemadam kebakaran setempat sehingga dapat disambung ke tempat yang jauh. Pompa kebakaran harus tersedia dua unit dengan kapasitas yang sama ditambah dengan satu unit pompa pacu (jockey pump), dimana satu unit sebagai pompa utama dan yang lainnya sebagai cadangan. Selang pemadam kebakaran dibuat secara khusus dari bahan kanvas, polyester dan karet sesuai dengan fungsi yang diperlukan dalam tugas pemadam, yaitu: harus kuat menahan tekanan air yang tinggi, tahan gesekan, tahan pengaruh zat kimia, mempunyai sifat yang kuat, ringan dan elastis. Nozzle memiliki dua tipe yaitu jet (fix nozle) dan nozzle kombinasi. Jenis jet digunakan untuk semprotan jarak jauh, sedangkan nozzle kombinasi dapat diatur dengan bentuk jenis pancaran lurus dan pancaran spray (Estria, 2008). Ada beberapa kualifikasi hidran, antara lain: 1) Berdasarkan jenis dan penempatan hidran a) Hidran gedung,

yaitu hidran yang terletak di dalam

bangunan/gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang dalam bangunan/gedung tersebut. b) Hidran

halaman,

yaitu

hidran

yang

terletak

di

luar

bangunan/gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang di lingkungan bangunan/gedung tersebut.

27

2) Berdasarkan besar ukuran pipa hidran yang dipakai a) Hidran kelas I adalah hidran yang menggunakan ukuran selang 2,5". b) Hidran kelas II adalah hidran yang menggunakan ukuran selang 1,5". c) Hidran kelas III adalah hidran yang menggunakan ukuran sistem gabunagn kelas I dan kelas II. Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, syarat dari hidran antara lain terdapat kelengkapan hidran seperti selang, sambungan selang, kepala selang dan keran pembuka, kotak hidran mudah dilihat, dibuka dan dijangkau serta tidak terhalang benda lain, seluruh komponen hidran diperiksa minimal setahun sekali, hidran mampu mengalirkan air minimal 30 menit dan dilakukan pengujian simulasi pompa kebakaran. D. Tinjauan Umum Tentang Sarana Penyelamatan Jiwa Menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000, sarana penyelamatan jiwa adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. a. Tempat Berhimpun Tempat berhimpun adalah suatu tempat di luar area gedung atau bangunan yang digunakan sebagai tempat berhimpun setelah proses evakuasi pada saat kebakaran terjadi kemudian dilakukan penghitungan personil,. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan

28

lainnya dan merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi (Fatmawati, 2009). Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, syarat dari tempat berhimpun antara lain terdapat petunjuk atau tanda tempat berkumpul yang dapat dilihat dengan jelas dan tempat berhimpun aman dan terhindar dari bahaya kebakaran dan bahaya lainnya. Selain itu luas tempat berkumpul harus sesuai dengan jumlah penghuni yang berada pada bangunan ataupun gedung minimal 0,3 m2 untuk setiap orang. E. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Penanggulangan Keadaaan Darurat Kebakaran Menurut R.M.S. Jusuf (dalam Fatmawati, 2009), ditinjau dari sudut pandang ilmu manajemen, tanggap darurat dalam sistem organisasi, khususnya di perusahaan/industri, merupakan bagian dari salah satu fungsi manajemen yaitu perencanaan atau rancangan. Oleh karena itu, setiap organisasi – perusahaan/industry

harus

mempersiapkan

rencana/rancangan

untuk

menghadapi keadaan darurat berikut prosedur-prosedurnya, dan seluruhnya harus disesuaikan dengan kebutuhan kebutuhan organisasi secara menyeluruh. a. Organisasi Tanggap Darurat Organisasi tanggap darurat kebakaran adalah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus fungsional di bidang kebakaran. Petugas penanggulangan kebakaran adalah petugas yang ditunjuk dan diserahi tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan melaksanakan upaya

29

penaggulangan

kebakaran

unit

kerjanya

(Kepmen

No.

KEP.186/MEN/1999). Menurut Kepmen No. KEP.186/MEN/1999, syarat dari organisasi tangga darurat antara lain setiap anggota organisasi sudah mengetahui tugas masing-masing, setiap anggota organisasi sudah terlatih dan dilakukan peninjauan terhadap organisasi tanggap darurat. Struktur organisasi penanggulangan kebakaran terdiri dari petugas peran kebakaran, regu penanggulangan kebakaran, koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggungjawab teknis. b. Prosedur Tanggap Darurat Manajemen penanggulangan keadaan darurat kebakaran, harus membuat prosedur tanggap darurat selain struktur organisasi tim tanggap darurat agar tahapan yang dilakukan ketika menghadapi keadaan darurat terutama kebakaran dapat berjalan efektif dan sistematis. Adapun prosedur operasional standar yang terdapat pada setiap bangunan gedung maupun industri, antara lain pemberitahuan awal kebakaran, pemadaman kebakaran manual, pelaksanaan evakuasi, pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran, dan sebagainya (Kepmen PU No. 11/KPTS/2000). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdapat syarat prosedur tanggap darurat antara lain terdapat koordinasi dengan pihak pemada kebakaran setempat, prosedur tanggap darurat

30

ditinjau secara berkala terutama bila terdapat perubahan pada peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan perusahaan dan prosedur tanggap darurat diketahui oleh seluruh karyawan. c. Latihan Tanggap Darurat Kebakaran Setiap anggota unit regu penanggulangan kebakaran dalam tim tanggap darurat harus melaksanakan latihan secara berkala dan efektif, baik latihan berupa teori maupun praktik. Tujuan latihan tersebut adalah untuk menciptakan kesiapsiagaan anggota tim dalam menghadapi kejadian kebakaran serta agar tim mampu menanggulangi kebakaran secara efektif dan efisien (Kepmen PU No.11/KPTS/2000). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 Tahun 2012 tentan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdapat syara latihan tanggap darurat kebakaran, antara lain lain terdapat latihan penaggulangan kebakara minimal sekali dalam setahun dan pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang berkompeten dan berwenang.

31

BAB III METODE PRAKTIKUM A. Lokasi dan Waktu Percobaan Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada hari Senin, 17 April 2017 pukul 08.00 WITA hingga selesai. B. Instrumen Praktikum Alat percobaan yang di gunakan adalah : 1. Alarm System.

Gambar 1. Fire Alarm System Sumber: Google, 2017.

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Gambar 2. Alat Pemadam Api Ringan Sumber: Data Sekunder, 2016

32

C. Prosedur Evakuasi Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman nomor 58/KPTS/DM/2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran Pada Bangunan Gedung, syarat mutlak bila menghadapi kebakaran atau dugaan kebakaran sehingga menimbulkan suasana darurat adalah bersikap tenang, tidak panik dan selanjutnya melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Untuk seluruh penghuni atau karyawan gedung a. Saat Melihat Api 1) Tetap tenang jangan panik 2) Bunyikan alarm dengan menekan tombol manual call point, atau dengan memecahkan manual break glass dan menekan tombol alarm, sambil teriak kebakaran-kebakaran. 3) Jika tidak terdapat tombol tersebut atau tidak berfungsi, orang tersebut harus berteriak “kebakaran kebakaran” untuk menarik perhatian yang lainnya. 4) Beritahu Safety Representative melalui telepon darurat atau lewat HP, Pager, dan sampaikan informasi berikut: identitas pelapor, ukuran/besarnya kebakaran, lokasi kejadian, adanya / jumlah orang terluka, jika ada, tindakan yang telah dilakukan 5) Bila memungkinkan (jangan mengambil resiko) padamkan api dengan menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) yang terdekat.

33

6) Jika api /kebakaran tidak dapat dikuasai atau dipadamkan lakukan evakuasi segera melalui pintu keluar (EXIT) b. Saat mendengar alarm tahap 1 1) Kunci semua lemari dokumen / file. 2) Berhenti memakai telepon intern & extern. 3) Matikan semua peralatan yang menggunakan listrik. 4) Pindahkan keberadaan benda-benda yang mudah terbakar. 5) Selamatkan dokumen penting. 6) Bersiaga dan siap menanti instruksi / pengumuman dari Fire Commander maupun Safety Representative. c.

Saat mendengar alarm tahap 2 1) Berdiri di depan pintu kantor secara teratur, jangan bergerombol dan bersedia untuk menerima instruksi. 2) Evakuasi akan dipandu oleh petugas evakuasi melalui tangga darurat terdekat menuju tempat berhimpun di luar gedung. 3) Jangan sekali-sekali berhenti atau kembali untuk mengambil barang-barang milik pribadi yang tertinggal. 4) Tutup semua pintu kantor yang anda tinggalkan (tapi jangan sekali-sekali mengunci pintu-pintu tersebut) Untuk mencegah meluasnya api dan asap.

d.

Saat evakuasi 1) Tetap tenang, Jangan panik! 2) Segera menuju tangga darurat yang terdekat

34

3) Berjalanlah biasa dengan cepat, jangan lari 4) Lepaskan sepatu dengan hak tinggi 5) Janganlah membawa barang yang lebih besar dari tas kantor/tas tangan 6) Beritahu tamu/pelanggan yang yang kebetulan berada di ruang / lantai tersebut untuk berevakuasi bersama yang lain. 7) Bila terjebak kepulan asap kebakaran, maka tetap menuju tangga darurat dengan ambil napas pendek-pendek, upayakan merayap atau merangkak untuk menghindari asap, jangan berbalik arah karena akan bertabrakan dengan orang-orang dibelakang anda Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap maka tahanlah napas anda dan cepat menuju pintu darurat kebakaran. e.

Saat pengungsian di luar gedung 1) Pusat berkumpulnya para pengungsiditentukan ditempat 2) Setiap pengungsi diminta agar senantiasa tertib dan teratur 3) Petugas evakuasi dari setiap kantor agar mencatat karyawan yang menjadi tanggung jawabnya. 4) Apabila ada karyawan yang terluka, harap segara melapor kepada First Aider atau Petugas Medis untuk mendapatkan pengobatan 5) Jangan kembali kedalam gedung sebelum tanda aman dimumumkan Safety Representative.

35

2.

Petugas Fire Warden dan Fire Brigade Ketika mendengar alarm atau diberitahu mengenai kejadian kebakaran a.

Memastikan di mana lokasi kebakaran.

b. Bergerak menuju lokasi kebakaran tersebut melalui jalan terdekat dengan membawa APAR. c. Melapor kesiagaan untuk tindakan pemadaman kepada Pemimpin Regu (Fire Warden lapor ke Safety Rep). d. Melakukan

tindakan

pemadaman

kebakaran

tanpa

harus

membahayakan keamanan masing-masing personil. 3.

Fire Commander Pada saat menerima informasi adanya kebakaran a.

Menuju Ruang Posko Taktis dan memimpin operasi pemadaman

b.

Memastikan prosedur keadaan darurat dipatuhi dan dilaksanakan

c.

Memastikan Regu Pemadam Kebakaran telah dimobilisasi untuk menindaklanjuti adanya alarm atau pemberitahuan kebakaran

d.

Memastikan bahwa pemberitahuan umum mengenai status keadaan siaga telah dilakukan

e.

Melaporkan status keadaan darurat kepada pimpinan

f.

Melakukan komuniksi intensif dengan Safety Representative dan instansi terkait (Fire Brigade, ERT/emergency response team Area lain)

36

g.

Siaga untuk menerima laporan mengenai situasi dari Pemimpin Regu Pemadam Kebakaran/Fire Brigade yang berada di lokasi kebakaran dan menetapkan perlu tidaknya evakuasi total.

h.

Selalu memantau mengenai status evakuasi, kondisi kebakaran, jumlah karyawan yang terjebak,

i.

Pastikan tersedianya peta, gambar bangunan, buku FEP (fire emergency plan), kunci-kunci yang diperlukan.

4.

Petugas Evakuasi a.

Mencari penghuni atau siapa saja, dimana pada saat terjadi kebakaran ada di lantai tersebut, terutama diruang-ruang tertutup dan memberitahu agar segera menyelamatkan diri

b.

Melacak jalan, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya, hambatan ataupun jebakan pintu tertutup.

c.

Memimpin para penghuni meninggalkan, ruangan, mengatur dan memberi petunjuk tentang rute dan arus evakuasi menuju ke tempat berkumpul (assembly point / daerah kumpul) melalui jalan dan tangya darurat.

d.

Melaksanakan tugas evakuasi dengan berpegang pada prosedur. evakuasi, antara lain: 1) Melarang berlari kencang, berjalan cepat dan tidak saling mendahului 2) Mengingatkan agar tidak memmbawa barang besar dan berat 3) Keluar gedung untuk menuju assembly area

37

4) berkumpul ditempat yg ditentukan 5) Melarang kembali masuk kedalam bangunan sebelum diumumkan melalui alat komunikasi, bahwa keadaan telah aman. e.

Mengadakan apel checking jumlah Penghuni guna meyakinkan bahwa tidak ada yang tertinggal di gedung/area kerja

f.

Menghitung dan mengevaluasi jumlah korban (sakit/luka, pingsan, meninggal) .

5.

Teknisi (Electrical/Utility) a.

Matikan peralatan pengendali listrik dan aliran gas yang bisa dikenai akibat kebakaran

b.

Pastikan bahwa peralatan pemadam kebakaran seperti misalnya Pompa dan Cadangan Air berfungsi dengan baik.

c.

Periksa daerah terbakar dan tentukan tindakan yang harus dilakukan

d.

Upayakan kelancaran sarana agar prosedur pengendalian keadaan darurat dan evakuasi berjalan baik.

6.

Petugas Keamanan a.

Mengatur lalu lalu lintas kendaraan yang keluar masuk

b.

Dan menyediakan lokasi parkir untuk Fire Truck

c.

Lakukan langkah pengamanan selama petugas pemadaman bekerja memadamkan kebakaran dengan cara: 1) Mengatur lingkungan sekitar lokasi untuk memberikan ruang yang cukup untuk mengendalikan kebakaran,

38

2) Mengamankan karyawan yang tidak bertugas dalam kebakaran. d.

Mengamankan daerah kebakaran lantai tersebut dari kemungkinan tindakan seseorang misalnya mencuri barang-barang yang sedang diselamatkan diselamatkan, mencopet penghuni yang sedang panik, dll.

e.

Menangkap orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan dan membawanya ke pos komando.

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Evaluasi Perangkat Evakuasi Kebakaran di FKM Universitas Hasanuddin Setelah melakukan praktikum evakuasi tanggap darurat kebakaran, praktikan memperoleh bahwa dalam melakukan evakuasi tanggap darurat dalam hal ini kebakaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Adapun prosedurprosedurnya antara lain : 1.

Saat melihat Api Bunyikan alarm

dengan menekan tombol

call

point. Jika

api/kebakaran tidak dapat dikuasai atau dipadamkan lakukan evakuasi segera melaalui pintu keluar ( EXIT) 2.

Saat mendengar Alarm tahap 1 Kunci semua lemari dokumen/file, berhenti memakai telepon intern & extern, matikan semua peralatan yang menggunakan listrik

3.

Saat mendengar alarm tahap 2 Berdiri di depan pintu kantor secara teratur, jangan bergerombol dan bersedia untuk menerima instruksi, tutup semua pintu kantor yang anda tinggalkan

4.

Saat evakuasi Tetap tenang dan ikuti instruksi yang ada

5.

Saat pengungsian di luar gedung Berkumpul di area assembly point dan jangan kembali ke dalam gedung sebelum tanda aman di umumkan.

40

B. Gambaran Prosedur Evakuasi Kebakaran di FKM Universitas Hasanuddin Semua orang bisa melakukan evakuasi tanggap darurat kabaaran tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan melakukan hal tersebut agar tidak terjadi kecelakaan dalam memadamkan api, karena apabila kita melakukan hal yang salah maka akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dilihat dari beberapa prosedur diatas bahwa terdapat perbedaan prosedur antara prosedur berdasarkan SOP yang berlaku dengan prosedur yang ada di FKM Unhas. Adapun beberapa perbedaan yakni : 1.

Prosedur yang kurang lengkap dibandingkan prosedur berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999

2.

Prosedur tanggap darurat di FKM Unhas hanya menjelaskan sebatas prosedur bagi penghuni gedung

3.

Prosedur yang berlaku tidak disesuai dengan lokasi/lingkungan kerja yang ada

4.

Prosedur yang berlaku di FKM Unhas tidak menjelaskan tugas dan fungsi dari masing-masing petugas tanggap darurat kebakaran.

41

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum evakuasi kebakaran, yaitu sebagai berikut. 1. Perangkat evakuasi kebakaran di Fakultas Kesehatan Masyarakat sudah ada dan telah dilengkapi dengan rambu-rambu evakuasi menuju titik kumpul. Namun belum semuanya sesuai dengan standar yang saat ini berlaku. Selain itu juga telah disediakan APAR di setiap lantai meskipun terdapat beberapa APAR yang sudah habis isinya dan tidak layak pakai. Selain itu yang menjadi masalah juga di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin adalah petugas evakuasi yang masih belum ada sampai saat ini sehingga bila suatu waktu terjadi keadaan darurat maka akan sulit untuk mengarahkan penghuni gedung (tamu) untuk ke tempat yang lebih aman. 2. Prosedur evakuasi kebakaran merupakan hal yang paling penting dalam keadaan darurat dimanapun, karena apabila terjadi keadaan darurat dan penghuni tidak mengetahui prosedur evakuasi maka akan menambah masalah baru karena orang-orang akan kebingungan untuk mencari jalan keluar dan menyelamatkan diri mereka. Prosedur evakuasi di FKM sudah ada ditandai dengan adanya rambu-rambu keselamatan yang dipasang, meskipun belum memenuhi standar yang berlaku dan belum dilengkapi dengan petugas khusus evakuasi.

42

B. Rekomendasi Adapun rekomendasi yang dapat praktikan berikan kepada pihak birokrasi FKM UNHAS adalah agar memperhatikan kembali kondisi jalur evakuasi yang terdapat di Fakultas Kesehatan Masyarakat karena ada beberapa jalur evakuasi yang dihalangi oleh pot bunga sehingga nantinya akan menyulitkan orang lain untuk melihat jalur evakuasi tersebut. Selain itu, rambu-rambu keselamatan serta alat-alat yang akan

digunakan sebaiknya dilengkapi semua agar proses evakuasi saat terjadi keadaan darurat seperti kebakaran dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan korban jiwa. Adapun rekomendasi selanjutnya yaitu agar selalu memantau jalur evakuasi, tangga darurat, pintu darurat agar tetap aman, serta penyediaan APAR yang seharusnya dilakukan perawatan dan pemeriksaan isi secara rutin dan berkala dalam jangka waktu tertentu sehingga pada saat terjadi keadaan darurat seperti kebakaran maka alat-alat tersebut dapat difungsikan dengan baik.

43

Daftar Pustaka American Society of Civil Engineers. 2000. FEMA 356 – Prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitaion of Buildings, American Society of Civil Engineers, Reston, Virginia Amin, Ghyta Indriawati. 2012. Analisis Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Produksi PLTU PJ PJB UP Muara Karang Jakarta Tahun 2010. Jakarta: Universitas Islam Negeri Anizar, 2009, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Yogyakarta, Graha Ilmu. Aziz Yusuf Al. 2014. Tingkat Peemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik Tahun 2014 Departemen Pekerjaan Umum. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M2008, tentang: Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Depnakertrans. Departemen Tenaga Kerja Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 04/MEN/1980 dalam Klasifikasi Kebakaran (Jakarta : Departemen Tenaga Kerja, 1980). Erkins, Jh, Emergency Planning and Response, Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja,Volume XXXI No3, Hal 26–31 1998 Estria, C. 2008. Evaluasi Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kapal Penumpang KM. Lambelu PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PT. PELNI) Tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Federal Emergency Management Agency (FEMA). 2016. Emergency Management Guide for Business and Industry Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. : INS.11/M/BW/1997. “Tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran”. Jakarta, 1997.

International Labour Organization (ILO). 1992. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Vol. I. Geneva Jurnas.com. 2017. 2017, Meningkatkan Kewaspadaan Bencana di Perkotaan. Diakses pada 23 April 2017. Karter, Michael J. 2011. Fire Loss in the United States During 2010. Diakses pada Tanggal 23 April 2017. Keputusan Menteri Pekerjaan umum RI No. 11/KPTS/2000, Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di perkotaan, Jakarta. Kurniawan, A., 2014. Gambaran Manajemen dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta. Skripsi, Universitas Islam Negeri Jakarta. National

Fire

Protection

Association,

“NFPA

1600:

Standard

on

disaster/emergency management and business continuity programs,” in NFPA 1600: Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs, Nfpa, 2007 New Zealand Fire Service. 2010. Emergency Incident Statistic 2010-2011. Diakses pada tanggal 24 April 2017. Paimin N dkk, 2015, Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Perusahaan, Alumni, Bandung. Pati, R.H.K.P. 2008. Evaluasi Sarana Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di Gedung OSI (Operasi Sistem Informasi) PT. Krakatau Steel Tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992 tentang Penaggulangan bahaya Kebakaran dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Permenaker RI No. 02/MEN/1983. 1983. Instalasi Alarm Kebakaran Automatik. Permenaker RI No. 04/Men/1980. Syarat – Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan. Jakarta, 1980 Prawira, W.N. 2009. Evaluasi dan Analisis Konsekuensi Alat Pemadam Api Ringan di Gedung A FKM UI Tahun 2009 Dengan Metode Event Tree Analysis. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Rachmawati, R.R. 2009. Penilaian Program Emergency response Preparedness PT Mcdermott Indonesia Fabrikasi Batam Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rahim, Muhammad R., Naiem, Muhammad F., Awaluddin. 2014. Penuntun Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Universitas Hasanuddin, Makassar. Ramli, S. 2005. Sistem Proteksi Kebakaran. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Suma’mur, P.K. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung Seto. Jakarta. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 158 Tahun 1972 tentang Program Operasionil,

serentak,

singkat,

padat,

untuk

pencegahan

dan

penanggulangan kebakaran. Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

24

Tahun

2007

tentang

Penanggulangan Bencana Wahyuni. 2011. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT Bina Guna Kimia Semarang Jawa Tengah. Tugas Akhir Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Widyantoro, Bimo Adji. 2016. Analisis Tingkat Resiko Bencana Kebakaran di Kecamatan Mariso Kota Makassar Berbasis Sistem Informasi Gegrafis (Sig). Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, UIN Alauddin Makassar. World Health Organization (WHO). 2007. Risk Reduction and Emergency Preparedness. WHO Document Production Services, Geneva: Switzerland

Related Documents

Laporan Praktikum
September 2019 87
Laporan Praktikum
June 2020 47
Alur Evakuasi
August 2019 51
Laporan Praktikum Asli.docx
November 2019 34

More Documents from "riyan"