LAPORAN PENDAHULUAN CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
1. Konsep Homecare 1.1 Fase Pra Inisiasi Tn. A menderita penyakit stroke sudah 3 tahun yang lalu. Penyebab klien menderita penyakit stroke, karena pola hidup klien yang kurang sehat yaitu mengkonsumsi rokok lebih dari 1 pack dalam satu hari dan klien tidak pernah melakukan cek kesehatan. Ketika klien pulang bekerja sebagai becak tiba-tiba bangun tidur badan klien sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Keluarga Tn. A membawa Tn.A ke klinik Dokter Agus untuk melakukan pengobatan. Ternyata Tn. A memiliki hipertensi yang sebelumnya tidak diketahui oleh Tn A dan keluarga, karena tidak pernah melakukan cek kesehatan. Dokter Agus mengijinkan Tn. A untuk di rawat di rumah dengan syarat harus ada yang merawat di rumah dan melakukan kontrol rutin sampai kondisi klien pulih kembali. Selama 3 bulan Tn. A melakukan kontrol rutin ke Dokter Agus, karena kondisi klien lebih baik dari sebelumnya akhirnya keluarga memutuskan untuk tidak membawa Tn. A untuk kontrol lagi selain karena alasan biyaya. Kondisi klien saat ini masih lemah, di mana klien mengalami hambatan dalam beraktivitas dan hanya mengandalkan anggota tubuhnya sebelah kiri. Tn. A tinggal di rumah dengan istri dan 3 orang anaknya, namun setiap harinya klien dirawat oleh anaknya laki-laki karena istrinya sibuk bekerja. Dengan kondisi klien yang masih mengalami kelemahan, maka diperlukannya perawatan homecare. 1.2 Fase Inisiasi Perawat mengunjungi rumah Tn. A untuk menanyakan tanggapan keluarga terhadap penyakit Tn. A dan mendiskusikan perawatan yang akan dilakukan kepada Tn. A. 1.3 Fase Implementasi Perawat melakukan pengkajian
kepada Tn. A pada hari Senin, 18
Februari 2019 dan merumuskan masalah dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan. Setelah mendapatkan masalah atau diagnosa perawat menyusun rencana atau intervensi yang selanjutnya akan di lakukan tindaka keperawatan atau implementasi kepada Tn. A. Selama proses implementasi perawat di dampingi oleh keluarga Tn. A dan mengajarkan cara perawatan stroke yang benar kepada keluarga Tn. A. Perawat melakukan kunjungan atau tindakan keperawatan selama 2 kali kunjungan, di mana setelah dilakukan 2 kali
kunjungan kondisi Tn. A semakin membaik dan keluarga sudah paham dan bisa cara merawat Tn. A dengan benar. 1.4 Fase Terminasi Setelah perawat melakukan perawatan selama 2 kali kunjungan, selanjutnya perawat melakukan evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan. Melihat kondisi klien yang sudah membaik yaitu klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri secara berlahan-lahan dan keluarga sudah paham dan bisa cara merawat klien dengan benar maka perawatan homcare sudah selesai dilakukan. Perawat meninggalkan nomer telefon kepada keluarga Tn. A. 1.5 Fase Pasca Kunjungan Perawat melaporkan bahwa kegiatan perawatan homcare kepada Tn. A sudah selesai dan perawat menyelesaikan tugas dokumentasi.
2. Konsep Stroke 2.1 Definisi Stroke Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke adalah gejala klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik lokal maupun menyeluruh (global). Berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat (Muttaqin, 2008). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, dan cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian disebabkan oleh peredaran darah otak non-traumatik (Mansjoer, 2000) dalam Wijaya dan Putri (2013).
2.2 Klasifikasi Stroke 1. Stroke Non Haemorhagi (Iskemik) Stroke Iskemik adalah stroke yang disebabkan sumbatan oleh bekuan darah, penyempitan arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus (kotoran) yang menumpuk yang berasal dari arteri ekstrakranial (arteri diluar tengkorak) ataupun dilepaskan oleh jantung sehingga menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakarnial (arteri di dalam terngkorak). Penyebab lainnya seperti gangguan darah, peradangan, dan infeksi juga dapat
menyebabkan stroke iskemik. 5 – 10% penyebab stroke iskemik pada usia muda disebabkan oleh hal ini (Irfan, 2010). Pada stroke Non – Haemorhagic ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya cukup baik (Muttaqin, 2008). Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya (Price & Wilson, 2012): 1. TIA (Trancient Iskemik Attack): TIA (Trancient Iskemik Attack) merupakan serangan stroke sementara. Terjadi secara mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhannya bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA merupakan hal penting yang merupakan peringatan dini akan kemungkinan terjadinya stroke di masa mendatang. Serangan – serangan TIA ini berkembang menjadi stroke iskemik trombotik sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat, ekstrimitas lumpuh, vertigo, disfagia (sulit menelan), mula, ataksia (jelan sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami pembicaraan dengan orang lain, kesulitan melihat, serta hilangnya keseimbangan dan koordinasi. 2. Stroke Involusi: Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3. Stroke Komplit Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istlahnya stroke komplit dapat diawali dengan serangan TIA berulang. 2. Stroke Haemorhagi Stroke Haemorhagi adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yan terjadi secara spontan bukan karena trauma kepala, melainkan oleh pecahnya pembuluh arteri, vena, dan, kapiler (Wijaya dan Putri, 2013). Stroke Haemorhagi adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (hemoragia intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu suang sempit antara permukaan otak dan lapisan otak yang menutupi otak. Perdarahan ke dalam jaringan subaraknoid ini disebabkan oleh sebuah arteri intakranium yang mengalami aneurisma (pelebaran arteri) yang kemudian pecah atau karena suatu penyakit, salah satunya adalah hipertensi.
Pada seseorang yang mengalami stroke hemoragik, perdarahan intrakranial mengakibatkan darah yang mengalir dalam arteri intrakranial dipaksa masuk ke dalam jaringan otak, merusak neuron sehingga jaringan otak tertekan dan tidak dapat berfungsi dengan baik (Irfan, 2010). Menurut Wijaya dan Putri (2013) perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu: a.
Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah terutama akibat hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak. Peningkatan TIK yang cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan sereberum.
b.
Perdarahan Subarachnoid Peradrahan yang diakibatkan pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga menyebabkan TIK meningkat cepat, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). Gejala utama bila terjadi perdarahan subaraknoid adalah nyeri kepala. Nyeri kepala yang khas terjadi pada perdarahan subaraknoid adalah mendadak dan tanpa sebab yang jelas disertai dengan muntah, kaku leher, hingga tidak sadar sementara waktu.
2.3 Etiologi Stroke Penyebab stroke menurut Smeltzer (2005) dan Price (2005) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Trombosis Serebri Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral adalah penyebab paling umum dari stroke. Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis. 2. Emboli Serebri Embolisme serebri merupakan penyebab kedua terbanyak dari berbagai penyebab stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesngguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung. 3. Hemoragi Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) di bawah durameter (hemoragi subdural), di ruang sub arachnoid (hemoragi subarachnoid) atau dalam substansial otak (hemoragi intra serebral).
2.4 Faktor Risiko Stroke 1. Hipertensi Hipertensi disebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah atau menimbulkan perdarahan. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke. 2. Penyakit Kardiovaskuler Misalnya emboli serebral yang berasal dari jantung seperti penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, serta hipertrofi ventrikel kiri. 3. Diabetes Mellitus Penderita
DM
mikrovaskularisasi
akan dan
menderita
penyakit
aterosklerosis.
vaskuler,
Terjadinya
sehingga
aterosklerosis
terjadi dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi pada jaringan otak menurun sehingga menyebabkan stroke. 4.
Merokok Merokok dapat menyebabkan plaque pada pembuluh darah akibat nikotin yan terkandung dalam tiap batang rokok. Penimbunan plaque ini memungkinkan aterosklerosis yang dapat menimbulkan stroke.
5. Alkoholik Pada orang yang kecanduan alkohol dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak, dan kardiak aritmia, serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral. 6. Peningkatan Kolesterol Kolesterol dalam tubuh yang meningkat dapt menyebabkan arterosklerosis dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah melambat termasuk aliran darah menuju otak, maka perfusi otak menurun. 7. Obesitas Pada obesitas kadar koleterol dalam tubuh tinggi. Selain peningkatan kadar kolesterol, penderita obesitas juga beresiko tinggi menderita hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah. Kejadian ini merupakan berkontribusi pada kejadian stoke.
8. Arterosklerosis Arterosklerosis adalah penyempitan dan penebalan arteri karena penumpukan plak pada dinding arteri karena penumpukan plak pada dinding arteri. Penumpukan plak tersebut terjadi saat lapisan sel pada dinding dalam arteri (endothelium) yang bertugas menjaga kelancaran aliran darah mengalami kerusakan. 9. Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke 10. Faktor usia (insiden meningkat seiring sejalan dengan bertambahnya usia) 11. Stres emosional
2.5 Patofisiologi Stroke Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark serebral tergantung pada faktor – faktor seperti lokasi, besarnya pembuluh darah, dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak bisa semakin cepat atau semakin lambat pada gangguan lokal seperti trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular atau karena gangguan yang umum seperti hipoksia karena gangguan pada paru – paru dan jantung. Aterosklerosis merupakan faktor penyebab infark pada otak yang paling sering ditemukan. Trombus bisa berasal dari plak arterosklerotik, atau darah beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008) Otak merupakan organ yang sangat tergantung pada suplai oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah ke otak terhambat karena trombus dan embolus, maka otak dapat mengalami hipoksia. Kekurangan suplai oksigen selama 1 menit saja dapat meengakibatkan gejala yang dapat pulih kembali seperti hilangnya kesadaran. Selanjutnya kekurangan suplai oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron – neuron (Wijaya dan Putri, 2013). Gangguan pasokan aliran darah menuju otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri – arteri yang membentuk sirkulasi. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan terputus selama 15 – 20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut karena memungkinkan terdapat sirkulasi kolateral yang memadai pada daerah tersebut (Price, 2005). Proses patologis juga salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa: a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh atau peradangan.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeks yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium d. Ruptur vaskuler didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price, 2005).
2.6 Manifestasi Klinik Gejala stroke menurut Kowalak, dkk. (2011) adalah sebagai berikut: 1. Stroke sisi kiri: a. Paralisis sisi kanan Kehilangan fungsi dan sensibilitas otot kanan b. Defisit wicara dan berbahasa c. Perilaku yang lamban dan berhati – hati d. Kehilangan memori dalam berbahasa e. Disartria sisi kanan Bicara meracau dan mulut miring pada salah satu sisi wajah akibat kelemahan otot pada sisi kanan f. Afasia Ketidakmampuan memahami atau menghasilkan bahasa g. Apraksia Ketidakmampuan mengendalikan otot, gerakan tidak terkoordinasi 2. Stroke sisi kanan: a. Paralisis sisi kiri Kehilangan fungsi dan sensibilitas otot kiri b. Perilaku yang cepat dan sensibilitas otot kiri c. Kehilangan memori dalam bekerja d. Disartria sisi kiri Bicara meracau dan mulut miring pada salah satu sisi wajah akibat kelemahan otot pada sisi kiri.
2.7 Penatalaksanaan Stroke 1. Pemeriksaan Diagnostik (Muttaqin, 2008) a. Angiofrafi Serebral b. CT scan c. MRI (Magnetic Imaging Resonance) d. USG Doppler e. EEG.
2. Penatalaksanaan Umum (Hospitalisasi) (Wijaya dan Putri, 2013) a. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi lateral dekubitas bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil. b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah. c.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal. e. Suhu tubuh harus dipertahankan. f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadarannya menurun, dianjurkan pipi NGT. g. Mobilisasi dan rehablitasi dini jika tidak ada kontraindikasi. 3. Penatalaksanaan Medis (Muttaqin, 2008). 3.1 Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papverin intra arterial c. Medikasi antitrombositdpat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisai. Antiagregasi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. 3.2 Pengobatan Pembedahan a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher b.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
c.
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d.
Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
2.8 Asuhan Keperawatan a. Pengkajian a) Identitas Klien Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll. b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas. (2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak. (3) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung. (4) Riwayat Psikososial Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas. c) Pemeriksaan Fisik (1) Rambut dan hygiene kepala (2) Mata:buta,kehilangan daya lihat (3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan (4) Leher, (5) Dada I: simetris ki-ka P: premitus P: sonor A: ronchi (6) Abdomen I: perut acites P :hepat dan lien tidak teraba P :Thympani A :Bising usus (+) (7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria (8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan. d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis (1) Tingkat Kesadaran i.
Kualitatif Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
COMPOS MENTIS → Sadar akan diri dan punya orientasi penuh APATIS → Tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk LATARGIE → Tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk DELIRIUM → Penurunan kesadaran disertai peningkatan abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah SAMNOLEN → Keadaan pasien yang selalu ingin tidur → diransang bangun lalu tidur kembali SOPOR → Keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan dirangsang misalnya rangsangan nyeri, tetapi klien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik KOMA → Kesadaran yang hilang sama sekali, sehingga tidak ada gerakan spontan dan tidak peka terhadap rangsang nyeri. ii.
Kuantitatif Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) Respon membuka mata ( E = Eye ) o Spontan (4) o Dengan perintah (3) o Dengan nyeri (2) o Tidak berespon (1) Respon Verbal ( V= Verbal ) o Berorientasi (5) o Bicara membingungkan (4) o Kata-kata tidak tepat (3) o Suara tidak dapat dimengerti (2) o Tidak ada respons (1) Respon Motorik (M= Motorik ) o Dengan perintah (6) o Melokalisasi nyeri (5) o Menarik area yang nyeri (4) o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1) (2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis i.
Test nervus I (Olfactory) Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
ii.
Test nervus II ( Optikus) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii.
Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III). Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar. Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus. Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
iv.
Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah. Refleks
kornea
langsung
maka
gerakan
mengedip
ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter. v.
Test nervus VII (Facialis) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat. Otonom, lakrimasi dan salvias Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya.
vi.
Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri. Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii.
Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian
ini
sulit
di
test
demikian
pula
dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. viii.
Test nervus XI (Accessorius) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
ix.
Nervus XII (Hypoglosus) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan. (3) Menilai Kekuatan Otot Kaji cara berjalan dan keseimbangan Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki i.
Periksa tonus otot dan kekuatan Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total 1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi. 2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi 3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa 4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4) Pemeriksaan reflek Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4 0 = tidak ada respon 1 = Berkurang (+) 2 = Normal (++) 3 = Lebih dari normal (+++) 4 = Hiperaktif (++++) i.
Reflek Fisiologis Reflek Tendon o Reflek patella Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut. o Reflek Bisep Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari
periksa ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi. o Reflek trisep Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu. o Reflek Achiles Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek
diletakan/disilangkan
ini diatas
kaki
yang
tungkai
bawah
di[eriksa kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. o Reflek Superfisial Reflek kulit perut Reflek kremeaster Reflek kornea Reflek bulbokavernosus Reflek plantar Reflek Patologis o Babinski Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki. Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski: Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya. Cara Gordon Memencet ( mencubit) otot betis Cara Oppenheim Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut kebawah (distal) Cara Gonda Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong koyong. e) Rangsangan Meningeal Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : (1) Kaku kuduk Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+) (2) Tanda Brudzunsky I Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+) (3) Tanda Brudzinsky II Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. (4) Tanda kerniq Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. (5) Test lasegue Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus. f) Data Penunjang (1) Laboratorium Hematologi
Kimia klinik (2) Radiologi CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
b. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan perfusi jaringan otak b.d perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. 2. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, dan penurunan kesadaran. 4. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik 5. Resiko kerusakan intagritas kulit b.d tirah baring lama
c. Rencana Keperawatan No 1.
Diagnosa
Tujuan/KH
Intervensi
Penurunan
Setelah dilakukan NIC :
perfusi
asuhan
1.Baringkan
Rasional
klien 1. Perubahan
jaringan otak keperawatan 2 x (bed rest) total tanpa
tekanan
b.d
24jam
akan
perdarahan
jaringan
intraserebral,
dapat
oklusi
perfusi bantal otak 2.Monitor TTV
vasospasme,
Kriteria Hasil:
dan
edema
otak.
Klien
tanda
Tidak
untuk
terjadinya
herniasi otak
autoregulasi
4.Monitor input dan ada output cairan
keluhan nyeri 5.Anjurkan kepala, mual, untuk
dapat
dengan 2. Pada keadaan normal
tidak GCS
gelisah
status
neurologis
intrakranial
menyebabkan risiko
tercapai 3.Monitor tanda –
otak, secara optimal
pada
klien
menghindari
mempertahankan keadaan
tekanan
darah
sistemik
berubah
secara
dan kejang
batuk dan mengejan
fluktuasi. Kegagalan
GCS 456
berlebihan
autoreguler
Pupil isokor, 6.Kolaborasikanpem reflek cahaya berian cairan perinfus
(+)
dengan
TTV normal
ketat
perhatian
akan
menyebabkan kerusakan
vaskuler
serebral yang ditandai dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh
penurunan
tekanan
diastolik.
Sedangankan peningkatan
suhu
menggambarkan proses infeksi. 3. Dapat
mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut 4. Hipertermi
dapat
meningkatkan dan risiko
IWL
meningkatkan dehidrasi
terutama pasien yang
tidak sadar, nausea yang
menutunkan
intake peroral. 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang 6. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, cairan
retriksi dapat
menurunkan
edema
serebral
2.
Kerusakan
NOC
mobilitas
Ambulasi/ROM
fisik
b.d
: NIC : 1.Terapi latihan Mobilitas sendi
Pergerakan bertujuan
aktif/pasif untuk
o Jelaskan pada mempertahankan
penurunan
normal
kekuatan otot
dipertahankan.
klien&kelg
Setelah dilakukan
tujuan latihan
tindakan
pergerakan
keperawatan 5x24
sendi. o Monitor lokasi
jam KH: o o
fleksibilitas sendi
dan Sendi
tidak
ketidaknyaman
kaku
an
Tidak terjadi
latihan
selama
o Gunakan
atropi otot
pakaian
yang
longgar o Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan o Encourage
Ketidakmampuan fisik
ROM aktif
dan
psikologis
o Ajarkan ROM dapat
menurunkan
aktif/pasif
perawatan diri sehari-
pada
hari dan dapat terpenuhi
klien/keluarga.
dengan
o Ubah klien
tiap
2 dapat terjaga
o Kaji perkembangan /kemajuan latihan Self
care
Assistance o Monitor kemandirian klien
bantuan
posisi kebersihan
jam.
2.
klien
diri
agar klien
o bantu perawatan diri klien
dalam
hal: makan,mandi, toileting. o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien.
3.
Ketidakefekti
Setelah diberikan 1. Kaji kondisi jalan 1. Obstruksi
fan bersihan asuhan jalan
nafas
disebabkan
nafas keperawatan 2 x 2. Inspeksi jam
klien
dapat oleh
akumulasi sekret, sisa
b.d.
24
akumulasi
mampu
dan auskultasi suara
perdarahan,
sekret,
meningkatkan dan
nafas pada kedua
bronkospasme, lidah
kemampuan
mempertahankan
paru
yang
batuk
ketidakefektifan
3. Edukasi
menurun
bersihan
penurunan
nafas agar tetap
mobilitas
bersih
fisik
mencegah aspirasi
jalan
dada
klien
mengenai batuk efektif
Bunyi
nafas
dada drainage)
jika
memungkinkan
normal
kesadaran
(terdengar
hangat
bersih)
memungkinkan
Klien
5. Berikan air minum
mampu
batuk efektif Akumulasi sekret (-)
mucus,
menekuk
ke
belakang.
simetris dengan suara
(postural
tingkat
Ronchi (-)
cairan
teknik 2. Pergerakan dada yang
dan 4. Lakukan fisioterapi
sekunder, dan Kriteria Hasil: penurunan
pergerakan
jika
napas dari
yang keluar paru
–
paru
menandakan
jalan
napas
tidak
terganggu.
Saluran
napas yang tersumbat menghasilkan
suara
ronchi (mengi). 3. Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran nafas
RR normal (16 –
4. Mengatur segmen
20 x/menit)
ventilasi paru
dan
pengeluaran sekret 5. Membantu mengencerkan sekret, sehingga
mudah
dikeluarkan 4.
Defisit
NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan
Assistance(
diri
1. Observasi
b.d mandi,
kemampuan klien
menggunakan intervensi langsung
kelemahan
berpakaian,
untuk
fisik
makan, toileting.
berpakaian
Setelah dilakukan
makan.
tindakan
mandi,
dapat
menentukan
intervensi yang tepat
posisi
selama 2 x 24 jam
yakinkan kepala
membantu
Klien
dan bahu tegak
menelan
memenuhi
selama
mencegah aspirasi
kebutuhan
dan 1 jam setelah
perawatan diri
makan
dapat
duduk,
untuk klien
keperawatan
Klien
makan
3. Hindari kelelahan terbebas
sebelum
makan,
dari bau, dapat
mandi
makan sendiri,
berpakaian
dan
duduk proses dan
energi
meningkatkan toleransi dan
aktivitas
peningkatan
kemampuan klien
untuk
sendiri
2. Posisi
3. Konservasi
dan berpakaian 4. Dorong
tetap
perawatan diri 4. Untuk
makan sedikit tapi
meningkatkan nafsu
sering
makan
Resiko
NOC:
kerusakan
Setelah dilakukan 1. Lakukan
intagritas
perawatan 5 x 24
NIC: 1. Meningkatkan alat
kenyamanan
dan
tenun setiap hari
mengurangi
resiko
kulit tetap adekuat
dan
gatal-gatal
dengan indikator :
kasur yang sesuai
kulit b.d tirah jam baring lama
dan
2. Bantu klien dalam
KH:
5.
1. Dengan
integritas
penggantian
tempatkan
2. Menandakan awal
gejala lajutan
Tidak
terjadi 2. Monitor
kerusakan
kulit
adanya
kulit
kerusakan integritas
area
kulit
ditandai
dengan
tidak
adanya 3. monitor area yang
kemerahan, dekubitus
luka
kemerahan/pecah2
tertekan masage
pada
menjadi
pencetus
lecet
punggung/daerah yang tertekan serta berikan
area
5. monitor
4. Memperlancar sirkulasi
pelembab 5. Status nutrisi baik yang
pecah2
nutrisi
biasanya sirkulasinya kurang optimal shg
4. berikan
pad
3. Area yang tertekan
dapat
membantu
mencegah keruakan status
integritas kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Irfan, M. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu Kowalak, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Nurarif dan Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan: Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction Jogja Price & Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis: Proses – Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth 2. Jakarta: EGC Wijaya dan Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika