PRESENTASI KASUS
SEORANG LAKI-LAK 42 TAHUN DENGAN KORPAL GRAM OS
DISUSUN OLEH :
ADITYO KUMORO JATI
G99171001
AULIA ULFAH MUTIARA DEWI
G99162085
MAISAN NAFI
G99171024
YOSA ANGGA OKTAMA
G99162082
PEMBIMBING : dr. Farahdina Rahmawati, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI 2018
1
BAB I STATUS PENDERITA I.
IDENTITAS Nama
: Tn. S
Umur
: 42 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Jawa
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Karanganyar
Tgl pemeriksaan
: 05 Maret 2018
No. RM
: 01411XXX
II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Mata kiri merah B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang memeriksakan diri ke poli mata RS Dr Moewardi Surakarta dengan keluhan mata kiri merah. Keluhan mata kiri merah dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku keluhan muncul setelah mata terkena percikan gerinda saat sedang bekerja. Setelah itu mulai timbul keluhan mata nerocos, terasa sangat nyeri dan silau jika terkena cahaya yang dirasakan hingga saat ini. Untuk mengurangi keluhan, pasien menggunakan obat tetes mata erlamicetin yang dibeli dari apotek. Namun keluhan dirasakan tidak berkurang. C. Riwayat Penyakit Dahulu 1.
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
2.
Riwayat Ranap
: disangkal 2
3.
Riwayat hipertensi
: Pasien memiliki riwayat hipertensi
tidak terkontrol 4.
Riwayat kencing manis
: disangkal
5.
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
6.
Riwayat trauma mata
: disangkal
7.
Riwayat penyakit kornea
: disangkal
8.
Riwayat kacamata
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga 1.
Riwayat hipertensi
: disangkal
2.
Riwayat kencing manis
: disangkal
3.
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis OD
OS
Proses
-
Inflamasi
Lokasi
-
Kornea
Sebab
-
Percikan gerinda
Perjalanan
-
Akut
Komplikasi
-
Belum ditemukan
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup B. Vital Sign TD : 190/100 mmHg
RR : 18 x/menit 3
HR : 84 x/menit
T : 37,20C
C. Pemeriksaan subyektif OD
OS
1. Visus sentralis jauh
6/7
6/6
a. pinhole
Maju 6/6
Tidak dilakukan
b. koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
c. refraksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1. Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3. Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
A. Visus Sentralis
B. Visus Perifer
D. Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata
OD
OS
a. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
b. luka
Tidak ada
Tidak ada
c. parut
Tidak ada
Tidak ada
d. kelainan warna
Tidak ada
Tidak ada
e. kelainan bentuk
Tidak ada
Tidak ada
2. Supercilia
4
a. warna
Hitam
Hitam
b. tumbuhnya
Normal
Normal
Sawo matang
Sawo matang
Dalam batas normal
Dalam batas normal
a. heteroforia
Tidak ada
Tidak ada
b. strabismus
Tidak ada
Tidak ada
c. pseudostrabismus
Tidak ada
Tidak ada
d. exophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
e. enophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
a. mikroftalmus
Tidak ada
Tidak ada
b. makroftalmus
Tidak ada
Tidak ada
c. ptisis bulbi
Tidak ada
Tidak ada
d. atrofi bulbi
Tidak ada
Tidak ada
a. temporal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
b. temporal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
c. temporal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
d. nasal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
e. nasal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
c. kulit d. gerakan 3. Pasangan bola mata dalam orbita
4. Ukuran bola mata
5. Gerakan bola mata
5
f. nasal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
3.) blefaroptosis
Tidak ada
Tidak ada
4.) blefarospasme
Tidak ada
Tidak ada
1.) membuka
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
2.) menutup
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
10 mm
2.) ankiloblefaron
Tidak ada
Tidak ada
3.) blefarofimosis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Sawo matang
3.) epiblepharon
Tidak ada
Tidak ada
4.) blepharochalasis
Tidak ada
Tidak ada
1.) enteropion
Tidak ada
Tidak ada
2.) ekteropion
Tidak ada
Tidak ada
6. Kelopak mata a. pasangannya
b. gerakannya
c. rima 1.) lebar
d. kulit 1.) tanda radang 2.) warna
e. tepi kelopak mata
6
3.) koloboma
Tidak ada
Tidak ada
4.) bulu mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
a. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
b. benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
a. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
b. benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Kesan normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1.) edema
Tidak ada
Ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.) sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
7. Sekitar glandula lakrimalis
c. tulang margo tarsalis 8. Sekitar saccus lakrimalis
9. Tekanan intraocular a. palpasi b. tonometri schiotz 10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior
b. konjungtiva palpebra inferior
7
4.) sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Serous (+), minimal
4.) benjolan
Tidak ada
Tidak ada
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemis
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.) injeksi konjungtiva
Tidak ada
(+)
5.) injeksi siliar
Tidak ada
(+) minimal
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
3.) sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Hiperemis
b. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
c. penonjolan
Tidak ada
Tidak ada
c. konjungtiva fornix
d. konjungtiva bulbi
e. caruncula dan plika semilunaris
11. Sclera a. warna
12. Kornea
8
a. ukuran
11 mm
11 mm
b. limbus
Jernih
Jernih
Rata, mengkilap
Edema, terdapat
c. permukaan
benda asing d. sensibilitas
Normal
Normal
e. keratoskop ( placido )
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
g. arcus senilis
Tidak ada
Tidak ada
a. kejernihan
Jernih
Jernih
b. kedalaman
Dalam
Dalam
a. warna
Cokelat
Cokelat
b. bentuk
Tampak lempengan
Tampak lempengan
c. sinekia anterior
Tidak tampak
Tidak tampak
d. sinekia posterior
Tidak tampak
Tidak tampak
a. ukuran
3 mm
3 mm
b. bentuk
Bulat
Bulat
c. letak
Sentral
Sentral
d. reaksi cahaya langsung
Positif
Positif
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
13. Kamera okuli anterior
14. Iris
15. Pupil
e. tepi pupil
9
16. Lensa a. ada/tidak
Ada
Ada
b. kejernihan
Jernih
Jernih
c. letak
Sentral
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e. shadow test 17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN OD
OS
6/7
6/6
Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
C. Sekitar mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
D. Supercilium
Dalam batas normal
Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
F. Ukuran bola mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
A. Visus sentralis jauh B. Visus perifer
dalam orbita
10
H. Kelopak mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
I. Sekitar saccus
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
K. Tekanan intarokular
Dalam batas normal
Dalam batas normal
L. Konjungtiva palpebra
Dalam batas normal
Dalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi
Dalam batas normal
Hiperemis
N. Konjungtiva fornix
Dalam batas normal
Hiperemis
O. Sklera
Dalam batas normal
Hiperemis
P. Kornea
Dalam batas normal
Edema (+), terdapat benda
lakrimalis J. Sekitar glandula lakrimalis
asing Q. Camera okuli anterior
Dalam batas normal
Dalam batas normal
R. Iris
Bulat, warna coklat
Bulat, warna coklat
Diameter 3 mm, bulat,
Diameter 3 mm, bulat,
sentral
sentral
Kesan normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
S. Pupil
T. Lensa U. Corpus vitreum
11
V. DIAGNOSIS BANDING 1.
OS corpus alienum (gram)
2.
OS konjungtivitis akut
3.
OS uveitis anterior akut
4.
OS glaukoma akut
VI. DIAGNOSIS OS Corpus alienum (gram) VII. TERAPI 1.
Nonmedikamentosa
2.
Menjelaskan ke pasien mengenai Corpus alienum serta komplikasinya Tidak mengucek mata Menggunakan kacamata atau google saat bekerja Kontrol kembali saat obat sudah habis Medikamentosa
Evakuasi corpal Optiflox eye drop 8 dd gtt 1 OD
12
VIII.
PROGNOSIS OD
OS
1. Ad vitam
-
Dubia ad bonam
2. Ad fungsionam
-
Dubia ad bonam
3. Ad sanam
-
Dubia ad bonam
4. Ad kosmetikum
-
Dubia ad bonam
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA KORPAL GRAM
I.
KORNEA A.
Anatomi Kornea
Gambar 2 Anatomi kornea3
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Sumber nutrisi kornea berasal dari difusi glukosa dari pembuluh darah limbus, aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga memperoleh oksigen langsung dari atmosfer. Kornea mendapatkan persarafan sensoris. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskuler dan deturgensinya.2 Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 2,3 Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari
14
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:4,5
Gambar 3. Skema lapisan kornea13
1. Epitel Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrana Bowman Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
15
3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membrana Descement Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
B.
Fisiologi Kornea Kornea
berfungsi
sebagai
membran
pelindung
dan
“jendela”
yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada 16
endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dan nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan karena beberapa faktor diantaranya karena kornea tidak mempunyai zat tanduk, pembuluh darah, struktur dan susunan jaringan relatif homogen dan teratur. Permukaan kornea dikelilingi oleh cairan, agar mampu menahan cairan pada tingkat tertentu maka dibagian depan kornea terdapat epitel dan dibagian belakang diliputi endotel, yang berfungsi memompa cairan keluar kornea apabila berlebihan. Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7 Kornea
menerima
suplai
sensoris
dari
bagian
oftalmik
nervus
trigeminus.Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap
kerusakan
keratokonjungtivitis
pada
ultraviolet)
kornea
(erosi,
mengekspose
penetrasi ujung
benda saraf
asing
atau
sensorik
dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9 Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4
17
II.
DEFINISI KORPAL Korpal atau corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu
penyebab terjadinya cedera mata, sering mengenai sclera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Oleh karena itu, perlu cepat mengenali benda tersebut dan menentukan lokasinya di dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya2,4 . Benda yang masuk ke dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu4 : 1)
Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga
2)
Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian
3)
Benda inert, adalah benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksinya hanya ringan dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh : emas, platina, batu, kaca, dan porselin
4)
Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga.
Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari4: a. Besarnya corpus alienum, b. Kecepatan masuknya, c. Ada atau tidaknya proses infeksi, d. Jenis bendanya.
III.
ETIOLOGI
Penyebab cedera mata pada pemukaan mata adalah4 : a. Percikan kaca, besi, keramik b. Partikel yang terbawa angin c. Ranting pohon d. Dan sebagainya
18
IV.
PATOFISIOLOGI Benda asing di kornea secara umum masuk ke kategori trauma mata ringan.
Benda asing dapat bersarang (menetap) di epitel kornea atau stroma bila benda asing tersebut diproyeksikan ke arah mata dengan kekuatan yang besar.4 Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrate kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.4
V.
PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA KORNEA Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang terdiri atas rentetan
kejadian yang rumit pada jaringan ikat. Tujuan penyembuhan luka adalah untuk mengembalikan anatomi dan fungsi organ atau jaringan secepat dan sesempurna mungkin. Penyembuhan dapat memerlukan waktu tahunan, dan dapat menyebabkan scar dengan tingkatan yang beragam. Beberapa tahapan reaksi mengikuti luka, fase inflamasi akut, regenerasi/penyembuhan, dan kontraksi:2 Fase inflamasi akut, dapat terjadi pada beberapa menit sampai jam. Bekuan darah terbentuk sebagai respon pada jaringan aktivator. Neutrofil dan cairan masuk ke ekstraselusar space. Makrofag memakan debris jairngan yang rusak, pembuluh darah baru mulai terbentuk, dan fibroblast mulai memproduksi kolagen. Regenerasi adalah proses penggantian jaringan yang hilang, proses ini terjadi hanya pada jaringan yang terdiri atas sel-sel yang berkembang (e.g epitelium) yang selalu membelah seumur hidup. Penyembuhan adalah proses restrukturisasi jaringan oleh jaringan granulasi yang matur menjadi jaringan sikatrik. Akhirnya, kontraksi menyebabkan jairngan yang mengalami penyembuhan menyusut sehingga sikatrik semakin kecil daripada jaringan yang sehat disekitarnya.
19
Gambar 4. Proses penyembuhan luka2 Penyembuhan stroma kornea terjadi secara avaskular. Tidak seperti jaringan yang lain, penyembuhan pada kornea terjadi karena jairngan fibrous dibandingkan pembelahan jaringan fibrovaskular. Aspek avaskular pada penyembuhan luka kornea
sangat
penting pada
keratoplasti
sebagaimana
pada
fotorefraktif
keratectomy, LASIK, LASEK, dan operasi refraktif kornea yang lain.2 Setelah terjadinya luka pada sentral kornea, neutrofil dibawa ke daerah luka oleh airmata, dan tepi luka mulai membengkak. Faktor penyembuhan yang berasal dari pembuluh darah tidak ditemukan. Matrik glicosaminoglikan, yaitu keratan sulfate dan konroitin sulfat, merusak pinggiran luka. Fibroblas dari stroma mulai diaktivasi, akhirnya migrasi melewati luka, menimbun kolagen dan fibronektin. Bila pinggiran luka terpisah, jarak tersebut tidak sepenuhnya terisi dengan proliferasi fibroblas, dan menyebabkan sebagian cekungan.2
20
Kedua epitel dan endotelium sangat baik pada penyembuhan luka di sentral. Jika epitel tidak menutupi luka dalam beberapa hari, proses penyembuhan stroma sangat terbatas dan lemah.
Growth faktor dari epitelium menstimulasi dan
melanjutkan penyembuhan. Sel endotel akan menyilang melewati kornea posterior. Sebagian sel digantikan selama proses mitosis. Endotelium membentuk lapisan baru di bawah membran descement. Bila jarak luka tidak ditutupi membran descement, fibroblas struma akan terus membelah hingga bilik mata depan, atau luka di posterior dapat tetap terbuka secara permanen. Jaringan fibrin kolagen akan digantikan kolagen yang lebih kuat pada beberapa bulan kemudian. Membran tidak beregenerasi saat dilakukan insisi atau mengalami kerusakan. Pada ulcus, permukaannya ditutupi oleh epitelium, tapi sedikit yang hilang digantikan jaringan ikat.2
VI.
GEJALA KLINIS Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, mata
merah dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata, fluorescein (+)3,4.
VII. DIAGNOSIS Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan4 : 1) Anamnesis kejadian trauma 2) Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata 3) Pemeriksaan dengan oftalmoskop 4) Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma 5) Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita
VIII. DIAGNOSIS BANDING 1.
Konjungtivitis Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis menunjukkan gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan secret 21
yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing. 2. Uveitis Anterior Akut Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris saja disebut iritis sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut iridosiklitis 6. Uveitis anterior dapat terjadi akibat kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif, penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial nephritis and uveitis 5. Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior adalah virus herpes simpleks (VHS), virus varisela zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis. 3. Keratitis Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma. 4. Glaukoma Akut Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. Penyakit ini dapat terjadi secara primer (tanpa diketahui sebabnya) atau secara sekunder sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata 3.
IX.
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari
bola mata. Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anatesi lokal. Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat dengan kassa steril dan diperban3.
22
Pecahan besi yang terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui insisi tersebut ujung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda asing, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut3. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit sama seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik dengan magnit, sesudah insisi pada limbus kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa dengan ekstraksi linier untuk usia muda dan ekstraksi ekstrakapsuler atau intrakapsuler untuk usia yang tua2,3. Bila letak corpus alienum berada di dalam badan kaca dapat dikeluarkan dengan giant magnit setelah insisi dari sklera. Bila tidak berhasil, dapat dilakukan dengan operasi vitrektomi3.
X.
KOMPLIKASI Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi, kedalaman, dan
efek dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar, terletak di bagian sentral dimana fokus cahaya pada kornea dijatuhkan, maka akan dapat mempengaruhi visus. Reaksi inflamasi juga bisa terjadi jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan reaktif. Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup dalam2,3,4.
XI.
PROGNOSIS Bila ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi sekunder
seperti inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah baik2,3,4.
23
DAFTAR PUSTAKA 1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466. 2. Ilyas S. Ilmu penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. 3. K.Weng Sehu et all. Opthalmic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005. p.62. 4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13 5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology. Thieme. 2006. p. 97-99 6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ Books. p. 17-19. 7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007 8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002. 9. Raymond L. M. Wong,R. A. Gangwani,LesterW. H. Yu,and Jimmy S. M. Lai.New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012 10. Ann M. Keratitis. AccesedMay 18th, 2015 11. AK Khurana. Comprehensive Opthalmology. 4thed. New Age International(P) Limited Publisher. 2007. 12. E. Erica. Keratitis Achantamoeba, December 2nd, 2014. 13. Dua HS et al. Dua’s layer: Its discovery, characteristics and application. Secoir. 2014. 14. Eva PR, Witcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology 17th edition. 2007.
24