Laporan Fitohormon Hipokotil.doc

  • Uploaded by: opnofti prihandayu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Fitohormon Hipokotil.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,070
  • Pages: 14
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON ACARA I PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL

Disusun oleh: Opnofti Prihandayu 1401070053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERO 2017

Senin, 15 Mei 2017

PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL A. TUJUAN 1. Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi auksin terhadap pemanjangan hipokotil pada kacang hijau. 2. Mengetahui hasil dari konsentrasi auksin yang berbeda pada pertumbuhan hipokotil kacang hijau. 3. Mengetahui konsentrasi yang paling optimal pemberian auksin pada pemanjangan hipokotil kacang hijau. 4. Mengetahui pengaruh atau faktor lain yang ikut mempengaruhi pemanjangan hipokotil B. DASAR TEORI Tumbuhan tidak saja diatur oleh faktor-faktor lingkungan tetapi juga oleh bahan-bahan kimia yang dihasilkan di dalam tumbuhan. Bahan-bahan kimia itu disebut hormon. Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja aktif dalam jumlah yang sedikit sekali, ditransportasikan ke dalam seluruh tubuh tumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologis lainnya. Hormon dibentuk disuatu tempat tetapi menunaikan fungsinya ditempat lain. Berbeda dengan enzim, hormon selama prosesproses metabolik dan harus diperbaharui untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya. Pertumbuhan di satu bagian dapat bergantung pada kegiatan selular lainnya. Dengan bantuan hormon, sel-sel tumbuhan dapat diubah dari unit-unit yang bebas menjadi bagian-bagian yang saling berkaitan dalam satu kesatuan organisme (Kaufman, 1975). Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan, sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan deferensisasi berlangsung. Pada tahun 1928 Went

berhasil

menemukan adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin (Dwidjoseputro, 1986).

Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Kata Auksin berasal dari bahasa Yunani auxein yang berarti meningkatkan. Sebutan ini digunakan oleh Frits Went (1962) untuk senyawa yang belum dapat dicirikan tetapi diduga sebagai penyebab terjadinya pembengkokan koleoptil kearah cahaya (Yox, 2008). Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indoleacetic Acid), PAA (Phenylacetic Acid), 4-cloro IAA (4-cloroindol acetic acid) dan IBA (Indolebutyricacid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (Napthaleneacetic Acid), 2,4 D (2,4 dichholophenoxyacetic acid) serta MCPA (2-metyl-4 chlorophrnoxyacetic acid) Peran fisiologis auksin adalah mendorong

perpanjangan

sel,

pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukkan akar, pembungaan

pada

Bromeliaceae,

pembentukan

buah

partenokarpi,

pembentukkan bunga betina pada pada tanaman diocious, dominan apical, response tropisme serta menghambat pengguran daun, bunga dan buah (Sugihsantosa, 2009). Peranan Auksin dalam aktifitas kultur jaringan auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin membentuk klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis, dan auksin juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Sugihsantosa, 2009). Hormon ini dihasilkan pada ujung pucuk yang sedang tumbuh dan akan mendatangkan efek atau akibat apabila telah bergerak kebagian organ yang lain. Fungsi auksin dalam memacu pertumbuhan tanaman adalah sebagai pengaturan perbesaran sel dan pergerakan auksin selalu menjauhi arah cahaya (Lakitan, 2004). Pengaruh auksin terhadap rangsangan berbeda-beda, rangsangan yang paling kuat adalah rangsangan terhadap sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pada kadar yang sangat tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan

permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang kemudian diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikkan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Heddy, 2000). Auksin yang terlibat dalam banyak peraturan terutama yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman proses pada tanaman. Fungsi auksin dalam transmisi isyarat lingkungan seperti cahaya dan gravitasi, regulasi percabangan proses dalam tunas dan akar, karena mereka menemukan lebih baru-baru ini, pola diferensiasi sel-sel di meristem dan organ dewasa. Hal ini tentu sinyal spasial dan temporal serbaguna. Auksin transportasi menghasilkan konsentrasi maksimum auksin dan terdegradasi dalam jaringan yang berperan dalam regulasi beragam proses perkembangan berbagai tanaman, termasuk embriogenesis, organogenesis pembentukan, jaringan pembuluh darah dan tropisme. Mekanisme kerja hormon auksin dalam mempengaruhi pemanjangan selsel tanaman khususnya akar yaitu auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Auksin diproduksi oleh koleoptil ujung tunas. Pengaruh auksin yang lain adalah dominasi apikal, yaitu pertumbuhan

ujung apikal dan penghambatan

pertumbuhan tunas lateral (Rioardi, 2009). Auksin mengatur proses didalam tubuh tumbuhan dalam morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin, namun permulaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jaringan kalus yang terbentuk pada stek. Konsentrasi auksin yang berlebihan meyebabkan ketidak normalan, seperti epinasti (kelainan bentuk daun yang disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak sama urat daun bagian ujung dan pangkalnya).

Auksin menunda absisi daun dan buah. Auksin merangsang partenokarpi (buah tanpa biji) pada buah, misalnya strawberry tumbuh tanpa biji bila diberi perlakuan dengan asam naftalenasetat (NAA) atau dengan pilokram. Secara normal, kehadiran biji atau suatu sumber eksogen auksin diperlukan untuk pertumbuhan buah. Auksin juga efektif dalam mencegah berkecambahnya umbi yang disimpan. Sifat-sifat tertentu yang dimiliki senyawa fitohormon yaitu (Salisbury, 1995) : 1. Tempat sintesis berbeda dari tempat aktivitas (misalnya, sintesis di pucuk dan daun muda, tetapi responnya pada batang, akar atau organ-organ lain). 2. Respon dihasilkan oleh jumlah yang sangat kecil (yaitu konsentrasinya bisa sekecil 10-9 M). 3. Tidak seperti vitamin dan enzim, respon mungkin berbentuk formatif dan lastik (tidak terpulihkan). Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi

sisi

tumbuhan

yang

tidak

disinari

oleh

cahaya

matahari

pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme (Lakitan B, 2004). Kondisi gelap juga memacu produksi hormon auksin. Auksin adalah hormon tumbuh yang banyak ditemukan di sel-sel meristem, seperti ujung akar dan ujung batang. Oleh karena itu tanaman akan lebih cepat tumbuh dan panen. Hasil penelitian F.W. Went, ahli fisiologi tumbuhan, pada tahun 1928 menunjukkan produksi auksin terhambat pada tanaman yang sering terkena sinar matahari (Heddy, 1996). Tanaman yang diletakkan di tempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari. Distribusi auksin yang tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan

pembesaran sel yang tidak sama disertai dengan pembengkokan organ (Heddy, 1996). Hipokotil adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Singkatnya, biji tidak terdorong ke atas dan tetap berada di dalam tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak (Lakitan B, 2004). C. ALAT dan BAHAN 1.

Alat :  Cawan petri  Jangka sorong  Silet / pisau cutter

2.

Bahan :  Kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus)  Larutan auksi konsentrasi 0,001 ppm, 0,03 ppm, 0,05 ppm, 0,007 ppm, dan 0,009 ppm

D. CARA KERJA 1. Menyiapkan kecambah kacang hijau dalam berumur 4 atau 5 hari. 2. Memotong hipokotil (batang tanaman tepat dibawah kotiledon sepanjang 3 cm) dengan menggunakan silet / pisau cutter. 3. Memasukkan hipokotil tersebut ke dalam petri yang telah diisi dengan larutan auksin dengan konsentrasi sesuai yang telah ditetapkan. 4. Mengukur kembali panjangnya 2 x 24 jam. 5. Memasukkan data hasil pengukuran ke dalam tabel.

E. HASIL PENGAMATAN Perlakuan IAA / ppm Kontrol

Kelompok 1

Panjang Awal (cm) 3

Panjang Akhir (cm) 3,22

Selisih 0,22

0,01

0,03

0,05

0,07

0,09

F.

2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

3,92 3,50 3,22 3,15 4,62 3,85 3,62 3,31 3,91 3,305 3,678 3,34 3,28 3,125 3,3 3,3 3,8 3,3 4,0 4,62 3,82 3,81 4,305 4,29 3,91 4,29 4,29 3,91 4,37

0,97 0,50 0,22 0,15 1,62 0,85 0,62 0,31 0,91 0,305 0,78 0,34 0,28 0,125 0,3 0,3 0,8 0,3 1 1,62 0,82 0,81 1,305 1,29 0,91 1,29 1,29 0,91 1,37

PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini mengetahui pengaruh pemberian penambahan auksin (IAA) terhadap pemanjangan hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus). Pemberian penambahan auksin pada praktikum kali ini dilakukan menggunakan konsentrasi yang berbeda-beda. Pemberian perlakukan yang digunakan antara lain larutan kontrol, konsentrasi 0,01, 0,03, 0,005, 0,07, dan 0,09. Penggunaan konsentrasi yang berbeda tersebut ditujukan untuk mengetahui konsentrasi auksin manakah yang mampu memberikan pengaruh terbaik atau optimal pada pemanjangan hipokotil. Bagian hipokotil pada batang kacang hijau (Phaseolus radiatus) di potong masing-masing 3 cm sebanyak 5 potong pada masing-masing konsentrasi. Kelima batang yang telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam larutan auksin pada masingmasing konsentrasi yang telah ditentukan pada tiap kelompok dan diletakkan

pada tempat yang terang. Penyimpanan di tempat terang bertujuan untuk tanaman bisa mendapatkan cahaya yang cukup. Kemudian dilakukan pengukuran setelah 2x24 jam. Setiap larutan IAA akan memberikan pengaruh terhadap pemanjangan jaringan pada konsentrasi tertentu, dimana IAA akan bekerja aktif pada konsentrasi optimal, yaitu pada konsentrasi yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus) pada perlakuan dengan pemberian larutan Auksin (IAA) menunjukkan hasil bahwa panjang hipokotil kacang hijau sebelum diberi larutan auksin masing-masing panjangnya 3 cm dan diletakkan pada cawan petri masing-masing 5 potongan hipokotil dan diberi larutan IAA dengan konsentrasi 0,001 ppm, 0,05 ppm, 0,07 ppm, dan 0,09 ppm panjangnya berubah. Hal ini berarti menunjukkan bahwa setiap larutan sangat berpengaruh terhadap setiap hipokotil. Setiap larutan IAA akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pemanjangan jaringan pada konsentrasi tertentu, IAA akan bekerja aktif pada konsentrasi optimal yaitu konsentrasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Pada perlakuan kontrol (air) yang terlihat berdasarkan pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi pengaruh terhadap pemanjangan jaringan dengan bertambahnya ukuran panjang awalnya 3 cm disebabkan oleh jumlah larutan yang ada di dalam sel meningkat, karena meningkatkan difusi masuknya air ke dalam sel sehingga terjadi pemanjangan jaringan yang diikuti bertambah panjangnya hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus). Pertambahan panjang yang terjadi pada masing-masing hipokotil pada perlakuan kontrol secara berturut-turut adalah dengan selisih 0,22 cm, 0,97 cm, 0,50 cm, 0,22 cm, 0,15 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke -2. Rata-rata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan kontrol yang terdiri dari 5 ulangan adalah 0,412 cm. Pada perlakuan pemberian IAA dengan konsentrasi 0,01 ppm terdapat selisih pemanjangan awal dan akhir setiap hipokotil adalah 1,62 cm, 0,85 cm, 0,62 cm, 0,31 cm, dan 0,91 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke-1. Rata-rata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan 0,01 ppm yang terdiri dari 5 ulangan adalah 0,862 cm. Pada perlakuan IAA dengan konsentrasi 0,03 ppm terdapat

selisih pemanjangan awal dan akhir setiap hipokotil adalah 0,305 cm, 0,78 cm, 0,34 cm, 0,28 cm, dan 0,125 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke-2. Rata-rata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan 0,03 ppm yang terdiri dari 5 ulangan adalah 0,366 cm. Pada perlakuan IAA dengan konsentrasi 0,05 ppm terdapat selisih pemanjangan awal dan akhir setiap hipokotil adalah 0,3 cm, 0,3 cm, 0,8 cm, 0,3 cm, dan 1 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke-5. Rata-rata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan 0,05 ppm yang terdiri dari 5 ulangan adalah 0,54 cm. Pada perlakuan IAA dengan konsentrasi 0,07 ppm terdapat selisih pemanjangan awal dan akhir setiap hipokotil adalah 1,62 cm, 0,82 cm, 0,81 cm, 1,305 cm, dan 1,29 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke-4. Ratarata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan 0,07 ppm yang terdiri dari 5 ulangan adalah 1,169 cm. Pada perlakuan IAA dengan konsentrasi 0,09 ppm terdapat selisih pemanjangan awal dan akhir setiap hipokotil adalah 0,91 cm, 1,29 cm, 1,29 cm, 0,94 cm, dan 1,37 cm. Selisih yang paling panjang terdapat pada ulangan ke-5. Rata-rata pemanjangan hipokotil untuk perlakuan 0,09 ppm yang terdiri dari 5 ulangan adalah 1,16 cm. Berdasarkan hasil praktikum dapat dikatakan bahwa hormon auksin merupakan hormon pertumbuhan yang memacu pemanjangan hipokotil karena mengandung IAA (Asam Indole Asetat) yang dapat memacu pembelahan meristematik bagian apikal (ujung) namun harus dalam konsentrasi yang tepat, karena apabila konsentrasinya tidak tepat atau dalam hal ini kurang ataupun lebih, maka kerja auksin tidak optimum bahkan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dan pada praktikum ini, akar kecambah yang dipotong karena auksin sendiri terdapat pada ujung akar dan batang. Pada dasarnya semakin banyak jumlah auksin pada tanaman akan mempercepat proses pemanjangan sel, sehingga seharusnya pemanjangan hipokotil terlihat lebih signifikan (pemanjangan rata-rata tertinggi) pada pemberian auksin dengan konsentrasi 0,09 ppm dan pemanjangan dengan rata-rata terkecil adalah pada perlakuan kontrol (tanpa penambahan auksin). Akan tetapi, berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwa konsentrasi auksin yang dapat mempengaruhi pemanjangan hipokotil yang paling besar adalah pada konsentrasi 0,07 yang rata-ratanya sebesar 1,169 cm. Dan yang

paling kecil rata-rata selisihnya adalah 0,366 cm untuk konsentrasi auksin 0,03 dibandingkan perlakuan kontrol (0,412 cm) masih lebih kecil konsentrasi auksin 0,03. Pada hasil pengamatan yang dilakukan menjukkan rata-rata terkecil selisih panjang hipokotil justru terjadi pada perlakuan dengan menggunakan konsentrasi auksin 0,03 ppm, bukan pada perlakuan kontrol. Hal tersebut dikarenakan pada hipokotil perlakuan kontrol masih terdapat auksin pada pada bagian hipokotilnya dan memungkinkan jumlah auksin awal pada batang tersebut cukup tinggi, karena pada dasarnya setiap tanaman mampu untuk memproduksi auksin secara alami, sehingga meskipun tanpa diberi perlakuan konsentrasi auksinpun tetap ada pengaruh auksin yang memang berasal dari hipokotil batang tersebut. Perendamana hipokotil ke dalam

berbagai

konsetrasi

belum

menunjukkan tumbuh adanya akar. Pengamatan hanya sebatas pada pemanjangan hipokotil bukan sampai munculnya akar. Hipokotil mengalami perubahan

panjang

pada masing-masing

perlakukan. Auksin

dalam

mempengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman melalui dua cara , yaitu menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA. Memacu terjadinya dominansi apikal. Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar. Dalam hal ini auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran atau pelenturan dinding sel. Auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertambahan panjang hipokotil yang signifikan yaitu pada pemberian larutan 0,07 ppm. Pada perlakuan ini menunjukkan rata-rata selisih panjang paling besar sebelum dan sesudah

perlakuan. Hal ini disebabkan karena kemungkinan konsentrasi dari larutan tersebut baik untuk pertumbuhan hipokotil kecambah. Kerja larutan IAA 0,07 ppm dalam merespon pemanjangan jaringan sangat baik karena konsentrasi larutan tersebut tidak mengganggu kerja hormon yang ada dalam hipokotil. Konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman, mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman, semakin tinggi konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman maka akan semakin mempercepat pertumbuhan tanaman tersebut. Meskipun demikian, pada konsentrasi yang lebih tinggi auksin juga akan menghambat perpanjangan sel yang dikarenakan semakin tinggi konsentrasi auksin akan memacu produksi etilen. Etilen merupakan suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada perpanjangan sel. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan pemberian auksin pada konsentrasi 0,09 ppm menghasilkan rata-rata perubahan panjang lebih kecil dari rata-rata perubahan panjang hipokotil pada konsentrasi 0,07 ppm. Hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi IAA di dalam tanaman yaitu sintesis auksin, pemecahan auksin, dan inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul (Indradewa, 2009). Asam Idole Acetik Acid (IAA) merupakan larutan auksin endogen atau auksin yang terdapat pada tanaman. Larutan ini berfungsi mendorong pembelahan sel, penyebaran IAA yang tidak sama pada tanaman akan mengakibatkan pembesaran sel yang tidak merata dan terjadi pembengkokan dari koleoptil atau organ tanaman (geotropism dan fototropisme), IAA pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pembesaran sel-sel akar. IAA juga dapat mengendalikan absisi daun dan dapat menghambat pertumbuhan tunas lateral (Indradewa, 2009). G. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. 2. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indoleacetic Acid), PAA (Phenylacetic Acid), 4-cloro IAA (4-cloroindol acetic acid) dan IBA (Indolebutyricacid)

3. Beberapa

auksin

dihasilkan

secara

sintetik,

misalnya

NAA

(Napthaleneacetic Acid), 2,4 D (2,4 dichholophenoxyacetic acid) serta MCPA (2-metyl-4 chlorophrnoxyacetic acid) 4. Auksin memiliki peranan fisiologis diantaranya mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukkan akar, pembentukan buah partenokarpi, dan dominan apical. 5. Pada perlakuan kontrol masih menunjukkan adanya pemanjangan sel batang pad hipokotil tanaman kacang hijau. 6. Pada perlakuan kontrol terjadi peningkatan difusi masuknya air ke dalam sel sehingga terjadi pemanjangan jaringan yang diikuti bertambah panjangnya hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus). 7. Rata-rata selisih pemanjangan pada perlakuan kontrol adalah 0,412 cm. 8. Rata-rata selisih pemanjangan yang paling tinggi adalah pada perlakuan 0,07 ppm dengan jumlah 1,169 cm dan yang paling rendah adalah pada perlakuan 0,03 ppm dengan jumlah 0,366 cm. 9. Rata-rata pertambahan panjang hipokotil yang signifikan terdapat pada perlakuan konsentrasi 0,07 ppm. 10. Rata-rata pertambahan panjang hipokotil yang paling kecil terdapat pada perlakuan konsentrasi 0,03 ppm. 11. Konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. 12. Semakin tinggi konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman maka akan semakin mempercepat pertumbuhan tanaman tersebut. 13. Untuk menggunakan auksi harus dalam konsentrasi yang tepat, karena apabila konsentrasinya tidak tepat atau dalam hal ini kurang ataupun lebih, maka kerja auksin tidak optimum bahkan dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Heddy, S. 2000.Hormon Tumbuhan.Jakarta:Rajawali Indradewa, 2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1.Bandung: ITB Press Kaufman, dkk, 1975.Laboratory Experiment in Plant Physiology.New York: Macmillan Publishing Co Lakitan, B. 2004.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta:Raja Grafindo Persada Rioardi, 2009. Air Dalam Tumbuhan. http:// WordPress.com. Di akses pada tanggal 23 Mei 2017, pada pukul 13.23 WIB Salisbury, F.B dan C.W.Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.Bandung: ITB Press Sugihsantosa, 2009.Pedoman Teknologi Benih.Bandung:Pembimbing Masa

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84

More Documents from "Joseph Gilbert"