1
BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular nomor satu di banyak negara (Anggara et al, 2013). Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia mencapai 972 juta jiwa pada tahun 2011. Sebanyak 330 juta, sisanya kurang dari 600 juta berada di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Data WHO tahun 2010 dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 255 mendapatkan pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik.. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025 (Prakoso, 2014). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun, masingmasing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Riset ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 76% kasus hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (Dharmeizar, 2012) Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor resiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi,
2
sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan. Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang teratur (Andria,2013). Pada wilayah kerja Puskesmas Donggala, hipertensi menduduki tingkat ketiga dengan total penderita 858 dalam pendataan rekapitulasi penyakitpenyakitterbesarberdasarkankunjunganpasien yang ada di PuskesmasDonggala pada tahun 2016 (Puskesmas Donggala, 2016).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti yakni apakah terdapat hubungan Faktor resiko Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan di Puskesmas Donggala Periode Februari 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di Donggala.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala. b. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala.
3
c.
Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
d.
Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
e.
Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
f.
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
g.
Untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
h.
Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala
i.
Untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan meminum obat antihipertensi dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap : 1.
Manfaat bagi pemerintah Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita hipertensi.
2.
Manfaat bagi masyarakat Sebagai sumber informasi bagi masyarakat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
3.
Manfaat bagi penelitian selanjutnya Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hipertensi.
4
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Widyaningrum (2012) dengan judul Hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Variabel yang diteliti dalam 5 penelitian ini yaitu hipertensi, faktor yang tidak bisa diubah (umur, jenis kelamin, genetik) dan faktor yang bisa di ubah (kegemukan, asupan garam, konsumsi karbohidrat dan lemak, konsumsi serat). Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif observasional analitik Cross sectional. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pola makanan pencegah hipertensi berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi diantaranya tomat, sawi, brokoli, bayam dll. Selain itu, pola makan pemicu hipertensi yang berhubungan secara signifikan dengan hipertensi diantaranya daging atau kulit ayam, keripik dll. Ada 3 konsumsi gizi yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi yaitu: variabel lemak, natrium dan serat sedangkan variabel karbohidrat tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat penelitian dan teknik pengambilan sampel. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Rahayu (2012) yang berjudul Faktor resiko hipertensi pada RW 01 Skrengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu hipertensi, umur, jenis kelamin, riwayat hpertensi, kebiasaan konsumsi makanan asin dan makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok dan olahraga rutin, stress dan obesitas. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif yaitu observasional analitik cross sectional. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara umur dan obesitas terhadap kejadian hipetensi, ada hubungan antara faktor resiko jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan konsumsi makanan asin dan lemak jenuh, stress obesitas merokok dan kebiasaan olahraga rutin dengan kejadian hipertensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
5
terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat penelitian dan cara pengambilan sampel 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Martiani, Rosa Lelyana Tahun 2012 di Ungaran yang berjudul Faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi (Studi kasus di wilayah kerja Puskesmas Ungaran pada bulan JanuariFebruari 2012) . Penelitian observasional dengan menggunakan desain kasus kontrol Variabel bebas: kebiasaan minum kopi Variabel terikat: hipertensi
Hasil
analisis
data
menunjukkan
bahwa
subjek
yang
mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir per hari, meningkatkan.risi ko hipertensi 4,11 kali lebih tinggi (p=0,017; OR=4,11) dibandingkan subjek yang tidak minum kopi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat penelitian dan cara pengambilan sampel
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka
1. Defenisi hipertensi Hipertensi adalah keadaan tekanan darah pasien yang telah diukur menggunakan tensimeter dan diperoleh hasil tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan secara rutin, melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara teratur untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ lain yang ada pada diri pasien (Evadewi, 2013). Hipertensi menyebabkan kelainan serius. Jika resistensi yang harus dihadapi ventrikel kiri ketika memompa darah (afterload) meningkat untuk jangka waktu yang lama, otot jantung akan mengalami hipertensi (Ganong, 2008).
2. Epidemiologi Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (Anggara et al, 2013) Menurut penelitian yang dilakukan Boedi Darmojo pada tahun 2011 di Indonesia diperoleh terjadi peningkatan lansia yang menderita hipertensi sekitar 50%, di jawa sekitar 42,6% (Kenia dkk, 2013). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 jumlah kasus lama hipertensi sebanyak 40.975 jiwa dan kasus baru 37.615 jiwa. . Total penderita hipertensi di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 adalah 78.589 jiwa.
7
Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya cukup tinggi. Pada wilayah kerja Puskesmas Donggala, hipertensi menduduki tingkat ketiga dengan total penderita 858 dalam pendataan rekapitulasi penyakitpenyakit terbesar berdasarkan kunjungan pasien yang ada di Puskesmas Donggala pada tahun 2016 (Puskesmas Donggala, 2016). Tabel 2.1 Data 10 PenyakitTerbesar UPTD Urusan Puskesmas Donggala Tahun 2016 NO
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
1
Influenza
1871
2
Gastritis
1331
3
Hypertensi Esensial
858
4
Diabetes Melitus
374
5
Kehamilan Normal
302
6
Dermatitis Kontak Atopik (DKA)
285
7
Anemia
230
8
Artritis Reumatoid
222
9
Gastroenteritis
187
Hie10 Artritis Osteoatritis
164
(Profil Puskesmas Donggala, 2016)
3.
Etiologi Berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis hipertensi yaitu : a. Hipertensi primer (Hipertensi Esensial/ Hipertensi Idiopatik) Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh beragam penyebab yang tidak diketahui dan bukan suatu entitas tunggal (Sherwood, 2011). Beberapa penyebab hipertensi primer adalah sebagai berikut :
8
1. Gangguan penanganan garam oleh ginjal Gangguan fungsi ginjal untuk menimbulkan tanda-tanda penyakit ginjal menyebabkan akumulasi
perlahan
garam
dan
air
dalam
tubuh,
yang
mengakibatkan peningkatan progresi tekanan darah (Sherwood, 2011) 2. Asupan garam berlebihan Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat, merupakan akibat dari garam yang kita konsumsi (Beevers, 2002). Karena garam secara osmosis menahan air, dan karenanya meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol jangka panjang tekanan darah, maka asupan garam berlebihan secara teoritis dapat menyebabkan hipertensi (Sherwood, 2011) 3. Diet Menurut DASH (Dietary Approach to Stop Hypertention) bahwa diet buah-buahan , sayuran dan bahan rendah lemak, akan mengurangi kejenuhan dan lemak total. Diet ini didukung oleh National Heart, 8 Lung and Blood Institute and the American Heart Association, dan bentuk dasar untuk United States Departement of Agriculture’s newest food pyramid. Hal ini dihubungkan dengan pengurangan tekanan darah sistolik sekitar 8-14 mmHg, dan dapat membantu mengurangi dan mengontrol berat badan dan asupan natrium (Martin, 2009). 4. Variasi
dalam
Angiotensinogen
gen adalah
yang bagian
menyandi dari
jalur
angiotensinogen hormon
yang
menghasilkan vasokonstriktor kuat angiotensinogen II serta mendorong retensi garam dan air. Salah satu varian gen pada manusia tampaknya berkaitan dengan peningkatan insidensi hipertensi (Sherwood, 2011)
9
b. Hipertensi sekunder Kausa pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus. Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi sekunder (Sherwood, 2011). Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sistemik
lain
yaitu,
seperti
renal
arteri
stenosis,
hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar 510% dari seluruh penderita hipertensi (Herbert Benson, dkk, 2012).
4.
Klasifikasi tekanan darah The Joint National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) 7 membuat klasifikasi membagi tekanan darah menjadi 4 kategori yaitu : Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah Klasifikasi tekanan darah Normal Prehipertensi Hipertensi Tahap I Hipertensi Tahap II
Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 >160
Diastolik (mmHg) dan < 80 atau 80-89 atau 90-99 atau ≥100
(Sumber: Martin Jeffery. Hypertension Guidelines.2008;3;3;91-96)
5. Patogenesis Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya natrium tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer, tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan tekanan darah mengalami kenaikan, atau oleh kenaikan faktor tersebut (Kaplan N.M, 2010).
10
a. Curah jantung Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat tiba-tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal, namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat, ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer, menyebabkan hipertensi yang temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi hiperkinetik. Pada hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer, sedangkan curah jantung normal atau menurun (Kaplan N.M, 2010). b. Resistensi perifer Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan konstriksi fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat menyebabkan mekanisme ini yaitu adanya: 1) promote pressure growth seperti adanya katekolamin, resistensi insulin, angiostensin, hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll 2) faktor genetik adanya defek transport natrim dan Ca terhadap sel membran. 3) faktor yang berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelium, tromboxe A2 dan prostaglandin H2 (Kaplan N.M, 2010).
6. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis hipertensi Telah diketahui bahwa tekanan darah tinggi adalah penyakit yang berbahaya, karena dapat mempersingkat masa hidup seseorang dan meningkatkan kemungkinan terkena serangan jantung, stroke, gangguan penglihatan, kerusakan fungsi ginjal, dan pembengkakan arteri terbesar di tubuh. Gejalanya berupa sakit kepala, nyeri atau sesak pada dada, pusing, gangguan tidur, terengah-engah saat beraktifitas, jantung berdebar-debar, mimisan, kebal atau kesemutan,
11
gelisah dan mudah marah, keringat berlebihan, kram otot, badan lesu, pembengkakan di bawah mata pada pagi hari (Kenia dkk, 2013). Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah 1)Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokardium dan gagal jantung. 2)Otak: strok atau transient ischemic attack. 3)Penyakit ginjal kronis. 4)Retinopati. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stres oksidatif, down regulation, dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lainlain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ terget, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF- β) (Sudoyo, 2009).
7. Diagnosis Hipertensi Diagnosis
hipertensi
esensial
ditegakkan
berdasarkan
data
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang (Yogiantoro M, 2014). Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderita hipertensi, riwayat, dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan, seperti 20 penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya, riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain) (Yogiantoro M, 2014). Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah pada penderita dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera (Yogiantoro M, 2014).
12
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang penderita hipertensi terdiri dari tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan ekokardiogram, USG karotis dan femoral, foto rontgen, dan fundus kopi (Yogiantoro M, 2014)
8. Penatalaksanaan a) Terapi Non Farmakologi Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan menjalani pola hidup sehat yaitu dengan : 1. Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah (PERKI, 2015). 2. Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.Dianjurkan asupan garam tidak melebihi 2 gram per hari(PERKI, 2015). 3. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit per hari minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan tekanan darah. Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tanggadalam aktivitas rutin sehari-hari (PERKI, 2015). 4. Mengurangi konsumsi alkohol sangat membantu dalampenurunan tekanan darah. Konsumsi alkohol lebih dari 2gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanitadapat meningkatkan tekanan darah (PERKI, 2015). 5. Merokok
merupakan
penyakitkardiovaskular,
salah pasien
satu
hipertensi
faktor
risiko
dianjurkan
untuk
berhenti merokok. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) danmengendalikan stress (PERKI, 2015).
13
b) Terapi Farmakologi Terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok antihipertensi, antara lain: 1. Diuretik Obat jenis diuretik adalah obat pilihan pertama pada hipertensi. mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air (Depkes RI,2015). 2. Antagonis aldosteron Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan menahan retensi natrium. Efek samping dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis (Depkes RI,2015). 3. Penghambat reseptor beta adrenergic Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta adrenergic sehingga terjadi penurunan curah jantung dan penghambatan pelepasan renin, frekuensi dan kontraksi otot jantug (Depkes RI,2015). 4. Penghambat angiotensin coverting enzyme (ACE) Mekanisme kerja dengan menghambat enzim
yang
mengkonversi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II (zat
yang
dapat
menyebabkan
peningkatan
tekanan
darah)(Depkes RI,2015). 5. Penghambat rennin Mekanisme obat ini mencegah pemecahan angiotensinogen menjadi angiotensin I(Depkes RI,2015). 6. Penghambat Reseptor Angiotension II Mekanisme
kerja
dengan
menghambat
reseptor
angiotension II sehingga menimbulkan efek vasodilatasi,
14
penurunan pelepasan aldosteron, adanya penurunan aktivitas saraf simpatik (Depkes RI,2015). 7. Penghambat saluran kalsium Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion kalsium masuk ke dalam intrasel(Depkes RI,2015). 8. Antagonis reseptor β-adrenergik Mekanisme obat dengan penghambatan β-adrenergik sehingga pelepasan katekolamin terhambat. Menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang berefek pada penurunan resistensi perifer. Efek tersebut menurunkan laju jantung dan curah jantung (Depkes RI,2015). 9.
Obat aktifitas simpatomimetik intrinsic Mekanisme obat dengan penghambatan parsial reseptor beta1,
sehingga
mengurangi
bronkospasme
dan
vasokonstriksi(Depkes RI,2015). 10. Vasodilator arteriolar Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos arteriolar menyebabkan terjadinya refleks baroreseptor sehingga terjadi peningkatan laju jantung, curah jantung, dan pelepasan renin (Depkes RI,2015).
9. Faktor resiko yang berhubungan dengan hipertensi a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah 1. Usia Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas.Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usiaseseorang maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal inimenyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan
15
kalsium didinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu peningkatantekanan darah(Dina T et al, 2013). Menurut kementrian kesehatan RI, umur orang dewasa terbagi atas dua yaitu dewasa muda yaitu 18-30 tahun sedangkan dewasa tua 30 – 60 tahun. 2. Jenis Kelamin Salah satu faktor yang tidak dapat diubah yaitu jenis kelamin. Dimana laki-laki dianggap lebih rentan mengalami hipertensi dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan gaya hidup yang lebih buruk dan tingkat stres yang lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan (Evadewi dkk, 2013) Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan,akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Wanita memilikiresiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Produksi hormon estrogen menurun saat menopause,
wanita
kehilangan
efek
menguntungkannya
sehingga tekanan darah meningkat (Herbert Benson, dkk, 2012).
b) Faktor resiko yang dapat diubah 1. Asupan garam Terdapat bukti bahwa penyebab hubungan antara konsumsi garam dan tekanan darah dan konsumsi garam berlebih mungkin berkontribusi dalam hipertensi yang resisten. Mekanisme hubungan asupan garam dan peningkatan tekanan darah bukan
16
hanya meningkatkan volume ekstraseluler tetapi juga resistensi pembuluh perifer, yang merupakan bagian dari aktivasi simpatis. Biasanya 14 asupan garam antara 9-12 g/hari dan itu menunjukkan bahwa pengurangan sekitar 5 g/hari berefek pada penurunan tekanan darah sistolik secara moderat (1-2 mmHg) pada individu yang normotensi dan agaknya efeknya lebih terungkap pada individu yang hipertensi (1-4 mmHg) (Mancia, 2013). 2. Berat badan dan Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik, salah satunya adalah penyakit hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi. Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah meningkat melebihi batas normal yaitu 120/80 mmHg (Sihombing, 2010) Tabel 2.3. Klasifikasi Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada orang Dewasa Asia (Klasifikasi WHO) Klasifikasi Underweight Normal Overweight Beresiko Obes I Obes II
IMT (kg/m2) < 18.5 18.5-22.9 ≥23.0 23.0-24.9 25.0-29.9 ≥30.0
(Sumber: Aru W. Sudoyo.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. 2009)
Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang yang obes 15 akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes
17
terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah (Sihombing, 2010).
3. Konsumsi kopi Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat, karena kopi
dikonsumsi
secara luas di
masyarakat.
Kopi
mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis kompetitif
terhadap
reseptor
adenosin.
Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah naik (Martiani, 2012). Penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cuno Uiterwaal pada tahun 2007 menunjukkan bahwa subjek yang tidak terbiasa minum kopi memiliki tekanan darah lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek yang mengkonsumsi kopi 1-3 cangkir per hari. Pria yang mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memliki tekanan darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang mengonsumsi kopi 1-3 cangkir perhari. Pria yang mengonsumsi kopi >6 cangkir per hari justru memiliki tekanan darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek yang mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari (Martiani, 2012). 4. Merokok Merokok adalah faktor resiko mayor terhadap kejadian
aterosklerotik.
Merokok
menyebabkan
peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung, yang berlangsung lebih dari 15 menit setelah mengisap satu
18
batang rokok, sebagai akibatnya akan menstimulasi sistem saraf simpatis pada tingkat pusat. Perubahan yang sama terjadi dalam katekolamin plasma dan tekanan darah, disertai dengan kerusakan refleks baroreseptor yang diakibatkan oleh rokok. Selain dampak terhadap tekanan darah, merokok juga merupakan faktor resiko terhadap kardiovaskular dan penghentian rokok sangat efektif untuk mencegah penyakit kardiovaskular seperti stroke, infark miokardium dan penyakit vaskular perifer (Mancia et al, 2015). Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, resiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari memiliki risiko 2 kali lebih rentan
untuk
menderita
hipertensi
dan
penyakit
kardiovaskular dari pada mereka yang tidak merokok (Armilawati & Ridwan, 2016). 5. Aktivitas Fisik Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak factor. Salah satunya adalah aktivitas fisik. Orang yang dengan aktivitas fisik yang kurang tapi dengan nafsu makan yang kurang terkonrtol sehingga terjadi konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah, maka volume darah akan bertambah yang akhirnya berat badannya naik dan mengakibatkan obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah, maka volume darah akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin
19
berat kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan curah jantung dapat meningkat kemudian menimbulkan hipertensi (Utami P, 2009). Frekuensi
adalah
seberapa
sering
aktivitas
dilakukan berapa hari dalam seminggu. Intensitas adalah seberapa
keras
suatu
aktivitas
dilakukan.
Biasanya
diklasifikasikan menjadi intensitas rendah, sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama aktivitas dilakukan dalam satu pertemuan (Ambardini, 2010 ). Aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1. Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit, ≥3 kali per minggu 2. Sedang, juka dilakukan ≥30 menit, <3 kali perminggu 3. Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali perminggu (Ambardini, 2010). 6. Konsumsi Alkohol Orang yang gemar mengkonsumsi alkohol dengan kadar tinggi akanmemiliki tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung meningkat tinggi.Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida yaitudapat meningkatkan keasaman darah. Meminum alkohol secara berlebihan, yaitutiga kali atau lebih dalam sehari
merupakan
faktor
penyebab
7%
kasus
hipertensi.Mengkonsumsi alkohol sedikitnya dua kali per hari, TDS meningkat 1,0 mmHg(0,13 kPa) dan TDD 0,5 mmHg
(0,07
kPa)
per
satu
kali
minum
(Anna
Palmer,2007). Alkohol dapat memacu tekanan darah. Karena itu 90 milimeter per minggi adalah batas tertinggi yang boleh di konsumsi. Ukuran tersebut sama dengan 6 kaleng bir (
20
360 mililiter) atau 6 gelas anggur (120 mililiter). Batas yang masih aman mungkin berkisar 2 unit sehari ( 1 unit berupa 1 selok minuman keras, segelas anggur, atau seperempat liter bir). Namun akan lebih baik bila penderita hipertensi tidak mengkonsumsi alcohol sama sekali (Setiawan D, 2008). 7. Stress Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang dialami penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang melebihi daya dan kemampuan untuk mengatsi dengan efektif. Stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat beraktivitas). Peningkatan aktivitas syaraf simpatis mengakibatkan tekanan
darah
secara
intermitten
(tidak
menentu).
Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Kadir A, 2015). Tingkatan stres dapat diketahui menggunakan kriteria HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale), yang terdiri dari 14 pertanyaan, dinilai mengunakan scoring berkisar antara 0-56. Kategori skornya, yaitu: (1) Tidak ada gejala dari pilihan yang ada: skor 0 (2) 1 gejala dari pilihan yang ada : skor 1 (3) < separuh dari pilihan yang ada : skor 2 (4)
separuh dari pilihan yang ada : skor 3
(5) Semua gejala ada : skor 4 Kategori tingkatan stres, sebagai berikut: (Kadir A, 2015). (1) Tidak ada stres: skor <14. (2) Stres ringan : skor 14-20. (3) Stres sedang : skor 21-27.
21
(4) Stres berat : skor 28-41 (5) Stres berat sekali: skor 42-56 Selain berpengaruh
gaya terhadap
hidup,
tingkat
peningkatan
Seseorang mengalami stres,
stress
diduga
tekanan
darah.
katekolamin yang ada di
dalam tubuh akan meningkat sehingga mempengaruhi mekanisme aktivitas saraf simpatis dan terjadi peningkatan saraf simpatis, ketika saraf simpatis meningkat maka akan terjadi peningkatan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan curah jantung meningkat, keadaan inilah yang cenderung menjadi faktor mencetus hipertensi (Khotimah 2013).
22
B. Kerangka Teori
HIPERTENSI
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi
Usia
Asupan garam
Jenis kelamin
Obesitas
Konsumsi alkohol Konsumsi kopi Olahraga
Merokok
Stress
Gambar 2.3. Kerangka Teori Sumber : Kaplan,2010; Kadir,2015;
Keterangan :
Variable yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
23
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan atas kerangka teori diatas maka disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel bebas
Variabel terikat
Usia
Jenis Kelamin Merokok
Obesitas Hipertensi
Aktivitas Olahraga
Konsumsi Kopi
Stres
Gambar.2.4. Kerangka konsep
24
D. Landasan Teori
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah, tekanan darah hampir selalu dinyatakan dengan milimeter air raksa (Mmhg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Guyton & Hall, 2013). Penyebab terjadinya hipertensi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor-faktor yang berhubungan dengan profil tekanan darah dibagi menjadi 2 yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat di modifikasi. Faktor- faktor yang tidak dapat di modifikasi adalah umur dan jenis kelamin sedangkan yang dapat dimodifikasi meliputi, pola makan, status gizi, rokok dan pola makan (Anggara, 2013). Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial
yang
munculnya
oleh
karena
interaksi
berbagai
factor
(Martaningsih, 2016). Terdapat bukti bahwa penyebab hubungan antara konsumsi garam dan tekanan darah dan konsumsi garam berlebih mungkin berkontribusi dalam hipertensi yang resisten. Mekanisme hubungan asupan garam dan peningkatan tekanan darah bukan hanya meningkatkan volume ekstraseluler tetapi juga resistensi pembuluh perifer, yang merupakan bagian dari aktivasi simpatis. Biasanya asupan garam antara 9-12 g/hari dan itu menunjukkan bahwa pengurangan sekitar 5 g/hari berefek pada penurunan tekanan darah sistolik secara moderat (1-2 mmHg) pada individu yang normotensi dan agaknya efeknya lebih terungkap pada individu yang hipertensi (1-4 mmHg) (Mancia, 2013). Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat, karena kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. Kopi mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap
25
reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah naik (Martiani, 2012). Merokok adalah faktor resiko mayor terhadap kejadian aterosklerotik. Merokok menyebabkan peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung, yang berlangsung lebih dari 15 menit setelah mengisap 1 batang rokok, sebagai akibatnya akan menstimulasi sistem saraf simpatis pada tingkat pusat. Perubahan yang sama terjadi dalam katekolamin plasma dan tekanan darah, disertai dengan kerusakan refleks baroreseptor yang diakibatkan oleh rokok (Mancia et al, 2015). Selain gaya hidup, tingkat stress diduga berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Seseorang mengalami stres, katekolamin yang ada di dalam tubuh akan meningkat sehingga mempengaruhi mekanisme aktivitas saraf simpatis dan terjadi peningkatan saraf simpatis, ketika saraf simpatis meningkat maka akan terjadi peningkatan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan curah 25 jantung meningkat, keadaan inilah yang cenderung menjadi faktor mencetus hipertensi (Khotimah 2013). Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Sigarlaki, 2006)
E. Hipotesis Penelitian H0
: Tidak terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/ obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
H1
: Terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/ obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
26
BAB III METODE PENELITIAN A.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian survey analitik. Rencana penelitian menggunakan data sekunder (Family Folder dan kartu menuju sehat Pos binaan terpadu) dan data primer melalui kuesioner dan pengukuran secara langsung. Studi yang dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan objektif untuk mengetahui apakah satu atau lebih variabel independen merupakan faktor risiko dari suatu variabel dependen.
B. 1.
Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Donggala.
2.
Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Februari tahun 2018
C. 1.
Populasi dan sampel penelitian
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Donggala
2.
Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Nursalam,2003). Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yang didasarkan atas pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 100 responden.
27
Besar sampel pada penelitian ini diperoleh berdasarkan besar populasi dewasa dan lansia (usia 18 sampai 70 tahun keatas) dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
𝑛= 𝑛=
𝑁 1 + 𝑁(𝑑)2
36.101 1 + 36.101(0.1)2 𝑛=
36.101 362,01
𝑛 = ≈ 100 Jumlah sampel minimal yang diambil sebanyak 100 responden. Dimana: n
= Jumlah sampel
N
= Jumlah populasi dewasa dan lansia di Puskesmas Donggala
d
= Tingkat kesalahan/ketepatan yang digunakan 0.10 (10%)
Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : Kriteria inklusi : 1)
Pria dan wanita dewasa
2)
Mempunyai umur ≥18 tahun
3)
Penderita yang berasal dari wilayah kerja Puskesmas Donggala
4)
Bersedia menjadi responden dalam penelitian
Kriteria Eksklusi : 1)
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik
28
D.
Definisi operasional variabel dan Pengukurannya
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang akan diamati (diukur) sesuai dengan yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003). Tabel 3.1 Variabel No Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Kriteria objektif
Skala Ukur
Hipertensi
Pengukuran
0. Tidak
Nominal
berdasarkan
menggunakan
pemeriksaan
tensimeter
tekanan darah
yang telah
menggunakan
dikalibrasi
Dependen 1
Hipertensi
Hipertensi 1. Hipertensi
tensi meter ≥130/90 mmHg minimal 2 kali pemeriksaan yang di diagnosis oleh dokter puskesmas Independen 1
Umur
Jumlah tahun
Kuesioner
hidup pasien
0. 18-44 tahun
Nominal
1. >45 tahun
sampai sekarang
2
Status Gizi
Berat badan (BB) IMT
0. Tidak obesitas Ordinal
yang diukur
1. Obesitas
dengan timbangan berat badan dengan satuan kilogram (Kg)
29
berbanding tinggi badan (TB) atau tinggi dari responden yang akan diukur dengan menggunakan hasil dari perhitumgan IMT 3.
Kebiasaan
Responden
Merokok
dewasa yang
Kuesioner
Nominal
0. tidak merokok
mempunyai
1. perokok
kebiasaan merokok dengan jenis apapun atau yang terpapar rokok 4.
Aktifitas
Responden yang
Olahraga
mempunyai
Kuesioner
kebiasaan
Ordinal
0. Olahraga rutin 1. Olahraga
berolahraga
tidak
rutin
dengan rutin
(<30
menit,
minimal 3
<3 kali per
kali/minggu (30
minggu)
menit/kali) 6.
Konsumsi
Riwayat konsumsi Kuesioner
0. Tidak pernah Ordinal
Kopi
kopi oleh
1. Jarang : skor
responden yang diakumulasikan
1 2. Sering : skor ≥ 10.
30
sehari-hari dalam 1 minggu 1. Tidak Pernah: skor 0 2. Jarang (<1xminggu) :skor 1 3. setiaphari : skor 10 6. > 1 x per hari: skor 50 7.
Stres
Suatu keadaan
Kuesioner
0. Tidak ada stres Ordinal
nonspesifik yang
Hamilton
1. Stress (skor
dialami responden Anxiety akibat tuntutan
Rating
emosi,fisik atau
Scale
lingkungan
(HARS)
yangmelebihi daya dan kemampuan responden untuk mengatasi dengan efektif yang dirasakan selama satu minggu terakhir.
>14)
31
E. Instrumen dan alat penelitian Instrumen dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop Litmann, sphygmomanometer Riester, timbangan one mad yang telah dikalibrasi, meteran tinggi badan microtoice statumeter GEA, Kuesioner (termasuk kuesioner stress HARS) yang telah digunakan serta divalidasi oleh Budi arityaningrum tahun 2015 dan family folder di Puskesmas Kamonji F.
Cara Pengumpulan Data
1. Cara Kerja A. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah B. Melakukan studi pendahuluan C. Merumuskan hipotesis D. Mengidentifikasi variabel dan definisi operasional variabel E. Menentukan rancangan dan desain penelitian F. Menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian G. Menentukan subjek penelitian H. Melaksanakan penelitian I. Melakukan analisis data J. Merumuskan hasil penelitian dan pembahasan K. Menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi.
G. a.
Pengolahan dan Analisis Data
Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi : 1. Pemeriksaan Data (Editing) Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun kesalahan datanya. 2. Penandaan (Coding) Masing – masing data akan diberikan kode sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya agar memudahkan pengolahannya. 3. Pemindahan data ke Komputer (entry)
32
Data yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam program dan akan diolah menggunakan komputer. 4. Tabulating Menyusun seluruh data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Dimana data yang memiliki kriteria yang sama dikelompokkan dengan teliti dan teratur sebelum dimasukkan ke dalam tabel. b.
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS 1. Analisis Univariat Analisis
univariat
(analisis
persentase)
dilakukan
untuk
menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas (independen), variable terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi duavariabel, baik berupa komparatif, asosiatif, maupun korelatif.Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah chi square, uji chi square dan uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisa hubungan variabel kategori dan variabel kategori dengan tingkat kemaknaan
(α) 0,05
(sebesar 95 %).
H.
Etika Penelitian
1. Pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak peneliti karena diberikan informed consent terlebih dahulu 2. Pasien hanya akan diminta melakukan pemeriksaan kesehatan yang tidak membahayakan nyawanya. 3. Penelitian ini tidak dipungut biaya dan akan bermanfaat. 4. Semua data yang didapat akan disimpan secara rahasia dan tanpa nama guna menjaga kerahasiaan data medis subyek.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian UPTD Donggala merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten Donggala yang mempunyai wilayah kerja 22 Desa/Kelurahan, letak UPTD. Puskesmas Donggala berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : o Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Palu o Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Palu o Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lembasada o Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Donggala, suhu udara di Kabupaten Donggala untuk dataran tinggi berkisar antara 23,5°C 24,7°C dan dataran rendah berkisar antara 31,3°C - 36,2°C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 74% - 83%. Rata-rata suhu maksimum kabupaten Donggala berkisar antara 33,92°C sedangkan rata-rata minimum sekitar 24,11°C. Secara klimatologi keadaan curah hujan di Wilayah UPTD Puskesmas Donggala dipengaruhi oleh keadaan geografis dan perputaran/pertemuan arus udara. Rata-rata curah hujan di wilayah Puskesmas Donggala bahwa frekuensi curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Maret
dengan jumlah hari hujan
sebanyak 15 hari dan curah hujan mencapai 401 mm, sedangkan frekuensi curah hujan yang terendah terjadi pada bulan April, Agustus dan September dengan jumlah hari hujan sebanyak 4 haridan curah hujan mencapai 64 mm pada tahun 2016. Keadaan angin yang terjadi di wilayah Puskesmas Donggala mempunyai kecepatan maksimum antara 18 - 23 mm knots sedangkan kecepatan angin ratarata berkisar antara 5 - 7 knots. Jumlah Penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas Donggala 44.593 Jiwa, yang terdiri dari laki-laki 22.740 Jiwa dan perempuan 21.852 Jiwa. Berdasarkan data Statistik di Wilayah UPTD Puskesmas Donggala, jumlah penduduk pada Tahun 2016 adalah sebesar 44.593 Jiwa. Jika dibandingkan dengan laju
34
pertumbuhan penduduk pada Tahun 2015 adalah sebesar 43.735 Jiwa, maka terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk sebesar 858 Jiwa. Berdasarkan perbandingan, luas wilayah UPTD Puskesmas Donggala 172,0 km² dengan jumlah penduduk sebesar 44.593 Jiwa, dan jumlah keluarga diperkirakan sebanyak 11.765 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar 259 km² meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 254 km².
B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Donggala pada tanggal 13 Februari 2018 - 27 Februari 2018. Data yang diambil adalah data pasien yang datang berobat ke Puskesmas Donggala dan yang menikuti Posbinaan Terpadu (Posbindu) pada tanggal 13 Februari sampai 27 Februari tahun 2018 yang berjumlah 100 orang. Pengambilan data dilakukan berdasarkan family folder dan Kartu
Menuju
Sehat
(KMS)
Posbindu
Puskesmas
Donggala
dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi Peneliti kemudian melakukan pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Analisis data dari hasil penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan uji Chi square. 1. Analisa Data Univariat a. Usia Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan usia Usia
Jumlah
Persentase (%)
18-44 tahun
37
37
>45 tahun
63
63
Total
100
100
Sumber : Data sekunder (Family Folder, 2018; KMS,2018) Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan kelompok usia 18-44 tahun (n=37, 37%)
35
b. Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Laki-laki
52
52
Perempuan
48
48
Total
100
100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner) Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis kelamin perempuan (n=48, 48%).
c. Status Gizi Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Gizi Status Gizi
Jumlah
Persentase (%)
Tidak Obesitas
55
55
Obesitas
45
45
Total
100
100.0
Sumber : Data Primer (Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan) Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat distribusi berdasarkan status gizi yaitu sebanyak 45 orang (45%) mengalami obesitas dan sebanyak 55 orang (55%) tidak mengalami obesitas.
d. Kebiasaan merokok Table 4.4 Distribusi sampel berdasarkan Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok
Jumlah
Persentase (%)
Perokok
61
61
Tidak Perokok
39
39
Total
100
100
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
36
Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat distribusi berdasarkan kebiasaan merokok yaitu sebanyak 61 orang (61%) merupakan perokok dan sebanyak 39 orang (39%) bukan perokok.
e. Konsumsi Kopi Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan Konsumsi kopi Konsumsi Kopi
Jumlah
Persentase (%)
Tidak Pernah
68
68
Jarang
23
23
Sering
9
9
Total
100
100
Sumber : Data Primer (Kuesioner) Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang tidak pernah mengkonsumsi kopi sebanyak 68 orang (68 %), jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 23 orang (23 %), dan sering mengkonsumsi kopi sebanyak 9 orang (9 %).
f. Aktivitas Olahraga Tabel 4.6 Distribusi sampel berdasarkan Aktivitas Olahraga Aktivitas Olahraga
Jumlah
Persentase (%)
Tidak Olahraga rutin
76
76
Olahraga rutin
24
24
Total
96
100.0
Sumber : Data primer (Kuesioner)
37
Berdasarkan 4.6 dapat dilihat bahwa jumlah jumlah responden yang tidak olahraga rutin sebanyak 76 orang (76 %) dan olahraga rutin sebanyak 24 orang (24 %).
g.
Stres Tabel 4.8 Distribusi sampel berdasarkan stres Stres
Jumlah
Persentase (%)
Tidak stres
21
52
Stress
79
48
Total
100
100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner) Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden di wilayah kerja Puskesmas Kamonji yaitu responden yang mengalami stres (n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami stres (n=21, 21%).
h.
Hipertensi Tabel 4.9 Distribusi sampel berdasarkan Hipertensi Stres
Jumlah
Persentase (%)
53
53
Hipertensi
47
47
Total
100
100.0
Tidak hipertensi
Sumber : Data Primer (Pengukuran Tekanan Darah) Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat distribusi kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden yang mengalami hipertensi (n=47, 47%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami hipertensi (n=53, 53%).
2. Analisa Data Bivariat Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara kejadian hipertensi terhadap faktor-faktor resiko dari hipertensi yakni usia,
38
jenis kelamin, konsumsi kopi, konsumsi alkohol, perokok, obesitas, aktivitas olahraga dan stres. Uji statistik yang digunakan untuk mencari tahu hubungan tersebut adalah uji Chi Square. a. Hubungan usia dengan kejadian hipertensi Tabel 4.10 Hubungan usia dengan Kejadian Hipertensi Hipertensi Usia
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
n
%
N
%
18-44 tahun
29
29%
8
8%
37
37%
≥45 tahun
24
24%
39
39%
63
63 %
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,001
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi pada responden yang berada di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.10 terlihat bahwa sebanyak 29 orang (29%) berusia 1844 tahun yang tidak menderita hipertensi dan 8 orang (8%) berusia 18-44 tahun yang menderita Hipertensi. Sebanyak 24 orang (24%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 39 orang (39%) berusia ≥ 45 tahun yang mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang memiliki usia ≥ 45 tahun lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang memiliki memiliki usia 18-44 tahun. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,001, artinya H1 diterima.
39
b. Hubungan jenis kelamin dengan Kejadian hipertensi Tabel 4.11 Hubungan jenis kelamin dengan Keladian hipertensi Hipertensi Jenis kelamin
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
N
%
N
%
Perempuan
36
36
12
12
48
48
Laki-laki
17
17
35
35
52
52
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,000
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan januari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.11 terlihat bahwa sebanyak 36 orang (36%) berjenis kelamin perempuan tidak menderita hipertensi dan 12 orang (12%) berjenis kelamin perempuan menderita hipertensi. Pada responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (17%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 35 orang (35%) berjenis kelamin laki-laki mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden perempuan. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya H1 diterima.
40
c. Hubungan status gizi dengan Kejadian hipertensi Tabel 4.12 Hubungan status gizi dengan Kejadian hipertensi Hipertensi Status gizi
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
N
%
N
%
Tidak obesitas
40
40
15
15
55
55
Obesitas
13
13
32
32
45
45
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,000
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.12 terlihat bahwa sebanyak 40 orang (40%) tidak mengalami obesitas serta tidak menderita hipertensi dan 15 orang (15%) tidak mengalami obesitas menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami obesitas sebanyak 13 orang (13%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 32 orang (32%) mengalami obesitas serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami obesitas lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang tidak obesitas. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya H1 diterima.
41
d. Hubungan perokok dengan Kejadian hipertensi Tabel 4.13 Hubungan perokok dengan Kejadian hipertensi Hipertensi Perokok
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
N
%
N
%
Tidak
28
28
11
11
39
39
Ya
25
25
36
36
61
61
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,005
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara perokok dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat bahwa sebanyak 28 orang (28%) tidak perokok serta tidak menderita hipertensi dan 11 orang (11%) tidak perokok serta menderita hipertensi. Pada responden perokok sebanyak 25 orang (25%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 36 orang (36%) perokok serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden perokok lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden tidak perokok. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,005, artinya H1 diterima.
42
e. Hubungan konsumsi kopi dengan Kejadian Hipertensi Tabel 4.15 Hubungan konsumsi kopi dengan Kejadian hipertensi Hipertensi Konsumsi
TOTAL
kopi
Tidak
P value
Hipertensi
hipertensi N
%
N
%
N
%
31
31%
37
37%
68
68%
Jarang
16
16%
7
7%
23
23 %
Sering
6
6%
3
3%
9
9%
Jumlah
53
653%
47
47%
100
100
Tidak
0,546
pernah
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Wilcoxon diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.15 terlihat bahwa sebanyak 31 orang (31%) tidak mengkonsumsi kopi serta tidak menderita hipertensi dan 37 orang (37%) tidak mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 7 orang (7%) jarang mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden yang sering mengkonsumsi kopi sebanyak 6 orang (6%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 3 orang (3%) mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden sebagian besar tidak pernah mengkonsumsi kopi serta tidak mengali hipertensi. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p > nilai α yaitu 0,546, artinya H0 diterima.
43
f. Hubungan aktivitas olahraga dengan Kejadian hipertensi Tabel 4.16 Hubungan aktivitas olahraga dengan Kejadian hipertensi Hipertensi Aktivitas olahraga
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
N
%
N
%
Olahraga rutin
22
22
2
2
24
24
Olahraga tidak rutin
31
31
45
45
76
76
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,000
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara aktivitas olahraga rutin dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Kamonji Palu pada bulan januari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.16 terlihat bahwa sebanyak 22 orang (22%) rutin berolahraga tidak menderita hipertensi dan 2 orang (2%) rutin berolahraga menderita hipertensi. Pada responden yang melakukan aktivitas olahraga tidak rutin sebanyak 31 orang (31%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 45 orang (45%) melakukan aktivitas olahraga tidak rutin mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang melakukan aktivitas olahraga tidak rutin lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang rutin berolahraga. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya H1 diterima.
44
g. Hubungan stres dengan Kejadian hipertensi Tabel 4.17 Hubungan stres dengan Kejadian hipertensi Hipertensi Stress
TOTAL Tidak Hipertensi
P value
Hipertensi
N
%
N
%
N
%
Tidak stres
16
16
5
5
21
21
Stress
37
37
42
42
79
79
Jumlah
53
53
47
47
100
100
0,017
Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data pada tabel 4.17 terlihat bahwa sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami stres tidak menderita hipertensi dan 5 orang (5%) tidak mengalami stres menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami stres sebanyak 37 orang (37%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 42 orang (42%) mengalami stress serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami stres lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang tidak mengalami stres. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,017, artinya H1 diterima.
B. Pembahasan a. Usia Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan kelompok usia 18-44 tahun (n=37, 37%). Berdasarkan data pada tabel 4.10 terlihat
45
bahwa sebanyak 29 orang (29%) berusia 18-44 tahun yang tidak menderita hipertensi dan 8 orang (8%) berusia 18-44 tahun yang menderita Hipertensi. Sebanyak 24 orang (24%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 39 orang (39%) berusia ≥ 45 tahun yang mengalami hipertensi. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi pada responden dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square dan diperoleh nilai p < nilai α yaitu 0,001, artinya terdapat hubungan usia dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk (2011) yaitu ada hubungan yang bermakna antara umur lansia (60- 90 tahun) dengan tekanan darah. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh lidya (2016) yaitu diperoleh nilai p = 0,025, sehingga menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dan tingkat hipertensi. Hal ini disebabkan karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, sehingga akan terjadi regurgitasi aorta, serta terjadi proses degenerative, yang lebih sering pada usia tua. Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologi dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat terjadi penumpukan zat berupa kolagen pada lapisan otot, pembuluh darah akan mulai mengalami penyempitan dan menjadi kaku sejak usia 45 tahun. Selain itu terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengaturan tekanan darah) dan peran ginjal duntuk mengalirkan darah ginjal serta menurunnya laju filtrasi glomerulus. (Arif,2013)
46
b.
Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis kelamin perempuan (n=48, 48%). Berdasarkan data pada tabel 4.11 terlihat bahwa sebanyak 36 orang (36%) berjenis kelamin perempuan tidak menderita hipertensi dan 12 orang (12%) berjenis kelamin perempuan menderita hipertensi. Pada responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (17%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 35 orang (35%) berjenis kelamin laki-laki mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden perempuan. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Kamonji tahun 2018. Jenis
kelamin
merupakan
tanda-tanda
seks
sekunder
yang
diperlihatkan oleh seseorang. Cara menentukan jenis kelamin pada penelitian ini adalah dengan melakukan pengamatan langsung pada responden. Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. Namun setelah memasuki menepouse, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Black dan Izzo (2000) yang menyatakan bahwa kejadian hipertensi akan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan pada usia dibawah 55 tahun dan akan menjadi sebanding pada usia 55-75 tahun.
c.
Status Gizi Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat distribusi berdasarkan status gizi yaitu sebanyak 45 orang (45%) mengalami obesitas dan sebanyak 55 orang (55%) tidak mengalami obesitas. Berdasarkan data pada tabel 4.12 terlihat
47
bahwa sebanyak 40 orang (40%) tidak mengalami obesitas serta tidak menderita hipertensi dan 15 orang (15%) tidak mengalami obesitas menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami obesitas sebanyak 13 orang (13%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 32 orang (32%) mengalami obesitas serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami obesitas lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang tidak obesitas. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan status gizi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggara (2012) bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian hipertensi.. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Asrinawaty (2014) yaitu terdapat hubungan yang bermakna anatara status gizi dengan kejadian hipertensi lansia (p = value = 0,031). Nilai p value < 0,05. Selain itu, menurut Depkes (2006), risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal, selain itu Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik. Dari sekian banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada lansia, gizi lebih juga erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak.
d.
Kebiasaan merokok Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat distribusi berdasarkan kebiasaan merokok yaitu sebanyak 61 orang (61%) merupakan perokok dan sebanyak
48
39 orang (39%) bukan perokok. Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat bahwa sebanyak 28 orang (28%) tidak perokok serta tidak menderita hipertensi dan 11 orang (11%) tidak perokok serta menderita hipertensi. Pada responden perokok sebanyak 25 orang (25%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 36 orang (36%) perokok serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden perokok lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden tidak perokok. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,005, artinya terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Merokok adalah kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan pernah merokok dalam kehidupan responden. Data dikategorikan menjadi tiga, yaitu merokok jika saat ini responden memiliki kebiasaan/perilaku merekok dan atau pernah memiliki kebiasaan/ perilaku merokok sebelumnya baik itu merupakan perokok ringan, perokok sedang, maupun perokok berat. Tidak merokok
jika
responden
menyatakan
dirinya
tidak
memiliki
kebiasaan/perilaku merekok dan atau tidak pernah memiliki kebiasaan/ perilaku merokok sebelumnya. Perokok pasif yaitu responden sering terpapar oleh asap rokok dilingkungan rumah dan atau lingkungan kerja. Depkes (2008) menambahkan bahwa asap dari rokok juga berdampak terhadap orang yang menghirupnya (disebut perokok pasif) untuk terjadinya penyakit. Para ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia didalam rokok juga mempengaruhi kesehatan seseorang yang tidak merokok disekitar perokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa dirasakan dalam jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun kemudian, terasa setelah 10-20 tahun pasca terpapar. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan proses
artereosklerosis,
dan
tekanan
darah
tinggi.
Merokok
juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-
49
otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah arteri. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ftrina Yossi (2014) terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi. Dari Uji Statistik didapatkan p = 0,092 (p ≤ 0,1) sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia.
e.
Konsumsi kopi Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang tidak pernah mengkonsumsi kopi sebanyak 68 orang (68 %), jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 23 orang (23 %), dan sering mengkonsumsi kopi sebanyak 9 orang (9 %). Berdasarkan data pada tabel 4.15 terlihat bahwa sebanyak 31 orang (31%) tidak mengkonsumsi kopi serta tidak menderita hipertensi dan 37 orang (37%) tidak mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 7 orang (7%) jarang mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden yang sering mengkonsumsi kopi sebanyak 6 orang (6%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 3 orang (3%) mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden sebagian besar tidak pernah mengkonsumsi kopi serta tidak mengali hipertensi. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p > nilai α yaitu 0,546, artinya tidak terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruus (2016) tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kopi dengan kejadian
hipertensi
(p=0,942).
Selain itu
terdapat
pula penelitian
Wilkenmayer. (2005) yang menjelaskan tidak ada hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi. Pada penilitian ini selain konsumsi kopi masih banyak lagi faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian
50
hipertensi. Responden yang memiliki usia ≥45 tahun tidak mengkonsumsi kopi karena mereka takut terkena penyakit gastritis sehingga dapat berpengaruh pada hasil penilitian ini karena jumlah responden usia ≥ 45 tahun lebih banyak. Hipertensi dapat terjadi jika konsumsi kopi sering dalam sehari (3-6 gelas/hari) sedangkan dalam penelitian ini jumlah responden yang sering mengkonsumsi kopi hanya 9 orang. Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan darah karena mengandung kafein yang memiliki efek antagonis terhadap reseptor adenosin. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatnya resistensi perifer. Kandungan kafein pada secangkir kopi sekitar 80-125 mg. Pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah jika tidak mengkonsumsi kopi.
f.
Aktivitas olahraga Berdasarkan data pada tabel 4.16 terlihat bahwa sebanyak 22 orang (22%) rutin berolahraga tidak menderita hipertensi dan 2 orang (2%) rutin berolahraga menderita hipertensi. Pada responden yang melakukan aktivitas olahraga tidak rutin sebanyak 31 orang (31%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 45 orang (45%) melakukan aktivitas olahraga tidak rutin mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang melakukan aktivitas olahraga tidak rutin lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang rutin berolahraga. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan aktivitas olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranama, 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) karena meningkatkan risiko
51
kelebihan bera badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Kejadian hipertensi kemungkinan dipengaruhi oleh faktor aktifitas olahraga subjek penelitian. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga yang adekuat dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan semua penyebab mortalitas termasuk hipertensi.
g.
Stres Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden yang mengalami stres (n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami stres (n=21, 21%). Berdasarkan data pada tabel 4.17 terlihat bahwa sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami stres tidak menderita hipertensi dan 5 orang (5%) tidak mengalami stres menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami stress sebanyak 37 orang (37%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 42 orang (42%) mengalami stres serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami stres lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden yang tidak mengalami stres. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,017 artinya terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifin dkk (2016) Dari hasil analisis uji statistik menggunakan chi-square pada penelitian ini didapatkan nilai p <0,0001 (p < 0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara stres dengan kejadian hipertensi. Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andria (2012) yang menggunakan desain studi cross-sectional tersebut melalui Uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (p = 0,05) didapatkan nilai p (value) = 0,047 sehingga terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi. Stress
52
mempunyai pengaruh terhadap tingkat kejadian hipertensi. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan keluaran dari jantung. Stres akan memicu pengeluaran hormon kortisol dan epinefrin yang berhubungan dengan imunosupresi, aritmia, dan peningkatan tekanan darah serta denyut jantung. Stres yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit salah satunya yaitu hipertensi. Namun, hal yang perlu diperhatikan terkait dengan variabel stres ini adalah adanya bias informasi, seperti responden merasa malu dan tidak jujur pada saat menjawab kuesioner, serta bias waktu karena ketika dilakukan pengumpulan data responden sedang tidak mengalami stres atau masalah tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya stress berkepanjangan. Dimaksudkanpula bahwa kemungkinan stres yang dialami oleh lansia dapat segera diatasi sehingga tidak menimbulkan efek yang berkepanjangan. Sutanto (2010) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan respon relaksasinya dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan dan bernapas secara teratur. Hal ini dapat mengatasi stres yang dialami oleh orang tersebut.
53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan usia dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,001. 2. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,000. 3. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan status gizi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,000. 4. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,005. 5. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni tidak terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,546. 6. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,000. 7. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,017
54
B. Saran
1. Bagi instansi kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan dimanfaatkan bagi petugas kesehatan dalam memberikan pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit hipertensi serta memberi informasi kepada lembaga atau instansi kesehatan lainnya untuk dapat mengadakan Health Promotion mengenai faktor resiko hipertensi
2. Bagi penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya, disarankan kepada peneliti agar melanjutkan penelitian dengan mencari faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti : ras, genetik, status pasangan, konsumsi garam, serta kepatuhan minum obat pengontrol tekanan darah terhadap kejadian hipertensi.
3. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat tentang Penyakit hipertensi dan menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor resiko hipertensi
55
LAMPIRAN
56
LAMPIRAN 1 : DOKUMENTASI
Melakukan Pengisian Kuesioner di Loli Saluran, Donggala
Pemeriksaan di Posbindu
57
LAMPIRAN 2 : MASTER DATA SPSS JENIS NAMA
AD FA EM IB MA MF SI N IF RA RE MO MA TI AZ BU BI AI MZ NA NR ZA TA SA AR NAU RI MR MS NUA RAI MR AH RA NUF IF KA AN RA
STATUS
AKTIVITAS
KONSUMSI
USIA KELAMIN GIZI PEROKOK OLAHRAGA KOPI 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1
0 1 0 0 1 0 0 1 2 0 2 0 0 2 2 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0
STRES
HIPERTENSI
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1
58
AL FA NY VR AS NA MH VI MH MF RA KA MK AU DE LU BI MR BA AM PU FA MR AF AL RE AR ARD SO IL BR FAC SA AR MI MA GI AT SO RA IR MO
1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0
0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0
1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0
0 1 0 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1
0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0
59
LU FAI BIL WA VI MAK MR RA MZA SIT FAU NU DC KC ST NJ BD A UB
0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1
1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1
0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1
Keterangan : Usia 0 : 18-44 tahun 1 : ≥ 45 tahun Jenis kelamin 0 : perempuan 1 : Laki-laki Status Gizi 0 : Tidak Obesitas 1 : Obesitas Perokok 0 : tidak perokok 1 : Perokok Aktivitas Olahraga 0 : Olahraga rutin 1 : Olahraga tidak rutin Konsumsi Kopi 0 : Tidak Pernah 1 : Jarang 2 : Sering Stres 0 : tidak stress 1 : stres
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 2
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1
60
Hipertensi 0 : tidak hipertensi 1 : Hipertensi usia Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
18-44 tahun
37
37.0
37.0
37.0
>45 tahun
63
63.0
63.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
jenis kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
48
48.0
48.0
48.0
laki-laki
52
52.0
52.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
status gizi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak obesitas
55
55.0
55.0
55.0
obesitas
45
45.0
45.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
kebiasaan merokok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak merokok
39
39.0
39.0
39.0
perokok
61
61.0
61.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
61
konsumsi kopi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak pernah
68
68.0
68.0
68.0
jarang : skor <1
23
23.0
23.0
91.0
sering skor >10
9
9.0
9.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
aktivitas olahraga Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
olahraga rutin
24
24.0
24.0
24.0
tidak rutin olahraga
76
76.0
76.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
stres Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak stres : skor <14
21
21.0
21.0
21.0
stres : skor >14
79
79.0
79.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
hipertensi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak hipertensi
53
53.0
53.0
53.0
hipertensi
47
47.0
47.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
62
usia * hipertensi Crosstabulation Count hipertensi tidak hipertensi usia
hipertensi
Total
18-44 tahun
29
8
37
>45 tahun
24
39
63
53
47
100
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
15.185a
1
.000
Continuity Correctionb
13.611
1
.000
Likelihood Ratio
15.905
1
.000
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
15.033
N of Valid Cases
1
.000
.000
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.39. b. Computed only for a 2x2 table
jenis kelamin * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi jenis kelamin
perempuan
laki-laki
Total
Count
hipertensi
Total
36
12
48
% within jenis kelamin
75.0%
25.0%
100.0%
% within hipertensi
67.9%
25.5%
48.0%
% of Total
36.0%
12.0%
48.0%
17
35
52
% within jenis kelamin
32.7%
67.3%
100.0%
% within hipertensi
32.1%
74.5%
52.0%
% of Total
17.0%
35.0%
52.0%
53
47
100
53.0%
47.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count % within jenis kelamin % within hipertensi % of Total
63
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
17.935a
1
.000
16.277
1
.000
18.559
1
.000
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
17.756
N of Valid Cases
1
.000
.000
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.56. b. Computed only for a 2x2 table
status gizi * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi status gizi
tidak obesitas
obesitas
Total
Count
hipertensi
Total
40
15
55
% within status gizi
72.7%
27.3%
100.0%
% within hipertensi
75.5%
31.9%
55.0%
% of Total
40.0%
15.0%
55.0%
13
32
45
% within status gizi
28.9%
71.1%
100.0%
% within hipertensi
24.5%
68.1%
45.0%
% of Total
13.0%
32.0%
45.0%
53
47
100
% within status gizi
53.0%
47.0%
100.0%
% within hipertensi
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count
% of Total
64
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
19.095a
1
.000
Continuity Correctionb
17.375
1
.000
Likelihood Ratio
19.711
1
.000
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
18.904
1
.000
.000
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.15. b. Computed only for a 2x2 table
kebiasaan merokok * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi kebiasaan merokok
tidak merokok
perokok
Total
Count
hipertensi
Total
28
11
39
% within kebiasaan merokok
71.8%
28.2%
100.0%
% within hipertensi
52.8%
23.4%
39.0%
% of Total
28.0%
11.0%
39.0%
25
36
61
% within kebiasaan merokok
41.0%
59.0%
100.0%
% within hipertensi
47.2%
76.6%
61.0%
% of Total
25.0%
36.0%
61.0%
53
47
100
53.0%
47.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count % within kebiasaan merokok % within hipertensi % of Total
65
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
9.067a
1
.003
Continuity Correctionb
7.872
1
.005
Likelihood Ratio
9.299
1
.002
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.004
Linear-by-Linear Association
8.976
N of Valid Cases
1
.002
.003
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33. b. Computed only for a 2x2 table
konsumsi kopi * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi konsumsi kopi
tidak pernah
jarang : skor <1
sering skor >10
Count
Total
31
37
68
% within konsumsi kopi
45.6%
54.4%
100.0%
% within hipertensi
58.5%
78.7%
68.0%
% of Total
31.0%
37.0%
68.0%
16
7
23
% within konsumsi kopi
69.6%
30.4%
100.0%
% within hipertensi
30.2%
14.9%
23.0%
% of Total
16.0%
7.0%
23.0%
6
3
9
% within konsumsi kopi
66.7%
33.3%
100.0%
% within hipertensi
11.3%
6.4%
9.0%
6.0%
3.0%
9.0%
53
47
100
53.0%
47.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count
% of Total Total
hipertensi
Count % within konsumsi kopi % within hipertensi % of Total
66
Ranks N konsumsi kopi - hipertensi
Mean Rank
Sum of Ranks
Negative Ranks
37a
28.50
1054.50
Positive Ranks
25b
35.94
898.50
Ties
38c
Total
100
a. konsumsi kopi < hipertensi b. konsumsi kopi > hipertensi c. konsumsi kopi = hipertensi Test Statisticsa konsumsi kopi hipertensi -.604b
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
.546
a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks.
aktivitas olahraga * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi aktivitas olahraga
olahraga rutin
tidak rutin olahraga
Total
Count
hipertensi
Total
22
2
24
% within aktivitas olahraga
91.7%
8.3%
100.0%
% within hipertensi
41.5%
4.3%
24.0%
% of Total
22.0%
2.0%
24.0%
31
45
76
% within aktivitas olahraga
40.8%
59.2%
100.0%
% within hipertensi
58.5%
95.7%
76.0%
% of Total
31.0%
45.0%
76.0%
53
47
100
53.0%
47.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count % within aktivitas olahraga % within hipertensi % of Total
67
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
18.954a
1
.000
Continuity Correctionb
16.966
1
.000
Likelihood Ratio
21.736
1
.000
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.000 18.764
1
.000
.000
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.28. b. Computed only for a 2x2 table
stres * hipertensi Crosstabulation hipertensi tidak hipertensi stres
tidak stres : skor <14
stres : skor >14
Total
Count
hipertensi
Total
16
5
21
% within stres
76.2%
23.8%
100.0%
% within hipertensi
30.2%
10.6%
21.0%
% of Total
16.0%
5.0%
21.0%
37
42
79
% within stres
46.8%
53.2%
100.0%
% within hipertensi
69.8%
89.4%
79.0%
% of Total
37.0%
42.0%
79.0%
53
47
100
53.0%
47.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
47.0%
100.0%
Count
Count % within stres % within hipertensi % of Total
68
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
5.739a
1
.017
Continuity Correctionb
4.621
1
.032
Likelihood Ratio
6.016
1
.014
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.026 5.682
1
.017
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.87. b. Computed only for a 2x2 table
.015