Laporan Gentamicin Salep (new) (final Laporan Salep).docx

  • Uploaded by: Nur Arzy
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Gentamicin Salep (new) (final Laporan Salep).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,310
  • Pages: 42
LAPORAN PRAKTIKUM “FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN SALEP GENTAMISIN SEBAGAI SALEP ANTIBIOTIK” Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida

Disusun Oleh: Dwi Danu

(16020201051)

Mailatullia K

(16020200050)

Fitra Nanda

(16020201037)

Nur Arzy S

(16020200061)

Septy H

(16020201070)

Syafiatul Fitri

(16020200078)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA SIDOARJO 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SALEP GENTAMISIN SEBAGAI SALEP ANTIBIOTIK” tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmasetika sediaan semisolida. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami. Penyusun meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penyusun harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat di masa yang akan datang.

Sidoarjo, 22 Oktober 2018

Penyusun

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1 DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4 1.3 Tujuan ................................................................................................................ 4 1.4 Manfaat .............................................................................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4 2.1 Tinjaun Salep .................................................................................................... 5 2.1.1 Definisi Salep ............................................................................................. 5 2.1.2 Faktor-faktor Salep ................................................................................... 5 2.1.3 Macam-macam dasar salep ...................................................................... 5 2.1.4 Metode Pembuatan Salep ......................................................................... 7 2.1.5 Peraturan-peraturan Salep ...................................................................... 8 2.1.6 Pembagian Salep ....................................................................................... 8 2.1.7 Fungsi Salep ............................................................................................... 9 2.1.8 Persyaratan Salep ................................................................................... 10 2.1.9 Kualitas Dasar Salep............................................................................... 10 2.1.10 Evaluasi Sediaan Salep ........................................................................... 10 2.2 Tinjauan Gentamisin ...................................................................................... 12 2.3 Tinjauan Bahan ............................................................................................... 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 20 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 21 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 21 3.3 Formulasi Sediaan Salep Gentamicin ........................................................... 22 3.4 Cara Pembuatan ............................................................................................. 22 3.5 Evaluasi Sediaan Salep Betametasone .......................................................... 24 BAB IV HASIL PENGAMATAN ................................................................................. 25 4.1 Tabel Hasil Pengamatan................................................................................. 25 4.2 Grafik Hasil Pengamatan ............................................................................... 28 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................. 31 BAB VI PENUTUP ......................................................................................................... 34 6.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 34 6.2. Saran ................................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 36 LAMPIRAN..................................................................................................................... 38

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktikum ini akan dibuat sediaan Salep dengan bahan aktif gentamisin sulfat. Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10% (Ansel 2008). Salep harus meimiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada pembuatan salep harus digerus dengan homogen agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori – pori kulit dan diserab oleh kulit. Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisida terhadap banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus. Dalam sel, aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk sub unnit ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam transkripsi kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap gentamisin, diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter, Citrobacter,

Escherichia,

Enterobacter,

Francisella,

Klebsiella,

Proteus,

Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme

Gram-positif

seperti

strain

Staphylococcus

aureus,

Listeria

monocytogenes dan beberapa strain Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009). Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi. Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga (Sweetman, 2009). Beberapa macam sediaan topikal yang ada antara lain salep pasta, gel, dan krim (Lacman, 1994). Pada penelitian ini

3

gentamicin dibuat dalam bentuk sediaan salep. Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Dalam penelitian ini diharapkan bentuk sediaan yang dapat memenuhi syarat yaitu sediaan tidak berbau tengik, tidak lengket, dan homogenitas, serta memiliki pH yang pas untuk pH kulit. Dosis pemakaian salep gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari, dioleskan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penulisan laporan ini yaitu: 1. Bagaimana formulasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan salep gentamicin ? 2. Bagaimana stabilitas fisik yang dilakukan pada sediaan salep gentamicin?

1.3 Tujuan Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulisan laporan ini yaitu: 1. Untuk mengetahui formulasi yang tepat dalam pembuatan sediaan gentamicin. 2. Untuk mengetahui stabilitas fisik yang dilakukan pada sediaan salep gentamicin.

1.4 Manfaat Manfaat penulisan laporan ini, anatara lain: a. Bagi pembaca Diharapkan pembaca mengetahui proses formulasi, cara pembuatan sediaan salep dan stabilitas fisik dalam sediaan salep gentamicin. b. Bagi penulis Diharapkan penulis menjadi lebih mengerti dan lebih mendalami tentang ilmu formulasi serta spesifikasi dalam pembuatan sediaan salep gentamicin, serta lebih mengetahui cara evaluasi yang dilakukan setelah pembuatan salep.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Salep 2.1.1

Definisi Salep Menurut Farmakope Indonesia Edisi III. Salep adalah sediaan setengah

padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Menurut DOM Salep adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting. Menurut Scoville’s salep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan. Menurut Formularium Nasional salep adalah sedian berupa masa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 % ( Anief, 2005).

2.1.2

Faktor-faktor Salep Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam proses absorpsi melalui

kulit antara lain adalah: 1. Koefisien partisi dari pada obat. 2. Kelembaban dan suhu kulit. 3. Jenis penyakit yang terdapat pada kulit. 4. Konsentrasi bahan berkhasiat. 5. Dasar salep/cream yang dipakai

2.1.3

Macam-macam dasar salep

Macam-macam dasar salep antara lain : 1. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini yaitu terdiri antara lain vaselin putih, Vaselin kuning,

5

Paravin encer, Paravin padat, Jelene, Minyak tumbuh-tumbuhan, Campuran Vaselin dengan malam putih, malam kuning. Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 1989). 2.

Dasar salep serap Dasar salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama

terdiri atas dasar yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Paraffin hidrofilik dan Lanolin anhidrat) dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanolin) (Ansel, 1989). 3.

Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik

dan lebih tepatnya disebut krim. dasar salep ini mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk bahan dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif dengan menggunakan dasar salep ini. Keuntungan lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap air pada kelainan dermatologik (Ansel, 1989). 4.

Dasar salep larut dalam air Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari

konstituen larut air. Sama halnya dengan dasar salep yang dapat dicuci dengan air dasar salep ini banyak memiliki keuntungan (Ansel, 1989). Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, serta stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang dapat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbondaripada dasar salep yang mengandung air meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air (Anief, 2003).

6

2.1.4

Metode Pembuatan Salep

1. Metode Pelelehan. Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. 2. Metode Triturasi. Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. 3. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil. Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air, 4. Salep yang dibuat dengan peleburan a. Dalam cawan porselen b. salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya (air ditambahkan terakhir) c. Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa) dan dilebihkan 10-20%. Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu: metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya. 1.

Pencampuran. Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.

2.

Peleburan. Semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen biasanya

ditambahkan

yang

tidak

dicairkan

pada cairan yang sedang mengental setelah

didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.

7

2.1.5

Peraturan-peraturan Salep Dalam pembuatan salep, harus memperhatikan peraturan-peraturan

pembuatan salep, yaitu diantaranya : 

Peraturan Salep Pertama (zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan)



Peraturan Salep Kedua (bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-peraturan lain, dilarutkan terlebih dahulu kedalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep : jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis)



Peraturan Salep Ketiga (bahan-bahan yang sukar atau hanya dapat larut dalam lemak dan dalam air harus diserbukkan dahulu, kemudian diayak dengan ayakan no 40)



Peraturan Salep Keempat (salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin) (Depkes, 1979).

2.1.6

Pembagian Salep Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan

dasarnya dan formularium nasional antara lain: a) Menurut konsistensi, salep di bagi :  Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan.  Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.  Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk) berupa suatu salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang diolesi.  Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).  Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan sedikit mengandung atau tidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin atau basis, biasanya berupa campuran sederhana yang terdiri dari minyak dan lemak

8

dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jelly ( amilum 10% dengan air mendidih). b) Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya:  Salep epidermik ( epidermic ointment, salep penutup. Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakan rangsangan / anestesi lokal ; tidak diabsorbsi ; kadangkadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.  Salep endodermik Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi tidak melalui kulit ; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.  Salep diadermik Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa merkuri iodida atau belladona. c) Menurut dasar salepnya:  Dasar salep hidrofobik Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak-lemak , minyak lemak, malam.  Dasar salep hidrofilik. Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya mempunyai dasar salep tipe o/w.

2.1.7

Fungsi Salep

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas pada kulit c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit ( Anief, 2005).

9

2.1.8

Persyaratan Salep

a. Pemerian tidak boleh berbau tengik. b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %. c. Dasar salep yang cocok. d. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. e. Penandaan,pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2005).

2.1.9

Kualitas Dasar Salep

1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar. 2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak

dan

homogen.

Sebab

salep

digunakan

untuk

kulit

yang

teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi. 3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. 4. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.

2.1.10 Evaluasi Sediaan Salep Evaluasi yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi sediaan salep sebagai berikut: a. Organoleptik Uji organoleptis atau disebut dengan uji indra adalah pengujian yang dilakukan dengan meggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap prodek kepada pasien. Pengujian organoleptis memiliki peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptis dapat memberikan indikasi adanya pertumbuhan mikroba dengan

10

ditandai adanya ketengikan ataupun bau busuk atau tidak enak. Hal tersebut menunjukan bahwa telah terjadi penurunan mutu dan terjadi kerusakan pada produk tersebut. Tujuan dilakukan pengujian organoleptis terkait langsung pada selera. Setiap orang disetiap daerah memiliki kecenderungan selera tertentu sehingga produk tersebut harus disesuaikan dengan selera masyarakat. Tujuan lain dari uji organoleptis seperti; untuk pengembangan produk baru, pengawasan mutu, perbaikan produk, evaluasi penggunaan bahan, formulasi dan peralatan baru (Syamsuni, 2006). b. Homogenitas salep Diperiksa dengan cara mengoleskan salep pada sekeping kaca, kemudian dilakukan pengamatan secara visual terhadap adanya bagian-bagian yang tidak tercampurkan,

Salep

dinyatakan

homogeny

apabila

pada

pengamatan

menggunakan visual tampak rata dan tidak menggumpal. c. Uji Daya Sebar Ditimbang sebanyak 500 mg kemudian diletakkan di tengah-tengah cawan petri yang berada dalam posisi terbalik. Diletakkan cawan petri yang lain di atas salep sebagai beban awal dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter salep yang menyebar diukur. Dilakukan penambahan beban sebesar 1,0 gram dan dicatat diameter salep yang menyebar setelah 1 menit sampai beban tambahan 20,0 gram. d. Uji pH Untuk uji pH menggunakan kertas pH indikator langsung pada sediaan yang dibuat. e. Uji Keseragaman sediaan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen, 1995). Standar deviasi merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing hasil penetapan terhadap mean dibagi dengan derajat kebebasannya (degrees of freedom). Standar deviasi (SD) lebih banyak digunakan sebagai ukuran kuantitatif

11

ketetapan atau ukuran presisi, terutama apabiladibutuhkan untuk membandingkan ketepatan suatu hasil (metode) dengan hasil (metode) lain. Semakin kecil nilai SD dari sserangkaian pengukuran, maka metode yang digunakan semakin tepat (Rohman, 2007). f. Pengujian Kesukaan (Hedonic test) Sediaan Salep Uji kesukaan dilakukan terhadap kedua formula basis salep pilihan, kepada dua puluh orang responden dengan metode angket. Faktor yang menjadi evaluasi yaitu kesukaan mereka terhadap sediaan salep yang mudah dioleskan, mudah dicuci dan tidak lengket serta memberikan kenyamanan pemakaian akan sediaan salep yang dioleskan ke permukaan kulit mereka g. Pengujian Keamanan Sediaan Salep Pengujian keamanan sediaan salep yang dibuat dilakukan terhadap dua puluh orang sukarelawan dengan uji tempel terbuka (Patch test), yakni :Sejumlah sediaan uji dioleskan pada punggung tangan kanan sukarelawan dan dibiarkan terbuka selama lima menit. Punggung tangan kiri diolesi sediaan basis salep tanpa ekstrak sebagai pembanding. Selanjutnya perubahan warna yang terjadi pada punggung tangan kanan masing-masng sukarelawan diamati. Jika tidak terjadi reaksi (tidak merah dan tidak bengkak) diberi tanda (-),jika terjadi reaksi (kulit memerah) diberi tanda (+), selanjutnya jika terjadi pembengkakan diberi tanda (++). h. Uji Daya Lekat Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang di butuhkan oleh salep untuk melekat pada kulit. Hal ini juga berhubungan dengan lama daya kerja obat. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin lama daya kerja obat. Caranya yaitu dengan meletakkan sediaan pada objek glass pada alat uji daya kemudian ditambahkan beban 500gr kemudian ditunggu selama 5 menit, setelah 5 menit beban diturunkan kemudian dicatat waktunya.

2.2 Tinjauan Gentamisin

12

(Martindale 36th ed. 2009, p: 282) Struktur 1. Gentamisin

Gentamicin sulfate adalah garam sulfat atau campuran garamnya dari golongan antibiotik yang di hasilkan oleh pembiakan Micromonospora purpurea. Potensi setara dengan tidak kurang dari 590 µg/mg gentamicin, di hitung terhadap zat yang telah di keringkan (FI IV). Unguentum gentamicin sulfate mengandung

gentamicin sulfat tidak

kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 135,0% dari potensi yang tertera pada etiket.Gentaminicin salep adalah obat yang digunakan sebagai sediaan topikal untuk mengobati penyakit kulit akibat infeksi oleh bakteri yang peka terhadap antibiotik ini. Gentamicin sulfat termasuk antibiotik golongan aminoglikosida yang digunakan untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan terutama oleh gram negatif. Obat ini bekerja dengan cara mengikat secara reversibel sub unit 30s dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa protein, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Salep ini biasanya dipasarkan berupa bentuk garamnya yaitu, gentamicin sulfate yang setara dengan gentamicin 0,1%. 

Pemerian gentamicin Serbuk; putih sampai kekuning-kuningan. (FI V hlm. 491)



Inkompatibilats gentamicin Aminoglikosida yang aktif dalam vitro oleh berbagai penisilin dan sefalosporin melalui interaksi dengan cincin beta-laktam, tingkat inaktivasi tergantung

pada

suhu,

konsentrasi,

dan

durasi

kontak.

Perbedaan

aminoglikosida bervariasi dalam stabilitas mereka, dengan amikasin rupanya yang paling tahan dan tobramycin paling rentan terhadap inaktivasi;

13

gentamisin dan netilmisin adalah stabilitas menengah. Beta laktam juga bervariasi dalam kemampuan mereka untuk menghasilkan inaktivasi, dengan ampisilin, benzilpenisilin, penisilin dan antipseudomonal seperti karbenisilin dan tikarsilin memproduksi inaktivasi ditandai. Inaktivasi juga telah dilaporkan dengan asam klavulanat. Gentamisin juga tidak sesuai dengan furosemid, heparin, sodium bikarbonat (pH asam larutan gentamisin mungkin membebaskan karbon dioksida), dan beberapa solusi untuk nutrisi parenteral. Interaksi dengan persiapan memiliki pH basa (seperti sulfadiazin sodium) , atau obat yang tidak stabil pada pH asam ( misalnya eritromisin garam ), yang cukup dapat diharapkan . Mengingat potensi mereka untuk ketidakcocokan, gentamisin dan lainnya aminoglikosida harus umumnya tidak dicampur dengan obat lain dalam jarum suntik atau larutan infus atau diberikan melalui intravena. Ketika aminoglikosida diberikan dengan beta laktam, mereka umumnya harus diberikan pada lokasi terpisah. (Martindale 36th ed. 2009, p: 282) 

Stabilitas gentamicin  Panas: Gentamisin Sulfat bila disimpan pada suhu 4º atau 25º dalam jarum suntik plastik sekali pakai selama 30 hari menimbulkan endapan cokelat dibeberapa kasus. (Martindale 36th ed. 2009, p: 282)  Cahaya: Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th ed. 2009, JP 15th ed., BP ed. 2009, FI V, European pharm 5th ed., USP 30-NF 25, TPC 12th ed. 1992.  Air: Gentamisin Sulfat dalam larutan air cukup asam sampai sangat basa secara kimiawi stabil dan menunjukkan dekomposisi di air buffer mendidih (pH 2-14). (TPC 12th ed. 1992, p: 880)  pH: Larutan Gentamisin Sulfat dalam pH asam mungkin membasakan karbondioksida. (Martindale 36th ed. 2009, p: 282)



Kelarutan gentamicin Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen. (FI V hlm. 491)



Kadar penggunaan gentamicin Dalam sediaan digunakan Gentamisin Sulfat dengan kadar 0,1%.

14



Penyimpanan gentamicin Dalam wadah tertutup rapat. (FI V hlm. 492)



Keterangan lain pada gentamicin Merupakan

antibiotik

golongan

aminoglikosida

yang

bakterisida terhadap banyak bakteri aerob, gram

memiliki

aksi

negatif dan terhadap

beberapa strain stafilokokus. (Martindale 36th ed. 2009, p: 282)

2.3 Tinjauan Bahan Tambahan 2.3.1 Metil Paraben atau Nipagin

Struktur 2. Metil Paraben

Warna

: tidak berwarna

Rasa

: tidak berasa

Bau

: tidak berbau atau berbau khas lemah

Pemeriaan

: hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,

mempunyai sedikit rasa terbakar Polimorfisme

:-

Ukuran partikel

:-

Kelarutan

: sukar larut dalam air, sukar larut dalam benzena, sukar

larut dalam tetraklorida, mudah larut dalam etanol, dan eter. Titik lebur

: 1250 dan 1280

pKa / pKb

: pKa = 8,4 pada 220C

Bobot jenis

:-

pH larutan

:3–6

Stabilitas

: mudah terurai oleh cahaya

15

Inkompatibilitas

: dengan senyawa bentonite, magnesium trisiklat, talk,

tragakan, sorbitol, atropin. Kegunaan

2.3.2

: sebagai pengawet

Propil Paraben atau nipasol (Depkes RI, 1979)

Struktur 3. Propil Paraben

Warna

: tidak berwarna

Rasa

: tidak berasa

Bau

: tidak berbau

Pemeriaan

: serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna

Polimorfisme

:-

Kelarutan

: sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan

eter, sukar larut dalam air mendidih. Titik lebur

: antara 950 dan 980

pKa / pKb

: pKa 8,4 pada 22C

Bobot jenis

: 180,21 g/mol

pH larutan

: 4-8

Stabilitas

: Kelarutan dalam air pada pH 3-6 bisa disterilkan dengan

autoclaving tanpa mengalami penguraian, pada pH 3-6 kelarutan dalam air stabil (penguraian kecil dari 10%) Inkompatibilitas

: dengan senyawa magnesium trisiklat, magesium silikat.

Kegunaan

: sebagai pengawet

16

2.3.3

Propilenglikol (HPE : 624)

struktur 4. Propilenglikol

Fungsi

: untuk antimikroba, disenfektan, humektan, solvent water

miscrible solvent. Karakteristik fisika : Cairan jernih, kental, tidak bewarna, tidak berbau, agak manis, higroskopis Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%), dan dengan

kloroform, larut dalam 6 bagian eter dengan minyak lemak. : Humectant topical 15%, perservatife solution semisolid 15 –

Kadar

30%, Solvent or co solvent aerosol solution 10 – 25%, topical 5 – 80%.

2.3.4

PEG 400 ( HPE : 571)

Struktur 5. Polyethylene Glicol

Fungsi

: Ointment base, plasticizer, solvent, suppositoria, tpical,

Karakteristik fisika

: Bentuk cair (400-600) berupa cairan jernih, tidak bewarna,

cairan kental, memiliki bau dan rasa agak pahit, serta sedikit panas Pemerian

: cairan kental, jernih tidak berbau, atau hampir tidak

berbau Kelarutan

: larut dalam air, larut dalam aseton, alcohol, glycerin,

benzena, tidak larut dalam lemak, mineral oil.

17

2.3.5

Natrium metabi sulfat atau BHT (HPE hall 81)

Struktur 6. BHT

Rentang Konsentrasi : 0,0075% - 0,1% sebagai antioksidan topikal Karakteristik fisika

:

pemerian tidak bewarna, krital prisma, bubuk putih,

sangat larut dalam glycerin, dalam air 1:9. Karakteristik kimia

: Dalam air terurai menjadi 100 ml dan H2SO4 , memiliki

pH 3,4 – 5.0, untuk 5% larut dalam suhu 20C dan memiliki titik didih < 150 C.

2.3.6

Lanolin (HPE : 378)

Struktur 6. Lanolin Pemerian

: bewarna kuning, baunya khas, substansi seperti lilin

Kelarutan

: sangat larut pada benzena, kloroform, eter, sedikit larut

dalam etanol 95% dingin, lebih larut pada etanol 95% panas, praktis tidak larut air keterangan

: memiliki bobot jenis (BJ) 0,932 – 0,945 gram/cm

inkompatibilitas

: lanolin berisi oksidant yang bias jadi mempengaruhi

stabilitas bahan aktif.

2.3.7

Vaselin Album ( HPE : 481)

18

Pemerian

: tidak berbau, tidak berasa, bewarna [utih

Kelarutan

: praktis tidak larut dalam aseton, etanol, glycerin, dan air,

larut dalam benzena, eter Keterangan lain

2.3.8

: berfungsi sebagai emolient dan bahan dasar ointment.

Vaselin kuning

( FI hal 823)

Pemerian

: massa seperti lemak kekuningan, tidak berbau dan berasa

Kelarutan

: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, larut

dalam eter Keterangan lain

2.3.9

: fungsi sebagai emolient base

Cera Alba (FI hal 180)

Pemerian

: padaatan putih beku sedikit tembus cahaya dalam keadaan

tipis, bau khas lemak dan bebas bau tengik Kelarutan

: tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin,

etanol mendidih. Larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak Keterangan lain

: memiliki bj 0,95, titik lebur 62 – 65 C.

3.1 Parafin Liquid

Gambar 7 Struktur Parafin Liquid 

Deskripsi : parafin cair adalah cairan transparan, tidak berwarna, tidak berfluoresensi, dan viskus. Praktis tidak berasa dan tidak berbau saat dingin dan berbau khas petroleum saat dipanaskan.



Titik didih : >360°C



Viskositas (dinamis) : 110 – 230 mPas (110 – 230cP) pada 20°C



Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan air; larut dalam aseton, benzena, kloroform, karbon bisulfit, eter, dan petroletum eter. Campur dengan minyak menguap, kecuali minyak kastor.

19

 

Stabilitas : parafin cair akan teroksidasi jika terpapar panas dan cahaya Konsentrasi : emulsi topikal = 1,0 – 32,0%; lotion topikal = 1,0 – 20,0%; salep topikal = 0,1 – 95,0% (HPE 6th edition).

20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Tekhnologi Farmasi lantai 4

STIKes RS Anwar Medika yang terletak di Jalan Raya By Pass Krian KM.33, Semawut, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan selama satu minggu mulai dari tanggal 25 Oktober 2018 sampai dengan tanggal 02 November 2018.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Beaker Glass 250ml, Beaker Glass 100ml, Erlenmeyer 100ml, Gelas Ukur 500ml, Gelas Ukur 100ml, Corong Gelas, Batang Pengaduk, Cawan Porselen, Gelas Arloji, Mortir Besar dan Kecil, Stamper Besar dan Kecil, Kertas Saring, Timbangan Analitik, Viskometer, Ph Meter, Piknometer, mikroskop, kaca objek, cover glass dan Pipet tetes.

3.2.2 Bahan Bahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah gentamisin, nipagin, nipasol, TEA, paraffin liquid, vaselin album, propilenglikol, BHT, vaselin kuning, cera alba, PEG, dan lanolin.

21

3.3 Formulasi Sediaan Salep Gentamicin 3.3.1 Tabel 3.1 susunan formulasi 1 sediaan salep gentamicin Bahan

Kadar

Fungsi

Skala lab

Skala pilot

Gentamicin

0,1%

Bahan aktif

0,01 gr

0,05 gr

Nipagin

2%

Pengawet

0,2 gr

1 gr

TEA

0,5%

0,05 gr

0,025 gr

Parafin

15%

Emolient

1,5 gr

7,5 gr

Ad 100%

Basis salep

Ad 10 gr

Ad 50 gr

liquidun Vaselin album

3.3.2 Tabel 3.2 Susunan Formulasi 2 Sediaan Salep Gentamicin Bahan

Kadar

Fungsi

Skala lab

Skala pilot

Gentamicin

0,1%

Bahan aktif

0,01 gr

0,05 gr

Propilenglikol

15%

Pengawet

1,5 gr

7,5 gr

BHT

0,1%

Anti oksidan

0,01 gr

0,05 gr

Vaselin kuning

Ad 100%

Basis salep

Ad 10 gr

Ad 50 gr

3.3.3 Tabel 3.3 Susunan Formulasi 3 Sediaan Salep Gentamicin Bahan

Kadar

Fungsi

Skala lab

Skala pilot

Gentamicin

0,1%

Bahan aktif

0,01 gr

0,05 gr

Cera alba

2%

Basis salep

0,2 gr

1 gr

Nipagin

0,2%

Pengawet

0,02 gr

0,1 gr

Nipasol

1%

Antioksidan

0,1 gr

0,5 gr

PEG

3%

Pelarut

0,3 gr

1,5 gr

Lanolin

15%

Basis salep

1,5 gr

7,5 gr

Vaselin putih

Ad 100%

Basis salep

Ad 10 gr

Ad 50 gr

3.4 Cara Pembuatan Dalam penelitian kali ini menggunakan 3 formulasi dengan menggunakan basis salep yang berbeda. Metode kerja yang dilakukan yaitu metode peleburan dan pencampuran. Untuk formulasi 3 menggnakan metode peleburan, sengakan

22

pada formulasi 1 dan 2 menggunakan metode pencampuran. Perlakuan pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, selanjutnya menimbang bahan sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Untuk metode peleburan, bahan fase minyak dilebur dan dipindah kedalam mortir panas dan digerus ad dingin, kemudian bahan fase air ditambahkan kedalam fase minyak dan digerus ad homogen. Setelah itu dikemas dimasukkan pot salep. Sedangkan untuk metode pencampuran yaitu mencampurkan bahan pada mortar satu persatu sambil gerus ad homogeny. Setelah itu dikemas dan dimasukkan pot salep dan diberi etiket. IPC Pembuatan Sediaan Suspensi Domperidone

Penimbangan

Cek IPC : Pencampuran (mixing)

a. Organoleptis

Cek IPC :

b. Kadar zat aktif

a. Penampilan

c. pH

b. Kebocoran c. Volume

Pengisian dan Penutupan botol (fising and cropping)

d. Berat jenis e. Viskositas

Labeling Cek IPC : a. Penampilan Pengemasan sekunder

b. Kelengkapan c. Penandaan

Produk Obat jadi 23

3.5 Evaluasi Sediaan Salep Betametasone 3.5.1. Uji Organoleptis Uji organoleptis dilakukan dengan pengamatan secara fisik pada sediaan salep, seperti: warna, bau dan rasa. 3.5.2. Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Langkah kerja dalam menggunakan alat pH meter, sebagai berikut: alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer standart. Kemudian elektroda dari pH meter digital dicelupkan dalam sediaan suspensi. Elektroda didiamkan selama 30 detik hingga angka muncul pada layar alat pH meter. Nilai pH dicatat yang tertera pada layar alat pH meter. 3.5.3. Uji Daya Sebar Daya sebar dilakukan dengan cara sejumlah sampel diletakkan diatas kaca yang berskala, kemudian bagian atasnya diberi kaca yang sama dan ditingkatkan beban dan diberi waktu 1-2 menit, kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban saat sediaan berhenti menyebar dengan waktu secara teratur. 3.5.4. Uji Homogenitas Uji Homogenitas dilakukan dengan cara sampel ditaruh diatas obyek glas setelah itu ditutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop. 3.5.5. Uji Daya Lekat Uji daya lekat dilakukan dengan cara sampel sejumlah 0,5 gram diletakkan pada obyek glass, lalu ditambahkan beban 500 gram. Diamkan selama 5 menit lalu catat, beban diturunkan lalu dicatat waktunya. 3.5.6. Uji Aseptabilitas/hedonik Uji aseptabilitas sediaan, dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang dikasih suatu quisioner dibuat suatu kriteria, kemudian dioleskan, kelembutan, sensasi yang ditimbulkan, kemudian pencucian. Kemudian dari data tersebut dibuat skoring untuk masing-masing kriteria. Meliputi: mudah dicuci dengan air, bentuk sediaan, warna sediaan, tekstur sediaan, rasa yang tidak lengket saat dioleskan, dan rasa yang diberikan pada kulit.

24

BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan No

1.

Parameter

Spesifikasi

Bau: tidak berbau

Evaluasi

Formula

Formula

Formula

1

2

3

Bau: tidak Bau: tidak Bau: tidak

Organoleptis Warna : bening, berbau

berbau

berbau

agak kekuningan Warna: dan kuning

Warna:

Warna:

kuning

agak

Bentuk:

Bentuk:

kekuningan

semi padat

Bentuk:

Konsistensi:

semi padat

kental

Konsistensi:

(Bau, konsistensi, warna,

dan

bening

semi

padat

bentuk)

Bentuk: semi padat

Konsistensi: kental

Konsistensi: kental

kental

2

Evaluasi pH

4,5-7

3.

Evaluasi

5-7 cm

5

5 6,6 cm

5 6,3 cm

5,6 cm

3,07 detik

3,42 detik

Homogen

Homogen

daya sebar 4.

5.

Evaluasi

Kurang dari 4 1,72 detik

daya lekat

detik

Evaluasi

Homogen

Homogen

homogenitas

Tabel 4.2 Data Hasil Evaluasi Organoleptik Parameter/

Formula 1

Hari

Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 4

Hari ke 5

Bau

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau khas

bahan aktif

bahan aktif

bahan aktif bahan aktif

bahan aktif

Konsistensi Kental

Kental

Kental

Kental

Kental

Warna

Bening

Bening

Bening

Bening

Bening

25

bentuk

Semi padat

Semi padat

Parameter/

Semi padat Semi padat

Semi padat

Formula 2

Hari

Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 4

Hari ke 5

Bau

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau tengik

bahan aktif

bahan aktif

bahan aktif bahan aktif

seperti bau oli

Konsistensi Kental

Kental

Kental

Kental

Kental

Warna

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

bentuk

Semi padat

Semi padat

Semi padat Semi padat

Parameter/

Semi padat

Formula 3

Hari

Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 4

Hari ke 5

Bau

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Bau tengik

bahan aktif

bahan aktif

bahan aktif bahan aktif

seperti bau oli

Konsistensi Kental

Kental

Kental

Kental

Kental

Warna

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

Kuning

pucat

pucat

pucat

pucat

pucat

Semi padat

Semi padat

Semi padat Semi padat

bentuk

Semi padat

Tabel 4.3 Data Hasil Evaluasi Daya sebar Formula 1 Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

6,1

6

6

6

6,025

100

6,7

6,5

6,5

6,7

6,6

150

6,9

6,8

6,9

6,6

6,8

200

7

7

6,9

7

6,975

Formula 2

26

Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

6

6,1

6

6,2

6,075

100

6,5

6,3

6,5

6,4

6,425

150

6,5

6,5

6,5

6,5

6,5

Formula 3 Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

5,4

5,5

5,5

5,4

5,45

100

5,5

5,6

5,7

5,5

5,575

150

5,7

5,8

5,9

5,5

5,725

200

5,8

5,8

5,8

5,8

5,8

Tabel 4.3 Data Hasil Evaluasi Daya Lekat Berat Salep (gram) Formula 1

Formula 2

Waktu pelepasan gel dari kaca (detik)

Formula 3

Formula 1

Formula 2

Formula 3

0,25

0,25

0,25

2

2,54

3,70

0,25

0,25

0,25

1,79

3,71

2,70

0,25

0,25

0,25

1,38

2,98

3,86

Rata-rata =

1,72 detik

3,07 detik

3,42 detik

27

4.2 Grafik Hasil Pengamatan Grafik 1. Hasil Pengamatan Aroma Sediaan

Persentase Responden

Aroma Sediaan 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

1

2

3

4

formula 1

3.3

30

40

26.6

formula 2

0

33.3

46.66

20

formula 3

6.66

40

30

23.3

Grafik 2. Hasil Pengamatan Tekstur Sediaan

Tekstur Sediaan Persentase Respnden

70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

formula 1

0

13.3

53.3

33.3

formula 2

0

10

66.6

23.3

formula 3

0

6.66

66.6

26.6

28

Grafik 3. Hasil Pengamatan Mudah Dioleskan

Persentase Responden

Mudah Dioleskan 80 70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

formula 1

6.66

6.66

63.3

23.3

formula 2

6.66

6.66

70

16.6

formula 3

3.33

10

60

26.6

Grafik 4. Hasil Pengamatan Mudah Tidaknya Dicuci

Persentase Responden

Mudah Tidaknya Dicuci 80 70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

formula 1

0

3.33

63.3

33.3

formula 2

0

3.33

66.6

30

formula 3

0

3.33

73.3

23.3

29

Grafik 5. Hasil Pengamatan Rasa Tidak Lengket Pada Kulit

Rasa Tidak Lengket Persentase Responden

60 50 40 30 20 10 0 formula 1

1

2

3

4

3.33

16.6

56.6

23.3

formula 2

0

20

56.6

23.3

formula 3

3.33

26.6

43.3

26.6

30

BAB V PEMBAHASAN

Menurut FI III, Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian luar. Menurut Formularium Nasional, Salep adalah sediaan berupa massa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untu melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan lain agar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10%(Anief,2005). Pada praktikum kali ini, kami melakukan formulasi suatu sediaan semisolida yaitu salep. Bahan aktif yang kami gunakan pada formulasi ini adalah gentamicin yang berkhasiat sebagai antibiotik. Pembuatan sediaan salep terdiri dari 3 formula dengan bahan aktif gentamicin 0,1 %. Formula 1 terdiri dari gentamicin 0,1%, nipagin 1%, paraffin liquid 10%, propilen glikol 10%, BHT 10%, dan vaselin ad 100%. Formula 2 terdiri dari gentamicin 0,1%, propilen glikol 10%, BHT 10%, nipagin 1%, dan vaselin kuning ad 100%. Formula 3 terdiri dari gentamicin 0,1%, cera alba 0,2%, metil paraben 0,2%, propil paraben 0,1%, PEG 400 10%, lanolin anhidrat 3%, dan vaselin ad 100%. Proses formulasi salep dilakukan 2 kali yaitu untuk skala kecil atau untuk 1 kemasan seberat 10 gram dan skala besar seberat 50 gram. Salep pada skala besar kami gunakan untuk melakukan uji evaluasi, uji ini meliputi uji organoleptis, uji pH, uji spreadibilitas (daya sebar), uji daya lekat dan uji homogenitas. Hasil uji organoleptis (bau, warna, bentuk dan konsistensi) didapatkan bahwa sediaan yang kami buat memiliki bau khas dari bahan aktif (Gentamicin), tekstur halus lembut, serta memiliki warna pada formula 1 berwarna bening, pada formula 2 berwarna kuning, dan formula 3 berwarna kuning pucat. Pada uji homogenitas didapatkan hasil bahwa sediaan homogen, yaitu terlihat secara visual bahwa pada sediaan tidak terdapat granul-granul putih yang artinya bahan aktif sudah terdispersi merata di dalam basis. Pada percobaan sediaan salep ini dilakukan uji pH dengan kertas pH dan diperoleh pH= 5, pH yang diperoleh telah sesuai dengan spesifikasi yaitu 4,5-6,5 (pH kulit). Uji daya lekat dilakukan

31

sebanyak 3x uji dan didapatkan hasil formulasi 1, 2, dan 3 berturut turut pada uji pertama diperoleh waktu selama 2; 2,54 ; 3,70 detik, uji kedua diperoleh waktu selama 1,79; 3,71; 2,70 detik dan pada uji ketiga diperoleh waktu selama 1,38; 2,98; 3,86 detik, sehingga diperoleh rata-rata uji daya lekat pada formulasi 1, 2, dan 3 berturut turut yaitu selama 1,72; 3,07; 3,42 detik. Pada uji daya sebar dilakukan 4 kali uji dengan beban yang berbeda, dimana setiap beban dilakukan 4 kali pengujian. Hasil dari formulasi 1 pada pengujian pertama dengan beban 50 gram, diameter yang didapatkan yaitu 6,1 cm, 6 cm, 6 cm dan 6 cm sehingga rata-rata diameter yang didapatkan pada beban 50 gram ini adalah 6,025 cm. Pengujian kedua dengan beban 100 gram diameter yang didapatkan yaitu 6,7 cm, 6,5 cm, 6,5 cm dan 6,7 cm sehingga rata-rata diameter yang didapatkan yaitu 6,6. Pengujian ketiga dengan beban 150 gram diameter yang didapatkan yaitu 6,9 cm, 6,8 cm, 6,9 cm dan 6,6 cm sehingga ratarata yang didapatkan 6,8 cm. Pengujian keempat dengan beban 200 gram yang didapatkan yaitu 7 cm, 7 cm, 6,9 cm dan 7 cm sehingga rata-rata yang didapatkan 6,975 cm. Hasil dari formulasi 2 pada pengujian pertama dengan beban 50 gram, diameter yang didapatkan yaitu 6 cm, 6,1 cm, 6 cm dan 6,2 cm sehingga rata-rata diameter yang didapatkan pada beban 50 gram ini adalah 6,075 cm. Pengujian kedua dengan beban 100 gram diameter yang didapatkan yaitu 6,5cm, 6,3 cm, 6,5 cm dan 6,4 cm sehingga rata-rata diameter yang didapatkan yaitu 6,425 cm. Pengujian ketiga dengan beban 150 gram diameter yang didapatkan yaitu 6,5 cm, 6,5 cm, 6,5 cm dan 6,5 cm sehingga rata-rata yang didapatkan 6,5 cm. Hasil dari formulasi 3 pada pengujian pertama dengan beban 50 gram yang didapatkan yaitu 5,4 cm, 5,5 cm, 5,5 cm dan 5,4 cm sehingga rata-rata yang didapatkan 5,45 cm. pengujian kedua dengan beban 100 gram yang didapatkan yaitu 5,5 cm, 5,6 cm , 5,7 cm dan 5,5 cm sehingga rata-rata yang didapatkan 5,575 cm. Pengujian ketiga dengan beban 150 gram, diameter yang didapatkan yaitu 5,7 cm, 5,8 cm, 5,9 cm dan 5,5 cm sehingga rata-rata diameter yang didapatkan pada beban 150 gram ini adalah 5,5725 cm. Pengujian keempat dengan beban 200 gram yang didapatkan yaitu 5,8 cm, 5,8 cm, 5,8 cm dan 5,8 cm sehingga rata-rata yang didapatkan yaitu 5,8 cm. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian beban dengan berat yang berbeda-beda dapat dikatakan baik dan memasuki rentang 3-5 cm. pada grafik

32

dapat dilihat terjadi peningkatan yang bagus sehingga tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Setelah pembuatan sediaan selesai dilakukan uji hedonik untuk mengetahui tanggapan beberapa orang terhadap sediaan yang kami buat apakah mereka suka atau tidak, kami melakukan survei pada 30 orang , sehingga di dapat hasil bahwa sebanyak 46,66% orang suka pada kriteria aroma sediaan formula 2, 40% orang suka pada aroma sediaan formula 1 dan kurang suka pada aroma sediaan formula 3, untuk kriteria tekstur sediaan orang suka pada sediaan formula 2 dan 3 dimana perolehan persentasenya sama yaitu sebanyak 6,66%, pada formula 1 pada kriteria tekstur sediaan diperoleh persentase orang suka sebanyak 53,3%, selanjutnya untuk kriteria mudah dioleskannya sediaan diperoleh persentase orang suka tertinggi pada formula 2 sebanyak 70%, pada formula 1 sebanyak 63,3% dan pada formula 3 sebanyak 60%. Kriteria mudah tidaknya dicuci persentase terbanyak pada orang suka yaitu pada formula 3 sebanyak 73,3%, formula 2 sebanyak 66,6% dan formula 1 sebanyak 63,3%, kemudian untuk kriteria rasa yang tidak lengket pada kulit orang suka pada sediaan formula 1 dan 2 dengan perolehan persentase yang sama yaitu sebanyak 56,6% sedangkan pada formula 3 diperoleh persentase orang suka sebanyak 43,3%.

33

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan 1. Dalam pembuatan sediaan salep gentamicin diperlukan formulasi bahan tambahan seperti pada formula 1: gentamisin 0,1%,

metil paraben atau

nipagin 2%, TEA 0,5%, paraffin liquid 15%, dan vaselin album ad 100%, pada formula 2: gentamisin 0,1%, propilenglikol 15%, BHT 0,1%, vaselin kuning ad 100%, dan pada formula 3: gentamisin 0,1%, propil paraben atau nipasol 1%, metil paraben atau nipagin 0,2%, PEG 400 3%, lanolin 15%, cera alba 2% dan vaselin album ad 100%. 2. Terdapat beberapa stabilitas fisik dalam sediaan salep gentamicin yang dapat dilakukan yaitu uji organoleptik, homogenitas salep, uji daya sebar, uji Ph, uji keseragaman sediaan, uji daya lekat, dan uji kesukaan. Adapun hasil dari stabilitas fisik tersebut yaitu uji organoleptis sediaan pada formulasi 1, 2 tidak berbau tetapi pada formulasi 3 memiliki bau tengik seperti bau oli. Uji homogenitas dan keseragaman sediaan untuk formulasi 1, 2, dan 3 memiliki bentuk yang homogeny dan keseragaman sediaan, pada uji daya sebar formulasi 1 memiliki rata-rata daya sebar sebesar 6,6 cm, dan pada formulasi 2 memiliki rata-rata data sebar sebesar 6,3 cm dan pada formulasi 3 memiliki rata-rata daya sebar sebesar 5,6 cm. pada uji daya lekat formulasi 1 memiliki rata-rata daya lekat selama 1,72 detik, formulasi 2 selama 3,07 detik dan formulasi 3 selama 3,42 detik, sedangkan pada uji pH ketiga formulasi memiliki pH yang sama yaitu 5. Sedangkan untuk uji kesukaan atau hedonic di dapat hasil bahwa sebanyak 46,66% orang suka pada kriteria aroma sediaan formula 2, 40% orang suka pada aroma sediaan formula 1 dan kurang suka pada aroma sediaan formula 3, untuk kriteria tekstur sediaan orang suka pada sediaan formula 2 dan 3 dimana perolehan persentasenya sama yaitu sebanyak 6,66%, pada formula 1 pada kriteria tekstur sediaan diperoleh persentase orang suka sebanyak 53,3%, selanjutnya untuk kriteria mudah dioleskannya sediaan diperoleh persentase orang suka tertinggi pada formula 2 sebanyak 70%, pada formula 1 sebanyak 63,3% dan pada formula 3 sebanyak 60%.

34

Kriteria mudah tidaknya dicuci persentase terbanyak pada orang suka yaitu pada formula 3 sebanyak 73,3%, formula 2 sebanyak 66,6% dan formula 1 sebanyak 63,3%, kemudian untuk kriteria rasa yang tidak lengket pada kulit orang suka pada sediaan formula 1 dan 2 dengan perolehan persentase yang sama yaitu sebanyak 56,6% sedangkan pada formula 3 diperoleh persentase orang suka sebanyak 43,3%.

6.2. Saran Dalam paktikum ini hendaknya lebih berhati-hati dalam menimbang atau memformulasikan, serta setiap kelompok haru dipantau oleh dosen mata kuliah tersebut.

35

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., (1994). Farmasetika. Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Anief. 2004. Ilmu Meracik Obat: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ansel, H.C. (2008). Pengantarbentuksediaanfarmasi. (Edisi IV). Penerjemah: Paridaibrahim. Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia (UI-Press).

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV: Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

DepartemenKesehatanRepublik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. (Edisi IV). Jakarta: DepartemenKesehatanRepublik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia III; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI.1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Depkes RI. Jakarta Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London: Pharmaceutical Press and American

Pharmacist

Association. Reynolds, James E.F.1982. Martindale the Extra Pharmacopeia 28th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Sinko, J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Jakarta : ECG.

Sweetman, S. C. 2009. Martindale Thirty-sixth Edition The Complete Drug Reference. London: The Pharmaceutical Press.

36

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Zubaidah. 2011. Ilmu Resep Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi: P2B SMF-SMKF. Jakarta.

37

LAMPIRAN

NO

PERLAKUAN

1.

Proses Penimbangan Bahan

2.

Proses Peleburan

3.

Proses Penggerusan

4.

Proses Pengemasan (Produk

GAMBAR PENGAMATAN

Salep Sudah Jadi)

38

5.

Proses Evaluasi Homogenitas

formula 1

formula 2

dan Anti mikroba

Formula 3

6.

Proses Evaluasi pH

7.

Proses Evaluasi Daya Sebar

8.

Proses Evaluasi Daya lekat

39

LAMPIRAN Data Hasil Evaluasi Daya sebar Formula 1 Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

6,1

6

6

6

6,025

100

6,7

6,5

6,5

6,7

6,6

150

6,9

6,8

6,9

6,6

6,8

200

7

7

6,9

7

6,975

Formula 2 Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

6

6,1

6

6,2

6,075

100

6,5

6,3

6,5

6,4

6,425

150

6,5

6,5

6,5

6,5

6,5

Formula 3 Beban (gram) Diameter 1

Diameter 2

Diameter 3

Diameter 4

Rata-Rata

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

(cm)

50

5,4

5,5

5,5

5,4

5,45

100

5,5

5,6

5,7

5,5

5,575

150

5,7

5,8

5,9

5,5

5,725

200

5,8

5,8

5,8

5,8

5,8

Data Hasil Evaluasi Daya Lekat Berat Salep (gram) Formula 1

Formula 2

Waktu pelepasan gel dari kaca (detik)

Formula 3

Formula 1

Formula 2

Formula 3

0,25

0,25

0,25

2

2,54

3,70

0,25

0,25

0,25

1,79

3,71

2,70

0,25

0,25

0,25

1,38

2,98

3,86

Rata-rata =

1,72 detik

3,07 detik

3,42 detik

40

LAMPIRAN

41

Related Documents


More Documents from "redzuan"