Laporan Pendahuluan Fx Femur.docx

  • Uploaded by: Novela Imania
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Fx Femur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,398
  • Pages: 41
1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG TRIAGE RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gadar Kritis

oleh Karina Diana Safitri, S.Kep NIM 132311101019

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018

2

LAPORAN RESUME PASIEN KELOLAAN DI RUANG TRIAGE RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gadar Kritis

oleh Karina Diana Safitri, S.Kep NIM 132311101019

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018

3

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan resume pada pasien di ruang Triage RSUP Sanglah Denpasar Bali telah disetujui dan disahkan pada: Hari, tanggal : Tempat

Maret 2018

: Ruang Triage RSUP Sanglah Denpasar

Denpasar,

Maret 2018

Mahasiswa

Karina Diana Safitri, S.Kep NIM 132311101019

Kepala Ruang/ CI Ruang Triage RSUP Sanglah

(...........................................................) NIP.

Pembimbing Akademik, F.Kep Universitas Jember

(........................................................) NIP.

1

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR Oleh: Karina Diana Safitri, S. Kep 1.

Kasus Fraktur Trochanter Femur

2.

Proses terjadinya masalah

Anatomi tulang femur Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus.

Gambar 1. Anatomi tulang femur

2

Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot posterior, diantaranya : 1) Otot anterior femur a) Quardriceps femoris b) Rektus femoris c) Vastus lateralis d) Vastus medialis e) Vastus intermedius f) Pectineus g) Sartorius h) Iliopsoas 2) Otot medial femur a) Adduktor longus b) Adduktor brevis c) Adduktor magnus d) Gracilis e) Osturator eksternus 3) Otot posterior femur

Gambar 2. Anatomi otot femur

a) Semimembranousus b) Semitendinosus c) Bisep femoris Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara lain: 1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah atau nervus yang menginnervasi muskulus anterior. 2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama dari ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor 3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otototot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis, serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.

3

Sistem perdarahan pada tulang femur, antara lain: 1. Arteri digluteal dan posterior daerah paha a. Arteri glutealis b. Arteri glutealis inferior c. Arteri pudenda interna 2. Arteri anterior dan medial paha a. Arteri femoralis b. Arteri profunda femoris c. Arteri femoralis sirkumfleksa lateral d. Arteri femoralis medial sirkumfleksa e. Arteri obturtor 3. Vena pada tulag femur a. Vena saphena besar b. Vena femoralis

a.

Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur. Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Sedangkan trochanter fraktur yaitu fraktur yang terjadi tepat dibawah leher femur. Patah tulang ini lebih sering diperbaiki dengan bedah fiksasi dibanding dengan jenis fraktur femur lainnya.

4

Gambar 3. Anatomi femur

b. Epidemiologi Berdasarkan catatan medis dari semua pada pasien rawat inap di Departemen Ortopedidan Traumatology RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama 1 Januari 2013-31 Desember 2016. Dari 972 data, 112 subjek dengan fraktur femur. Kasus yang paling umum dari fraktur,terjadi pada usia 15-24 dengan 40 kasus (36%). Sebagian besar kasus didominasi oleh jenis kelamin pria (72%). Fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur trochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur kondilar femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.

5

c. Etiologi Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011): 1) Fraktur femur terbuka Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha. 2) Fraktur femur tertutup Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis. Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. Secara patologis merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit gusi berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2003).

d. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala fraktur femur (Arif & Kusuma, 2013) terdiri atas: a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak. b. Nyeri pembengkakan. c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olah raga). d. Gangguan fungsio anggota gerak. e. Deformitas. f. Kelainan gerak. g. Pemendekan tulang

6

Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi menjadi, yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length discrepancy.True leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior ke maleolus medial dan

apparent leg length

discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau umbilikus ke maleolus medial (Brunner & Suddarth, 2001).

h. Krepitus tulang (derik tulang) Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya (Brunner & Suddarth, 2001). i. Pembengkakan dan perubahan warna tulang Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari (Brunner & Suddarth, 2001).

7

e. Patofisiologi Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007). Fraktur ganggguan pada tulang biasanya

disebabkan oleh

trauma

gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi

menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh.

Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

8

f. Tahapan Bone Healing

Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses penyembuhan dalam 5 tahap yaitu: 1. Fase hematoma Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi

9

aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8. 3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah terlihat

dan

merupakan

indikasi

radiologik

pertama

terjadinya

penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur. 5. Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara

10

osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

g. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur (Muttaqin, 2008), antara lain: a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup. b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur. c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali. d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis. e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli. f)

Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.

g) Kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen (Salter, 2005)

Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:

11

a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam empat bulan. b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik. c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi. d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal. e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.

h. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur. 2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak. 3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler. 4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma. 5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal. 6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

i. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis 1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi: a) Profilaksis antibiotik b) Debridemen

12

Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi. c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna. 2) Fraktur femur tertutup Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan. a. Fraktur diafisis femur, meliputi: 1. Terapi konservatif 2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot. 3. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental. 4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis. 3) Terapi Operasi Pada fraktur trochanter femur pembedahan yang dilakukan yaitu bedah fiksasi. bedah fiksasi adalah pembedahan untuk memasangkan pelat gamma(khusus untuk tulang) dan sekrup untuk menyatukan kembali tulang yang patah pada posisi semula, atau paling tidak, pada posisi paling memungkinkan, dan dengan bantuan obat-obatan, sehingga pada akhirnya tulang yang patah tersebut akan bersatu kembali setelah jangka waktu tertentu, antara 3 sampai 12 bulan menurut data statistik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif a. Pre-operatif Hal hal yang perlu dilakukan perawat sebagai perannya dalam penatalaksanaan

pre-operatif

pada

klien

fraktur

Penatalaksanaan pre operatif dibagi menjadi 2 fase yaitu:

humerus.

13

1. Fase 1 Pengkajian dan Persiapan Klien Pada fase ini perlu dilakukan untuk tindakan pengkajian, perencanaan, dan evaluasi kesiapan klien untuk dilakukan operasi. Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pengkajian riwayat klien Riwayat klien perlu dialkukan pengkajian secara lengkap dan akurat karena beberapa penyakit sistemik akan berdampak pada perawatan klien seperti gangguan pada fungsi hati akan berefek pada penggunaan obat dan ada beberapa anastesi yang dapat menekan vaskulalarisasi b. Manajemen alergi pada klien Klien perlu dilakukan pengkajian terhadap alergi seperti alergi makanan, obat-obatan, dan lain-lain c. Manajemen pengobatan Pengkajian terhadap riwayat pengobatan sangatlah penting. Penggunaan obat-obatan yang lama dapat menimbulkan interaksi dengan anastesi yang diberikan. ASA merekomendasikan individu yang akan menjalani operasi dianjurkan seminggu sebelum operasi menghentikan obat-obatan herbal. d. Riwayat keluarga e. Lingkungan sosial klien Evaluasi lingkungan sosial klien sangat penting untuk discharge planning. Pada pengkajian ini perlu dikaji siapa yang tinggal dengan klien yang nantinya dapat membantu klien dalam mendukung perawatannya f. Pengkajian Fisik g. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, dan rontgen untuk memastikan kondisi klien sebelum operasi.

14

h. Informed Consent Peran perawat dalam pelaksanaan informed consent adalah memberikan penjelasan terkait prosedur, resiko, dan kemungkinan hasil yang didapatkan setelah dilakukan tindakan operasi. Perawat harus memastikan klien memahami tindakan operasi yang akan dilakukan sebelum menyetujui tindakan keperawatan. i. Health Education Pendidikan kesehatan yang perlu perawat berikan untuk klien adalah sebagai berikut. 1. Teknik mengurangi kecemasan dan mengurangi nyeri setelah operasi Teknik yang dapat diajarkan pada klien adalah relaksasi nafas dalam, guide imagery, teknik distraksi, dan terapi musik. Klien dianjurkan untuk melakukan nafas dalam untuk mengurangi kecemasan yang dialami klien sebelum operasi. Teknik relaksasi nafas dalam juga berguna untuk mengurangi nyeri post operasi yang dialami klien. Teknik ini dilakukan dengan cara menarik nafas dari hidung kemudian ditahan selama 2-3 detik lalu hembuskan melalui mulut, dapat juga dilakukan latihan batuk efektif untuk membantu klien dalam mengatasi efek anastesi yang mungkin dialami klien setelah operasi. 2. Persiapan operasi Sebelum operasi klien diminta untuk berpuasa 6-8 jam sebelum operasi. Klien juga diminta untuk tidak makan makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung seperti permen dan permen karet 6-8 jam sebelum operasi. Meminta klien untuk menghentikan merokok. Membersihkan bagian tubuh yang akan dilakukan operasi, membantu klien memakai baju operasi, menjaga keselamatan klien saat tranportasi ke ruang OK dengan memasang side rail, memasang kateter jika diperlukan, dan menjelaskan kepada keluarga klien

15

terkait tindakan operasi dan fasilitas yang dapat digunakan keluarga 3. Fase 2 Presurgical clearance Pada fase ini perlu dipastikan terkait identitas klien, prosedur operasi, bagian tubuh yang akan dilakukan operasi, dan check list persiapan klien

b. Intra-operatif Pada pasien fraktur trochanter femur pembedahan yang dilakukan yaitu bedah fiksasi. bedah fiksasi adalah pembedahan untuk memasangkan pelat gamma(khusus untuk tulang) dan sekrup untuk menyatukan kembali tulang yang patah pada posisi semula, atau paling tidak, pada posisi paling memungkinkan, dan dengan bantuan obatobatan, sehingga pada akhirnya tulang yang patah tersebut akan bersatu kembali setelah jangka waktu tertentu, antara 3 sampai 12 bulan menurut data statistik. Berikut adalah foto hasil bedah fiksasi pada fraktur trochanter.

Hasil fikasasi pada fraktur trochanter Tetapi prosesnya cukup rumit, tidak sesederhana definisi di atas, perlu waktu antara 1 sampai 4 jam, tergantung pada seberapa parah

16

fraktur tulang. Tersedia beberapa metoda fiksasi, antara lain: sekrup pinggul intramedula dan sekrup pinggul geser. Kedua metoda ini sama bagusnya, biasanya dokter ortopedi akan memilih metoda yang paling sesuai dengan kondisi pasien, dan karena bersifat teknis, biasanya dokter tidak menjelaskan hal ini jika tidak ditanyakan. Lalu ada 2 jenis fraktur: stabil dan tidak stabil. Hal ini menentukan jenis fiksasi yang lebih tepat digunakan,

lamanya

waktu

pembedahan,

dan

seberapa

besar

kemampuan(kaki yang dibedah) untuk menahan berat badan pasca operasi selama masa pemulihan sebelum tulang yang difiksasi merekat kembali. Peran yang dapat dilakukan perawat adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan klien untuk dilakukan operasi yaitu dengan mengecek prosedur pre operative telah dilaksanakan dan anastesi 2. Memposisikan klien untuk tindakan operasi 3. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengoptimalkan hasil dari tindakan operasi 4. Mempersiapkan skin preparation 5. Mengontrol pendarahan selama tindakan operasi

c. Post-operatif (Rehabilitation excercise) Pada tahap post-operatif berisikan tentang bagaimana merehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi. a) 24 jam setelah pembedahan, pasien sudah mulai dianjurkan duduk. Posisi awal duduk half flying dengan long sitting dan terapis berdiri disamping kanan pasien tungkai kanan pasien, atau yang sehat disuruh menekuk tungkai yang kanan atau yang sakit disangga oleh terapis kemudian

17

pasien agar menggunakan kedua tangan. Sebagai tumpuan lalu perlahan-lahan pasien agar menggeser pantatnya diiringi terapis menggeser atau membawa tungkai kanan pasien ke samping kanan bed, ke tepi bed dan pasien tetap menyangga dengan kedua tangan menumpu belakang kemudian perlahan lahan terapis menurunkan tungkai kiri pasien menggantung.

b) Latihan jalan Pada hari kedua pasca operasi pasien sudah bisa berdiri walaupun kaki yang bersangkutan masih belum boleh menanggung berat badan. 3 hari setelah pembedahan, pasien sudah bisa berlatih berjalan dengan kruk/walker. Semakin cepat pasien bangkit dari ranjang dan aktif kembali, semakin cepat pemulihan dan semakin kecil resiko komplikasi karena terbaring di ranjang. Pasien berdiri di tepi bed, terapis memberikan stabilitas pada lengan atas dan punggung pasien diberikan edukasi bahwa telapak kaki kanan harus digantung apabila latihan jalan kedua tangan pasien menumpu pada walker dan dimulai dari walker maju lalu kaki sehat maju (kaki kiri ) diikuti kaki yang sakit kaki kanan. Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih menggunakan alat bantu. Hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan mobilisasi berjalan yaitu :

18

a. Kaji kekuatan otot dan respon nyeri klien klien dan respon nyeri dengan mengangkat paha klien.

b. Angkat paha dengan tangan kanan memegang perkelangan kaki dan kaki kiri berada dibawah lutut klien

c. Letakkan walker di samping tempat tidur klien d. Bantu klien duduk disamping tempat tidur klien

e. Perintahkan klien memegang walker.

19

f. Motivasi klien untuk berdiri dibantu dengan walker dengan bertumpuan pada kaki sehat, dan mengistirahatkan kaki sakit

g. Ajarkan klien berjalan menggunakan walker dengan langkah gerakkan walker, ayunkan kaki sehat kemudian kaki sakit.

h. Lakukan kegiatan mobilisasi berjalan 5-10 menit dan bertahap sesuaikan dengan respon klien, latih klien menggunakan kruk jika klien mampu.

c) Static Contraction Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. d) Range Of Motion (ROM) ROM merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM dibagi menjadi dua yaitu

20

ROM aktif dan pasif. Langkah-langkah melakukan ROM yang terfokus pada ekstremitas bawah yaitu sebagai berikut:

TAHAP KERJA: 1. 2. 3. 4.

Beri tahu responden bahwa tindakan akan segera dimulai. Cuci tangan. Usapkan lotion pada tangan. Posisikan responden senyaman mungkin Latihan Pasif dengan Anggota Gerak Bawah 1. Fleksi dan ekstensi lutut dan panggul a. Letakkan satu tangan di bawah lutut responden dan tangan yang lainnya di bawah mata kaki responden. b. Angkat kaki dan bengkokkan lutut. c. Gerakkan lutut ke atas menuju dada sejauh mungkin. d. Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut dan rendahkan kaki sampai pada kasur. e. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

(b)

2. Abduksi dan adduksi panggul a. Letakkan satu tangan di bawah lutut responden dan tangan yang lainnya di pergelangan kaki responden. b. Kaki lurus ditempat tidur kemudian pindahkan kaki ke luar ke arah tepi tempat tidur. c. Pindahkan kaki ke arah tengah tempat tidur. d. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

21

3. Rotasi internal dan eksternal panggul a. Letakkan satu tangan di bawah lutut responden dan tangan yang lainnya di telapak kaki responden. b. Angkat kaki dan putar kaki ke dalam dan keluar. c. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

(b)

(c)

(d)

4. Dorso fleksi pergelangan kaki a. Letakkan satu tangan di bawah tumit responden dan tangan lainnya di kaki responden. b. Tekan telapak kaki pasien dengan menggunakan lengan bawah peneliti. c. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

(b)

22

5. Plantar fleksi pergelangan kaki a. Letakkan satu tangan di bawah tumit responden dan tangan lainnya di punggung kaki responden. b. Dorong punggung kaki responden ke arah bawah. d. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

6. Inversi dan eversi pergelangan kaki a. Letakkan kedua tangan di kaki responden. b. Gerakan telapak kaki ke arah dalam dan luar c. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

(b)

7. Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki a. Letakkan satu tangan di pergelangan kaki responden dan tangan lainnya di jari-jari kaki responden. b. Tekuk jari-jari kaki ke arah bawah dan ke atas. c. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

(b)

23

8. Abduksi dan adduksi jari-jari kaki a. Pegang jari-jari kaki dengan menggunakan kedua tangan. b. Regangkan jari-jari kaki dan kembalikan jari-jari kaki ke posisi menutup. c. Ulangi latihan kurang lebih sampai 3 kali.

(a)

5. Rapikan responden ke posisi semula. 6. Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai. 7. Bereskan alat-alat yang telah digunakan. 8. Kaji respon responden (subyektif dan obyektif). 9. Berikan reinforcement positif pada responden. 10. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya. 11. Akhiri kegiatan dengan baik. 12. Cuci tangan.

(b)

24

e) Hold Relax Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).

f) Latihan Jalan Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih menggunakan alat bantu.

25

3. Clinical Pathways Trauma pada tulang (Kecelakaan)

Tekanan yang berulang (Kompresi)

Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)

Fraktur femur

Terbuka

Kerusakan Neurovaskuler

Prosedur Pemasangan OREF

Adanya luka dan OREF yang berhubungan langsung dengan tulang

Port de entree

MK: Risiko Infeksi

Risiko Sindrom Kompartemen

Tertutup

Kerusakan Pembuluh Darah

Vaskularisasi yang kurang pada ujung fragmen

Risiko Komplikasi delayed union, non-union, dan malunion

Kurang Informasi, Salah informasi Pengobatan

Banyaknya darah yang keluar

Salah interpretasi dalam mencari pengobatan

MK: Risiko Syok Hipovalemik

MK: Kurang Pengetahuan

1. Kerusakan Fragmen Tulang 2. Sasme otot 3. Cedera Jaringan Lunak 4. Alat Imobilisasi 5. Kerusakan Neuromuskular 6. Deformitas

Prosedur Pemasangan Traksi dan Gips

Prosedur Pemasangan Fiksasi

Keterbatasan Gerakan dan Tira Baring Lama

MK: Nyeri Akut

Penekanan Lokal

MK: Kerusakan Integritas Kulit

Perubahan Sirkulasi, Embolisme Lemak Risiko disfungsi Jaringan Perifer, Risiko Fat Embolisme Syndrome

Keluhan nyeri, keterbatasan melakukan pergerakan, penurunan kemampuan otot, perubahan status psikologis, pemenuhan informasi dalam pengobatan, pembedahan

MK: Hambatan Mobilitas Fisik

MK: Ansietas

MK: Kerusakan Intergritas jaringan

MK: Defisit Perawatan Diri

MK: Harga Diri Rendah

26

1. Asuhan Keperawatan a.

Pengkajian Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien dengan fraktur femur yaitu : 1) Identitas pasien a) Nama

: Nama pasien

b) Usia

: usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah

mengalami osteoporotik, penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah c) Suku

: Suku pasien

d) Pekerjaan

: Pekerjaan pasien

e) Alamat : Alamat pasien

2) Primary survei a. Respon : klien mampu berespon secera verbal dan membuka mata ketika dipanggil. b. Airway Jalan napas pada saluran napas klien paten c. Breathing Kaji frekuensi pernapasan pasien ada peningkatan akibat nyeri, kaji ada tidaknya penggunaan otot bantu pernapasan d. Ciculation Klien mengalami sianosis akibat fraktur, takikardi e. Disability Kaji kesadaran pasien compos mentis atau mengalami penurunan kesadaran akibat pendarahan, terdapat jejas, terdapat pendarahan, pada area fraktur lebam, kaji kekuatan otot f. Exposure Integritas dan kulit elastis, kulit tampak kering, terdapat luka terbuka (fraktur), terjadi peningkatan suhu

27

3) Secondary Survey Riwayat keperawatan a) Riwayat perjalanan penyakit 1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada paha 2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit yang lalu 3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll 4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan 5. Kehilangan fungsi 6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis b) Riwayat pengobatan sebelumnya 1. Apakan

klien

pernah

mendapatkan

pengobatan

jenis

kortikosteroid dalam jangka waktu lama 2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita 3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut 4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir

4) Pemeriksaan Penunjang a) Foto Rontgen 1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung 2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).

28

29

b. Diagnosa keperawatan 1) Pre operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak d.

Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan

2) Intra operasi Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan 3) Post operasi a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan kekakuan otot d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi e. Risiko Sindrom Disuse berhubungan dengan imobilisasi mekanis

30

31

c. Perencanaan keperawatan 1) Pre operatif Diagnosa No. keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

NOC 1. Tingkat nyeri 2. Kontrol nyeri 3. Tingkat kenyamanan Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal

NIC Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Rasional

1. Mengetahui karakteristik nyeri secara menyeluruh untuk menentukan intervensi selanjutnya 2. Mengetahui perkembangan respon nyeri 3. Mengurangi peningkatan nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang dirasakan 5. Mengetahui keefektifan intervensi 6. Pengobatan medis untuk mengurangi nyeri

32

2.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur

NOC NIC 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan dorongan 3. Perawatan diri: ADL pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin Kriteria Hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas Latihan untuk ambulasi fisik 1. Ajarkan teknik ambulasi & 2. Mengerti tujuan dari peningkatan perpindahan yang aman kepada mobilitas klien dan keluarga. 3. Memverbalisasikan perasaan dalam 2. Sediakan alat bantu untuk klien meningkatkan kekuatan dan seperti kruk, kursi roda, dan kemampuan berpindah walker 4. Memperagakan penggunaan alat 3. Beri penguatan positif untuk Bantu untuk mobilisasi (walker) berlatih mandiri dalam batasan yang aman. Latihan mobilisasi dengan kursi roda 1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya. 2. Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh 3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

1. Pasien dapat termotivasi untuk melakukan program latihan 2. Mencegah resiko cedera 3. Memudahkan pasien untuk melakukan mobilisasi 4. Pasien terus termotivasi untuk tetap melakukan ambulasi 5. Klien dan keluarga memahami mobilisasi dengan benar 6. Klien termotivasi untuk memperkuat anggota tubuh 7. Klien tidak akan mengalami kekakuan sendi dan keluarga dapat membantu klien untuk mobilisasi

33

3.

4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak

NOC : 1. Status imun 2. Kontrol resiko Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC : Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 5. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 6. Tingktkan intake nutrisi 7. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan

NOC Kontrol ansietas Kriteria hasil: 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Menyikirkan tanda kecemasan 3. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan 4. Merencanakan strategi koping 5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

NIC Penurunan kecemasan 1. Tenangkan klien 2. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan 3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan 4. Gunakan pendekatan dan sentuhan

1. Untuk mencegah infeksi yang ditularkan oleh pasien lain 2. Memotong rantai infeksi 3. Memotong rantai infeksi 4. Tenaga kesehatan dapat mencegah infeksi nosokomial 5. Resiko infeksi tidak terjadi 6. Diet makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka 7. Untuk mencegah atau mengobati infeksi 1. Kecemasan tidak meningkat 2. Pasien dapat memahami terkait keadaannya 3. Mengetahui tingkat kecemasan untuk menentukan intervensi selanjutnya 4. Empati petugas kesehatan dapat dirasakan pasien

34

6. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas 7. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan 8. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan

2) Intra operatif Diagnosa No. keperawatan 1. Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan

Tujuan dan kriteria hasil NOC Deteksi resiko Kriteria hasil: 1. Kenali tanda dan gejala yang mengindikasikan risiko 2. Cari validasi dari risiko yg dirasakan 3. Pertahankan info terbaru tentang riwayat keluarga 4. Pertahankan info terbaru tentang riwayat pribadi 5. Gunakan sumber informasi tentang risiko potensial

5. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut 6. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan 7. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi

5. Kecemasan tidak meningkat 6. Pengalihan terhadap kecemasan yang dirasakan pasien 7. Mengurangi kecemasan pasien

Intervensi

Rasional

NIC Manajemen syok :volume 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan yang konsisten 2. Cegah kehilangan darah (ex : melakukan penekanan pada tempat terjadi perdarahan) 3. Berikan cairan IV 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah sesuai indikasi 5. Berikan tambahan darah (ex : platelet, plasma) yang sesuai

1. Mengetahui perkembangan perdarahan pasien 2. Resiko syok hipovolemik tidak terjadi 3. Memenuhi kebutuhan cairan pasien 4. Mengetahui perubahan komponen darah 5. Keseimbangan kebutuhan darah

35

3) Post operatif No. 1.

2.

Diagnosa keperawatan Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Rasional

NOC 1. Tingkat nyeri 2. Kontrol nyeri 3. Tingkat kenyamanan Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal NOC : Intergritas jaringan: kulit and membran mukus Kriteria Hasil : 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan

NIC Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

1. Mengetahui karakteristik nyeri secara menyeluruh untuk menentukan intervensi selanjutnya 2. Mengetahui perkembangan respon nyeri 3. Mengurangi peningkatan nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang dirasakan 5. Mengetahui keefektifan intervensi 6. Pengobatan medis untuk mengurangi nyeri

1. Tidak ada tekanan pada NIC luka Manajemen tekanan 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya menggunakan pakaian yang luka yang baru longgar 3. Terhindar dari infeksi 2. Hindari kerutan pada tempat tidur

36

2. Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan 3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang 4. Mampumelindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi

NOC : 1. Status imun 2. Kontrol resiko Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 7. Monitor status nutrisi pasien 8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat NIC : Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 5. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 6. Tingktkan intake nutrisi 7. Berikan terapi antibiotik bila perlu

4. Mencegah terjadinya dekubitus 5. Mengetahui perkembangan mobilisasi pasien 6. Mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien 7. Pasien tetap terjaga perawatan dirinya

1. Untuk mencegah infeksi yang ditularkan oleh pasien lain 2. Memotong rantai infeksi 3. Memotong rantai infeksi 4. Tenaga kesehatan dapat mencegah infeksi nosokomial 5. Resiko infeksi tidak terjadi 6. Diet makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka 7. Untuk mencegah atau mengobati infeksi

37

4.

Risiko Syndrom Disuse berhubungan dengan imobilitas mekanik

NOC: 1. Penyembuhan Tulang 2. Partisipasi Latihan 3. Hidrasi 4. Respon Pengobatan Kriteria Hasil: 1. Pembentukan Kalus pada Tulang 2. Klien mampu mendemonstrasikan latihan reabilitasi 3. Klien mampu melakukan rentang gerak 4. Klien mengikuti program pengobatan

NIC Latihan Kekuatan 1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin Latihan untuk ambulasi 1. Ajarkan teknik ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga. 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker 3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

1. Pasien dapat termotivasi untuk melakukan program latihan 2. Mencegah resiko cedera 3. Memudahkan pasien untuk melakukan mobilisasi 4. Pasien terus termotivasi untuk tetap melakukan ambulasi

38

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus. Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC. Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone. Siddiqui, Z. 2015. Rehabilitations Following Intramedullary Nailing Of Femoral Shaft Fracture: A Case Report. International Journal of Physical Therapy & Rehabilitation Science. Vol 1 (1): 30-35.

Related Documents

Laporan Pendahuluan
June 2020 84
Fx
May 2020 26
Fx
November 2019 35
Laporan Pendahuluan Pk.docx
December 2019 22

More Documents from "eka kurniati"

Ortho.docx
December 2019 0
Makalah Pancasila.docx
December 2019 1
Model Komunikasi.docx
December 2019 1
Asp
August 2019 19