CASE BASED DISCUSSION HERNIA SCROTALIS
Disusun oleh : Arsya Firdaus
1813020048
Yunita Rahmawati
1713020050
Pembimbing: dr. Willy Yulianto, Sp. B
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOESELO SLAWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PERIODE 21 JANUARI 2019 – 31 MARET 2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS HERNIA SCROTALIS
Disusun Oleh : Arsya Firdaus
1813020048
Yunita Rahmawati
1713020050
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi Periode 21 Januari 2019 – 31 Maret 2019
Slawi, 14 Maret 2019
Pembimbing dr. Willy Yulianto, Sp. B
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hernia Skrotalis” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan pada bidang Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi periode 21 Januari 2019 – 31 Maret 2019. Di samping itu juga ditujukan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Willy Yulianto, Sp. Bselaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat
Kepaniteraan
Ilmu
Bedah
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Muhammadiyah Purwokerto di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi serta berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi dan manfaat bagi kita semua.
Slawi, 14 Maret 2019
Penulis DAFTAR ISI
BAB I .......................................................................................................................4 STATUS PASIEN ..................................................................................................4 1.1. Identitas Pasien ......................................................................................4 1.2. Anamnesis ...............................................................................................5 1.3. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................6 1.4. Pemeriksaan Tambahan ......................................................................11 1.5. Resume ..................................................................................................12 1.6. Diagnosa Banding ................................................................................13 1.7. Diagnosa Kerja .....................................................................................13 1.8. Penatalaksanaan...................................................................................13 1.9. Prognosis ...............................................................................................13 BAB II ...................................................................................................................13 ANALISA KASUS ................................................... Error! Bookmark not defined. BAB III ..................................................................................................................15 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................15 Daftar Pustaka ...................................................... 28Error! Bookmark not defined.
BAB I STATUS PASIEN 1.1.Identitas Pasien
Nama
: Tn. J
Usia
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Tegal Wulung, Jatiwalang
Waktu Pemeriksaan
: 13 Maret 2019
1.2.Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan Autoanamnesis pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 09.00 WIB di bangsal Mawar II RS Dr. Soeselo, Slawi. Keluhan Utama Benjolan pada buah zakar sejak 1 minggu SMRS Keluhan Tambahan Pasien merasakan nyeri pada buah zakar. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan ada benjolan yang disertai nyeri di buah zakar kiri yang dirasakan kurang lebih 1 minggu terakhir, namun selama 1 tahun sudah terdapat benjolan di perut bagian bawah kiri tetapi tidak disertai nyer. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 5 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut pasien ukuran benjolan berubah-ubah dan semakin hari semakin membesar, jika pasien sedang berdiri, mengejan maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran sebelumnya, dan bila pasien sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. Pasien tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun perut sebelumnya. Pasien juga mengeluh selama seminggu ini terasa sangat nyeri sehingga sulit untuk melakukan aktivitas. Pasien menyangkal saat ini tidak terdapat keluhan lain seperti demam, pusing, mual, muntah, perut kembung dan gangguan buang air besar maupun buang air kecil, akan tetapi pada awalnya pasien sempat mengalami hal tersebut. Riwayat Penyakit Dahulu
Awalnya 1 tahun lalu benjolan berukuran kecil dan pasien menghiraukannya. Benjolan semakin membesar dan 1 minggu SMRS disertai nyeri. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma, batuk-batuk yang lama dan penyakit jantung. Pasien juga tidak ada riwayat penyakit prostat sebelumnya. Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Dari keluarga tidak ada yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, asma, batukbatuk lama, kelainan jantung dan keganasan. Riwayat Kebiasaan Pasien bekerja sebagai petani yang sehari-hari bekerja sebagai petani. 1.3.Pemeriksaan Fisik Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Kesan gizi cukup
Tanda vital Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,8oC
Pernafasan
: 20 x/menit
Status generalis 1. Kulit
Warna
: Sawo matang, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi
maupun hiperpigmentasi Lesi
: Tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesikuler, pustule
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagin tubuh yang lain. Rambut
: Tumbuh rambut permukaan kulit
Turgor
: Baik
Suhu raba : Hangat 2. Kepala Ekspresi
: Ekspresif
Simetris wajah
: Simetris
Nyeri tekan sinus
: Tidak terdapat nyeri tekan sinus
Rambut
: Distribusi merata, warna hitam
Pembuluh darah
: Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah
Deformitas
: Tidak terdapat deformitas
3. Mata Bentuk
: Normal, kedudukan bola mata simetris
Palpebra : Normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan, blefaritis, maupun xanthelasma Gerakan
: Normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : Tidak anemis Sklera
: Tidak ikterik
Pupil
: Bulat, didapatkan isokor, diameter 4 mm, reflex cahaya langsung
positif pada mata kanan dan kiri, reflex cahaya tidak langsung positispada mata kanan dan kiri Eksoftalmus : Tidak ditemukan Endoftalmus : Tidak ditemukan 4. Telinga Bentuk
: Normotia
Liang telinga
: Lapang
Serumen
: Tidak ditemukan serumen pada telinga kanan
maupun kiri Nyeri tarik auricular
: Tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun
kanan Nyeri tekan tragus
: Tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun
kiri 5. Hidung Bagian luar
: Normal, tidak terdapat deformitas
Septum
: Terletak ditengah, simetris
Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi Cavum nasi
: Tidak ada perdarahan
6. Mulut dan tenggorok Bibir
: Normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi-geligi
: Hygiene baik
Mukosa mulut
: Normal, tidak hiperemis
Lidah
: Normoglosia, tidak tremor, tidak kotor
Tonsil
: Ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis
Faring
: Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah
7. Leher Bendungan vena : Tidak ada bendungan vena Kelenjar tiroid
: Tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea
: Di tengah
8. Kelenjar getah bening Leher
: Tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila
: Tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : Tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal 9. Thorax Paru-paru Inspeksi : Simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat statis dan dinamis Palpasi : Gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada kedua lapang paru Jantung
Inspkesi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis sinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar murmur maupun gallop 10.
Abdomen
Inspeksi : Abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit, tidak terdpat pelebaran vena Palpasi
: Teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan,
maupun nyeri lepas, pada pemeriksaan ballottement didapatkan hasil negative Perkusi
: Timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok
CVA, ballotment (-) Auskultasi : Bising usus positif 2x/menit, intensitas sedang 11.
Genitalia
(dibahas lebih lanjut dalam status lokalis) 12.
Ekstremitas
Tidak tampak deformitas Akral hangat pada keempat ekstremitas Tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas
Status lokalis genitalia Inspeksi : Terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran ± 5cm di daerah skrotum sinistra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan tidak terdapat tanda-tanda radang Palpasi
: Teraba massa di daerah skrotum sinistra dengan ukuran ± 5cm,
permukaan rata, nyeri, massa teraba lunak. 1.4.
Pemeriksaan Tambahan
Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi pada tanggal 10 Maret 2019 Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
15.1 g/dl
13.2 – 17.3 g/dl
Hematokrit
42 %
40 – 52 %
Eritrosit
5.0 juta /
4,5 – 5,5 juta / µL
µL Leukosit
7.7 /µL
5000 – 10000 /µL
Trombosit
229.000
150.000 – 400.000
/mm3
/mm3
Eosinofil
10.20
2.00 – 4.00
Monosit
9.70
2-8
Gula darah sewaktu
85 mg%
< 200 mg%
Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi pada tanggal 11 Maret 2019 Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
APTT Test
32.9 s
25.5 – 42.1s
PT Test
9.3 s
9.3 – 11.4s
Kalium
3.79
3.5 – 5.0 mmol/L
mmol/L Natrium
131.9
135.0 – 147.0 mmol/L
mmol/L Chlorida
107.4
95.0 – 105.0 mmol/L
mmol/L Calcium
0.95
1.13 – 1.32 mmol/L
mmol/L
1.5.
Albumin
3.80 g/dL
3.8 – 5.3 g/dL
HBsAg
0 IU/mL
0.000 – 0.03
Resume
Pasien Tn. J, usia 42 tahun. Pasien datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kiri sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 5 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut pasien ukuran benjolan berubah-ubah, jika pasien sedang berdiri, mengejan maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran sebelumnya, dan bila pasien sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. Kadang pasien juga merasakan nyeri jika benjolan turun ke buah zakar kiri. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan benjolan semakin membesar dan terasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik Inspeksi, terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran ± 5 cm di daerah skrotum sinistra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan tidak terdapat tanda-tanda radang. Palpasi, teraba massa di daerah skrotum sinistra dengan ukuran 5 cm, permukaan rata, tidak nyeri, massa teraba lunak. Hasil laboratorium pada
tanggal 10 Maret 2019 didapatkan yang mengalami peningkatan Eosinofil 10.20 dan Monosit 9.70, pemeriksaan lain dengan batas normal. Hasil laboratorium pada tanggal 11 Maret 2019 didapatkan yang mengalami penurunan yaitu Natrium 131.9 mmol/L dan Calcium 0.95, sedangkan yang mengalami peningkatan yaitu Chlorida 107.4 mmol/L. 1.6.
Diagnosa Banding
- Hidrokel - Tumor testis kiri 1.7.
Diagnosa Kerja
Hernia Scrotalis kiri reponible 1.8.
Penatalaksanaan
- Infus RL 20 tts/menit - Operasi : herniotomi dan hernioraphi - Inj Ceftriaxone 2x1 - Inj Ranitidin 2x1 mg - inj Ketorolac 2x1 1.9.
Prognosis
Ad vitam
: Ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam
: Ad bonam
BAB II ANALISA KASUS
Penegakan diagnosis hernia scrotalis reponible sinistra didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, auskultasi serta finger test serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan maupun tindakan operasi. Berdasarkan autoanamnesis dari Tn.J datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kiri sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 5 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut pasien ukuran benjolan bertambah besar sejak 1 minggu lalu disertai nyeri dan berubah-ubah, jika pasien sedang berdiri, mengejan maka benjolan akan keluar kemudian semakin membesar dari ukuran sebelumnya. Apabila pasien sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. Kadang pasien juga merasakan nyeri jika benjolan turun ke buah zakar dan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan benjolan semakin membesar dan terasa bertambah nyeri. Pasien tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun perut sebelumnya. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh benjolan tetapi masih dapat masuk kembali. Ini menandakan bahwa hernia pasien bersifat reponible di mana dapat dimasukkan kembali ke rongga peritoneum. Keluhan batuk lama disangkal pasien namun pasien bekerja sebagai petani. Hal ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya hernia. Mual, muntah dan perut kembung disangkal pasien sehingga kita bisa menyingkirkan kemungkinan incarserata (hernia yang disertai gangguan pasase) pada pasien ini.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien juga mendukung diagnosis hernia scrotalis reponible sinistra di mana pada daerah inguinal kiri ditemukan benjolan dari inguinal kiri ke scrotum kiri, berbentuk lonjong di mana ini menandakan hernia inguinalis lateralis. Benjolan juga kenyal, mobile dan finger
test teraba benjolan di ujung jari pemeriksa. Warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya (menyingkirkan adanya radang). Dari pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG dan roentgen thorax tidak ditemukan adanya kelainan sehingga diagnosis hernia scrotalis sinistra reponible bisa ditegakkan dan dapat dilakukan penangan pada pasien ini yaitu tindakan operasi herniotomi dan hernioplasty. Dikarenakan pasien menderita hernia scrotalis sinistra reponible yang tidak disertai komplikasi dan penangan yang tepat dan baik maka prognosis pasien ini baik sehingga bisa segera pulang dari rumah sakit.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia Secara Umum Definisi Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (fascia dan muskuloaponeurotik) yang memberi jalan keluar pada alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas 3 hal: cincin, kantong dan isi hernia.1,2 Klasifikasi Berdasarkan terjadinya, hernia terbagi atas hernia kongenital dan akuisita. Menurut letaknya bisa disebut hernia inguinal, umbilical, femoral, insisional dan hernia epigastrik, gluteal, lumbal, obturator.1,3 Dari sifatnya dikenal hernia reponibel dan ireponibel. Reponibel bila isi kantung bisa direposisi kembali bila berbaring atau didorong dengan tangan. Sedangkan bila tidak bisa direposisi disebut ireponibel. 1 Bila terjadi gangguan pada pasase usus yang terjepit hernia yang ireponibel, maka disebut hernia inkarserata. Sementara bila hernia tersebut mengakibatkan gangguan vaskularisasi maka disebut hernia strangulata.1 Berikut adalah pembagian hernia yang terjadi secara congenital dan didapat: 1. Kongenital Kanalis inguinalis normal pada fetus : Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis, yaitu masuknya testis dari abdomen ke scrotum melalui canalis inguinalis, sehingga terjadi penarikan peritoneum ke daerah scrotum, dan terjadi penonjolan (prosesus vaginalis peritonei). Pada bayi yang sudah lahir akan mengalami obliterasi sehingga isi perut tidak dapat masuk melalui kanal.
Karena testis kiri turun lebih dahulu daripada kanan, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Pada keadaan normal, kanalis inguinalis menutup pada usia 2 tahun. Bila prosesus terbuka terus (tidak mengalami obliterasi) menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis kongenital. 2. Acquired / didapat Disebabkan oleh:
Adanya prosesuss vaginalis yang terbuka
Adanya annulus inguinalis inetrnus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui kantong dan isi hernia
Dapat juga disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen yang kronik (batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, ascites) yang akan mendorong isi hernia ke annulus inguinalis internus
Kelemahan dinding otot perut yang disebabkan oleh usia, atau kerusakan n. illioinguinalis dan n. illiofemoralis setelah appendiktomi
B. Hernia Inguinalis Anatomi Regio Inguinalis
Gbr 1. Dinding Abdomen Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan aponeurosis m. transverses abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, yaitu bagian terbuka dari aponeurosis m. oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m. oblikus eksternus, dan dasarnya adalah ligamentum inguinale. Akanal ini berisi funiculus spermaticus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan.1
Gbr 2. Kanalis Inguinalis
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan bila cukup panjang keluar di annulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum dan disebut hernia skrotalis.
Kantong hernia terletak di dalam m. kremaster, anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funiculus spermaticus.1 Sementara itu hernia inguinalis direk atau disebut juga medial menonjol langsung ke depan melalui trigonum hasselbach. Daerah yang dibatasi ligamentum inguinal di inferior, a/v. epigastrika inferior di lateral dan tepi otot rektus di bagian medial.1
Gbr 3. Bagian dalam regio inguinal
Etiologi Hernia inguinalis dapat terjadi akibat anomali kongenital atau sebab lain yang didapat (missal akibat insisi). Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki dibanding perempuan. Hal ini mungkin
karena annulus inguinalis eksternus pada pria lebih besar dibanding wanita. Selain itu juga karena perjalanan embriologisnya dimana testis pada pria turun dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis. Seringkali kanalis tidak menutup sempurna setelahnya. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga bisa dimasuki oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan juga faktor yang bisa mendorong isi hernia melalui pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.1,3,4,5 Ada tiga mekanisme yang seharusnya bisa mencegah terjadinya hernia inguinalis. Yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m. ablikus internus yang menutup annulus internus ketika berkontraksi, dan fascia transversa yang menutup trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini bisa menyebabkan terjadinya hernia.1 Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan intra abdomen lebih lanjut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Akibatnya isi intraabdomen keluar melalui celah tersebut.1,3 Tekanan intraabdomen yang tinggi secara kronik seperti batuk kronik, mengedan saat miksi atau defekasi (missal karena hipertrofi prostat atau konstipasi), ascites, obesitas atau mengangkat beban berat sering mendahului hernia inguinalis.1,6
Patofisiologi Pada keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus intenus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya jika otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan
annulus inguinalis tertutup sehingga mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Tetapi dalam keadaan prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia dapat membentuk pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar. Sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu diperlukan pula factor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. 1,7 Bila cincin hernia sempit, kurang elastic atau lebih kaku maka akan terjadi jepitan yang menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. 1 Gejala Klinis Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang waktu berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, bila ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah, afflatus dan tidak BAB baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.1 Diagnosis Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan
di lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat benda berat atau mengedan, dan menghilang saat berbaring. Pasien sering mengatakan sebagai turun berok, burut atau kelingsir. Keluhan nyeri jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong. Nyeri yang disertai mual dan muntah baru muncul kalau terjadi inkarserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis.1,2,6 Pada inspeksi, saat pasien diminta mengedan dalam posisi berdiri dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Perlu diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien lalu diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan yang asimetri dapat dilihat. 1,2,4 Pada palpasi, dilakukan saat ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah dapat direposisi. Bila hernia dapat direposisi, waktu jari masih berada di annulus internus, pasien diminta mengedan, kalau ujung jari menyentuh hernia berarti hernia inguinalis lateral, sementara jika bagian sisi jari yang menyentuh, berarti hernia inguinalis medialis. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua kain sutera. Disebut tanda sarung tangan sutera. Kalau kantong hernia berisi organ, palpasi mungkin meraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium.1,2 Diagnosis pasti hernia umumnya sudah bisa dilakukan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.2 Berdasarkan anatomi, hernia dapat dibagi menjadi : 1. Hernia inguinalis medialis (direk)
Disebut direk karena menonjol langsung ke depan melalui trigonum hasselbach. Disebut medialis karena tidak keluar melalui kanlis inguinalis dan tidak ke scrotum. Tipe ini hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum hasselbach. Oleh karena itu hernia ini umumnya bilateral. Hernia inguinalis medialis memiliki leher yang lebar, sulit direposisi dengan penekanan jari tangan. Jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi inkarserata dan strangulata (hanya 0.3% mengalami komplikasi). Lebih sering pada pria usia tua.1,3 Hernia direk tidak dikontrol oleh tekanan pada annulus internus, secara khas mengakibatkan benjolan kedepan, tidak turun ke skrotum.3 2. Hernia inguinalis lateralis Tipe ini disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Tidak seperti hernia medialis yang langsung menonjol di trigonum hasselbach. Tonjolan pada tipe lateralis biasanya lonjong, sementara tipe medialis biasanya bulat. Hernia indirek ini bisa dimasukkan dengan tekanan jari di sekitar annulus eksternus (bila tidak ada inkarserata), mungkin seperti leher yang sempit. Banyak terjadi pada usia muda. 3% kasus mengalami komplikasi strangulata.1,3 Hernia indirek dikontrol oleh tekanan annulus internus sehingga seringkali turun ke dalam skrotum.3 Pada anak sering akibat belum menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis.1,4 Tatalaksana Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia dan membentuk corong, tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.1 Pada anak-anak reposisi spontan lebih sering terjadi dan gangguan vitalitas lebih jarang disbanding orang dewasa. Hal ini disebabkan cincin hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan operasi hari berikutnya. Bila tidak berhasil, operasi segera.1 Pemakaian penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur hidup. Ini tidak dianjurkan karena merusak kulit dan tonus otot di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam.1 Yang penting diperhatikan untuk memperoleh keberhasilan terapi maka factor-faktor yang meningkatkan tekanan intra abdomen juga harus dicari dan diperbaiki. Misalnya batuk kronis, prostat, tumor, ascites, dan lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi.2 Langkah operatif adalah pengobatan satu-satunya yang rasional. Indikasi operasi sudah ada sejak diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operasi terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.1 Herniotomi adalah membebaskan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.1 Hernioplasti ialah melakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif. Dikenal
berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan antara m. oblikus internus abdominis dan m. transverses internus abdominis (conjoint tendon) ke ligamentum inguinale poupart menurut Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, m. transverses abdominis, m. oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper menurut McVay.1
Gbr 4. Herniotomi dan Hernioplasti Kelemahan teknik Bassini dan teknik variasi lain adalah adanya regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Karena itu dipopulerkan metode penggunaan prosthesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis yang menjadi dasar kanalis inguinalis, tanpa menjahit otot-otot ke inguinal.1 Pada bedah darurat, misalnya sudah terjadi komplikasi, prinsipnya sama dengan yang elektif. Cincin hernia dicari dan dipotong. Usus halus
dinilai apakah vital atau tidak. Bila vital direposisi, bila tidak dilakukan reseksi dan anastomosis.2 Komplikasi Komplilkasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada kasus ireponibel; ini dapat terjadi kalau isi terlalu besar, atau terjadi perlekatan. Dalam kasus ini tidak ada gejala klinis.1 Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi strangulasi yang menimbulkan gejala obstruksi sederhana. Sumbatan dapat terjadi parsial atau total seperti pada hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau kaku, sering terjadi jepitan parsial.1 Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia. Timbulnya udem mengakibatkan jepitan semakin bertmbah sehingga suplai darah terhambat. Akibatnya jaringan isi akan nekrosis dan hernia akan berisi cairan transudat serosanguinis. Bila isi jaringan adalah usus, bisa terjadi perforasi yang menimbulkan abses lokal, fistel, hingga peritonitis.1,4 Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila telah strangulasi, bisa terjadi toksik akibat gangrene dan gambaran menjadi sangat serius. Penderita akan mengeluh nyeri hebat di tempat hernia dan akan menetap karena rangsang peroitoneal.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta : EGC 2. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta : Media Aesculapius FKUI 3.
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006. Jakarta : Erlangga Medical Series
4. Inguinal Hernia. Wikipedia the free encyclopedia. Last Updated : Maret9th 2019. (Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Inguinal_hernia, cited on Maret9th 2019) 5. Inguinal Hernia. National Digestive Disease Information Clearinghouse. Last Updated December 2018. (Available http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/inguinalhernia.
from cited
on
Maret 9th 2019) 6. Balentine, Jerry R. dan Stoppler, Melissa Conrad. Hernia. eMedicine Health. (Available from http://www.emedicinehealth.com/hernia/article_em.htm cited on Maret9th 2019) 7. She Warts, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Alih Bahasa Laniyati Celal, editor Linda Chandranata – Jakarta, EGC, 2000, hal 509515