BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam rangka upaya kesehatan ini, pemerintah berusaha agar setiap penduduk memiliki kesempatan untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal melalui pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh. Penyelenggaraan upaya kesehatan didukung oleh sumber daya kesehatan yang melibatkan
tenaga
kesehatan,
sarana
kesehatan,
perbekalan
kesehatan,
pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan. Upaya kesehatan dapat dilakukan melalui pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Salah satu unsur kesehatan adalah sarana kesehatan. Sarana kesehatan meliputi Balai Pengobatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan saranan kesehatan lainnya. Pendidikan tenaga kerja kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang di arahkan untuk mendukung upaya pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam kaitan ini, pendidikan tenaga
kesehatan diselenggarakan untuk memperoleh tenaga kesehatan yang bermutu yang mampu mengembangkan tugas, mewujudkan perubahan, pertumbuhan dan pembaharuan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
seluruh masyarakat. Salah satu institusi tenaga kesehatann yang menyediakan tenaga kesehatan khususnya di bidang farmasi adalah unversitas jurusan farmasi untuk menghasilkan tenaga teknik farmasi yang mampu bekerja dalam system pelayanan kesehatan secara terpadu. Tenaga kesehatan asisten Apoteker (AA) di harapkan dapat saling bekerja sama dan berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya, hal ini merupakan pelayanan kesehatan yang holostik dilakukan. Oleh karena itu tenaga kesehatan di bidang farmasi harus tampil, terlatih dan dapat menunjang upaya pembangunan di bidang kesehatan. Untuk menghasilkan tenaga kesehatan di bidang farmasi tersebut maka penyelenggaraan pendidikan terutama proses belajar mengajar di tingkatkan terus menerus baik kualitas maupun kuantitas. Salah satu upaya yang di lakukan di antaranya adalah dengan memberikan pengalaman kerja kepada mahasiswa melalui latihan kerja di lapangan. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan sarana pengenalan kerja bagi mahasiswa karena dapat melihat, menerima, dan menyerap tekhnologi yang ada di masyarakat, dengan kata lain, Praktek Kerja Lapangan merupakan orientasi bagi mahasiswa sebelum terjun langsung di masyarakat. Disisi lain, Praktek Kerja Lapangan juga dapat di gunakan sebagai sarana informasi terhadap dunia pendidikan dapat berkembang sesuai kebutuhan masyarakat.
B. Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Dengan adanya program Praktek Kerja Lapangan, di harapkan dapat di hasilkan tenaga tekhnis kesehatan di bidang farmasi tingkat sarjana yang mampu bekerja dalam system pelayanan kesehatan. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan pada prinsipnya mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menerapkan teori yang telah didapatkan selama perkuliahan di Universitas Mega Rezky Makassar dan membandingkannya dengan di lapangan. 2. Untuk memahami peran Ahli Madya Farmasi di Balai Kesehatan dalam menunjang pelayanan kesehatan. 3. Untuk mengamati dan mempelajari kegiatan kefarmasian dan sistem manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan obat di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. C. Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1. Agar mahasiswa memperoleh gambaran mengenai peran Ahli Madya Farmasi didunia kerja, khususnya di Balai Kesehatan 2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa farmasi maupun pembaca mengenai kegiatan kefarmasian di Balai Kesehatan 3. Mengetahui perbandingan antara teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan kenyataan yang diperoleh di lapangan. 4. Menambah pengalaman dan wawasan kepada mahasiswa mengenai kinerja profesi farmasi di Balai Kesehatan.
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT A. Rumah Sakit 1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih yang menggunakan prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan. Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit, dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologi anatomi. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi, geriatri, dan lain-lain.
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan
(promotif),
pencegahan
penyakit
(preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Berdasarkan SK MenKes RI No. 983/ MenKes/ SK/ XI/ 1992 rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. menyelenggarakan pelayanan medis b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan d. menyelenggarakan pelayanan rujukan e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. 3. Klasifikasi Rumah Sakit a. Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan Kepemilikan a. Rumah Sakit Pemerintah, terdiri dari: 1. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan. 2. Rumah Sakit Pemerintah Daerah 3. Rumah Sakit Militer 4. Rumah Sakit BUMN b. Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh masyarakat. 2. Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas: a. Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam jenis penyakit. b. Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin. 3. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Terdiri atas 2 jenis, yaitu: a. Rumah
Sakit
Pendidikan,
yaitu
rumah
sakit
yang
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi. b. Rumah Sakit Non Pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.
b. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah Rumah
sakit
umum
pemerintah
pusat
dan
daerah
diklasifikasikan menjadi Rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan. a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas. c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar. B. Misi dan Visi Rumah Sakit Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Adapun pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh seluruh
anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk pengembangan organisasi. Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Trisnantoro, 2005). C. Indikator Pelayanan Rumah Sakit Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995 diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi dan manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan Kesehatan dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: 1. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
2. Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersama dengan interpretasi BTO dan TOI. 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit. 4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. D. Rekam Medik Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar dan Amalia, 2004).
Kegunaan rekam medik: a. dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita. b. merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita. c. melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit. d. digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. e. membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. f. menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. g. dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam medik mempermudah
bagian
keuangan
untuk
menetapkan
besarnya
biaya
pengobatan seorang penderita (Siregar dan Amalia, 2004). E. Formularium Rumah Sakit Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari obatobatan yang tercantum Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan rumah sakit yang bersangkutan (SK Dirjen YanMed No. 0428/ YanMed/ RSKS/ SK/89 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permenkes No.
085/MenKes/Per/I/1989). Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit. Kegunaan formularium di rumah sakit: 1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit 2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar 3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar dan Amalia, 2004). F. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
1. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi minimal dan pelayanan farmasi klinis. 2. Pelayanan Farmasi Minimal Dalam pelaksanaannya, pelayanan farmasi minimal dibagi atas: a. Produksi Instalasi farmasi rumah sakit memproduksi produk non steril serta pengemasan kembali produk-produk tertentu. b. Perbekalan Merupakan unit pelaksana instalasi farmasi rumah sakit yang meliputi pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat. Pedoman perencanaan berdasarkan: 1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku. 2. data catatan medik 3. anggaran yang tersedia 4. penetapan prioritas 5. siklus penyakit 6. sisa stok
7. data pemakaian periode lalu 8. perencanaan pengembangan Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan. Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan tujuan untuk: 1. Menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban. 2. Memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad. 3. Memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) 4. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. c. Distribusi Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran obatobatan dan alat kesehatan. Sistem distribusi obat harus menjamin: 1. obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat 2. dosis yang tepat dan jumlah yang tepat 3. kemasan yang menjamin mutu obat
d. Administrasi Administrasi yang teratur sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya sistem pembukuan yang baik. Oleh karena itu tugas administrasi di instalasi farmasi dikoordinir oleh koordinator yang bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi rumah sakit. 3. Pelayanan Farmasi Klinis Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual. Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi klinis meliputi: a. melakukan konseling b. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. pencampuran obat suntik secara aseptik d. menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi e. penentuan kadar obat dalam darah f. penanganan obat sitostatika g. penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
h. pemantauan dan pengkajian penggunaan obat i. pendidikan dan penelitian (Aslam, dkk., 2003).
BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Praktik Kerja Lapangan (PKL) 1. Sejarah Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar dahulunya bernama balai pengobatan penyakit paru-paru Makassar yang didirikan pertama kali pada tanggal 27 Juni 1959 bertempat dijalan HOS. Tjokrominoto dan diresmikan tanggal 30 April 1960 oleh gubernur Sulawesi A. Pangerang Dg Rani. Pada waktu itu dikepalai oleh dr. Med. RN Tyagi berkebangsaan india dan dibantu secara sukarela oleh Dr. Med WJ. Meyer, dokter berkebangsaan Jerman (1965-1995). Dengan adanya pengembangan kota, maka gedung BP 4 dipindahkan ke daerah pengembangan dijalan A.P. Pettarani no 43 dan diresmikan oleh menteri Kesehatan pada tanggal 13 November 1993. Sejak pertama kali didirikan, BBKPM Makassar telah beberapa kali mengalami pergantian pimpinan. Saat ini BBKPM Makassar dikepalai oleh dr. Syamsuridzal Bali MBA terhitung sejak tanggal 10 Desember 2015. Perubahan nama BP4 menjadi Balai Besar Kesehatan Paru masyarakat (BBKPM) Makassar, dimulai sejak tanggal 14 November 2005 berdasarkan Permenkes RI No. 1352/Menkes/PER/2005 tentang organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Bidang kesehatan Paru Masyarakat dan selanjutnya disempurnakan dengan SK Permenkes nomor 532/Menkes/ PER/IV/2007. Sesuai dengan SK tersebut maka BBKPM Makassar
mempunyai wilayah kerja 10 provinsi meliputi Sulawesi selatan, Sulawesi tenggara, Sulawesi barat, Sulawesi tengah, Sulawesi utara, Gorontalo, Maluku utara, Papua, dan Papua barat. 2. Struktur Organisasi BBKPM Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar memiliki susunan struktur organisasi sebagai berikut : Struktur Organisasi BBKPM Makassar Kepala BBKPM Dr. Syamsuridzal Bali, MBA
Kepala Tata Usaha Supratman Syam, SH, MH Kasubag umum & Kepegawaian Fuad Bawardi, SKM, MKM Kasubag Keuangan Muhammad Ikwan, SSi
Kabid Pelayanan Kesehatan dr. Adnan Ibrahim, Sp. PD
Kabid Promosi dan Pengembangan SDM Anggriani Rauf, S.Si, Apt, Amd.Kes
Kasi. Pelayanan Kesehatan Dr. Fuji Astuti, M.Kes
Kasi. Promosi Kesehatan Mahyuddin , SE
Kasi. Penunjang Kesehatan Dra. Mimi Dechmi, Apt
Kasi. PSDM Achmad Affandi, SKM, M. Kes
Instalansi
Kelompok Jab Fung
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar memiliki susunan struktur organisasi sebagai berikut : a. Kepala Balai b. Bagian Tata Usaha 1. Sub bagian umum 2. Sub bagian keuangan c. Bidang Pelayanan Dan Penunjang Kesehatan 1. Seksi pelayanan kesehatan 2. Seksi penunjang kesehatan d. Bidang Promosi dan Pengembangan Sumber Daya Kesehatan 1. Seksi promosi kesehatan 2. Seksi pengembangan sumber daya Kegiatan BBKPM Makassar dalam rangka mendukung Tupoksi, dilaksanakan oleh bagian tata usaha, bidang pelayanan, dan penunjang kesehatan, serta bidang promosi kesehatan dan pengembangan sumber daya. Adapun kegiatan yang dilakukan masing-masing bagian dan bidang sebagai berikut : a. Bagian Tata Usaha 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Melakukan tugas-tugas ketatausahaan dan kepegawaian serta kehumasan. 2. Sub Bagian Keuangan Melakukan manajemen keuangan dalam lingkungan BBKPM.
b. Bidang Pelayanan dan Penunjang Kesehatan Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, baik dalam dan luar gedung yang dilakukan oleh beberapa unit pelayanan dan penunjang : 1. Seksi Pelayanan Kesehatan a. SMF Pulmonologi 1. Station Nurse SMF Pulmonologi 2. Poli Spesialis Paru 3. Poli TB 4. Poli non TB b. SMF Penyakit Dalam 1. Station Nurse SMF Penyakit dalam 2. Poli spesialis penyakit dalam c. SMF Respirologi Anak 1. Station Nurse SMF Respirologi Anak 2. Poli Respirologi anak d. Perawatan (Rawat Inap) 1. Ruang perawatan infeksi 2. Ruang perawatan non infeksi e. Perawatan anak f. Instalasi Gawat Darurat 24 jam g. Mobile service (layanan kesehatan)
Melakukan pelayanan kesehatan ditempat penggunaan jasa dalam rangka generasi check up maupun screening rutin. 2. Seksi Penunjang Kesehatan a. Laboratorium melayani pemriksaan : 1. Mikrobiologi : BTA, kultur, uji sensitivitas 2. Hematologi : Urine rutin, kimia darah 3. Urine 4. Pemeriksaan lain : WIDAL, malaria, anti HIV, anti HCV, HbSAg, golongan darah. b. Radiologi 1. Foto Toraks 2. USG c. Pulmonary Function Testing meliputi : Sprirometry test, lung volume test, ling diffusing capacity test, dan cardio pulmonary exercise test. 3. Fisioteraphy 4. Instalasi Farmasi c. Bidang Promosi Kesehatan dan Pengembangan Sumber Daya 1. Seksi promosi kesehatan a. Penyebarluasan informasi melalui penyuluhan dalam dan luar gedung serta media cetak dan elektronik.
b. Pengadaan media informasi dengan menerbitkan buletin, membuat brosur, media audiovisual, website dan sms center serta perpustakaan. c. Pemberdayaan masyarakat dengan melatih kader PMO dan Pokja TB di kelurahan binaan sehat paru. d. Pengembangan jejaring dan kemitraan dengan lintasan sector dan lintasan program. e. Pengembangan unit pelayanan promosi 1. Klinik gizi TB 2. Sentra DOTS dan pelacakan TB mangkir/ kontak serumah 3. UPT Kolaborasi henti rokok 2. Seksi pengembangan Sumber Daya a. Melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga dengan melaksanakan penyelenggaraan berupa saing klinik dan FGO (Focus Group Discussion) dengan sebagai tema yang menarik. b. Menyelenggarakan pelatihan untuk mitra kerja c. Kerja sama diklat, magang PKL dan penelitian dengan institusi pendidikan. d. Melaksanakan kunjungan kerja dan study banding.
3. Tugas Pokok Fungsi BBKPM Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis di lingkungan kementrian kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari secara teknis fungsional di bina oleh Direktur Kesehatan Rujukan BUK. Unit pelaksaan teknis (UPT) bidang kesehatan paru masyarakat ini mempunyai tugas melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan, promosi dan kemitraan serta pengembangan sumber daya di bidang kesehatan paru masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya UPT ini menyelenggarakan fungsi : a. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kesehatan rujukan paru spesialistik dan atau subspesialistik yang berorientasi kesehatan masyarakat. b. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan paru masyarakat. c. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kemitraan dan pengembangan sumber daya di bidang kesehatan paru masyarakat. d. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan dan pelatihan teknis di bidang kesehatan paru masyarakat. e. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penelitian dan pengembangan kesehatn paru masyarakat. f. Pelaksanaan urusan tata usaha.
4. Visi, Misi, Motto dan Strategi Pelaksanaan BBKPM a. Visi Balai besar kesehatan paru masyarakat (BBKPM) Makassar sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai visi sebagai berikut : “Menjadi Rumah Sakit Khusus Paru Kelas A Unggulan Pada Tahun 2019” b. Misi 1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paru dan rujukan kawasan Timur Indonesia. 2. Menyelenggarakan promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan di kawasan Timur Indonesia. 3. Meningkatkan kemampuan profesional SDM kesehatan dengan pendidikan dan pelatihan kesehatan paru di kawasan Timur Indonesia. 4. Melaksanakan penelitian di bidang kesehatan paru dalam rangka pengembangan kesehatan. c. Motto “Pro SEHAT” (Profesional, santun, Empathy, Harmonis, Akurat, dan Terpercaya) d. Strategi Pelaksanaaan 1. Strategi pencapaian tujuan dan sasaran Untuk mencapai tujuan maka perlu disusun strategi. Strategi disusun berdasarkan analisis dan sasaran yang akan dicapai yaitu :
Tujuan 1 : Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan Sasaran : Terwujudnya SISFO BBKPM Strategi Pencapaian : a. Memperbaiki sistem informasi dan pencatatan serta pelaporan dari sistem manual ke sistem online. b. Menyediakan perangkat computer serta aplikasi untuk sistem informasi di setiap ruang poli. c. Pelatihan staf entry data. Sasaran 2 : Terwujudnya perbaikan sistem pelayanan Strategi pencapaian : a. Memperbaiki alur pelayanan b. Sistem pelayanan harus sesuai dengan SOP c. Penyempurnaan SOP pelayanan, SOP pelayanan instalasi rawat jalan, IGD, rawat inap (ODC), laboratorium, radiologi dan fisioterapi. Sasaran 3 : Terwujudnya perbaikan kualitas pelayanan Strategi pencapaian : a. Pemantapan tim patient safety dan tim pengendalian penyakit infeksi. b. Perbaikan formularium obat. c. Pelayanan berorientasi dengan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008. d. Penerapan sistem pelayanan dengan Quality Assurance.
Sasaran 4 : Terwujudnya perbaikan kinerja SDM Strategi pencapaian : a. Evaluasi dan audit staf pelayanan. b. Pemberian reward bagi pegawai yang berprestasi. Tujuan 2 : Terwujudnya kepuasan pelanggan Strategi pencapaian : a. Memberikan kemudahan terhadap pasien dan keluarga dalam mengakses layanan kesehatan di BBKPM Makassar. b. Tetap mengaktifkan layanan SMS Center BBKPM dan Website. Tujuan 3 : Terwujudnya pelayanan pengobatan yang berkualitas. Strategi pelayanan : a. Pemenuhan kebutuhan obat-obatan dan bahan habis pakai. Tujuan 4 : Terwujudnya ketersediaan alat penunjang kesehatan. Strategi pelayanan : a. Pemeliharaan alat penunjang kesehatan. b. Pengadaan alat penunjang kesehatan. Tujuan 5 : Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan promosi dan sosialisasi Strategi pencapaian : a. Penyuluhan dalam gedung b. Penyuluhan luar gedung c. Penyuluhan di instalasi pendidikan d. Pengadaan lesflet dan brosur
e. Pembuatan radio spote dan bulletin f. Workshop kesehatan paru g. Pemberian makanan tambahan penderita TB h. Sosialisasi internasional standar Tuberculosis Care (ISTC) i. Pembekalan teknis pengawas menelan obat (PMO) bagi kader kesehatan j. Sosialisasi teknis pembentukan jejaring DOTS k. Pertemuan lintas sector dan organisasi profesi l. Pertemuan koordinasi wilayah kerja Timur Indonesia m. Workshop penatalaksanaan terpadu penyakit paru da TB kab/ kota. n. Sosialisasi sistem jaminan kesehatan nasional (SJKN) o. Panatalaksanaan
sensitifitas
specimen
kultur
bagi
tenaga
laboratorium kab/ kota. p. Sosialisasi standar tuberculosis pengobatan tuberculosis (ISTC) bagi dokter praktik swasta. q. Pertemuan jejaring kerja DOTS kabupaten/ kota. r. Pertemuan evaluasi kadar TB kelurahan kota Makassar. s. Pertemuaan koordinasi pengelolaan program P2TB kab/ kota. Tujuan 6 : Terwujudnya keterampilan tenaga kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan. Strategi pencapaian : a. Pencapaian kegiatan pendidikan dan latihan serta PKL, magang KKNP, serta penelitian pengukuran tinggi atau MOU.
b. Pencapaian sumber daya melalui pendidikan dan latihan. 2. Hambatan dalam pelaksanaan strategi Masalah dan hambatan dalam pelaksanaan strategi yang telah di rencanakan terjadi karena faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal) baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa hambatan yang dihadapi BBKPM Makassar pada tahun 2013, antara lain: a. Sistem informasi (SISFO) belum berjalan dengan baik. b. Masalah kurang pelatihan bagi SDM c. Terhambatnya pemasukan obat dan bahan habis pakai. d. Sumber daya tenaga bidang promosi kesehatan yang masih terbatas dari segi pendidikan dan keterampilan. e. Perlu sinkronisasi antara data penyuluhan dan peralatan. f. Kurangnya peralatan penunjang media untuk sarana promosi dan penyuluhan kesehatan, sehingga kurang optimalnya pelaksanaan promosi kesehatan di masyarakat. g. Belum tgerwujudnya pencapaian target pembinaan kadar kesehatan untuk jejaring penderita TB di wilayah kerja. h. Terbatasnya pembiayaan diklat dan penelitian terkait kesehatan paru bagi tenaga kesehatan di BBKPM Makassar. i. Belum terpenuhinya beberapa institusi pendidikan dan perguruan tinggi yang melakukan MOU di BBKPM Makassar.
j. Pendidikan dan pelatihan kesehatan kurang member informasi dalam rangka peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga di BBKPM. 3. Upaya tindak lanjut a. Melakukan perbaikan dan penyempurnaan system informasi (SISFO) yang ada. b. Menyempurnakan SOP pelayanan dan pengaplikasian pelayanan primer. c. Penyempurnaan alur pelayanan dan pemasangan papan nama ruangan/ poli. d. Meminta pihak rekanan memasukkan obat dan bahan habis pakai tepat waktu. e. Melakukan kalibrasi alat. f. Pengusulan pengadaan alat penunjang kesehatan g. Terwujudnya pencapaian target pembinaan kader kesehatan untuk jejaring penderita TB di wilayah kerja, h. Mengusulkan permbiayaan diklat dan penelitian terkait kesehatan paru bagi tenaga kesehatan di BBKPM Makassar. i. Terpenuhinya beberapa institusi pendidikan dan perguruan tinggi yang melakukan MOU di BBKPM Makassar. j. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kesehatan serta memberi informasi dalam rangka peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga di BBKPM Makassar.
5. Alur Pelayanan Resep a. Alur pelayanan pasien baru 6.
Pasien datang
Informasi
7.
Pendaftaran
Ruang SP paru
Ruang SP Paru Infeksi
SMF Pulmonologi
SMF Penyakit Dalam
SMF Respirologi Anak
Nurse Station
Nurse Station
Nurse Station
Pemeriksaan Penunjang
SMF Respirologi Anak
Ruang SP paru
Ruang SP paru
Kasir
Ruangan Penyakit Dalam
Penyuluhan Apotek Sentra DOTS Pasien Pulang
b. Alur Pelayanan Pasien Lama
Pasien Datang
Informasi
Pendaftaran
SMF Penyakit Dalam
SMF Pulmonologi
Ruang SP Paru
Ruang SP Paru
Ruang SP Paru
Ruang SP Paru
Ruangan Penyakit Dalam
Kasir
Sentra DOTS
Apotik
Pasien Pulang
SMF Respirologi anak
SMF Respirologi anak
c. Pelayanan di BBKPM Jenis Pelayanan di BBKPM
JKN
UMUM
6. Instalasi Farmasi di BBKPM Makassar Instalasi farmasi BBKPM adalah salah satu unit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian dibawah pimpinan seorang farmasis dan mengetahui persyaratan secara hukum, untuk mengadakan, menyediakan, dan mengolah seluruh aspek penyediaan perbekalan di rumah sakit yang diintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan farmasi klinik yang sifat pelayanannya berorientasi kepada kepentingan penderita. Instalasi farmasi di BBKPM dikepalai oleh seorang apoteker, penanggung jawab dibantu oleh beberapa asisten apoteker. Instalasi farmasi merupakan satu-satunya unit yang bertugas merencanakan, mengadakan, mengolah, dan mendistribusikan obat untuk BBKPM secara keseluruhan, perencananaan pengadaan obat harus sesuai dengan formularium yang telah ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) dan instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Obat yang akan dibeli atau
diadakan harus direncanakan secara rasional agar jenis dan jumlahnya sesuai sehingga menjadi produk atau bahan terbaik, meningkatkan penggunaan yang rasional dengan harga yang terjangkau atau ekonomis. a. Pengadaan Pengadaan adalah suatu proses untuk mengadakan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan atau usaha-usaha untuk memenuhi bahan farmasi yang telah habis dan fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan maupun penganggaran. Tujuan dari pengadaan adalah tersediannya obat dalam jumlah yang tepat dengan mutu yang tinggi dan dapat diperoleh pada waktu yang tepat. Pada BBKPM metode pengadaan yaitu dengan membuat perencanaan untuk satu tahun anggaran, dilihat dari penggunaan obat dalam satu tahun anggaran, tahun sebelumnya melalui stok akhir tahunnya. Jalur pengadaan obat
PANITIA PENGADAAN
PBF (PEMENANG TENDER)
PASIEN
APOTEK BBKPM
PANITIA PENERIMA
GUDANG BBKPM
b. Penerimaan Penerimaan adalah rangkaian kegiatan dalam menerima obatobatan dari pemasok dalam rangka memenuhi pesanan/permintaan untuk kebutuhan kefarmasian di apotek BBKPM. Tujuan dari pemeriksaan adalah agar obat yang di terima baik jenis maupun jumlahnya sesuai dengan surat pesanan dan dokumen yang menyertainya. Dalam penerimaan obat di BBKPM telah ditunjuk beberapa panitia penerima obat yang bertugas memeriksa dan menerima obat dari pemasok, meneliti jumlah kemasan, jumlah obat, bentuk obat, nomor batch dan expire datenya apakah telah sesuai dengan surat pesanan atau belum. Jika terdapat obat yang tidak memenuhi spesifikasi maka pihak penerima barang berhak mengambil obat (retur) yang diterimanya untuk digantikan sesuai spesifikasi, obat yang telah diterima dicatat dan dibukukan. Lalu obat yang diperiksa diserahkan kepada penerima obat di gudang. c. Penyimpanan Penyimpanan di gudang di lakukan dengan menggunakan sistem penyimpanan yaitu : a. First In First Out (FIFO) Simpan obat yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) yang datang lebih dahulu, dikeluarkan pertama. Simpan barang tanda tanggal kadaluarsa sesuai urutan penerima. Tempatkan barang yang sudah berada diatas
rak. Mungkin ada tanggal pembuatan dalam wadah. Tanggal menunjukkan barang lama harus digunakan dahulu. b. First Expired First Out (FEFO) Simpan obat sesuai tanggal kadaluarsa dengan menggunakan prosedur First Expired First Out (FEFO) yang lebih dajulu kadaluarsa dikeluarkan terlebih dahulu. Tanggal kadaluarsa yang tercetak dilabel memberitahu kapan obat kadaluarsa. Periksa semua obat dalam gudang untuk tanggal kadaluarsa. Buang semua obat kadaluarsa dari gudang. Tempatkan obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek didepan obat yang kadaluarsa lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima dibelakang obat yang sudah berada diatas rak. c. Last In First Out Jika obat baru masuk tanggal kadaluarsa lebih cepat dibanding obat yang sudah ada duluan maka penyimpanannya menggunakan sistem LIFO, LIFO berarti yang terakhir kali masuk justru yang pertama keluar. d. Berdasarkan bentuk sediaan artinya disimpan sesuai dengan bentuk sediaannya. e. Berdasarkan alphabet artinya disusun berdasarkan urutan abjad. Dalam peyimpanan dikenal ada sistem FIFO (First In First Out) dan LIFO (Last In First Out), namun dalam kenyataannya dilapangan, yang
dipraktekkan hanyalah sistem FIFO, sedangkan metode LIFO hanya digunakan dalam sistem akuntansi persediaan, karena ini akan berdampak pada perhitungan harga pokok penjualan dan dalam penyusunan laporan rugi laba. Khusus untuk RS seharusnya FIFO juga dibaca sebagai FIFO (First In First Out), mana yang mempunyai masa kadaluarsa pendek atau singkat harus dikeluarkan terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang. d. Pendistribusian Pada proses pendistribusian di gudang obat BBKPM Makassar dapat dilakukan dengan permintaan dari penanggung jawab Apotek BBKPM sehingga gudang obat dapat mendistribusi obat sesuai jumlah obat yang diminta apotek BBKPM dan obat yang diterima disimpan di rak obat pada apotek BBKPM harus dicatat serta buku harian pengeluaran obat. Selain digudang obat, pendistribusian obat-obat juga diadakan diruang perawatan, sentra DOTS, ODC anak, UGD di BBKPM Makassar. e. Pelayanan Obat Sistem pelayanan obat di BBKPM dibagi 4 bagian : 1. Pelayanan Obat Dengan Resep Rutin Resep yang masuk diapotek diterima oleh asisten apoteker kemudian diperiksa apakah pasien tersebut positif TB atau tidak, jika TB maka harus meminta kartu biru (TB 01) untuk tanggal penggunaan yang dilakukan setelah terdaftar di buku paket BBKPM dengan menulis tanggal kunjungan pasien TB, kemudian diperiksa keabsahan dan
kelengkapan resep. Resep yang telah masuk dibagian peracikan diperiksa asisten apoteker atau apoteker, selanjutnya obat-obat yang diperlukan disiapkan dan dimasukkan dalam wadah yang sesuai dan telah dilengkapi dengan etiket yang berisi aturan pemakaian. Untuk resep yang harus diracik seperti puyer, dihitung terlebih dahulu berapa yang dibutuhkan kemudian disiapkan dan selanjutnya diperiksa kembali
sebelum
diberikan
kepada
pasien.
Asisten
apoteker
menyerahkan obat kepada pasien dengan memanggil nama yang tertera pada resep serta menanyakan alamat
lengkap pasien untuk
menghindari terjadinya kesalahan yang berakibat fatal. Pada saat penyerahan obat, wajib memberikan KIE (Konsultasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat yang akan digunakan oleh pasien. 2. Pelayanan obat JKN Pelayanan resep yang dahulunya untuk pasien yang memegang kartu jaminan kesehatan ASKES dan JAMKESMAS ini pada tanggal 1 Januari 2014 diubah menjadi Kartu Jaminan Kesehatan Nasional. Pada pelayanan resep dengan jaminan kesehatan nasional yakni resep yang masuk diterima oleh apoteker maupun asisten apoteker. Setelah itu dilihat keabsahan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) yang dikeluarkan oleh loket pendaftaran. Kemudian apoteker dan asisten apoteker melihat resep yang diberikan oleh dokter apakah obat dalam resep tersebut masuk dalam daftar dan platon harga obat
(DPHO) atau tidak. Jika tidak maka pasien dikenakan biaya untuk harga obat yang tidak masuk dalam tanggungan jaminan kesehatan nasional. Selain itu, apoteker atau asisten apoteker memberikan nomor antrian kepada pasien dan menyiapkan obat disertai dengan pemberian aturan pakai (etiket). Untuk resep yang harus diracik seperti puyer atau kapsul, dihitung terlebih dahulu berapa jumlah yang dibutuhkan, selanjutnya diracik kemudian diperiksa kembali sebelum diberikan kepada pasien. Apoteker atau asisten apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan memanggi nama yang tertera pada SEP (Surat Eligibilitas Peserta) serta menyerahkan nomor resep dengan potongan nomor yang dipegang pasien dan menanyakan alamat lengkapnya untuk menghindari terjadinya kesalahan yang berakibat fatal. Pada saat penyerahan obat, wajib memberikan KIE (Konsultasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat yang akan digunakan pasien. 3. Pelayanan Obat Gratis (Jamkesda) Pelayanan
obat
pada
peserta
pelayanan
obat
gratis
(Jamkesda) sama halnya dengan pelayanan obat JKN. Namun, yang membedakannya dengan JKN yakni pelayanan obat gratis ini diberikan kepada pasien yang kurang mampu sehingga dipermuda dengan disediakannya obat oleh pemerintah daerah. 4. Pelayanan Resep Umum Pelayanan pada apotek pelengkap ini yakni mengenai resep pasien umum dan pasien dengan resep obat yang tidak terdaftar dalam
apotek seperti resep yang terdapat obat pasien yang diresepkan oleh dokter, yang meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan setiap penjualan obat tersebut dicatat pada buku penjualan bebas yang berisi tanggal, nama, jumlah obat, dan harga obat. Setelah itu pembeli menyerahkan bon penjualan sesuai dengan harga yang tercantum. Apotek pelengkap ini tidak melayani obat yang telah terdapat dalam apotek BBKPM seperti obat TB. f. Pencatatan dan Pelaporan 1. Apotek BBKPM a. Membuat catatan harian penerimaan dan pemakaian obat b. Memelihara dan menyimpan resep obat secara tertib untuk bukti pengeluaran obat kepada pasien. c. Setiap akhir bulan, dilakukan Stock Opname untuk mengetahui pemakaian obat di Apotek selama satu bulan. 2. Gudang obat a. Membuat catatan obat yang keluar maupun yang masuk di gudang obat dalam kartu stock. b. Membuat laporan pemakaian dan permintaan obat c. Melaporkan obat rusak dan kadaluarsa
7. Sentra DOTS (Pengobatan Jangka Pendek Dengan Pengawasan Langsung) Sejalan dengan meningkatnya kasus TB pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed threatment Short-Course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu : a. Komitmen politis dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan b. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya. c. Pengobatan yang standar, dengan supervise dan dukungan bagi pasien d. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif e. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif. Integrasi kedalam pelayan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan pada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2011). Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2011). TB
merupakan
penyakit
infeksi
yang
ditimbulkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dulunya bernama Consumption atau Spthisidan dianggap sebagai penyakit turunan. Barulah Leannec (1819) yang pertama-tama menyatakan bahwa penyakit ini suatu infeksi kronik dan Koch (1882) dapat mengidentifikasi kuman penyebabnya. Penyakit ini dinamakan tuberculosis karena terbentuknya nodul yang khas tubercole. Hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya tapi yang paling banyak adalah paruparu. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, China, Afrika selatan, dan Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 50% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang, insiden kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk, sehingga
pada awal tahun 1990-an WHO dan IUALTD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman
terbaik,
dan
hasil
implementasi
program
penanggulangan TB secara lebih dari dua decade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan serta mencegah berkembangnya MDR TB. (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2011). Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2,8% kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT (Multidrug Resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2% (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2011). Penyakit TB masih menjadi salah satu masalah kesehatan global. Pada tahun 2012 saja, WHO memperkirakan 8,6 juta orang terjangkit penyakit TB dan 1,3 juta meninggal. Direktur Jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(k), MARS, DTM&H, DTCE mengatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-4 negara dengan jumlah kasus TB terbesar di dunia. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk yang memang sangat besar. Jumlah prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 adalah 297 per 100.000 penduduk dengan 460.000 kasus baru setiap tahunnya, artinya total kasus TB di 2013 mencapai sekitar 800-900 ribu kasus.
Ditingkat global Indonesia dinilai 8 dari 27 Negara dengan beban TB tertinggi MDR di dunia dengan perkiraan pasien TB MDR di Indonesia dengan 6.900, yaitu 1,9% dari kasus baru dan 12% kasus pengobatan ulang. Diperkirakan bahwa sebanyak 5900 kasus TB MDR yang berasal dari TB paru dan 1000 kasus baru pengobatan ulang TB paru (WHO Global Laporan, 2013). Hasil Survey Resistensi Obat dilakukan di Jawa Tengah tahun 2006 menunjukkan bahwa 1,8% dari TB MDR ditemukan pada kasus baru dan 17,1% kasus TB ditemukan di RS Jawa Timur. Pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2% dari TB MDR ditemukan TB kasus baru dan 9,7% dari kasus TB yang ditemukan pernah mendapatkan pengobatan. Timbul resistensi obat dalam terapi TB merupakan masalah besar kesehatan masyarakat diberbagai Negara dan fenomena MDR menjadi salah satu batu sanding program pengendalian TB. Pengobatan pasien MDR TB lebih sulit, mahal, banyak efek samping dan angka kesembuhannya relative rendah. Penyebaran resistensi obat diberbagai Negara tidak diketahui dan tatalaksana pasien MDR masih tidak adekuat. Mekanisme Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) adalah TB yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang resisten in vitro terhadap Isoniazid dan Rifampisin dengan atau tanpa resistan obat lainnya. Banyak faktor penyebab MDR TB, beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan
berhubungan
dengan
hambataan
pengobatan
seperti
kurangnya pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik, dan biaya pengendalian program TB. Deteksi awal MDR TB dapat dimulai dengan
terapi sedini mungkin yang merupakan faktor penting untuk tercapainya keberhasilan terapi. Survey global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR TB dengan kegagalan program TB nasional yang sesuai petunjuk program TB WHO. Penting sekali ditekankan bahwa MDR TB merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan manmade phenomenon (PPTI Indonesia, 2012). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular, strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Dalam pelaksanaan DOTS penderita didampingi oleh seorang PMO, hal ini bertujuan : a. Agar penderita meminum obat secara teratur sampai selesai pengobatan. b. Mencegah putus pengobatan. c. Apabila ada efek samping obat dapat segera ditanggulangi. Pengobatan menggunakan paket DOTS memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pengobatan menggunakan paket obat lepas yaitu : 1. Penggunaan lebih mudah dalam hal pemakaian obat 2. Jumlah obat yang ditelan sedikit (2-4 biji) berdasarkan berat badan 3. Waktu pengobatan lebih singkat yakni 6 bulan dimana 2 bulan masa intensif dan 4 bulan intermiten.
Disamping kelebihan, pengobatan dengan menggunakan paket DOTS juga memiliki kerugian, yaitu untuk penderita dengan penyakit hepar, terapi paket DOTS terkandung rifampisin yang dikontraindikasikan kepada penderita dengan ikterus hati dan kepada penderita yang hipersensitif terhadap rifampisin. Paket OAT yang tersedia di Sentra DOTS terbagi menjadi : a. Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya 1. Kategori 1 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : a. Pasien baru TB paru BTA positif b. Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif c. Pasien TB ekstra paru Table 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1 Berat Badan
Tahap Intensif Tiap Hari
Tahap Lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE
seminggu selama 16
(150/75/400/275)
minggu RH (150/150)
30 – 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 – 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 – 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Table 2. Dosis paduan OAT – kombipak untuk kategori 1 Dosis per hari 7 kali Tahap Pengobatan
Lama Tablet Pengobatan Isoniazid @300 mg
Kaplet rifampisin @450 mg
Tablet Tablet pirasinamid etambutol @500 mg @250 mg
Jumlah hari/kali menelan obat
Intensif
2 Bulan
1
1
3
3
56
Lanjutan
4 Bulan
2
1
-
-
48
2. Kategori 2 (2HRZE)S/(HRZE)/5((HR)3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya. a. Pasien kambuh, yaitu pasien yang telah melalui pengobatan lengkap dan dinyaatakan sembuh namun sakit kembali b. Pasien gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default), yakni pasien yang tidak berobat dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Table 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT kategori 2 BB (kg)
Tahap intensif setiap hari
Tahap lanjutan 3
RHZE (150/75/400/275)
kali seminggu
Selama 56 hari
Selama 28 hari
RH (150/150) + E (400)
30-37
2 tab 4 KDT + 500
2 tab 4 KDT
2 tab 2 KDT + 2
mg Streptomisin
tab Ethambutol
inj 38-54
3 tab 4 KDT + 750
3 tab 4 KDT
3 tab 2 KDT + 3
mg Streptomisin
tab Ethambutol
inj 55-70
4 tab 4 KDT +
4 tab 4 KDT
4 tab 2 KDT + 4
1000 mg
tab Ethambutol
Streptomisin inj ≥ 71
5 tab 4 KDT +
5 tab 4 KDT
5 tab 2 KDT + 5
1000 mg
tab Ethambutol
Streptomisin inj
Table 4. Dosis Paduan OAT-Kombipak Untuk Kategori 2 Tahap pengobatan
Lama pengob atan
Tablet Isoniazid @300 mg
Kaplet Rifampisi n @450 mg
Tahap intensif (dosis harian) Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu)
2 bulan 1 bulan
1 1
3 3
4 bulan
2
1
Tablet Tablet Tablet phyrasina Ethambuto Ethamb mid @500 l @250 utol mg mg @500 mg 3 3 3 3 -
1
2
Strepto misin inj
Jumlah hari/kali menelan obat
0,75 gr
56 28
-
60
Catatan : 1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. 2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. 3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 g yaitu dengan menambahkan aquadest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg). b. OAT sisipan (HRZE) Tabel 5. Dosis KDT untuk sisipan Berat Badan
Tahap intensif setiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg
2 tab 4 KDT
38-54 kg
3 tab 4 KDT
55-70 kg
4 tab 4 KDT
≥ 71 kg
5 tab 4 KDT
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon. Table 6. dosis kombipak untuk sisipan Tahap pengobatan
Lama pengobatan
Tablet Isoniasid @300 mg
Tahap intensif (dosis harian)
1 bulan
1
Kaplet Tablet Tablet Rifampisin Phyrazinamid Ethambutol @450 mg @500 mg @250 mg 1
3
3
Jumlah hari/kali pembagian obat 28
tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua (Kemenkes, 2012). Tablet FDC dikelompokkan menjadi 2 yaitu FDC untuk dewasa dan FDC untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4 FDC dan 2 FDC. Tablet 4 FDC mengandung 4 macam obat yaitu : 75 mg Isoniazid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap awal atau intensif dan untuk sisipan pada pasien kategori. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu : 150 mg Isoniazid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4 FDC maupun tablet 2 FDC pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien untuk kategori 1. Tablet FDC untuk anak-anak terdiri dari tablet 3 FDC dan 2 FDC. Kedua jenis tablet diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 014 tahun. Tablet 3 FDC mengandung 3 macam obat antara lain : 50 mg INH, 75 mg Rifampisin dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif atau awal. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu : 75 mg INH dan 50 mg Rifampicin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien dewasa pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak.
PELAYANAN OBAT DI GUDANG FARMASI Penerima buku ampra Hubungi Panitia pengadaan barang
Pengecekan stok gudang Tidak Barang ada
Tidak
Barang ada
ya
ya
Meminta Persetujuan kepala instalansi
Segera pesan barang yang diminta
Menyiapkan barang yang ada
Catat di kartu stok gudang
Menyerahkan pembekalan Farmasi ke petugas yang mengapra
ALUR PELAYANAN RESEP DI APOTEK BBKPM
Pasien Datang
Pengecekan Perlengkapan Administrasi
Medical Record Pasien JKN Pasien Jamkesda Lembar tarif / pasien umum
Pasien TB
Tidak
Ya
Catat dibuku
Obat disediakan
Cek kesesuaian obat
Pemberian informasi Obat
Pemberian Obat
B. Kegiatan Magang Kegiatan magang berlangsung selama satu bulan yaitu pada tanggal 18 februari sampai tanggal 18 maret 2019. Dimana pelaksanaannya di Instalansi Apotek Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) dan Sentra DOTS. Kegiatan magang di Instalansi apotek Balai Besar Kesehatan Paru di laksanakan setiap jam kerja yaitu pada hari senin sampai dengan hari sabtu yang dibagi dalam dua shift yaitu shit pagi muiai pukul 07.30 WITA sampai 14.00 WITA dan shift siang mulai pukul 12 00 WITA sampai dengan 19.00 WITA. Adapun rangkaian kegiatan magang yang dilakukan selama satu bulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Garis Besar Pengenalan struktur organisasi dan sejarah balai besar kesehatan paru Masyarakat(BBKPM) Makassar,meliputi: a. Mengetahui instansi BBKPM Makassar b. Mengetahui bagian-bagian dari instansi BBKPM Makassar c. Mengetahui sejarah dan struktur organisasi BBKPM Makassar 2. Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi BBKPM a. Cara perencanaan obat b. Cara pengadaan obat c. Cara penerimaan obat d. Cara penyimpanan obat e. Cara distribusi obat f. Pencatatan dan pelaporan
3. Pelaksanaan Alur Resep dan Pelayanan Kefarmasian Pelaksanaan alur resep dan pelayanan kefarmasian serta rawat jalan meliputi: a. Mengetahui tentang mekanisme tehnik dan unutan perkerjaan resep yang masuk b. Teknis praktis cara pembacaan resep dan tehnik penggantian obat c. Cara peracikan obat-obatan tertentu berdasarkan perhitungan dosis dosis. d. Cara penulisan dosis dan aturan pakai pada etiket serta cara pembuatan salinan resep e. Cara pengemasan obat f. Cara penyerahan obat 4. Hal-hal yang harus diperhatikan pada obat a. Nama obat b. Indikasi obat c. Kesesuaian obat d d. Jumlah obat yang dibutuhkan e. Aturan pakai obat f. Cara penggunaan obat g. Efek samping dari obat
5. Jenis-jenis obat yang ada di BBKPM a. Obat Anti Tuberculosis 1. Jamkesda Nama Obat
Sediaan
Kekuatan Obat yang Tersedia
Rifampisin (R)
KAPTAB
450 mg dan 600 mg
Isoniazid (INH)
TABLET
300 mg dan 400 mg
Ethambuthol (E)
TABLET
500 mg
Pirazinamid (Z)
TABLET
500 mg
2. JKN dan Umum Nama Obat
Sediaan
Komposisi
Rifamtibi
Kaplet
Rimstar
Tablet salut Rifampisin, INH, film Pirazinamid, Ethambutol Tablet Ethambutol, HCl, Isoniazid, Vitamin B6
Santibi Plus
Rifampisin
Kekuatan Obat yang Tersedia 450 mg dan 600 mg 900 mg
500G
b. Obat Non Tuberculosis 1. Jamkesda No 1.
Nama Obat Adona
Indikasi Fibrinolisis
Komposisi Carbazochrome
Sediaan
Dosis Obat
Tablet
50 mg
Na sulfonate 2.
Ad Caps
Kekurangan Vit A dan Vitamin A dan D Cairan Vit D
dari minyak ikan selaput
5 ml
hiu 3.
Allopurinol
Arthtritis GOUT
Allopurinol
Tablet
100 mg
4.
Amoxicillin
Antibiotik
Amoksilin
Sirup
125 mg/
Dry Syr 5.
Amoxicillin
Trihidrat Antibiotik
5 ml
Amoksilin
Tablet
500 mg
Tablet
5mg,
Trihidrat 6.
Amlodipine
Anti Angina
Amlodipine Besylate
7.
Ambroxol Syr
Batuk Pilek
mg
Ambroxol HCl
Sirup
15 mg/ 5 ml
8.
Ambroxol
Batuk pilek
Ambroxol HCl
Tablet
30 mg
9.
Ampicillin
Antibiotik
Ampicillin
Tablet
500 mg
Trihidrate 10.
Aminophyllin
Anti Asma
Aminophyllin
Tablet
200 mg
11.
Asam
AINS
Mefenamic Acid
Tablet
500 mg
Tukak Lambung
Aluminium
Suspensi 400 mg
Mefenamat 12.
Antasida Syr
hidroksida
dan Sirup
Magnesium hidroksida 13.
Antasida
Tukak Lambung
Aluminium hidroksida Magnesium
Tablet dan
400 mg
10
hidroksida 14.
Asam
Penahan darah
Tracsenamic Acid Tablet
500 mg
Anti koagulan
Acetylsalicylic
Tablet
80 mg
N- Tablet
25 mg
Traneksamat 15.
Aspilet Trombo
16.
Buscopan
Acid Anti Spasmodik
Hyosine butylbromide
17.
Cefadroxil
Antibiotik
Sefadroksil
Sirup
Dry Syr
125 mg/ 5 ml
18.
Cefadroxil
Antibiotik
Sefadroksil
Tablet
500 mg
19.
Cefixime
Antibiotik
Sefiksim
Tablet
100 mg dan 200 mg
20.
Cimetidine
Tukak Lambung
Simetidine
Tablet
200 mg
21.
Cetrizine
Anti Alergi
Cetrizine HCl
Tablet
5 mg
22.
Clonidine
Anti Hipertensi
Clonidine HCl
Tablet
0.15 mg
23.
Clindamisin
Anti Fungi
Klindamisin
Kapsul
300 mg
24.
Cotrimoxazol
Anti Fungi
Sulfametaksazole
Suspensi 240 mg
e
dan trimetropin
25.
Codein
Antitusiv
Kodein HCl
Tablet
10 mg
26.
Captopril
Anti Hipertensi
Kaptopril
Tablet
12,5 mg
27.
CTM
Anti Histamin
Chlorpheniramine Tablet Maleate
4 mg
28.
Dexrometoph
Antitusiv
Dextromet
am (DMP)
Tablet
15 mg
Opham
29.
Domperidone
Anti Emetik
Domperidone
Tablet
10 mg
30.
Digoxin
Payah jantung kronik
Digoksin
Tablet
0,25 mg
31.
Diltiazem
Angina Pektoris
Diltiazem HCl
Tablet
30 mg
32.
Dulcolax
Astrigen
Bisakodil
Tablet
5 mg dan
dan
10 mg
Suppo 33.
Erytromicin
Antibiotik
Erytromicin
Sirup
Syr
125 mg/ 5 ml,
250
mg/ ml 34.
Erytromicin
Antibiotik
Erytromicin
Tablet
250 mg dan 500 mg
35.
Furosemid
Diuretik kuat
Furosemid
Tablet
20 mg dan 40 mg
36.
Ferro Sulfat
Anemia
Ferro Sulfat
Tablet
300 mg
37.
Glibenclamid
CM
Glibenclamid
Tablet
5 mg
38.
Glyceril
Ekspektoran
Glyseril
Tablet
100 mg
39.
Guaikolat
Guaikolat
Hidrochlortiaz Hipertensi
HCT
Tablet
25 mg
HCT
Cream
5 mg
Tablet
5 mg
ide 40.
Hidrokortison
Dermatitis
41.
Isosorbid
Nyeri
dada,
Anti ISDN
42.
Dinitrat
angina
Lanzoprazole
Maag
Lansoprazole
Kapsul
30 mg
granul 43.
Levofloxacin
Antibiotik
Levofloxacin
Kaplet
500 mg
44.
Meloxicam
Anti inflamasi
Meloksikam
Tablet
7,5 mg dan 15 mg
45.
46.
Metil
Antiinflamasi
Metil Prednisolon
Prednisolon
kortikosteroid
Metrolopamid
Gangguan
Metrolopamid
gastrointestinal
HCl
Tablet
4 mg dan 8 mg
Tablet
10 mg
47.
Metformin
Diabetes
Metformin
Tablet
500 mg
48.
Methiosone
Gangguan fungsi hati
Vitamin
Tablet
100 mg
salut gula 49.
Natrium
Anti Inflamasi
Diklofenac
Natrium
Tablet
500 mg
diklofenac
50.
Nifedipine
Anti Angina
Nifedipine
Tablet
10 mg
51.
Nistatin
Anti Fungi
Nistatin
Tablet
10 mg
52.
Ofloxacin
Antibiotik
Ofloxacin
Tablet
400 mg
53.
Omeprazole
Tukak Lambung
Omeprazole
Kapsul
20 mg
granul 54.
Papaverin
Maag
Papaverin
Tablet
40 mg
55.
Parasetamol
Antipiretik
Parasetamol
Sirup
125 mg/ 5
Syr
ml
56.
Paracetamol
Antipiretik
Paracetamol
Tablet
500 mg
57.
Piroxicam
Analgetik
Piroxicam
Tablet
20 mg
58.
Corsaneuron
Kekurangan
vitamin Vitamin
B1, B6, dan B12
B1, Tablet
Vitamin
500 mg
B6,
vitamin B12 59.
Prednison
Demam,
Rematik, Prednison
Tablet
5 mg
Alergi 60.
Propil Tiurasil Hipertiroid
Propil
(PTU)
(PTU)
Tiurasil Tablet
100 mg
61.
Ranitidin
Maag
Ranitidin
Tablet
150 mg
62.
Salbutamol
Sesak napas atau Asma
Slbutamol
Tablet
2 mg
63.
Simvastatin
Antihiperlipidemik
Simvastatin
Tablet
10 mg dan 20 mg
64.
Spironolakton
Antihipertensi
Spironolakton
Tablet
25 mg dan 100 mg
65.
Vitamin B1
Kekurangan
Vitamin Vitamin B1
Tablet
B1
5 mg, 10 mg, 25 mg, 50 mg
66.
Vitamin B6
Kekurangan
Vitamin Vitamin B6
Tablet
B6 67.
Vitamin B12
Kekurangan B12
10 mg dan 25 mg
Vitamin Vitamin B12
Tablet
10 mg dan 25 mg
68.
Vitamin C
Kakurangan Vitamin C
Vitamin C
Tablet
25 mg dan 50 mg
69.
Vitamin K
Kekurangan Vitamin K Vitamin K
Tablet
10 mg
Tablet
20 mg
dan penahan darah 70.
Zinc Sulfat
Kekurangan (defesiensi Zinc Sulfat zinc sulfat)
2. JKN dan Umum No
Nama Obat
Indikasi
Komposisi
Sediaan
Dosis Obat
1.
Amoxicillin
Antibiotik
Amoksisillin
Kaplet
500 mg
2.
Amoxan
Antibiotik
Amoksisillin
Kaplet
500 mg
3.
Amlodipin
Antihipertensi
Amlodipin
Tablet
5 mg dan 10 mg
4.
Afranac
Antiinflamasi
Natrium
Tablet
Diklofenac 5.
Bcom C
Anak
dalam
massa Vit B1, B2, B6, Kaplet
pertumbuhan
dan B12, Nicotinamid
mencegah
atau Ca pantotenat dan
penyembuhan kekurangan vitamin B komp. Dan vitamin C
Vit C
500 mg
6.
Bionsanbe
Pengobatan Anemia
Besi (II) glikonat Kapsul
500 mg
mangan (II) sulfat tembaga
(II)
sulfat
asam
askorbat,
asam
folat,
vitamin
B12, dan sorbitol 7.
Becom-Zet
Vitamin dan mineral
Vit B1, Vit B2 Kapsul niasin,
Vit
B6, salut
Vit B12, Vit C, Film Vit
E,
asam
pantotenat, azam folat, Zn 8.
Cefat 500
Antibiotik
Cefadroxil
Kaplet
500 mg
9.
Cefilia
Antibiotik
Cefixime
Kapsul
200 mg
10.
Cester
Vitamin C
Ca Askorbate
Kaplet
723,6 mg
11.
Corifam
Tuberculosis paru dan Rifampisin
Kapsul
450
mg
dan
600
lepra
mg 12.
Cravox
Antibiotik
Levofloxacin
Tablet
hemihydrate
salut
500 mg
selaput 13.
Curcuma
Menambah
nafsu Serbuk Rhizome Tablet
200 mg
makan,
membantu curcuma
pengobatan gangguan fungsi
hati,
dan
memelihara kesehatan 14.
Efomet
Diabetes melitus tipe 2
Metformin HCl
Tablet
15.
Epatin
Vitamin
Vitamin B1, B2, Kapsul
500 mg
B6, B12, Vit E, nikotinamida, lesitin 16.
Epexol
Mukolitik
dan Ambroxol
Tablet
30 mg
Kapsul
500 mg
Ekspektoran 17.
Erisanbe
Antibiotik
Erytromicin
salut selaput 18.
Ethambutol
Tuberculosis
19.
Formuno
Suplemen dan terapi Ekstrak penunjang
Etambutol
Tablet
500 mg
kering Kapsul
710 mg
Echinaceae
salut
purpurea,
selaput
phyllantus niruri, ekstrak Blackelderberry, Zn, Vit C
Picolinate,
20.
Furosemid
Antihipertensi
Furosemid
Tablet
20 mg dan 40 mg
21.
Histapan
Alergi
Mebhidrolin
Tablet
50 mg
napadisilat 22.
Imox
Antioksidan
dan Vitamin
membantu memperbaiki
C tablet
ekstrak daya Elderberry,
tahan tubuh
ekstrak Echinaceae purpurea
dan
garlic 23.
Imunos
Meningkatkan tahan
tubuh,
daya Echinaceae
Kaplet
infeksi (EFLA 894), Zinc
saluran nafas baik akut pikolinat, maupun kronik
selenium,dan Na Askorbat
24.
IMOX
Vitamin dan Mineral
Vit C, Elderberry Tablet ekstrak,
ekstrak
Echinaceae purpurea, garlic, Zn 25.
ISDN
Anti Angina
(Isosorbid dinitrat) ISDN
Tablet
5 mg
26.
IXOR
Anti mikroba
Roksitromissin
Tablet
150 mg
27.
Lameson
Anti Inflamasi
Metil prednisolon
Tablet
4 mg dan 8 mg
28.
Lapicef
Antibiotik
Sefadroxil
Tablet
monohidrat
dan
500 mg
kapsul 29.
Lycoten
Licopen 5 mg, β- kapsul
Suplemen
karoten
10.000
UI, Vit C 200 mg, Vit E 25 UI, seng, selenium 30.
Megazing
31.
Meloxicam
Analgetik
Meloxicam
Tablet
7,5 mg dan 15 mg
32.
Nairet
Anti Asma
33.
Neurosanbe
Beri-beri polyneuritis kekurangan
Terbutalin sulfat dan Vitamin akibat Vitamin
Tablet
2,5 mg
B1, Tablet
300 mg
B6,
vitamin vitamin B12
B1, B6, B12 34.
Neurodex
Gangguan pada saraf Vitamin
B1 Tablet
(neuritis, neurotropik), monohidrat, kekurangan vitamin
vitamin B6 dan vitamin B12
600 mg
35.
Nutriflam
Antiinflamasi
Serratipeptidase
Kapsul
golongan
pancreatin
dan
kortikosteroid
lechitin
tablet
Omeprazole
Kapsul
150 mg
(perdangan pada semua kondisi
pembedahan
dan infeksi) 36.
Omeprazole
Tukak lambung
20 mg
granul 37.
Opimox
Antibiotik
Amoksisillin
Kaplet
500 mg
trihidrate 38.
Opizolam
39.
Ottoprim
40.
Penmox
Antibiotik
Antibiotik
Trimetoprim dan Tablet
480
mg
sulfametoksazole
dan
dan
960
sirup
mg
Kapsul
500 mg
Amoksisillin trihidrat
41.
Pervita
Defisiensi vitamin dan Vit A, Vit B1, kapsul mineral kehamilan menyusui
pada
masa B2,
B6,
dan nicotinamid, pantotenat
B12 Ca dan
Vit C, Vit D3, Asam
folat,
kalssium, fosfor,
Fe, mangan, Mg, Kalium, selenium,
flour,
tembaga,
Zinc,
molybdenum 42.
Procurplus
Meningkatkan
daya Fosfolipid
Kapsul
395 mg
tahan tubuh melawan essensial, Vit B1, lembut mikroorganisme
B2,
B6,
B12,
nikotinamid, ginseng, curcuma 43.
Ranitidin
Tukak lambung
44.
Retaphil SR
Meringankan mengatasi
Ranitidin dan Teofilin
Tablet
150 mg
Kaplet
300 mg
Kapsul
125 mg
Kaplet
300
mg,
450
mg,
dan
600
serangn
asma brokodial 45.
Rhinos SR
Meringankan rhinitis
46.
Rifampisin
gejala Loratadine
alergi
dan pseudoefedrin
rhinitis vasomotor
HCl
Tuberculosis
Rifampisin
mg 47.
Sanazet
Tuberculosis
Pirazinamid
Tablet
500 mg
48.
Sohobion
Anemia
Ferro sulfat
Tablet
300 mg
49.
Spironolaktone Antihipertensi
Spironolaktone
Tablet
25 mg dan 100 mg
50.
Sporetik
Antibiotik
Sefixime
Kapsul
50 mg dan 100 mg
51.
TB Vit 6
Tuberculosis
Isoniazid
dan Tablet
Vitamin B6
Isoniazid 400
mg
dan Vit B6 10 mg
C. Pelaksaan kegiatan harian Pada pelaksaan kegiatan harian di bbkpm Makassar, mahasiswa bertugas pada bagian instalasi farmasi dan sentra dots a. Instalasi farmasi 1. Pelayanan resep pada instalasi farmasi 2. Pengemasan obat-cbat yang akan diberikan kepada pasien dalam satu kemasan 3. Peracikan obat-obat dalam kemasan tertentu(misalmya poyer dan kapsu) b. Sentra Dots 1. Pencatatan dan registrasi pasien 2. Pemberian kartu control pengobatan untuk pasien baru, serta pengambilan kartu control pengobatan oleh pasien lama di Sentra Dots 3. Pemberian obat FDC (Fix Dosage Combination)
Berikut ini adalah uraian tentang pelaksanaan kegiatan dilakukan selama magang di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat(BBKPM) Makassar yaitu: a. Pelayanan di Instalansi Farmasi BBKPM Pelayanan dengan resep untuk resep rutin, JKN dan umum, yaitu: 1. Pelayanan dengan resep rutin Resep yang masuk di Apotek diterima oleh asisten Apoteker kemudian di periksa apakah pasien tersebut TB/ Non TB, jka pasien TB maka harus meminta kartu biru untuk mencatat nomor kartu dan menuliskan data pasien yang terdini dari nama, umur, jenis kelamin, alamat, jenis obat yang diberikan, tanggal pemakaian obat dan lama pemakaian obat sedangkan untuk pasien TB lama dilakukan pengecekan harindan obat: yang diberikan setelah terdaftar dibuku poket BBKPM dengan menulis tanggal kunjungan pasien TB tersebut,
selanjutnya
barulah diperiksa keabsahannya dan kelengkapan resep. Resep yang telah masuk di bagian peracikan obat diperiksa Asisten Apoteker, kemudian obat-obatan yang diperlukan disiapkan dan di masukkan dalam wadah yang sesuai dan telah dilengkapi dengan etiket yang berisi aturan pemakaian. Untuk resep obat yang harus diracik seperti puyer atau kapsul terlebih dahulu obat yang diminta pada resep di hitung beberapa jumlah yang dibutuhkan. Kemudian, disiapkan dan diperiksa kembali obat yang akan diracik dan selanjutnya diracik,
kemudian diperiksa kembali
sebelum diberikan kepada pasien. Asisten Apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan memanggil nama pasien. Pada saat menyerahkan
obat, wajib memberikan informasi tentang obat kepada pasien seperti indikasi, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping dan penyimpanannya. Jika dalam respe terdapat beberapa obat yang tidak tersedia di apotek dibuatkan copy resep atau salinan resep untuk pasien. 2. Pelayanan resep dengan resep BPJS (Gratis) Pelayananan BPJS (Gratis) adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang kurang mampu sehingga dipermuda dengan disediakannya obat oleh pemerintah.
Pelayanan dengan BPJS sama
dengan pelayanan umum, hanya untuk penderita TB dicatat waktu kunjungannya sesuai dengan nomor yang sesuai nomor yang tertera pada kartu biru dan mengambil lembaran khusus sebagai arsip, setelah itu Asisten Apoteker memeriksa kebenaran etiket dan kelengkapan lain yang dianggap perlu, kemudian menyerahkan obat yang diminta pada resep kepada pasien. 3. JKN Pelayanan ini khusus pasien JKN, dimana dalam pelayanannya diadakan untuk pasien yang menderita TB maupun Non TB, yang apabila pasien tersebut telah positif terkena TB maka diharuskan minum obat setiap hari, 4 bulan berikutnya hanya minum obat 3 kali seminggu. Jika pasien menderita penyakit paru atau penyakit lain yang menyertai, biasanya tidak ada ketentuan khusus tetapi harus mengadakan pemeriksaan laboratorium dan radiologi serta pemberian obat diberikan untuk jangka
waktu 5 hari pertama jika obatnya telah habis dan penderita masih mengalami gangguan maka diharapkan pasien kembali memeriksakan diri. b. Pelayanan di Sentra Dots (Directly Observed Treatment Short Course) Program pelayanan di Sentra Dots mengacuh pada pelayanan yang berdasarkan DOTS.
Pelayanan ini merupakan suatu cara pengobatan TB
dimana setiap penderita diawasi langsung selama pengobatan agar teratur dalam menelan obat sampai dinyatakan sembuh.
Kebijakan nasional
pengendalian TB di Indonesia menggunakan strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO.
Focus utama DOTS adalah penemuan penyembuhan
pasiern dengan prioritas kepada pasien TB tipe menular, Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan demikian menurunkan insiden TB di masyrakat. Menemukan dan membantu proses penyembuhan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Kemenkes RI, 2012). Strategi DOTS terdiri dani 5 komponen kunci(Kemenkes RI,2012): 1. Komitmen politis 2. Pemerksan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya 3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu 5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan program DOTS di sentra Dots, berikut ini adalah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelayanan di Sentra Dots yaitu (Kemenkes RI, 2012) 1. Pengawasan Menelan Obat (PMO) Selama proses pengobatan penderita didamping oloh seorang PMO, salah satu komponen DOTS adalah pengobatan pandu OAT jangka pendok dengan pengawasan langsung Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO a. Persyaratan PMO 1. Seorang yang dikenal dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien 2. Seorang yang tinggal dekat dengan pasien 3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela 4. Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama- sama dengan pasien b. Siapa Yang Bisa Jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas keseshatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Juru Imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas PMO
1. Mengawas pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan 2. Memberikan dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur 3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah di tentukan 4. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi Yang Perlu Dipahami PMO 1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan 2. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur 3. Cara penularan TB
gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya 4. Cara pemberian pengobatan pasien(tahap intensif dan lanjutan) 5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur 6. Kemungkinan terjadi efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan 2. Panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Panduan
OAT
yang
digunakan
oleh
program
Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. a. Kategori 1. 2(HRZE)/4(HR)3 b. Kategori 2 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Disamping kedua kategori ini disediakan panduan obat disispan (HRZE).
a. Kategori anak : 2HRZ/4HR b. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu; kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid dan etambutol. Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT- KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien, Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB (Kemenkes RI, 2012). a. Dosis obat dapat disesuiakan dengan berat badan sehingga menjamin efektivitas obat dan menguragi efek samping. b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemerian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (Kontinuitas) pengobatan sampai selesai. (Kemenkes RI, 2012). Berikut ini beberapa kategori/jenis pengobatan dalam pelaksanaan pelayanan di sentra Dots,yaitu: Paduan OAT Pertama dan Peruntukannya 1. Kategori 1: (2HRZE/4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : a. Pasien baru TB paru BTA positif b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif c. Pasien TB ekstra paru
Table 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1 Berat Badan
Tahap Intensif Tiap Hari
Tahap Lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE
seminggu selama 16
(150/75/400/275)
minggu RH (150/150)
30 – 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 – 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 – 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Table 2. Dosis paduan OAT – kombipak untuk kategori 1
Tahap Pengobatan
Lama Pengobatan
Dosis per hari 7 kali Tablet Isoniazid
Kaplet rifampisin
Tablet Tablet pirasinamid etambutol
Jumlah hari/kali menelan obat
@300 mg
@450 mg
@500 mg
@250 mg
Intensif
2 Bulan
1
1
3
3
56
Lanjutan
4 Bulan
2
1
-
-
48
2. Kategori 2 (2HRZE)S/(HRZE)/5((HR)3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya. d. Pasien kambuh, yaitu pasien yang telah melalui pengobatan lengkap dan dinyaatakan sembuh namun sakit kembali e. Pasien gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. f. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default), yakni pasien yang tidak berobat dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Table 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT kategori 2 BB (kg)
Tahap intensif setiap hari
Tahap lanjutan 3
RHZE (150/75/400/275)
kali seminggu
Selama 56 hari
Selama 28 hari
RH (150/150) + E (400)
30-37
2 tab 4 KDT + 500
2 tab 4 KDT
mg Streptomisin
2 tab 2 KDT + 2 tab Ethambutol
inj 38-54
3 tab 4 KDT + 750 mg Streptomisin
3 tab 4 KDT
3 tab 2 KDT + 3 tab Ethambutol
inj 55-70
4 tab 4 KDT +
4 tab 4 KDT
4 tab 2 KDT + 4
1000 mg
tab Ethambutol
Streptomisin inj ≥ 71
5 tab 4 KDT +
5 tab 4 KDT
5 tab 2 KDT + 5
1000 mg
tab Ethambutol
Streptomisin inj Catatan : c. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. d. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. e. Cara melarutkan streptomisin vial 1 g yaitu dengan menambahkan aquadest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg). 3. OAT sisipan (HRZE) Berat Badan
Tahap intensif setiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg
2 tab 4 KDT
38-54 kg
3 tab 4 KDT
55-70 kg
4 tab 4 KDT
≥ 71 kg
5 tab 4 KDT
Table 4. dosis kombipak untuk sisipan Tahap pengobatan
Lama pengobatan
Tablet Isoniasid @300 mg
Tahap intensif
1 bulan
1
Kaplet Tablet Tablet Rifampisin Phyrazinamid Ethambutol @450 mg @500 mg @250 mg 1
3
3
Jumlah hari/kali pembagian obat 28
(dosis harian)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Penggunaan lini ke 2 misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua (Kemenkes, 2012).
3. Efek Samping OAT dan pelaksanaannya Tabel berikut menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala. Table 5. Efek Samping ringan OAT Efek Samping
Penyebab
Penatalaksana
Tidak ada nafsu makan,
Rifampisin
Semua OAT diminum
mual, sakit perut Nyeri sendi Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki
malam sebelum tidur Phyrasinamid INH
Beri aspirin Beri
vitamin
B6
(piridoxin) 100 mg per hari
Warna kemerahan pada
Rifampisin
air seni (urine)
Tidak perlu diberi apaapa,
tetapi
penjelasan
perlu kepada
pasien
Table 6. efek samping berat OAT Efek samping
Penyebab
Penatalaksana
Gatal dan kemerahan Semua jenis obat
Ikuti
pada kulit
dibawah
Tuli
Streptomisin
penatalaksanaan
Steptomisin dihentikan, diganti ethambutol
Gangguan
Streptomisin
keseimbangan
Streptomisin dihentikan diganti ethambutol
Ikterus tanpa penyebab Hampir lain
semua
OAT
jenis Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati
Bingung dan muntah- Hampir muntah
semua
jenis Hentikan ethambutol
(permulaan OAT
ikterus karena obat) Gangguan penglihatan Purpurantan
Ethambutol
Hentikan Ethambutol
renjatan Rifampisin
Hentikan Rifampisin
(syok)
4. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA Positif a. Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (Follow-up) hasil negative pada AP dan satu pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan Lengkap Pengobatan lengkap adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. c. Meninggal Meninggal maksudnya pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. d. Putus berobat (Default) Putus berobat adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. e. Gagal Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. f. Pindah Pasien pindah (transfer out) adalah pasien yang dipindahkan ke unit pencatatan dan pelaporan (registrasi) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. g. Keberhasilan pengobatan (Treatment Success) Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien BTA + atau biarkan positif c. Pelayanan Di Penyuluhan TB/Gizi Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan,
sehingga
masyarakat tidak saja sadar,
tau dan mengerti tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat,
tau caranya bagaimana dan melakukan apa yang bisa
dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Efendy, 1998). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang berhubungan dengan pencatatan tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Pendidikan kesehatan sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha dkk, 2002). Tujuan pendidikan kesehatan adalah(Effendy, 1998) 1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perlakuan hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal 2. Terbentuknya perilaku sehat individu,
keluarga,
kelompok dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan. Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-
langkah dalam
penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut: 1. Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat 2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat 3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan masyarakat 4. Menyusun perencanaan penyuluhan yang dapat meliputi : a. Menetapkan tujuan b. Penentuan sasaran c. Menyusun materi/penyuluhan d. Memilih metode yang tepat e. Pelaksanaan penyuluhan f. Penilaian hasil penyuluhan g. Tindak lanjut dari penyuluhan.
LAMPIRAN Penerimaan Mahasiswa Oleh Pihak Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Penyerahan Mahasiswa dari Pembimbing Akademik ke Pembimbing Lahan
Menyiapkan Obat yang ingin diracik
Membuat Kapsul Aminoplylin
Menyusun dan merapikan Obat di Gudang Farmasi
Menyiapkan Obat Sesuai permintaan Resep
Melakukan Kegiatan Kerja Bakti di BBKPM
Melakukan Kegiatan Senam Bersama di BBKPM
Melakukan Stock Opname Di Gudang ALKES