Laporan Kerja Praktek.pdf

  • Uploaded by: Andi Muhammad Alif
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kerja Praktek.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 8,617
  • Pages: 54
ANALISA CONING DAN CHANNELING PADA LAPANGAN KAMPAR

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Oleh

ANDI MUHAMMAD ALIF M. A. LANTARA

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANRI ABENG 2018

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sebagai generasi bangsa untuk turut serta dalam upaya pembagunan nasional, kita dituntut untuk menjadi pribadi yang dapat diandalkan dan dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah kita dapatkan selama menempuh pendidikan sebagai seorang mahasiswa. Ilmu-ilmu yang diperoleh melalui pendidikan formal dirasa tidaklah cukup untuk membentuk generasi yang mampu dan handal dalam memecahi persoalan pembangunan negeri ini. Dibutuhkan tenaga kerja yang bukan hanya pandai dalam teori, tetapi juga pandai secara praktik. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu tinjauan lapangan dan pengaplikasiannya di lapangan yang mana dapat disebut dengan Kerja Praktik. Kerja Praktik (KP) pada dasarnya adalah merupakan aplikasi dari semua ilmu yang didapatkan dari bangku kuliah dan kemudian diterapkan di lapangan pada kondisi yang nyata. Kerja Praktik (KP) ini merupakan sebagian visualisasi dari mata kuliah yang telah ditempuh seperti teknik pemboran, teknik produksi, dan teknik reservoir. Tujuan dari Kerja Praktik ini adalah memberikan gambaran nyata di lapangan, menerapkan ilmu yang telah diperoleh ke dalam aktivitas yang nyata di industri migas, dan sebagai studi banding antara teori yang selama ini dipelajari dengan keadaan nyata di lapangan. PT. Pertamina Hulu Energi Kampar merupakan salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyerahkan Blok Kampar di Riau kepada anak usaha PT Pertamina (persero), PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Penyerahakan itu dilakukan dengan penandatanganan Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Wilayah Kerja Kampar antara SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Kampar.

1

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hufron Asrofi mengatakan nilai investasi untuk pengelolaan Blok Kampar sebesar US$13,5 juta. Investasi tersebut digunakan untuk studi geologi, geofisika, reservoir, dan produksi selama tiga tahun pertama. Lalu, PHE juga akan melakukan pengeboran 5 sumur sisipan dan 1 sumur eksplorasi. Pemerintah juga menerima komitemen berupa signature bonus dari PHE sebesar US$5juta. Jadi akan ada alih kelola wilayah Kampar dari PT Medco E&P Indonesia kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Kampar," kata Hufron dalam laman daring Kementerian ESDM yang dikutip Media Indonesia. Blok Kampar dioperasikan oleh PT Stanvac Indonesia sejak 1993. Kemudian, blok tersebut diambilalih oleh PT Medco E&P Indonesia pada 1995 dan berakhir masa kontraknya pada 2013. Selama 2013-2015, pemerintah memberikan penugasan kepada PT Medco E&P untuk mengoperasikan sementara blok tersebut. Sebagai informasi, total cadangan dari 12 lapangan original oil in place (OOIP) yang ada di Blok Kampar sebesar 200,386 MMSTB. Rata-rata produksi minyak bumi di blok tersebut sejak Januari 2015 - Oktober 2015 sebesar 1.380 barel per hari (bph).

1.2 Tujuan Kerja Praktik 1.2.1 Tujuan 1. Untuk memenuhi persyaratan akademis yang telah ditetapkan Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Tanri Abeng 2. Mengetahui secara langsung operasi yang diterapkan di lapangan. 3. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh pengalaman dalam

hal

engineering

praktis,

kemampuan

berkomunikasi,

dan

bersosialisasi di dalam dunia industri. 4. Menambah pengalaman praktek di lapangan, dan mampu mengaplikasikan semua teori kuliah dengan di lapangan yang sebenarnya, sehingga pada nantinya dapat digunakan sebagai bekal di kemudian hari.

2

5. Memperkenalkan mahasiswa pada profil perusahaan serta suasana kerja yang ada di lingkungan industri perminyakan.

1.2.2. Manfaat 1. Mahasiswa memperoleh pengalaman dan menambah wawasan dalam hal kemampuan

berkomunikasi,

dan

bersosialisasi

di

dalam

industri

perminyakan. 2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori dan konsep-konsep yang telah diperoleh dalam perkuliahan Teknik Reservoir, Teknik Pemboran, Teknik Produksi, dan seluruh praktikum dengan kondisi lapangan sebenarnya. 3. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Perguruan Tinggi pada umumnya, Jurusan Teknik Perminyakan pada khususnya mengenai ilmu terapan yang sesuai dengan kondisi yang nyata. 4. Mengetahui permasalahan yang biasa timbul dan solusinya dalam dunia perminyakan. 5. Mahasiswa mengenal keadaan dunia perminyakan yang akan dihadapi sehingga dapat melakukan persiapan sebelum terjun langsung ke dalamnya.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktik Pelaksanaan kerja praktik ini berlangsung mulai tanggal 3 Desember 2018 – 31 Desember 2018 di kantor PT. Pertamina Hulu Energi Siak – Kampar departement subsurface, khususnya east reservoir management.

1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktik Ruang lingkup kerja praktik di PT. Pertamina Hulu Energi Siak-Kampar adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari dan memahami Sejarah Pertamina secara keseluruhan di PT. Pertamina Hulu Energi Kampar. 2. Mempelajari dan memahami tentang rekapitulasi dalam sumur Batang 3. Mempelajari dan memahami pelaksanaan operasi dan kegiatan yang dilakukan oleh PT. Pertamina Hulu Energi Kampar.

3

4. Mempelajari dan memahami ilmu Teknik Produksi secara nyata di PT. Pertamina Hulu Energi Kampar. 5. Mempelajari dan memahami cara membuat kontrak kerja sama antara perusahaan di PT. Pertamina Hulu Energi.

1.5. Metode Kerja Praktik Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kerja praktik meliputi : 1. Diskusi 2. Studi Literatur 3. Studi kasus

4

BAB II PROFIL UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi akhirnya resmi menjadi pengelola Blok Kampar. Pertamina berhasil mengambil alih pengelolaan blok tersebut dari PT Medco E&P. Pengambil alihan ini ditandai secara resmi dengan penandatanganan Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil (PSC) dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiataan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Penandatangan dilakukan di Hotel Discovery Kartika Plaza.. Direktur Jenderal Migas, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi ikut hadir dalam acara tersebut. Pada hari Senin (2/11), telah dilakukan penandatanganan Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Wilayah Kerja Kampar antara SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Kampar. Dalam penandatanganan kontrak kerja sama tersebut, ada komitmen pasti yang diberikan Pertamina, diantaranya, melakukan studi geologi, geofisika, reservoir, dan produksi untuk tiga tahun pertama. Kemudian pengeboran lima sumur sisipan (infill drilling), dan satu pengeboran sumur eksplorasi dengan total nilai US$ 13,5 juta. Pemerintah juga akan menerima bonus tanda tangan (signature bonus ) sebesar US$ 5 juta. Wilayah Kerja Kampar terletak di Provinsi Riau dengan luas wilayah kerja sebesar 469,22 kilometer persegi. Total cadangan dari 12 lapangan Original Oil in Place (OOIP) yang ada di wilayah tersebut mencapai 200,386 juta tangki barel (MMSTB). Sementara produksi minyak harian untuk periode Januari hingga Oktober 2015 sebesar 1.380 barel per hari. Blok Kampar awalnya dioperasikan oleh PT Stanvac Indonesia sejak tahun 1993. Pada 1995 Medco mengambil alih kontrak blok tersebut dan berakhir pada 2013. Selama 2013 – 2015 pemerintah memberikan penugasan kepada PT Medco E&P untuk mengoperasikan sementara wilayah kerja tersebut.

5

Penandatanganan (kontrak) ini menandai akan dilakukannya alih kelola wilayah Kampar dari PT Medco E&P Indonesia sebagai pengelola sementara kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Kampar pada tahun 2016 dengan produksi saat ini pada tahun 2018 sekitar 1.100 barel per hari.

2.2. Visi dan Misi Visi dari PT. Pertamina Hulu Energi Kampar : “Menjadi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasioanal yang Ungul dan Handal”. Misi dari PT. Pertamina Hulu Energi Kampar : “Meningkatkan Produksi Minyak dan Gas Bumi melalui operasional dan QHSSE Exeselen untuk mencapai laba tinggi serta memberikan manfaat lebih bagi Stakeholder”.

2.3. Tata Nilai Nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh segenap pimpinan dan karyawan PT. Pertamina Hulu Energi Kampar adalah 6C, yakni sebagai berikut : 1. Clean – Bersih Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, menjenjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik. 2. Competitive - Kompetitif Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya, dan menghargai kinerja. 3. Confident - Percaya Diri Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi perusahaan, dan membangun kebanggan bangsa. 4. Customer - focused – Fokus pada pelanggan Berorientasi pada kepentingan pelanggan, dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

6

5. Commercial – Komersial Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat. 6. Capable – Berkemampuan Dikelola oleh pimpinan dan pekerja yang profesional serta memiliki talenta dan penguasaan teknis yang tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.4. Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. Pertamina Hulu Energi Kampar saat ini sebagai berikut : Tabel 2.1 Struktur Organisasi PHE Kampar

2.5. Lokasi dan Daerah Operasi Wilayah Kerja Kampar terletak di Provinsi Riau dengan luas wilayah kerja sebesar 469,22 kilometer persegi. Total cadangan dari 12 lapangan Original Oil in Place (OOIP) yang ada di wilayah tersebut mencapai 200,386 juta tangki barel / Million Stock Tank Barrel (MMSTB). Sementara produksi minyak hariannya untuk periode Januari hingga Oktober 2015 sebesar 1.380 barel per hari.

7

Gambar 2.1 Wilayah Kerja PT. PHE Kampar Wilayah Kerja PT. Pertamina Hulu Energi Kampar menjadi 1 area, yakni Sentral Sumatra Area. Dengan luas area 469 km2 dan produksi rata – rata pada tahun 2013 sekitar 1787 BOPD , dan pada tahun 2014 jumlah produksinya sekitar 1835 BOPD, terdapat jumlah sumur prosuksinya sebanyak 115 dengan sumur injeksi sebanyak 23 sumur.

Gambar 2.2 Latar Belakang Blok Kampar

8

Adapun peta situasi Blok Kampar yang di mana terdapat 12 sumur dengan terbagi 2 bagian . Distri pertama terdapat pada sumur Pekan , Parum , Binio dan distric kedua terdapat pada sumur Panduk, NW. Merbau, Telayap , Merbau Mutiara , Kerumutan , Gemuruh , Kayura , E.Kayura dengan sumur yang masih aktif sekitar 102 sumur.

DISTRI K II

DISTRI KI

Gambar 2.3 Peta Situasi Kampar Area Saat ini, total produksi PT. Pertamina Hulu Energi Kampar sekitas 1.100 BOPD dan produksi gas sekitar 0.5 MMSCFD dan terdapat OOIP di Distrik 1 sekitar 200.39 MMSTB dan terdapat juga EUR sekitar 80.40 MMSTB dengan kumulatif produksi 81.73 MMSTB kemudian dari hasil EUR di kurangi dengan kumulatif produksinya mendapatkan Rem.Res sekitar 2.66 MMSTB. Tabel 2.2 Status Sumur – Sumur Sumatra Tengah

9

Saat ini, total produksi PT. Pertamina Hulu Energi Kampar sekitas 1.100 BOPD dan produksi gas sekitar 0.5 MMSCFD dan terdapat OOIP di Distrik 1 sekitar 200.39 MMSTB dan terdapat juga EUR sekitar 80.40 MMSTB dengan kumulatif produksi 81.73 MMSTB kemudian dari hasil EUR di kurangi dengan kumulatif produksinya mendapatkan Rem.Res sekitar 2.66 MMSTB.

2.6. Kegiatan Produksi 2.6.1. Eksplorasi Aktivasi eksplorasi memainkan peran penting untuk menjaga dan menambah cadangan minyak maupun gas. Tujuan dari kegiatan eksplorasi di PT. Pertamina Hulu Energi Kampar adalah untuk memperoleh cadangan migas baru di dalam maupun luar negeri. Aktivitas ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk pertumbuhan aset melalui kegiatan eksplorasi.

2.6.2. Produksi PT. Pertamina Hulu Energi Kampar menjalankan berbagai upaya untuk memaksimalkan produktivitas sumur – sumur yang ada di Kampar.PT. Pertamina Hulu Energi Kampar juga telah mengembangkan keahlian teknis dan pengalaman dalam eksploitasi, seperti, kerja ulang, stimulasi, pembukaan kembali reaktivasi sumur-sumur yang tidak produktif.

2.7. Health, Safety, and Environment (HSE) 2.7.1. Kebijakan HSE Keselamatan kerja adalah hal terpenting dalam aktivitas produksi dan cara kerja untuk menuju bebas kecelakaan (zero incident). Keselamatan operasi di terapkan pada semua jenis pekerjaan yang dilakukan di lapangan operasi PT. Pertamina Hulu Energi Kampar dan semua pekerja yang terlibat dalam pekerjaan. Tujuan utamanya dalah untuk menyelesaikan pekerjaan masing-masing tanpa terjadinya kecelakaan yang menimpa diri kita sendiri ataupun rekan-rekan sekerja dan agar tidak terjadi kegagalan operasi, maupun komplain terhadap pekerja dan perusahaan.

10

PT. Pertamina Hulu Energi Kampar dalam setiap kegiatannya berkomitmen melindungi setiap orang, aset perusahaan, lingkungan, dan masyarakat sekitar dengan tujuan agar bisnis berjalan aman dan ramah lingkungan. Tidak ada kerugian akibat dari insiden dan resiko operasi dapat diminimalkan, menciptakan citra yang baik di mata masyarakat dan konsumen. Aspek Healthy, Safety, and Environment (HSE) menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari setiap kegiatan dan setiap individu pekerja.

11

BAB III OVERVIEW BLOK KAMPAR

3.1 Overview Blok Kampar terletak di Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu,Kampar, sampai Padang Lawas, Sumatra Utara. PT. PHE baru melakukan caretaking pada tanggal 1 Januari 2018. Saat ini Blok Kampar memiliki 8 Sumur lapangan dengan total sumur aktif sebanyak 110 sumur dengan total produksi sebanyak 1100 BOPD. Di lapangan Kampar memiliki 8 Sumur lapangan yaitu Binio, Eka, East Kayuara, Kayuara, Gemuruh, Kaju, Merbau, dan North Merbau.

3.1.1 Overview Lapangan East Kayuara (EKA) Lapangan East Kayuara (EKA) ditemukan oleh PTSI pada bulan Desember tahun 1983 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Desember tahun 1983. Formasi yang dimiliki berupa Sandstone dengan struktur Anticline. Di East Kayuara ini terdapat reservoir/ zona Tualang dan Lakat Sand. Tipe fluida reservoir di East Kayauara ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Di East Kayuara ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa Structural. Di East Kayuara ini memiliki IPR sekitar 967 – 1500 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 300 – 900 psig dan tekanan saturasi sekitar 225 psig. Di lapangan ini jg memiliki temperatur reservoir sekitar 179 oF. dengan solution gas oil rasio sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 30,8 oAPI minyak.

12

Gambar 3.1 Peta Struktur Lapangan East Kayuara

13

3.1.2 Overview Lapangan Binio Lapangan Binio ditemukan oleh PTSI pada bulan Februari tahun 1952 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Februari tahun 1952. Formasi yang dimiliki berupa Lakat. Di lapangan Binio ini terdapat reservoir berupa zona Lakat A,B,C, dan D sand. Dan tipe fluida reservoir di lapangan Binio ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Di Binio ini memiliki litologi berupa Near shore sandstone interbedded with shale dengan tipe perangkap berupa Structural Anticline. Di Binio ini memiliki IPR sekitar 633 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 360 psig dengan tekanan gradient sekitar 0.295 psig/ft. Di lapangan ini jg memiliki temperatur reservoir sekitar 147 oF, dengan solution gas oil rasio sekitar 15 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini memiliki 34 oAPI minyak dan 0.6 gas.

Gambar 3.2 Peta Struktur Lapangan Binio

14

3.1.3 Overview Lapangan Kaju Lapangan Kaju ditemukan oleh MEPI pada bulan Oktober tahun 2006 dan memulai produksinya pada bulan Maret tahun 2008. Formasi yang dimiliki berupa Anticline dengan struktur Tualang Sand. Di lapangan Kaju ini terdapat reservoir zona Tualang Sand. Dan tipe fluida reservoir di lapangan Kaju ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Lapangan Kaju ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa Structural. Di Kaju ini memiliki IPR sekitar 1348 psig. Lapangan ini juga memiliki temperatur reservoir sekitar 190 oF di tentukan oleh survei SBHP. Solution gas oil rasio pada lapangan Kaju sekitar 36 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 38 oAPI minyak.

Gambar 3.3 Peta Struktur Lapangan Kaju

3.1.4 Overview Lapangan Gemuruh Lapangan Gemuruh ditemukan oleh PTSI pada bulan Desember tahun 1983 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Desember tahun 1983. Formasi yang dimiliki berupa Anticline. Lapangan Gemuruh ini terdapat reservoir

15

zona Tualang dan Lakat sand. Tipe fluida reservoir di lapangan Gemuruh ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Lapangan Gemuruh ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa structural dan stratigraphic. Lapangan Gemuruh ini memiliki IPR sekitar 1023 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 438 psig dengan tekanan gradient sekitar 0.161 psig/ft. Lapangan ini jg memiliki temperatur reservoir sekitar 165 oF. dengan solution gas oil rasio sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 33 oAPI minyak, 0.75 gas, dan 3 oAPI Condensate.

Gambar 3.4 Peta Struktur Lapangan Gemuruh

3.1.5 Overview Lapangan Kayuara Lapangan Kayuara ditemukan oleh PTSI pada bulan Desember tahun 1983 dan memulai produksinya pada bulan Desember tahun 1983. Formasi yang dimiliki berupa Anticline. Lapangan Kayuara ini terdapat reservoir zona Tualang

16

‘G,H,I’ Sand. Tipe fluida reservoir di Kayuara ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Lapangan Kayuara ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa Structural dan Stratigraphic. Lapangan Kayuara ini memiliki IPR sekitar 1178 psig. Lapangan ini juga memiliki temperatur reservoir sekitar 190 oF, dengan solution gas oil rasio sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 33 oAPI minyak dan 3 oAPI Condensate.

Gambar 3.5 Peta Struktur Lapangan Kayuara

3.1.6 Overview Lapangan Kerumutan Lapangan Kerumutan ditemukan oleh PTSI pada bulan Oktober tahun 1979 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Oktober tahun 1979. Formasi yang dimiliki berupa Anticline. Di lapangan Kerumutan ini terdapat reservoir zona Tualang dan Binio sand. Dan tipe fluida reservoir di lapangan Kerumutan ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana.

17

Lapangan Kerumutan ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa Structural Anticline. Di Kerumutan ini memiliki IPR sekitar 1050 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 262 psig dengan tekanan gradient sekitar 0.101 psig/ft. Di lapangan ini jg memiliki temperatur reservoir sekitar 190 oF. dengan solution gas oil rasio sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 33 o

API minyak, 0.75 gas, dan 3 oAPI Condensate.

Gambar 3.6 Peta Struktur Lapangan Kerumutan

3.1.7 Overview Lapangan Merbau Lapangan Merbau ditemukan oleh PTSI pada bulan Agustus tahun 1977 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Agustus tahun 1977. Formasi yang dimiliki berupa Anticline. Lapangan Merbau ini terdapat reservoir zona Tualang, Lakat,dan Binio sand. Tipe fluida reservoir di lapangan Kerumutan ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana.

18

Lapangan Merbau ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa Structural. Lapangan Merbau ini memiliki IPR sekitar 1065 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 410 psig dengan tekanan gradient sekitar 0.161 psig/ft. Lapangan ini juga memiliki temperatur reservoir sekitar 185 o

F. Solution gas oil rasio pada lapangan Merbau sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh

analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 34 o

API minyak, 0.75 gas, dan 3 oAPI Condensate.

Gambar 3.7 Peta Struktur Lapangan Merbau

3.1.8 Overview Lapangan Merbau Utara Lapangan Merbau Utara ditemukan oleh PTSI pada bulan Mei tahun 1980 dan memulai produksinya pada bulan yang sama yaitu Mei tahun 1980. Formasi yang dimiliki berupa Anticline. Lapangan North Merbau ini terdapat reservoir zona Tualang, Lakat,dan Binio sand. Tipe fluida reservoir di lapangan Kerumutan ini berupa minyak dan telah terbukti terdapat cadangan disana. Lapangan Merbau Utara ini memiliki litologi berupa Sandstone dengan tipe perangkap berupa

Structural. Di Lapangan Merbau Utara ini memiliki IPR

sekitar 1065 psig dengan estimasi tekanan reservoir sekitar 500 psig, tekanan

19

saturasi sekitar 124 psig dengan tekanan gradient sekitar 0.235 psig/ft. Lapangan ini jg memiliki temperatur reservoir sekitar 175 oF. Solution gas oil rasio sekitar 30 scf/stb ditentukan oleh analisis PVT. Pada gravitasi dengan suhu 60 oF, lapangan ini hanya memiliki 34 oAPI minyak, 0.75 gas.

Gambar 3.8 Peta Struktur Lapangan North Merbau

20

BAB IV DASAR TEORI 4.1. Overview Selama mengikuti Kerja Praktek di PT. Pertamina Hulu Energi Kampar, diperoleh beberapa materi , dengan materi utama yaitu (Water Conning , Chenneling dan juga (overview) tambahan mengenai kontrak kerja , rekapitulasi material pada sumur Batang dan Lindai PHE SIAK.

4.1.1 Laju Produksi Laju produksi merupakan aliran fluida dari reservoir ke lubang sumur yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan di reservoir dengan di lubang sumur , dimana tekanan dalam reservoir lebih besar dari tekanan yang berada dalam lubang sumur. Bila fluida reservoir yang mengalir dari reservoir ke dalam lubang sumur melalui suatu media berpori maka jumlah debitnya selain tergantung terhadap perbedaan tekanan juga tergantung terhadap karakteristik fluida yang mengalir melalui media yang dilaluinya . karakteristik fluida yang berpengaruh secara langsung adalah kekentalan fluida dan faktor volume formasi , sedangkan karakteristik batuan yang berpengaruh secara langsung adalah permeabilitas batuan . Laju produksi dapat dinyatakan dalam barrel per hari (BPD) atau dapat pula dinyatakan dalam meter kubik per hari (m3/D) . Suatu hal yang penting untuk merencanakan laju produksi adalah memperhitungkan besarnya tekanan yang ada di dalam reservoir yang akan mempengaruhi perencanaan peralatan produksi serta untuk menghindari adannya kerusakan pada formasi . Laju produksi yang terlalu besar akan mengurangi efesiensi perolehan minyak serta dapat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan dengan cepat , sehingga mengakibatkan air akan ikut terproduksi dengan cepat .

21

4.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Laju Produksi Untuk memperoleh recovery minyak yang sebesar – besarnya perlu dilakukan perencanaan laju pengurasan , karena sangat mempengaruhi terhadap efisiensi perolehan minyak. Tentu banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan besar laju pengurasan yang optimum. Pertimbangan tersebut perlu diperhatikan untuk menghindari berkurangnnya efisiensi perolehan minyak . Berkurangnnya efisiensi perolehan minyak dapat disebabkan oleh : 1. Laju produksi terlalu besar , sehingga terjadi penurunan tekanan yang akan berlangsung dengan cepat serta akan menurunkan produktifitas formasi yang pada akhirnya

akan memperkecil

perolehan minyak yang didapat . 2. Air akan melewati minyak jika laju pengurasan terlalu cepat sehingga air akan lebih banyak terproduksi . 3. Laju produksi yang perlu besar akan menyebabkan terbentukanya water conning pada sumur serta dapat juga menyebabkan fingering dan/atau channeling . Faktor – faktor yang harus dipertimbangan dalam perencanaan laju pengurasan diantaranya adalah mekanisme pendorong , produktifitas formasi, sifat litologi batuan, spasi sumur, dan heterogenitas reservoir .

4.1.3 Mekanisme pendorong Mekanisme pendorong alamiah ini akan menentukan jumlah minyak yang akan didorong ke sumur – sumur produksi yang kemudian diproduksikan ke permukaan . Uren, membagi mekanisme pendorong berdasrkan fluida pendorong yang mempengaruhi dalam perencanaan laju pengurasan menjadi dua , yaitu : 1. Reservoir dimana mekanisme pendorongnya adalah air dan disebut juga reservoir dibawah kondisi hydraulic control. 2. Reservoir dimana mekanisme pendorongnya adalah gas dan disebut juga reservoir dibawah kondisi volumentric control.

22

Sedangkan mekanisme pendorong berdasarkan gravitasi tidak dimasukan karena dianggap selalu sama dalam setiap reservoir . Jika pada suatu reservoir mekanisme pendorongnnya adalah air dan reservoir tersebut mempunyai permeabilitas yang tinggi dan porositas batuan yang besar akan memungkinkan keseimbangan tekanan cepat tercapai maka laju pengurasan dapat direncanakan besar .

4.1.4 Produktifitas Formasi Produktifitas formasi akan memberikan besar laju pengurasan yang akan direncanakan. Besarnya produktifitas formasi suatu reservoir akan dipengaruhi oleh karakteristik batuan (Permeabilitas, saturasi), karakteristik fluida formasi (kelarutan gas dalam minyak, fakor volume formasi dari fluida, viskositas), beda tekanan reservoir dengan tekanan dasar sumur, ketebalan formasi dan mekanisme pendorong yang tersedia. Produktifitas formasi ini dinyatakan dalam bentuk konstanta bersatuan yang didalam dunia perminyakan dikenal dengan istilah Produktivity Index (PI). Semua faktor yang mempengaruhi besarnya produktifitas formasi di atas menunjukan besaran – besaran yang berhubungan langsung dengan pengurasan reservoir. Untuk perhitungan secara matematis besarnya produktifitas formasi yang dinyatakan dalam bentuk PI dinyatakan dengan persamaan : PI =

q ( Ps -Pwf)…………………………………………………………………………………………..4-1

Keterangan : PI = Productivitiy Index, barrel/day/psi Q = Laju pengurasan (produksi) total, barrel/day Ps = Tekanan statik sumur, psi Pwf = Tekanan dasar sumur, psi

4.1.5 Sifat Lithologi Batuan Reservoir Sifat litologi batuan reservoir adalah porositas, tekstur, derajat sementasi dan lain – lain yang mempengaruhi dalam perencanaan laju pengurasan. Pada

23

batuan yang porous maka akan diperoleh minyak yang lebih besar jika dibanding dengan batuan yang mempunyai porositas yang lebih kecil. Sedangkan permeabilitas memegang peranan penting dalam perencanaan laju pengurasan reservoir yang diinginkan. Reservoir dengan permeabilitas rendah akan menyebabkan laju pengurasan kecil sehingga menyebabkan minyak terperangkap disekitar sumur sehingga gradient tekanan yang tinggi tidak sanggup untuk menghasilkan laju pengurasan yang komersial.

4.1.6 Spasi sumur Spasi sumur didefinisikan sebagai luasan reservoir yang dapat dikuras oleh suatu sumur atau luas daerah yang dapat dijangkau oleh sumur dalam usahanya untuk menguras fluida yang terkandung didalamnya. Spasi sumur dinyatakan dalam besaran acre per sumur atau jarak antar sumur (feet) atau jumlah sumur per area. Berdasarkan susunan pola spasi sumur yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu spasi sumur dengan susunan teratur dan spasi sumur dengan susunan tidak teratur. Untuk spasi sumur dengan susunan teratur dilakukan apabila reservoir mempunyai struktur dan stratigrafi yang tidak kompleks serta memiliki homogenitas reservoir yang cukup, sedangkan untuk spasi sumur dengan susunan tidak teratur dilakukan apabila suatu lapangan mempunyai struktur dan stratigrafi kompleks, serta mempunyai reservoir yang heterogenitasnya tinggi. Spasi sumur dalam hal ini menunjukan besarnya jari-jari pengurasan dari suatu reservoir yang akan diproduksikan sehingga merupakan salah satu hal yang penting untuk menentukan besarnya jari-jari pengurasan dan lebih dikenal dengan istilah area pengurasan.

4.1.7 Heterogenitas Reservoir Heterogenitas reservoir adalah tingkat ketidakseragaman suatu reservoir. Dalam mempelajari perkembangan reservoir selalu dimulai dari studi geologi yang menguraikan luasan reservoir dan heterogenitas reservoir dalam skala yang

24

berlainan. Klasifikasi heterogenitas reservoir dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang didasarkan pada skalnya yaitu heterogenitas reservoir skala megakopis, skala makrokopis, dan skal mikrokopis. Pada umunya heterogenitas reservoir yang sering digunakan di lapangan adalah skala mikrokopis karena skal ini merupakan pencerminan dari ukuran poripori, bentuk batuan beserta distribusinya.

4.2 Water Coning Pada dasarnya air merupakan tenaga pendorong fluida minyak dari formasi produktif kedasar lubang sumur, maka air selalu berusaha mendesak fluida minyak kedasar lubang sumur, sehingga memungkinkan air mengalir masuk kedalam zona minyak dengan memotong arah aliran. Hal ini dapat terjadi akibat laju produksi dari suatu sumur tersebut melebihi laju produksi kritis, yaitu batas laju produksi yang bilamana dilampaui akan menyebabkan masuknya air kedalam sumur produksi. Hal lain mungkin juga karena posisi dasar perforasi terlalu dengan batas air-minyak. Water coning adalah pergerakan air secara vertikal dengan melewati batas air-minyak menuju atau masuk kedalam perforasi. Hal ini dapat terjadi akibat gradien tekanan alir yang bekerja pada suatu sumur relatif lebih besar jika dibandingkan dengan pradien gravitasi fluidanya, sehinnga batas minyak-air akan naik kelubang perforasi sampai batas tertentu. Kehadiran water coning ke dalam sumur akibat dari tekanan drawdown yang sangat besar disekitar sumur. Jika tekanan drawdown, ∆P, lebih besar dari beda tekanan gravitasi, dimana minyak cenderung diam di atas air, maka coning akan dapat terjadi. Jadi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : ∆P<0,433.(YW–Y0).hc ……………………………………………4-2 Keterangan : ∆P = P – Pwell = Tekanan drawdown pada sumur, psi Yw = SG air formasi Yo = SG minyak hc = jarak vertikal dari dasar interval perforasi sumur ke WOC, ft

25

Gambar 4.1. Water Coning Water coning adalah suatu pergerakan air dari zonanya masuk kedalam zona minyak secara vertikal menuju lubang sumur menembus batas air-minyak dan membentuk kerucut. Water coning dapat disebabkan oleh berbagai hal salah satunya adalah sumur tersebut diproduksikan melebihi laju produksi kritisnya. Laju produksi disini adalah laju produksi maksimum tanpa ikut terproduksinya air. Pada sumur yang diproduksikan diatas laju produksi kritisnya, yang akan mengalami masalah produksi air. Dalam hal ini bisa dilakukan perhitungan Water Breakthrough,

di

mana

perhitungan

ini

terproduksinya air dari bagian bawah perforasi.

26

memperkirakan

waktu

mulai

Gambar 4.2. Istilah Dalam Water Coning Keterangan Gambar 4.2 : Hc = Tinggi kerucut air dari dari BMA mula-mula Ho = Tinggi kolam minyak atau ketebalan lapisan minyak Hp = Tinggi perforasi Hpb = Jarak perforasi terbawah dengan puncak perforasi formasi Hpw = Jarak perforasi terbawah dari BMA mula-mula Ht = Tinggi kolam minyak ditambah tinggi kolam air Hw = Tinggi kolam air Pe = Tekanan reservoir Re = Jari-jari reservoir Rw = Jari-jari sumur Keadaan ini berhubungan dengan besarnyan laju produksi yang diperoleh, dimana laju produksi yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan alir minyak ke lubang sumur dan selanjutnya akan menyebabkan kesetimbangan antara tekanan air an gaya gravitasi antar fluidanya menjadi tidak stabil dan dapat membentuk bangun kerucut, sehingga air akan lebih mudah mengalir kedalam lubang bor, seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 di atas.

27

Sedangkan pada Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa masuknyua air untuk menggantikan kedudukan minyak akibat diproduksikan adalah merupakan kejadian

normal

pada

reservoir

dengan

mekanisme

pendorong

air.

Pengidentifikasian water coning dapat dilakukan dengan menganalisa : •

Meningkatnya laju produksi air karena menurunnya laju produksi minyak.



Perebedaan densitas antara dentitas minyak dengan dentitas air.



Jarak antara bottom perforasi dengan WOC.



Permeabilitas vertikal dan permeabilitas horisontal.



Penyebab daya dorong, yaitu water drive.

Agar tidak terjadi problem water coning di dasar lubang sumur, maka pengurasan terhadap reservoir harus diatur sedemikian rupa sehingga perbedaan tekanan aliran antara reservoir dengan sumur lebih kecil dari tekanan yang disebabkan oleh perbedaan densitas minyak dan air..

Gambar 4.3. Perkembangan Cone Dalam Reservoir Minyak Dengan mekanisme Pendorong Air Menurut Kermit Brown K.E (1980)., pada keadaaan awal ketika sumur diproduksikan dengan laju produksi kosntan, gradien tekanan awal

28

di daerah pengurasan konstan dan gradien tekanan alir lebih kecil dibandingkan gaya gravitasi, maka cone di dalam reservoir akan selalu stabil. Ketika gradien tekanan alir menjadi lebih besar dan melebihi gaya gravitasi fluidnya, maka air dan gas cone yang tidak stabil dan terus naik menuju lubang sumur. Cone yang tidak stabil ini akan terjadi akibat adanya ketidaksetimbangan antara gravitasi dengan tekanan air fluida yang disebabkan oleh perbedaan berat jenis fluida. Bilamana tekanan air

Gambar 4.4 Water Coning Dalam Bottom Water Drive Reservoir lebih besar dari besarnya gaya gravitasi maka air, akan membentuk kerucut (cone). Semakin besar gradiennnya,maka semakin tinggi kerucut yang terbetuk, dan sebaliknya jika gradien dari keduanya kecil maka kerucut yang terbentuk akan rendah.

Gambar 4.5 Cone Dalam Kondisi Stabil

29

Pada Gambar 4.5, memperliatkan kondisi kerucut pada saat stabil, dimana Pe adalah tekanan reservoir dan Pw adalah tekanan sumur produksi, ᵖo dan ᵖw adalah densitas minyak dan air, h adalah ketebalan zona minyak dari sumur, g adalah percepatan gravitasi, serta Z adalah tinggicone (h-Z). Kondisi kerucut yang stabil seperti terlihat pada gambar 4.6 kondisi ini dapat tercapai, apabila : •

Sumur diproduksikssn pada laju produksi konstan.



Gradien tekanan alir lebih kecil daripada gaya gravitasi antar fluidanya.



Gradien tekanan pada daerahpengurasan konstan.

4.2.1. Mekanisme Terjadinya Water Conning Pada kondisi statis air yang memiliki denstis lebih besar dari pada minyak akan menenmpati bagian bawah dari producing section.Jika zona transisi diabaikan, dapat dianggap bahwa batas kontak antara minyak dan air merupakan bidang datar dan rata, Jika sumur di produksikan ketika harga perubahan tekanan mencapai water level,maka batas kontak antara minyak dan air tersebut akan berubah menjadi seperti sebuah kerucut yang puncaknya mengarah ke dasar perforasi sumur. Bentuk kerucut ini disebabkan oleh terjadinya gradien tekanan alir di sekitar lubang sumur yang lebih besar dari gradien tekanan hidrostatis fluida dibawahnya .

4.2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempngaruhi Water Coning Perilaku coning di dalam sumur dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Parameter Geometris : •

Jari-jari sumur



Jari-jari pengurasan



Ketebalan total reservoir

30



Panjang interval perforasi



Posisi interval perforasi

Parameter Petrofisik : •

Porositas



Permeabilitas horizontal



Permeabilitas vertikal



Tekanan kapiler

Kondisi Batas : • Jenis mekanisme pendesakan -

Pendesakan atas atau bawah

-

Pendesak lateral, axi-symmetrical feed (coning)

-

Pendesak lateral, asymmetrical feed (coning)

-

Tidak ada pendesakan

• Cara produksi -

Laju alir konstan

-

Tekanan konstan

• Macam produksi -

Produksi satu fasa

-

Produksi dua atau tiga fasa

Dari semua parameter di atas, hanya 5 (lima) parameter yang dapat dikendalikan yaitu jari-jari sumur, radius pengurasan, interval perforasi, cara produksi dan macam atau jenis produksi. Dan adapun penyebab terjadinya water coning yang pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga penyebab, yaitu cara memproduksikan sumur, karakteristik reservoir, dan problem mekanis.

4.2.3 Cara Memproduksi Sumur Sumur yang diproduksikan dengan laju produksi di atas produksi kritis coning akan menyebabkan gradien tekanan aliran fluida di sekitar lubang sumur

31

bernilai lebih besar dari gradien tekanan hidrostatik fluida (gradien gaya gravitasi antar fluidanya), yang dapat dinyatakan dalam persamaan : ΔP>0,433(YwYo).hc ................................................................................................................. 4-3 Keterangan : ΔP = P – Pwf = Tekanan drawdown pada sumur, psi Yw = spesific gravity air formasi Yo = spesific gravity minyak

hc = jarak vertikal antara interval perforasi sumur dengan WOC, ft Hal tersebut akan menaikkan batas minyak – air dengan bentuk seperti kerucut, dimana puncaknya mengarah ke lubang sumur. Tinggi kerucut tergantung pada besarnya gradien tekanan air dengan gradien gaya gravitasi antar flluidanya. Semakin besar gradien tekanan alir maka semakin tinggi kerucut terbentuk, sebaliknya jika gradien tekanan alir kecil maka kerucut yang terbentuk akan rendah.

4. 3 Channeling Channeling terjadi karena adanya heterogenitas pada reservoir sehingga terdapat lapisan dengan permeabilitas tinggi. Contoh heterogenitas reservoir yang mengakibatkan terbentuknya channeling adalah rekahan, patahan, lapisan yang terputus dan perlapisan. Patahan umumnya merupakan penyebab utama channeling. Produksi air dapat juga terjadi dari aquifer melalui rekahan alami. Pada reservoir yang tidak terdapat patahan atau rekahan, adanya perlapisan dan perbedaan permeabilitas pada setiap lapisan dapat menyebabkan channeling antara sumur injeksi dan sumur produksi atau antara aquifer dengan sumur produksi.

4.4 Multilayer Channeling Formasi tersusun atas lapisan-lapisan yang tersusun dari batuan-batuan dengan kompesisi yang beragam atau disebut juga dengan heterogenitas reservoir.

32

Komposisi batuan inilah yang nantinya akan menentukan sifat fisik dari batuan tersebut, terutama porositas dan permeabilitas. Saat suatu sumur diproduksikan, baik minyak maupun air mengalir dari formasi dan akan lebih mudah mengalir melalui lapisan yang permeable. Tiap lapisan pada suatu formasi berbatasan langsung dan tidak memiliki pemisah sehingga memungkinkan adanya aliran antar lapisan. Selain itu, permeabilitas yang bervariasi antar lapisan merupakan faktor utama dari kecenderungan fluida untuk mengalir melalui lapisan-lapisan dengan permeabilitias yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya channeling antar lapisan formasi. Jika lapisan dengan permeabilitas tinggi berbatasan langsung dengan aquifer, maka air akan mengalir melewati lapisanlapisan yang permeabilitasnya lebih tinggi lalu masuk ke dalam sumur dan akhirnya akan terproduksi. Gambaran tentang multilayer channeling ditujukan pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Multilayer Channeling

4.4.1 Borehole Channeling Borehole Channeling berkaitan dengan adanya masalah komplesi seperti penyemenan dan masalah mekanis pada casing seperti adanya lubang yang disebabkan oleh korosi, retakan yang disebabkan karena usia, tekanan yang tinggi atau perubahan pada formasi dapat menyebabkan kebocoran pada casing. Biasanya kebocoran pada casing dapat terjadi karena tidak adanya semen dibelakang casing atau penyemenan yang kurang sempurna. Kebocoran pada

33

casing mengakibatkan terbentuknya channel dan adanya aliran dibelakang casing, sehingga air masuk kedalam sumur dan produksi air akan meningkat. Masuknya air kedalam lubang sumur dapat menyebabkan kerusakan pada formasi produksi karena adanya inflasi fluida. Channel untuk mengalirnya fluida ini akan berkembang selama sumur aktif dan akan lebih mudah untuk terjadi saat sumur sudah siap untuk diproduksikan atau saat didistimulasi. Gambaran tentang multilayer channel ditujukan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Borehole Channeling

4.4.2 High Water Saturation in Production Formation (Normal Displacement) Beberapa reservoir meiliki nilai awal water oil raito (WOR) yang cukup tinggi, sehingga nilai water cut juga tinggi dan banyak jumlah air yang akan ikut terproduksi bersama minyak.

4.5 Pelajaran Tambahan (Additional Attachment)

34

Selama mengikuti Kerja Praktek di PT. Pertamina Hulu Energi Siak & Kampar, diperoleh pelajaran tambahan berupa rekapitulasi alat yang dioperasikan sumur siak dan kontrak kerja sama antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain.

4.5.1 Kontrak kerja sama Setiap perusahaan pasti melakukan yang namanya kontrak kerjsama. Salah satu contoh yaitu ada suatu perusahaan memiliki 1 lapangan yang dimana mempunyai banyak sumur. Tidak mungkin perusahaan tersebut melakukannya seorang diri. Untuk itu diperlukan kontrak kerja sama agar semua dapat dicapai sesuai waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan tersebut. Dalam sistem kontrak kerjasama ada beberapa lampiran yang terkait yaitu: 1. Lampiran A (Lingkup Kerja) Dalam lampiran A ini menjelaskan tentang lokasi dan kondisi pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, jangka waktu perjanjian, sanksi dan denda, uraian dan syarat – syarat pelaksanaan kerja,perubahan lingkup pekerjaan, nilai perjanjian dan/atau janka waktu perjanjian, wakil pihak, dan yang terakhir surat menyurat dan pemberitahuan. 2. Lampiran A1(Uraian dan syarat – syarat teknis pekerjaan) Dalam lampiran A1 ini menjelaskan tentang definisi dari mobilisasi, demobilisasi, rig move, lokasi pekerjaan dan yang lain -lain. Lampiran A1 juga menjelaskan jenis dan spesifikasi pekerjaan yang diinginkan dalam pekerjaan tersebut. 3. Lampiran A2 (Syarat dan ketentuan khusus) Dalam lampiran A2 ini menjelaskan tentang personil yang dimana pihak kedua yang menyediakan dan memperkerjakan personilnya. Inilah kewajiban dari pihak kedua tersebut., yang kedua yaitu kewajiban pihak kedua atas peralatan dan fasilitas yang dimana pihak kedua harus menyiapkan peralatan secara tepat waktu. Lalu tanggung jawab para pihak yang dimana pihak pertama bertanggung jawab atas segala klaim yang timbul berkaitan dengan polusi atau kontaminasi yang terjadi

35

akibat substansi yang keluar dari bawah permukaan (sub surface) atau dari reservoir selama masa berlakunya perjanjain ini, termasuk namun tidak terbatas pada kerusakan lingkungan yang timbul dari kebakaran sumur, semburan liar, pengkawahan pada lokasi sumur atau kebocoran berikut pengendalian dan pemindahan segala polutan yang terkait kecuali jika klaim tersebut timbul yang disebabkan oleh kelalaian pihak kedua. Lampiran A2 ini juga menjelaskan tentang lost hole atau peralatan yang hilang di sumur tersebut. Lalu, loss of hole yang disebabkan oleh kelalaian pihak kedua terhadap hilangnya sumur tersebut. Lalu pendapat para ahli, serta lampiran A2 juga menjelaskan tentang tanggung jawab atas pencemaran. 4. Lampiran A3 ( Tanggung jawab masing-masing pihak) Dalam lampiran A3 ini menjelaskan tentang tanggung jawab setiap pihak yang terlibat yaitu pihak pertama ataupun pihak kedua dalam lingkup pekerjaan

artinya setiap pihak mempunyai tanggung jawab

masing-masing. 5. Lampiran A4 ( Daftar Perlatan Pokok ) Dalam lampiran A4 ini menjelaskan tentang Peralatan Pokok adalah peralatan pihak kedua yang harus selalu tersedia di pangkalan operasi, guna melayani pihak pertama setiap saat diperlukan.pangkalan operasi merupakan tempat di wilayah kerja pihak pertama, dimana pihak kedua akan menempatkan personil pihak kedua, peralatan, material dan kantor perwakilan pihak kedua. pangkalan operasi yang ditentukan dalam perjanjian. 6. Lampiran A5 (Daftar Personil Pihak kedua) personil pihak kedua yang merupakan personil inti/ahli, dipersyaratkan dapat berbahasa Indonesia, dengan kualifikasi sebagai berikut : 1. Wireline Engineer, lulus Sarjana Muda D-3 pengalaman minimum 8 (delapan) tahun, atau Sarjana S-1 pengalaman minimum 5 (lima) tahun, mempunyai Sertifikat Juru Tembak dari Migas yang masih berlaku.

36

2. Winchman, lulus SLTA pengalaman minimum 5 (lima) tahun, mempunyai sertifikat Departemen Tenaga Kerja

yang masih

berlaku. 3. Operator, lulus SLTA pengalaman minimum 3 (tiga) tahun, mempunyai sertifikat Departemen Tenaga Kerja

yang masih

berlaku. Untuk Wireline Engineer sertifikat yang dimiliki harus masih berlaku pada xwaktu pembukaan Tender dan sertifikat tersebut harus dilampirkan dalam usulan penawaran, sedangkan untuk jabatan-jabatan yang lain yang menurut peraturan pemerintah harus mempunyai sertifikat misalnya Winchman dan Operator, pihak kedua harus menunjukan sertifikat tersebut paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah ditunjuk sebagai pemenang. 7. Lampiran B2 ( Rincian Biaya ) Lampiran B2 menjelaskan tentang rincian biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi apa yang dibutuhkan di linkup pekerjaan tersebut, dari semua peralatan pekerjaan maupun konsumsi dan lain-lain.

4.5.2 Rekapitulasi Alat Pada Blok Siak memiliki 2 sumur yaitu sumur lindai dan sumur batang yang dimana lapangan tersebut terdapat 35 sumur lindai dan 86 sumur batang.dengan rekapitulasi ini sumur lindai dan sumur batang menggunakan beberapa jenis peralatan yang dimana diperlihatkan pada table berikut. Tabel 4.1 Rekapitulasi Jasa Instalasi Production Testline di sumur Lindai No. 1.

Material & Spec Hole Flange Cs WNRF #150

Size (inch)

Qty.

Units

2

44

Pcs

37

2.

3.

4.

5.

6.

7. 8.

Hole Flange Cs WNRF #150 Hole Flange Cs WNRF #150 Hole Flange Cs WNRF #150 Hole Flange Cs WNRF #300 Gate

Valve

Cs

#150

FLANGE Elbow 90 deg Cs sch 40 weld Reducer Cs, Sch 40 weld

1

48

Pcs

3

22

Pcs

1–2

4

Pcs

3

10

Pcs

2

22

Sets

2

58

Pcs

3–2

32

Pcs

Tabel 4.2 Rekapitulasi Jasa Instalasi Bypass Annulus Line ke Flowline di lapangan Lindai No.

Parts & Specs

Size

Qty.

1.

Check Valve Cs# 150 Treaded

2

4

2.

Gate Valve Cs#150 Treaded

2

1

3.

Union Hammer Cs#150 Treaded

2

4

4.

Elbow 90 deg Cs#150 Treaded

2

4

5.

Reducer Cs,SCH 40 Treaded

3–2

1

6.

Reducer Cs,SCH 40 Treaded

4–2

1

Tabel 4.3 Rekapitulasi Jasa Instalasi Production Testline di Lapangan Batang No.

Material

Size (inch)

38

Qty.

1.

Hole Flange Cs WNRF # 300

2

66

2.

Hole Flange Cs WNRF # 300

3

84

3.

Hole Flange Cs WNRF # 150

½

92

4.

Hole Flange Cs WNRF # 150

1

60

5.

Elbow 90 deg Cs sch 40 weld

2

160

6.

Hole Flange Cs WNRF #150

2

2

7.

Gate Valve Cs # 150 Flange

2

4

8.

Reducer Cs, SCH 40 weld

3–2

84

Tabel 4.4 Rekapitulasi Jasa Instalasi Bypass Annulus Line ke Flowline di lapangan Batang No.

Parts and Spec

Size (Inch)

Qty.

1.

Check Valve Cs#150

2

32

2.

Union Hammer Cs#150

2

34

3.

Elbow 90 Deg Cs#150

2

112

4.

Reducer Cs sch 40

3–2

13

5.

Gate Valve Cs#150

2

4

Dengan adanya rekapitulasi ini dapat diketahui bahwa peralatan – peralatan apa saja yang digunakan pada sumur – sumur tersebut.

39

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Latar Belakang Penggunaan Chan – Plot Pada Blok Kampar terdapat 350 sumur yang di mati/di Shut In. Dengan menggunakan metode Chan – Plot ini kita bisa mengetahui sumur – sumur mana yang masih bias memproduksi baik sumur itu mati maupun sumur yang telah di Shut In atau di hentikan sementara produksinya.

5.2 Identifikasi Water Coning dan Channeling Pada sumur minyak yang bertenaga dorong air sering kali mengalami problem produksi air. Hal ini terjadi karena sumur tersebut dikomplesi pada suatu zona minyak yang terletak di atas zona air, sehingga air dengan mudah mengalir memotong zona minyak secara vertical yang disebut water coning. Peningkatan laju produksi air karena adanya penurunan laju produksi minyak secara terus menerus merupkan indikator yang paling penting untuk dalam menganalisa water coning. Sebenarnya problem yang ditimbulkan karena peningkatan produksi air tidak hanya water coning tetapi dapat juga channeling, yaitu saluran air yang terbentuk dalam suatu zona minyak. Untuk itu sangat penting di lakukan diagnose mengidentifikasi masalah produksi air agar dapat dilakukan penanggulanagan problem dengan metode. Cara yang efektif untuk mengidentifiksi masalah ini dengan cara menggunakan plot yang telah dibuat oleh Chan. K.S.Chan memberikan metode ini dapat mendiagnosa secara cepat dan mengevaluasi problem yang timbul. Dengan menggunakan plot yang dihasilkan dari data sejarah produksi suatu sumur yang dianalisa antara lain: 1. Plot sejarah produksi untuk seluruh periode produksi minyak, air dan gas. 2. Plot antara WOR dan WOR’ 3. Plot produksi minyak kumulatif dan efisiensi recovery 4. Laju penurunan minyak dan gas.

40

Metode ini dapat menjadi salah satu cara yang sangat efektif untuk pemilihan pekerjaan perbaikan sumur akibat produksi air yang berlebihan sehingga dapat meningkatkan tingkat kesuksesan saat dilakukannya pekerjaan perbaikan sumur.

5.2.1 Conventional Plot Plot linear antara Water Cut vs Waktu digunakan untuk menunjukkan peningkatan dan kesulitan dari masalah produksi air yang berlebihan. Korelasi antara water cut atau fraksi air mengalir dan saturasi air rata – rata. Untuk aliran dua fasa sudah sangat diketahui. Tetapi hal ini tidak berguna karena distribusi saturasi pada reservoir berubah seiring dengan waktu. Saturasi fluida rata – rata dari perhitungan material balance tidak dapat memberikan informasi tentang kelakuan aliran fluida dalam formasi heterogen. Walaupun plot ini dapat juga digunakan untuk menunjukkan perubahan drastic dari water cut karena kegagalan saat komplesi atau masuknya air denga cepat di sebabkan karena adanya channeling, informasi yang diberikan dari hasil plot water cut sangat terbatas. Tanpa memperhatikan multilayer channeling atau coning, bentuk dari plot water cut hampir sama. Plot WOR linier atau semilog digunakan untuk mengevaluasi efisiensi recovery. Plot khusus yang menggunakan korelasi antara fraksi fungsi aliran dengan efisiensi recovery yang dibuktikan mampu untuk menggambarkan efisiensi penyapuan volumentrik dan normal waterflood. Plot ini juga dapat digunakan

untuk

mengevaluasi

efisiensi

produksi,

tetapi

tidak

dapat

menggambarkan secara detail mengenai kelakuan pada reservoir. Untuk aliran multilayer, WOR merupakan perbandngan antara jumlah perkalian permeabilitas tinggi dan tinggi lapisan water cut dengan sisa minyak pada lapisan produktif. Tetai estimasi ini sebagai pendekatan untuk mengevaluasi kelakuan penyebab terproduksinya air yang berlebihan tidak memberikan waktu terjadinya breakthrough dan hubungan antara laju perubahan WOR dengan mekanisme penyebab terproduksinya air yang berlebihan.

41

5.2.2 Diagnostic Plot Seperangkat diagnostic plot dihasilkan setelah diadakan serangkaian pengujian simulasi numerik pengendalian air secara sistematis dengan menggunakan simulator. Simulator tiga dimensi dan tiga fasa ini mampu memodelkan kelakuan aliran reservoir pada tenaga pendorong yang berbeda – beda dan perencanaan waterflood. Plot log – log antara WOR (daripada water cut) vs waktu diketahui lebih efektif dalam mengidentifikasi tren produksi dan mekanisme penyebab problem produksi. Diketahui juga bahwa turunan dari WOR (WOR’) vs waktu dapat digunakan untuk menentukan penyebab terproduksinya air yang berlebihan apakah karena water coning atau multilayer channeling. Gambar 5.1, menunjukkan perbedaan yang jelas antara perkembangan water coning dan multilayer channeling. Keduanya menggunakan seperangkat PVT dan data fungsi saturasi, distribusi permeabilitas dan porositas yang sama dan kondisi awal yang sama. Perbedaannya hanya terdapat pada geometri aliran. Untuk coning, water/oil contact (WOC) ditetapkan dan infux air digambarkan dengan injeksi air dengan tekanan konstan pada tepi reservoir dan hanya sampai lapisan terbawah dari air. Untuk channeling, lapisan bawah dari air dihilangkan. Injeksi air dimodelkan dengan injeksi air pada tekanan konstan ke semua lapisan pada tepi reservoir.

Gambar 5.1 Perbandingan WOR untuk Coning dan Channeling Untuk coning, waktu berakhirnya periode awal cenderung cepat tergantung dari berbagai parameter ttapi yang utama adalah jarak antara WOC dengan

42

interval perforasi terbawah, perbandingan permeabilitas vertica dengan horizontal, laju influx air, pressure drawdown akibat produksi atau kecepatannya dan fungsi permeabilitas relative. Dilihat secara fisik, water coning terjadi ketika kerucut air bawah WOC telah mencapai interval perforasi terbawah. Untuk Channeling, waktu berakhirnya periode awal juga tergantung dari berbagai faktor tetapi yang utama adalah jarak antar sumur, laju injeksi dari injector, pressure drawdown akibat produksi atau kecepatannya, saturasi air mula – mula dan distribusinya disemuai lapisan dan fungsi permeabilitas relative. Dilihat secara fisik, berakhirnya periode awal grafik WOR untuk channeling berkaitan dengan masuknya air ke suatu lapisan yang berada pada formasi multilayer. Lapisan ini belum tentu memiliki permeabilitas terbesar. Saturasi air mula – mula dan distribusinya pada tiap lapisan bias jadi merupakan penyebab utama jika perbedaan permeabilitas antar lapisan tidak besar. Periode kedua menunjukkan peningkatan WOR seiring berjalannya waktu. Laju peningkatan akan berbeda untuk mekanisme masalah yang berbeda pula. Gambar 5.1, menunjukkan perbedaan yang mencolok antara coning dan channeling. Untuk coning, laju peningkatan WOR relative lambat dan secara bertahap mencapai nilai yang konstan di akhir periode ini. Selama periode ini, kerucut air dibawah WOC tidak hanya berkembang vertical ke atas menutupi hampir semua interval perforasi tetapi juga berkembang secara radial. Saturasi minyak dalam kerucut juga menurun secara bertahap hingga menjadi saturasi minyak residu. Untuk channeling, produksi air dari lapisan yang mengalami penerobosan akan meningkat dengan sangat cepat. Oleh karena itu, peningkatan WOR relative cepat. Sudut dari WOR water channeling tergantung dari fungsi permeabilias relative dan kondisi saturasi mula – mula. Akhir periode kedua, kenaikan WOR akan melambat saat memasuki periode transisi. Hal ini berkaitan dengan penghabisan produksi pada lapisan pertama yang mengalami dimasuki air. Akhir dari periode transisi menunjukkan kenaikan WOR yang berlanjut pada laju yang sama. Ini berkaitan dengan penerobosan air pada lapisan selanjutnya dengan konduktifitas air yang paling tinggi.

43

Periode transisi dapat sangat cepat tergantung dari perbedaan permeabilitas didalam suatu lapisan. Biasanya, periode transisi menjadi tidak berarti jika perbedaan permeabilitasnya kurang dari 4. Perubahan WOR pada periode transisi dipengaruhi oleh aliran menyilang pada lapisan dan fungsi tekanan kapilaritas.

Gambar 5.2 WOR dan WOR’ untuk Multilayer Channeling Pada periode ketiga untuk coning, kerucut pseudosteady-state telah terbentuk. Produksi sumur sebagian besar adalah air. Kerucut air tersebut menjadi channel dengan konduktifitas air yang tinggi. Peningkatan WOR menjadi sangat cepat menyerupai masalah channeling. Berakhirnya periode kedua merupakan awal dari periode ketiga. Untuk channeling, kenaikan WOR berlanjut dengan kecepatan yang sama dengan saat periode transisi. Lapisan kedua dengan konduktifitas air tertinggi juga mulai habis. Semua sudut WOR untuk channeling, termasuk satu sudut pada saat conning, akan sangat berdekatan nilainya karena semua dipengaruhi terutama oleh fungsi permeabilitas relative.

Gambar 5.3 WOR dan WOR’ untuk Bottom Water Coning

44

Pengujian lebih jauh lagi berkali – kali dilakukan untuk memastikan bahwa turunan waktu dari WOR dapat digunakan untuk membedakan coning dan channeling. Pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3, menunjukkan WOR dan WOR’ untuk channeling dan coning secara berurutan. WOR’ menunjukkan nilai slope positif yang cenderung konstan untuk channeling dan nilai slope negative yang berubah – ubah untuk coning. Tren WOR’ untuk kelakuan channeling yang terjadi saat periode ketiga dari water coning ditunjukkan pada Gambar 5.4. hasil plotnya juga memperlihatkan slope positif.

Gambar 5.4 Bottom water coning dengan channeling di akhir periode

Untuk bottom water drive yang cukup kuat, jarak antar sumur menjadi faktor kunci untuk kejadian dari coning menjadi channeling saat memasuki periode ketiga. Gambar 5.5, menunjukkan serangkaian plot simulasi sebagai fungsi dari jarak antar sumur (10 hingga 150 acre) dan perbandingan permeabilitas vertical dan horizontal sebesar 0.1. Untuk jarak antar 10 hingga 20 acre, awal periode ketiga menjadi tidak dapat dibedakan. Air dibagian dasar akan muncul dan menerobos masuk secara vertical kedalam lubang – lubang perforasi yang terletak dibagian teratas dari formasi produksi.semakin jauh jarak antar sumur, semakin lama waktu penundaan menerobosnya air. Fenomena ini juga bergantung pada beberapa factor lain seperti laju penurunan drawdown atau tekanan, laju masuknya air dan juga fungsi permeabilitas relative.

45

Gambar 5.5 WOR Bottom Water Coning vs Well Spacing Segera setelah dilakukan waterflood, air injeksi akan dengan sangat cepat masuk kedalam channel atau lapisan dengan konduktifitas yang sangat tinggi. Sebagai contoh, sebuah lapisan dengan tebal 3 ft. memiliki permeabilitas 10 darcy berbatasan dengan lapisan – lapisan berpermeabilitas 100 md dapat menjadi saluran air. Gambar 5.6 , memperlihatkan keadaan tersebut dengan perubahan WOR. WOR meningkat dengan cepat setelah air injeksi menerobos masuk kedalam sumur produksi. Dengan perbandingan permeabilitas vertical dan horizontal yang besar, air dapat membentuk kerucut didalam lubang bor dan kerucut ini dapat berkembang dengan cepat menutupi keseluruhan sumur. Ketika hal itu terjadi, laju produksi air mulai mendekati laju injeksi total. Kurva WOR’ pada Gambar 5.6 menunjukkan perkembangan ini. Nilai slope positif yang sangat tinggi dalam waktu yang sangat singkat setelah penerobosan air, diikuti dengan periode dengan slope negative yang menunjukan terbentuknya cone dan periode yang lama dari slope positif berkaitan dengan komplesi dari konstruksi channel vertical konduktif untuk recycle air.

Gambar 5.6 WOR dan WOR’ untuk Thief Layer Water Recycling

46

5.2.3 Verifikasi Diagnostic Plot Bantuan dari operating company sangat besar sekali selama proses Panjang verifikasi plot. Laju produksi rata – ratasetiap bulan, dan beberapa kasus laju produksi harian diberikan Bersama – sama dengan sejarah workover sumur, hasil logging dan hasil well test terbaru. Simulasi numerik untuk tiap sumur atau untuk sekelompok sumur termasuk di dalam pola pemindahan yang juga dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kompleksnya mekanisme problem yang biasanya berujung pada perbedaan mekanisme problem untuk periode waktu tertentu dan penyebabnya. Pada sumur Kampar, terdapat dua jenis channeling yang telah diperoleh melalui chan plot tersebut. Pertama, tipikal reservoir dengan formasi limestone. Nilai WOR mula – mula bernilai 4 (80% water cut). Penyebabnya mungkin karena saturasi air mula – mula yang tinggi. Trend WOR secara keseluruhan menunjukkan slope linier yang mengindikasikan kelakuan normal displacement. Kedua merupakan proses produksi yang baik dan normal dalam proses displacement waterflood dengan dorongan linier pada formasi batu pasir multilayer. Dapat dilihat bahwa nilai WOR memasuki periode kedua dan slopenya terlihat jelas. Pada periode kedua, plot WOR’ memperlihatkan garis linear dan slope positif yang merupakan ciri dari channeling. Hal ini menunjukkan akibat dari masukknya air kedalam beberapa lapisan atau interval yang memiliki perbedaan permeabilitas kecil (< 4). Ini juga terjadi dua hingga tiga kali, seperti yang terlihat pada tajamnya kurva WOR dan khususnya WOR’ pada plot. Pada titik ini, nilai WOR’ menjadi 1.

5.3 Analisa Hasil Data Uraian data penelitian ini meliputi data produksi sumur – sumur Kampar seperti dilihat pada tabel 5.1.

47

Tabel 5.1 Produksi Sumur Kampar

Berdasarkan tabel di atas menunjukan data-data dari produksi sumur

kampar tetapi penulis hanya mengambil satu contoh sumur yaitu sumur Binio, yang dimana dari data – data tersebut dapat menjadi bahan untuk menganalisa Water Conning yang terjadi pada setiap sumur – sumur .

48

Tabel 5.2 Chan Plot

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan bahwa data sumur yang diambil hanya memasukan data name, time, wor, wor’ yang diperoleh dari data – data produksi sumur untuk pembuatan chan plot sehinnga dapat diketahui water conning pada setiap sumur apakah water conningnya buruk atau bagus. Adapun hasil yang didapatkan menunjukan bahwa, dari semua sumur yang terdapat di Kampar ada beberapa saja water conningnya cukup bagus dan adapula

49

terdapat banyak yang water conning buruk seperti pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8

Gambar 5.7 Diagnostic Plot Water Coning tidak bagus Pada Gambar 5.7 dikatakan tidak bagus dikarenakan nilai awal Water Oil Rasio yang cukup tinggi dan banyak jumlah air yang akan ikut terproduksi dengan minyak

Gambar 5.8 Diagnostic Plot Water Conninng Bagus

50

Pada Gambar 5.8 dikatakan bagus dikarenakan Water Oil Rasio dan Water Oil Rasio Derivative mengalami pembentukan airnya seperti kerucut jadi otomatis kenaikannya melambat secara teratur.

51

BAB VI KESIMPULAN

1. Water coning terjadi karena tekanan drowdown lebih besar daripada tekanan sumur 2. Water coning dapat di identifikasi dengan menggunakan laju produksi kritis, breakthrough time, dan chan diagnostic plot

52

BAB VII SARAN

1. Perlu ada skenario pengembangan Blok Kampar kedepannya. 2. Perlu ada penaggulangan dari water conning 3. Perlu ditinjau kembali sumur – sumur yang sudah melewati batas ekonomi limit dan sudah di tutup, apakah ada reservoir yang belum teroptimasi dengan baik. 4. Perlu diterapkannya prinsip good petroleum practice yaitu selain memproduksi sumur dengan laju produksi besar juga harus memperhatikan keberlangsungan sumur nantinya.

53

Related Documents


More Documents from "Andi Muhammad Alif"