Laporan Fitokim 1.docx

  • Uploaded by: nara
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Fitokim 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,690
  • Pages: 15
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA (Piper nigrum L.) TUGAS 1

Oleh : Fauz Aulia El Maghfiroh (201510410311112/ Farmasi C)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018

1.1 Judul Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloida (Ekstrak Piper nigrum L.)

1.2 Tujuan Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyaa golongan alkaloida dalam tanaman

1.3 Tinjauan pustaka 1.3.1

Tinjauan tanaman (Piper nigrum L.) Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas

: Piperales

Ordo

: Piperaceae

Genus

: Piper

Spesies

: Piper nigrum L.

Nama Daerah : Lada, Merica Simplisia

: Minyak atsiri mengandung felandren, dipenten, kariopilen, limonene, alkaloida piperina dan kavisina

Penggunaan

: Karminative, dan iritasi lokal

Kandungan

:Mengandung minyak atsiri dan senyawa alkaloida piperina dan kavisina

Lada hitam (Piper Nigrum) terdiri dari potongan kering Piper nigrum (Piperaceae) yang belum matang, tanaman pendakian tahunan yang dibudidayakan di Kepulauan Melayu, India Selatan, Amerika Selatan dan Hindia Barat. Sejumlah besar diperoleh dari Indonesia, Sarawak dan Brasil. Struktur pasar lada sangat kompleks dan sangat spekulatif, dengan para dealer sering menjual satu kiriman lada beberapa kali atas nama berbagai prinsipal. Pepper

dikenal oleh Theophrastus dan penulis kuno lainnya. Itu adalah bumbu yang paling penting yang digunakan pada Abad Pertengahan dan diimpor ke Inggris sekitar tahun 1800 M. Tingginya biaya lada dan rempah-rempah Timur lainnya merupakan bujukan yang besar bagi orang Portugis untuk menemukan rute laut ke India; Persaingan untuk perdagangan rempah-rempah telah memainkan peran besar dalam ekspansi kolonial negara-negara Eropa. Lada pada dasarnya adalah tanaman tropis basah dan disebarkan dari stek (Sarawak) atau pelari (India). (Evans, 2002) Buah lada hitam hampir bulat dan 3,5-6 rnm diarneter. Permukaannya berwarna coklat tua atau keabu-abuan dan sangat retikulasi. Apeks menunjukkan sisa-sisa stigma sessile dan bekas luka basal menunjukkan titik keterikatan pada sumbu. Pepper memiliki aroma aromatik dan rasanya pedas. (Evans, 2002) Konstituen, Alkaloid dan alkilamida, yang terpenting adalah piperine, piperanine, piperettine, piperlongumine, pipernonaline, lignans dan konstituen kecil seperti piperolein, telah diisolasi dari buah kedua spesies lada. Lada hitam dan lada panjang juga mengandung minyak atsiri yang mungkin berbeda dalam konstitusi, namun terdiri dari bisabolene, sabinene dan banyak lainnya; lada putih mengandung sangat sedikit. Rasa pedas lada ini terutama disebabkan

oleh

piperine,

yang

bekerja

pada

reseptor

vanilloid.(Baxter, 2009) Penggunaan dan indikasi Pepper adalah salah satu bumbu yang paling populer di dunia, dan juga digunakan sebagai obat rakyat di banyak negara. Ini digunakan sebagai stimulan dan karminatif, dan terkenal memiliki efek anti-asthmatic, anti-oxidant, antimicrobial,

hepatoprotective

dan

hypocholesterolaemic.

Sebagian besar efek farmakologis yang dilaporkan sampai saat ini dikaitkan dengan piperine.(Baxter, 2009) Ekstrak lada hitam yang mengandung 95% piperine digunakan dalam sejumlah suplemen herbal. Baik lada dan lada

hitam merupakan bahan penting dari banyak obat herbal Ayurvedic dimana mereka dimaksudkan untuk meningkatkan penyerapan obatobatan lainnya, misalnya dengan formula tradisional yang dikenal dengan Trikatu, yang mengandung Piper nigrum, Piper longum dan Zingiber officinale (jahe) dengan rasio 1: 1: 1. Ada banyak bukti untuk mendukung pemikiran ini dan juga beberapa kegunaan tradisional lainnya, namun perlu dicatat bahwa tindakan Trikatu tidak selalu sama dengan ekstrak lada atau piperine murni, dan Trikatu telah terlibat dalam pengurangan daripada meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat. Trikatu juga digunakan sebagai alat bantu pencernaan.(Baxter, 2009) Farmakokinetik

Piperin,

diberikan

pada

tikus

telah

ditunjukkan untuk menunda waktu transit gastrointestinal dengan cara yang tergantung dosis. Tren non-signifikan terhadap penundaan gastrointestinal transit juga telah terlihat dalam penelitian di 14 subyek puasa sehat yang diberi lada hitam sebanyak 1.5g. Ini telah disarankan sebagai salah satu cara bahwa piperine dapat meningkatkan

penyerapan

obat-obatan

terlarang,

namun

signifikansi klinisnya tidak jelas, karena lada biasanya dikonsumsi sebagai bagian dari makan. Sudah diketahui beberapa waktu bahwa lada, dan piperine khususnya, menghambat sitokrom P450, tetapi baru belakangan ini aktivitas melawan isoenzim manusia tertentu telah diuji. Piperin telah ditemukan untuk menghambat sitokrom P450 isoenzim CYP3A4, secara in vitro. (Baxter, 2009)

1.3.2

Golongan senyawa Alkaloid Alkaloid pada dasarnya adalah basa nitrogen. Asam amino berperan sebagai blok bangunan untuk biosintesis alkaloid. Mayoritas alkaloid mengandung inti piridin, kuinolin, dan isoquinolin atau tropana dan bertanggung jawab atas efek fisiologis pada manusia atau hewan. Rantai samping dalam alkaloid berasal

dari terpene atau asetat. Alkaloid memiliki sifat dasar dan bersifat basa dalam reaksi, mengubah kertas biru lakmus biru. (Singh, 2002) Alkaloid pada dasarnya senyawa ammonias, di mana satu atau lebih atom hidrogen digantikan oleh berbagai radikal. Alkaloid bergabung dengan asam untuk membentuk garam kristal tanpa produksi air. Mayoritas alkaloid exsit dalam bentuk padat seperti atropin dan mengandung oksigen. Beberapa alkaloid seperti lobus atau nikotin terjadi dalam cairan dari dan mengandung karbon, hidrogen, dan nitrogen. (Singh, 2002) Alkaloid memiliki satu kekhasan terkait kelarutan dalam pelarut organik. Mereka mudah larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam air. Garam alkaloid biasanya larut dalam air. Di alam, alkaloid ada di banyak tanaman: dalam proporsi yang lebih besar pada biji dan akar sering dikombinasikan dengan asam nabati. Beberapa alkaloid exsit dalam keadaan bebas dan beberapa seperti helitropin sebagai N-oksida. Larutan alkaloid sangat pahit. (Singh,2002) Nama alkaloid, end inine. Garam alkaloid bersifat khusus di berbagai farmakope. Kodein, atropin, morfin, ergotamin dan efedrin adalah contoh umum. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, alkaloid bertanggung jawab atas efek fisiologis pada manusia atau hewan. Efek fisiologisnya disebabkan oleh metabolit sekunder yang timbul dari jalur biokimia yang beroperasi di sel tumbuhan. Alkaloid merupakan kelompok konstituen bahan kimia sekunder terbesar. Alkaloid diklasifikasikan seperti ditunjukkan seperti gambar:

Menurut Singh,2002 alkaloid diklasifikasikan menurut berbagai jenis:

1. Klasifikasi berdasarkan struktur kimia a. Pyridine (Nikotin) b. Quinoline (Kina) c. Isoquinolin (Papaverine) d. Phenanthrene (Codeine) e. Pyrrolidine (Atropin)

2. Klasifikasi berdasarkan aktivitas farmakologis mis. Analitik (Strychnine), Analgesik (Morfin), Anti Kanker (Vinblastine). Jarang alkaloid diklasifikasikan menurut rute biosintesis

1.3.3

Cara melakukan identifikasi golongan senyawa Pemeriksaan kimia kualitatif alkaloid dengan pereaksi Mayer, reagen Drangendroff, pereaksi Hager atau reagen Wagner memicu alkaloid. Alkaloid diketahui memberi warna khas saat diobati dengan reagen ini. a. Pereaksi Mayer [presipitasi kremasi] b. Reagen Drangendroff [endapan coklat oranye] c. Pereaksi hager [endapan kuning] d. Wagners'reagent [endapan coklat kemerahan] (Singh,2002)

1.3.4

Pemisahan KLT Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari 2 fase. Salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbs, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik. (Farmakope Herbal Indonesia, 2009) Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara 2 fase, satu diantaranya diam (fase diam), dan yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibaa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. (Farmakope Herbal Indonesia, 2009)

Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seprti halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutka zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak.dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu peyangga yang inert berungsi sebagai fase diam. (Farmakope Herbal Indonesia, 2009) Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, lastik aau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, yang tergantung dari jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identic dan ukuran yang hampiir sama, dengan menotolkan bahan uji pembanding pada lempeng yang sama. Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kada secara semi kuantitatif. (Farmakope Herbal Indonesia, 2009)

1.4 Prosedur Kerja a.

Preparasi sampel 1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCl 2N, dipanaskan diatas penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk. 2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring. 3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian dan disebut sebagai larutan 1A, 1B, dan 1C.

b.

Reaksi pengendapan 1. Larutan 1A ditambah pereaksi mayer, larutan 1B ditambah dengan pereaksi waghner dan larutan 1C dipakai sebagai blanko. 2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.

c.

Kromatografi lapis tipis (KLT) 1. Larutan 1C ditambahkan NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa, kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi). 2. Filtrat (fase CHCl3) diuapkan sampai pekat, kemudian siap untuk pemeriksaan dengan KLT. Fase Diam : kiesel gel GF 254 Fase gerak : isinya CHCl3 –etil asetat (1:1) Penampak noda : pereaksi Dragoen dorf 3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkoloid dalam ekstrak.

1.5 Skema Kerja a. Preparasi Sampel

0,9 gram Ekstrak + etanol ad larut + 5 ml HCl 2N

Dipanaskan 2-3 menit, sambil diaduk

Filtrat + 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi menjadi 4 bagian

Setelah dingin + 0,3 gram NaCl, aduk rata, lalu disaring

Disebut sebagai larutan 1A, 1B, 1C,1D

b. Reaksi Pengendapan

Larutan 1A ditambah pereaksi mayer

Larutan 1B ditambah dengan pereaksi waghner

Larutan 1C dipakai sebagai blanko

Larutan 1D dipakai untuk KLT

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.

c. Kromatograsi Lapis Tipis (KLT)

-Larutan 1D + NH4OH pekat 28% ad larutan menjadi basa. -Diekstraksi dengan 5 ml kloroform.

Kemudian dilarutkan dalam etanol (1 ml) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT

Filtrat (fase CHCl3) diuapkan sampai kering

Plat KLT

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkoloid dalam ekstrak

1.6 Hasil

1.7 Pembahasan ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……................................................................................................................

1.8 Daftar Pustaka Baxter, Karen , dkk. 2009. Stockley’s Herbal Medicines Interaction. London: Pharmaceutical Press. Depkes RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi kesatu. Jakarta: Departemen Kesehatan Replubik Indonesia. Evans, W.C. 2002. Trease and evans pharmacognosy 15th. London: W. B. Saunders. Singh, Dr. Amrit Pal. 2002. A Treatise On Phytochemistry. UK: Emedia Science.

Related Documents

Laporan Fitokim 2.docx
April 2020 44
Laporan Fitokim 1.docx
April 2020 48
Darl Fitokim 2.docx
November 2019 30
Laporan
August 2019 120

More Documents from "redzuan"

Laporan Fitokim 1.docx
April 2020 48
Laporan Fitokim 2.docx
April 2020 44
Doa.docx
May 2020 37
November 2019 44
Di-624_qig_v1.00
November 2019 51