Laporan Gunung Galunggung.docx

  • Uploaded by: Dini Puspasari II
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Gunung Galunggung.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,512
  • Pages: 23
PEMANTAPAN MATERI PERKULIAHAN MENGKAJI DAERAH GUNUNGAPI GALUNGGUNG DAN KAMPUNG NAGA

LAPORAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Geografi Fisik dan Sosial

Oleh, DINI PUSPASARI 142170059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2015

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ilahi Robbi karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Lapangan ini yang berjudul “PEMANTAPAN MATERI PERKULIAHAN MENGKAJI

DAERAH

GUNUNGAPI

GALNGGUNG

DAN

KAMPUNG NAGA. Laporan ini penulis ajukan sebagai tugas hasil penelitian di Gunung Galunggung dan Kampung Naga. Penulis menyadari dalam pembuatan laporan Kuliah Lapangan ini masih banyak kekurangan, Karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan sehingga pembuatan laporan ini sangatlah jauh dari kata kesempurnaan. Atas bimbingan dan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis mengucapkan terima kasih dan tinggi hormat yang sebesarbesarnya kepada : 1.

Allah SWT karena dengan Qudrat dan iradatnya, yang telah memberikan karunia kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu.

2.

Drs.H. Nedi Sunaedi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Geografi.

3.

Seluruh dosen geografi yang telah membimbing pembelajaran kepada penulis. Semoga Allah swt melimpahkan dan membalas pahala yang sebesar-

besarnya kepada mereka atas keikhlasan serta kebaikan kepada penulis selama melaksanakan penyusunan maklah ini. Demikian

penulis

sampaikan,

semoga

bermanfaat.

Penulis

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan Laporan Praktek Kuliah Lapangan ini dimasa yang akan datang.

Tasikmalaya, Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman COVER KATA PENGANTAR ............................................................................ ii DAFTAR ISI ......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................ 2 C. Tujuan Makalah..................................................................... 2 D. Prosedur Makalah ................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Karakteristik Gunung Galunggung ....................................... 3 B. Keanekaragaman Budaya di Kampung Naga....................... 11 IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan.............................................................................. 18 B. Saran .................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1

Gunung Galunggung ......................................................... 3

Gambar 2.2

Erupsi Gunung Galunggung .............................................. 4

Gambar 2.3

Kawah Gunung Galunggung ............................................. 5

Gambar 2.4

Pembentukan Bukit Sepuluh Ribu .................................. 11

Gambar 2.5

Pemandangan Kampung Naga ........................................ 12

Gambar 2.6

Alat Dapur Masyarakat Kampung Naga ......................... 13

Gambar 2.7

Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Naga .............. 13

Gambar 2.8

Bahan Rumah dari Bambu & Kayu ................................. 16

Gambar 2.9

Mesjid dan Bale Patemon ................................................ 17

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak ditemui gunung api yang aktif. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Kedua lempeng tersebut bertumbukan mengakibatkan banyak terbentuk gunung api di Jawa bagian selatan dan Sumatera bagian barat. Sebagai contoh, terdapat wilayah-wilayah yang sangat dinamis yang dicirikan dengan terbentuknya jalur pegunungan aktif dan jalur rawan gempa bumi. Kondisi geologis ini memiliki dua sisi potensi yang berpengaruh besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Satu sisi, kondisi tersebut berpotensi untuk Indonesia dalam hal sumber daya geologi. Sisi lain, kondisi tadi juga menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan ancaman bahaya geologi yang tinggi. Salah satu pulau yang beresiko tinggi terhadap ancaman bencana geologi dalam hal ini letusan gunungapi adalah Pulau Jawa. Salah satunya adalah Gunung Galunggung yang terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2168 mdpl (di atas permukaan laut). Gunung Galunggung termasuk kepada jenis gunungapi tipe strato. Letusan Gunung Galunggung tercatat terjadi sejak 1822 sampai sekarang adalah 4 kali. Bencana alam ini tidak dapat dicegah, namun resikonya dapat dikurangi melalui usaha-usaha mitigasi yang tepat. Hal itu merupakan salah satu kajian geografi yang bersifat fisik berada di Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada

1

2

masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern. Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern. Ini merupakan kajan geografi yang bersifat social, mengarah kepada kebudayaan,adat istriadat, geografi manusia, dll.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik Fisik yang dimiliki Gunung Galunggung? 2. Bagaimana Keanekaragaman Budaya di Kampung Naga?

C. Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahui karakteristik fisik yang dimiliki oleh Pantai Pangandaran. 2. Untuk mengetahui Keanekaragaman Budaya di Kampung Naga.

D. Prosedur Makalah Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan metode survey, artinya penulis memperoleh data melalui survey langsung ke lapangan Gunung Galunggung dan Kampung Naga tersebut.

BAB II PEMBAHASAN

A. Karakteristik Gunung Galunggung Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 m di atas permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya, dengan

titik

koordinat

Koordinat

7.25°LS-7°15'0"LS;

108.058°BT-

108°3'30"BT. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain: obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektar dibawah pengelolaan Perum Perhutani, berupa air terjun dan kawah. Pengunjung diijinkan mengunjungi

kawah

Galunggung, mencapai meniti

dan kawah

tangga

dapat dengan permanen

dengan jumlah anak tangga sebanyak

620

buah.

Gambar 2.1 Gunung Galunggung

Berdasarkan sejarah, diketahui bahwa Gunungapi Galunggung telah mengalami beberapa kali letusan dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda, yaitu Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliranaliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Letusan kali ini

3

4

menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu. Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560x440 m yang kemudian dinamakan gunung Jadi. Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak

langsung

(kecelakaan

lalu lintas, usia tua, kedinginan dan

kekurangan

pangan).

Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Gambar 2.2 Erupsi Gunung Galunggung

Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir. Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai 'benteng' pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya.

5

Gunung Galunggung dilihat dari ilmu fisiknya: 1.

Geologi Galunggung adalah gunungapi aktif strato tipe-A yang terletak di

Kabupaten Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat dengan koordinat geografis sekitar 7° 15′ LS dan 108°03′ BT. Galunggung mempunyai ketinggian 2168 m di atas muka laut dan 1820 m diatas dataran Tasikmalaya. Berdasarkan catatan dari DVMBG, gunung Galunggung menempati daerah seluas±275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier PegununganSelatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuan morfologi, yaitu: KerucutGunung Api, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu. Kerucut gunung api, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian 2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama Kawah Guntur yang berbentuk melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 – 150 meter. Kerucut ini merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera, mempunyai kemiringan lereng hingga 30° di daerah puncak dan menurun hingga 5° di bagian kaki. Kaldera Galunggung berbentuk sepatu kuda yang terbuka ke arah tenggara dengan panjang sekitar 9 km dan lebar antara 2-7 km. Dinding Kaldera mempunyai ketinggian maksimum sekitar 1000 meter di

bagian

barat-

barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timur-tenggara.

Gambar 2.4 Kawah Gunung Galunggung

Di dalam kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000 meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat

6

kerucut silinder dengan ketinggian 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter yang terbentuk selama periode letusan 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut silinder ini tertutup oleh air danau kawah; dan pada 1997, setelah volume air danau kawah dikurangi melalui terowongan pengendali air danau,kerucut silinder ini muncul kembali di permukaan air danau. 2. Geomorfologi Gunung Galunggung menempati daerah seluas ±275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G.Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G.Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuam morfologi, yaitu: Kerucut Gunungapi, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu. Kerucut Gunungapi, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian 2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama Kawah Guntur atau kawah saat di bagian puncaknya. Kawah ini berbentuk melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 – 150 meter.Kerucut ini merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera, mempunyai kemiringan lereng hingga 30° di daerah puncak dan menurun hingga 5° di bagian kaki. Kaldera, berbentuk sepatu kuda terbuka ke arah tenggara dengan panjang 9 km dan lebar antara 2-7 km. Tinggi dinding Kaldera tertinggi adalah 1000 meter di bagian barat-barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timurtenggara. Di dalam Kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000 meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat kerucut silinder setinggi 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter yang terbentuk selama periode letusan 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut silinder ini tertutup oleh air danau kawah. Pada 1997, setelah volume air danau kawah dikurangi melalui terowongan

7

pengendali air danau, kerucut silinder ini muncul kembali di permukaan air danau. Perbukitan Sepuluh Ribu atau perbukitan “Hillock”, terletak di lereng kaki bagian timur-tenggara dan berhadapan langsung dengan bukaan kaldera. Perbukitan ini menempati dataran Tasikmalaya (±351 m) dengan luas ±170 km2, dan dengan jarak sebaran terjauh 23 km dari kawah pusat dan terdekat 6,5 km serta lebar sebaran ±8 km, dengan sebaran terpusat pada jarak 10 – 15 km. Jumlah bukit tersebut ± 3.600 buah, tinggi bukit bervariasi antara 5 - 50 meter diatas dataran Tasikmalaya dengan diameter kaki bukit antara 50 – 300 meter serta kemiringan lereng antara 15 – 45. Perbukitan ini terbentuk sebagai akibat letusan besar yang menghasilkan kaldera tapal kuda dan yang melongsorkan kerucut bagian timur-tenggara, berumur 4200 tahun yang lalu. 3.

Stratigrafi Stratigrafi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan

batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. Stratigrafi G. Galunggung secara umum dibagi dalam tiga (3) periode kegiatan, yaitu: 1.

Periode Pra-Kaldera (Formasi Galunggung Tua)

2.

Periode Sin-Kaldera (Formasi Tasikmalaya)

3.

Periode Post-Kaldera (Formasi Cibanjaran)

a) Formasi Tua / Pra Kaldera Aliran lava: Tersingkap baik pada dinding Kaldera Galunggung membentuk perlapisan dengan kemiringan 3°-5°, di dasar puncak kawah. Bagian permukaan lava telah menjadi soil dan terbentuk erosi permukaan. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi periode istirahat panjang (dormant period). Bagian dalam lava bersifat masif dan bagian luarnya bersifat breksi hingga blok lava masif, mempunyai ketebalan antara 1 hingga 15 meter. Aliran piroklastik: Tersingkap baik pada dinding kaldera bagian barat daya, dengan ketebalan 3,5 – 2,5 meter, materialnya didominasi berukuran abu hingga lapili, dan penyebarannya sempit.

8

Jatuhan piroklastik: bergradasi normal dan sortingnya baik Dike: Memotong perlapisan aliran lava dan endapan piroklastik di bagian bawah dan tengah dinding kaldera dengan ketebalan 2-5 meter dan tidak semuanya muncul di permukaan gunung api Cryptodome: Terletak di bagian utama dinding kaldera Galunggung pada bagian bawah kawah Galunggung tua. Mempunyai lebar ± 250 meter dan tinggi ± 500 meter. b) Formasi Tasikmalaya/Sin Kaldera Debris avalanche: Merupakan batuan lereng tubuh gunung api memperlihatkan kontak perlapisan aliran lava dengan endapan piroklostik, yang mana mempunyai

kesamaan dengan

batuan dinding kaldera

Galunggung. Pelapisan piroklastik hanya sedikit berubah tetapi aliran lava selalu memperlihatkan rekahan-rekahan. Batuan ini terdiri atas blok-blok lava yang tidak terarah dan fragmen dengan matrik berukuran ash hingga lapili. Aliran Piroklastik: Berwarna abu tua – abu kecoklatan, tidak terkompaksi. Material didominasi oleh ash dan juga terdapat bom dan blok. Penanggalan radiokarbon (C14) dari Chorcoal yang terdapat pda bagian atas aliran piroklostik memberikan umur 4200 ± 150 yrs BP. c) Formasi Cibanjaran/Post Kaldera Letusan 1822 : Aliran pirokolstik berwarna abu tua, bersifat lepas dan didominasi oleh ash. Batuan ini ditutupi oleh endapan debris avalanche. Penanggalan radiokabon (C14) dari fragmen kayu di dalam endapan fluvial yang berada di bawah kedua endapan tersebut, mempunyai umur 590 ± 150 yrs BP. Ini menunjukkan bahwa Galunggung mempunyai periode istirahat panjang (dormant periode) sebelum letusan 1822). Letusan 1894 : Berupa jatuhan piroklostik yang ditutupi endapan halus. Letusan 1982-83 : Aliran piroklostik; tidak terkompaksi, kaya akan ash dan fragmen bom bertipe bom kerak roti. Total volume diperkirakan 5,6 x 106 m3. Jatuhan piroklostik; mempunyai ketebalan 1-10 meter sampai 30 meter di sekitar kawah aktif. Perlapisan baik dan memperlihatkan normal graded bedding dengan material berukuran dari ash sampai bom dan blok.

9

Fragmen bom bertipe bom kerak roti. Aliran lava; aliran lava basal keluar pada bagian kaki kerucut silinder. Tasikmalaya mempunyai keunikan tersendiri dibanding dengan daerahdaerah lain di belahan Nusantara, yaitu dengan memiliki jumlah bukit yang cukup banyak yang tersebar di hampir seluruh kawasan, sehingga bisa dibilang salah satu keajaiban dunia. Berdasarkan sejarah, diketahui bahwa Gunungapi Galunggung telah mengalami beberapa kali letusan (erupsi) dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda, yaitu: sebelum tahun 1822 yang erupsinya sangat dahsyat, yang salah satu akibatnya adalah terbentuknya Bukit Sepuluh Ribu. Bukit-bukit ini tersebar ke sebelah tenggara dari mulut depresi, dengan ketinggian yang bervariasi. Bukit-bukit ini kemudian dikenal dengan sebutan The Ten Thousand Hills of Tasikmalaya atau Bukit Sepuluh Ribu Tasikmalaya. Letusan Gunungapi Galunggung

selanjutnya

terjadi

pada

tahun

1982

yang

kegiatan

vulkanismenya berlangsung hampir setahun sampai pada awal tahun 1983. Pada tahun 1978, jumlah bukit yang tersebar dari sekitar Gunung Galunggung, 20 kilometer arah barat Kota Tasikmalaya, terus ke arah timur dan tenggara hingga ke Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, serta Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya ini tercatat mencapai 3.468 bukit. Sejak tahun 1980, jumlah bukit itu terus berkurang karena banyak yang diratakan untuk kemudian berubah fungsi menjadi perkampungan. Menurut Prof. Dr. H.M. Ahman Sya, tingkat kepunahan bukit di Tasikmalaya saat ini sudah mencapai 5% per tahun atau 15 bukit per tahun. Tahun 1996 jumlah bukit masih tercatat sekira 3.050 dan saat ini jumlahnya hanya tinggal sekitar 3.000 bukit. Dampak yang sekarang dirasakan akibat dari kepunahan bukit adalah naiknya suhu udara di wilayah kota Tasikmalaya (udara tidak sejuk lagi), karena bukit yang memiliki pepohonan yang rimbun sudah tidak ada sehingga bukit yang tadinya berfungsi sebagai penghasil oksigen alami atau bisa disebut paru-paru kota berubah menjadi kawasan yang gersang dan tidak hijau lagi. Adapun dari sisi keindahan, kota Tasikmalaya yang selama ini

10

hijau dan terkenal asrinya (sesuai dengan slogan Tasik Kota Resik), suatu saat akan berubah menjadi kota yang gersang karena ulah segelintir manusia yang tidak bertanggungjawab sehingga julukan "kota bukit sepuluh ribu" itu hanya tinggal kenangan. Permasalahan kerusakan bukit sepuluh ribu menjadikan kawasan Tasikmalaya diambang krisis lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat menghadapi penambangan yang tanpa memperhitungkan kondisi lingkungan merupakan masalah utama yang dikarenakan tuntutan kebutuhan hidup. Hakikat Bukti Sepuluh Ribu di Tasikmalaya Tasikmalaya adalah sebuah kawasan yang terletak di daerah Parahiyangan (Jawa Barat). Bentang alam Tasikmalaya mempunyai keunikan tersendiri, yaitu banyaknya dataran yang berbukit-bukit dengan ketinggian antara 10 - 50 meter, bukit-bukit tersebut tersebar mulai lereng kaki Gunungapi Galunggung sebelah tenggara hingga ke sebelah selatan menempati sebagian wilayah daerah Singaparna, ke sebelah timur hingga daerah Cibeureum, dan ke sebelah utara ke daerah Indihiang. Karena banyaknya bukit yang ada, pada tahun 1941 seorang ahli geologi dari Belanda bernama Van Benmellen dalam bukunya berjudul The Geology of Indonesia, menjuluki Tasikmalaya sebagai The Ten Thousand Hills of Tasikmalaya (Tasikmalaya, Kota Bukit Sepuluh Ribu). Bukit Sepuluh Ribu mempunyai variasi dalam ketinggian dan ukurannya. Ukuran bukit-bukit tersebut secara berurutan, berukuran relatif besar di lereng Gunungapi Galunggung, berukuran sedang di daerah tengah, dan berukuran semakin kecil di daerah yang agak jauh dari Gunungapi Galunggung. Bukitbukit ini mengandung material piroklastika berupa pasir, kerikil, batuan bekuan bongkah, tufa, dan material lainnya. Bahan-bahan material inilah yang dieksploitasi dan mempunyai nilai ekonomis untuk dijadikan bahanbahan atau material bangunan dan urugan (landfill material). Kejadian terbentuknya Bukit Sepuluh Ribu ini tidak lepas dari aktivitas Gunungapi Galungung dari waktu ke waktu. Fungsi dan Pentingnya Pelestarian Bukit Menurut Ahman Sya (2004 : 21), bahwa bukit-bukit yang keberadaannya cukup banyak ini merupakan sumber kehidupan dan kesejahteraan. Hal ini dapat diamati dari beberapa

11

fungsi dari keberadaan bukit-bukit tersebut, di antaranya: fungsi geologis, fungsi ekologis, fungsi hidrologis, fungsi estetika, fungsi ekonomi, fungsi pertahanan, fungsi pendidikan dan pariwisata. Secara geologis, bukit-bukit ini adalah bentukan alam yang termasuk salah satu keajaiban dunia. Tidak terdapat bukit sepuluh ribu lain di belahan dunia ini, kecuali di Tasikmalaya.

Gambar 2.4 Pembentukan Bukit Sepuluh Ribu

B. Keanekaragaman Budaya di Kampung Naga Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya .Secara administrstif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yng menghubungkan kota Garut dengan Kota Tasikmalaya, yang berada di lembah yang subur. Adapun Batas wilayahnya adalah: 1. Di sebelah barat adalah hutan keramat yang didalamnya terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. 2. Di sebelah selatan sawah-sawah penduduk. 3. Disebelah uatara dan timur dibatsi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga sekitar 30 Km, sedangkan dari Kota Garut jaraknya +26 Km. Untuk mencapai perkampungan ini tidaklah terlalu sulit. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya GarutTasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda

12

sengked) sampai ketepi Sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri Sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.

Gambar 2.5 Pemandangan Kampung Naga

Perkembangan penduduk kampung naga berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat Naga berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga. Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta. Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979, 10 tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas kira-kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang dikombinasikan dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu. Jumlah keseluruhan penduduk sekitar 326 orang. Karakteristik wilayah Kampung Naga dilihat dari: 1)

Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih

menggunakan peralatan ataupun perlengkapan hidup yang sederhana, nonteknologi yang kesemua bahannya tersedia di alam. Seperti untuk memasak yang masih menggunakan tungku dengan bahan bakar menggunakan kayu

13

bakar untuk membajak sawah mereka tidak menggunakan traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal lainnya yang pasti masyarakat Kampung Naga tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi tinggi dikarenakan tak adanya listrik.

Gambar 2.6 Peralatan Dapur Masyarakat Kampung Naga

2) Perekonomian Masyarakat Kampung Naga Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu bertani, menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah membuat kerajinan, beternak dan berdagang.

Gambar 2.7 Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Naga

3) Sistem Bahasa Dalam berkmunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa Sunda asli, ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia biasanya para pemandu wisata lokal maupun bayaran non-Kampung Naga . Itu pun

14

apabila bercakap-cakap dengan para wisatawan dari Kabupaten dan Kota Tasikmalaya maupun dari luar Jawa Barat. 4) Sistem Pendidikan ( Ilmu Pengetahuan ) Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itupun hanya minoritas. 5)

Sistem Politik Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin

oleh ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka. 6)

Sistem Hukum Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga

memiliki aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat. Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada ka pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya. 7)

Sistem Kepercayaan ( Religi ) Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama

islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti

15

melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka. Masyarakat Kampung Naga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker. Adapun upacara – upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Sanaga yang bertepatan dengan hari besar Islam yaitu : Bulan Muharam untuk menyambut

datangnya

Tahun

Baru

Hijriah

Bulan

Maulud

untuk

memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW 27. Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati pertengahan bulan Hijriah Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri Bulan Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul Adha. Kesenian Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga diantaranya : Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu. Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal. Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan missal. 8)

Sistem Bangunan /Arsitek Bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga

semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung 28 yang kesemua bahan bangunannya

16

menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain- lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut. Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).

Rumah tidak boleh

dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, merekaselalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.

Gambar 2.8 Bahan Rumah dari Bambu dan Kayu

9)

Mesjid dan Bale Patemon Mesjid dan bale petemon Kampung Naga terletak di daerah terbuka

(open space). Rincinya kedua bangunan tersebut berada di depan lapangan milik warga masyarakat Kampung Naga. Mesjid dan bale patemon merupakan dua bangunan yang terletak di kawasan bersih yaitu di sekitar rumah masyarakat.

17

di Kampung Naga tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat ibadah atau tempat menuntut ilmu agama. Lebih dari itu, fungsi Mesjid Kampung Naga juga sebagai tempat awal dan akhir dari pelaksanaan ritual Hajat Sasih. Jadi, selain sebagai fungsi tempat ibadah, masjid juga memiliki fungsi lain yaitu tempat pelaksanaan ritual adat. Sementara bale patemon mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah milik masyarakat Kampung Naga.

Gambar 2.9 Mesjid dan Bale Patemon

BAB III SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Di daerah Tasikmalaya memiliki beragam keistimewaan tidak hanya dilihat dari nilai kerajinan saja, namun mempunyai nilai geologis dan historis yang dapat dipelajari. Diantaranya : di Tasikmalaya ini dilihat dari nilai geologis dengan adanya Gunung Galunggung yang merupakan keindahan alam dengan bentuklahannya yang dapat dipelajari oleh seorang Geograper. Dari hasil letusan Gunungapi pun membawa banyak dampak positif bagi masyarakat di Tasikmalaya selain menjadikan tempat wisata di daerah sekitar Gunung namun terbentuknya Bukit sepuluh Ribu yang memiliki Fungsi hidrologis, ekologis, ekonomi, pendidikan. Selain terdapatnya nilai geologis (fisik) Tasikmalaya pun mempunyai nilai Sosial dengan keanaekaragaman kebudayaan yang dapat dilihat di Kampung Naga yang merupakan suatu perkampungan adat yang masih betahan di Jawa Barat selain Baduy. Kampung ini masih tetap bertahan dengan segala adat istiadat, kebiasaan, serta aturan-aturan mereka dan menutup segala aktivitas mereka dari alur modernisasi. Mereka mempercayai aturan yang turun-menurun dari leluhurnya, dan mereka yakin dengan aturan tersebut. Kampung Naga tidak mengikuti alur modernisasi di dalam kehidupan sehari-harinya, karena modernisasi ditakutkan akan mengubah kebudayaan yang telah lama di anut oleh kampung Naga. Penataan lingkungan di kampung Naga, mencerminkan suatu pola pikir ke depan atau yang disebut dengan pembangunan lingkungan berkelanjutan B. Saran Sebaiknya Pengunjung Gunung Galunggung yang melakukan pendakian maupun camping harus memperhatikan lingkungan gunung tersebut jangan sampai meninggalkan sampah yang dibiarkan begitu saja di sekitar kawah maupun lingkungan Gunung Galunggung, karena dapat mengurangi nilai estetika yang sudah terdapat Gunung Galunggung tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA

Program Studi Pendidikan Geografi. 2015. Pemantapan Materi Perkuliahan Mengkaji Gunungapi Galunggung dan Kampung Naga. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi Badan Geologi. (2014). G. Galunggung - Geologi. [online].Tersedia: http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasargunungapi/523g-galunggung?start=2 [02 Juni 2015. 08:15] Dragon, Sugih. (2014). Sosial Budaya Kampung Naga Tasikmalaya [online]. Tersedia:https://www.academia.edu/10121129/SOSIAL_BUDAYA_KAM PUNG_NAGA_TASIKMALAYA [02 Jni 2015. 09:25]

Related Documents


More Documents from "Ahmad Nurcholish Latif"