KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUANGAN POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016
OLEH :
IAN SANTOSA P00320013045
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEPERAWATAN 2016
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas 1. Nama
: IAN SANTOSA
2. Tempat/ Tanggal Lahir
: Lelamo, 16 Januari 1995
3. Jenis Kelamin
: Laki - Laki
4. Agama
: Islam
5. Suku/Bangsa
: Buton /Indonesia
6. Alamat
: Jln. Latsitarda Anduonohu
B. Pendidikan 1. SD Negeri 14 Kulisusu utara, Tamat Tahun 2007 2. SMP Negeri 2 Kulisusu utara, Tamat Tahun 2010 3. SMA Negeri 1 Kulisusu utara, Tamat Tahun 2013 4. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan masuk tahun 2013 sampai sekarang .
MOTTO
Takkan pernah ada kata putus asa Selagi langkah terus berayun Meski masa akan terhapus
Walau susah hadapilah ............... Itu memang kenyataan dan tegakkanlah kepalamu Untuk lanjut hidup
Kita harus teguh dan berdiri Sudah waktunya membuka diri Hadapi perubahan
Karya tulis ini kupersembahkan kepada Kedua orang tua, saudara, keluarga, almamater serta bangsa dan negaraku
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas limpahan rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulisan yang senantiasa diberikan nikmat berupa kesehatan, kesempatan, kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Ruangan Poli Klinik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Salawat beriringan salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang berilmu pengetahuan seperti adanya saat sekarang ini. Semua kegiatan ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak yang telah memberikan jasa baik sampai tersusunnya Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kementerian Kesehatan Kendari 2. Bapak
Muslimin,LA,.Kep.,S.Pd.,M.Si,
Politeknik Kementerian Kesehatan Kendari
selaku
Ketua
Jurusan
Keperawatan
1. Ibu Fitri Wijayanti, S.Kep,Ns,M.Kep, selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah banyak
meluangkan
waktunya
untuk
membimbing,
memeriksa
dan
mengarahkan penulisan KTI ini sampai selesai. 2. Bapak Muhaimin Saranani, S.Kep,Ns,M.Sc, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memeriksa dan mengarahkan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini sampai selesai. 3. Seluruh Dosen dan Staff pengajar Politeknik Kementerian Kesehatan Kendari khususnya Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari. 4. Sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda Labaca dan Ibunda Sutina yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan penulis selama masa pendidikan. 5. Terima kasih penulis ucapkan kepada kakak Risman yang selalu memberi semangat, masukan, serta motivasi kepada penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. 6. Terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat satu angkatan 2013 yang selalu menemani dan memberikan motivasi dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. 7. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi angkatan 2013 khususnya kelas III.A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini
Penulis menyadari bahwa semua yang tertuang dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini jauh dari kesempurnaan, namun semoga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kendari,
2016
Penulis
ABSTRACT IAN SANTOSA (NIM: P00320013045) “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kekanbuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 (Pembimbing I: Fitri Wijayati, S.Kep,Ns,M.Kep Dan Pembimbing II: Muhaimin Saranani, S.Kep,Ns,M.Sc)” Latar Belakang: Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khalayan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja dan fungsi sosial. Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana munculnya gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Kepatuhan Pengobatan, Dukungan Keluarga, Dukungan Sosial, dan Stress Psikologis dengan kekambuhan pasien Skizofrenia. Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu faktor yang berhubungan dengan kekambuhan dan variabel terikat yaitu kekambuhan Skizofrenia. Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Kota Kendari. Jumlah responden 30 dari 60 penderita skizofrenia yang mengalami kekambuhan, diambil dengan metode aksidental sampling. Hasil penelitian menunjukan dari 30 responden yang menjadi sampel penelitian ada sebanyak 19 orang (63%) yang tidak patuh dalam kepatuhan pengobatan, yang tidak memberikan dukungan keluarga sebanyak 23 orang (77%), dan yang memberikan dukungan sosial sebanyak 18 orang (60%), yang tidak mengalami stress psikologis sebanyak 17 (57%). Simpulan: Ketidakpatuhan pengobatan dan kurangnya dukungan keluarga mempunyai hubungan dalam mengenai kekambuhan pasien skizofrenia. Dukungan sosial dan stres psikologis tidak mempunyai hubungan dengan kekambuahn pasien skizofrenia. Patuhnya pasien dalam pengobatan serta dukungan keluarga yang baik dapat menurunkan angka kekambuahan. Kata Kunci: Kepatuhan Pengobatan – Dukungan Keluarga – Dukungan Sosial – Stres Psikologis
DAFTAR TABEL Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 4. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan pasien di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pengobatan Terhadap Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 6. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Terhadap Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 7. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Sosial Terhadap Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016. 8. Distribusi Responden Berdasarkan Stres Psikologis Terhadap Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulaweai Tenggara Tahun 2016.
DAFTAR LAMPIRAN NO. 1.
Surat Izin Penelitian dari Poltekes Kemenkes Kendari
2.
Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Prov. Sultra
3.
Surat Izin Penelitian dari RSJ Prov. Sultra
4.
Surat Permohonan Kepada Responden
5.
Surat Pernyataan Persetujuan Responden
6.
Lembar Kuesioner
7.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari RSJ Prov. Sultra
8.
Pengolahan Data Hasil Penelitian
9.
Master Tabel
10.
Dokumentasi Penelitian
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
RINGKASAN.................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR
iv
ABSTRAK
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang. ...................................................................... .
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
4
C. Tujuan Penelitian......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian....................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Skizofrenia...................................................
7
B. Tinjauan Tentang Kekambuhan................................................
16
BAB III KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Dasar Pemikiran
29
B.
30
Bagan Kerangka Pikir
C. Varibel Penelitian
31
D. Definisi Operasional dan Kreteria Objektif
31
BAB IV METODE PENELITIAN A.
Jenis Penelitian
35
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
35
C.
Populasi dan Sampel
35
D.
Instrument Penelitian
37
A.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
37
B. Metode Pengolahan Data
38
C. Penyajian Data
39
D. Etika Penulisan
39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................
40
B. Hasil Penelitian.........................................................................
42
C. Pembahasan..............................................................................
47
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan...................................................................................
54
B. Saran.........................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia. Menurut data WHO tahun 2001, didunia terdapat paling tidak satu dari empat orang didunia atau 450 juta orang terganggu kesehatan jiwanya (Wirnata, 2009). Di indonesia berdasarkan survey kesehatan mental rumah tangga tahun1995, pada setiap 1.000 anggota rumah tangga terdapat 185 orang atau sekitar 18,5% mengalami gangguan terkait masalah kejiwaan (Wulansih, 2008). Berdasarkan dari data diatas, masalah gangguan jiwa ternyata sangatlah banyak, tidak hanya diindonesia ternyata ada diseluruh dunia. Departemen Kesehatan (2006) menyebutkan jumlah penderita jiwa berat sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-Indonesia. Pendiri Jejaring Komunikasi Kesehatan Jiwa Indonesia (Jejak Jiwa) Pandu Setiawan mengungkapkan, diperkirakan 1 dari 4 penduduk indonesia mengidap penyakit jiwa. Jumlah ini cukup besar artinya, diperkirakan sekitar 25% penduduk Indonesia mengidap penyakit jiwa dari tingkat paling ringan sampai berat (Lampung Post, 2008). Berdasarkan dari data ini hampir dari setengah penduduk indonesia ternyata mengidap gangguan jiwa. Gangguan jiwa psikosa terbanyak adalah skizofrenia. Prevalensi skizofrenia secara umum didunia antara 0,2% sampai 2% populasi (Wirnata, 2009). Skizofrenia ditemukan 7/1.000 orang dewasa dan terbanyak usia 15
sampai 35 tahun (Hawari, 2008). Sedangkan prevalensi penderita skizofrenia diindonesia adalah 0,3 sampai 1% dan bisanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Arif, 2006). Ternyata masih sangat banyak penduduk indonesia yang menderita gangguan skizofrenia dan juga gangguan skizofrenia ini tidak hanya diderita oleh orang dewasa tetapi diderita juga mulai dari masa remaja. Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2006). Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Erwin, 2008). Jadi, dari berbagai perubahan yang terjadi pada pasien skizofrenia maupun perjalanan penyakit yang luas maka, pasien harus lebih di perhatikan tentang pengobatannya, baik dari anggota keluarga maupun dari pelayanan kasehatan. Berbagai upaya pengobatan dan teori model konsep keperawatan jiwa teleh dilaksanakan, akan tetapi masih banyak klien yang mengalami perawatan ulang atau kambuh. Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua
setelah pulang dari rumah sakit, kekambuhan 100% pada tahun kelima (Videbek, 2005). Ternyata masih sangat banyak penderita skizofrenia yang mengalami kekambuhan dan harus dirawat kembali. Kekambuhan skizofrenia dipicu oleh beberapa hal, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menhentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat sehingga membuat stress, sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat dirumah sakit (Akbar, 2008). Jadi seharusnya anggota keluarga yang menderita skizofrenia lebih memperhatikan dan lebih memberi dukungan kepada pasien agar pasien tidak menghentikan sendiri pengobatannya. Berdasarkan laporan bagian rekam medik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016, Jumlah pasien penderita skizofrenia yang mengalami perawatan kembali (Mengalami Kekambuhan) selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2013 sebanyak 237 orang atau sekitar 55,9% dari orang 424 yang menderita skizofrenia, tahun 2014 meningkat menjadi 319 orang atau sekitar 70,73% dari 451 orang penderita skizofrenia, dan ditahun 2015 kembali
menjadi 327 orang atau sekitar 69,13% dari 473 orang
penderita skizofrenia. Pada bulan februari tahun 2016 penderita skizofrenia yang dirawat kembali sebanyak 60 orang atau sekitar 47% dari 124 orang penderita skizofrenia. Angka ini sekaligus menempatkan skizofrenia diurutan pertama dari sepuluh penyakit gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara. Penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah:
Skizofrenia, gangguan depresif berulang, gangguan hiperkinetik-gangguan “TIC”, gangguan mental, episode manik, retaldasi mental, sindrom amnestik, dimensia, gangguan anxietas fobik, dan epilepsi. Hasil wawancara yang dilakukan penulis pada minggu pertama tanggal 25 februari 2016 di poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan terdapat beberapa penderita yang dirawat kembali dikarenakan mereka tidak mau minum obat dan kontrol ke dokter, keluarga merasa malu dan tidak sanggup untuk merawat serta banyak anggapan masyarakat mereka sangat berbahaya dan sebaiknya dihindari, selain itu hasil wawancara dengan keluarga pasien, sebagian dari mereka mengatakan kesulitan dalam hal pengobatan hal ini dikerenakan jarak tempuh terlalu jauh. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis akan melaksanakan penelitian
mengenai
“Faktor-Faktor
Yang
Berhubungan
Dengan
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Ruangan Poliklinik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditemukan rumusan masalah yaitu: Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Ruangan Poli Klinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. 2. Tujuan Khusus. Untuk mengetahui: 2.1. Hubungan faktor kepatuhan pengobatan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.2. Hubungan faktor dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.3. Hubungan faktor dukungan sosial dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.4. Hubungan faktor stress psikologis dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan D III Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 3. Bagi Institusi pelayanan kesehatan Dari hasil penelitian diharapkan petugas kesehatan khususnya perawat, mengetahui tentang “Kekambuhan Pasien Skizofrenia di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.” 4. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah penetahuan masyarakat tentang cara mencegah dari “Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016”.
BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Konsep Skizofrenia 1. Definisi Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu (Buchanan dan Carpenter, 2000). Skizofrenia menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadand-kadang ditandai dengan apatias, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul, dan alogia. (Shader, 1994). Disamping itu gangguan skizofrenia menempati urutan pertama dari 10 penyakit gangguan jiwa yang terdapat dirumah sakit jiwa provinsi sultra. Penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah: Skizofrenia, gangguan depresif
berulang, gangguan hiperkinetik-gangguan “TIC”,
gangguan mental, episode manik, retaldasi mental, sindrom amnestik, dimensia, gangguan anxietas fobik, dan epilepsi (Profil RSJ Provinsi Sultra, 2015). Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya fungsi psikososial (Yulinah elin, 2009). Skizofrenia merupakan suatu kecatatan sejak lahir, terjadi pada hipokampus otak (Scheibel, 1991). Bowen (1978) menggambarkan perkembangan
skizofrenia
sebagai
suatu
perkembangan
disfungsi
keluarga. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Dr. Gail Stuart, 2006). Skizofrenia
merupakan
sindrom
klinis
yang
paling
membingungkan dan melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut, kesalah pahaman dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutuskan hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisi adanya persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis (Andreas, 2008). Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasai penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Erwin, 2008). Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden puncak awitanya ialah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita (DMS – IV –TR, 2000).
2. Etiologi Penyebab skizofrenia bisa karna kelainan susunan saraf pusat yaitu diensefalon atau korteks otak, tetapi kelainan patologis yang di temukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan atefakt pada waktu membuat sediaan (Amir Huda Nurarif, S.Kep.,Ns dan Hardhi Kusuma, S.Kep.,Ns, 2015). Skizofrenia bisa juga disebabkan karna faktor genetik. Faktor genetik juga menentukan faktor keturunan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluargakeluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 sampai 1,8%; bagi saudara kandung 7 sampai 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 sampai 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 sampai 68% (Maramis, 1995). Skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
3. Gejala Menurut Yulinah Elin (2009) gejala yang terjadi terbagi menjadi dua yaitu: 3.1. Gejala Episode Akut. meliputi tidak bisa membedakan antara khalayan dan kenyatan; halusinasi
(terutama
mendengar
suara-suara
bisikan);
delusi
(keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita); ide-ide karna pengaruh luar (tindakannya dikendalikan oleh pengaruh dari luar dirinya); ambiven (pemikiran yang saling bertentangan); datar,tidak tepat atau efek yang labil; austime (menarik diri, dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya); tidak mau bekerja sama; menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik pada orang lain; tidak merawat diri sendiri; dan gangguan tidur aupun nafsu makan. 3.2. Setelah Terjadinya Episode Psikotik Akut. Biasanya penderita skizofrenia mempunyai gejala-gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu
memutuskan
sesuatu,
menarik
diri
dari
hubungan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri.
4. Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit skizofrenia bervariasa pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secera perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif san kesadaran residual (Hoeksema, 2006). Menurut Luana (2007), Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. 4.1. Fase Prodromal. Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. 4.2. Fase Aktif. Gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
4.3. Fase Residual. Dimana gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa,
kewaspadaan
dan
eksekutif
(atensi,
konsentrasi, hubungan sosial). 5. Tipe Skizofrenia Menurut Andreas (2008) ada beberapa tipe dari skizofrenia: 5.1. Skizofrenia hebefrenik (tingkahnya seperti anak kecil). Pada tipe ini penderita sering senyum-senyum sendiri atau melakukan gerakan-gerakan yang aneh (banyak yang kena ini karna salah menafsir ajaran agama, atau olah kanuragan/tenaga dalam, atau yang salah menafsir filosofi. Teori ini mengatakan kurang mempunyai daya imajinasi abstraksi sehingga berakibat demikian. 5.2. Skizofrenia paranoid (curiganya sangat menonjol). Tipe ini seringkali nampak menakutkan karena sikap mereka yang sering tampak marah/waspada. Hal ini disebabkan kerena mereka mendengar suara-suara/halusinasi auditorik yang mengancam keselamatan diri/keluarga (waham kejar).
5.3. Skizofrenia komplex. Tipe ini adalah paling buruk, seringkali mereka tampak lantunglantung di jalan dan tidak merawat diri. Sulit membaik karena sering menyebabnya tidak ketahuan dan sudah berlangsung lama. 5.4. Skizofrenia katatonik. Timbul biasanya umur 15 sampai 30 tahun dan biasanya akut, biasanya didahului oleh stress emosional, terjadi haduh gelisa dan stupor. 5.5. Skizofrenia akut. Tipe ini timbul mendadak sekali dan pasien dalam keadaan bermimpi, kesadarannya seolah-olah berakbut. Timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya berubah. Prognosenya baik dan biasanyadalam beberapa minggu atau kurang dari 6 bulan penderita sudah baik. 5.6. Skizofrenia residual. Merupakan skizofrenia yang timbul berulang-ulang atau sesudah beberapa kali serangan. 5.7. Skizofrenia efektif. Gejala yang menonjol adalah depresi atau gejala-gejala mania. Prognosenya cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek tetapi mungkin lagi timbul serangan.
6. Epidemologi Skizofrenia dapat di temukan pada semua kelompok masyarakat dan Dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalesi sepanjang hidup secara kasar hampir sama diseluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masadewasa. Pada laki-laki gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15 sampai 25 tahun, sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25 sampai 35 tahun (Sadock, 2006). 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan skizofrenia masih merupakan tantangan besar walaupun perkembangan antipsikotik dan intetrvensi keluarga serta sosial telah mengalami kemajuan pesat. Meskipun secara relatif hasil yang diperoleh dapat menurunkan lama perawatan di rumah sakit melalui pembinaan masyarakat dan penggunaan psikofarmaka, namun ternyata angka kekambuhan pasien dengan skizofrenia masih tetap tinggi (Wirnata M, 2009). Menurut Amir Huda Nurarif, S.Kep.,Ns dan Hardhi Kusuma, S.Kep.,Ns penatalaksanaan skizofrenia yaitu: 7.1. Penggunaan Obat Antipsikosis. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut antipsikotik. Antisipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada skizofrenia.pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Terdapat tiga kategori obat antipsikotik yang di kenal saat ini yaitu: a). Antipsikotik Konvensional. Obat ini adalah obat antipsikotik yang paling lama penggunaanya. Walaupun sangat efektif, oabat ini sering menimbulkan efek samping yang serius. Contohnya adalah obat: 1. Haldol (haloperidol) tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5mg dan injeksi 5 mg/ml, dosis 5 – 15 mg/hari. 2. Stelazine (trifluoperazine) tablet 1 mg dan 5 mg, dosis 10 – 15 mg/hari. 3. Mellaril (thioridazone) tablet 50 – 100 mg, dosis 150 – 600 mg/hari. 4. Thorazine (chlorpromazine) tablet 25 mg dan 100 mg dan injeksi 25 mg/dl, dosis 150 – 600 mg/hari. 5. Trilafon (perphenazine) tablet 2,4,8 mg, dosis 12 – 24 mg/hari. 6. Prolixin (fluphenazine) tablet 2,5 mg dan 5 mg, dosis 10 – 15 mg/hari, injeksi flufenazin dekanoat 25 mg/ml, dosis 25 mg/2-4 minggu. b). Newer atypical antipsycotics. Obat-obat yang tergolong kelompok ini di sebut antipikal karena prinsip kerjanya berbeda,serta sedikit menimbulkan efek samping bila di banding dengan antipsikotik konvensional.
c).Clozaril ( Clozapine). Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), clozarin dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk malawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat clozaril harus memeriksakan sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendasikan penggunaan clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. a.
Terapi Elektrokonvulsif ( ECT).
b.
Pembedahan Bagian Otak.
c.
Perawatan di Rumah Sakit ( Hospitalization).
d.
Psikoterapi. a). Terapi Psikoanalisa. Terapi psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep freug. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak di sadarinya dan mekanisme pertahanan yang di gunakanya untuk mengendalikan kecemasanya. Hal yang paling penting pada terapi adalah untuk mengatasi hal-hal yang di repress oleh penderita. b).Terapi Perilaku (Behavioristik). Pada
dasarnya,
terapi
perilaku
menekankan
prinsip
pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terapist mencoba menentukan stimulus
yang mengawali respon malasuwai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku Itu dalam masyarakat. c).Terapi Humanistik. Terapi kelompok dan terapi keluarga. Dalam
penatalaksanaan
pasien
skizofrenia
digunakan
pendekatan elekro holistik, bahwa manusia harus dipandang sebagai suatu keseluruhan yang paripurna, termaksud adanya faktor lingkungan yang terdekat yaitu keluarga. Keluarga berperan dalam pemeliharaan dan rehabilitasi anggota keluarga yang menderita skizofrenia (Durand, 2007). B. Konsep Kekambuhan 1. Definisi Kekambuhan Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andreas, 2008). Kekambuhan dan usaha untuk mengembalikan pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan lingkunganya. Tingkat kekambuhan sering diukur dengan nilai waktu antara lepas rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Sena, 2008). Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (Recurrent), apapun bentuk subtipe penyakitnya hampir separuh pasien skizofrenia yang diobati dengan pelayanan standar akan kambuh dan membutuhkan perawatan kembali dalam dua tahun pertama. Tingkat kekambuhan lebih
tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan, bermusuhan dan keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan juga dipengaruhi oleh stress dalam kehidupan seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan skizofrenia (Wulansih, 2008). Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, bagaimanapun parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek. Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan keluarganya, seringkali mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan membengkaknya biaya pengobatan. Pada saat ini angka kekambuhan dapat diturunkan dari 75% menjadi 15% dengan pengobatan antipsikotik. Artinya tidak hanya membuat perbaikan yang sangat besar dalam kualitas hidup pasien, akan tetapi secara langsung telah menyelamatkan miliyaran dolar uang negara (Keliat, 2008). 2. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien dengan diagnosa skizofrenia di perkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun ke dua (Stuart, 2006). Menurut Wirnata (2009) ada empat faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu: 2.1. Faktor Kepatuhan Terhadap Pengobatan
Menurut data Depkes RI, banyak sekali pasien skizofrenia yang mengalami eksaserbasi klinis dan membutuhkan perawatan akibat tidak menuruti penatalaksanaan yang diberikan. Pasien yang tidak mengalami efek samping terhadap pengobatan kemungkinan akan melanjutkan pengobatan. Efek samping obat neureoptik yang tidak menyenangkan sebaiknya di perhitungkan sebab dapat berperan dalam menurunkan kepatuhan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek pada ekstrapiramidal, gangugan seksual, dan penambahan berat badan. Penderita skizofrenia yang menggunakan antipsikotik atipikal lebih mau meneruskan pengobatan di banding penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional (Depkes RI, 2006). Beberapa karakteristik demografi telah dihubungkan dengan perilaku patuh. Usia masih merupakan masalah yang kontroversial dalam hubungannya dengan ketidak patuhan. Tampaknya pasienpasien yang berusia lanjut mempunyai permasalahan tentang kepatuhan terhadap rekomendasi yang di berikan. Dikalangan usia mudah, terutama pria cenderung mempunyai tingkat kepatuhan yang buruk tentang pengobatan. Alasannya untuk hal ini kemungkinan pada dewasa muda sehubungan dengan gejala bentuk terapi atau dalam bentuk perjanjian, mereka menganggap dirinya istimewa dan menganggap dirinya berbeda dengan yang lain. Sedangkan pada orang tua,
kemungkinan
memiliki
defisit
memori
sehingga
dapat
mempengaruhi kepatuhan. Selain itu, pada orang tua sering mendapat
berbagai macam obat-obatan sehubungan dengan komorbiditas fisik. Wanita cenderung patuh terhadap pengobatan dibanding pria, begitu juga wanita menunjukan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan yang lebih tua (Fleischacker, 2009). Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan terhadap pengobatan. Pasien yang merasa tersiksa atau khawatir akan diracuni, akan merasa enggan untuk menerima pengobatan (Hawari, 2008). Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibanding dengan penyakit-penyakit lain seperti diabetes, epilepsi, dan kanker. Jadi jelas mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidak patuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga berpengaruh, jika persepsi sosial buruk maka pasie berusaha akan menghindari setiap hal tentang penyakitnya termaksud pengobatan (Wirnata, 2009). Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah
penting
untuk
mengamati,
berdiskusi,
dan
jika
memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap
pengobatan. Pada pasien skizofrenia sikap pasien terhadap pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negatif sampai yang sangat positif. Sikap negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan sistom positif dan efek samping. Dalam konteks ini dapat di pahami bahwa semakin lama pasien akan berubah sikapnya terhadap pengobatan (Fleischacker, 2009). Terakhir dari masalah keuangan. Masalah keungan dapat juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi penghalang (Fleischacker, 2009). Menurut kino (2005), kriteria ketidak patuhan terhadap pengobatan adalah jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini: a). Pada pasien rawat jalan atau rawat inap dalam 72 jam menunjukan 2 atau lebih dari: 1). Menolak obat yang diresepkan baik secara aktif maupun pasif. 2). Adanya bukti atau kecurigaan menyimpan atau meludahkan obat yang diberikan. 3). Menunjukan keragu-raguan terhadap obat yang diberikan. b). Pasien rawat inap dengan dengan riwayat tidak patuh pada pengobatan sewaktu rawat jalan meminimalkan tidak patuh selama 7 hari dalam sebulan.
c). Pasien rawat jalan dengan riwayat ketidak patuhan yang sangat jelas seperti sudah pernah dilakukan keputusan untuk mengawasi dengan ketat oleh orang lain dalam waktu sebulan. d). Pasien rawat inap yang mengatakan dirinya tidak dapat menelan obat walaupun tidak ditemukan kondisi yang dapat mengakibatkan hal tersebut. 2.2. Faktor Dukungan Keluarga Menurut Depkes (2006), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Keliat, 2006). Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya (Friedaman, 2005). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat di percaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencitainnya (Hawari, 2008).
Anggota
keluarga
sangat
membutuhkan
dukungan
dari
keluarganya karena hal ini akan membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu (Friedman, 2005) Menurut
Suliswati
(2005),
bahwa
komponen-komponen
dukungan keluarga adalah sebagai berikut: a). Dukungan Emosional. Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa bahagia. Pada dukungan emosional
ini
keluarga
menyediakan
tempat
istrahat
dan
memberikan semangat kepada pasien yang di rawat dirumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta dan emosi. b). Dukungan Informasi.
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau Rumah Sakit jiwa, memberi nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan seseorang. Keluarga dapat menyediakn informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai himpunan informasi dan pemberi informasi. c). Dukungan Nyata. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakn informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif
bila dihargai oleh penerima dengan cepat. Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan ketidak adekuatan dan peraasan berhutang, malah akan menambah stress individu. d). Dukungan Pengharapan. Dukungan
pengharapan
merupakan
dukungan
berupa
dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Dalam dukungan pengaharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien. 2.3. Faktor Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai (Stanley, 2007).
Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kekambuhan skizofrenia yang dikemukakan oleh Sullivan pada teori psikodinamika skizofrenia berdasarkan perjalanan-perjalanan klinik, dimana pusat dari
psikopatologinya
adalah
gangguan
kemampuan
untuk
berhubungan dengan orang lain. Lingkungan, terutama keluarga memegang peran penting dalam proses terjadinya skizofrenia. Pernyataan ini juga berlaku sebaliknya, lingkungan, terutama keluarga memegang peran penting dalam proses penyembuhan skizofrenia. Sullivan menyatakan bahwa skizofrenia merupakan hasil dari kumpulan pengalaman-pengalaman traumatis dalam hubungannya dengan lingkungan selama masa perkembangan individu (Kaplan dan Sadock, 2003).
Titik berat penelitian-penelitian tentang dukungan sosial keluarga dan gangguan psikotik terutama skizofrenia adalah pada efek yang menghapuskan hubungan traumatik sendiri seperti pernyataan emosi, rasa kebersamaan yang semu, mencari kambing hitam dan keterikatan ganda. Aspek-aspek dukungan sosial keluarga terdiri dari empat aspek yaitu aspek informatif, aspek emosional dan aspek penilaian atau penghargaan serta aspek instrumental, sebagaimana yang dikatakan oleh House dan Kahn (1995) tersebut di atas di titik beratkan pada besar dan padatnya jaringan kerja sosial, misalnya hubungan dengan keluarga dan sifat-sifat hubungan sebelumnya, (Breier & Strauss, 1994).
Hal ini menunjukkan bahwa kuat lemahnya dukungan sosial keluarga terhadap penderita berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan skizofrenia. Semakin kuat dukungan sosial keluarga terhadap penderita
memungkinkan
semakin
cepat
tingkat
kesembuhan
skizofrenia. Sebaliknya semakin lemah dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin lama tingkat kesembuhan skizofrenia. Demikian juga halnya dengan kekambuhan skizofrenia, terkait dengan kuat lemahnya dukungan sosial keluarga (Sadock, 2006). Dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan meteri atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain (House dalam Depkes, 2002) 2.4. Faktor Stress Psikologis. Stres psikologis adalah respon tubuh yang di rasakan ketika di bawah tekanan mental. Wicaksana (2005) menambahkan bahwa kondisi stres dapat berlanjut menjadi gangguan mental dan perilaku, namun dapat pula tidak karena tergantung pada kuat lemahnya status mental atau kepribadian seseorang. Banyak kasus stres terjadi karena kurang mampunya individu menghadapi sumber stres ini. Stress psikologis ini merupakan faktor predisposisi terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia. Stress psikologis pada
kekambuhan dapat terjadi kerena mempunyai konflik dengan keluarga, masyarakat sekitar, masalah pekerjaan dan lain sebagainya. Kondisi yang demikian rupa jika terus menerus terjadi maka dapat menyebabkan kembalinya gejala skizofrenia pada pasien, sehingga perlu perawatan kembali (Chabungbam, 2007).
Selain itu penderita juga mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga penderita dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stres. Cara terapi bisanya: mengumpulkan semua anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepada penderita ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru bagi penderita (Hawari, 2008).
Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarganya yaitu: menjadi ragu-ragu dan serba takut, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat serta menarik diri. Untuk dapat hidup dalam masyarakat, maka penderita skizofrenia perlu mempelajari kembali keterampilan sosial. Penderitapenderita yang baru keluar dari RS memerlukan pelayanan dari masyarakat agar mereka dapat menyesuaikan diri dan menyatu dalam masyarakat. Tingginya angka rehospitalisasi merupakan tanda
kegagalan dalam sistem masyarakat. Penderita kronis di dalam masyarakat membutuhkan dukungan hidup yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Beberapa penderita tetap dapat mengalami kekambuhan meskipun mereka mendapatkan pelayanan pasca rawat (after care services) pada instansi-instansi (Iyus, 2007). Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan dirumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status kesehatan pasien meningkat. (Sullinger, 1988 dalam Keliat, 2006)
BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Kekambuhan skizofrenia adalah suatu keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali. Terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia yaitu kepatuhan berobat, dukungan keluarga, dukungan sosial, stress psikologis. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang mempengaruhi otak sehingga menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan, bermusuhan dan keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan juga di pengaruhi oleh stress dalam kehidupan seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat di jadikan sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, bagaimanapun parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek.
B. Bagan Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Kepatuhan Pengobatan
Dukungan Keluarga Kekambuhan Dukungan Sosial
Pasien skizofrenia
Stress Psikologis
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Hubungan C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah sesuatu yang di gunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang di miliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. 1.1. Variabel Bebas Variabel Bebas adalah variabel yang nilainya mempengaruhi variabel terikat. Variabel Bebas dalam penelitian ini yaitu ketidak
patuhan berobat, dukungan keluarga, dukungan sosial, dan stress psikologis. 1.2. Variabel Terikat Variabel Terikat adalah variabel yang nilainya di pengaruhi oleh variabel bebas. Variabel Terikat dalam penelitian ini yaitu kekambuhan skizofrenia. 2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Faktor kekambuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor kepatuhan berobat, dukungan keluarga, dukungan sosial, stress psikologis, yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Untuk penelitian faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia maka diajukan 25 item pertanyaan yang diisi oleh responden. Setiap jawaban responden ya akan diberi nilai 1 dan setiap jawaban responden tidak akan diberi nilai 0, (Arikonto, 2007:242). 2.1. Kepatuhan berobat yang dimaksud adalah keikutsertaan keluarga dalam hal pengobatan, keluarga mampu mengambilkan obat pasien jika akan segera habis, keluarga selalu membawa klien tiap minggu untuk kontrol ke dokter. Untuk variabel kepatuhan berobat akan diajukan dengan 10 pertanyaan, setiap jawaban ya yang menyatakan pasien patuh akan diberi nilai 1 dan setiap jawaban ya yang menyatakan pasien tidak patuh akan diberi nilai 0, dan setiap jawaban responden tidak yang menyatakan pasien patuh akan diberi nilai 0, dan setiap jawaban responden tidak yang menyatakan pasien tidak
patuh akan diberi nilai 0, dengan alat ukur lembar kuesioner, dengan kriteria objektif: Patuh
: Jika jawaban responden > 60% dari total skor
Tidak patuh
: Jika jawaban responden < 60% (Somantri dan Muhidin, 2006:242)
2.2. Dukungan Keluarga yang dimaksud adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang di peroleh dari keluarga baik dari dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata. Untuk variabel dukungan keluarga akan diajukan dengan 10 pertanyaan. Setiap jawaban responden ya akan diberi nilai 1 dan setiap jawaban responden tidak akan diberi nilai 0 dengan alat ukur lembar kuisioner, dengan kriteria objektif: Baik
: Jika jawaban responden > 60% dari total skor
Kurang baik
: Jika jawaban responden < 60%
2.3. Dukungan Sosial yang dimaksud adalah keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab maupun orang lain yang dapat di percaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang perhatian, menghargainya dan mencintainya, untuk variabel dukungan sosail akan diajukan dengan 5 pertanyaan. Setiap jawaban responden ya yang menyatakan mendukung akan diberi nilai 1dan mendapat nilai bobot 2, dan setaip jawaban responden ya yang menyatakan tidak
mendukung akan diberi nilai 0, dan setiap jawaban responde tidak yang menyatakan mendukung akan diberi nilai 1 dan mendapat nilai bobot 2, dan setiap jawaban responden tidak yang menyatakan tidak mendukung akan diberi nilai 0, dengan alat ukur lembar kuisioner, dengan kriteria objektif: Baik
: Jika jawaban responden > 60% dari total skor
Kurang baik
: Jika jawaban responden < 60%
2.4. Stress Psikologis yang dimaksud adalah stres yang menyebabkan pesien harus dirawat kembali ke RSJ, seperti pasien selalu dikucilkan, dan diperolok-olok (dihina), dengan alat ukur lembar kuisioner, dan setiap jawaban yang diberi nilai 1 akan diberi bobot 2, dengan kriteria objektif: Ya
: Jika jawaban responden > 60% dari total skor
Tidak
: Jika jawaban responden < 60%
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) yaitu faktor yang berhubungan dengan kekambuhan dan variabel terikat (dependen) yaitu kekambuhan Skizofrenia. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 14 juni sampai dengan 28 juni tahun 2016. 2. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruangan Poliklinik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami kekambuhan/mengalami perawat kembali pada penyakit Skizofrenia yaitu sebanyak 60 orang.
2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan contoh dan diharapkan dapat mewakili populasi. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien dengan riwayat skizofrenia yang telah 2 kali atau lebih menjalani perawatan dengan gejala yang sama. Dengan jumlah populasi kurang dari 100 maka sampel dalam penelitian ini diambil dengan jumlah 50% dari total populasi. Yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Sampel = 50% x ∑ populasi = 50% x 60 orang = 30 orang Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah Accidental sampling, yaitu mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti, dengan kriteria inklusi: 1. Keluarga pasien dengan riwayat skizofrenia yang telah 2 kali atau lebih menjalani perawatan dengan gejala yang sama di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Keluarga pasien yang berada dilokasi penelitian pada saat dilakukan penelitian. 3. Keluarga pasien yang bersedia untuk diteliti.
D. Instrumen Penalitian Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kuisioner. Pertanyaan dalam lembar kuisioner tersebut berisi 4 faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia , 1). Ketidak patuhan berobat, 2). Dukungan keluarga, 3). Dukungan sosial, 4). Stress psikologis. E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuisioner kepada keluarga mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan
kekambuhan
pasien
skizofrenia
yang
dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep bedasrkan tinjaun pustaka. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh di bagian rekam medik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dangan cara memberikan lembar kuisioner kapada setiap responden serta mengisi kuisioner yang telah diberikan pada pelaksanaan penelitian di Ruangan Poliklinik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara.
F. Pengolahan dan Teknik Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah dilakukan pengumpulan data melalui kuisioner dan lembar observasi penelitian, maka data tersbut diolah dalam bentuk tabel distribusi dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Editing, yaitu cara pengolahan data dengan memilih setiap data yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner dan lembar observasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Koding, memberikan kode pada setiap jawaban dan hasil observasi yang ada dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa. 3. Skoring, memberikan skor pada setiap hasil jawaban kuisioner dari responden. 4. Tabulating, menyusun data-data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang sebelumnya telah dilakukan perhitungan secara manual. 2. Analisa Data Untuk memperoleh hasil presentase faktor yang berhubungan dengan kekambuhan dari masing-masing responden, maka dilakukan perhitungan dengan rumus: Keterangan : X=
× 100%
X = variabel yang diteliti = jumlah jawaban yang benar = jumlah item (Arikunto, 2006)
G. Penyajian Data Data yang telah diperoleh dalam bentuk tabel distribusi frekuensi akan diuraikan dalam bentuk narasi. H. Etika Penulisan Setelah penulis mendapatkan izin atau persetujuan dari pembmbing riset keperawatan pada program D III, penulis kemudian memohon kepada pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mendapat izin meneliti dengan menekankan masalah etika yang meliputi: 1. Informed Concent Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subyek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subyek. 2. Anonimiti Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada kuisioner, tetapi pada kuisioner tersebut diberikan kode responden. 3. Confidentiality Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. (Nursalam, 2008).
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian. 1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara didirikan sesuai dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35/Menkes/SK/IV/1987 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1986 oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Ir. H. Alala. Sesuai dengan SK Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35/Menkes/SK/IV/1987 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara adalah merupakan RSJ type B dan merupakan unit tekhnis Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Sejak awal tahun 1986 telah dipersiapkan menata dan melengkapi ruang dan kantor rumah sakit untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai pusat kesehatan jiwa masyarakat Sulawesi Tenggara yang dimulai dengan pelayanan rawat jalan, sementara pelayanan rawat inap terlaksanan pada tahun 1986, sampai sekarang. 2. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai pusat rujukan kesehatan jiwa diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara nomor 424 tahun 2001 adalah melaksanakan usaha peningkatan, pencegahan, pemulihan dan rehabilitasi serta tempat penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan jiwa.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut diatas, RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fungsi sebagai berikut: 2.1. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa peningkatan dan pencegahan. 2.2. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pengobatan atau pemulihan. 2.3. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi. 2.4. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa kemasyarakatan. 2.5. Melaksanakan system rujukan (referal). 3. Sumber Daya Manusia Pegawai RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara hingga tahun 2015 berjumlah 222 orang, yang berprofesi sebanyak 152 orang, sedangkan yang nob profesi sebanyak 70 orang. 4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut: 4.1. Pelayanan kesehatan jiwa rawat jalan dan elektromedis meliputi poliklinik psikiatri, poliklinik umum, poloklinik gigi dan mulut, poliklinik psikologi, poliklinik fisiotherapi, poliklinik neurologi dan poliklinik penyakit dalam. 4.2. Pelayanan kesehatan jiwa rawat inap meliputi pelayanan kesehatan jiwa dewasa dan lansia serta pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja.
4.3. Pelayanan kesehatan jiwa rehabilitas mental meliputi terapi kerja, modalitas terapi, religios dan terapi musik. 4.4. Pelayanan unit gawat darurat (UGD) meliputi UGD psikiatrik, UGD umum dan detoksifikasi penyalahgunaan NAPZA. 4.5. Pelayanan
penunjang
medis
meliputi
laboratorium
klinik,
farmasi/apotik dan radiologi. 4.6. Pelyanan lain meliputi binatu/laundry, pemulasaran jenazah dan ambulance. B. Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Adapun hasil penelitian dan pembahasan dapat dilihat dibawah ini: 1. Karakteristik Responden 1.1 menurut kelompok umur Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Kelompok Umur (thn) 18 – 25 26 – 33 34 – 44 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F
%
1 20 9
3 67 30
30
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa umur responden yang di teliti berfariasi. Dapat dilihat berdasarkan kelompok yaitu umur 33-42 tahun merupakan jumlah yang terbanyak 20 orang (67%), sedangkan kelompok umur 18-25 tahun merupakan jumlah terendah berjumlah 1 orang (3%). 1.2. Menurut Pendidikan Tabel. 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016
Pendidikan SMP SMA PT Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 9 9 12 30
% 30 30 40 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pendidikan responden yang diteliti bervariasi, berdasarkan golongan yaitu berpendidikan PT merupakan jumlah yang terbanyak berjumlah 12 orang (40%), sedangkan berpendidikan SMP dan SMA merupakan jumlah terendah berjumlah 9 orang (30%).
1.3. Menurut Pekerjaan Tabel. 5.3 Distribusi Responden Berdsarkan Jenis Pekerjaan di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Pekerjaan IRT Swasta Wiraswasta PNS Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 17 3 2 8 30
% 57 10 6 27 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa jenis pekerjaan responden bervariasi, berdasarkan golongan yaitu pekerjaan sebagai IRT merupakan jumlah yang terbanyak yaitu berjumlah 17 orang (57%), sedangkan pekerja wiraswasta merupakan jumlah terendah berjumlah 2 orang (6%). 1.4. Menurut Hubungan Dengan Pasien Tabel. 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Dengan Pasien di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi TenggaraTahun 2016 Hub. Dengan Pasien Orang Tua Anak Saudara Istri Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 8 1 18 3 30
% 27 3 60 10 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa hubungan responden dengan pasien bervariasi, berdasarkan golongan yaitu hubungan saudara merupakan jumlah terbanyak yaitu 18 orang (60%), sedangkan hubungan anak merupakan jumlah yang terendah berjumlah 1 orang (3%). 2. Data Hasil Penelitian Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Skizofrenia 2.1 Kepatuhan Berobat Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia Tabel. 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pengobatan Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Kepatuhan Pasien Terhadap Pengobatan Patuh Tidak Patuh Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 11 19 30
% 37 63 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa responden yang tidak patuh merupakan jumlah terbanyak berjumlah 19 orang (63%), dibanding dengan responden yang patuh berjumlah 11 orang (37%).
2.2 Dukungan Keluarga Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia
Tabel. 5.6 Ditribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Jumlah
Dukungan Keuarga
F 10 20 30
Baik Kurang Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
% 33 67 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa dukungan keluarga yang responden kurang mendukung merupakan jumlah terbanyak yaitu 20 orang (67%), dibanding dengan responden yang mendukung berjumlah 10 orang (33%). 2.3 Dukungan Sosial Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia Tabel. 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Sosial Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara 2016 Dukungan Sosial Baik Kurang Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 18 12 30
% 60 40 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa dukungan sosial terhadap kekambuhan pasien skizofrenia yaitu yang mendukung berjumlah 18 orang (60%), dibanding dengan yang kurang mendukung berjumlah 12 orang (40%).
2.4 Stres Psikologis Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia Tabel.5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Psikologi Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara 2016
Stres Psikologi Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer, 2016
Jumlah F 12 18 30
% 40 60 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa stres psikologis terhadap kekambuhan pasien skizofrenia yaitu yang tidak mengalami stres berjumlah 18 orang (60%), sedangkan yang mengalami stres berjumlah 12 orang (40%). C. Pembahasan. Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia diruangan poliklinik RS Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016 adalah sebagai berikut : 1. Faktor Hubungan Kepatuhan Berobat Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Dari hasil penelitian diatas dari 30 responden pada saat penelitian, sekitar 19 orang (63%) yang tidak patuh dalam pengobatan. Banyaknya pasien yang tidak patuh mengenai kepatuhan pengobatan yang kemukakan oleh keluarga pasien berdasarkan hasil wawancara disebabkan
karena pasien yang merasa dirinya akan diracuni serta merasakan efek samping dari obat yang diberikan, kemudian pasien juga menghentikaan pengobatan atau malas untuk minum obat serta jarak tempuh yang jauh dengan RSJ menyebabakan pasien untuk malas kontrol kedokter dan masalah keuangan, dimana beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk membeli obat sehingga pasien harus putus obat. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan menurut teori yang dikemukakan oleh strurt (2006), bahwa banyaknya pasien yang tidak patuh disebabkan oleh reaksi efek samping yang dirasakan oleh pasien, obat yang diberikan memberikan efek samping terlebih dahulu dari pada reaksi positif dari obat antipsikotik. Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan terhadap pengobatan, pasien yang merasa tersiksa atau khawatir akan akan mersa enggan untuk menerima pengobatan. Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari pada tahun 2011 di RSJ Prov. Sultra, dari 50 responden yang tidak patuh sekitar 25 orang, ini berarti antara pasien yang tidak patuh dan yang patuh sama banyak dalm hal pengobatan. Perbedaan terhadap dua hasil penelitian ini tentang kepatuhan pengobatan disebabkan karena perbedaan antara jumlah responden serta perbedaan karakteristik respodan itu sendiri. Jadi dilihat dari data diatas kita dari petugas pelayanan kesehatan sebaiknya lebih menekankan kepada keluarga untuk lebih memperhatikan pasien dalam hal kepatuhan pengobatan.
2. Faktor Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Berdasarkan data hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skozofrenia yaitu yang tidak mendukung berjumlah 23 orang (77%) dari 30 responden. Banyaknya anggota keluarga yang tidak memberikan dukungan disebabkan karna keluarga merasa malu dan kesibukan sendiri dari masing-masing anggota keluarga kemudian adanya keparahan dari penyakit pasien sendiri sehingga keluarga keluarga malas untuk merawat pasien. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olah Sari pada tahun 2011, dari 50 responden yang tidak memberikan dukungan sekitar 31 orang. Menurut Struat (2006) banyaknya anggota keluarga yang tidak memberikan dukungan disebabkan oleh adanya perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien atau sekitarnya sehingga keluarga sering mengabaikan pasien. Selain itu adanya stigma yang diberikan oleh masyarakat kepada pasien dengan skizofrenia membuat keluarga merasa dikucilkan dan nama baik keluarga tercemar sehigga keluarga pasien skizofrenia dikurung. Jadi sebaiknya anggota keluarga tidak perlu malu untuk merawat, harusnya anggota keluarga lebih memberikan dukungan terhadap pasien, karna pemberian dukungan/motivasi akan membuat pasien merasa dihargai dan dicintai.
3. Fakto Hubungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia
Data hasil penelitian menunjukan bahwa dari 30 responden yang memberikan dukungan sosial terhadap kekambuahan psien skizofrenia sekitar 18 orang (60%). Dari banyaknya yang memberikan mendukung sosial namun masih tetap menyebabkan kekambuhan pasien skizofrenia, hal ini disebabkan karena kurangnya pemberian dukungn keluarga kepada pasien serta ketidak patuhnya pasien dalam hal pengobatan.
Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan olah Sari pada tahun 2011 dari 50 responden, lebih banyak yang tidak memberikan dukungan sosial yaitu sekitar 26 orang. Hal ini sangat bertentangan karena pada penelitian sebalumnya lebih banyak yang tidak mendukung dibanding yang mendukung, sedangkan pada penelitian ini lebih banyak yang mendukung dibanding dengan yang tidak memberikan dukungan. Perbedaan antara dua hasil penelitian ini disebabkan karena perbedaan dari banyaknya responden dan juga dari perbedaan karakteritik responden itu sendiri.
Menurut Sadock (2006) dari banyaknya yang memberikan mendukung sosial namun masih tetap menyebabkan kekambuhan pasien skizofrenia, ini disebabkan karena kurangnya pemberian dukungn dalam keluarga serta ketidak patuhan pasien dalam hal pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa kuat lemahnya dukungan sosial keluarga terhadap penderita berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan skizofrenia.
Semakin
kuat
memungkinkan
dukungan semakin
sosial cepat
keluarga
tingkat
terhadap
kesembuhan
penderita skizofrenia.
Sebaliknya semakin lemah dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin lama tingkat kesembuhan skizofrenia. Demikian juga halnya dengan kekambuhan skizofrenia, terkait dengan kuat lemahnya dukungan sosial keluarga.
Berdasarkan dari data diatas menunjukan bahwa kekambuhan pasien skizofrenia sangat dipengaruhi oleh kurangnya dukungan sosial dari keluarga dibanding dimasyarakat, jadi seharusnya keluarga pasien harus
lebih
memberikan
dukungan
untuk
mencegah
terjadinya
kekambuhan. 4. Faktor Hubungan Stres Psikologis Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Dari data hasil penelitian menunjukan bahwa pasien yang tidak mengalami stres terhadap kekambuahan pasien skizofrenia sekitar 17 orang (53%), dibanding dengan yang mengalami stres sekitar 13 (43%), artinya lebih banyak yang tidak mengalami stres dibanding dengan yang mengalami stres. Banyaknya pasien yang tidak mengalami stres namun masih tetap mengalami kekambuhan, hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan keluarga dan ketidak patuhan pasien terhadap pengobatan. Hal ini sangat bertentangan dengan yang dijelaskan oleh Chabungbam, 2007 bahwa Stress psikologis ini merupakan faktor predisposisi terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia. Stress
psikologis pada kekambuhan dapat terjadi kerena mempunyai konflik dengan keluarga, masyarakat sekitar, masalah pekerjaan dan lain sebagainya. Kondisi yang demikian rupa jika terus menerus terjadi maka dapat menyebabkan kembalinya gejala skizofrenia pada pasien, sehingga perlu perawatan kembali. Jadi berdasarkan dari data diatas bahwa kekambuhan pasien skizofrenia sangat dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dari keluarga dan juga ketidak patuhan terhadap pengobatan yang dijalani pasien. 5. Faktor Hubungan Kepatuhan Pengobatan, Dukungan Keluarga, Dukungan Sosial, dan Stres Psikologig Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia
Berdasarkan data dari ke empat faktor ini menunjukan bahwa kurangnya dukungan keluarga merupakan faktor resiko pertama dari kekambuhan pasien, kemudian ketidak patuhan pasien dalam hal pengobatan juga disebabkan karena kurangnya dari dukungan keluarga, jadi antara kedua faktor ini mempunyai hubungan saling keterkaitan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.
Hal ini dikemukakan oleh Hawari (2006) bahwa adanya dukungan dari anggota keluarga membuat individu merasa di hargai. Dengan adanya dukungan dari keluarga baik itu dukungan nyata, emosional, maupun informasi, maka dapat membuat seseorang merasa dibutuhkan, diperhatikan, dan dihargai. Kemudian mengenai kepatuhan pengobatan
penulis mengutip pendapat yang di kemukakan oleh fleischacker (2009) bahwa masalah keuangan dapat mengganggu kepatuhan hal ini dikarenakan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan untuk membeli obat dan walaupun mampu untuk membeli namun jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi penghalang. Sedangkan pada dukungan sosial dan stres psikologis tidak mempunyai hubungan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kuat lemahnya dukungan sosial keluarga terhadap penderita berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan skizofrenia. Semakin kuat dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin cepat tingkat kesembuhan skizofrenia. Sebaliknya semakin lemah dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin lama tingkat kesembuhan skizofrenia (Sadock, 2006).
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: A. Simpulan 1. Kepatuhan pengobatan mempunyai hubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. 2. Dukungan keluarga mempunyai hubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. 3. Dukungan sosial tidak mempunyai hubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. 4. Stres psikologis tidak mempunyai hubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di ruangan Poliklinik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. 5. Faktor yang paling berhubungan adalah kurangnya Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.
B. Saran 1. Sebaiknya keluarga penderita skizofrenia, harus lebih memberikan dukungan kepada pasien untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi derajat stres dalam diri pasien seperti mengisi waktu senggang dengan melakukan aktifitas fisik, meluangkan perasaan klien memberikan informasi yang bermanfaat bagi pasien serta meningkatkan rutinitas ibadah kepada sang pencipta untuk memperoleh ketenangan, 2. Sebaiknya pihak RSJ perlu melakukan penyuluhan jika ada keluarga yang membawa pasien untuk kontrol ke RSJ dalam menangani kekambuhan pasien skizofrenia supaya keluarga lebih memperhatikan pasien
DAFTAR PUSTAKA Akbar. 2008. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 26 Feb 2016. Andreas. 2008. diunduh dari (http://edt.eprints.ums.ac.id./900/1/J220060029.pdf) diakses 26 Feb 2016. Bowen. 1978. Buku Saku Keperawatan Jiwa.EGC:Jakarta. Buchaman & Carpenter. 2000 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta. Depkes RI. 2006. Diunduh dari http://www.referensisehat.com/2015/03/Definisigejala-penyebab-mengatasi--skizofrenia.html) diakses 26 Feb 2016. DMS-IV-TR. 2000 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta. Duran. 2007. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 26 Feb 2016. Erwin. 2008. Pengertian Skizofrenia. Dibuka pada website 26 Feb 2016. Fleischacker. 2009. diunduh dari Jiwa.Htm) diakses 28 Feb 2016.
(http://www.Skizofrenia,Keperawatan
Friedman. 2005. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan Jiwa.Htm) diakses 28 Feb 2016. Hawari,D. 2008. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Edisi 3 Balai penerbit FKUI: Jakarta. Hoeksema. 2006. Pengertian Skizofrenia. Dibuka pada website 26 Feb 2016. Iyus. 2007. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 28 Feb 2016. Keliat. 2008. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 28 Feb 2016. Kino. 2005. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 28 Feb 2016.
Sadock. 2006. diunduh dari (http://www Consep of schizofrenia. Lippineot) diakses 26 Feb 2016. Shader. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Edisi 3.EGC: Jakarta. Struar,WG & Sundeen J.S. 2006. Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta. Wa Ode Mega Sari. 201. Skripsi STIK Avicenna Kendari. WHO. 2001. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 28 Feb 2016. Wirnata,M. 2009. diunduh dari (http://www.Skizofrenia,Keperawatan-Kesehatan Jiwa kekambuhan. Htm) diakses 26 Feb 2016. Wulansih,s. 2008. diunduh dari (http://edt. eprints. ums. ac. id. /90/1/J220060029. pdf) diakses 26 Feb 2016. Yulinah Elin. 2009. Nanda Nic-Noc Jilid 3 2015.
Lampiran 1
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Bapak/Ibu Responden di – Tempat Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan, maka saya : Nama
: IAN SANTOSA
Nim
: P00320013045
Sebagai
mahasiswa
Politeknik
kesehatan
Kemenkes
Kendari
Jurusan
Keperawatan, bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul“Faktorfaktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa(RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Sehubungan dengan tersebut, mohon kesediaan bapak/ibu untuk meluangkan waktu menjadi Responden dalam penelitian ini, anda berhak untuk menyetujui atau menolak manjadi responden. Apabila setuju, maka Bapak/Ibu dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan responden ini. Atas kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, sebelumnya diucapkan terima kasih. Peneliti
Ian Santosa
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN ( INFORMED CONCENT )
Saya bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan. Ian Santosa (P00320013045), dengan judul “Fakto-faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016” dan saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan ini, dibuat dengan suka rela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, semoga dapat dipergunakan sebagai mana mestinya.
Kendari,………………….2016
Responden,
( ................................................... )
Lampiran III LEMBAR KUESIONER PENELITIAN Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Pernyatan ditujukan pada anggota keluarga yang merawat pasien A. Karakteristik Responden 1. Keluarga yang merawat pasien 1. Nomor : 2. Nama Lengkap : 3. Hubungan Dengan Pasien: 4. Umur 5. Tingkat Pendidikan
: :
Tahun Tidak Tamat SD TidakTamatSLTP Akedami
6. Pekerjaan
:
Tani Nelayan Buruh Swasta Pedagang Pelajar/Mahasiswa Lain-lain ................................................
7. Nama Pasien 8. Umur
: :
9. Tingkat Pendidikan
:
Tidak Tamat SD Tidak Tamat SLTP Akademi
Bulan Tamat SD TamatSLTP Sarjana
Tamat SD Tamat SLTP Sarjana
10. Menderita sakit sejak .......... tahun yang lalu (pada tahun..........) 11. Usia pada saat menderita petama kali: 18-25 tahun 34-42tahun 26-33 tahun 45 tahun 12. Berapa kali masuk rumah sakit, untuk diruang rawat inap (..........kali) 13. Perawatan kali ini yang ke .......... 14. Perawatan yang terakhir sebelum kali ini ........ minggu/bulan yang lalu.
B. Ketidak Patuhan Terhadap Pengobatan NO
Item Pernyataan
1
Apakah pasien menganggap dirinya tidak sakit sehinga tidak perlu
YA
TIDAK
YA
TIDAK
minum obat ? 2
Apakah pasien menganggap penyakitnya tidak begitu serius sehingga tidak parlu untuk diobati ?
3
Apakah alasan tidak mau berobat kerena penyakit tidak bisa disembuhkan ?
4
Apakah pasien merasa dirinya akan diracuni ?
5
Apakah pasien tidak dapat menelan obat ?
6
Apakah pasien menolak minum obat karna faktor efek samping ?
7
Apakah alasan pasien tidak mau berobat/kontrol kedokter kerena jarak tempuh yang jauh dengan RS ?
8
Apakah keluarga selalu mengambilkan obat untuk pasien jika obat akan segera habis ?
9
Apakah pasien maupun keluarga tidak mampu membeli obat karna faktor kauangan ?
10
Apakah pasien malas untuk minum obat ?
C. Dukungan Keluarga NO
Item Pernyataan DUKUNGAN EMOSIONAL
1
Apakah keluarga selalu mendampingi dalam hal perawatan ?
2
Apakah keluarga selalu memberikan pujian dan perhatian ?
3
Apakah keluarga selalu menjelaskan kepada orang lain bahwa pasien tidak seperti anggapan mereka tentang orang “gila ?
DUKUNGAN INFORMASI 1
Apakah
keluarga
selalu
memberitahukan
tentang
hasil
pemeriksaannya dan pengobatan dari dokter yang merawatnya ? 2
Apakah keluarga selalu mengingatkan untuk makan, minum obat dan kontrol kedokter ?
3
Apakah keluarga selalu mengingatkan tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakitnya ?
4
Apakah keluarga selalu memberikan solusi dari masalah yang dialami oleh pasien ? DUKUNGAN NYATA DAN PENGHARAPAN
1
Apakah keluarga selalu menyediakan waktu bercerita dan fasilitas untuk keperluan pengobatan ?
2
Apakah keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pangobatan dan perwatan maupun pemberian dorongan dan motivasi ?
3
Apakah keluarga bersedia membiayai biaya pengobatan dan perawatan ?
D. Dukungan sosial NO
Item Pertanyaan
1
Apakah pasien dijauhi oleh teman-temannya atau masyarakat ?
2
Apakah orang lain menganggap bahwa panyakit yang diderita akan menular kepada orang lain ?
3
Apakah pasien masih dilibatkan dalam hal kegiatan sosial dikampung ?
4
Apakah orang lain menghindar jika berpapasan dengannya?
5
Apakah orang lain tidak pernah berbicara atau berbincangbincang kepadanya
E. Stress Psikologis
YA
TIDAK
NO
Item Pertanyaan
1
Apakah pasien sering mempunyai masalah dalam keluarga maupun dengan pekerjaan ?
2
Apakah selama ini pasien merasa takut jika berdekatan dengan orang lain dan selalu menyendiri/dikucilkan ?
3
Apakah selama ini pasien mempunyai masalah dengan teman ataupu dengan masyarakat ?
4
Apakah pasien selalu diejeknya oleh orang lain ?
5
Apakah keluarga sering memarahi pasien ?
YA
TIDAK
P √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jk
23 77
√ √ 7 23
√
√
√ √
L √
1. Kepatuhan Pengobatan
38 39 25 28 34 34 27 32 26 28 33 32 31 30 34 28 34 28 36 35 27 27 27 29 28 35 30 31 27 31
No Nama Umur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tn. A Ny . N Tn. N Tn. J Ny . A Ny . Z Ny . S Ny . M Ny . W Ny . H Ny . S Ny . S Ny . P Ny . H Ny . S Tn. H Ny . A Ny . M Ny . M N y. N Ny . D Ny . T Tn. A Ny . H Ny . S Ny . R Ny . S Ny . M Tn. Y Tn. B Jumlah % √ √
√
√ √ √
√ √ √
9 30
√ √
√ √ √
√ √
√ √
√ √ √ 12 40
√ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
17 57
√
√
3 10
√
√
2 6
PENGOLAHAN DATA HASIL PENELITIAN
√ √
√
√ √
√
√ √ 8 27
1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1
2 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
3 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
4 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
Variabel 7 8 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Yang di Teliti 9 10 S kor 1 0 4 1 1 9 1 0 5 1 0 5 1 0 4 1 1 8 1 0 4 0 0 4 1 1 9 1 0 5 1 0 4 0 1 7 1 1 7 1 1 5 1 1 6 1 1 7 1 1 8 1 0 4 0 1 5 1 1 9 1 0 3 1 0 4 1 0 3 1 0 4 0 0 2 1 1 9 1 0 2 1 0 4 1 0 5 1 1 9
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PAS IEN S KIZOFRENIA DI RUANGAN POLIKLINIK RS J PROVINS I S ULAWES I TENGGARA TAHUN 2019
√
√ √ √
√ √ √
9 30
Ortu Ortu Saudara Saudara Ortu Ortu Saudara Istri Saudara Saudara Saudara Ortu Istri Saudara Ortu Saudara Istri Saudara Saudara Ortu Saudara Saudara Anak Saudara Saudara Ortu Saudara Saudara Saudara Saudara
Pddkn Pekerjaan Hub. Dgn Pasien S D S MPS MA PT IRT S wastWirasta PNS √ √ √ √
0 0
19 63
X = a/n x 100 (%) Patuh Tidak 4/10 x 100 = 40% √ 9/10 x 100 = 90% √ 5/10 x 100 = 50% √ 5/10 x 100 = 50% √ 4/10 x 100 = 40% √ 8/10 x 100 = 80% √ 4/10 x 100 = 40% √ 4/10 x 100 = 40% √ 9/10 x 100 = 90% √ 5/10 x 100 = 50% √ 4/10 x 100 = 40% √ 7/10 x 100 = 70% √ 7/10 x 100 = 70% √ 5/10 x 100 = 50% √ 6/10 x 100 = 60% √ 7/10 x 100 = 70% √ 8/10 x 100 = 80% √ 4/10 x 100 = 40% √ 5/10 x 100 = 50% √ 9/10 x 100 = 90% √ 3/10 x 100 = 30% √ 4/10 x 100 = 40% √ 3/10 x 100 = 30% √ 4/10 x 100 = 40% √ 2/10 x 100 = 20% √ 9/10 x 100 = 90% √ 2/10 x 100 = 20% √ 4/10 x 100 = 40% √ 5/10 x 100 = 50% √ 9/10 x 100 = 90%
√ 11 37
1. Dukungan Keluarga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jk Pddkn Pekerjaan Nama Umur Hub. Dgn Pasien P L SD SMP SMA PT IRTSwastWirastaPNS 38 √ √ √ Ortu 39 √ √ √ Ortu 25 √ √ √ Saudara 28 √ √ √ Saudara 34 √ √ √ Ortu 34 √ √ √ Ortu 27 √ √ √ Saudara 32 √ √ √ Istri 26 √ √ √ Saudara 28 √ √ √ Saudara 33 √ √ √ Saudara 32 √ √ √ Ortu 31 √ √ √ Istri 30 √ √ √ Saudara 34 √ √ √ Ortu 28 √ √ √ Saudara 34 √ √ √ Istri 28 √ √ √ Saudara 36 √ √ √ Saudara 35 √ √ √ Ortu 27 √ √ √ Saudara 27 √ √ √ Saudara 27 √ √ √ Anak 29 √ √ √ Saudara 28 √ √ √ Saudara 35 √ √ √ Ortu 30 √ √ √ Saudara 31 √ √ √ Saudara 27 √ √ √ Saudara 31 √ √ √ Saudara 23 7 0 9 9 12 17 3 2 8 77 23 0 30 30 40 57 10 6 27
Tn. A Ny. N Tn. N Tn. J Ny. A Ny. Z Ny. S Ny. M Ny. W Ny. H Ny. S Ny. S Ny. P Ny. H Ny. S Tn. H Ny. A Ny. M Ny. M N y. N Ny. D Ny. T Tn. A Ny. H Ny. S Ny. R Ny. S Ny. M Tn. Y Tn. B Jumlah %
1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
2 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
5 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1
7 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1
20 67
Variabel Yang di Teliti 8 9 10 Skor X = a/n x 100 (% ) Baik Kurang 0 0 1 3 3/0 x 100 = 30% √ 0 1 1 8 8/10 x 100 = 80% √ 0 0 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 0 0 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 0 0 1 3 3/10 x 100 = 30% √ 0 1 1 8 8/10 x 100 = 80% √ 0 1 1 6 6/10 x 100 = 60% √ 0 0 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 0 1 1 8 8/10 x 100 = 80% √ 0 0 1 3 3/10 x 100 = 30% √ 0 0 1 4 2/10 x 100 = 20% √ 0 1 1 7 7/10 x 100 = 70% √ 0 1 1 6 6/10 x 100 = 60% √ 0 1 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 1 1 6 6/10 x 100 = 60% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 0 1 3 3/10 x 100 = 30% √ 0 1 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 0 1 1 8 8/10 x 100 = 80% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 0 1 3 3/10 x 100 = 30% √ 0 0 1 3 3/10 x 100 = 30% √ 0 0 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 1 1 8 8/10 x 100 = 80% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 1 1 5 5/10 x 100 = 50% √ 0 0 1 4 4/10 x 100 = 40% √ 1 1 1 8 8/10 x 100 = 80%
√ 10 33
3. Dukungan Sosial
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Ny. D
N y. N
Ny. M
Ny. M
Ny. A
T n. H
Ny. S
Ny. H
Ny. P
Ny. S
Ny. S
Ny. H
Ny. W
Ny. M
Ny. S
Ny. Z
Ny. A
T n. J
T n. N
Ny. N
T n. A
27
27
27
35
36
28
34
28
34
30
31
32
33
28
26
32
27
34
34
28
25
39
38
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
40
12
√
√
√
√
57
17
√
√
√
√
√
√
√
√
10
3
6
2
27
8
√
√
Saudara
Saudara
Ortu
Saudara
Ortu
Saudara
Istri
Ortu
No Nama Umur
20 Ny. T 29 √
9
√ √
√
√
√ √ √
√
√
√
√ √ √
√
√
√ √
√ √
√
√ √
√
√
Saudara
Ortu √ Saudara
Istri
Saudara
Ortu
Ortu
√
√
Saudara Saudara
Saudara
Saudara
√
Saudara
Istri √
Saudara
Saudara
Saudara
Anak
Saudara
Saudara
Ortu √
Saudara
√
√
√
√
√
√
√
Ortu
21 T n. A 28 √
30
Jk Pddkn Pekerjaan Hub. Dgn Pasien P L SD SMP SMA PT IRT Swast Wirasta PNS
22 Ny. H 35 √
9
√
23 Ny. S 30
30
√
24 Ny. R 31
√ 0
√
25 Ny. S
√ 0
√
26 Ny. M 27
7
√
27
31
23
√
28 T n. Y
23
√
29
77
√
30 %
T n. B Jumlah
1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
12 40
Variabel Yang di Teliti 5 Skor X = a/n x 100 (% ) Baik Kurang √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 2 2/5 x 100 = 40% √ 0 1 1/5 x 100 = 20% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 3 3/5 x 100 = 60% √ 0 0 0/5 x 100 = 0% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 1 1/5 x 100 = 20% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 3 3/5 x 100 = 60% √ 0 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80% √ 0 2 2/5 x 100 = 40% √ 1 4 4/5 x 100 = 80%
18 60
4. Stres Psikologis
√
√
Saudara
Saudara
Pekerjaan Hub. Dgn Pasien IRT Swast Wirasta PNS
√
PT
38
√
Ort u
Pddkn SMP SMA
39 √ √
Ort u
SD
T n. A
√ √ √
Jk P L
Ny. N 25 √ √
No Nama Umur 1
28 √
√
Ort u
Saudara Ist ri
31 √
√
√
Saudara
Saudara
Ort u
Saudara
Saudara
√
Saudara
Ny. S 30 √
8
Saudara
11 Ny. P 34 √
27
√
12 Ny. H 28 √
2
√
Ort u
2 T n. J
T n. N 34 √ √
√
3
34 √ √
√
4 Ny. A 27 √
√
5 Ny. Z 32 √
√
6 Ny. S 26
Saudara
13 Ny. S 34 √
√
6
√
7 Ny. M 28 √
Ort u
14 T n. H 28 √
√
3
√
8 Ny. H
Ny. W
√
Ist ri
15 Ny. A 36 √
√
10
√
9 √ √ √
Saudara
√
10 33 √ √ √
Ort u
16 Ny. M 35 √
√ 17
√
Ny. S 32 √ √ √
17 Ny. M 27
√ 57
√
√
√
√
18 N y. N 27 √ √
12
√ √
√ √
√
Saudara
Ist ri √
Ort u
Saudara
Saudara
Anak
Saudara
Saudara
√ √
√
√
Saudara
19 Ny. D 27 √
√
40
√
20 Ny. T 29 √
9
√
21 T n. A 28 √
30
√
22 Ny. H 35 √
9
√
23 Ny. S 30
30
Saudara
24 Ny. R 31
√ 0
√
25 Ny. S
√ 0
√
26 Ny. M 27
7
√
27
31
23
√
28 T n. Y 23
√
29
77
√
30 %
T n. B Jumlah
1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
2 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0
3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0
4 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0
Variabel Yang di Teliti 5 Skor X = a/n x 100 (% ) 1 1 1/5 x 100 = 20% 0 0 0/5 x 100 = 0% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 1 1/5 x 100 = 20% 1 4 4/5 x 100 = 80% 0 0 0/5 x 100 = 0% 0 1 1/5 x 100 = 20% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 3 3/5 x 100 = 60% 0 4 4/5 x 100 = 80% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 1 1/5 x 100 = 20% 0 1 1/5 x 100 = 20% 1 2 2/5 x 100 = 40% 1 1 1/5 x 100 = 20% 1 1 1/5 x 100 = 20% 0 0 0/5 x 100 = 0% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 1 1/5 x 100 = 20% 1 1 1/5 x 100 = 20% 1 2 2/5 x 100 = 40% 1 2 2/5 x 100 = 40% 1 4 4/5 x 100 = 80% 1 2 2/5 x 100 = 40% 0 0 0/5 x 100 = 0% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 4 4/5 x 100 = 80% 1 3 3/5 x 100 = 60% 1 4 4/5 x 100 = 80% 0 0 0/5 x 100 = 0%
Ya
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
12 40
√
Tidak
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
18 60