Lapkas Hipertensi.docx

  • Uploaded by: Irena Bangun
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Hipertensi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,390
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.(1) Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam kedokteran primer. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung, otak, ginjal, mata, dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati. Studi menunjukkan bahwa penurunan rerata tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik atau stroke. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8 tahun 2014.(2) Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut dan juga kematian.(2) Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.(3)

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1. DEFINISI Hipertensi adalah ketika seseorang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. 2.2. KLASIFIKASI JNC 7 Klasifikasi

Sistol (mmHg)

Diastol (mmHg)

Normal

< 120

dan

< 80

Prehipertensi

120-139

atau

80-89

Hipertensi Stage I

140-159

atau

90-99

Hipertensi Stage II

≥ 160

atau

≥ 100

JNC 8 Klasifikasi

Sistol (mmHg)

Diastol (mmHg)

Normal

< 120

dan

< 80

Prehipertensi

120-139

atau

80-89

Hipertensi Stage I

140-159

atau

90-99

Hipertensi Stage II

≥ 160

atau

≥ 100

2

2.3. ETIOLOGI 

Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup, seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.



Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu.(1) Penyakit selain penyakit ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi adalah : sindroma cushing, koarktasi aorta, obstructive sleep apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit renovaskular, penyakit tiroid. Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah prednisone, fludrokortison, triamsinolon.(4)

2.4. FAKTOR RISIKO 2.4.1.

Faktor risiko yang tidak dapat di kontrol a.

Riwayat keluarga

b.

Umur Semakin tua umur, memiliki risiko semakin tinggi tekanan darah

c.

Jenis kelamin Untuk umur sampai 64 tahun laki-laki lebih berisiko terkena hipertensi, dan perempuan pada umur 65 tahun ke atas.

d.

Ras Ras Afrika-Amerika lebih sering terkena hipertensi dibanding ras lain di USA

2.4.2.

Faktor risiko yang dapat dikontrol a.

Berat badan lebih atau obesitas

b.

Kurang beraktivitas

c.

Merokok

d.

Diet tinggi sodium

e.

Minum alkohol berlebihan

f.

Stress

g.

Sleep apnea

3

h.

Diabetes

i.

Hiperkolestrolemia (5)

2.5. PATOFISIOLOGI Mekanisme regulasi tekanan darah belum diketahui sempurna, pada saat ini diketahui ada tiga sistem yang sangat berperan dalam homeostasis tekanan darah. Ketiga sistem tersebut adalah: sistem saraf simpatis, sistem RAAS (Renin-AngiotensinAldosterone System), dan keseimbangan natrium-cairan tubuh (ADH/aldosteron).(6)

RAAS

4

RAAS dimulai dari adanya angiotensinogen. Angiotensinogen diproduksi oleh hati, kemudian diubah menjadi angiotensin I oleh renin yang diproduksi oleh sel macula densa apparat jukstaglomerular ginjal. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzyme). Akhirnya angotensin II akan bekerja pada reseptor-reseptor terkait yang tugas proses fisiologinya ialah di reseptor AT1, AT2, AT3, AT4.(7)

Sistem Saraf Simpatis Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres kejiwaan, rokok, dan sebagainya, akan terjadi aktivasi system saraf simpatis berupa kenaikan katekolamin, nor epinefrin, dan sebagainya. Selanjutnya neurotransmitter ini akan meningatkan denyut jantung lalu diikuti kenaikan curah jantung, sehingga tekanan darah akan meningkat dn akhirnya akan mengalami agregasi platelet. Peningkatan neurotransmitter nor epinefrin ini akan memicu vasokontriksi pada pembulu darah , sehingga hipertensi aterosklerosis juga semakin progresif. Pada ginjal, norepinefrin juga berefek negative, sebab di ginjal ada reseptor alfa 1 dan beta 1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktivasi system RAA, memicu vasokontriksi pembuluh darah.(4)

2.6. PENATALAKSANAAN 2.6.1.

TERAPI NON-FARMAKOLOGI 

Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.



Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/

5

minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya. 

Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.



Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok. (8)

2.6.2.

TERAPI FARMAKOLOGI Sebagaian besar guideline hipertensi merekomendasikan tatalaksana farmakologi pada pasien dengan TD  140/90 mmHg yang belum mencapai target TD yang diinginkan dengan modifikasi gaya hidup. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengobatan tekanan darah >160/100 mmHg dapat menurunkan kejadian stroke, infrak jantung, gagal jantung dan kematian. Terbukti bahwa terapi tekanan darah >140/90 mmHg khususnya pada pasien yang berisiko tinggi sangat bermanfaat. Hal yang berbeda didapat pada JNC-8 yang menyatakan bahwa batas inisiasi terapi adalah 140/90 mmHg untuk dewasa umur <60 tahun tetapi merekomendasikan batasan yang lebih rendah yaitu pada usia >60 tahun.(9)

Target Terapi Hipertensi Target ideal dari terapi tekanan darah tergantung dari populasi pasien, tetapi guideline harus merekomendasikan terhadap populasi secara umum. Sampai saat ini target tekanan darah adalah < 140/90 mmHg untuk hipertensi

6

Uncomplicated dan target yang lebih rendah <130/80 mmHg untuk mereka yang berisiko tinggi yaitu pasien dengan diabetes, penyakit kardiovaskuler atau serebrovaskuler dan penyakit ginjal kronik. Khusus untuk guideline JNC VIII, usia <60 tahun target kendali TD adalah sama yaitu <140/90 mmHg dan usia  60 tahun adalah <150/90 mmHg.(9)

Pilihan Terapi Inisial Terapi farmakologi hipertensi diawali dengan pemakaian obat tunggal. Tergantung level TD awal, rata-rata monoterapi menurunkan TD sistole sekitar 7-13 mm Hg dan diastole sekitar 4-8 mmHg. Terdapat beberapa variasi dalam pemilihan terapi awal pada hipertensi primer. Sebelumnya guideline JNC VII merekomendasikan thiazide dosis rendah. JNC VIII saat ini merekomendasikan ACE-inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis rendah, atau CCB untuk pasien yang bukan ras kulit hitam. Terapi awal untuk ras kulit hitam yang direkomendasikan adalah diuretic thiazide dosis rendah atau CCB. Di lain pihak guideline Eropa terbaru merekomendasikan 5 golongan obat sebagai terapi awal yaitu ACE-inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis rendah, CCB atau -blocker berdasarkan indikasi khusus. Guideline UK NICE memakai pendekatan berbeda, menekankan etnik dan ras merupakan faktor determinan penting dalam menentukan pilihan obat awal pada hipertensi. Hal ini selanjutnya diadaptasi oleh guideline JNC VIII. Rasionalisasi dari konsep ini adalah RAAS bersifat lebih aktif pada usia muda jika dibandingkan pada usia tua dan ras kulit hitam. Jadi guidelina UK. NICE merekomendasikan ACE-inhibitor atau ARB pada usia <55 tahun, bukan ras kulit hitam sedangkan CCB untuk untuk usia >55 tahun (bukan ras kulit hitam) dan ras kulit hitam dengan semua rentang usia. Batasan untuk rekomendasi ini adalah: (1) diuretics thiazide lebih dipilih dibandingkan CCB untuk kondisi gagal jantung atau pasien dengan risiko tinggi untuk mengalami gagal jantung; (2) ACE inhibitor atau ARB tidak digunakan pada wanita hamil, dalam kondisi ini -blocker lebih dipilih. Guideline UK. NICE dan JNC VIII membatasi pemakaian -blocker sebagai terapi awal dengan pengecualian adanya indikasi spesifik seperti pasien gagal jantung kronik, angina simtomatik, atau pasca infark miokard. Alasan dibatasinya pemakaian 7

blocker sebagai terapi awal adalah: (1) Kurang efektif dalam menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung iskemik jika dibandingkan dengan golongan obat lain; (2) meningkatkan risiko diabetes terutama jika dibandingkan dengan terapi diuretik; (3) lebih mahal dari segi pembiayaan jika dipakai sebagai terapi awal. Pengobatan antihipertensi dengan terapi farmakologis dimulai saat seseorang dengan hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko, belum mencapai target TD yang diinginkan dengan pendekatan nonfarmakologi. Penelitian besar membuktikan bahwa obat-obat antihipertensi utama berasal dari golongan : diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium, angiotensin receptor blocker (ARB) dan beta blocker (BB). Semua golongan obat antihipertensi di atas direkomendasikan sebagai pengobatan awal hipertensi dan terbukti secara signifikan menurunkan TD. Tabel di bawah ini menunjukkan jenis-jenis obat antihipertensi dan dosis yang disarankan.(9)

8

Kombinasi Obat Antihipertensi Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan target TD. Jika target TD tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, maka dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal atau dengan menambahkan obat kedua dari salah satu kelas (diuretik thiazide, CCB , ACEI ,atau ARB ). Kombinasi dua obat dosis rendah direkomendasikan untuk kondisi TD >20/10 mmHg di atas target dan tidak terkontrol dengan monoterapi. Secara fisiologis konsep kombinasi 2 obat (dual therapy) cukup logis, karena respon terhadap obat tunggal sering dibatasi oleh mekanisme counter aktivasi. Sebagai contoh kehilangan air dan sodium oleh thiazide akan dikompensasi oleh RAAS sehingga akan membatasi efektivitas thiazide dalam menurunkan tensi. Kombinasi 2 golongan obat dosis rendah yang direkomendasikan adalah penghambat RAAS+diuretic dan penghambat RAAS+CCB. Penting harus diingat jangan menggunakan kombinasi ACEI dan ARB pada 1 pasien yang sama. Jika target TD tidak bisa dicapai menggunakan 2 macam obat antihipertensi dalam rekomendasi di atas atau karena kontraindikasi atau dibutuhkan lebih dari 3 obat untuk mencapai target TD, obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi dapat diindikasikan untuk pasien yang target TD tidak dapat dicapai dengan menggunakan strategi di atas atau untuk pengelolaan pasien yang kompleks yang memerlukan tambahan konsultasi. Guideline JNC VIII merekomendasikan kombinasi ACE-inhibitor atau ARB dengan CCB dan atau thiazid. Konsep ini sama dengan guideline UK. yang pertama merekomendasikan kombinasi ACE-inhibitor atau ARB dengan CCB (A+C).(9)

Farmakologi Obat Anti Hipertensi a.

Diuretik. Mekanisme kerja : Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.(10) Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi 9

pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide,

Triamterene,

Amiloride,

Chlorothiazide,

Chlorthaldion b.

Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker) Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian βblocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxo lol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.(10)

c.

Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin.

Hasilnya

berupa

vasokonstriksi

yang

berkurang,

berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.(10) d.

Penghambat Reseptor Angiotensin. Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan.(10) 10

e.

Penghambat kanal kalsium Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.(10)

JNC 8 HYPERTENSION GUIDELINE ALGORITHM

11

2.7. KOMPLIKASI

12

BAB III KESIMPULAN

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada. Ada dua penyebab hipertensi yaitu hipertensi primer/esensial yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder/nonesensial yang dietahui penyebabnya misalnya penyakit ginjal kronis atau karena obat-obat tertentu. Klasifikasi hipertensi bergantung pada guideline yang kita pakai ada WHO-ISH, ESH-ESC, JNC 7 yang terbaru JNC 8, dan AHA. Faktor risiko hipertensi ada dua, yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, maka dari itu untuk penatalaksanaan awal pasien yang didiagnosa hipertensi adalah perubahan gaya hidup. Jika gagal, maka dilanjutkan dengan pemberian obat antihipertensi, jika gagal juga dengan satu obat, maka diombinasi dengan 2 obat.

13

DAFTAR PUSTAKA 1.

Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Hipertensi. Jakarta Selatan

2.

Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Divisi Kardiologi Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Diakses dari : http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/viewFile/11/9

3.

Riskesdas.

2013.

Hipertensi.

Diakses

dari

:

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013. pdf 4.

Setiati, Siti. 2014. Ilmu Penyakit Dalam (Hipertensi). Jakarta: Interna Publishing

5.

2017. Know Your Risk Factors for High Blood Pressure. Diakses dari : http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/UnderstandSym ptomsRisks/Know-Your-Risk-Factors-for-High-BloodPressure_UCM_002052_Article.jsp#.WzPdB2OqrIV

6.

Tedjasukmana , Pradana. 2012. Tata Laksana Hipertensi. Departemen Kardiologi, RS

Premier

Jatinegara.

Diakses

dari

:

http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_192Tata%20Laksana%20Hipertensi.pdf 7.

Susanto, Jefri Pratama. 2015. Konsep Baru Renin Angiotensin System (RAS). Fakultas

Kedokteran

Universitas

Brawijaya,

Malang.

Diakses

dari

:

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_225CPDKonsep%20Baru%20Renin%20Angiotensin%20System.pdf 8.

2015.

Pedoman

Tatalaksana

Hipertensi

Pada

Penyakit

Kardiovaskuler.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 9.

Kandarini, Yenny. 2014. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar.

Diakses

dari

:

http://erepo.unud.ac.id/5043/1/d57d6f5e30470171e35353f01985b9c0.pdf 10.

Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Badan Penerbit FKUI

14

15

Related Documents

Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40
Lapkas Pterigium.docx
May 2020 25
Lapkas Mds.docx
June 2020 21
Lapkas Ensefalitis.docx
December 2019 45

More Documents from "put zul"

Cover Hipertensi.docx
November 2019 33
Lapkas Hipertensi.docx
November 2019 41
Pembahasan.docx
November 2019 15
June 2020 23
June 2020 14