Proposal.docx

  • Uploaded by: Fachreza
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,445
  • Pages: 51
PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN LOW BACK PAIN PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SOEKARNO HATTA MAKASSAR TAHUN 2018 MUH. NURCHOLIQ FACHREZA K11114009

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian........................................................................................ 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Low Back Pain ................................................................... 9 B. Tinjauan Umum Umur ................................................................................. 23 C. Tinjauan Umum Sikap Kerja ....................................................................... 24 D. Tinjauan Umum Masa Kerja ....................................................................... 29 E. Tinjauan Umum Berat Beban ...................................................................... 30 F. Tinjauan Umum Tenaga Kerja Bongkar muat (TKBM) .............................. 30 G. Kerangka Teori ............................................................................................ 32 BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ...................................................... 33 B. Kerangka Konsep ........................................................................................ 35 C. Hipotesis ..................................................................................................... 36 D. Definisi Operasional dan Kritria Obyektif .................................................. 36 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 39 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 39 C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 39 D. Pengumpulan Data....................................................................................... 41 E. Instrumen Penelitian .................................................................................... 42 F. Pengolahan dan Penyajian Data ................................................................... 43 G. Analisis Data ............................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan teknologi tinggi. Di sisi lain, ternyata di berbagai industri masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara manual. Indonesia termasuk salah satu negara yang padat karya sehingga masih banyak ditemukan para pekerja yang melakukan penanganan material secara manual ma ksudnya adalah dalam melakukan berbagai pekerjaan, peran serta manusia masih sangat diperlukan. Di Indonesia sendiri masih banyak penanganan material yang dilakukan dengan mengandalkan tenaga manusia (manual material handling). Penanganan material secara manual dengan mengandalkan tenaga manusia sangat memungkinkan munculnya permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja, mengingat kapasitas manusia dalam melakukan suatu pekerjaan sangat terbatas. Maka dari itu, perlunya untuk meningkatkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk menekan angka kecelakaan kerja ataupun penyakit akibat kerja dan juga untuk meningkatkan produktivitas kerja. Sebagaimana yang termasuk dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

2

Salah satu aspek kesehatan kerja yang mungkin muncul akibat dari penanganan material secara manual dan perlu untuk diperhatikan adalah penyakit akibat kerja (PAK). Penyakit akibat kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dam Transmigrasi No. 1 Tahun 1981). PAK disebabkan oleh sejumlah faktor namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja dan penyakit yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu pekerja juga berisiko terkena cidera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005). Salah satu tempat kerja yang memiliki potensi besar untuk pekerjanya mengalami penyakit akibat kerja ialah pelabuhan. Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar merupakan salah satu penyedia fasilitas jasa kepelabuhanan seperti jasa pelayanan dan pengelolaan terminal petikemas. Pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV). Terdapat di dalamnya berbagai macam jenis pekerjaan, salah satunya adalah pekerjaan bongkar muat yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami penyakit akibat kerja yaitu low back pain. Low back pain merupakan nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosacral (sekitar tulang ekor). Low back pain merupakan kelainan tulang-otot yang banyak dijumpai dan menjadi penyebab kedua seseorang mencari pertolongan dokter maupun fisioterapis (Zulkaidah, 2011). Low back pain merupakan gejala utama yang dilaporkan kepada praktisi kesehatan berkaitan dengan menurunnya produktivitas kerja.

3

World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa 2%-5% dari karyawan di negara industri tiap tahun mengalami Low Back Pain, dan 15% dari absenteisme di industri baja serta industri perdagangan disebabkan karena low back pain. Data statistik Amerika Serikat memperlihatkan angka kejadian sebesar 15%-20% per tahun. Sebanyak 90% kasus low back pain bukan disebabkan oleh kelainan organik, melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja. (Budiono,2003). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI (persatuan dokter saraf seluruh Indonesia) yang dilakukan pada 14 kota di Indonesia pada tahun 2002 menemukan adanya 18,1% pengidap low back pain. Nyeri ini pada akhirnya akan berkaitan dengan kondisi depresi, sehingga dapat mengganggu kualitas hidup dan menurunkan level aktivitas pekerja (Riza, 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sakinah (2013) menunjukkan bahwa persentase low back pain pada kelompok umur yang dikategorikan berusia muda (≤ 35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 7 orang (26,9%) dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 19 orang (73,1%) sedangkan kelompok umur kategori berusia tua (> 35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 17 orang (60,7%) dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 11 orang (39,3%). Hasil uji statistik dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan low back pain pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap. Pengaruh umur terhadap low back pain berkaitan dengan proses penuaan seiring bertambahnya umur,

4

termasuk degenerasi tulang yang berdampak pada peningkatan risiko low back pain (Budiono, 2003). Masa kerja yang lama dapat mempengaruhi kejadian low back pain karena merupakan akumulasi pembebanan pada tulang belakang akibat posisi duduk yang statis, semakin lama bekerja maka semakin tinggi risiko terjadinya low back pain (Ayuningtyas dalam Agung, 2017). Pekerja yang masa kerjanya >5 tahun lebih banyak mengalami low back pain dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya ≥ 5 tahun (Suma’mur, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Dhepati (2011) terhadap tenaga kerja bongkar muat barang di Pelabuhan Paotere Makassar menunjukkan bahwa diantara 41 pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun menderita low back pain. Pekerja yang harus bekerja dengan posisi tubuh tidak ergonomis akan mengalami nyeri akibat otot tubuh tertekan dalam rentang waktu yang cukup panjang. Sikap kerja membungkuk dan memutar selama bekerja merupakan salah satu dari faktor risiko low back pain, sebab sikap kerja membungkuk dapat memperbesar risiko low back pain sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak (Septiawan dalam Agung, 2017). Prevalensi nyeri punggung pada responden sebanyak 10-15% disebabkan oleh postur tubuh janggal yang sering dilakukan pekerja dengan tingginya tingkat keseringan (frekuensi), durasi kerja yang lama dan berat beban yang tinggi (Munir dalam Nadila, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2012) di Jawa Tengah menunjukkan sebanyak 77,3% pekerja sektor informal memiliki risiko terkena low back pain karena adanya postur

5

tubuh yang salah. Berat beban dan lama menggendong juga dapat mempengaruhi low back pain karena semakin berat beban yang dibawa seseorang setiap kali menggendong maka tekanan pada tulang belakang menjadi semakin besar, sehingga kemungkinan terjadinya low back pain juga semakin besar (Budiono, 2003). Tenaga kerja bongkar muat merupakan tenaga kerja yang berpotensi mengalami penyakit yang terkait dengan pekerjaan yaitu keluhan low back pain dimana sikap kerja dari tenaga kerja bongkar muat yang mengangkut beban dengan posisi membungkuk dapat menyebabkan low back pain. Pada umumnya tenaga kerja bongkar muat memerlukan kemampuan untuk kerja fisik yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang cukup banyak. Oleh karena itu, saat bekerja perlu diatur agar dapat dimanfaatkan menurut kekuatan yang maksimal. Dengan demikian otot akan berprestasi dengan efisiensi yang tinggi dan keterampilan yang optimal (Nurwahyuni, 2012). Tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar sangat berpotensi untuk mengalami low back pain. Berdasarkan hasil pengamatan awal, para tenaga kerja bongkar muat umumnya mengangkat beban diluar batasan angkat dan mengangkat dengan posisi yang salah, yaitu dengan menggunakan tulang belakang untuk menahan beban. Hal ini tentu dapat berdampak pada kesehatannya, terutama bagi mereka yang sudah lama bekerja.

6

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan low back pain pada tenga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.” B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan permasalahan penilitian yaitu sebagai berikut: 1.

Apakah ada hubungan antara umur dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar?

2.

Apakah ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar?

3.

Apakah ada hubungan antara berat beban dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di P elabuhan Soekarno Hatta Makassar?

4.

Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar?

C.

Tujuan Penelitian Tujuan peneilitian ini dapat uraikan sebagai berikut: 1.

Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

7

2.

Tujuan khusus a.

Mengetahui hubungan antara umur dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

b.

Mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

c.

Mengetahui hubungan antara berat beban dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

d.

Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

D.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.

Manfaat Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada tenaga kerja bongkar muat Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar sehingga dapat meningkatkan pengetahuan para tenaga kerja bongkar muat tentang pentingnya mencegah keluhan low back pain, agar dapat meningkatkan produktivitas kerja secara optimal.

8

2.

Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi bahaya ergonomi secara nyata dan mampu memberikan rekomendasi tindakan pengendalian sebagai sarana menerapkan teori yang diperoleh di bangku kuliah serta dapat digunakan sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh pada masa perkuliahan serta pengetahuan dalam bidang Kesehatan Masyarakat.

3.

Manfaat Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media promosi, bahan masukan dan sumber informasi bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap risiko ergonomi dan low back pain.

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Tinjauan Umum Low Back Pain 1. Definisi Low Back Pain Low back pain merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya yang ada disekitar tersebut. Low back pain dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur dalam Sitepu, 2015). Low back pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat menyebabkan dan merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipatan bokong bawah, yaitu di daerah lumbal atau lumbosacral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki. Low back pain yang lebih dari 6 bulan disebut kronik (Tunjung, 2009). 2. Klasifikasi Low Back Pain Klasifikasi low back pain berdasarkan struktur anatomis dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: a. Low back pain Primer, nyeri yang disebabkan oleh adanya kelainan pada struktur di sekitar lumbal yang meliputi kelainan atau cedera pada ligament, otot, persendian, maupun persarafannya.

10

b. Low back pain Sekunder, nyeri yang disebabkan oleh kelainan pada struktur di luar lumbal. c. Low back pain Referral, nyeri yang disebabkan oleh struktur lain diluar sendi lumbal yang menjalar ke lumbal. d. Low back pain Psikosometrik, nyeri yang disebabkan oleh adanya faktor gangguan psikologis penderita. 3. Tanda dan Gejala Low Back Pain Menurut Badriah dalam Chenny (2012), low back pain dapat diketahui dengan memperhatikan gejala yang muncul atau dirasakan oleh penderita yaitu sebagai berikut: a. Gejala ringan, seperti nyeri mendadak pada tulang belakang, pegal dan terasa panas. b. Terasa sakit bila digerakkan baik pada saat membungkuk kedepan dan belakang, maupun pada saat berputar kekiri dan kekanan. c. Gejala – gejala tadi akan semakin bertambah berat terutama pada saat akan mengangkat beban berat, mengejan, bersin atau batuk. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perubahan struktur. Rasa sakit akan menjalar kebawah (bagian otot –otot belakang), otot – otot paha bagian belakang dan kadang – kadang dapat menimbulkan sensasi mati rasa atau kesemutan yang berat. d. Pada tingkatan berat dapat mengakibatkan keluhan seperti lumpuh pada bagian pinggang sampai kaki. Hal ini terjadi karena terjepitnya saraf –

11

saraf ditulang belakang, yang fungsinya sebagai pusat refleks gerak sederhana, sehingga terjadi kelumpuhan total. 4. Faktor Risiko Low Back Pain Berikut adalah faktor risiko yang dapat menyebabkan low back pain pada pekerja: a. Faktor Pekerjaan Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh: 1) Masa Kerja Masa kerja dihitung sejak terjadinya perjanjian kerja antara pihak pengusaha dengan buruh/pekerja. Hal ini dapat disesuaikan dengan bunyi pasal 50 UU nomor 3 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal ini berbunyi “hubungan terjadi karena adanya perjanjian antara pengusaha dan pekerja/buruh”. Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja hingga saat penelitian. Semakain lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja (Septiawan, 2013). Kategori masa kerja menurut Suma’mur (2009) dibagi menjadi 2 yaitu < 5 tahun dan > 5 tahun kerja.

12

2) Beban Kerja Pekerjaan yang melakukan aktivitas mengangkat beban berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami Low back pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat beban berat dengan postur membungkuk dan berputar (Levy dkk, 2000 dalam Yonansha, 2012). Menurut Worksafe Australia (2002) dalam Ariani (2009), risiko cidera punggung akan meningkat jika beban yang ditangani lebih dari 16 kg pada posisi berdiri dan lebih dari 4,5 kg pada posisi duduk. Tidak seorangpun yang diperbolehkan mengangkat, menurunkan atau membawa beban lebih dari 55 kg. Berat 55 kg harus dipindahkan dengan cara digulingkan atau memakai alat bantu (trolley, forklift) tapi tidak diangkat. Batasan angkat tersebut dibuat agar dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada tulang punggung bagi pekerja dan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang punggung, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat. 3) Lama Kerja Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga

atau

masyarakat,

istirahat,

tidur,

dan

lain-lain.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat

13

penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur, 2009). Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut dapat ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka, 2010). b. Faktor Individu Ada beberapa faktor individu yang mempengaruhi keluhan low back pain. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Sikap Kerja Sikap kerja adalah posisi kerja seseorang ketika sedang melaksanakan aktivitasnya. Posisi kerja seseorang dapat saja menjadi janggal. Posisi janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan dari posisi tubuh normal saat

14

melakukan pekerjaan. Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan dalam bekerja. Posisi janggal dapat menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan kelelahan. Yang termasuk dalam posisi janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis dan menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah inilah yang paling sering mengalami cidera (Andini, 2015). 2) Umur Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25 %, kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60 %. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50 % dari umur yang berumur 25 tahun. Dengan demikian pengaruh umur harus selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang (Tarwaka, 2010). 3) Jenis Kelamin Walaupun masih ada pebedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan

15

menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki (Tarwaka, 2010). 4) Kebiasaan Merokok Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki hubungan erat dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbonmonoksida sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yanag bersangkutan melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot (Tarwaka, 2010). Satu hipotesis adalah bahwa nyeri punggung disebabkan oleh batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan tekanan

16

intradiscal dan meletakkan beban pada tulang belakang. Mekanisme lainnya yang diusulkan meliputi nikotin yang masuk melalui aliran darah ke jaringan dan berkurang kekuatannya dan merokok menyebabkan kandungan mineral tulang berkurang sehingga menyebabkan microfracture (Kantana, 2010). 5) Aktivitas Fisik Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot meningkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik (Tarwaka, 2010). Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani (Kantana, 2010). Olahraga yang teratur juga dapat memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya. Olahraga sangat menguntungkan karena risikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahapa, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cidera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011).

17

6) IMT (Indeks Massa Tubuh) Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didiapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

keluhan

sistem

muskuloskeletal.

Syafitri

(2010)

menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Syafitri (2010) yang menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29) mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20), khususnya untuk otot kaki. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang sangat tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. Apabila dicermati, keluhan sistem muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka, 2010).

c. Faktor Lingkungan Berikut faktor faktor lingkungan yang bisa menyebabkan terjadinya low back pain:

18

1) Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2010). 2) Getaran Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus mekanis bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari frekuensi dan intensitas. Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan. Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan intensitas (Kantana, 2010). Getaran dengan frekuensi tinggi dapat menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2010). 3) Temperatur ekstrim/mikrolimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan

19

menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka dapat terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2010). 5. Cara Pengukuran Low Back Pain Berikut adalah jenis-jenis pengukuran Low Back Pain pada pekerja, antara lain (Dewa, 2016): a. Roland-Morris Disability Questionnaire (RMDQ) Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) dikembangkan oleh Martin Ronald, merupakan salah satu kuesioner yang paling banyak digunakan untuk mengukur sakit punggung. Kuesioner ini telah terbukti

menghasilkan

pengukuran

akurat,

sehingga

dapat

menyimpulkan tingkat kecacatan serta sensitif terhadap perubahan dari waktu ke waktu untuk kelompok pasien low back pain. Roland-Morris

disability

questionnaire

(RMDQ)

adalah

kuesioner yang terdiri dari 24 pertanyaan dimana dalam proses pengerjaannya diberikan langsung kepada responden untuk diisi sendiri

20

(self-administered). 24 pertanyaan tersebut berhubungan dengan gangguan fungsi fisik yang mungkin dirsakan akibat nyeri pinggang. Pada setiap item pertanyaan terdapat syarat kalimat “karena sakit punggung saya” yang bertujuan untuk membedakan kecacatan akibat nyeri punggung atau penyebab lainnya. Kemudian pasien akan memberikan tanda centang pada bagian akhir pernyataan apabila keadaan tersebut mereka alami pada hari itu juga. Selanjutnya pasien akan memberikan nilai pada setiap pertanyaan yang kemudian akan dijumlahkan. Skor pada penilaian ini, yaitu 0 (tidak ada kecacatan) sampai 24 (kecacatan maksimum). Kelebihan dari kuesioner ini adalah pendek, sederhana, dan dapat dengan mudah dimengerti oleh pasien, sedangkan kekurangan dari kuesioner ini adalah hanya mengukur masalah fisik saja dan tidak mengukur masalah psikologis ataupun masalah sosial yang dialami pasien. Selain itu RMDQ juga berguna untuk memantau pasien dalam praktek klinis. b. Numeric Pain Rating Scale (NPRS) Numeric Pain Rating Scale (NPRS) adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri yang dirasakan oleh orang dewasa. Pada kuesioner NPRS ini responden akan memilih bilangan bulat antara 0 sampai 10 yang paling mencerminkan presepsi ekstrimitas rasa sakit yang diderita, dimana angka 0 berarti tidak ada rasa sakit sedangkan 10 melambangkan rasa yang paling sakit yang dibayangkan.

21

Kekurangan dari metode ini, yaitu hanya dapat mengevaluasi satu komponen bagian yang mengalami rasa nyeri, sehingga tidak dapat mengidentifikasi kompleksitas dari riwayat rasa sakit atau perubahan perkembangan gelaja. Sedangkan kelebihan dari metode ini antara lain hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk menyelesaikan, mudah dan sederhana untuk dikerjakan, serta skala yang digunakan valid dan reliable untuk mengukur intensitas nyeri. c. Oswestry Disability Index (ODI) Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami gangguan atau hambatan pada pasien yang mengalami low back pain. Metode pengukuran ODI terjadi dari beberapa faktor utama, antara lain intensitas nyeri, perawatan diri, mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kegiatan seksual, kehidupan sosial, serta rekreasi. Setiap pertanyaan mempunyai enam respon alternative mulai dari yang “no problem” sampai dengan “not possible”. Skor ODI kemudian dihitung dengan cara dijumlahkan setiap itemnya 0-5 jadi total nilai maksimal adalah 50, kemudian dikalikan 100. Jika ada salah satu item yang tidak dijawab, maka yang dihitung hanya yang dijawab saja. Total skor

antara

0-100%,

dimana

0

menggambarkan

tidak

ada

ketidakmampuan dan 100 berarti ketidakmampuan maksimal.

22

Interpretasi skor pada kuesioner Oswestry Disability Index (ODI) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Skor, Kategori, dan Kemampuan Kegiatan Berdasarkan Oswestry Disability Index (ODI) Skor Kategori Kemampuan kegiatan Pekerja dapat menjalankan hampir semua

0% - 20%

Minimal disability

aktivitas sehari-hari dan tidak memerlukan tindakan pengobatan hanya anjuran bagaimana cara mengangkat, posisi duduk, latihan, dan diet. Pekerja merasa sakit dan kesulitan dengan duduk, mengangkat, dan berdiri. Mereka

21%-40%

Moderate

mungkin tidak bekerja. Perawatan pribadi,

disability

aktivitas seksual dan tidur yang tidak terlalu berpengaruh dan biasanya dapat dikelola dengan konservatif.

41%-60%

Severe disability

Pekerja mengalami nyeri sebagai keluhan utama pada aktivitas sehari-hari, sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Sakit punggung ini membebani pada semua

61%-80%

Crippled

aspek kehidupan Pekerja sehingga memerlukan intervensi positif. Pekerja ini baik tidur-terikat atau melebih-

81%100%

Bed Bound

lebihkan gejala mereka, sehingga memerlukan perawatan dan pengawasan khusus selama pengobatan.

Sumber: Dewa, 2016.

23

B.

Tinjauan Umum Umur Umur adalah lamanya waktu hidup yang dihitung mulai dari sejak lahir sampai dengan sekarang. Umur adalah variabel yang selalu diperlihatkan di dalam penyeledikan-penyeledikan epidemiologi. Pada umumnya usia yang telah lanjut kemampuan fisiknya juga menurun. Proses menjadi tua akan disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada fungsi-fungsi tubuh, sistem kardiovaskuler dan hormonal (Suma’mur, 2009). Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun. Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, seperti sistem kardiovaskuler dan sistem hormonal tubuh. Pada umumnya pada usia lanjut, kemampuan kerja otot semakin menurun terutama pada pekerja berat. Pada umumnya diketahui bahwa beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi menurun sesudah usia 40 tahun. Makin tua usia, makin sukar seseorang untuk beradaptasi dan makin cepat menjadi lelah, demikian pula makin pendek waktu tidurnya makin sukar untuk tidur (Suma’mur, 2009). Penelitian yang dilakukan Nurwahyuni (2012) pada tenaga krja bongkar muat Pelabuhan Nusantara Kota Pare-Pare menunjukkan adanya hubungan antara umur pekerja dengan keluhan low back pain dimana semakin bertambahnya umur seseorang maka keluhan sistem low back pain juga semakin meningkat.

24

C.

Tinjauan Umum Sikap Kerja Sikap kerja merupakan posisi kerja saat melakukan aktivitas pekerjaan. Posisi kerja dengan sikap yang salah dapat meningkatkan energi yang dibutuhkan, sehingga sikap kerja harus sesuai dengan posisi kerja. Posisi kerja yang kurang benar ini dapat menyebabkan perpindahan dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah mengalami kelelahan dalam bekerja. Posisi kerja tersebut merupakan aktivitas dari pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, memegang dalam posisi statis dan menjepit dnegan tangan. Dalam melakukan aktivitas tersebut, dilibatkan beberapa anggota tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah tersebut yang rentan mengalami cedera (Oktaria, 2015). Menurut Nurmianto (2008), sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. Terdapat 4 macam sikap dalam bekerja, yaitu: 1.

Sikap Kerja Duduk Mengerjakan pekerjaan dengan sikap kerja duduk yang terlalu lama dan sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan otot rangka (skeletal) termasuk tulang belakang sering merasakan nyeri dan cepat lelah. Menurut Suma’mur (2014) keuntungan bekerja dengan sikap kerja duduk ini adalah kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya posturpostur tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.

25

Menurut Suma’mur (2014) pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah: a.

Kurangnya kelelahan pada kaki

b.

Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah

c.

Berkurangnya pemakaian energy

d.

Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah Akan tetapi sikap dalam bekerja sambil duduk juga mempunyai

kerugian-kerugian, yaitu: a.

Melembeknya otot-otot perut

b.

Melengkungnya punggung

c.

Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan secara membungkuk

2.

Sikap Kerja Berdiri Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik dalam hal fisik dan mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti namun bekerja dengan sikap kerja berdiri secara terus menerus sdapat menimbulkan penumpukan darah dan beragam cairan tubuh pada kaki (Santoso, 2004).

3.

Sikap Kerja Membungkuk Dipandang dari segi otot, sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dipandang dari segi tulang penentuan sikap yang baik adalah sikap kerja duduk yang agak tegak agar punggung tidak bungkuk sehingga otot perut tidak tidak selalu berada pada keadaan

26

yang lemas. Oleh karena itu, sangat dianjurkan dalam bekerja menerapkan sikap kerja duduk yang tegak dan harus diselingi dengan istirahat dalam bentuk sedikit membungku (Suma’mur, 2014). 4.

Sikap Kerja Dinamis Sikap kerja dinamis merupakan sikap kerja yang berubah-ubah seperti duduk, berdiri, membungkuk, tegap dalam satu waktu pada saat bekerja. Sikap kerja dinamis dianggap lebih baik dari pada sikap statis (tegang) telah banyak dilakukan di sebagian industri, ternyata mempunyai keuntungan biomekanis tersendiri. Tekanan pada otot yang berlebih semakin berkurang sehingga keluhan yang terjadi pada otot rangka (skeletal) dan nyeri pada bagian tulang belakang juga digunakan sebagai intervensi ergonomic, oleh karena itu penerapan sikap kerja dinamis dapat memberikan keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja (Suma’mur, 2014). Menurut Tarwaka dalam Wulandari (2016) ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui sikap kerja yang berhubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot rangka (skelet). Berikut beberapa metode observasi postur tubuh yang berkaitan dengan risiko gangguan sistem musculoskeletal antara lain: a.

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Sebuah metode yang menganalisa segmen tubuh namun metode RULA ini merupakan target postur tubuh untuk mengestimasi

27

terjadinya risiko terjadinya keluhan dan 10 cedera otot skeletal. Metode RULA ini digunakan sebagai metode untuk mengetahui sikap kerja bisa berhubungan dengan keluhan musculoskeletal. Metode RULA merupakan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera seperti; postur tubuh, kontaksi otot statis, gerakan repetitif dan pengerahan tenaga dan pembebanan. b.

Rapid Entire Body Assessment (REBA) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur seorang pekerja. Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney melalui tahapan – tahapan sebagai berikut: 1) Tahap

1:

Pengambilan

data

postur

pekerja

dengan

menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau 11 memotret postur tubuh pekerja. Hal ini

28

dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. 2) Tahap 2: Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah dilakukan tahap pertama, selanjutnya dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing – masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing – masing tabel. Tabel 2. Tabel level risiko dan tindakan Action REBA Risk Level Action Level Score 0 1 Negligible Nonnecessary 1 2-3 Low Maybe necessary 2 4-7 Medium Necessary 3 8-10 High Necessary soon 4 11-15 Very high Necessary now Sumber: Jurnal Applied Ergonomics 2000

29

c. Ovako Working Analysis System (OWAS) Aplikasi metode Ovako Working Analysis System (OWAS) didasarkan pada hasil pengamatan dari berbagai posisi yang diambil pada pekerja selama melakukan pekerjaanya, dan digunakan untuk mengidentifikasi sampai dengan 252 posisi yang berbeda, sebagai hasil dari kemungkinan kombinasi postur tubuh bagian belakang (4 posisi), lengan (3 posisi), kaki (7 posisi), dan pembebanan (3 interval). Metode

Ovako

Working

Analysis

System

(OWAS)

membedakan ke dalam empat tingkat atau kategori risiko. Tingkat atau kategori tersebut secara berurutan adalah nilai 1 dengan risiko terendah dan nilai 4 dengan risiko tertinggi. Setiap kategori risiko yang diperoleh akan digunakan untuk melakukan rekomendasi suatu perbaikan. Langkah terakhir dari aplikasi metode ini adalah melakukan analisis kategori dengan menghitung posisi yang diamati dan berbagai bagian tubuh, akan mengidentifikasi suatu posisi yang paling penting dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki posisi kerja. D.

Tinjauan Umum Masa Kerja Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi risiko terjadinya penyakit akibat kerja (Septiawan dalam Agung, 2017).

30

Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masa kerja sangan mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan. Masa kerja ≤ 3 tahun termasuk dalam masa kerja baru dan >3 tahun termasuk dalam masa kerja lama (Budiyanto dalam Pratiwi, 2009). E.

Tinjauan Umum Berat Beban Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan studi oleh European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami low back pain diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya.

F.

Tinjauan Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Menurut peraturan menteri perhubungan Nomor 35 KM tahun 2007 Tentang Perhitungan Tarif pelayanan jasa bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan “Tenaga Kerja Bongkar Muat adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan.” Adapun ruang lingkup pelaksanaan bongkar muat yang dilalukan oleh tenaga kerja bongkar muat (TKBM) meliputi kegiatan:

31

1.

Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari/ kapal ke dermaga/tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapalsampai dengan tersusun dalam palka dengan menggunakan Derek kapal atau Derek darat.

2.

Cargodoring adalah pekerjaan membongkar barang dari tali/ jala-jala di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan selanjutnya menyusun di gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.

3.

Receiving/delivery

adalah

pekerjaan

memindahkan

barang dari

timbunan/tempat penumpukan di gudang/ lapangan penumpukan dan menyerahkan. Tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar melakukan pekerjaan “bongkar barang” dari atas kapal ke pelabuhan dan pekerjaan “muat barang” dari pelabuhan ke atas kapal dengan cara manual (manual handling). Aktivitas manual handling mencakup aktivitas mengangkat,

menarik,

mendorong,

meluncurkan,

menggelindingkan,

menumpuk, membawa dan menahan. Dari beberapa aktvitas manual handling yang dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat semua memiliki potensi terhadap pekerjanya untuk mengalami low back pain.

32

G.

Kerangka Teori Berdasarkan penjelasan diatas yang disertai beberapa teori-teori maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang berisiko mempengaruhi terjadinya keluhan low back pain pada pekerja terbagi atas faktor risiko indivu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Kerangka teori tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 2. Kerangka Teori

Faktor Pekerjaan: Lama Kerja Masa Kerja Beban Kerja

Faktor Individu: Jenis Kelamin Umur Kebiasaan Merokok Indeks Massa Tubuh Sikap Kerja Kekuatan Fisik Indeks Massa Tubuh

Keluhan Low Back Pain

Faktor Lingkungan: Tekanan Getaran Temperatur Ekstrim Sumber: Tarwaka (2010)

33

BAB III KERANGKA KONSEP A.

Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan low back pain pada buruh angkut di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan low back pain dan variabel independennya adalah sebagai berikut: 1.

Umur Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya semakin berkurang sehingga memudahkan terjadinya kekakuan pada otot dan sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang tulang vertebrata yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan,2008).

2.

Sikap kerja Sikap kerja adalah posisi tubuh manusia secara keseluruhan. Pada saat bekerja posisi tubuh (sikap) tiap pekerja berbeda yaitu sikap kerja yang merupakan posisi tubuh pada saat pekerja melakukan aktivitasnya. Menurut Nurmianto (2008), sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, semakin tinggi pula resiko

34

terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteritik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 3.

Berat beban Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Jika beban yang diangkat tidak mampu ditopang oleh tubuh, maka dapat menyebabkan terjadinya cedera misalnya saja pada tulang belakang yang mengalami nyeri baik itu punggung belakang, bahu maupun punggung bagian atas. Akibat dari beban yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.

4.

Masa kerja Menurut Ahmad (2014) masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja mulai melakukan pekerjaan sampai satuan waktu tertentu. Masa kerja menunjukan lamanya seseorang bekerja dan terkena paparan di tempat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Gangguan low back pain hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan suatu akumulasi. Masa

35

kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot karena semakin lama masa kerja seseorang telah terjadi akumulasi cedera-cedera ringan yang dialami, dimana pemaparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan low back pain dalam waktu lama (Pratiwi, 2009). 5.

Low back pain Hampir setiap tenaga kerja mengalami low back pain. Sakit punggung bagian bawah ini, mulai dari tingkat ringan hingga sangat menyakitkan sangat mengganggu hidup bahkan aktivitas kerja. Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah),otot, saraf atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut (Pheasant dalam Munir, 2012).

B.

Kerangka Konsep Umur Sikap Kerja Low Back Pain

Berat Beban Masa Kerja Ket: : Variabel Independen : Variabel Dependen : Arah Variabel yang Diteliti

36

C.

Hipotesis 1.

Hipotesis Nol (Ho) a.

Tidak ada hubungan antara umur dengan keluhan low back pain.

b.

Tidak ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan low back pain.

c.

Tidak ada hubungan antara berat beban dengan keluhan low back pain.

d.

Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

D.

a.

Ada hubungan antara umur dengan keluhan low back pain.

b.

Ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan low back pain.

c.

Ada hubungan antara berat beban dengan keluhan low back pain.

d.

Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain.

Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 1.

Umur Umur dalam penelitian ini adalah usia pekerja yang dihitung dari tanggal pekerja dilahirkan sampai ulang tahun terakhir, dinyatakan dalam tahun. Kriteria obyektif: (Tarwaka, 2004) : Jika umur responden ≥ 35 tahun

a.

Pekerja Tua

b.

Pekerja Muda : Jika umur responden ≤ 35 tahun.

37

2.

Sikap kerja Sikap kerja dalam penelitian ini adalah posisi tubuh saat bekerja melakukan aktivitas. Alat ukur yang digunakan adalah lembar survei Repaid Entire Body Assessment (REBA). Kriteria obyektif: (Firdaus, 2011) a.

Ergonomis: jika hasil kalkulasi lembar penilaian REBA berada pada level aksi 0, 1 dan 2.

b.

Tidak Ergonomis: jika hasil kalkulasi lembar penilaian REBA berada pada level aksi 3 dan 4.

3.

Beban kerja Berat beban adalah besarnya massa dari beban yang dibawa oleh buruh angkut selama perkerjaan berlangsung. Kriteria objektif : (Departemen Kesehatan, 2009) a. Beresiko: apabila berat beban ≥ 25 Kg b. Tidak beresiko: apabila berat beban < 25 Kg

4.

Masa kerja Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar hingga pada saat pengambilan data berlangsung. Kriteria obyektif: (Budiyanto dalam Pratiwi, 2009) : Bila pekerja bekerja selama ≤ 3 tahun

a.

Baru

b.

Lama : Bila pekerja bekerja selama > 3 tahun

38

5. Low back pain Low back pain adalah kondisi tubuh yang dirasakan oleh tenaga kerja bongkar muat selama beraktivitas. Dari 10 pertanyaan, jumlahkan seluruh nilai yang didapat, lalu dihitung dengan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 x 100 = ⋯ % 50 Kriteria Objektif: Minimal disability : 0% - 20% Moderate disability: 21% - 40% Severe disability

: 41% - 61%

Crippled

: 61% - 80%

Bed Bound

: 81% - 100%

(Longan dalam Dewa 2016)

39

BAB IV METODE PENELITIAN A.

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dengan pendekatan cross sectional adalah salah satu desain penelitian observasional dimana peneliti hanya melakukan observasi dan melakukan pengukuran variable pada saat itu juga atau satu saat tertentu saja.

B.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan berlangsung di Pelabuhan Soekarno-Hatta jalan Nusantara Kota Makassar pada bulan Maret 2017.

C.

Populasi dan Sampel Penelitian 1.

Populasi Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja bongkar muat regu laut di Pelabuhan Soekarno Hatta Kota Makassar yaitu sebanyak 350 orang.

2.

Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan suatu teknik pengambilan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kerja bongkar muat regu laut di Pelabuhan Soekarno

Hatta

Makassar.

Besar

sampel

ditentukan

dengan

menggunakan rumus Lameshow (Lameshow, 1997) sebagai berikut:

40

𝑎 𝑍 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁 𝑛= 𝑎 𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃) Keterangan: n

= Besar sampel

N

= Besar populasi = 350

z

= Nilai standar distribusi normal = 95% (1,96)

p

= Perkiraan populasi kejadian variabel yang diteliti = 0,5

d

= Tingkat ketelitian yang digunakan yaitu 0,1 𝑎

Nilai 𝑎 = 0,05 jadi 1 − 2 = 1 −

0,05 2

= 1 − 0,025 = 0,975 Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel dalam penelitian ini sebagai berikut : 1,962 ∙ 0,975 ∙ 0,5(1 − 0,5)350 𝑛= 0,12 (350 − 1) + 1,962 ∙ 0,975 ∙ 0,5(1 − 0,5) 𝑛=

0,936 ∙ 350 0,01 ∙ 349 + 0,936

𝑛=

327,6 4,426

𝑛 = 75 Jadi, jumlah sampel penelitian sebanyak 75 orang yang semuanya merupakan tenaga kerja bongkar muat regu laut di Pelabuhan SoekarnoHatta Makassar. Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak

41

menggunalan lembar random sampling sehingga seluruh populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. D.

Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengumpulan data secara primer dan data secara sekunder. Adapun pengumpulan datanya adalah sebagai berikut: 1.

Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden atau pekerja. Adapun pengumpulan data primer diperoleh melalui: a.

Data primer tentang umur pekerja diperoleh langsung dari pekerjanya lewat wawancara dengan menggunakan kuesioner.

b.

Data primer tentang masa kerja diperoleh langsung dari pekerjanya lewat wawancara dengan menggunakan kuesioner

c.

Data primer tentang berat beban diperoleh langsung dari pekerjanya lewat wawancara dengan menggunakan kuesioner

d.

Data mengenai sikap kerja diperoleh dengan perhitungan posisi tubuh

menggunakan

metode

REBA

(Rapid

Entire

Body

Assessment). e.

Data mengenai hasil pengukuran Low back pain dapat diukur dengan menggunakan kuesioner Oswestry Disability Index (ODI).

42

2.

Data Sekunder Pengumpulan data sekunder meliputi gambaran umum pekerjaan tenaga kerja bongkar muat, data jumlah pekerja, data riwayat pendidikan, dan lain-lain yang diperoleh dari Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.

E.

Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya yaitu: 1.

Kuesioner karakteristik responden Kuesioner identitas responden adalah alat ang digunakan untuk mendapatkan data primer berupa nama, umur, jenis kelamin, serta masa kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.

2.

Lembar penilaian Repaid Entire Body Assessment (REBA). Dalam penggunaan lembar penilaian REBA, mula-mula setelah proses kerja direkam dan diambil gambar dengan menggunakan kamera digital dan sikap kerja yang telah ditentukan kemudian diukur dengan menggunakan busur derajat untuk mengetahui sudut dan menentukan besar posisi leher, punggung, kaki dan lengan. Kemudian melakukan pengisian skor pada form REBA.

3.

Kuesioner Oswestry Disability Index. Kuesioner Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami

43

gangguan atau hambatan pada pekerja yang mengalami Low back pain. Berikut adalah cara menggunakan kuesioner ODI: a. Dalam ODI, tercantum 10 pertanyaan yang menggambarkan kondisi disabilitas pada PekerjaPekerja NPB. Masing-masing kondisi memiliki nilai 0 sampai nilai 5, sehingga jumlah nilai maksimal secara keseluruhan adalah 50 poin. b. Jika 10 kondisi dapat diisi, maka cukup langsung menjumlah seluruh skor. c. Jika suatu kondisi dihilangkan, maka penghitungannya adalah skor poin total dibagi dengan jumlah kondisi yang terisi, lalu dikalikan 5. Skor poin total x 100 = ⋯ Jumlah kondisi yang terisi x 5

Dalam hal ini, tingkat disabilitas yang akan digunakan sebagai acuan penelitian adalah responden dengan disabilitas sedang sampai dengan disabilitas yang parah. 4.

Alat Tulis Alat tulis adalah alat untuk mencatat hasil dari pengukuran selama penelitian.

F.

Pengolahan dan Penyajian Data 1.

Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Langkah pengolahan data sebagai berikut: a.

Editing, melakukan pemeriksaan terhadap data yang dikumpulkan, memeriksa kelengkapan dan kesalahan dalam pengisisan.

44

b.

Coding, setelah dilakukan editing, selanjutnya data diberi code tertentu pada tiap-tiap data untuk mempermudah pengolahan data.

c.

Entry data, dilakukan terlebih dahulu membuat entry data pada program SPSS sesuai dengan variabel yang diteliti untuk mempermudah proses analisis hasil penelitian, kemudian data yang telah terkumpul dari hasil pengisian kuesioner data dimaksukkan kedalam computer berdasarkan entry data yang dibuat sebelumnya.

d.

Cleaning data, setelah dilakukan entry data, maka langkah selanjutnya adalah cleaning data. Hal ini dimaksudkan karena pada saat entry data peneliti mungkin melakukan kesalahan dalam pengentrian data yang disebabkan oleh faktor kelelahan atau kesalahan melihat dan membaca koding sehingga perlu dilakukan cleaning data atau perbaikan sebelum dilakukan analisis data.

e.

Skoring, Setelah data diperbaiki dan dikoreksi kesalahankesalahannya pada waktu pengisian, selanjutnya diberikan skor untuk setiap variabel penelitian dengan tujuan memudahkan mengidentifikasi variabel penelitian dan selanjutnya dilakukan kategori berdasarkan rata-rata nilai tiap variabel.

2.

Penyajian Data Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk membahas hasil penelitian.

45

G.

Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.

Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

2.

Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan umur, sikap kerja, masa kerja, berat beban dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja bongkar muat Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar dengan menggunakan uji statistik 𝑋 2 yaitu Chi Square.

46

DAFTAR PUSTAKA Agung, dkk. 2017. Hubungan Masa Kerja, Posisi kerja Dan Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Low Back Pain Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat. Universitas Muhammadiyah Semarang: Semarang. Ahmad, Affan & Budiman, Farid. 2014. Hubungan Posisi Duduk dengan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjahit Vermak Levis di Pasar Tanah Pasir Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara Tahun 2014. Universitas Esa Unggul: Jakarta. Andini Fauzia. Risk Factors of Low Back Pain in Workers. Artikel Review. Universitas Lampung. 2015, 4. Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Ariani Tati. 2009. Gambaran musculoskeletal Disordes (MSDs) dalam Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun Kereta Jatinegara Tahun 2009. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Budiono, S. A. 2003. Manajemen Risiko Dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Universitas Diponegoro: Semarang. Chenny, Meliyanti. 2012. Hubungan Sikap Tubuh dan Shift Kerja Dengan Gangguan Otot Punggung Bawah (Low Back Pain) Terhadap Pekerja Bagian Produksi Kelapa Sawit (PKS) Luwu I PTPN XIV Burau Tahun 2012 (Skripsi). Universitas Hasanuddin: Makassar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Depkes RI. Dewa, A. A. 2016. Gambaran Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Tenaga Angkut Sampah DKP Kota Denpasar. Universitas Udayana: Denpasar. Firdaus, Oktri Muhammad. Sutrio. 2011. Analisis Pengukuran RULA dan REBA Petugas Pada Pengangkatan Barang di Gudang dengan Menggunakan Software Ergointelligence (Studi Kasus: Petugas Pembawa Barang di Toko Dewi Bandung). Universitas Widyatama: Bandung.

Idyan, Z. 2008. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low Back Pain. Diakses: http://inna-ppni.or.id/ paada tanggal 9 Februari 2018. Kantana, T. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT. Enseval Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Khaizun. 2013. Faktor Penyebab Keluhan Subyektif Pada Punggung Pekerja Tenun Sarung ATBM di Desa Wanarejan Utara Pemalang (Skripsi). Universitas Negeri Semarang: Semarang. Kurniawidjaja, L. Meily. 2011. Program Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Booklet. Depok: UI Press. Lameshow, Stanley. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yokyakarta: Gajahmada University Press Munir, Syahrul. 2012. Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final Packing Dan Part Supply Di PT. X Tahun 2012 (Skripsi). Universitas Indonesia: Depok. Nadila, RPS. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif Low Back Pain Pada Pekerja Bagian Warehouse di PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar Tahun 2017 (Skripsi). Universitas Hasanuddin: Makassar. Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Kedua. Guna Widya: Surabaya. Nurwahyuni. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bongkar Muat Barang Pelabuhan Nusantara Kota ParePare tahun 2012. Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar. Oktaria, S. 2015. Posisi Duduk Yang Sehat dan Benar Saat Bekerja (Online). (http://www.klikdokter.com) diakses 6 Januari 2018. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 KM tahun 2007 Tentang Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal di Pelabuhan.

Pratiwi, dkk. 2009. Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Penjual Jamu Gendong. Jurnal promosi kesehatan Indonesia. Volume 4. Nomor:1. Januari 2009. Hal 63-66. Universitas Diponegoro: Semarang. Republik, Indonesia. 2003. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Depnaker RI: Jakarta. Riza, M. R. 2016. Hubungan Masa Kerja dan Posisi kerja Terhadap Kejadian Low Back Pain Pada Penenun di Kampoeng BNI Kab. Wajo (Skripsi). Universitas Hasanuddin: Makassar. Sakinah, dkk. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Batu Bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap (Skripsi). Universitas Hasanuddin: Makassar. Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestasi Pustaka Publisher :Jakarta. Septiawan, Heru. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bangunan di PT Mikroland Property Development Semarang Tahun 2012. Jurnal. Universitas Negeri Semarang. 2013; 2 (2). Sitepu, D. S. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Low Back Pain Pada Petani Jeruk di Desa Dokan Kecamatan Merek Kabupaten Karo Tahun 2015. Universitas Sumatera Utara: Medan. Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). CV. Sagung Seto: Jakarta. Suma’mur P.K. 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Haji Masagung: Jakarta Syafitri, Juniar Tri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Keluhan Low Back Pain (LBP) Pada Karyawan Bagian Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Tarwaka. 2010. Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press Solo.

Tunjung, R. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah di Puskesmas. Diakses: 9 Februari 2018. http://dokterblog.wordpress.com. Wicaksono, B. 2012. Factor yang Berhubungan dengan Gangguan Nyeri Punggung Bawah pada Bidan saat menolong Proses Persalinan (Studi di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya). Wulandari, Retno, D. 2016. Hubungan Posisi kerja Duduk dan Masa Kerja dengan Keluhan Low Back Pain Bagian Administrasi PT. Telkom Solo. Universitas Negeri Surakarta: Surakarta. Yonansha, Syelvira. 2012. Gambaran Perubahan Keluhan Low Back Pain dan Tingkat Risiko Ergonomi dengan Alat Vacuum pada Pekerja Manual Handling PT AII. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Zulkaidah, F. 2011. Studi Tentang Distribusi Penggunaan Kursi Kerja Ergonomis dan Tidak Ergonomis Pada Pegawai yang Mengalami Nyeri Punggung Bawah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Universitas Hasanuddin: Makassar.

More Documents from "Fachreza"