1. DEFINISI PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005) PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang dan asthma berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru bronchiale (S Meltzer, 2001) P P O K adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002). PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). 2. KLASIFIKASI Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut: 1. Bronchitis Kronis a. Definisi a. Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1. infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae. 2. Alergi 3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll c. Manifestasi klinis 1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus 2) Mukus lebih kental 3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. 4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. 5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paruparu. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis. 6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. 7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. 8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF 2.
Emfisema a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi 1) Faktor tidak diketahui 2) Predisposisi genetic 3) Merokok 4) Polusi udara c. Manifestasi klinis 1) Dispnea 2) Takipnea 3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan 4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru 5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi 6) Hipoksemia 7) Hiperkapnia 8) Anoreksia 9) Penurunan BB 10) Kelemahan 3. Asthma Bronchiale a. Definisi Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi 1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll) 2) Infeksi saluran nafas 3) Stress 4) Olahraga (kegiatan jasmani berat) 5) Obat-obatan 6) Polusi udara 7) Lingkungan kerja 8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis 1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat) 3) Wheezing 4) batuk non produktif 5) takikardi 6) takipnea 3. ETIOLOGI Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk : a. Asap rokok perokok aktif perokok pasif b. Polusi udara polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) c. Infeksi saluran nafas bawah berulang 4. ANATOMI FISIOLOGI o Anatomi
o Fisiologi Paru-Paru
Seriap paru-paru berbentuk kerucut dan memiliki: a. Apeks, yang meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas clavicula/ b. Permukaan costo-vertebral, menempel pada bagian dalam dinding dada, c. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung, d. Basis, yang terletak pada diafragma Paru kanan terbagi menjadi 2 fisura menjadi 3 lobus: superior, media, inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura menjadi 2 lobus: superior, infreior. Bronkus pada setiap sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu untuk setiap lobus paru. Segmen paru pada daerah tersebut disuplai oleh cabang utama bronkus; setiap segmen adalah unit mandiri dengan suplai darah sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen. Setiap segmen berbentuk baji dengan tepi baji yang tipis pada hilus paru. Didalam segmennya, cabang bronkus utama memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Bronkiolus adalah salah satu cabang yang lebih kecil dan tidak memiliki cabang di dalam dindingnya. Setiap bronkiolus memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Duktus alveolaris adalah cabang yang paling kecil; setiap ujung terdapat sekelpmpok alveolus. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang mengandung udara, melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus ke alveolus yang lain. Lobus primer atau unit paru adalah bronkiolus dengan kelompok-kelompok alveolusya. Respirasi Ventilasi Gerakan respirasi adalah inspirasi dan ekspirasi. Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kubah diafragma turun; pada saat yang sama musculus intercostalis externa berkontraksi dan menarik dinding dada agak keluar. Oleh kerja ini, ruang didalam dada membesar, tekanan didalam alveolus menurun, dan udara memasuki paru-paru.
Pada saat ekspirasi otot diafragma dan musculus intercostalis externa berelaksasi. Diafragma naik, dinding dada masuk ke dalam, dan ruang di dalam dada mengecil. Respirasi tenang yang normal terjadi sekitar 16 kali permenit. Ekspirasi diikuti oleh henti sejenak. Kedalaman dan fekuensi gerakan respirasi terutama dikendalikan secra bikimia, tetapi kontrol ini dapat dimodifikasi oleh kerja volunter saat bicara, menyanyi, dan bersiul, dan seseorang dapat menahan napas sekitar satu menit. Dalam respirasi dalam dan kuat, otot lain ikut bekerja, terutama sternomastideus, sclaenusanterior, pectoralis major, dan serratus anterior.
5. PATOFISIOLOGI Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
6. PATHWAY Faktor predisposisi
Edema, spasme bronkus, peningkatan sekret bronkiolus
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Suplai O2 rendah
Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi Udara terperangkap dalam alveolus
PaO2 rendah PaCO2 tinggi Gangguan metabolisme paru-paru
Kompensasi kardiovaskuler
Sesak nafas, nafas pendek
Gangguan pertukaran gas
hipoksemi Metabolisme anaerob
Hipertensi pulmonal
Insufisiensi /gagal nafas
Produksi ATP menurun
Gagal jantung kanan
Defisit energi
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebtuhan
Lelah, lemah
Intoleransi aktivitas
Kurang perawatan diri
Pola nafas tidak efektif
7. MANIFESTASI KLINIS Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
Batuk bertambah berat Produksi sputum bertambah Sputum berubah warna Sesak nafas bertambah berat Bertambahnya keterbatasan aktifitas Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis Penurunan kesadaran
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut a)
Pemeriksaan radiologi : thorax photo a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garisgaris yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. Corak paru yang bertambah b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu: Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. Corakan paru yang bertambah c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. b) Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan. c) Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. d) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. e) Laboratorium darah lengkap 9. KOMPLIKASI 1.Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. 2.Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. 3.Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. 4.Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5.Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. 6.Status Asmatikus Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat. 10. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: 1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik. 2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian. 3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: 1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara. 2.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial. 5.
Pengobatan simtomatik.
6.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: 1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus. 2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif. 3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani. 4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis) 1.
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2.
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat. b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik. d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan. 3. Terapi jangka panjang di lakukan : a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. c. Fisioterapi 4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik 5. Mukolitik dan ekspektoran 6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.