LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN : DEMAM THYPOID
Oleh:
Novita Larasati
19958
Novitasari
19959
Nurhalimah
19960
Naffa Zul’arsyl Firdaus S
19956
Nandya Erlika Galis
19957
Orchid Ruruh Ardini
20070
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan : Demam Thypoid” guna memenuhi tugas pada Blok 2.4 ini. Dalam penyusunan Tugas ini kami banyak mendapat saran, dorongan, bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu dengan segala hormat dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayyu Sandhi.SKep., MSc selaku Dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kami. 2. Seluruh teman–teman mahasiswa keperawatan yang telah memberikan motivasi. 3. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah terlibat banyak membantu sehingga tugas ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan tugas akhir ini, kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang kami miliki. Untuk itu kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis. Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi kami, institusi pendidikan dan masyarakat luas. Amin.
Yogyakarta, 05 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i KATA PENGANTAR…………………………………………………...………………………ii DAFTAR ISI………………………………...…………………………………………………..iii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...1 A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………….1 B. TINJAUAN PUSTAKA…………………...……………………………………………...2 BAB II ASUHAN KEPERAWATAN..…….………………………………..…………………4 A. KASUS………………………………………………………………………..………….4 B. PENGKAJIAN……………………………………………….………………..…………5 C. ANALISIS…………………………………………………………...………..…………7 D. DIAGNOSIS, OUTCOME, & INTERVENSI……………………………………………8 BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………15 A. IMPLIKASI KEPERAWATAN ……………………………………………………….15 B. KESIMPULAN…………………………………………………………………………16 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….…17
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur fekal-oral. Demam tifoid endemis di negara berkembang khususnya Asia Tenggara. Insiden demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan pada kelompok usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insiden demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per 100,000 penduduk. Demam tifoid pada anak besar (lebih dari usia sepuluh tahun) pada umumnya mempunyai gambaran klinis demam tifoid menyerupai dewasa. Demikian juga derajat berat penyakit akan lebih parah dibandingkan pasien anak yang lebih muda. Pemeriksaan biakan darah terhadap Salmonella typhi merupakan baku emas untuk diagnosis demam tifoid. Walaupun pada saat ini telah terdapat berbagai uji diagnostik cepat (rapid diagnostic test) yang dapat dipergunakan untuk pasien rawat jalan, untuk pasien rawat inap harus dilakukan pemeriksaan biakan Salmonella typhi. Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien demam tifoid sangat penting, karena dapat mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian. Perlu diperhatikan bahwa uji resistensi bakteri harus disertakan pada hasil biakan. Hasil uji resistensi diperlukan dalam menilai antibiotik pilihan alternatif apabila pengobatan empiris tidak seperti yang kita harapkan. Kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol merupakan antibiotik lini pertama yang telah dipakai selama puluhan tahun sampai akhirnya timbul resistensi yang disebut multidrug resistant Salmonella typhi (MDRST). Beberapa penelitian menunjukkan keunggulan seftriakson sebagai antibiotik terpilih. Faktor biaya, ketersediaan obat, efikasi, kekambuhan, dan MDRST merupakan masalah dalam terapi antibiotik pada demam tifoid, terutama di negara berkembang.
B. TINJAUAN PUSTAKA Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur fekal-oral. Demam tifoid endemis di negara berkembang khususnya Asia Tenggara (Stephens & Levine, 2002). Salmonella adalah
gram
typhi negatif,
bergerak, tidak berkapsul, tidak
membentuk
tetapi
memiliki
spora, fimbria,
bersifat aerob dan anaerob fakultatif
dengan
suhu
optimum untuk tumbuh 37 derajat dan pH 6-8. S. typhi dapat hidup selama beberapa minggu di alam bebas seperti air, es, sampah, dan debu, dapat
mati
dengan
pemanasan suhu 60 derajat selama
15-20
menit
pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi. Masa inkubasi tifoid 10-14 hari pada anak (Kemenkes RI, 2006). Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti, hygiene perorangan yang rendah (rendahnya budaya cuci tangan) ,hygiene makanan dan minuman yang rendah (sayur/buah yang dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar debu, sampah, dihinggapi lalat, dan air minum yang tidak matang), lingkungan yang kumuh (pengelolaan limbah, sampah, dan kotoran tidak memenuhi syarat kesehatan), kebersihan tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung perilaku hidup sehat seperti pasien tifoid yang tidak diobati secara sempurna dan belum membudayanya program imunisasi vaksin untuk tifoid untuk anak mulai usia 2 tahun, diulang setiap 3 tahun (Kemenkes RI, 2006). Demam tifoid berbahaya di akhir minggu kedua demam atau awal minggu ketiga, karena sering kali muncul komplikasi pada periode tersebut. Komplikasi akibat infeksi tifoid salah satunya berupa peritonitis dan terbentuknya perdarahan pada saluran pencernaan atau perforasi. Komplikasi tersebut disebabkan oleh kuman S. typhii yang “menggerogoti” lapisan mukosa usus
(http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/mengenal-demam-tifoid, 2016).
Gejala klinis tifoid: 1. Demam, pada awal sakit demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering naik turun. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala, diarea,nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. 2. Gangguan saluran pencernaan, sering ditemukan bau mulut tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih, ujung dan tepi lidah kemerahan. Pada umumnya sering terjadi nyeri ulu hati disertai mual muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi lalu pada minggu selanjutnya terkadang diare. 3. Delirium atau gangguan kesadaran 4. Hepatosplenomegali, yaitu ada pembesaran hati dana tau limpa 5. Bradikardia relative (peningkatan suhu tubuh tidak diikuti oleh frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai yaitu setiap 1 derajat peningkatan suhu tidak diikuti frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit) dan gejala lain seperti rose spot pada abdomen atas namun jarang terjadi pada anak dan epitaksis yang sering terjadi pada anak (Kemenkes RI, 2006).
Tatalaksana pengobatan dan perawatan: 1. Pasien harus istirahat total untuk mencegah komplikasi seperti pendarahan dan perforasi. 2. Penderita harus mendapat cairan yang cukup baik secara oral maupun parenteral. Perbanyak minum untuk menghindari dehidrasi. 3. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk mencegah pendarahan dan perforasi serta dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang lebih lunak. 4. Diberikan terapi simptomatik seperti vitamin, antipiretik seperti paracetamol, dan anti emetic bila pasien muntah hebat. (Kemenkes RI, 2006). 5. Lakukan kompres air hangat di daerah lipat ketiak dan pangkal paha selama 15 menit saat demam (http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/mengenal-demam-tifoid, 2016).
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS Seorang anak laki-laki, usia 11 tahun, datang ke Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dengan keluhan utama demam sejak sepuluh hari sebelum dirawat. Demam dirasakan terutama sore dan malam hari, disertai nyeri kepala, mual, nyeri perut, dan nafsu makan menurun. Muntah, batuk, pilek, kesadaran menurun, ataupun kejang disangkal. Pasien mengalami konstipasi namun terkadang diare, sedangkan buang air kecil seperti biasa. Tujuh hari sebelum dirawat pasien berobat ke dokter umum karena keluhan belum berkurang, diberikan simetidin dan kapsul antibiotik yang diminum tiga kali sehari. Lima hari kemudian, pasien berobat ke Puskesmas karena demam semakin tinggi. Pasien diberi obat penurun panas, obat mual, kapsul antibiotik, dan disarankan untuk menjalani pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah menunjukkan hemoglobin 12,7 g/dL, hitung leukosit 5400/μL, hitung trombosit 116,000/μL, uji Widal S. typhi H >1/1280, laju endap darah 42 mm/jam. Pasien kemudian berobat ke Poliklinik Umum Departemen IKA RSCM karena demam semakin tinggi (mencapai 40,3˚C) dan anak terlihat lemas. Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, berasal dari golongan sosial ekonomi menengah. Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang normal, saat ini pasien duduk di sekolah dasar kelas lima. Imunisasi dasar lengkap, kualitas dan kuantitas asupan nutrisi kesan kurang, dan pasien sering jajan di sekolah. Pada pemeriksaan fisis saat datang ke rumah sakit, pasien tampak sakit sedang, kompos mentis, suhu aksila 38°C, dan tanda vital lain normal. Berdasarkan status antropometri dan klinis pasien termasuk kategori gizi kurang, dengan berat badan 29 kg dan tinggi badan 138 cm. Ditemukan coated tongue, hepatomegali, dan nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan fisis lain dalam batas normal. Pemeriksaan darah tepi kadar hemoglobin11 g/dL, hitung leukosit 4900/μL, hitung trombosit 123,000/μL, hitung jenis leukosit (%) basofil 0, eosinofil 0, batang 0, segmen 72, limfosit 25, monosit 3. Pemeriksaan uji serologi (rapid diagnostic test Tubex®) IgM S. typhi +8. Diagnosis kerja saat masuk RSCM adalah tersangka demam tifoid dan gizi kurang. Selanjutnya pasien dirawat, tirah baring, diet makanan lunak, pemberian kloramfenikol 4x500 mg. Selama perawatan masih terdapat demam terutama sore dan malam hari yang mencapai suhu 40°C. Pemeriksaan laboratorium darah pada hari ketiga perawatan menunjukkan kadar hemoglobin 10,4 g/dL, hitung leukosit 3900/μL, hitung trombosit 167,000/ μL. Hasil biakan darah S. typhi positif dan sensitif terhadap kloramfenikol, ampisilin, kotrimaksazol, dan seftriakson, sehingga antibiotik kloramfenikol dilanjutkan sampai enam hari. Pada perawatan hari keenam demam masih tinggi, konstipasi, mual, dan asupan nutrisi tidak adekuat.
Antibiotik kemudian diganti dengan seftriakson 1x2 gram intravena. Demam turun setelah pemberian seftriakson selama tiga hari, keluhan lain membaik, dan pasien dipulangkan setelah pemberian seftriakson selama lima hari.
B. Pengkajian
1 . Identitas Klien Nama
: An. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 11 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Suku Bangsa
: Betawi
Pekerjaan
: Pelajar
2. Riwayat Kesehatan Klien a) Kesehatan Masa Lalu : Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang normal Imunisasi dasar lengkap b) Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien mengatakan demam sudah sepuluh hari, Demam dirasakan terutama sore dan malam hari, disertai nyeri kepala, mual, nyeri perut, dan nafsu makan menurun. Muntah, batuk, pilek, kesadaran menurun, ataupun kejang disangkal. Pasien mengalami konstipasi namun terkadang diare, sedangkan buang air kecil seperti biasa. Pasien berkata sempat berobat ke dokter umum karena keluhan belum berkurang, diberikan simetidin dan kapsul antibiotik yang diminum tiga kali sehari. Lima hari kemudian, pasien berobat ke Puskesmas karena demam semakin tinggi. Pasien diberi obat penurun panas, obat mual, kapsul antibiotik, dan disarankan untuk menjalani pemeriksaan laboratorium. P : Nyeri pada abdomen Q : ditusuk-tusuk R : perut S : 6 (sedang) T : Berkala tak menentu c) Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum
: Terlihat lemas
2. Kesadaran
: Compos Mentis
GCS = 15
E:4
M:5
V:6
3. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S
BB : 29kg
TB : 138cm
: 38 0C
4. Fisik
: Ditemukan coated tongue, hepatomegaly, dan nyeri tekan
epigastrium
P : Nyeri tekan epigastrium Q : ditekan-tekan R : ulu hati S : 6 (sedang) T : Berkala tak menentu
4. Data Penunjang (Laboratotium, Radiologi) a. Pemeriksaan Darah Tepi Jenis pemeriksaan
Hasil
Normal
Hb
11g/dL
13-18 g/dL
hitung leukosit
4900/μL
3200-10.000/ μL
hitung trombosit
123,000/μL
150.000-450.000/μL
basofil
0%
0-1%
eosinofil
0%
1-3%
batang
0%
3-5%
segmen
72%
50-70%
limfosit
25%
25-35%
monosit
3%
4-6%
hitung jenis leukosit (%) :
b. Pemeriksaan Uji Serologi rapid diagnostic test Tubex® : IgM S. typhi +8
c. Pemeriksaan Darah (pada hari ketiga) Jenis pemeriksaan hemoglobin
Hasil 10,4 g/dL
Normal 13-18 g/dL
hitung leukosit
3900/μL
3200-10.000/ μL
hitung trombosit
167,000/ μL
170-380.103/ μL
C. Analisa Data No. 1
Data
Etiologi
Ds : Klien mengatakan demam Salmonella sudah 10 hari, sakit kepala TTV :
Masalah typhi Hipertermi
merangsang sintesis dan pelepasan zat
TD : 110/80 mmHg
pirogen
oleh
RR : 20 x/menit
leukosit
pada
N
: 102 x/menit
jaringan meradang.
S
: 38 0C
Do : Klien terlihat lemas 2 Ds : Klien mengatakan nyeri pada Terjadi hyperplasia Gangguan abdomen
pada
plak
P : Nyeri pada abdomen
usus
halus
Q : ditusuk-tusuk
minggu
R : Nyeri pada perut
berlanjut
menjadi
S : 6 (sedang)
nekrosis
pada
T : Berkala tak menentu
minggu
Do: Pasien
konstipasi
peyer saluran pada pencernaan
1,
lalu
2,
dan
namun ulserasi
pada
kadang diare dan terdapat coated minggu 3. tounge
Ds : Klien mengatakan nyeri tekan Infiltrasi
sel-sel Pembengkakan
pada epigastrium
limfosit
P : Nyeri tekan epigastrium
mononuclear
Q : ditekan-tekan
nekrosis fokal
R : Nyeri pada ulu hati S : 6 (sedang) T : Berkala tak menentu Do: Ditemukan coated tounge dan hepatomegali
dan
sel hati serta
3
Ds : Klien mengatakan merasa Mual,
dan
nafsu Pemenuhan
mual,nyeri perut dan nafsu makan berkurang
nutrisi kurang
makan berkurang Do : Tampak lemas BB 29kg
D. Asuhan Keperawatan Diagnosa 1 Diagnosa Keperawatan
Hipertermia
berhubungan
dengan
penyakit
ditandai dengan kulit terasa hangat. Definisi
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan termolegulasi.
Domain
11
Keamanan/perlindungan
Kelas
6
Termolegulasi
Kode
00007
NOC 1.
Termolegulasi
Definisi : keseimbangan antara produksi panas, mendapatkan panas, dan kehilangan panas. SKALA TARGET OUTCOME : dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 4 Outcome akan dicapai selama 3 hari Skala Outcome Keseluruhan
Berat
Cukup
Sedang
Ringan
Tidak ada
Berat Indikator 080018
Penurunan
suhu
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
kulit 080019
Hipertermia
1
2
3
4
5
080003
Sakit kepala
1
2
3
4
5
NIC 1.
Pengaturan Suhu
Definisi : mencapai atau memelihara suhu tubuh dalam batas normal Aktivitas-aktivitas :
Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi sesuai kebutuhan
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan
Sesuaikan suhu lingkungan sesuai kebutuhan pasien
2. Perawatan Demam Definisi : manajemen gejala dan kondisi terkait yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh yang dimediasi oleh pirogen endogen. Aktivitas-aktivitas : Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya Monitor warna kulit dan suhu Beri obat atau cairan IV (misalnya antipiretik, agen atibakteri, dan agen antimenggigil) Dorong konsumsi cairan Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas : jika diperlukan
3. Perawatan Hipertermia Definisi : manajemen gejala dan kondisi yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi Aktivitas-aktivitas : Monitor tanda-tanda vital Hentikan aktivitas fisik Monitor suhu tubuh menggunakan alat yang sesuai Instruksikan pada pasien mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah kondisi sakit yang berhubungan dengan panas Lakukan pemeriksaan laboratorium serum elektrolit, urinaalisis, enzim jantung, enzim hati dan hitung darah lengkap, monitor hasilnya
Diagnosis 2 Diagnosa Keperawatan
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan malnutrisi ditandai dengan diare, kesulitan mengeluarkan feses,mual, dan nyeri abdomen
Definisi
Peningkatan, penurunan, ketidakefektifan,atau kurang aktivitas peristaltik di dalam sistem gastrointestinal.
Domain
3
eliminasi dan pertukaran
Kelas
2
fungsi gastrointestinal
Kode
00196
NOC 1. Fungsi Gastrointestinal Definisi : Kemampuan saluran pencernaan untuk memasukan dan mencerna makanan, menyerap nutrisi dan membuang zat sisa. SKALA TARGET OUTCOME : Dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 5
Skala
Sangat
Banyak
Cukup
Sedikit
Tidak
Outcome
Terganggu
Terganggu
Terganggu
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Skala
Sangat
Berat
Sedang
Mild
Tidak ada
Outcome
Berat
1
2
3
4
5
Terganggu Terganggu
Keseluruhan Indikator 101503
Frekuensi BAB
101505
Konsistensi Feses
Keseluruhan Indikator 101513
Nyeri Perut
1
2
3
4
5
101532
Mual
1
2
3
4
5
101535
Diare
1
2
3
4
5
101536
Konstipasi
1
2
3
4
5
Outcome akan dicapai selama 4 hari
NIC 1. Manajemen Saluran Cerna Definisi : pembentukan pemeliharaan pola yang teratur dalam hal eliminasi saluran cerna Aktivitas-aktivitas :
Monitor bising usus
Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi, dan impaksi
Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin, dan laksatif
2. Manajemen Nutrisi Definisi : menyediakan dan meningkatkan intake nutrisi yang seimbang Aktivitas-aktivitas :
Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
Atur diet yang diperlukan
Anjurkan pasien terkait kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia
Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi
3. Manajemen Mual Definisi : pencegahan dan penanggulangan mual Aktivitas-aktivitas :
Kendalikan faktor-faktor lingkungan yang mungkin membangkitkan mual
Ajari penggunaan teknik nonfarmakologi (biofeedback, hypnosis, imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi, akupresur) untuk mengatasi mual
Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup untuk memfasilitasi pengurangan mual
Dorong pola makan dengan porsi sedikit makanan yang menarik bagi pasien
Monitor asupan makanan terhadap kandungan gizi dan kalori
4. Manajemen Konstipasi Definisi : pencegahan dan penghilangan konstipasi Aktivitas-aktivitas :
Monitor tanda dan gejala konstipasi
Monitor bising usus
Instruksikan pada pasien/keluarga untuk diet tinggi serat dengan cara yang tepat
Berikan petunjuk pada pasien untuk dapat berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi masih terjadi
Diagnosis 3 Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
asupan
diet
kurang,
ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal, diare, kurang minat pada makanan, dan nyeri abdomen. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Domain
2
nutrisi
Kelas
1
makan
Kode
00002
NOC 1.
Status Nutrisi Definisi : Sejauh mana nutrisi dicerna dan diserap untuk memenuhi kebutuhan metabolic SKALA TARGET OUTCOME : Dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5 Outcome akan dicapai selama 4 hari
Skala
Sangat
Banyak
Cukup
Sedikit
Tidak
Outcome
menyimp
menyimpa
menyimpan
menyi
menyimpan
Keseluruhan
ang dari
ng dari
g dari
mpang
g dari
rentang
rentang
rentang
dari
rentang
normal
normal
normal
rentang
normal
normal Indikator
1
2
3
4
5
100401
Asupan Gizi
1
2
3
4
5
100402
Asupan
1
2
3
4
5
Makanan
100408
Asupan Cairan
1
2
3
4
5
100411
Hidrasi
1
2
3
4
5
2.
Nafsu Makan Definisi : Keinginan untuk makan SKALA TARGET OUTCOME : Dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 5 Outcome akan dicapai selama 2 hari
Skala
Sangat
Banyak
Cukup
Sedikit
Tidak
Outcome
Terganggu
Terganggu
Terganggu
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Terganggu Terganggu
Keseluruhan Indikator 101401
Hasrat/ Keinginan untuk Makan
101409
Rangsangan untuk Makan
NIC 1. Manajemen Nutrisi Definisi : menyediakan dan meningkatkan intake nutrisi yang seimbang Aktivitas-aktivitas :
Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
Atur diet yang diperlukan
Anjurkan pasien terkait kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia
Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi
2. Manajemen Gangguan Makan Definisi : pencegahan dan perawatan terhadap pembatasan diet ketat dan olahraga yang berlebihan atau perilaku memuntahkan makanan dan cairan Aktivitas-aktivitas :
Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang
diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan
Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai dengan ahli gizi
Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
Monitor asupan kalori makanan harian
Bangun harapan terkait dengan perilaku makan yang baik, intake/asupan makanan/cairan dan aktivitas fisik
BAB IV PENUTUP A. IMPLIKASI KEPERAWATAN 1. Sebagai Pendidik
Peran perawat di komunitas sebagai pendidik yaitu untuk memberikan informasi yang kurang dimengerti oleh pasien maupun keluarga. Peran perawat dalam kasus ini adalah memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai demam thypoid. 2. Sebagai Advokat
Peran perawat sebagai advokat
yaitu tindakan perawat dalam mencapai suatu untuk
kepentingan masyarakat atau bertindak untuk mencegah kesalahan yang tidak diinginkan ketika pasien sedang menjalankan pengobatan. Peran perawat advokat ini dapat kita temukan saat pasien bingung dan berusaha memutuskan tindakan yang terbaik bagi kesehatannya, untuk itu perawat dibutuhkan memberikan informasi lengkap bagi pasien dan berusaha menolak bila tindakan itu membahayakan kondisi pasien dan melanggar hak-hak pasien. Perawat bertugas untuk selalu mendampingi pasien apabila pasien mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan. Peran perawat dalam kasus ini adalah menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium agar bisa diketahui lebih jelas penyakit yang diderita pasien. 3. Sebagai Peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu peran perawat yang menerjemahkan temuan riset, bertanggung jawab untuk melakukan penelitian, mengidentifikasi, menganalisis data, memecahkan masalah klinis dengan menerapkan prinsip dan metode penelitian. Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pendidikan dan praktik keperawatan dan meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut khusunya masalah demam thypoid. 4. Sebagai Konsultan
Perawat sebagai konsultan yaitu peran perawat yang bertugas sebagai tempat konsultasi pasien dalam pemberian informasi, dukungan, atau memberi ajaran tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. Dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan yang akan dipilih dan dijalani, klien memerlukan informasi dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. 5. Sebagai Pemberi Perawatan
Perawat sebagai pemberi perawatan secara langsung yaitu peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan secara langsung kepada individu, keluarga, dan kelompok.
Perawat langsung
mengkaji kondisi kesehatan pasien, merencanakan, mengimplementasi dan
mengevaluasi asuhan keperawatan. 6. Sebagai Pemasaran Kesehatan
Perawat sebagai pemasaran kesehatan yaitu peran perawat dalam mempromosikan kesehatan atau gaya hidup sehat. Peran ini dapat kita lihat ketika perawat secara langsung memberikan informasi mengenai fasilitas yang tersedia. Peran perawat dalam kasus ini adalah menyediakan dan meningkatkan intake nutrisi yang seimbang pada pasien. B. KESIMPULAN Berdasarkan kasus An. A di diagnosa mengalami demam thypoid. Pasien terlihat lemas dan nafsu mkan menurun ditemukan coated tongue, hepatomegaly, dan nyeri tekan epigastrium. Pasien mengalami demam dengan suhu badan 38°C. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan data penunjang didapatkan bajwa hemoglobin dan angka trombosit dibawah normal, rapid diagnostic test Tubex® :IgM S. typhi +8. Adapun outcome yang di tuju adalah termolegulasi dengan intervensi yang diterapakan untuk mencapai outcome adalah pengaturan suhu, perawatan demam perawatan hipertermia. Outcome yang dituju selanjutnya adalah fungsi gastrointestinal dengan intervensi yang diterapkan antara lain manajemen saluran cerna, manajemen nutrisi, manajemen mual, manajemen konstipasi. Outcome ketiga adalah status nutrisi dengan intervemsi yang diterapkan adalah manajemen nutrisi. Dan outcome yang terakhir adalah nafsu makan dengan intervensi yang di terapkan untuk tercapinya oitcome adalah manajemen gangguan makan.
DAFTAR PUSTAKA
Stephens I, Levine MM. Management of typhoid fever in children. Pediatr Infect Dis 2002;21:1579. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang pedoman pengendalian demam tifoid tahun 2006. Dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K).8 Juni 2016.MENGENAL DEMAM TIFOID.Departemen IKA RSCM. Diakses dari: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/mengenaldemam-tifoid Nanda International Inc. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 / editor, T.Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru : alih bahasa, Budi Anna Keliat… [et al.], ; editor penyelaras, Monika Ester.-Ed.10.-Jakarta : EG, 2015 Nurjannah, I. and Tumanggor, D.R. (Edisi kelima). 2013. Nursing Outcome Classification. Nurjannah, I. and Tumanggor, D.R. (Edisi keenam). 2013. Nursing Interventions Classification.