MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 LANDASAN TEORI DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
DISUSUN OLEH : MAYANG PUTRI UTAMI P27820116051 TINGKAT III REGULER B
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA 2018
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga Makalah Keperawatan Medikal Bedah tentang Landasan Teori dan Konsep Asuhan Keperawatan Luka Bakar ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga tugas makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat memenuhi nilai tugas kami. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tugas makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam tugas ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini. Surabaya, 12 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii BAB 1 : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1 2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2 3. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2 BAB 2 : LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Luka Bakar .................................................................................................. 4 2.2 Etiologi Luka Bakar ................................................................................................. 4 2.3 Klasifikasi Luka Bakar ............................................................................................. 5 2.4 Patofisiologi Luka Bakar........................................................................................... 7 2.5 WOC ...................................................................................................................... 10 2.6 Manifestasi Klinis Luka Bakar ............................................................................... 11 2.7 Karakteristik Luka Bakar ........................................................................................ 11 2.8 Fase-Fase Luka Bakar ............................................................................................. 13 2.9 Komplikasi Luka Bakar .......................................................................................... 14 2.10 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 15 2.12Penatalaksanaan Luka Bakar ................................................................................. 16 2.12 Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar .................................................................... 19 2.13 Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar ............................................................................ 23 2.14 Rehabilitasi Pada Pasien Luka Bakar .................................................................... 29 BAB 3 : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1.Pengkajian ........................................................................................................ 34 3.2.Diagnose Keperawatan .................................................................................... 37 3.3.Intervensi Keperawatan .................................................................................... 38 3.4.Implementasi Keperawatan .............................................................................. 42 3.5.Evaluasi Keperawatan ...................................................................................... 42 BAB 4 : PENUTUP Kesimpulan ............................................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 44
ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Seorang dengan luka bakar50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan ratarata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius. Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal
perbedaan
dan
derajat
luka
bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu. 1.2.Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, “Bagaimana landasan teori dan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar?” 1.3.Tujuan Penulisan a) Tujuan Umum Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang landasan teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Luka Bakar. b) Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali Definisi Luka Bakar 2. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali Etiologi Luka Bakar 3. Mahasiswa mampu memahami kembali Klasifikasi Luka Bakar 4. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali Patofisiologi Luka Bakar 5. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi Klinis Luka Bakar 6. Mahasiswa mampu memahami Karakteristik Luka Bakar 7. Mahasiswa mampu memahami Fase –fase Luka Bakar 8. Mahasiswa mampu memahami Komplikasi Luka Bakar 9. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar 10. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali Penatalaksanaan Luka Bakar
11. Mahasiswa mampu memahami Resusitasi cairan pada pasien Luka Bakar 12. Mahasiswa mampu memahami Pemberian Nutrisi pada pasien Luka Bakar 13. Mahasiswa mampu memahami Rehabilitasi pada pasien Luka Bakar 14. Mahasiswa mampu memahami pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi pada pasien dengan luka bakar berdasarkan
teori
3
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Luka Bakar Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi (Sidik S, 1995). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan
mortalitas
tinggi.
Biaya
yang
dibutuhkan
untuk
penanganannya pun tinggi (Wim de Jong, 2005). Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Wim de Jong, 2005). Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia/radioaktif (Long, 1996). Combustio atau luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik (Effendi. C, 1999).
2.2 Etiologi Luka Bakar Menurut Hudak Gallo (1996) Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab antara lain : a. Termal : Basah (air panas, minyak panas), kering (uap, metal, api) b. Listrik : Voltage tinggi, petir c. Kimia : asam kuat, basa kuat. d. Radiasi : termasuk X-Ray Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah :
1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005). 2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005). 3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001). 4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001). Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas, (misal: suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, api, air panas, minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran (Effendi. C, 1999). 2.3 Klasifikasi Luka Bakar Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal-hal berikut ini. 1. Panas basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya: teko atau minuman).
5
2. l.uka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak. 3. Luka bakar akibat api unggun, alat pemanggang, dan api yang disebabkan oleh merokok di tempat tidur. 4. Benda panas (misalnya radiator). 5. Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari) 6. Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik. Mungkin tidak jelas adanya kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat titik masuk dan keluar. Luka bakar tersengat listrik dapat menyebabkan aritmia jantung dan pasien ini harus mendapat pemantauan jantung minimal selama 24 jam setelah cedera. 7. Luka bakar akibat zat kimia, disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan kerusakan kulit yang luas. Antidot untuk zat kimia harus diketahui dan digunakan untuk menetralisir efeknya. 8. Cedera inhalasi terjadi akibat pajanan gas panas, ledakan, dan luka bakar pada kepala dan leher, atau tertahan di ruangan yang dipenuhi asap (Muttaqin Arif, 2012). Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman 1. Luka Bakar Derajat I Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung -ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al, 2005). 2. Luka Bakar Derajat II Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung -ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001). 3. Derajat II Dangkal (Superficial) a. Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis. b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
6
c. Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12 – 24 jam. d.
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
e. Jarang menyebabkan hypertrophic scar. f. Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al, 2005). 4.
Derajat II dalam (Deep) a. Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis b. Organ-organ
kulit
seperti
folikel-folikel
rambut,
kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. c. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa. d. Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi
suplay
darah
dermis
(daerah
yang
berwarna
putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001) e. Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu (Brunicardi et al., 2005) 5. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung -ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001). 2.4 Patofisiologi Luka Bakar Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
7
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya. Terjadiny integritas kulit memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh akibat dari peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan protein plasma. Kemudian terjadi edema menyeluruh dan dapat berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak segera ditangani (Hudak dan Gallo, 1996). Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan masif di interstitial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001). Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipovolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perfusi
8
jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ
multi
9
sistem.
2.5 WOC
10
2.6 Manifestasi Klinis Luka Bakar Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar adalah : 1. Grade I Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut. 2. Grade II Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21 - 28 hari tergantung komplikasi infeksi. 3. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf). 2.7 Karakteristik Luka Bakar Karakteristik Klasifikasi
Waktu
Etiologi Penampilan
Sensasi
Penyembu
Bekas Luka
han Luka
Terbakar
Terbatas
bakar
matahari
epidermis
superfisial
di Nyeri .
terdapat eritema, tidak
tetapi segera
timbul lepuh.
Penyembuh Tidak an
terjadi menimbulkan
secara
jaringan
spontan
parut
.
dalam 3 – 4 biasanya tidak hari.
timbul komplikasi.
Luka
Pajanan air Meluas
ke Sangat nyeri
11
7 – 20 hari
Luka bakar ini
bakar
panas
epidermis
dan
biasanya
partial
ke
dalam
sembuh tanpa
thickness
lapisan dermis,
meninggalkan
serta
jaringan parut.
menimbulkan
Komplikasi
bula
jarang terjadi,
dalam
beberapa menit.
walaupun mungkin timbul infeksi sekunder pada luka.
Luka
Pajanan air Meluas
ke Nyeri
Penyembuh Folikel rambut
bakar
panas,
seluruh dermis. dnegan
an
mungkin utuh
partial
kontak
Namun, daerah tekanan
beberapa
dan
thickness
langsung
di
minggu.
tumbuh
dalam
dengan api, biasanya
Memerluka
kembali. Pada
atau
mengalami luka
n tindakan luka bakar ini
minyak
bakar
debridemen selalu
panas
kedua
untuk
pembentukan
superfisial yang
membuang
jaringan parut.
nyeri.
jarinyan
sekitarnya parsial
derajat
akan
terjadi
mati. Biasanya diperlukan skingraff. Luka
Pajanan air Meluas
ke Saraf
rusak Luka bakar Luka
bakar
panas,
seluruh
sehingga
full-
kontak
epidermis,
luka
thickness
langsung
dermis,
jenis
ini derajat ketiga
tidak mungkin
dan terasa nyeri memerluka
dengan api, jaringan
kecuali
n
atau
subkutis.
dengan
berbulan-
minyak
Kapiler
dan tekanan
12
bakar
membentuk jaringan parut
waktu dan
jaringan
tampak seperti
bulan untuk kulit
yang
panas
vena
mungkin dalam.
hangus aliran
dan Namun, darah daerah
sembuh
keras.
Risiko
dan
tinggi
untuk
di diperlukan
daerah tersebut sekitarnya
pembersiha
berkurang.
n
biasanya
terjadinya kontraktur.
secara
nyeri seperti bedah dan pada
luka penanduran
bakar derajat . kedua. 2.8 Fase – Fase Luka Bakar Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase Emergent (Resusitasi) Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital (Rahayuningsih, 2012). 2) Fase Akut Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri dan terapi fisik (Rahayuningsih, 2012). 3) Fase Rehabilitasi
13
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi (Rahayuningsih, 2012). 2.9 Komplikasi Luka Bakar Menurut Majid dan Prayogi, 2013, pada pasien luka bakar dapat terjadi komplikasi sebagai berikut : 1. Syok Hipovolemik Pembuluh darah yang terpajan suhu tinggi akan rusak dna permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan
bula
dengan
membawa
serta
elektrolit.
Hal
ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskular. 2. Oedem Laring 3. Keracunan Gas CO 4. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) 5. MOF (Multi Organ Failure) 6. Kontraktur 7. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 8. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. 9. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
14
10. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 11. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi. 12. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine. 2.10 Pemeriksaan Penunjang Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu : 1. Laboratorium Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
15
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. 5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. 6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat
sehubungan
dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium. 7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. 8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. 9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. 2.11 Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medika Mentosa Hari Pertama 1) Pemberian Analgetik Analgetik yang baik adalah dari jenis morfin. 2) Pemberian ATS Biasanya diulangni tetapi jangan lewat setelah 12 hari karena dalam waktu 14 hari tubuh sudah membentuk antibodi terhadap kuman tersebut, sehingga penyuntikan ATS dapat menyebabkan timbulnya reaksi serum. Untuk profilaksis diberikan dalam bentuk toksoid. Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, diberikan sebagai berikut : Mula-mula toksoid dan ATS Sepuluh hari kemudian toksoid Diulang lagi toksoid (Schwart, 2000). 3) Antasida Diberikan untuk pencegahan timbulnya curling’s ulcers (lambung, duodenum dan jejenum) yang dapat timbul dekat akhir fase burn shock (Schwart, 2000).
16
4) Perawatan Luka Perawatan lukanya sendiri dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu a. Cara dibalut (occlusive dresing). Kerugiannya yaitu bila terjadi infeksi pada luka diketahui lambat/ tidak segera. b. Cara Terbuka Luka dibiarkan terbuka sehingga terkena udara (exposed to air), untuk mencegah infeksi dibaringkan pada tempat tidur yang baik dan bersih dan diberi kelambu yang bersih juga. Bula yang utuh dibiarkan tetapi bulla yang sudah pecah dibuka sama sekali karena lipatan kulit disudut bulla merupakan tempat yang baik sekali baik kuman-kuman. Apabila luka-luka kotor maka dibersihkan dengan hati-hati (jangan digosok keras-keras) dan bila pembresihan luka memberikan rasa yang amat sakit dilakukan dengan narkose. Kemungkinan infeksi memang lebih besar, karena itu penting sekali perawatan yang bersih dan dijaga sampai timbul sepsis (Schwart, 2000) Hari Kedua a. Pemberian antibiotik sistemik Pada hari kedua permeabilitas pembuluh darah mulai membaik dan terjadi mobilitas dan penyerapan cairan edema ke pembuluh darah ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. b. Evaluasi luka bakar Diuresis, minimal 30 cc/ jam, kecuali untuk penderita gagal ginjal, diabetes melitus dan gagal jantung diuresis 15 cc/ jam sudah dianggap cukup c. Fisioterapi Fisioterapi adalah terapi fisik yang meliputi pergerakanpergerakan normal suatu ekstremitas, fisioterapi terutama dilakukan bila luka bakar mengenai daerah persendian, tujuan dari fisioterapi segera dan aktif ini adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur, fisioterapi segera dan aktif ini adalah
17
untuk mencegah terjadinya kontraktur, fisioterapi meliputi gerakan-gerakan normal yang dilakukan oleh persendian yang permukannya terkena luka maka dilaksanakan semaksimal mungkin dan dilakukan secara bertahap sehingga morbiditas penderita dapat dikurangi. d. Skin Grafting Sesudah timbul jaringan granulasi pada luka-luka bakar dilakukan skin grafting, terutama bila luka bakarnya luas dan tidak adanya
pulau-pulau epitel (sisanya folikel rambut).
Kadang-kadang dalam stadium awal sudah dilakukan skin grafting, yaitu luka-luka bakar ditutupi dengan kulit kemudian dibalut dengan maksud agar tidak terjadi kehilangan cairan yang terlalu banyak melalui luka-luka bakar tersebut. Tetapi lebih dianjurkan, dibiarkan luka dirawat terbuka dulu baru kemudian dilihat apakah perlu dilakukan grafting. b. Penatalaksanaan Luka Bakar Berdasarkan Berat Ringannya Luka Bakar 1) Luka Bakar Ringan Dalam kasus luka bakar, ada 3 (tiga) derajat luka bakar berdasarkan tingkat keparahannya. Derajat paling awal yaitu luka bakar ringan, dimana sebagian epidermis (bagian teratas kulit) terbakar dalam kadar yang cukup ringan. Biasanya luka bakar ringan disebabkan oleh terkena panas matahari berlebihan, tersentuh benda panas misalnya setrika atau panci/wajan panas, tersiram air panas, atau kena bahan kimia yang bersifat korosif. Gejala luka bakar ringan adalah kulit memerah, ada pembengkakan, dan pada beberapa kasus, bisa menyebabkan demam dan sakit kepala. Walaupun tergolong ringan, luka bakar ringan tetap harus dirawat dengan baik. 2) Luka Bakar Sedang
18
Luka bakar sedang atau luka bakar tingkat II adalah luka bakar yang menyebabkan kerusakan pada lapisan di bawah kulit. Contohnya adalah sengatan sinar matahari yang berlebihan, cairan panas dan percikan api dari bensin atau bahan lain. Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', gejala luka bakar tingkat II ini berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak yang tak hilang selama beberapa hari dan kulit terlihat lembab. 2.13 Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan mencegah mencederai diri sendiri. Berikut prosedur emergensi tambahan : 1. Mematikan api 2. Mendinginkan luka bakar 3. Melepaskan benda penghalang 4. Menutup luka bakar 5. Mengirigasi luka bakar kimia. Meskipun efek lokal paling tampak nyata pada luka bakar, namun efek sistemik merupakan ancaman yang lebih besar. Harus diingat ABC selama periode awal pasca luka bakar, yaitu : Airway (saluran nafas), Breathing (pernafasan) dan Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra servikalis jika diperlukan). Breathing harus dinilai dan patensi saluraran nafas diciptakan pada perawatan emergensi. Terapi yang segera ditujukan (immediate therapy) ditujukan penciptaan saluran nafas lapang dan pemberian oksigen 100 % yang dilembabkan. Bila terjadi edema saluran nafas dapat dipasang pipa endotrakeal dan memulai ventilasi manual. Sistem sirkulasi dinilai pada denyut apikal dan tekanan darah yang harus dimonitor dengan sering. Takikardi dan hipotensi ringan terjadi segera pasca luka bakar. Survai sekunder dari kepala sampai kaki untuk menemukan cedera lainnya. Pencegahan syok dengan pemberian cairan infus dan elektrolit. Selain itu tidak boleh ada makanan atau minuman
19
diberikan lewat mulut dan pasien diposisikan untuk pencegahan aspirasi muntahan karena mual dan vomitus timbul akibat ileus paralitik (Brunner&suddart, 2002). Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan
terjadinya
hipovolemik
intravaskuler
dan
edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan
menggunakan
metode
resusitasi
cairan
konvensional
(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas. a. Resusitasi Pada Pasien Yang Mengalami Syok Hipovolemik Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit isotonic, keseimbangan larutan elektrolit (misal, Ringer’s Laktat) dianjurkan karena NaCl 0,9% mengandung natrium dan klorida dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M & Pamela L 2000).Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah
20
melalui IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat jika pasien syok. b. Resusitasi Pada Pasien Yang Tidak Syok Hipovolemi Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat. Secara umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan dirujuk. Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume yang sama dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya diberikan 8 jam pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya (Insley J, 2003). Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal. Kateter urin ditinggalkan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan. Ada beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai pusat perawatan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar. Terdapat dua sistem yang sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked dan Parkland. Kedua rumus ini menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien dalam kilogram. Dikali volume larutan Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar. Pada kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8 jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat. Bila pengeluaran urin rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian volume intravena maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz untuk memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995). Formula untuk Resusitasi Cairan : 1. Formula Parkland Untuk Resusitasi Klien Luka Bakar Dua puluh empat jam pertama menggunakan cairan ringer laktat : 4ml / kgBB / %luka bakar.
21
Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa : Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20% Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml dalam 24 jam pertama ½ jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam ½ jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pemberian resusitasi cairan pada anak : a. 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat b. 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat c. 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan Hasil akhir : a. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa b. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak 2. Formula Evans 1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam 2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar) 3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat penguapan) Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
22
3. Formula Baxter Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus Baxter yaitu : % luka bakar x BB x 4 cc Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 % permukaan kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari pertama dan 3000 cc pada hari kedua. 2.14 Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar Pada awal tahun I970an, Curreri dan kawan-kawan mengenal bahwa
pasien-pasien
hipermetabolisme
dengan
dengan
cedera
thermal
meningkatnya
basal
luas
mengalami
melabolic
rate,
meningkatnya konsumsi oksigen, keseimbangan nitrogen yang negatif, dan penurunan berat badan, membutuhkan kalori yang besar. Oleh karena itu, intake kalori inadekuat menyebabkan penyembuhan luka yang lebih lama, menurunkan kemampuan imun, dan disfungsi seluler. Prinsip penanganan nutrisi adalah dengan pemberian enteral nutrisi selama < 24 jam untuk “Feed the gut” dan bukan “Feed the body”. Pasien dengan luka bakar luas bisa kehilangan 30 gr nitrogen per hari karena meningkatnya katabolisme protein. Tidak hanya ekskresi nitrogen urea dari urin yang meningkat, tapi juga sejumlah besar nitrogen dapat hilang melalui luka tersebut. Oleh karena itu, total nitrogen urea tidak secara akurat merefleksikan kehilangan semua nitrogen pada pasien luka bakar. Pasien dengan luka bakar 10% TBSA bisa kehilangan nitrogen 0.02 g/kgBB perhari. Pasien dengan luka bakar 11 - 29 % TBSA, kehilangan nitrogen 0.05 g/kgBB perhari, sedangkan dengan luas luka bakar lebih dari 30% dapat menyebabkan kehilangan nitrogen sebanyak 0.12 g/kgBB perhari yang sama dengan kehilangan 190 gram protein atau 300 gram massa otot. Proses katabolisme umumnya terus berlangsung
23
sampai terjadi penyembuhan luka. Akan tetapi pada saat pasien memasuki proses anabolisme perlu waktu 3 kali lipat untuk memulihkan ke kondisi otot sebelumnya. Oleh karena itu jika pasien membutuhkan waktu 1 bulan untuk penyembuhan luka dan donor site memerlukan waktu 3 bulan atau lebih untuk mencapai berat badan dan massa otot sebelumnya. Dari data statistik ini menegaskan betapa pentingnya menghitung kebutuhan kalori pasien selama perawatan di rumah sakit. Tujuan dari pemberian nutrisi ini adalah untuk mencegah pemakaian simpanan kalori yang berlebihan dan menyediakan cadangan nitrogen yang cukup untuk menggantikan atau mendukung simpanan protein tubuh. 4. Kebutuhan Kalori Besarnya peningkatan kecepatan metabolisme karena luka bakar berbanding lurus dengan luas luka bakar permukaan tubuh. Kebutuhan energi total (total energy expenditure) dapat meningkat 15 - 100 % diatas kebutuhan
normal.
Formula
secara
matematika
dipakai
untuk
menghitung kebutuhan kalori harian pada pasien - pasien luka bakar. Formula yang paling banyak dipakai hampir diseluruh dunia adalah rumus Harris-Benedict. Tabel Formula Harris-Benedict dan Formula Curren HARRIS-BENEDICT FORMULA Basal Energy Expenditure (BEE)* x activity factor = calories needed daily CURREN FORMULA 25 kcal / kg + 40 kcal / %TBSA burned = calories needed daily *Woman : BEE =65,5 + 9,6 (weight in kg) + 1,8 (height in cm) – 4,7 (age in years) Man : 66,5 + 13,8 (weight in kg) + 5,0 (height in cm) – 6,8 (age in years) For urns, the activity factor is 2, wich may overestimate calorie needs for patients with smaller burns. TBSA – total body surface area Penentuan berkala dari kebutuhan energi istitrahat melalui kalorimetri lebih akurat untuk menilai kalori yang tersimpan. Ekskresi nitrogen urin total (TUN/ total urine nitrogen) mudah untuk diukur dan 24
secara akurat mencerminkan besarnya katabolisme yang terjadi. Nitogen urin total harus dimonitor secara regular dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan nitrogen agar tetap positif. Formula yang dipakai secara luas adalah rumus Harris-Benedict yang memperkirakan kebutuhan energi basal (BEE) sesuai dengan jenis kelamin, umur, tinggi badan, dan berat badan. Keterbatasan rumus HarisBenedict adalah perkiraan kebutuhan yang berlebihan pada pasien dengan luka bakar dibawah 40% TBSA. Formula yang lebih spesifik untuk pasien dengan luka bakar adalah formula Curreri, yang berdasarkan berat badan dan luas luka bakar. Formula ini mungkin akan berlebihan perhitungan kebutuhan kalorinya pada pasien dengan luka bakar luas dan oleh karena itu rumus ini paling baik untuk pasien dengan luas luka bakar kurang dari 40 % TBSA. Evaluasi status metabolik yang berlanjut sangat diperlukan untuk melihat perubahan ukuran luka dan kondisi klinis. Kebutuhan metabolik menurun dengan penyembuhan luka bakar atau grafting sementara disisi lain, daerah donor menciptakan suatu luka baru, yang dapat meningkatkan katabolisme. Perkembangan infeksi atau ARDS sangat meningkatkan katabolisme dan dapat merubah kebutuhan kalori. Pengukuran sederhana dari kebutuhan nitrogen dapat di nilai dengan total nitrogen urea 24 jam dari urin. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat mengukur kehilangan nitrogen pada luka bakar itu sendiri.. Transthyretin (prealbumin) berhubungan erat dengan status katabolik dan dapat dipakai menghitung kebutuhan kalori C-reakiive protein dapat dipakai sebagai indikator status inflamasi, bila meningkat merupakan tanda peningkatan katabolisme. Pada pasien terintubasi ber,akalorimetri indirek dapat bermanfaat dalam mengukur kebutuhan kalori namun tidak seakurat formula Curreri. Nutrisi utama yang perlu diperhatikan adalah karbohidrat, protein, lemak dan tidak kalah pentingnya juga adalah vitamin dan mineral 5. Karbohidrat
25
Karbohidrat dalam bentuk glukosa merupakan sumber kalori terbaik dari golongan non-ptotein pada pasien dengan luka bakar. Cadangan glukosa yang tersimpan dalam jaringan otot (otot skeletal) biasanya harus dikorbankan bila kebutuhan nutrisi tidak adekeuat. Luka yang terjadi memakai jalur glikolisis anaerob menyebabkan produksi laktat dalam jumlah besar. Di dalam hepar laktat diekstraksi dan dipakai untuk gluconeogenesis melalui siklus Cori. Alanin dan asam-asam amino lainnya
dapat
menyebabkan
meningktanya
gluconeogenesis.
Meningkatnya ureogenesis dengan urea yang berasal dari pemecahan protein cadangan tubuh, bersamaan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi glukosa hepar. Karena pemakaian glukosa melalui jalur gluconeogenesis yang menggunakan cadangan protein, maka akan terjadi deplesi protein sehingga terjadi malfungsi dari glucose dependeni energetic processes dan terjadi skeletal muscle wasting. Kontrol hiperglikemia yang agresif merupakan aspek yang penting dalam perawatan pasien yang optimal. Bahkan pasien-pasien dengan toleransi yang relatif normal membutuhkan kalori yang lebih terhadap kemampuan tubuh untuk asimilasi glukosa dimana kira-kira kebutuhan kalorinya 7 gr/kgBB perhari (2740 kcal untuk laki-laki dengan BB 80 kg). Oksidasi glukosa yang optimal selama terjadi hipermetabolisme pada pasien luka bakar terjadi pada intake kirakira 5mg/kgBB per menit. Insulin dapat diberikan untuk mengontrol hiperglikemia dan sekarang dianjurkan pada pasien-pasien dengan luka bakar. 6. Protein Kebutuhan protein 1.5-2 gr/kgBB per hari dengan fungsi ginjal yang normal pada orang dewasa sedangkan pada anak - anak kebutuhan protein 3 gr/kgBB perhari. Kombinasi pemberian glukosa dengan protein akan memberikan hasil yang lebih baik untuk memenuhi keseimbangan nitrogen daripada dengan pemberian makanan yang terpisah. Pemberian protein akan memacu sintesis protein visceral dan otot, tanpa mempengaruhi
kecepatan
katabolisme.
26
Glukosa
eksogen
akan
memperlambat katabolisme, namun akan sedikit mempengaruhi sintesis protein. Kedua mekanisme tersebut akan memperbaiki keseimbangan nitrogen, dan pemberian glukosa yang cukup ( 7gr/kggBB perhari) dan protein (2 gr/kgBB per hari) harus diberikan pada pasien dengan luka bakar berat. Pada anak - anak pemberian protein (23 % dari total kalori) dapat memperbaiki system imunitas, menurunkan bacteremia dan meningkatkan harapan hidup. 7. Lemak Peranan lemak sebagai sumber energi non-protein tergantung dari luasnya luka bakar dan besarnya hipermetabolisme. Pemberian makanan rendah lemak dapat menurunkan komplikasi infeksi, memperbaiki penyembuhan luka, memperpendek rawat inap dan bahkan menurunkan mortalitas dibandingkan dengan pasien kontrol dengan diet standar demikian juga dengan diet tinggi lemak. Para ahli menyarankan pemberian lemak tidak lebih dari 30% dari kebutuhan kalori non-protein atau sekitar 1gr/kgBB perhari melalui lemak intravena dalam TPN. Komposisi merupakan hal yang utama dibandingkan kuantitas lemak. 8. Glutamine Beberapa asam amino berperan penting dalam pelepasan energy karena trauma. Alanin dan glutamin (GLU) adalah asam amino transport yang penting, dibuat dalam jumlah besar dari otot skelet untuk menyuplai energi ke hepar dan untuk penyembuhan luka. GLU juga berperan sebagai bahan bakar utama pada enterocyte dan limfosit dan juga berperan dalam menjaga integritas usus halus, menjaga fungsi imun saluran cerna, dan menurunkan permeabilitas intestinal karena cedera akut. Glutamin juga dapat mencegah translokasi endotoksin dan perluasan mediator inflamasi. Bahkan sebagai prekursor dari glutation, glutamin berperan sebagai antioksidan dan juga memperbaiki perluasan heat shock protein yang dapat melindungi sel dari stress dan trauma. Selama cedera berlangsung. GLU dengan cepat dipakai dari serum dan otot, sehingga akan membatasi sintesis protein visceral; oleh karena itu GLU merupakan ‘'asam amino esensial" pada luka bakar. Dosis
27
pemberian GLU yang dianjurkan pada pasien luka bakar adalah 0.25 0.5 gr/kgBB perhari baik secara parenteral maupun enteral. 9. Arginin Arginin juga berperan penting pada metabolisme post luka bakar. Arginin dapat menstimulasi T-lymphocyte meningkatkan fungsi natural killer dan menstimulasi sintesis nitrit oksida yang berperan penting dalam resistensi infeksi. Namun ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pemberian ARG dengan control tidak memberikan hasil yang bermakna sehingga ARG sekarang tidak direkomendasikan. 10. Asam Amino Rantai Cabang Asam amino rantai cabang seperti leusin, isoleusin, dan valin diketahui sebagai katabolisme otot endogen melalui stimulasi sintesis protein dan sebagai substrat energi. Dalam penelitian klinis pada pasien trauma maupun pasien di ICU nutrisi yang diperkaya dengan asam amino rantai cabang dapat meningkatkan balans nitrogen namun tidak mempengaruhi angka harapan hidup. Sedangkan penelitian pada hewan dan uji klinis pada pasien dengan luka bakar nutrisi yang diperkaya dengan asam amino rantai cabang tidak memperbaiki outcome pasien, sintesis protein, maupun fungsi imun, jadi tidak direkomendasikan. 11. Vitamin dan Mineral Tambahan vitamin dan mineral seperti vitamin A, C, D, zinc, selenium, dan Fe juga dapat membantu penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dan pertumbuhan epitel. Vitamin A juga berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin C berperan sangat penting dalam penyembuhan luka dan dianjurkan pemberian 1000 mg per hari. Pasien dengan luka bakar ditandai dengan adanya hipoalbuminemia, rata - rata nilanya 1.7 gr/dl dan tidak pernah lebih dari 2.5 gr/dl pada luka bakar yang luas, Fe penting sebagai protein pembawa oksigen dan juga sebagai kofaktor pada berbagai enzim. Zinc dibutuhkan oleh banyak meuilloenzyme. Dosis zinc yang dianjurkan 220 mg/hari. Selenium berperan penting dalam fungsi limfosit dan bahkan meningkatkan imunitas sel.
28
12. Jalur Pemberi An Nutrisi Pemberian nutrisi dapat melalui enteral maupun parenteral. Total nutrisi enteral merupakan cara yang paling baik pada pasien dengan luka bakar luas sedangkan total nutrisi parenteral hanya diberikan bila jalur enteral tidak dapat dilakukan karena total parenteral nutrisi juga berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Pada pasien luka bakar berat dapat teijadi gastroparesis yang juga membatasi nutrisi intragaster. Khususnya pada awal periode luka bakar. Pemberian nutrisi postpyloric dapat mengatasi gastroparesis. Obat-obat yang bersifat prokinetik juga dapat membantu. Komposisi nutrisi yang optimal adalah tinggi protein, tinggi karbohidrat, rendah lemak dan serat. Perlu juga penambahan glutamat, vitamin, mineral, dan trace element pada komposisi total enteral nutrisi. 2.15 Rehabilitasi PadaPasien Luka Bakar Rehabilitasi medik memiliki peranan yang penting sekali untuk mendapatkan fungsi organ tubuh yang optimal. Banyak pasien menjadi waspada pada penampilannya selama tahap rehabilitasi dan mungkin membutuhkan konsultasi psikiatrik atau pengobatan anti depresan. Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Perhatian harus diberikan pada ekstremitas yang menggunakan bidai agar tetap pada posisi yang tepat dan memaksimalkan area pergerakan (Range Of Movement). Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat yang berat terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan
program
fisioterapi
yang
intensif
dan
kontraktur
memerlukan tindakan bedah. Pada cacat yang berat mungkin diperlukan ahli jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah dan tangan. Latihan sebaiknya dimulai pada hari terjadinya trauma bakar dan seharusnya dilanjutkan sampai semua luka menutup dan hingga melewati
29
masa aktif pembentukan skar. Fibroblast, yang merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kontraktur, berperan pada luka bakar dalam 24 jam pertama dan aktif hingga 2 tahun setelah terjadinya trauma bakar. Latihan rutin setiap harinya dapat mencegah berkurangnya kelenturan dan berkurangnya ROM sendi yang dapat ditimbulkan oleh kontraktur. Adapun latihan terapi yang dapat diterapkan pada pasien luka bakar adalah sebagai berikut: 12 1. Stretching (peregangan) Latihan peregangan dilakukan untuk mencegah kontraktur atau penarikan anggota gerak. Latihan peregangan ini biasa sangat efektif jika dilakukan secara perlahan-lahan sampai skar memutih atau memucat. Jika luka bakar mengenai lebih dari satu persendian, skar akan terihat lebih memanjang apabila latihan ini berjalan baik. 2.
Strengthening (penguatan) Latihan penguatan dilakukan untuk mencegah kelemahan pada alat
gerak akibat immobilisasi yang lama. Latihan ini diakukan dengan memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk melatih otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, sit up ringan dan mengangkat beban. Jika pasien kurang melakukan latihan ini maka akan menyebabkan otot-otot pada sendi bahu dan proksimal paha akan melemah. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera mungkin pada masa penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien. 3. Endurance (ketahanan) Latihan ketahanan dilakukan untuk mencegah terjadinya atrofi dan penurunan daya tahan pada otot akibat dari perawatan yang lama di RS. Latihan ketahanan dilakukan dengan latihan bersepeda, sit up dan latihan naik turun tangga. Selain mencegah terjadinya atrofi, latihan ini juga dapat melancarkan sistem sirkulasi. 4. Latihan Gerak Kordinasi a. Latihan kerja dalam kehidupan sehari-hari
30
Dilakukan dengan melatih kemampuan mandiri pasien luka bakar seperti mandi, makan, minum, dan bangun tidur. Semua harus dilatih sesegera mungkin karena ahli terapi dan pasien luka bakar tidak dapat selalu bersama 24 jam sehari untuk melakukan terapi. Aktivitas harian sangat membantu untuk mencegah kontraktur jika pasien dapat menerapkannya di rumah. b. Latihan Peningkatan Keterampilan Latihan Peningkatan Keterampilan dilakukan untuk mencegah terjadinya atrofi pada otot-otot kecil pada tangan. Latihan ini dilakukan dengan melatih kemampuan menulis, menggambar, dan mengetik. Latihan ini biasa juga dilakukan dengan menggunakan terapi bola. Pasien dilatih untuk megenggam secara berulang-ulang sebuah bola yang terbuat dari spon/gabus dengan kedua tangannya.
Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Kritis (Fase Akut dan Sub Akut) Untuk mencapai tujuan jangka panjang,upaya rehabilitasi harus dimulai dari awal terjadinya trauma bakar. Latihan fisik dan terapi memiliki peranan penting pada penanganan akut pasien luka bakar, walaupun telah diberikan resusitasi pada pasien luka bakar yang luas dan kritis. Jika rehabilitasi terlambat dilakukan pada masa tertentu, maka dapat terjadi kontraksi kapsul sendi serta pemendekan tendon dan otot. Ini semua dapat terjadi dengan cepat. Beberapa tindakan rehabilitasi akut pada pasien luka bakar yaitu: 1. Ranging (full ROM) pasif Latihan ranging pasif pada pasien luka bakar yang kritis dapat mencegah terjadinya kontraktur. Latihan dan posisi ini berupa penggerakan anggota gerak secara penuh, dengan kata lain full range of motion. Ini sebaiknya dilakukan dua kali dalam sehari. Beriringan dengan latihan ini, perlu diperhatikan luka, rasa sakit, tingkat kecemasan, jalan nafas dan sirkulasi pasien. Pemberian obat perlu dilakukan sebelum sesi latihan untuk membantu meningkatkan kualitas hasil latihan dan mengurangi
31
ketidaknyamanan pasien. Latihan posisi ini sangat penting tapi tidak efektif dan tidak manusiawi jika pasien merasa cemas dan nyeri. Latihan ranging ini dapat dilakukan bersamaan dengan pada saat baju pasien diganti dan saat pembersihan luka untuk mengurangi pemberian obat pada pasien. 2. Pencegahan deformitas Antideformity position jika dilakukan dengan benar maka dapat meminimalkan terjadinya pemendekan tendon, lig.collateral dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstremitas. Walaupun splint mulai jarang diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu, tapi beberapa ahli berpendapat bahwa splint yang diakukan dengan benar dapat mencegah kontraktur. Deformitas flexi pada leher dapat diminimalkan dengan thermoplastic neck splint. Ekstensi cervikal bisa diterapkan pada hampir semua pasien yang kritis akibat luka bakar. 3. Pencegahan kontraktur Pencegahan kontraktur dapat dilakukan dengan memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah sendi yang dapat menyebabkan kontraktur. Kontraktur adduksi pada daerah axilla dapat dicegah dengan memasang splint axilla dengan posisi pasien abduksi pada sendi bahu. Kontraktur flexi pada elbow joint dapat diminimalisir dengan menggunakan splint statis pada elbow joint dengan posisi ekstensi. Splint dapat diganti dengan menggunakan alat-alat yang dapat mempertahankan posisi pasien dalam keadaan ROM penuh. 4. Menjalin hubungan dengan pasien dan keluarga pasien Perawatan serius terhadap pasien luka bakar merupakan awal dari pembinaan hubungan jangka panjang dengan pasien dan keluarganya. Oleh karena itu pasien dan keluarganya harus mengetahui siapa ahli terapinya dan mengerti dasar-dasar terapi yang akan dijalani oleh pasien agar pasien dapat menjalani terapi dengan baik. Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Penyembuhan Rehabilitasi pada pasien luka bakar menjadi lebih sulit pada fase penyembuhan. Ini disebabkan karena pasien menjadi lebih peduli dan
32
hati-hati terhadap apa yang akan terjadi terhadap dirinya dan sering timbul rasa segan terhadap ahli terapinya. Ini dapat mengakibatkan timbulnya rasa tidak nyaman pada pasien dalam menjalani terapi. Prinsip utama yang dijalankan pada rehabilitasi fase penyembuhan ini adalah: 1. Melanjutkan ranging pasif 2. Meningkatkan ranging aktif dan strengthening (penguatan).
33
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA BAKAR 3.1.Pengkajian 1. Identitas Klien Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru. 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat penyakit sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase , fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang). b. Riwayat penyakit masa lalu Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol. c. Riwayat penyakit keluarga
34
Merupakan
gambaran
keadaan
kesehatan
keluarga
dan
penyakit
yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah 4. Pola Fungsi Kesehatan a. Aktifitas/istirahat Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b. Sirkulasi Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). c. Integritas ego Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d. Eliminasi Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. e. Makanan/cairan Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f.
Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman
35
penglihatan(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g. Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i. Keamanan Kulit umumnya destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
36
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). 3.2. Diagnosa Keperawatan Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada. 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan. 3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leherr. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi. 5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
37
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. 7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. 8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). 10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri. 11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi. 3.3.Intervensi Keperawatan Rencana Keperawatan Diagnosa Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronk hial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
Tujuan dan Kriteria Hasil Bersihan jalan nafas tetap efektif. Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cya nosis.
Intervensi
Rasional
1. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi. 2. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. 3. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi
1. Dugaan cedera inhalasi 2. Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik. 3. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar. 4. Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida. 5. Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar,
38
nafas, batuk rejan. 4. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera. 5. Tinggikan kepala tempat tidur. 6. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi 7. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering. 8. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril. 9. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik. 10. Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
Pasien dapat 1. Awasi tanda vital, mendemostr CVP. Perhatikan asikan status kapiler dan kekuatan cairan dan nadi perifer. biokimia 2. Awasi pengeluaran membaik. urine dan berat Kriteria jenisnya. Observasi evaluasi: tak warna urine dan ada hemates sesuai manifestasi indikasi. dehidrasi, 3. Perkirakan drainase
39
bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher. 6. Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret. 7. Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi. 8. Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi. 9. Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia. 10. Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema. 1. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. 2. Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 3050 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada
kebutuhan : status hypermetabo lik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
resolusi luka dan kehilangan oedema, yang tampak elektrolit 4. Timbang berat badan serum dalam setiap hari batas 5. Ukur lingkar normal, ekstremitas yang haluaran terbakar tiap hari urine di atas sesuai indikasi 30 ml/jam. 6. Lakukan program kolaborasi meliputi : Pasang / pertahankan kateter urine, Berikan obat sesuai idikasi 7. Pantau: Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
3.
4.
5.
6.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan ; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Pasien dapat mendemonst rasikan hilang dari ketidaknyam anan. Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh
kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin. Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine. Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine. Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
1. Berikan anlgesik 1. Analgesik narkotik narkotik yang diperlukan utnuk memblok diresepkan prn dan jaras nyeri dengan nyeri sedikitnya 30 menit berat. Absorpsi obat IM sebelum prosedur buruk pada pasien dengan perawatan luka. luka bakar luas yang Evaluasi disebabkan oleh keefektifannya. perpindahan interstitial Anjurkan analgesik berkenaan dnegan IV bila luka bakar peningkatan permeabilitas luas. kapiler. 2. Pertahankan pintu 2. Panas dan air hilang melalui kamar tertutup, jaringan luka bakar, tingkatkan suhu menyebabkan hipoetrmia. ruangan dan berikan Tindakan eksternal ini selimut ekstra untuk membantu menghemat
40
rileks.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Memumjukk an regenerasi jaringan Kriteria hasil: Mencapai penyembuha n tepat waktu pada area luka bakar.
memberikan kehilangan panas. kehangatan. 3. Menururnkan neyri dengan 3. Berikan ayunan di mempertahankan berat atas temapt tidur bila badan jauh dari linen diperlukan. temapat tidur terhadap luka 4. Bantu dengan dan menuurnkan pemajanan pengubahan posisi ujung saraf pada aliran setiap 2 jam bila udara. diperlukan. 4. Menghilangkan tekanan Dapatkan bantuan pada tonjolan tulang tambahan sesuai dependen. Dukungan kebutuhan, adekuat pada luka bakar khususnya bila selama gerakan membantu pasien tak dapat meinimalkan membantu ketidaknyamanan. membalikkan badan sendiri. 1. Kaji/catat ukuran, 1. Memberikan informasi warna, kedalaman dasar tentang luka, perhatikan kebutuhan penanaman jaringan nekrotik kulit dan kemungkinan dan kondisi petunjuk tentang sekitar luka. sirkulasi pada aera 2. Lakukan graft. perawatan luka 2. Menyiapkan jaringan bakar yang tepat untuk penanaman dan dan tindakan menurunkan resiko kontrol infeksi. infeksi/kegagalan kulit. 3. Pertahankan 3. Kain nilon/membran penutupan luka silikon mengandung sesuai indikasi. kolagen porcine peptida 4. Tinggikan area yang melekat pada graft bila permukaan luka sampai mungkin/tepat. lepasnya atau Pertahankan mengelupas secara posisi yang spontan kulit diinginkan dan repitelisasi. imobilisasi area 4. Menurunkan bila pembengkakan diindikasikan. /membatasi resiko 5. Pertahankan pemisahan graft. balutan diatas Gerakan jaringan area graft baru dibawah graft dapat dan/atau sisi mengubah posisi yang donor sesuai mempengaruhi indikasi. penyembuhan optimal. 6. Cuci sisi dengan 5. Area mungkin ditutupi sabun ringan, oleh bahan dengan
41
cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai. 7. Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.
permukaan tembus pandang tak reaktif. 6. Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan. 7. Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
3.4.Implementasi Keperawatan Pada tahap ini tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai. 3.5.Evaluasi Keperawatan Pada tahap ini dilakukan analisa perkembangan pasien setelah dilakukan implementasi keperawatan sebagai hasil evaluasi untuk tindakan yang akan dilanjutkan.
42
BAB 4 PENUTUP Kesimpulan Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar dapat tejadi pada setiap orang dengan berbagai faktor penyebab seperti :panas, sengatan listrik, zat kimia, maupun radiasi. Penderita luka bakar memerluakn penanganan yang serius secara holistik/ menyeluruh dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Pada penderita luka bakar yang luas dan dalam memerluakn perawatan luka bakar yang lama dan mahal serta mempunyai efek resiko kematian yang tinggi. Dampak luka bakar bagi penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarganya.Perawat sebagai tim yang paling banyal berhubungan dengan asien dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga mampu merawat pasien luka bakar secara komprehensif dan optimal. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi maka makin berkembang pula tehnik/ cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka
bakar.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Cioffi W.G., Rue L.W. 1991. Diagnosis and treatment of inhalation injuries. Critical Care Clinics of North America, 3(2), 195. Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Hudak, C. M. (2008). Keperawatan kritis pendekatan 1 edisi 8. Jakarta : EGC. Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Suddarth, B. &. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC.