BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap wanita mengininginkan persalinannya berjalan dengan lancar dan dapat melahirkan bayi dengan sempurna. Ada dua cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang lebih dikenal dengan persalinan alami dan persalinan caesarea atau sectio caesarea yaitu tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi dengan insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro,2007). Tindakan sectio caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan section caesarea adalah gawat janin, disproporsi sepalopelvik, prolapus tali pusat, mal presentase janin atau letak lintang (Norwitz E & Schorge J, 2007). World Health Organization (WHO) Menetapkan standar rata-rata sectio caesarea disebuah Negara adalah sekitar 5-15%per 1000 kelahiran didunia. Rumah sakit pemerintah kira-kira 11% sementara rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbson L.et all, 2010). Menurut WHO peningkatan persalinan dengan sectio caesarea diseluruh negara selama tahun 2007-2008 yaitu 110.000 perkelahiran diseluruh Asia (Sinha kounteya, 2010). Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45, 19%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan 1
tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace,2007). Survey nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan denga secti dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Berdasarkan data RIKESDAS tahun 2010, tingkat persalinan sectio caesarea di indonesia15,3 % sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi. Gambaran adanya factor resiko ibu saat melahirkan atau di operasi caesarea adalah 13,4%. Ada beberapa penyebab yang sering terjadi dan harus dilakukan caesarea yaitu partus lama, partus tak maju, panggul sempit, dan janin terlalu besar, jika tidak dilakukan caesarea akan membahayakan nyawa ibu dan dan janin (Wiknjosastro, 2007). Sedangkan menurut Sarwono, 2010, indikasi persalinan SC yaitu panggul sempit, tumor jalan lahir, stenosis serviks, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, rupture uteri, kelainan letak, dan gawat janin. Namun kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesarea yaitu adanya komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesarea. Antara lain, nyeri gangguan mobilisasi, cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan infeksi, yaitu infeksi rahim, endometritis, dan ifeksi akibat luka operasi. (Depkes RI, 2013). Dalam perawatan perioperatif khususnya preoperative harus sesuai dengan askep yang ada, namun demikian masih banyak sekali hal-hal yang belum sesuai dengan standard operasional seperti kelengkapan data, pemeriksaan ibu dan janin, dan persiapan peralatan operasi, dalam hal ini 3 khususnya mengenai tindakan pada SC. Dari hal tersebut di atas perlu dilakukan asuhan keperawatan yang tepat, jika tidak maka akan berdampak pada ibu dan janin. Mobilisasi yang kurang baik akan 2
mempengaruhi proses involusi, jika menejemen nyeri tidak tertangani dengan baik maka ibu tidak bisa melakukan aktivitas dan juga bisa berinfark pada produksi ASI. Pasien post partum SC dengan indikasi presentasi bokong lebih murni tanpa ada masalah yang lainya, etiologi dari SC nya yaitu presbo atau mallposisi, sehingga tidak berpengaruh pada hipertensi, ataupun penyakit yaang lainnya. Dari hal tersebut pula yang menjadi alasan utama penulis tertarik untuk meneliti tentang studi kasus pada pasien post partum SC dengan indikasi presentasi bokong di RSUD Dr. Soedirman Kebumen. 1.2 Tujuan 1.2.1 Umum Memberikan asuhan keperawatan pada klien post SC khususnya pada Ny. N.K 1.2.2 Khusus 1.
Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien post SC
2.
Mampu menegakan diagnose keperawatan pada pasien dengan post SC
3.
menyusun rencana intervensi pada pasien dengan post SC
4.
Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan post SC
5.
Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan psot SC
3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laporan Pendahuluan 2.1.1 Pengertian Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nurarif dan Kusuma, 2013). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Istilah caesaria berasal dari bahasa latin cadere yang artinya memotong atau menyayat. Indakan yang dilakukan tersebut bertujua untuk mengeluarkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding Rahim ( Chairani, 2017) 2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit 1. Lapisan Epidermis Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh
4
gesekan.Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya sangat rapat. 2. Lapisan Dermis Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin.Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. 3. Lapisan subkutan Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf.Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus. Fasia Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis 5
oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh. Otot perut 1. Otot dinding perut anterior dan lateral Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan kearah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis. 2. Otot dinding perut posterior Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca. 2.1.3
Etiologi a. Indikasi Ibu b. Panggul sempit absolute c. Plasenta previa d. Ruptur uteri mengancam 6
e. Partus Lama f. Partus Tak Maju g. Pre eklampsia, dan Hipertensi h. Indikasi Janin i. Kelainan Letak : 1. Letak lintang Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yan terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain. 2. Letak belakang Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga. 2.1.4 Tujuan Sectio Caesarea Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. 7
2.1.5 Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu:
perawatan
post
operatif
dan
perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea antara lain : a. Nyeri akibat ada luka pembedahan b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml f. Emosi
labil
/
perubahan
emosional
dengan
mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru g. Biasanya terpasang kateter urinarius h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan 2.1.6 Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC) a. Abdomen (SC Abdominalis) 1. Sectio Caesarea Transperitonealis
8
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar
secara intra
abdominal karena
tidak
ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan. 2. Sectio caesarea profunda Dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan
luka
lebih
mudah, penutupan
luka
dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih. 3. Sectio caesarea ekstraperitonealis Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. 4. Vagina (sectio caesarea vaginalis)Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : a. Sayatan memanjang (longitudinal) b. Sayatan melintang (tranversal) c. Sayatan huruf T (T Insisian) 9
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. Kelebihan : a. Mengeluarkan janin lebih memanjang b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan : a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik. b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. c. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim. 5. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm. 10
Kelebihan : a. Penjahitan luka lebih mudah b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum. d. Perdarahan kurang e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil Kekurangan : a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi 2.1.7 Patofisiologi Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan 11
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi. 2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. 2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi 3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah 4. Urinalisis / kultur urine 5. Pemeriksaan elektrolit 2.1.8 Penatalaksanaan a. Pemberian cairan Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada 12
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. b. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. c. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
13
d. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. e. Pemberian obat-obatan Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan 1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam 2. Oral
: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi
: penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C f. Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti. g. Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
14
h. Perawatan Payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. 2.1.9 Komplikasi 1. Infeksi Puerpuralis a. Ringan
: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Sedang
: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung c. Berat
: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. 2. Pendarahan disebabkan karena : a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka b. Atonia Uteri c. Pendarahan pada placenta bled 3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi. 4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
15
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik. 2.2 Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian a. Identitas klien dan penanggungjawab : meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinana, ruang rawat, nomor medical record, diagnose medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. b. Keluhan utama c. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sebelumnya bagi klien multipara d. Data riwat penyakit - Riwayat kesehatan sekarang : meliputi keluhan ataua yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi. - Riwayat Kesehatan Dahulu : meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit yang sekarang. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama. - Riwayat kesehatan keluarga : meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah kelurga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama. e. Riwayat menstruasi : kaji menarche, siklus haid, lama haid, ganti duk, masalah dalam menstruasi. f. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang Pada saat dikaji klien melahirkan pada kehamilan ke berapa, lama masa kehamilan, dan kelainan selama hamil, kaji tanggal persalinan, jenis persalinan. g. Keadaan klien meliputi: 1. Sirkulasi Hipertensi dan perdarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL 16
2. Integritas ego Dapat menunjukan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. 3. Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan) 4. Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural. 5. Nyeri/ketidaknyamanan Mungkin mengeluh dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anastesi, nyeri tekan uterus mungkin ada. 6. Pernapasan Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas. 7. Keamanan 8. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/ kering dan utuh. 9. Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak diumbilikus. Aliran lokhea sedang. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur operasi) b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri c. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan suplai ASI d. Resiko infeksi berhubungan dengan Luka post operasi e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat tindakan anastesi dan pembedahan. g. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan klien tidak mampu memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri. h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi penyakit. i. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot j. Resiko hipovolemik berhubungan dengan post operasi 17
INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL No
Diagnosa
Tujuan
dan Intervensi
Rasional
Kriteria Hasil 1
Nyeri akut
Setelah dilakukan
berhubungan
tindakan
dengan agen
keperawatan selama
cedera fisik
2x24 jam
(prosedur
diharapkan skala
operasi)
nyeri berkurang dengan kriteria
Mandiri
Mandiri
1. Kaji Tandatanda vital klien (TD, N, SB, R)
1. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
2. Kaji karakteristi k nyeri (PQRST)
2. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien
hasil: -
-
-
-
-
Klien melaporkan nyeri berkurang dari skala 7 ke skala 3 Klien dapat menggunaka n teknik non farmakologi s Klien menggunaka n analgesic sesuai dengan instruksi Klien melaporkan nyeri berkurang Ekspresi wajah klien tampak
3. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang
3. Untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan klien bertambah
4. Ajarkan teknik relaksasi (Tarik nafas dalam)
4. Agar nyeri yang dirasakan klien dapat dikontrol dan tidak bertambah
5. Atur posisi yang nyaman untuk klien
5. Membantu menurunkan atau mengontrol 18
-
-
relaks Klien melaporkan lamanya nyeri berlangsung TTV dalam batas normal TD: Sistol 90-
nyeri 6. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dengan membatasi jumlah pengunjun g
6. Mengatur lingkungan pasien untuk mendapatkan kenyamanan yang optimal
120 Diastol 6090 N: 60-100 x/menit
7. Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan perhatian terhadap nyeri
7. Pengalihan perhatian bertujuan untuk menekan emosi dan mengontrol nyeri yang dirasakan
R: 16-24 x/menit SB: 36,6 – 37,5oC
8. Anjurkan keluarga pasien untuk membantu pasien dalam pelaksanaa n teknik distraksi
8. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk membantu pasien dalam pelaksanaa teknik distraksi
Kolaborasi Pemberian analgesic Pemberian obat
dapat mengurangi
analgesic
nyeri yang dirasakan klien
19
2.
Gangguan mobilitas
Setelah dilakukan tindakan
fisik berhubungan dengan nyeri
keperawatan selama
Mandiri 1. Kaji kekuatan otot
1x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik klien teratasi
2. Monitor tanda-tanda vital klien
dengan kriteria hasil: -
-
-
-
-
-
Menopang berat badan atau mampu untuk berdiri Berjalan dengan pelan Hasil uji kekuatan otot dalam batas normal (skor 5) Klien mampu untuk bergerak (skor 5) Klien mampu mengubah posisi di atas tempat tidur (miring kanan, miring kiri dan duduk) Klien mampu
1. Untuk menentukan kekuatan otot klien dan membantu dalam penentuan batasan aktivitas klien 2. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
3. Kaji kemampua n klien untuk bergerak
3. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
4. Anjurkan klien untuk bergerak dan beraktivitas sesuai kemampua n klien
4. Menghindari ketergantungan dan meningkatkan kemandirian bagi klien
5. Berikan posisi yang nyaman pada klien
6. Ajarkan klien untuk
5. Menghindari resiko cedera dan memberikan rasa nyaman pada klien
6. Menghindari kekakuan sendi dan 20
berpindah dari tempat tidur ke toilet
3.
Menyusui tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan ketidakadeku atan suplai
keperawatan selama
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
mempercepat penyembuhan luka
7. Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhan kebutuhan ADL klien Mandiri
7. Untuk meminimalisir resiko jatuh pada klien
1. Monitor kemampuan bayi untuk mengisap
Mandiri 1. Mengetahui kemampuan bayi mengisap
2 x 24 Jam diharapkan
ASI pemberian ASI menjadi efektif dengan kriteria hasil: -
-
-
2. Berikan informasi mengenai manfaat menyusui baik secara fisiologis maupun psikologis
Posisi yang nyaman 3. Instruksikan selama posisi menyusui menyusui yang Memompa bervariasi ASI Penyimpana n ASI yang aman Menghindari penggunaan
2. Agar ibu dapat memahami pentingnya ASI dan penerima meyusui bayinya
3. Dengan posisi menyusui yang benar, bayi dapat lebih mudah mendapatkan ASI
21
-
-
-
dot pada 4. Ajarkan klien bayi untuk Klien perawatan mampu putting susu mengetahui manfaat ASI Intake cairan yang dibutuhkan ibu Posisi bayi 5. Anjurkan yang tepat klien untuk saat tetap menyusui menyusui agar suplai ASI menjadi optimal
6. Intruksikan kepada klien dan keluarga untuk memberi ASI Eksklusif kepada Bayi
Kolaborasi : 7. Pemberian cairan tambahan melalui intravena
4. Dengan perawatan payudara dapat melancarkan sirkulasi darah sehingga produksi ASI lancar
5. Semakin sering bayi meyusui akan mengeluarkan hormone prodaktin dan oksitosin untuk memproduksi dan mengeluarkan ASI
6. Agar klien dan keluarga memahami dan mengetahui pentingnya pemberian ASI Eksklusif untuk tumbuh kembang bayi
Kolaborasi : 7. Untuk memenuhi keseimbangan cairan pada klien
22
4.
Resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan Luka post operasi
keperawatan selama 3x24 jam
Mandiri 1. Monitor karakteristi k, warna, ukuran, cairan dan bau luka
1. Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangan nya
2. Instruksika n pengunjun g untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
2. Meminimalkan pathogen yang ada disekeliling klien
diharapakan klien dapat terhindar dari resiko infeksi dengan kriteria hasil: - Integritas kulit klien normal - Tidak ada lesi pada kulit - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka
3. Lakukan perawatan luka dengan konsep steril 4. Cuci tangan sebelum dan sesudan melakukan tindakan keperawata n
3. Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman atau bakteri
4. Untuk meminimalkan resiko infeksi
Kolaborasi 5. Pemberian antibiotik
5. Membantu menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi resiko terjadinya infeksi 23
5.
Gangguan
Setelah dilakukan
pola tidur
tindakan
berhubungan
keperawatan selama
dengan
1x24 jam
gangguan
diharapkan klien
rasa nyaman
dapat mencapai pola
nyeri
tidur yang baik dengan kriteria
Mandiri 1. Monitor pola tidur klien, jumlah jam tidur dan catat kondisi fisik
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
hasil: -
-
-
-
-
-
Pola tidur yang efektif Kualitas tidur yang efisien Jam tidur yang cukup Lingkungan yang kondusif untuk tidur Tempat tidur yang nyaman Klien melaporkan nyeri berkurang dari skala 8 ke skala 3 Klien dapat menggunaka n teknik non farmakologi s Klien menggunaka n analgesic
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
4. Atur posisi yang nyaman untuk klien
5. Dorong klien untuk terlibat
1. Memonitor waktu dan pola tidur klien dapat membantu perawat mengetahui
2. Pemberian informasi yang tepat dapat memotivasi klien agar berusaha memperbaiki kualitas tidurnya
3. Lingkungan yang nyaman membantu tubuh menjadi relaks sehingga dapat mempermudah tidur
4. Dengan posisi yang nyaman rasa mengantuk klien timbul dan merasa nyaman tidur
5. Posisi yang tepat dapat membantu 24
-
-
-
-
sesuai dengan instruksi Klien melaporkan nyeri berkurang Ekspresi wajah klien tampak relaks Klien melaporkan lamanya nyeri berlangsung TTV dalam batas normal TD: Sistol 90-120 Diastol 60-90
dalam perubahan posisi
6. Kaji karakteristi k nyeri (PQRST)
klien klien lebih relaks untuk membantu mempermudah tidur
6. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien
7. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang
7. Untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan klien bertambah
8. Ajarkan teknik relaksasi (Tarik nafas dalam)
8. Agar nyeri yang dirasakan klien dapat dikontrol dan tidak bertambah
N: 60-100 x/menit R: 16-24 x/menit SB: 36,6 – 37,5oC
25
6.
Defisit
Tujuan :
Mandiri
perawatan
Setelah diberikan
1. Pantau tingkat
diri b/d
asuhan keperawatan
pemahaman klien
mempengaruhi klien
kelemahan
selama 3 x 24 jam
berikan
sehinggs klien dapat
fisik akibat
diharapkan klien
penjelasan
termotivasi untuk
tindakan
mampu memenuhi
tentang manfaat
melakukan
anastesi dan
kebutuhan
perawatan diri.
perawatan diri.
pembedahan
perawatan dirinya dengan kriteria hasil:
1. Informasi sangat
2. Membantu klien 2. Berikan bantuan
dalam melakukan
kepada klien
perawatan diri dan
dalam melakukan
memenuhi
terlihat
perawatan diri
kebutuhannya serta
bersih dan
seperti mandi,
memberikan rasa
terawat
sikat gigi,
nyaman.
1. Klien
2. Klien dapat
keramas dan
memenuhi
mengganti
kebutuhan
pakaian.
perawatanny
3. Vulva hygiene akan mencegah berkembang
a secara
3. Anjurkan klien
biaknya kuman-
mandiri
untuk melakukan
kuman yang dapat
perawatan vulva
masuk ke dalam
hygiene
serviks.
4. Meningkatkan tingkat kemandirian klien di dalam 4. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri
merawat dirinya serta memperlancar sirkulasi darah.
setiap hari.
26
7.
Gangguan
Tujuan :
mobilitas
Setelah diberikan
1. Kaji
1. Melakukan latihan
kemampuan
gerak dapat
fisik b/d klien asuhan keperawatan
pergerakan
menghindari
tidak mampu selama 3 x 24 jam
aktivitas klien
kekuatan pada otot.
memenuhi
diharapkan
seperti miring
kebutuhan
mobilitas dapat
kanan dan
aktivitas
teratasi seperti
miring kiri
sehari-hari
semula dengan
secara
kriteria hasil:
mandiri.
1. Keadaan umum baik
2. Anjurkan klien
kemampuan pergerakan klien.
melakukan mobilisasi secara bertahap
2. Klien dapat berktivitas
2. Untuk mengetahui
3. Bantuan keluarga dapat membantu memotivasi klien
3. Anjurkan
untuk melakukan
seperti
keluarga untuk
semula
membantu klien 4. Penkes dapat
3. Klien dapat
gerak.
dalam
memberikan
bergerak
melakukan
pemahaman
secara
latihan gerak
terhadap klien dan
mandiri
keluarga.
4. Berikan penkes pada klien dan keluarga tentang pentingnya melakukan latihan gerak 8.
Kurang
Tujuan:
pengetahuan
Setelah diberikan
b/d
tidak asuhan keperawatan
mengenal
selama 1 x 24 jam
1. Kaji kesiapan
1. Pengetahuan klien
dan motivasi
sangat penting
untuk belajar.
dalam mengetahui
Bantu klien
penyakitnya
27
sumber
diharapkan
dalam
informasi
mobilitas dapat
mengidentifikas
teratasi seperti
i kebutuhan-
semula dengan
kebutuhan.
kriteria hasil: 1. Klien dapat
2. Berikan
2. Membantu menjamin
rencana
kelengkapan
mengetahui
penyuluhan
informasi yang
penyakit
tetulis dengan
diterima orantua
yang
menggunakan
dari staf dan
diderita.
format yang
menurunkan konfusi
dengan
klien yang
menggunakan
disebabkan oleh
format yang
deseminasi nasihat
standarisasi
atau informasi yang
atau ceklis,
menimbulkan
dokumentasi
konflik.
informasi yang diberikan dan respon klien.
3. Klien yang menjalani kelahiran sesarea memerlukan bantuan lebih
3. Diskusikan
banyak bila pertama
rencana-
kali dirumah
rencana untuk
daripada klien yang
penatalaksanaa
mengalami
n dirumah
kelahiran per
untuk
vagina.
membantu pekerjaan rumah, susunan
28
fisik rumah, pengaturan tidur bayi. 9.
Konstipasi
Tujuan :
1. Auskultasi
b/d
Setelah diberikan
terhadap adanya
kesiapan terhadap
penurunan
asuhan keperawatan
bisingan usus
pemberian makan
tonus otot
selama 2 x 24 jam
pada keempat
per oral, dan
diharapkan klien
kuadran setiap
kemungkinan terjadi
eliminasi lancar
jam setelah
komplikasi mis
dengan kriteria hasil
kelahiran
ileus.
:
sesarea. 1. Bisingan
1. Menentukan
2. Menandakan
usus
pembentukan gas
kembali
dan akumulasi atau
normal. 2. Pola
2. Palpasi abdomen,
kemungkinan ileus paralitik.
komunikasi
perhatikan
kembali
distensi atau
meningkatkan
normal
ketidaknyamana
cairan yang
n
menghasilkan bulk,
3. Anjurkan cairan
3. Makanan kasar dan
merangsang
oral yang
eliminasi dan
adekuat bila
mencegah
masukan oral
konstipasi
sudah mulai kembali anjurkan
4. Latihan kaki
peningkatan diet
mengencangkan
makanan kasar,
otot-otot abdomen
buah-buahan dan
dan memperbaiki
29
sayuran. 4. Anjurkan latihan
mobilitas abdomen. Ambulasi progresif
kaki dan
setelah 24 jam
pengencangan
meningkatkan
abdominal,
peristaltic dan
tingkatkan
pengeluaran gas,
ambulasi dini.
dan menghilangkan atau mencegah nyeri karena gas. 5. Membantu dalam menciptakan kembali pola evakuasi normal dan meningkatkan kemandirian.
6. Memudahkan kemampuan untuk 5. Identifikasi
ambulasi, namun
aktifitas-aktiftas
narkotika bila
dimana klien
digunakan dapat
dapat
menurunkan
menggunakanny
aktifitas usus.
a dirumah untuk merangsang kerja usus.
6. Kolaborasi berikan
30
analgesic 30 menit sebelum ambulasi 10. Resiko hipovolemik
Tujuan : Setelah diberikan
1. Monitor tanda-
1. Mengetahui kondisi
tanda vital.
pasien dan dasar
asuhan keperawatan
intervensi
selama 1 x 24 jam
selanjutnya.
diharapkan klien eliminasi lancar
2. Mengetahui kondisi
dengan kriteria hasil 2. Monitor
pasien dan
:
perdarahan
mencegah syok
(drain) dan
hipovolemik.
1. Perdarahan <50 ml 2. Pasien tidak mengalami syok hipovolemik
observasi adanya tanda syok hipovolemik 3. Kelola pemberian
3. Hemostatic
hemostatic
mencegah
injeksi asam
perdarahan
traneksamat 500
berlebihan atau
mg/8 jam per IV
abnormal
31