Laporan Lengkap Icu (1).docx

  • Uploaded by: Dana Saputra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Lengkap Icu (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,550
  • Pages: 69
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis. (Harrison Textbook 8th Edition, 2015). Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2014, peritonitis didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang

membatasi

ronggaabdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis dalam

praktek

bedah

dan

biasanya

disebabkan

oleh

suatu

perforasi

gastrointestinal ataupun kebocoran. (Tarigan, M.H, 2014) Angka kejadian penyakit peritonitis di Amerika pada tahun 2011 diperkirakan 750 ribu pertahun dan akan meningkat bila pasien jatuh dalam keadaan syok . Dalam setiap jamnya didapatkan 25 pasien mengalami syok dan satu dari tiga pasien syok berakhir dengan kematian. Angka insiden ini meningkat 91,3% dalam sepuluh tahun terakhir dan merupakan penyebab terbanyak kematian di ICU diluar penyebab penyakit peritonitis. Angka insidensi syok masih tetap meningkat selama beberapa dekade, rata-rata angka mortalitas yang disebabkannya juga cenderung konstan atau hanya sedikit mengalami penurunan. Kejadian peritonitis tersebut dapat memberikan dampak yang sangat kompleks bagi tubuh.Adanya penyakit peritonitis menjadikan kasus ini menjadi prognosis yang buruk. Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian peritonitis di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI 2008) Angka kejadian peritonitis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun yang pasti diketahui adalah diantara seluruh jenis peritonitis, peritonitis sekunder merupakan peritonitis yang paling sering ditemukan dalam praktik klinik.

Hampir 80% kasus peritonitis disebabkan oleh nekrosis dari traktus gastrointestinal. Terdapat perbedaan etiologi peritonitis sekunder pada negara berkembang (berpendapatan rendah) dengan negara maju. Pada negara berpendapatan rendah, etiologi peritonitis sekunder yang paling umum, antara lain appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, dan perforasi tifoid. Sedangkan, di negara-negara barat appendisitis perforasi tetap merupakan penyebab utama peritonitis sekunder, diikuti dengan perforasi kolon akibat divertikulitis. Tingkat insidensi peritonitis pascaoperatif bervariasi antara 1%-20% pada pasien yang menjalani laparatomi (An-Huang, 2015). Masalah kesehatan sistem pencernaan yang bersifat akut seperti peritonitis akan memberikan respon maladaptif terhadap konsep diri pasien sehingga tingkat stress emosional dan mekanisme koping yang digunakan berbeda-beda. Dampak psikologis pada pasien peritonitis adanya perubahan fungsi struktur tubuh, adanya dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri, kecemasan, ketidakpastian, ketakutan, kegagalan pengobatan, biaya yang harus dikeluarkan dan depresi merupakan kondisi umum ditemukan pada pasien dengan penyakit kronis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh ketidakpastian pasien menerima diagnosa mengenai penyakitnya. Dampak fisik dan spiritual pasien akan merasa terganggu dengan kelemahan fisik dalam beraktivitas karena klien mengalami kelemahan dan nyeri. Dan di dalam kehidupan sosial dan masyarakat pasien akan menarik diri dan mengurangi interaksi sosial. (Muttaqin, 20116). Banyaknya kejadian peritonitis di masyarakat perlu mendapatkan perhatian serius karena mengingat banyak permasalahan yang terjadi pada klien dengan pritonitis. Maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang akan timbul. Upaya perawat sebagai promotif mampu memberikan penyuluhan dan menyampaikan akibat yang akan timbul jika peritonitis tidak tertangani dengan baik, seperti kelebihan volume cairan dengan memonitor intake dan output, status nutrisi, tanda-tanda vital dan pitting edema. Upaya perawat sebagai preventif yaitu mampu melakukan pencegahan dini dari dampak peritonitis, dengan menganjurkan kepada keluarga agar menerapkan atau melakukan pola hidup yang sehat. Upaya perawat sebagai kuratif bertujuan untuk memberikan pengobatan dengan menerapkan asuhan keperawatan yang baik.

Dan upaya perawat yang terakhir yaitu rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan pada pasien yang mengalami peritonitis dirumah sakit. Berdasarkan kondisi diatas dan data-data diatas juga menunjukkan angka kejadian penderita Peritonitis di DIRUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN, maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan PERITONITIS DI RUSD ULIN BANJARMASIN sebagai kajian dalam laporan hasil evaluasi praktek klinik.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan peritonitis secara komprehensif DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan peritonitis DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan peritonitis DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. d. Mampu melakukan tindakan untuk mengatasi masalah atau diagnosa keperawatan pada klien dengan peritonitis DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. e. Mampu

melakukan

dilaksanakan

evaluasi

terhadap

asuhan

keperawatan

yang

rencana keperawatan pada klien dengan peritonitis DI

Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. f.

Mampu

melakukan

dokumentasi

keperawatan

terhadap

asuhan

keperawatan yang sudah dievaluasi pada klien dengan peritonitis DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.. C. Manfaat 1. Bagi penulis Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien, khususnya pada klien dengan peritonitis.

2. Bagi Pasien Dengan adanya studi kasus tentang asuhan keperawatan pada klien dengan peritonitis ini, diharapkan pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang baik dari tenaga perawat. 3. Bagi Rumah Sakit Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi para perawat yang berada DI Ruangan ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.,

agar

dapat

menerapkan

dan

memberikan

asuhan

keperawatan pada klien dengan peritonitis. 4. Bagi Institusi Hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau referensi akademi untuk pengembangan pembelajaran studi kasus selanjutnya. 5. Bagi Pembaca Dengan adanya hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada pembaca khususnya dalam menyikapi jika ada pasien dengan penyakit peritonitis.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Peritonitis 1. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Gambar Anatomi (Syaifuddin, 2015)

Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi : a. Rongga mulut Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan, proses pencernaan dimulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi makanan saat dikunyah. Kemudian saat makanan ditelan epiglotis bergerak menutup lubang trakea untuk mencegah terjadinya aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esofagus. b. Esofagus Esofagus memiliki panjang + 25 cm dan terletak di mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses peristaltik esofagus, sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk ke lambung kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus. c. Lambung

Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan kapasitas + 1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi cairan yang sangat asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1 dan memperoleh keasamannya dari asam hidrochlorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri pencernaan. Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari. d. Usus halus Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1) Duodenum Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari pilorus. 2) Yeyunum Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. 3) Ileum Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus. Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung yaitu 1) Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu peritoneum yang membalut usus dengan erat. 2) Dinding lapisan berotot terdiri atas 2 lapisan serabut yaitu lapisan luar terdiri atas serabut longitudinal, dan di bawahnya yaitu lapisan tebal terdiri dari atas serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus saraf. 3) Dinding sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri dari jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut plexus meissner. Di dalam

duodenum terdapat kelenjar bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam. e. Empedu Empedu diperlukan untuk pencernaan lemak yang diemulsikan untuk membantu kerja lipase. Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan yang keluar dari lambung yang asam menjadi netral. Garam Empedu mengurangi tegangan permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi dari lemak yang dimakan. f.

Pankreas Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memecah atas 3 jenis makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi disakharida. Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak. Tripsin, merupakan enzim pembeku susu mengubah protein menjadi pepton.

g. Usus Besar Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar. Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar. Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa colon dari isi interluminal dan juga memberikan perlekatan untuk massa fekal. Aktifitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain dimakan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya dalam 12 jam. sebanyak

seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah makanan dicerna. h. Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya yang berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus internal. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. 2. Pengertian Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum

suatu membrane yang

melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2015). Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2015). Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2016).

B. ETIOLOGI Infeksi bakteri a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal b. Appendisitis yang meradang dan perforasi c. Tukak peptik (lambung / dudenum) d. Tukak thypoid e. Tukan disentri amuba / colitis f.

Tukak pada tumor

g. Salpingitis h. Divertikulitis Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. C. MANIFESTASI KLINIS Menurut Corwin (2016), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai berikut : 1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang. 2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan kedalam peritoneum. 3. Mual dan muntah. 4. Abdomen yang kaku. 5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis. 6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan takikardia. 7. Rasa sakit pada daerah abdomen 8. Dehidrasi 9. Lemas 10. Nyeri tekan pada daerah abdomen 11. Bising usus berkurang atau menghilang 12. Nafas dangkal 13. Tekanan darah menurun

14. Nadi kecil dan cepat 15. Berkeringat dingin 16. Pekak hati menghilang D. KLASIFIKASI Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut: a. Peritonitis bacterial primer Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini dibagi menjadi dua yaitu: Spesifik : Seperti Tuberculosa. Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis. Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat peritonitis. Kuman dapat berasal: Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendicitis. c.

Peritonitis Tersier Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak

dapat ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pancreas, dan urine(Andra & Yessie, 2015) E. PATOFISIOLOGI Disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial, yang meninbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang singkat terjadi eksudari cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan dalam usus. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatan aktivitas inhibilator activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jajaring pengikat.

Produksi eksudat fibrin

merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan subtansu pembentukan abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang stril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemn yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transein yang terlalu banyak didalam rongga abdomen, perin=tonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi hingga menggangu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrophil keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atai jamur.

F. KOMPLIKASI Menurut (Haryono, 2015) komplikasi potensial Peritonitis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup : 1. Septikemia dan syok septic. 2. Syok hipovelmia. 3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system. Peritonitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi, seperti infeksi jadi menyebar ke aliran darah dan seluruh tubuh (sepsis). Kondisi ini bisa menyebabkan tekanan darah menurun drastis (syok sepsis) sehingga beberapa organ tubuh gagal berfungsi. Komplikasi lain yang dapat muncul akibat peritonitis adalah terbentuknya abses atau kumpulan nanah pada rongga perut. Perlengketan usus juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan usus tersumbat. 4. Abses residual intraperitoneal 5. Eviserasi luka. 6. Obstruksi usus 7. Oliguri G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan

pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia a) PT, PTT dan INR b) Test fungsi hati jika diindikasikan c) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis d) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) e) Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik f)

BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolic

Diagnostic Peritoneal Lavage.Pemeriksaan cairan peritonium Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan dominan PMN merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL, LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat, didapatkan multipel organisme. 2. Radiologis Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus) adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada penderita dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah kanan) yang merupakan indikasi adanya perforasi organ. 3. USG USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas (abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen. USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites), tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk

dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu diagnosis dan terapi pada peritonitis. 4. CT Scan Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%. Abses peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan panduan CT Scan. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Menurut Netina (2016), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut: 1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik. 2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah. 3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen. 4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi. 5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan. 6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama). 7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi , memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ). 8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal. 9. Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase

post

operatif.

Proses

pemulihan

tersebut

membutuhkan

perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk

pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen. I.

PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian merupakan awal dalam proses keperawatan, meliputi identitas klien (nama, alamat, no. MR, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, data penanggung jawab dan lain lain (Muttaqin, 2016). 1. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari nyeri di bagian perut dan di sertai dengan keluar keringat dingin (Muttaqin, 2016). 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD) Biasanya klien berkemungkinan memiliki riwayat pembedahan pada perut , memeiliki riwayat penyakit gastro intestinal seperti apendiksitis, memilki riwayat tertusuk di bagian perut. b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) Biasanya klien mengalami nyeri abdomen, mual dan muntah, abdomn terasa kaku, biasanya di sertai dengan demam, terasa lemah, nyeri tekan pada abdomen dan berkeringat dingin. c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) Biasanya klien tidak mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. 3. Pemeriksaan Fisik a. Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan. b. Sistem kardiovaskuler (B2) Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.

c. Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran. d. Sistem Perkemihan (B4) Terjadi penurunan produksi urin. e. Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). f.

Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.

4. Pengkajian Psikososial Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan. 5. Personal Hygiene Kelemahan selama aktivitas perawatan diri. 6. Pemeriksaan Penunjang. a. Test laboratorium b. Leukositosis c. Hematokrit meningkat d. Asidosis metabolik e. X-Ray Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN No

Diagnosa

1

Ketidakefektifan pola

NOC

nafas

NIC

 Respiratory status:

Airway Management

Ventilation

b.d

 Respiratory status:

Hiperventilasi

-

Monitor vital sign

-

Buka jalan nafas

Airway patency

guanakan teknik chin

 Vital sign status

lift atau jaw trust bila

Kriteria hasil: -

perlu

Mendemonstrasikan

-

batuk efektif dan suara

untuk

nafas yang bersih, tidak

memaksimalkan

ada syanosis atau

ventilasi

dypsneu -

-

Atur Posisi pasien

-

Identifikasi pasien

Menunjukan jalan nafas

perlunya alat bantu

yang paten

nafas

Tanda-tanda vital dalam

-

rentang normal

Keluarkan secret dengan batuk atau suction

-

Monitor status respirasi dan O2

-

Monitor frekuensi dan irama pernafasan

-

Monitor sianosis perifer

2

Perfusi serebral

jaringan tidak

 Circulation Status  Tissue

Prefusion

Intra Cranial Pressure (ICP) :

Cerebral efektif

b.d

gangguan transport O2

Monitoring

(Monitor

Tekanan Intra Kranial)

Kriteria Hasil :

-

Mendemonstrasikan

status

Tentukan faktor penyebab koma/ penurunan perfusi

sirkulasi yang ditandai dengan :

jaringan

- Pasien

peningkatan TIK

menunjukkan

peningkatan

kesadaran,

-

perbaikan fungsi sensorik dan motorik - Tidak

peningkatan

tanda-tanda tekanan

respon

&

risiko

pasien

terhadap stimuli. -

ada

Catat

otak

Monitor intrakranial

tekanan pasien

dan

respon neurologi terhadap

intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg).

aktivitas. -

- TTV dalam batas normal

Monitor tingkat kesadaran tiap 1 jam

-

Observasi TTV tiap 1 jam

-

Restrain pasien jika perlu.

-

Kolaborasi

pemberian

antibiotik. -

Posisikan

pasien

pada

posisi semifowler. -

Amati tanda gejala klinis infeksi

(demam,

urin

keruh) Peripheral Management

Sensation (Manajemen

Sensasi Perifer) -

Monitor

adanya

daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/ tajam/tumpul. -

Monitor

adanya

paretese. -

Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi.

-

Gunakan

sarung

tangan untuk proteksi. -

Batasi gerakan pada kepala,

leher

dan

punggung. -

Monitor

kemampuan

BAB. -

Kolaborasi pemberian analgetik.

-

Monitor tromboplebitis.

adanya

3

Hipertermi

 Thermoregulation

b.d

Proses penyakit

Fever Treatment

Kriteria Hasil: Suhu

-

tubuh

dalam

rentang normal TTV

-

dalam

-

Monitor vital sign

-

Monitor IWL

-

Monitor

rentang

normal

warna kulit -

Tidak ada perubahan

-

warna kulit dan tidak ada

pusing,

Monitor

penurrunan

tingkat kesadaran -

merasa

nyaman

perubahan

Monitor

intake

dan

outpiut -

Kompres paien pada aksila

dan

lipatan

paha -

Kolaborasikan pemberian antipiretik

4

Hambatan Mobilitas Fisik b.d Gangguan

 Joint Movement : Active

Exercise

 Mobility Level

Ambulation

 Self Care : ADLs Kognitif

-

Therapy

:

Monitoring vital sign

 Transfer Performance

sebelum/sesudah

Kriteria Hasil :

latihan

- Klien

meningkat

dalam

tujuan

dari

-

dalam

alat

bantu

ambulasi dengan

kebutuhan. -

penggunaan

untuk

tentang

sesuai

kemampuan

berpindah.

fisik

rencana

meningkatkan dan

Konsultasikan dengan terapi

- Memverbalisasikan perasaan

Memperagakan

saat

latihan.

peningkatan mobilitas.

kekuatan

lihat

respon pasien

aktivitas fisik. - Mengerti

dan

Bantu

klien

untuk

menggunakan

mobilisasi

tongkat saat berjalan

(walker).

dan cegah terhadap cedera. -

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang

teknik

ambulasi. -

Kaji pasien

kemampuan dalam

mobilisasi. -

Latih

pasien

dalam

pemenuhan kebutuhan

ADLs

secara mandiri sesuai kemampuan. -

Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan

bantu

kebutuhan

penuhi ADLs

pasien. -

Berikan alat bantu jika klien memerlukan.

-

Ajarkan

pasien

bagaimana merubah posisi

dan

bantuan diperlukan.

berikan jika

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Nama Usia Alamat No. Register Kriteria Klien Tanggal MRS Tanggal Pengkajian

: Ny.I : 44 Tahun : Martapura : 1xxxxxx : Total Care : 16 Februari 2019 : 18 Februari 2019

I. PENGKAJIAN 1. Riwayat Penyakit a. Riwayat Penyakit Sekarang Keluarga mengatakan 1,5 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sering nyeri kepala sehingga dibawa ke RS Ratu Jaleha. Di RS ratu Jaleha pasien dirawat sekitar 1 minggu, kemudian diperbolehkan pulang. 2 minggu setelah itu pasien mengeluh tidak bisa BAB dan perut pasien membesar. Karena hal itu keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa pasien ke RS Idaman Banjarbaru dan dirawat diruang ICU. 2 hari setelah di rawat di ICU pasien akhirnya BAB. 4 hari kemudian perut pasien kembali membesar dan dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18-Februari-2019 pasien nampak sesak, pasien nampak terpasang ventilator sebagai alat bantu nafas, GCS pasien 2 E:1 V:x M:1, tingkat kesadaran pasien coma, status sedasi pasien R4,kulit pasien nampak kemerahan, akral dan kulit teraba hangat, CRT>2dtk,

nampak

terpasang kantung colostomy pada bagian abdomen sebelah kiri, pasien nampak terpasang cvp, pasien hanya bedrest ditempat tidur, segala aktivitas pasien nampak dibantu perawat, skala aktivitas pasien ekstrimitas atas 1/1, Ekstrimitas bawah 1/1. TTV : TD: 98/68 mmHg, N:132x/mnt, T: 39,6 C, RR: 28x/mnt. b. Riwayat Penyakit Dahulu Keluarga mengatakan sebelumnya pasien pernah menderita penyakit appendiksitis kurang lebih 1 tahun yang lalu. c. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan dikeluarga tidak ada penyakit yang sama seperti ini sebelumnya. Dan dikeluarga tidak ada riwayat penyakit Hipertensi ataupun DM. d. Diagnosa Medis Peritonitis + Post Op Laparatomi + Sepsis.

2. Secondary Survey a. B1 (Breath) Inspeksi : pergerakan dinding dada nampak simetris, pasien nampak menggunakan ETT, OPA, dan ventilator sebagai alat bantu nafas, pasien nampak sesak. Palpasi : tidak ada nyeri tekan tidak teraba adanya benjolan pada dada pasien Perkusi : suara lapang paru saat diperkusi sonor dan suara jantung redup Auskultasi : suara nafas terdengar vesikuler dan sura jantung S1 S2 tunggal. b. B2 (Blood) Tidak terdapat deviasi trakea ataupun distensi vena jugularis, gambaran EKG pasien sinus rhytm. Irama Jantung Reguler. CRT >2dtk, terpasang CVP pada leher sebelah kanan, tidak terdapat Edema pada tubuh pasien. Akral teraba hangat. Bunyi jantung S1 S2 tunggal. Nadi :132 x/mnt, TD : 98/68 mmHg. c. B3 (Brain) Tingkat kesadaran pasien coma GCS E=1 V=x M=1. Ramsay skor pasien R4. Pupil isokor mengecil jika kena cahaya. d. B4 (Bowel) Mukosa bibir kering, lidah dan mulut tampak kotor, keadaan gigi lengkap, peristaltic usus 7x/mnt, kotoran pasien berwarna hitam cair, pasien terpasang kantung colostomy, terpasang NGT diet entramik, perut pasien tidak asites. e. B5 (Bladder) Pasien terpasang kateter hari ke 2, jumlah urin 100cc, warna urin kuning, tidak terdapat distensi pada abdomen. f. B6 (Bone) Warna kulit pasien kuning langsat, Turgor kulit pasien baik kembali <2dtk. Akral teraba hangat, skala otot ekstremitas atas1/1 ekstremitas bawah 1/1, terpasang infus di ekstrimitas atas sebelah kiri dan syringe pump di bagian ekstrimitas bawah kanan dan kiri. Tidak terdapat adanya luka decubitus.

3. Pemeriksaan Penunjang 17-02-2019 (09.55.53) PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI

SATUAN

METODE

RUJUKAN HEMATOLOGI Hemoglobin

12,5

12,0 – 16,0

g/dl

Colorimetric

Leukosit

19,3*

4,0 – 10,5

Ribu/ul

Impedance

Eritrosit

4,48

4,00 – 5,30

Juta/ul

Impedance

Hematokrit

35,4*

37,0 – 47,0

%

Analyzer Calculates

Trombosit

333

150-450

Ribu/ul

Impedance

RDW-CV

13,7

12,1 – 14,0

%

MCV

79,0

75,0 – 96,0

Fl

Analyzer Calculates

MCH

27,9*

28,0 – 32,0

Pg

Analyzer Calculates

MCHC

35,3

33,0 – 37,0

%

Analyzer Calculates

Basofil%

0,1

0,0 – 1,0

%

Eosonofil%

0,0*

1,0 – 3,0

%

Gran%

96,0*

50,0 – 81,0

%

Impedance

Limfosit%

3,3*

20,0 – 40,0

%

Impedance

Monosit%

0,6*

2,0 – 8,0

%

Basofil#

0,01

<1,00

Ribu/ul

Eosinofil#

0,00

<3,00

Ribu/ul

Gran#

18,56*

2,50 – 7,00

Ribu/ul

Impedance

Limfosit#

0,64*

1,25 – 4,00

Ribu/ul

Impedance

Monosit#

0,11*

0,30 – 1,00

Ribu/ul

MCV, MCH, MCHC

HITUNG JENIS

17-02-2019 (22:48:37) ELEKTROLIT Natrium

135*

136 – 145

Meq/L

ISE

Kalium

2,1*

3,5 – 5,1

Meq/L

ISE

Clorida

94

98 - 107

Meq/L

ISE

KIMIA GAS DARAH Suhu

35,4

Celcius

pH

7,181*

7,350 – 7,450

PCO2

46,1*

35,0 – 45,-

mmHg

TCO2

19,0*

22,0 – 29,0

mEq/L

PO2

145,0*

80,0 – 100,0

mmHg

HCO3

17,6*

22,0 – 26,0

mEq/L

O2 Saturasi

99,0

75,0 – 99,0

%

Base Excess (BE)

-11,0

-2,0 – 3,0

mEq/L

%F1O2

70

%

17-02-2019 (23:01:23) DIABETES Glukosa

Darah

108

<200,00

mg/dl

Hexokinase/G-6-PDH

Albumin

2,0

3,5 – 5,2

g/dl

BCG

Birilubin Total

0,95

0,20 – 1,20

mg/dl

Garam Diazonium

Birilubin Direk

0,86*

0,00 – 0,20

mg/dl

Diazo Reaction

Birilubin Indirek

0,09*

0,20 – 0,80

mg/dl

KALKULASI

Sewaktu HATI & PANKREAS

SGOT

64*

5 – 34

u/l

NADH

SGPT

16

0 – 55

u/l

NADH

Ureum

42

0 – 50

mg/dl

UREASE

Kreatinin

0,87

0,57 – 1,11

mg/dl

Kinetik Alkaline Picrate

Natrium

141

136 – 145

Meq/l

ISE

Kalium

2,9

3,5 – 5,1

Meq/l

ISE

Chloride

107

98 – 107

Meq/l

ISE

<6,0

<6,00

mg/dl

Hemoglobin

10,7*

12,0 – 16,0

g/dl

Colorimetric

Leukosit

18,6*

4,0 – 10,5

Ribu/ul

Impedance

Eritrosit

3,87*

4,00 – 5,30

Juta/ul

Impedance

Hematokrit

31,8*

37,0 – 47,0

%

Analyzer Calculates

Trombosit

343

150-450

Ribu/ul

Impedance

RDW-CV

14,7*

12,1 – 14,0

%

MCV

82,2

75,0 – 96,0

Fl

Analyzer Calculates

MCH

27,6*

28,0 – 32,0

Pg

Analyzer Calculates

MCHC

33,6

33,0 – 37,0

%

Analyzer Calculates

Basofil%

0,0

0,0 – 1,0

%

Eosonofil%

0,1*

1,0 – 3,0

%

Gran%

93,4*

50,0 – 81,0

%

GINJAL

ELEKTROLIT

IMUNO-SEROLOGI REMATIK CRP HEMATOLOGI

MCV, MCH, MCHC

HITUNG JENIS

Impedance

Limfosit%

5.4*

20,0 – 40,0

%

Monosit%

1,1*

2,0 – 8,0

%

Basofil#

0,00

<1,00

Ribu/ul

Eosinofil#

0,01

<3,00

Ribu/ul

Gran#

17,42*

2,50 – 7,00

Ribu/ul

Impedance

Limfosit#

1,01*

1,25 – 4,00

Ribu/ul

Impedance

Monosit#

0,20*

0,30 – 1,00

Ribu/ul

Impedance

HEMOSTASIS Hasil PT

12,8

Nephelometri

INR

1,19

Nephelometri

Control normal PT

10,8

Nephelometri

Hasil APTT

47,2*

Nephelometri

Control Normal APTT

24,8

Nephelometri

KIMIA GAS DARAH Suhu

35,4

Celcius

pH

7,181*

7,350 – 7,450

PCO2

46,1*

35,0 – 45,-

mmHg

TCO2

19,0*

22,0 – 29,0

mEq/L

PO2

145,0*

80,0 – 100,0

mmHg

HCO3

1,6*

22,0 – 26,0

mEq/L

O2 Saturasi

99,0

75,0 – 99,0

%

Base Excess

-11,0*

-2,0 – 3,0

mEq/L

%FIO2

70

%

HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI (17-02-2019) Hepar : Ukuran membesar, ekhoparenkim homogen , kapsul intak, tak tampak nodul/cyst/absess. Tak tampak cairan bebas Morrison pouch dan splenorenal. GB Kolaps Spleen/ Pankreas: normal

Ren D/S. Ukuran tidak membesar, ekhoparenkim homogen pcs dan ureter tidak dilatasi. Tak tampak stone/cyst/mass. Tak tampak cairan bebas Morrison pouch dan splenorenal. Vesika Urinaria: Kosong, balon kateter (+), uterus ukuran dan parenkim normal. Adnexa normal. Cairan bebas minimal. Kesimpulan: Cairan bebas minimal retrouterina dan perihepatic GB KOLAPS USG Hepar, spleen , pancreas, ren tak tampak kelainan BNO 3 posisi Dilatasi bowel, dinding menebal, double wall sign Free air (+) Air fluid level (+) Kesan: Ileus obstruktif dengan suspek perforasi

4. Terapi Farmakologi No

1

Nama

Cara

obat

Dosis

Waktu

Efek

pember

pemberia

sampping

ian

n

ceftriaxo

Intra

2 x 1

09.00

ne

vena

gr

21.00

–

Wita       

2

metroinid

Intra

3 x 500

09.00

azole

vena

mg

17.00 01.00 Wita

Bengkak, nyeri, dan kemerahan di tempat suntikan Reaksi alergi Mual atau muntah Sakit perut Sakit kepala atau pusing Lidah sakit atau bengkak Berkeringat Vagina gatal atau mengeluarka n cairan

– Nafsu makan 1. turun , – 2. Muncul infeksi jamur 3. Diare , 4. Pusing , 5. Mual dan muntah, 6. Air kencing berwarna gelap, 7. Alergi, 8. Kejang .

Indikasi

Kontra indikasi

untuk

Hipersensitif

membantu

terhadap

mengobati

cephalospori

penyakit

n

yang

penicillin

disebabkan

(sebagai

oleh bakteri.

reaksi alergi

dan

silang

Infeksi menular seksual, bakteri anaerob,

va

ginosis pada vagina, parasit amoe ba seperti

memiliki riwayat alergi Metronidazol atau komponen metronidazol . sedang memiliki usia kehamilan trimester pertama yaitu 0 – 3 bulan

pada diare, parasit tricho monas. 3

Ranitidin

Intra

2 x 1

09.00

– Sakit kepala

Ulkus duode

Hipersensitif

e

vena

gr

17.00 Wita

4

lasix

Mengantuk. Masalah tidur, seperti insom nia. Konstipasi at au sembelit. Diare. Mual dan muntah. Ketidaknyam anan pada perut atau perut terasa nyeri. Penurunan gairah seks atau kesulitan melakukan orgasme.

num,

terhadap

ulkus gaster j

ranitidine

inak, esofagit is refluks.

Intra

2 x 1

09 – 17

hipokalemia

edema (penu

riwayat

vena

gr

Wita

(kadar

mpukan

alergi

kalium yang

cairan

dengan

rendah

di

berlebihan di

furosemid,

darah),

dan

dalam tubuh)

hipotensi

peningkatan

atau

dan

kadar

kelebihan

keadaan

asupan

anuria

cairan.

(kondisi

Cairan yang

dimana

berlebihan

seseorang

akan

menghasilka

bertumpuk di

n

tubuh,

atau urin <

terutama

100 ml per

paru-paru,

24 jam).

asam

urat.

perut,

air

seni

dan

anggota gerak.

5

Pareceta

Intra

1sr

mol

vena

u/p )

(

Kapan

efek samping

untuk

perlu

dapat berupa

mengurangi



Alergi parasetamol atau

gejala ringan

rasa

nyeri

seperti

ringan

pusing

sampai

sampai efek

sedang,

samping

seperti sakit

berat seperti

kepala, sakit

gangguan

gigi,



gangguan

nyeri  otot, dan  nyeri setelah

hati,

pencabutan

ginjal,

reaksi

alergi

dan

gigi

 serta

gangguan

menurunkan

darah.

demam.

Reaksi alergi dapat berupa bintik – bintik merah pada kulit, biduran, sampai reaksi alergi berat

yang

mengancam nyawa. Gangguan darah dapat berupa perdarahan saluran cerna, penurunan kadar trombosit dan leukosit, serta gangguan sel putih.

darah

acetaminoph en Gangguan f ungsi hati dan penyakit hati Gangguan Fungsi Ginjal Serius, Shock Overdosis Acetaminop hen Gizi Buruk

6

RL

Intra

1 flesh

vena

500 cc

flesh  500 cc  1

     



   

Nyeri dada  Detak jantung abnormal Penurunan tekanan  darah Kesulitan bernapas Batuk  Bersin-bersin  Ruam  Gatal-gatal, dan 

Menambah  cairan dan elektrolit Tetani hipokalsemik . Ketidakseimb angan elektrolit tubuh. Diare. Luka bakar. Gagal ginjal akut. Kadar natrium rendah. Kekurangan kalium. Kekurangan kalsium. Kehilangan banyak darah dan cairan. Hipertensi. Aritmia (gang guan irama jantung).

Hipernatremi a, kelainan g injal, kerusakan s el hati, laktat asidos is.

Demam, infe

Penggantian

ksi atau

cairan

jaringan nekr

& kalori.

osis pada

Pelarut untuk

Sindroma m alabsorpsi gl ukosagalaktosa, k oma diabetik um.

tempat

pemberian o

suntikan,

bat melalui in

trombosis ve

fus IV drip

Sakit kepala, Infeksi di  daerah injeksi  Trombosis vena atau  Flebitis di daerah injeksi Ekstravasasi,  dan  Peningkatan volume cairan (hipervolemi a)



7

D5

Intra

1 flesh

1

flesh

vena

500 cc

500 cc

na atau flebiti s di

lokasi

suntikan, hip ernatremia.

8

9

Adrenalin

vascon

Intra

1x

vena

0,05 cc

Intra

1x4

vena

mg

09 wita

09 wita

Berkeringat. Mual dan muntah.Gelis ah.Pusing.G angguan irama jantung.Gan gguan pernapasan. Lemas.Kulit pucat.

henti jantung 

Bradikardia Kegelisahan Sakit kepala Kesulitan pernafasan Ekstravasasi nekrosis di tempat suntikan Ketakutan dipotret Nyeri retrosternal menusuk Muka pucat Berkeringat intens Muntah

Mengendalik

(untuk resusitasi jantungparu).

an

TD

pada kasus h ipotensi akut tertentu. Tera pi penunjang pada gagal ja ntung & hipotensi berat.



Kontraindika si pada syok non anafilaksis, glaukoma sudut tertutup, penggunaan bersama hidrokarbon halogen dan siklopropan pada anestesi umum, persalinan, tirotoksikosis dan diabetes Hipotensi krn kekurangan vol darah, kecuali pada keadaan darurat untuk mempertaha nkan perfusi arteri korone r & otak sam pai terapi penggantian vol darah selesai dilakukan.Tr ombosis vas kuler mesenterik atau perifer. Selama pemberian anestesi siklopropan & halotan.

11

miloz

Intra

1

vena

5 mg

x

09 wita

terutama jika efek samping tidak hilang. Penurunan laju pernapasan Variasi tekanan darah Desaturasi Apnea Cegukan Sakitkepala Hipotensi Mual

Banjarmasin,

Penggunaan anestesi/obat bius pada premedikasi, induksi dan pemeliharaa n anestesi umum. Sedasi/pene nang pada pr osedur diagn ostik dan ane stesi lokal.

Hipersensitiv itas pada Miloz Injection ada lah sebuah kontraindika si. Sebagai tambahan, Miloz Injection tida k boleh dikonsumsi jika Anda memiliki kondisi berikut: Ada depresi sistem saraf pusat Akut glaukoma sudut sempit Koma hipersen sitivitas keracunan alkohol akut nyeri yang tidak terkontrol syok

2019

(…………………………………….)

II.

ANALISA DATA No 1

Data (Symptom)

Penyebab (Etiologi)

Masalah (Problem)

DS : -

Gangguan

DO :

Gas

-

Pasien nampak sesak

-

RR : 28x/mnt

-

Pasien ETT,

Pertukaran

terpasang OPA,

dan

ventilator sebagai alat bantu nafas 2

DS : -

Gangguan Transport O2

DO : -

Resiko

Jaraingan Serebral GCS pasien 2 E: 1 V: x M: 1

-

Tingkat

kesadaran

pasien coma -

Status sedasi pasien R4

3

-

CRT>2dtk

-

T: 39,6 C

-

N: 132x/mnt

-

TD: 98/68 mmHg

-

RR : 28x/mnt

DS: -

Proses Penyakit

DO : -

Perfusi

Kulit pasien nampak

Hipertermi

kemerahan -

Akral pasien teraba hangat

4

-

T: 39,6 C

-

N: 132x/mnt

-

TD: 98/68 mmHg

-

RR : 28x/mnt

-

Leukosit 19,3 ribu

DS: -

Faktor

DO :

(Prosedur invasif)

Jnatung

Kelemahan

Defisit Perawatan diri

-

Pasien

post

Mekanik

Penurunan

curah

op

Colostomy -

Nampak

terpasang

kantung

colostomy

pada

bagian

abdomen sebelah kiri -

Pasien

nampak

terpasang cvp pada leher sebelah kanan 6

DS:DO: -

Pasien hanya bedrest ditempat tidur

-

Pasien

nampak

terpasan NGT -

Segala

aktivitas

pasien dibantu oleh

perawat -

III.

Skala Aktivitas

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan Pertukaran Gas b.d 2. Resiko Perfusi Jaraingan Serebral b.d Gangguan Trasport 02 3. Hipertermi b.d Proses penyakit 4. Penurunan curah Jnatung b.d 5. Defisit perawatan diri b.d Kelemahan

IV. NO

RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan 1

Airway Management

Ketidakefektifan

Adapun tujuan jangka pendek

pola

adalah 1x 30 menit

-

Monitor vital sign

Vital sign status

-

Buka jalan nafas

nafas

b.d

Hiperventilasi

1.

Tanda-tanda vital dalam

guanakan teknik

rentang normal

chin lift atau jaw

-

Tanda-tanda

vital

trust bila perlu

dalam rentang normal

-

Atur Posisi pasien

Adapun tujuan jangka panjang

untuk

adalah 2 x 24 jam

memaksimalkan

Respiratory

status:

Airway

ventilasi

Patency -

-

Identifikasi pasien

Mendemonstrasikan

perlunya alat bantu

suara nafas yang bersih,

nafas

tidak ada syanosis atau

-

dypsneu -

Keluarkan secret dengan suction

Jalan nafas bersih,

-

tidak ada syanosis

Monitor status respirasi dan O2

atau dypsneu

-

Monitor frekuensi dan irama pernafasan

-

Monitor

sianosis

perifer 2

Perfusi

jaringan

serebral efektif gangguan transport O2

tidak b.d

Adapun tujuan jangka pendek

Intra

adalah 1x 30 menit

(ICP) Monitoring (Monitor

Circulation Status

Tekanan Intra Kranial)

1. Tekanan sistol dan diastole

-

dalam rentang yang diharapkan Neurologic Status

-

diastole

sistol dalam

informasi

Monitor

tekanan

perfusi serebral.

Tissue Perfussion : Cerebral Tekanan

Berikan

Pressure

kepada keluarga.

1. Peningkatan status kognitif

-

Cranial

dan

rentang

Catat respon pasien terhadap stimuli.

-

Monitor

tekanan

yang diharapkan

intrakranial pasien dan respon

Adapun tujuan jangka panjang adalah 2x 24 jam

terhadap aktivitas. -

Circulation Status 1. Tekanan

sistol

diastole

dalam

dan rentang

ada

Monitor

jumlah

drainage

cairan

serebrospinal. -

yang diharapkan 2. Tidak

Monitor

ortostatik

-

-

normal

Restrain

pasien

jika

suhu

dan

Monitor

angka WBC.

Neurologic Status

-

1. Peningkatan

status

kognitif orientasi

kognitif

Posisikan pasien pada posisi semifowler.

-

3. Peningkatan fungsi saraf

Kolaborasi pemberian antibiotik.

-

2. Peningkatan

Minimalkan stimuli dari lingkungan.

Peripheral

kranial 4. Peningkatan kemampuan

Tissue Perfussion : Cerebral 1. Tekanan

sistole

diastole

Sensation

Management (Manajemen

komunikasi.

dalam

ada

Sensasi

Perifer) dan

-

rentang

yang diharapkan

2.

Monitor

adanya

daerah

tertentu

yang hanya peka ortostatik

terhadap

Hipertensi

panas/dingin/

Rata-rata tekanan darah

tajam/tumpul.

normal

dan

perlu.

3. Rata-rata tekanan darah

Tidak

intake

output cairan.

Hipertensi

1.

neurologi

-

Monitor

adanya

paretese. -

Instruksikan keluarga

untuk

mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi. -

Gunakan tangan

sarung untuk

proteksi. -

Batasi

gerakan

pada kepala, leher dan punggung. -

Monitor kemampuan BAB.

-

Kolaborasi pemberian analgetik.

-

Monitor

adanya

tromboplebitis. -

Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

3

Hipertermi

b.d

Proses penyakit

Adapun tujuan jangka pendek

Fever Treatment

adalah 1 x 30 menit

-

Monitor vital sign

Thermoregulation

-

Monitor IWL

-

Monitor perubahan

1. TTV

dalam

rentang

normal

warna kulit -

Monitor

Adapun tujuan jangka Panjang

penurrunan tingkat

adalah 2x 24 jam

kesadaran

1. Tidak ada perubahan

-

warna kulit 2. Status

intake

Monitor intake dan outpiut

dan

-

output cairan normal

Kompres pada

paien

aksila

dan

lipatan paha -

Kolaborasikan pemberian antipiretik

4

Kerusakan

Adapaun tujuan jangka Pendek

integritas jaringan

adalah 1 x 30 menit adalah Tissue Integrity : Skin

b.d Mekanik

Faktor

1. Suhu kulit dalam rentang normal

Skin Surveillance -

Monitoring

vital

sign sebelum/sesudah latihan

dan

lihat

respon pasien saat

latihan. Adapaun tujuan jangka Panjang

-

adalah 2x24 jam adalah Tissue

Integrity:

dengan terapi fisik Mocous

tentang

Membranes 1. Elastisitas

rencana

ambulasi kulit

dan

2. Tekstur kulit dan jaringan

sesuai

dengan

jaringan kembali normal

kebutuhan. -

kembali normal

Bantu klien untuk menggunakan

3. Perfusi jaringan kembali

tongkat

normal

saat

berjalan dan cegah

4. Tidak terdapat erithema 5. Tidak terdapat nekrosis (Jaringan

Konsultasikan

mati)

terhadap cedera. -

pada

jaringan yang luka .

Ajarkan

pasien

atau

tenaga

kesehatan

lain

tentang

teknik

ambulasi. -

Kaji

kemampuan

pasien

dalam

mobilisasi. -

Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan secara

ADLs mandiri

sesuai kemampuan. -

Dampingi

dan

bantu pasien saat mobilisasi bantu

dan penuhi

kebutuhan

ADLs

pasien. -

Berikan alat bantu jika

klien

memerlukan. -

Ajarkan bagaimana

pasien

merubah

posisi

dan

berikan

bantuan

jika

diperlukan. 5

Hambatan Mobilitas

Setelah Fisik

dilakukan

tindakan

keperawatan selama 1x 60 menit masalah Hambatan mobilitas fisik

b.d

Gangguan

Kognitif

teratasi

dengan

kriteria

Exercise

therapy

:

ambulation -

hasil

Monitoring

vital

sign

jangka pendek

sebelm/sesudah

Joint movement

latihan

1. Klien

meningkat

dalam

latihan -

Mobility

Konsultasikan dengan terapi fisik

meningkat

kemampuan

dalam

otot

tentang

dan

rencana

ambulasi

sendi

sesuai

dengan kebutuhan -

Transfer performance 1.

Memperbalisasikan perasaan

Ajarkan

pasien

atau

tenaga

kesehatan dalam

kemampuan berpindah

lain

tentang

meningkatkan kekuatan dan

teknik

ambulasi -

Kaji

kemampuan

pasien Adapaun tujuan jangka Panjang adalah 3x24 jam adalah

dalam

mobilisasi -

Joint movement 2. Klien

Dampingi

dan

Bantu pasien saat

meningkat

dalam

mobilisasi

aktifitas fisik

bantu

dan penuhi

kebutuhan Mobility 2. Klien

lihat

respon pasien saat

aktifitas fisik

1. Klien

dan

ADLs

ps. meningkat

kemampuan

otot

dalam

-

dan

jika

sendi

klien

memerlukan.

3. Klien mampu mengatur posisi tubuh 4. Mengerti

Berikan alat Bantu

-

Ajarkan

pasien

bagaimana dari

tujuan

merubah

posisi

peningkatan mobilitas

dan

berikan

bantuan Transfer performance 1.

jika

diperlukan

Klien mampu berpindah

Memperbalisasikan

perasaan

dalam

kekuatan

meningkatkan

dan kemampuan berpindah 6

Defisit perawatan diri

b.d

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan selama 1x 30 menit masalah defisit perawatan diri

Kelemahan

teratasi

dengan

kriteria

Self

Care

assistane

ADLs -

hasil

Monitor kemempuan klien

jangka pendek

untuk

Self care : Activity of Daily

diri yang mandiri.

Living (ADLs)

-

1. Klien terbebas dari bau

perawatan

Monitor kebutuhan klien

badan

untuk

alat-

alat bantu untuk

2. Kebersihan Mulut Klien

kebersihan

terjaga

diri,

berpakaian,

3. Klien tidak menggunakan

berhias,

baju yang sama

dilakukan

toileting

dan makan. -

Setelah

:

Sediakan bantuan

tindakan

sampai

klien

keperawatan selama 1x 24 jam

mampu

secara

masalah defisit perawatan diri

utuh

teratasi

melakukan

dengan

kriteria

hasil

jangka panjang

self-

care.

Self care : Activity of Daily

-

Living (ADLs)

Dorong

untuk

melakukan secara

1. Klien terbebas dari bau

mandiri, tapi beri

badan

bantuan

2. Kebersihan Mulut Klien

ketika

klien tidak mampu

terjaga

melakukannya.

3. Klien tidak menggunakan

-

baju yang sama

aktivitas

sesuai

kemampuan

untuk melakukan ADLs

Berikan

rutin sehari- hari

4. Menyatakan kenyamanan terhadap

untuk

kemampuan. -

Pertimbangkan

5. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

usia

klien

jika

mendorong pelaksanaan aktivitas hari

sehari-

V.

IMPLEMENTASI

NO

Tanggal/Jam

Tindakan Keperawatan

1

Senin,

Ketidakefektifan pola nafas b.d Hiperventilasi

18

Februari 2019

-

10.30

Memonitor vital sign : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

-

Mengatur Posisi pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi

-

Monitor status respirasi dan O2 RR : 26x/mnt SPO2 : 99%

-

Monitor frekuensi dan irama pernafasan Pola nafas regular, kedalaman 2-3cm, RR 26x/mnt

-

Monitor sianosis perifer Tidak ada tanda sianosis

2

Senin,

18

Februari 2019

Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d gangguan transport O2

10.45 -

Mencatat respon pasien terhadap stimuli. Pasien tidak berespon terhadap stimulus

-

Memonitor tingkat kesadaran tiap 1 jam Tingkat kesadaran pasien Coma

-

Observasi TTV tiap 1 jam TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

-

Memasang restrain di ekstremitas atas dan bawah:. Pasien terpasang restrain di ekstremitas

44

Paraf

atas dan bawah sinistra dextra -

Berkolaborasi

dengan

dokter

untuk

pada

posisi

pemberian antibiotik.: Cefriaxone 2x1 gr Metronidazole 3x500 mg -

Memposisikan

pasien

semifowler.: Posisi pasien semi fowler, kepala sedikit lebih tinggi -

Memonitor kemampuan BAB : Pasien BAB cair kehitaman, terlihat pada kantung colostomy

3

Senin,

18

Februari 2019

Hipertermi b.d Proses penyakit -

10.15

Monitor vital sign TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

-

Memonitor IWL IWL= 10xBB+10%/24 (BBx40) ∆T 10x60+10%/24 (60x40) 2,5 600+600/24 50

-

Memonitor perubahan warna kulit: Warna kulit sawo matang, tidak ada sianosis

-

Mengompres pasien pada aksila dan lipatan paha Pasien di kompres pada lipatan aksila dan lipatan paha

-

berkolaborasikan pemberian antipiretik : paracetamol

45

4

Senin,

18

Februari 2019

Kerusakan

integritas

jaringan

b.d

Faktor

Mekanik

09.45 -

Memakaikan pasien

pakaian yang

longgar Pasien menggunakan pakaian longgar dari rumah sakit -

Memantau pergerakan dan aktifitas pasien : Pasien Coma tidak ada pergerakan di ekstremitas atas dan bawah maupun pada anggota gerak lainnya

-

Mempertahankan

teknik

pensterilan

perban ketika merawat luka : Balut/

perban

luka

pasien

selalu

diganti setiap hari pada pagi hari -

Memelihara kenyamanan tempat tidur Posisi semi fowler, sprai dan pakaian selalu diganti setiap hari

5

Senin,

18

Februari 2019

Hambatan

Mobilitas

Fisik

b.d

Gangguan

Kognitif

10.00 -

Monitoring vital sign TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

-

mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. Pasien

tidak

mampu

melakukan

mobilisasi, tingkat kesadaran : Coma 6

Senin,

18

Februari 2019 09.00

Defisit perawatan diri b.d Kelemahan -

Memonitor kebutuhan klien untuk alatalat

bantu

berpakaian, makan

untuk

kebersihan

berhias,

toileting

diri, dan

Tingkat kesadaran : Coma, GCS E1 V0

M1,

aktivitas

pasien

dibantu

sepenuhnya. Kebersihan diri : pada pagi hari diseka, pakaian diganti, spray diganti Toiletting

:

pasien

menggunakan

popok dan terpasang kateter Makan : pasien terpasang NGT.

VI.

EVALUASI

No .

Diagnosa Keperawa tan

1

Ketidakefek

Tanggal/Ja m

Evaluasi (SOAP)

Senin 18 S :O : - Pasien tampak bisa mengatur tifan pola februari nafasnya setelah di posiskan semi nafas b.d 2019 10.30 wita Fowler Hiperventila - Pasien tampak tidak susah lagi si untuk bernafas - TTV : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C -

Pasien tampak bisa tidur dan istirahat

A: - Masalah teratasi sebagian P : Intervensi Dilanjutkan -

Observasi ttv

-

Pertahankan posisi pasien

47

-

2

Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d gangguan transport O2

Monitor status respirasi dan O2

Senin 18 S:februari O: - Pasien tampak tidak merespon 2019 saat di berikan stimulus 10.45 wita - Tingkat kesadaran Coma - TTV : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan - Mencatat respon pasien terhadap -

3

stimuli Memunitor tingkat kesadaran Observasi TTV

Berkolaborasi dengan dokter untuk pemeberian obat anti biotik

Hipertermi Senin b.d Proses februari penyakit 2019

18 S:O:- kulit pasien teraba panas - Suhu tubuh pasien masih di 10.15 wita atas normal - TTV : Monitor vital sign TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

A : - Masalah belum teratasi P : - Intervensi di lanjutkan -

Mengompres pasien pada aksila dan lipatan paha

-

berkolaborasikan pemberian antipiretik :

-

4

Kerusakan integritas jaringan b.d Faktor Mekanik

paracetamol Obsevasi TTP

Senin 18 S: februari O : - Tampak bekas luka operasi di 2019 perut pasien 9.45 wita - Tampak colostomy di perut sebelah kiri bagian bawah - Pasien coma tidak ada pergerakan sama sekali Ttv : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

A : Masalah belum teratasi P : - Memakaikan pasien pakaian yang longgar -

Memantau pergerakan dan aktifitas pasien

-

Mempertahankan

teknik

pensterilan perban ketika merawat 49

luka -

5

Hambatan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Kognitif

Observasi TTV

Senin 18 S:februari O: - Pasien tampak terbaring di bed 2019 - Pasien sama sekali tidak 10.00 Wita mampu melakukan mobilisasi - Pasien coma tidak ada pergerakan sama sekali Ttv : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

A : - masalag belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan - Bantu pasien untuk miring kiri dan kanan - Mengkaji kemempuan pasien dakam melakukan mobilisasi - Observasi ttp 6

Defisit perawatan diri b.d Kelemahan

Senin 18 S: februari P: - pasien coma tidak bisa melakukan 2019 perawatan diri secara mandiri 9.00 wita - Pasien di seka 1 kali sehari oleh perawat - Terdapat bau yang kurang sedap di tubuh pasien di karnakan ada colostomy A : Masalah belum Teratasi P : Intervensi di lanjutkan - seka pasien setiap hari - Ajarkan keluarga cara menyeka pasien - Observasi ttv

No. 1

VII. CATATAN OBSERVASI Diagnosa Tanggal/Jam Keperawatan Ketidakefektifa Selasa 19 februari

Catatan Observasi (SOAPIE) S:-

n pola nafas

2019

O : - Pasien tampak bisa istirahat karena tidak

b.d

10.15 wita

sesak lagi

Hiperventilasi

-

Pasien tampak terpasang ventilator

-

TTV : TD : 94/66 mmHg RR : 26x/mnt N : 128x/mnt T : 39,50C

-

SPO2 99 %

A : - Masalah teratasi Sebagian P : Intervensi di lanjutkan -

Pertahankan posisi pasien

-

Monitor SPO2

-

Monitor TTV

I : - Memposiskan pasien Semi fowler -

SPO2 9%

-

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

E : - Pasien tampak tidak sesak lagi dan tampak bisa istirahat

2

Perfusi

Selasa 19 februari

S:-

jaringan

2019

O : - pasien tampak tidak ada respon saat di beri

serebral tidak

10.45 wita

stimulus

efektif

b.d

-

gangguan

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt

51

T : 38,50C

transport O2

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan -

monitor tingkat kesadaran

-

Observasi TTV

-

Berkolaborasi

dengan

dokter

untuk

pemeberian obat anti biotik I : - Memunitor tingkat kesadaran pasien Coma -

Mengobservasi TTV

-

TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt

-

T : 38,50C

E : pasien masih belum ada respon dan juga kesadadran pasien coma 3

Hipertermi b.d

Selasa 19 februari

S:-

Proses

2019

O : - Kulit pasien masih teraba panas

penyakit

10.15 wita

-

Kulit pasien tampak kemerahan

-

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

A : Masalah teratasi sebagian P :Intervensi di lanjutkan -

Mengompres

pasien

pada

aksila

dan

lipatan paha -

berkolaborasikan pemberian antipiretik :

-

Obsevasi TTV

I : - Mengompres pasien menggunakan air hangat pada aksila dan lipatan paha -

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt

N : 120x/mnt T : 38,50C -

Berkolaborasi dengan dokter pemeberian obat paracetamol 1 sr (u/p)

E : - kulit pasien teraba tidak terlalu panas lagi suhu badan pasien turun menjadi 37,2

4

Kerusakan

Selasa 19 februari

S:-

integritas

2019

O : - Luka bekas operasi pasien tampak bagus

9.45 wita

tidak ada tanda-tanda infeksi

jaringan

b.d

Faktor

-

Colostomy pasien tampak di bungkusi plastik

Mekanik -

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan -

Pertahankan

teknik

pensterilan

perban

ketika merawat luka -

lakukan perawatan luka setiap hari

-

Observasi TTV

I : - Mempertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka -

lakukan perawatan luka setiap hari dan membersihkan

colostomy

perban dengan yang baru -

Observasi TTV

-

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

53

mengganti

E : - luka pasien tampak membaik tidak ada tandatanda infeksi

5.

Hambatan

Selasa 19 februari

S:-

Mobilitas Fisik

2019

O : - pasien tampak terbaring dan tidak ada

b.d Gangguan

10.00 Wita

pergerakan sama sekali

Kognitif

-

Pasien tampak lemah

-

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

A : Masalah belum teratasi P : - lakukan pergerakan miring kiri dan kanan -

Lakukan teknik rom

-

Kaji pergerakan pasien

-

Observasi TTV

I : - Melakukan pergerakan miring kiri dan kanan kepada pasien -

Melakukan teknik rom pasif kepada pasien

-

Mengobservasi TTV

-

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

E : Pasien tidak ada pergerakan sama sekali dan hanya terbaring di kasur, 6

Defisit

Selasa 19 februari

S:-

perawatan diri

2019

O : - Pasien tampak besrih

b.d

9.00 wita

-

Tidak ada lagi bau tidak sedap di daerah colostomy pasien

Kelemahan -

TTV : TD : 100/70 mmHg RR : 23x/mnt N : 120x/mnt T : 38,50C

A : masalah teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan -

seka pasien setiap hari

-

Ajarkan keluarga cara menyeka pasien

-

Observasi ttv

I : - Menyeka pasien setiap hari pada pagi hari jam 9

1

Ketidakefektifa

Rabu 20 februari

S:-

n pola nafas

2019

O : - Pasien tampak lemah

b.d

8.00 wita

Hiperventilasi

-

SPO2 68%

-

Pernafasan pasien tampak melemah

-

TTV : TD : 67/40 mmHg RR : 11x/mnt N : 140x/mnt T : 420C

A : Masalah belum teratasi -

Pernafasan pasien menurun

P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal 2

Perfusi

Rabu 20 februari

S:-

jaringan

2019

O : - Keadaan pasien melemah

serebral tidak

8.00 wita

-

55

Pasien tampak tidak ada respon sama

efektif

b.d

sekali

gangguan

-

Pasie tampak di lakukan tindakan darurat CVR

transport O2 -

Pasien tampak di berikan injeksi adrenalin 5 ampul, dan tampak tidak ada respon

A : Masalah belum teratasi -

Pasien tidak ada respon

-

Keadaan pasien melemah

P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal

3

Hipertermi b.d

Rabu 20 februari

S:

Proses

2019

O : - kulit pasien teraba panas

penyakit

8.00 wita

-

Keadaan pasien tampak menurun

-

TTV pasien abnormal

-

TTV : TD : 67/40 mmHg RR : 11x/mnt N : 140x/mnt T : 420C

A : Masalah belum teratasi -

Suhu pasien masih di atas normal dan semakin memburuk

P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal dunia

4

Kerusakan

Rabu 20 februari

S:-

integritas

2019

O : - Luka bekas operasi pasien tampak bagus

8.00 wita

tidak ada tanda-tanda infeksi

jaringan

b.d

Faktor

-

TTV pasien abnormal

Mekanik

-

TTV : TD : 67/40 mmHg RR : 11x/mnt N : 140x/mnt

T : 420C A : Masalah teratasi sebagian -

Tidak terjadi infeksi pada luka bekas operasi

P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal 5

Hambatan

Rabu 20 februari

S:-

Mobilitas Fisik

2019

O : - Pasien tampak terbaring di tempat tidur

b.d Gangguan

8.00 wita

Kognitif

-

Keadaan pasien tampak melemah

-

Pasien tampak tidak ada respon sama sekali

-

TTV pasien abnormal

-

TTV : TD : 67/40 mmHg RR : 11x/mnt N : 140x/mnt T : 420C

A : Masalah belum teratasi -

Pasien mengalami kelemahan di karnakan pasien kritis

P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal

6

Defisit

Rabu 20 februari

S :-

perawatan diri

2019

O : - Pasien tampak bersih

b.d

8.00 wita

Kelemahan

-

Pasien di bersihkan tiap pagi oleh perawat

-

Tidak terdapat kotoran, kulit mati pada kulit pasien

A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi di hentikan di karnakan pasien meninggal

57

BAB IV PEMBAHASAN

Penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa medis Peritonitis + Post Op Laparatomi + Sepsis , usia 44 tahun pada tanggal 18 Februari 2019

di ruang Intensif Care Unit RSUD Ulin

Banjarmasin. Menurut

Zahari (2016) Peritonitis adalah peradangan yang

disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada selaput organ perut (peritoneum).

Peritoneum

adalah

selaput

tipis

dan

jernih

yang

membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik. Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen. Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi.

Peritonitis

merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis.. Dan salah satu penyebab dari penyakit peritonitis adalah karena appendicitis pada kondisi pasien ini benar dengan keadaan pasien yang sudah 1 tahun yang lalu terkena appendicitis. Asuhan yang diberikan mulai dari pengkajian data subjektif dan objektif, analisis data hingga penatalaksanaan. Penulis akan menguraikan dan membahas kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan praktik yang telah dilakukan pada kasus ini. 1.

Pengkajian Pengkajian yang dilakukan tanggal 18 Februari 2019 pada Ny. I didapatkan

bahwa

pasien 59

mengalami

peritonitis

+

Post

Op

Laparatomi + Sepsis. Menurut Zahari (2016) bahwa distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin didapatkan jumlah kasus peritonitis pada laki-laki (53,6%) lebih tinggi daripada perempuan (46,4%). Pasien berusia 44 tahun menurut teori Saha (2007) yang menunjukan bahwa usia penderita peritonitis bervariasi dari 6-86 tahun. Berdasarkan kelompok usia dapat dilihat bahwa peritonitis sering terjadi pada kelompok usia 10-19 tahun yaitu 24 orang (24.5%). Menurut Zaharai (2016) Peritonitis menjadi salah satu penyebab tersering akut abdomen yang merupakan suatu kegawatan abdomen. Peritonitis biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis yang dapat menimbulkan kematian dan pada Ny.I sudah ditemukan tanda-tanda sepsis diantara nya TD: 98/68 mmHg, T: 39,6 C, N: 132x/mnt, RR:28x/mnt. Dan hasil dari leukosit 19,3 ribu dari rentang normal 4,0 – 10,5 ribu. Tingkat kesadaran pasien juga coma dengan GCS E:1 V:x M:1 tanda gejala ini sesuai dengan teori dari suparto (2016). Keluarga juga mengatakan pasien pernah riwayat appendicitis satu tahun yang lalu menurut teori Zahari (2016) Peritonitis sekunder umumnya akibat perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis yang terbanyak (53,1%) . Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 17/02/2019 09.55.53 pemeriksaan leukosit didapattkan hasil 19,3* ribu dengan rentang nilai normal 4,0 – 10,5. Pemeriksaan penunjag 17/02/2019 23:01:23 pemeriksaan leukosit didapatkan hasil 18,6* dengan rentang nilai normal 4,0 – 10,5.

2.

Diagnosa Keperawatan Dari hasil pengkajian yang telah kami lakukan maka kami menganalisa data tersebut hingga dapat menegakkan tiga prioritas diagnosa keperawatan yang mengacu pada NANDA (2017) yaitu: a.

Ketidakefektifan pola nafas behubungan dengan Hiperventilasi. Diagnosa keperawatan ini didukung oleh data objektif yang ditemukan pada pasien bahwa pasien nampak sesak, pasien

nampak terpasang ETT dan OPA , Pasien juga menggunakan ventilator sebagai alat bantu nafas dan RR 28x/mnt, Untuk mengatasi ketidak efektifan pola nafas nyeri ini dokter memberikan advis berupa pemasangan ETT, OPA dan Ventilator. Hal ini sesuai dnegan teori bahwa pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi. Pemasangan pipa endotrakeal menjamin terpeliharanya jalan napas dan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin oleh penolong yang terlatih dengan terpeliharanya jalan napas dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi, menjamin tercapainya volume tidal yang, diinginkan, Mencegah teriadinya aspirasi, Mempermudah penghisapan lendir di trakea Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi (Sally ,2015). Menurut Teori Setiyohadi (2016) Ventilator merupakan suatu

sistem

menggantikan

alat atau

bantuan

hidup

menunjang

yang

fungsi

dirancang

untuk

pernapasan

yang

normal.Tujuan utama pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernafasan kembali keadaan normal. Dokter juga memberikan advis untuk pemberian Lasix 2x1 gram pada jam 09.00 dan 17.00. b. Penurunan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan

gangguan transport O2 diagnosa keperawatan ini didukung oleh objektif yang ditemukan pada pasien bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran, status kesadaran pasien coma dengan GCS : 2 E:1 V:x M: 1, status sedasi pasien R4, dan CRT>2dtk. Agar meningkatan transport O2 maka pasien diberi alat bantuan nafas yaitu ETT, OPA dan Ventilator. Untuk mengurangi infeksi

akibat sepsis yang berakibat pada kegagalan organ 61

dokter memberikan advis untuk dilakukan terapi obat berupa Ceftriaxone, Diberikan melalui IV, dengan dosis 1gram, diberikan dua kali sehari yaitu pada pukul 09.00,17.00 Wita dan juga dengan terapi Metronidazol yang

diberikan melalui IVFD

Diberikan tiga kali sehari 250 mg pada pukul 09.00, 17.00 dan 01.00 wita. Maka menurut teori yang dikemukakan oleh Nicholas R : 2015 bahwa penanganan infeksi dapat yaitu diberikan obat antibiotic Ceftriaxone dan Metronidazol.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. diagnosa keperawatan ini didukung oleh data objektif yang ditemukan pada pasien yaitu kulit pasien nampak kemerahan, akral dan kulit pasien teraba hangat T:39,6 C, Untuk menurunkan suhu tubuh pasien maka dilakukan kompres hangat oleh perawat dan dokter memberikan advis kolaborasi terapi obat berupa paracetamol 1 flesh, Diberikan melalui IV, dengan dosis 1000 mg, diberikan 1 kali sehari saat diperlukan. Maka . menurut teori yang dikemukakan oleh Mufaza : 2009

bahwa untuk menurunkan suhu dapat menggunakan

parasetamol yang merupakan derivate para amino fenol dan merupakan metabolit fenasetin yang juga merupakan derivate para amino fenol dengan efek antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzene.

d. Kerusakan

integritas jaringan

berhubungan

dengan

faktor

mekanik (prosedur invasive diagnose keperawatan ini didukung oleh data objektif pasien post op colostomy, nampak terpasang kantung colostomy pada bagian abdomen sebelah kiri dan pasien nampak terpasang CVP. Untuk mengatasi kerusakan integritas jaringan maka dilakukan dressing luka setiap hari oleh perawat yang advis kan oleh dokter. Sedangkan terapi obat untuk mencegah infeksi jaringan adalah Ceftriaxone, Diberikan melalui IV, dengan dosis 1gram, diberikan dua kali sehari yaitu pada

pukul 09.00,17.00 Wita dan juga dengan terapi Metronidazol yang diberikan melalui IVFD Diberikan tiga kali sehari 250 mg pada pukul 09.00, 17.00 dan 01.00 wita. Maka menurut teori yang dikemukakan oleh Nicholas R : 2015 bahwa penanganan infeksi dapat

yaitu

diberikan

obat

antibiotic

Ceftriaxone

dan

Metronidazol.

e. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif diagnosa keperawatan ini didukung oleh data objektif segala aktivitas pasien nampak dibantu oleh perawat, status kesadaran pasien coma, GCS: E: 1 V:x M: 1, status sedasi pasien R4. Untuk mengurangi hambatan mobilitas pasien menurut Marsito (2017) maka tindakan yang dapat dilakukan adala Latihan ROM pasif yang secara signifikan dilakukan dengan teknik yang tepat dapat meningkatkan kekuatan otot pasien.

f.

Defisit Perawatan diri berhubungan dengan Kelemahan diagnosa keperawatan ini didukung oleh data objektif yang ditemukan pada pasien yaitu pasien hanya bedrest ditempat tidur, pasien nampak terpasang NGT, segala aktivitas pasien seperti minum,makan, dan perawatan diri dibantu oleh perawat. Untuk mengatasi defisit perawatan diri pasien maka perawat selalu membantu segala aktivitas pasien dan memberi makan pasien melalui NGT. Setiap hari pasien juga diseka oleh perawat. Menurut teori Abdul (2015) Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting).

3. Intervensi 63

Dari diagnosa yang telah kami dapatkan maka kami membuat beberapa perencanan yang mengacu pada NIC (2017) yaitu: a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi pada diagnose ini kami membuat perencanaan pain management, perencanaan tersebut diantaranya: 1) Memonitor vital sign 2) Mengatur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Mengidentifikasi pasien perlunya alat bantu nafas 4) Memonitor status respirasi dan O2 5) Memonitor frekeunsi dan irama pernafasan b. Perfusi jaringan serebral tidak efektif

berhubungan dengan

Gangguan Transport O2. Pada diagnose ini kami membuat perencanaan intracranial pressure c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit Pada diagnose ini kami membuat perencanaan fever treatment 1) Memonitor vital sign 2) Memonitor IWL 3) Memonitor perubahan warna kulit 4) Memonitor penurunan tingkat kesadaran 5) Melakukan kompres pada aksila dan lipatan paha pasien. 6) Berkolaborasi pemberian antipiretik d. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan factor mekanik (prosedur invasif). . Pada diagnosa ini kami membuat perencanaan dengan Tissue Integrity:skin and

mucous dan Wound Healing: primary and

secondary intention, perencanaan tersebut diantara nya: 1) Mengobservasi karakteristik luka termasuk drainase , warna ukuran, dan temperature untuk mengetahui kualitas dan tingkat luka. 2) Bersihkan luka dengan normal saline karena normal saline adalah cairan pencuci luka yang tepat, yang merupakan cairan pencuci yang fisiologis, karena sesuai fisiologisnya dengan cairan tubuh kita.

3) Gunakan

teknik

penggunaan

steril

teknik

ketka

steril

melakukan

dalam

perawatan

perawatan

luka,

luka

agar

meminimalisir resiko terjadinya infeksi dan juga penyembuhan luka bergantung pada keadaan luka yang bersih. 4) Membandingkan , mencatat perubahan luka dan membersihkan, memantau dan meningkatkan. Dikarenakan pengkajian luka dan kulit disekitarnya secara teratur dan akurat merupakan hal yang penting untuk memanajemen luka. 5) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tktp untuk mempercepat penyembuhan luka. e. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan kognitif Pada diagnosaini kami membuat perencanaan dengan sleep enhancement, perencanaan tersebut adalah: 1) Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 2) Mendapingi psien saat mobilisasi 3) Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLs 4) Memfasilitasinuntuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur 5) Berkolaborasi melakukan ROM Pasif f.

Defisit Perawatan diri berhubungan dengan kelemahan Pada diagnosa ini kami membuat perencanaan dengan self care Assistance: ADLs, perencanaan tersebut diantara nya: 1) Monitor kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri 2) Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias toileting dan makan 3) Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara utuh melakukan self care

4. Evaluasi Setelah

dilakukan

penatalaksanaan

dari

beberapa

perencanaan maka hasil yang didapatkan di pasien adalah :

65

intervensi

atau

a. Ketidakefektifan pola nafas behubungan dengan hiperventilasi evaluasi pasien berdasarkan data objektif adalh tidak nampak sesak lagi dan RR: 26x/mnt pada hari rabu 20 Februari 2019 jam 08.00 wita pasien meninggal dunia. b. Penurunan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan gangguan

transport O2 evaluasi dari pasien didapatkan hasil data objektif adalah pasien masih mengalami penurunan kesadaran, status kesadaran pasien coma dengan GCS : 2 E:1 V:x M: 1, status sedasi pasien R4, dan CRT>2dtk. pada hari rabu 20 Februari 2019 jam 08.00 wita pasien meninggal dunia. c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Evaluasi dari diagnose ini didapatkan dari data objektif yang ditemukan pada pasien yaitu kulit pasien nampak kemerahan, akral dan kulit pasien teraba hangat T:40,2 C. Pada hari rabu 20 Februari 2019 jam 08.00 wita pasien meninggal dunia. d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (prosedur invasive) evaluasi dari diagnose ini didapatkan dari data objektif pasien post op colostomy, nampak terpasang kantung colostomy pada bagian abdomen sebelah kiri dan pasien nampak terpasang CVP. Luka post op laparatomi dan colostomy mulai menyatu dengan jaringan sekitarnya. e. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif evaluasi dari diagnose ini didapatkan dari data objektif segala aktivitas pasien nampak dibantu oleh perawat, status kesadaran pasien coma, GCS: E: 1 V:x M: 1, pasien masih pengaruh sedasi status sedasi pasien R4. Pada hari rabu 20 Februari 2019 jam 08.00 wita pasien meninggal dunia. f.

Defisit Perawatan diri berhubungan dengan Kelemahan evaluasi dari diagnose ini didapatkan dari data objektif ditemukan pada pasien yaitu pasien hanya bedrest ditempat tidur, pasien nampak terpasang NGT, segala aktivitas pasien seperti minum,makan, dan perawatan diri selalu dibantu oleh perawat Pada hari rabu 20 Februari 2019 jam 08.00 wita pasien meninggal dunia.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

67

Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis. (Harrison Textbook 8th Edition, 2015) Dalam kasus yang kami dapatkan dengan pasien Ny.I kami menemukan enam diagnosa keperawatan yaitu, Ketidakefektifan pola nafas behubungan dengan hiperventilasi, Penurunan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport O2, Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (Proses insive), Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif, dan Defisit Perawatan diri berhubungan dengan Kelemahan. Untuk terapi pengobatan yang didapatkan yaitu, Infus yang digunakan berupa NS dan RL 20 tpm. Untuk obat yang digunakan berupa Ceftriaxone, Metronidazol, Lasix, Ranitidin. Selama 5 hari dirawat di ICU RSUD Ulin Banjarmasin terhitung dari tanggal 16 Februari 2019 – 20 Februari 2019 pasien masih belum sembuh dan meninggal dunia karena komplikasi dari peritonitis yaitu sepsis.

B. Saran 1. Bagi Pendidikan Disarankan agar mampu memberikan informasi serta penanganan secara dini apabila terdapat komplikasi pada saat melakukan asuhan keperawatan peritonitis. 2. Bagi RSUD Ulin Banjarmasin Disarankan jika ada pasien dengan Peritonitis dapat lebih

memberikan

asuhan keperawatan yang komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2015. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Herdman,T.H. & Kamitsuru,S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:

Definition and Classification,2015-1017.

Oxford:

Willey Blackwell. Mansjoer, A dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Rab, T. 2014. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni Singh R, Kumar N, Bhattacharya A, Vajifdar H. Preoperatif predictors of mortality in adults patient with perforation peritonitis. Indian Journal of Critical Care Medicine. 2011;15(3):157-63. Suparto et al, 2016. Sepsi dan Tatalaksana berdasarkan guidelines terbaru.Jurnal Anasteologi Indonesia . Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 W i m d e j o n g , S j a m s u h i d a y a t . R . 2 0 1 1 . Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC Zahari, Asril. 2016. Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1).

69

Related Documents


More Documents from "ni putu devi indriyani"

35090_semnas.docx
December 2019 16
Daftar Pustaka.docx
May 2020 13
Bapak Murjani.docx
December 2019 19
Agama.docx
December 2019 19
Laporan Lengkap Icu (1).docx
December 2019 19
Doc-20190306-wa0001.docx
December 2019 12