BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Gonnore mecakup
semua penyakit yangdisebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae (Syaiful Fahmi, 1995). Gonorea
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae (Ilina, 2008). Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi. Penyebab utama penyakit ini adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae (Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas Brawijaya Malang, 2008). Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genitogenital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva (Brunner dan Suddarth, 2001). Gonorhea adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria Gonorhea yang pada umumnya ditularkan melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga secara langsung dengan eksudat yang infektif. (Dr.Soedarto, Penyakit-Penyakit Infeksi Di Indonesia, 1990). 2.2 Epidemiologi Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita.
Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Pada tahun 1975 dilaporkan 473/100.000 orang yang menderita, dimana dengan angka tersebut menunjukkan bahwa kasus gonore di Amerika Serikat mengalami penurunan sampai tahun 1984. 2.3 Etiologi Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis yang bersifat patogen serta N. catarrhalis dan N. Pharyngis sicca yang komensal. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat negatif-gram, terlihat diluar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama diudara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39oC, dan tidak tahan zat desinfektan. Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non pirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas (Adhi Djuanda, 1999). Studi Epidemiologi menunjukkan faktor-faktor risiko terjadinya gonore meliputi : 1. Adanya sumber penularan penyakit 2. Bergonta – ganti pasangan seksual 3. Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual , penggunaan kondom hanya sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai pencegah penularan
penyakit
gonore,
prostitusi,
kebebasan
individu
ketidaktahuan serta keterbatasan sarana penunjang (Daili, 2005). 4. Pasangan seksual > 1
dan
5. Status social-ekonomi yang rendah 6. Penggunaan IUD 2.4 Patofisiologi Gonokokus akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan akan berkembang biak di dalam jaringan sub epitelial. Gonokokus akan menghasilkan
berbagai
macam
produk
ekstraseluler
yang
dapat
mengakibatkan kerusakan sel, termasuk di antaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase dan lainnya. Kerusakan jaringan ini tampaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu LOS ( Lipo Oligosaccharide, berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi endotoksin yang menyebabkan kematian sel mukosa) dan peptidoglikan (mengandung beberapa asam amino dan “ penicillin binding component” yang merupakan sasaran antibiotika penisilin dalam proses kematian kuman). Mobilisasi leukosit PMN menyebabkan terbentuk mikroabses sub epitelial yang pada akhirnya akan pecah dan melepaskan PMN dan gonokokus.
2.5 POC Kontak seksual (anus, orogenital, genital)
Neisseria Gonorhoe
Mukosa Rektum
Faring
(saluran anus)
Urethra, endoserviks Konjungtiva (neonates)
INFLAMASI infeksi meivas Laki-laki(Prostat, vasdeferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis) Perempuan (Kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba falopii, ovarium)
Gonorhoe KURANGNYA PENGETAHUAN
Disuria
GANGGUAN ELIMINASI
ANSIETAS
berhubungan seksual tanpa pelindung
RESIKO PENULARAN INFEKSI
2.6 Manifestasi Klinis Masa tunas sangat singkat, pada pria umum-nya bervariasi antara 2 – 5 hari, kadang-kandang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada wanita masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik. Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan manfaat genetalia. Oleh karena itu perlu pengetahuan susunan anatomi genitalia pria dan wanita. Berikut ini dicantumkan infeksi pertama dan komplikasi, baik pada pria maupun pada wanita (Adhi Djuanda, 1999). Tempat masuk kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis. Yang paling sering adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar ke proksimal, dan mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata. Keluhan subjektif berupa rasa gatal , panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, palkisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang – kandang disertai darah, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulem. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral. Gambaran klinis penyakit pada wnaita berbeda dari pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakit akut maupun kronik gejala subjektif juga
jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Ppada umumnya wanita datang berobat kalau sudah ada komplikasi. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana. Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri. Dapat asimtomatik, kadang – kdang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah (Syaiful Fahmi, 1995).
2.7 Komplikasi Komplikasi gonore sangat erat hubungannnya dengan susunan anatomi dan faal genetalia.komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar Tyson), parauretritis, littritis (rang kelenjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar Cowper). Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior, dapat mengenai trigonum kandung kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria. Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, ataupun penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simtomatik ataupun asimtomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Selain itu bila infeksi megenai uretra dapat terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar Bartholin akan menyebabkan terjadinya bartolinitis. Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genitogenital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi nongenital, yaitu orofaringitis, proktitis, dan konjungtivitis (Syaiful Fahmi, 1995). 2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Sediaan Langsung Dengan pewarnaan gram akan ditemukan gonokok gram negative intraselular dan ekstraselular. Bahan duh diambil dari fossa navikularis (pria) dan dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks, rectum (wanita) 2. Kultur Ada 2 macam media yang dapat digunakan, yaitu: a. Media transport : 1) Media stuart (hanya untuk transport & perlu ditanam lagi pada media pertumbuhan)
2) Media transgrow (media yang selektif untuk N. gonorrhoeae & N. meningitidis, dapat bertahan 96 jam dan merupakan media transport sekaligus media pertumbuhan) b. Media pertumbuhan 1) Mc Leod’s chocolate agar (berisi agar coklat, agar serum dan agar hidrokel. Selain kuman gonokok, kuman lain juga dapat tumbuh) 2) Media Thayer Martin (selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisin menekan pertumbuhan kuman gram positif & kolestrimetat menekan pertumbuhan bakteri gram negative & nistatin menekan pertumbuhan jamur) 3) Modified Thayer martin agar (isinya ditambah dengan trimethoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman proteus) 3. Tes Definitif a. Tes Oksidasi Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung. b. Tes Fermentasi Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa. 4. Tes Beta-laktamase Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung chromogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim betalaktamase, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah. 5. Tes Thomson Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat. Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan :
a. Sebaiknya dilakukan setelah bagun pagi b. Urin dibagi dalam dua gelas c. Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II. Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-100 ml, jika kurang maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra anterior (Adhi Djuanda, 1999). Gelas I Gelas II
Arti
Jernih
Jernih
Tidak ada infeksi
Keruh
Jernih
Infeksi uretritis anterior
Keruh
Keruh
Panuretritis
Jernih
Keruh
Tidak mungkin
2.9 Penatalaksanaan Medis Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit mungkin fek toksinya. Secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tungggal. Macam – macam obat yang dapat dipakai antara lain : 1. Penisilin Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Angka kesembuhan di bagian kami pada tahun 1991 ialah 91,2%. Di RSCM 3 juta unit +1 gram probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin. 2. Ampisilin dan Amoksilin Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amoksilin 3 gram + 1 gram probenesid. Tetapi angka keberhasilannya kurang tinggi sehingga juga kurang dianjurkan. 3. Sefalosporin Seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m. sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1,00 g secara intramuskular. 4. Spektinomisi
Dosisnya ialah 2 gram IM. Baik untuk pederita yang alergi penisilin, yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan tterhadap penderita yang juga tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis. 5. Kanamisin Dosisnya ialah 2 gram IM. Baik untuk penderita yang alergi penisilin dan tersangka sifilis. 6. Tiamfenikol Dosisnya 3,4 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan. 7. Kuinolon Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-5—mg, dan norfloksasin 800 mg secara oral. Obat dengan dosis tunggal yang tidak efektif lagi ialah tetrasiklin, streptomisin, dan spiramisin (Adhi Djuanda, 1999).