Jiwa.docx

  • Uploaded by: Adityo Mulyono
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jiwa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,726
  • Pages: 31
1

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN JIWA “DEPRESI SEDANG”

Pembimbing: dr. Ratih Widayati, Sp.KJ

Disusun Oleh: 1. M. Ilham Bakhtiar

H2A014017

2. Ervin Antono

H2A014033

KEPANITERAAN UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2018

2

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama

: Ny. S

Umur

: 67 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Semarang

Pendidikan terakhir

: SD

Status pernikahan

: Menikah

No RM

:-

Tanggal masuk RS

: 5 November 2018 (kontrol)

B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis di RSUD Tugurejo Semarang pada tanggal 5 November 2018, Pukul 10.45. 1. Keluhan Utama: Nyeri dadadan nyeri punggung 2. RPS: Pasien datang ke RS Tugurejo dengan keperluan kontrol depresi. Pasien mengeluhkan merasa sakit dada dan punggung. Pasien mengeluhkan mudah lelah dan hilang minat. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, pasien merasa enakan dibuat rebahan dan setelah minum obat. Pasien juga merasakan susah tidur. Pasien terkadang berbeda pendapat dengan anak dan menantu. . Karena hal tersebut, pasien merasa nyeri di bagian dada. 6 bulan yang lalu, pasien berobat ke spesialis penyakit jiwa dengan keluhan merasa sakit dada dan punggung. Pasien juga mengeluhkan mudah lelah dan hilang minat, selain itu pasien juga mengeluhkan sulit konsentrasi, sulit tidur dan nafsu makan menurun.

3

Pasien didiagnosis depresi, sehingga berobat jalan kira – kira selama satu tahun.

3. RPD a. Riwayat penyakit dahulu : Pasien belum pernah menderita kecemasan sebelumnya. b. Riwayat Penyakit medis: Hipertensi (+-), Diabetes mellitus (-), alergi (-) c. Riwayat trauma: disangkal d. Riwayat rawat inap: disangkal e. Riwayat pengobatan : sedang menjalani pengobatan depresi f. Riwayat penggunanan NAPZA: disangkal g. Riwayat penggunanan alkohol: disangkal h. Riwayat merokok: disangkal 4. Kurva Perjalanan Penyakit (GAF) a. Satu tahun yang lalu (2017): 1) Rasa mudah lelah, hilang minat, sulit konsentrasi, sulit tidur, dan nafsu makan menurun muncul hilang timbul. 2) Fungsi waktu luang mengalami disabilitas ringan. 3) Fungsi peran sebagai ibu rumah tangga baik. 4) Fungsi sosial hubungan dengan keluarga dan tetangga baik. 5) Fungsi perawatan diri makan dan ibadah baik. 6) Nilai GAF 70, beberapa gejala ringan dan menetap disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik. b. Saat berobat sekarang (Oktober 2018): 1) Rasa mudah lelah, hilang minat, sulit konsentrasi, sulit tidur, dan nafsu makan menurun muncul hilang timbul. 2) Fungsi waktu luang mengalami disabilitas ringan. 3) Fungsi peran sebagai ibu rumah tangga baik. 4) Fungsi sosial hubungan dengan keluarga dan tetangga baik. 5) Fungsi perawatan diri makan dan ibadah baik.

4

6) Nilai GAF 75, dimana terdapat gejala minimal seperti hilang minat, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, dan nafsu makan menurun, semua dapat diatasi, disabilitas ringan dalam waktu luang. .

GAF 76 75 74 73 72 71 70 69 68 67

2017

2018 GAF

5. Riwayat Pramorbid a. Riwayat prenatal dan perinatal : Pasien lahir secara normal dan tidak terdapat masalah kelainan pada kehamilan dan persalinan. b. Riwayat masa anak awal (0-3 tahun) Pasien diasuh oleh kedua orangtua, pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya. c. Riwayat masa anak pertengahan (3-11 tahun) Pasien aktif dapat bergaul dan beradaptasi dengan teman di sekitarnya. d. Riwayat masa pubertas dan remaja Pasien dapat mengikuti aktifitas pendidikan dan dapat beradaptasi dengan teman sekolahnya. e. Riwayat masa dewasa 1) Riwayat pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

5

2) Riwayat perkawinan: Menikah 3) Riwayat militer: Tidak ada 4) Riwayat pendidikan: SD 5) Keagamaan: Islam, beribadah sholat 5 waktu, kadang-kadang mengikuti pengajian di kampung. 6) Aktivitas sosial: Pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar rumah. 7) Situasi hidup sekarang: Tinggal dengan anak dan menantu. 8) Riwayat hukum: Tidak ada f. Riwayat psikoseksual: Tidak ditanyakan g. Riwayat keluarga (genogram): h. Mimpi, khayalan: 6. RPK: Keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. DM (-), hipertensi (-), alergi (-) 7. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien seorang ibu rumah tangga, periksa dengan BPJS.

C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL 1. Gambaran umum a. Penampilan: rapi, sesuai umur, bersih. b. Perilaku dan aktivitas psikomotor 1) Tingkah laku

: aktif

2) Sikap

: kooperatif

3) Sikap terhadap pemeriksa : tidak kooperatif 4) Kontak psikis 2. Mood dan Afek a. Mood

: depresi

b. Afek

: appropriate

c. Kesesuaian

: sesuai

: baik

6

d. Ekspresi emosi yang lain 1) Pengendalian

: terkendali

2) Stabilitas

: stabil

3) Echt-Unecht

: echt (respon emosi tidak dibuat-dibuat)

4) Dalam/dangkal

: dangkal

5) Arus emosi

: normal

6) Empati

: sesuai

1. Pembicaraan a. Kualitas

: cukup

b. Kuantitas

: bloking

c. Bicara spontan

: spontan

d. Sulit mulai bicara/sulit ditarik : (-) e. Kecepatan/lambat bicara

: cukup

2. Gangguan persepsi: a. Halusinasi (-) b. Ilusi (-) 3. Pikiran a. Bentuk pikir : realistik b. Arus pikir

: relevan

c. Isi pikir: 1) Waham Waham kebesaran (-), waham kejar (-), waham berdosa (-), waham curiga (-), waham hipokondri (-) 2) Delusion: Delusion of control (-), delusion of influence (-), delusion of passivity (-), delusional perception (-), thought of echo (-), thought of insertion (-), thought of withdrawl(-), thought of broadcasting(-) 4. Sensorium dan kognitif a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran: jernih b. Orientasi:

7

Orientasi waktu baik, orientasi tempat baik, orientasi orang baik, orientasi situasi baik c. Daya ingat : Daya ingat segera baik, daya ingat jangka pendek baik, daya ingat jangka panjang baik d. Konsentrasi dan perhatian

: baik

e. Kemampuan visuo-spasial

: baik

f. Pikiran abstrak

: baik

g. Sumber informasi dan kecerdasan

: baik

5. Pengendalian Impuls a. Tilikan

: 6, pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi

dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan. b. Empati

: sesuai

c. Intelegensia

: baik

d. Pertimbangan : baik e. Realibilitas

: konsisten

D. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik: Tanggal 5 November 2018, Pukul 10.45 WIB 1. Status generalis a. Keadaan Umum

: Baik

b. Kesadaran

: Compos Mentis

2. Vital Sign : a. TD

: 135/75 mmHg

b. Nadi

: 80x/menit

c. RR

: tidak diperiksa

d. T

: tidak diperiksa

e. TB

: 155

f. BB

: 50

g. BMI

: tidak diperiksa

h. Status gizi

: tidak diperiksa

3. Pemeriksaan fisik lain

8

a. Konjungtiva

: tidak diperiksa

b. Telinga

: tidak diperiksa

c. Jantung

: tidak diperiksa

d. Paru

: tidak diperiksa

e. Hati

: tidak diperiksa

f. Limpa

: tidak diperiksa

g. Limfe

: tidak diperiksa

h. Ekstremitas

: tidak diperiksa

i. Status Neurologis

: tidak diperiksa

j. Tes Psikometrik

: tidak diperiksa

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeiksaan psikiatri/psikologi

: tidak dilakukan

2. Pemeriksaan elektromedik

: tidak dilakukan

3. Pemeriksaan laboratorium

: tidak dilakukan

4. Pemeriksaan lain

: tidak dilakukan

F. FORMULASI DIAGNOSTIK Telah diperiksa seorang pasien wanita berusia 67 tahun datang ke poli jiwa RS Tugurejo dengan keperluan kontrol karena mengalami depresi sejak 1 tahun yang lalu pasien sering berbeda pendapat dengan anak dan mantu. Dari anamnesis ditemukan gejala depresi seperti mudah lelah, hilang minat, susah untuk konsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berkurang sudah sejak tahun 2017. Pada pemeriksaan status mental perilaku dan aktivitas psikomotor baik tetapi sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif, mood dan afek sesuai, pembicaraan sesuai dengan konteks secara kuantitas pasien pembicaraanya bloking, proses pikir realistik, gangguan persepsi negatif, sensorium kognitif baik, dan pengendalian impuls baik. Tilikan pasien 6 yaitu pasien menyadari sepenuhnya tetang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan. Sedangkan pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 135/ 75 mmHg.

9

1. Diagnosis multiaxial: a. Aksis I

: F/32.11 Episode Depresif Sedang dengan gejala somatic.

b. Aksis II

: Z 03.2 (Tidak ada diagnosis Aksis II)

c. Aksis III

: E00 – G90 Penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik I00 – I99 Penyakit sistem sirkulasi

d. Aksis IV

: Masalah dengan “primary support group” (keluarga)

e. Aksis V

:

1. 2017: GAF 70, di mana terdapat beberapa gejala ringan dan menetap disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik. 2. 2018: GAF 75, dimana terdapat beberapa gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

2. Diagnosis Banding a. Gangguan somatoform b. Gangguan cemas menyeluruh 3. Terapi : a. Farmakoterapi: R/ Amitriptyline tab 25 mg No.XXI S 3.d.d.1 b. Non farmakoterapi 

Edukasi Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya Menjelaskan kepada pasien tentang terapi yang akan dilakukan Menjelaskan kepada pasien kapan harus kontrol



Relaksasi

10

Istirahat secara teratur 

Support Memberi motivasi terhadap pasien agar rajin kontrol dan minum obat secara teratur.

G. PROGNOSIS Keterangan

Baik

Genetik



Onset



Buruk



Faktor pencetus Kepribadian pramorbid



Status marital



Status ekonomi



Kekambuhan



Suport lingkungan



Gejala positif

-

-

Gejala negatif

-

-

Respon terapi



Prognosis : Bonam

RESUME Pasien datang ke RS Tugurejo dengan keperluan kontrol depresi. Pasien mengeluhkan merasa sakit dada dan punggung. Pasien mengeluhkan mudah lelah dan hilang minat. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, pasien merasa enakan dibuat rebahan dan setelah minum obat. Pasien juga merasakan susah tidur. Pasien terkadang berbeda pendapat dengan anak dan menantu. . Karena hal tersebut, pasien merasa nyeri di bagian dada. 6 bulan yang lalu, pasien berobat ke spesialis penyakit jiwa dengan keluhan merasa sakit dada dan punggung. Pasien juga mengeluhkan mudah lelah dan hilang minat, selain itu pasien juga

11

mengeluhkan sulit konsentrasi, sulit tidur dan nafsu makan menurun. Pasien didiagnosis depresi, sehingga berobat jalan kira – kira selama satu tahun. Pada pemeriksaan status mental perilaku dan aktivitas psikomotor baik tetapi sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif, mood dan afek sesuai, pembicaraan sesuai dengan konteks secara kuantitas pasien pembicaraanya bloking, proses pikir realistik, gangguan persepsi negatif, sensorium kognitif baik, dan pengendalian impuls baik. Tilikan pasien 6 yaitu pasien menyadari sepenuhnya tetang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan. Sedangkan pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 135/ 75 mmHg.

BAB II

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Depresi Depresi

merupakan

salah

satu

diantara

bentuk

sindrom

gangguangangguan keseimbangan mood (suasana perasaan). Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan mood (mood disorder) yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.1 Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu merasa dirinya gagal, tidak berminat pada ADL sampai ada ide bunuh diri.2 Dalam pedoman penggolongan dan diagnosa gangguan jiwa diIndonesia III (PPDGJ III) (1993) disebutkan bahwa gangguan utama depresi adalah adanya gangguan suasana perasaan, kehilangan minat, menurunya kegiatan, pesimisme menghadapi massa yang akan datang. Pada kasus patologi, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsang, disertai menurunya nilai dari delusi, tidak mampu dan putus asa.3

B. Etiologi Etiologi depresi terdiri dari: 1. Faktor genetik Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah

13

genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan

efek

psikososial,

tetapi

faktor

non

genetik

kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama.4 2. Faktor Biokmia Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis.4 Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.4

3. Faktor Hormon Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason

14

dan hasil abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.5 Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan etiologi .5 4. Faktor Kepribadian Premorbid Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata.5 Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik

dan

usaha

seseorang

mengatasi

masalah.

Faktor

pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka

15

anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif .5 5. Faktor Lingkungan Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanakkanak dibandingkan dengan populasi lainnya.5 Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul.5 Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.4 Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external.4

C. Klasifikasi 1. Episode Depresif

16

Pada semua tiga variasi dari episode depresi khas yang tercantum di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah:3 a. Konsentrasi dan perhatian berkurang b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun) d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f. Tidur terganggu g. Nafsu makan berkurang Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh cirri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.3 2. Kriteria depresi menurut PPDGJ III

17

F32 Episode depresif Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat): -

Afek depresif

-

Kehilangan minat dan kegembiraan dan

-

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya: a. konsentrasi dan perhatian berkurang b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f. tidur terganggu g. nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-) 1) F32.0 Episode depresif ringan Pedoman diagnostik a) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di atas b) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g) c) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

18

d) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu e) Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik F 32.01 = dengan gejala somatik 2) F32.1 episode depresif sedang Pedoman diagnostik a) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada depresi ringan b) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya; c) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu d) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga 3) F 32.2 episode depresif berat tanpa gejala psikotik Pedoman diagnostik a) Semua 3 gejala utama depresi harus ada b) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci Dalam hal demikian, penilaian scara menyeluruh terhadap episode deprsif berat masih dapat dibenarkan a) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

19

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. b) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas. 4) F 32.3 episode depresif berat dengan gejala psikotik a) Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas; b) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka

yang

mengancam,

dan

pasien

merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan stupor. Jika diperlikan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (moodcongruent) 5) F 32.8 episode depresif lainnya 6) F32.9 episode depresif YTT Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik F 32.01 =dengan gejala somatik 7) F33

Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadangkadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan

20

depresi). Usia dari onset, keparahan, lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar.

D. Gambaran Klinik Episode depresi.

Mood

terdepresi,

kehilangan

minat

dan

berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.5 Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi

21

vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.5 Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain:5 1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi senyum). 2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan membaik di siang hari. 3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara. 4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata. 5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.

22

6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat. 7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata. 8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri mungkin ditemukan. 9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi insomnia total. 10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas. Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.

E. Diagnosis

23

Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk kepada DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ (2003), gangguan afektif berupa depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang, dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang, dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik, episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi. DSM-IV mendefinisikan sejumlah gangguan psikiatrik yang dapat diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan berisi kriteria diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis yang cocok dan memenuhi sejumlah kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik politetik, tidak perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk membuat diagnosa). DSM-IV telah memperbaiki reabilitas diagnosis (kemungkinan orang yang berbeda akan membuat diagnosis yang sama pada pasien yang sama), tetapi hanya mempunyai dampak yang sederhana terhadap validitas. Hal ini boleh jadi karena DSM-IV telah memecah kondisi psikiatrik menjadi terlalu banyak bagian-bagian dan setiap bagian tidak mewakili suatu kondisi yang sah. Walaupun DSM-IV dapat dipergunakan lintas kultural, penggunaannya pada situasi tertentu memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan gejala-gejala. Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV juga menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi penting lainnya, yaitu: 1.

Aksis I

: Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas.

2.

Aksis II : Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental

3.

Aksis III : Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan gangguan mental

24

4.

Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, bisaanya selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian, seperti

tidak

punya

pekerjaan,

perceraian,

problem

keuangan, korban penelantaran anak dan lain-lain.

DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam badan teks dan didalam appendiks. Gangguan-gangguan tersebut adalah sindrom yang berhubungan dengan depresi, berupa gangguan depresif ringan (minor depressive diorder), gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai keparahan gejala yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat tetapi hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. F. Pemeriksaan5 Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu: a.

Beck’s Depression Inventory

b.

Hamilton Depression Scale

c.

The Zung Self-Rating Depression Scale Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur

keparahan dan kedalaman dari gejala – gejala depresi seperti yang tertera dalam the American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada pasien dengan

25

depresi klinis. BDI dapat digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atascan be used for both adults and adolescents 13 years of age and older, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi. BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan libido.

G. Diferensial Diagnosis4 Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada penderita depresi, dapat menyebabkan kesalahan diagnostik sehingga menyebabkan

terapi

yang

inadekuat

untuk

pasien.

Berdasarkan

kepustakaan, ada beberapa kondisi yang harus benar-benar diperhatikan sebagai diagnosa banding dari depresi, diantaranya adalah: 1. Remaja yang terdepresi harus diuji untuk mononucleosis, 2. Pasien yang terdapat kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan harus diuji untuk disfungsi adrenal dan tiroid, 3. Homoseksual, biseksual dan pengguna zat aditif harus diuji untuk sindrom imunodefisiensi sindrom (AIDS), 4. Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan kondisi medis lainnya, 5. Penyakit Parkinson adalah masalah neurologis yang paling umum bermanifestasi sebagai gejala depresif,

26

H. Terapi Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya.4 Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu.6 1. Terapi Farmakologis Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.4 Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak.6 Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs).7

27

a. Trisiklik Trisiklik

merupakan

antidepresan

yang

paling

umum

digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat.4 Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generic.4 Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.7 b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors) MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik.7 Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.4

28

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik

yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs

dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.7 d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors ) Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin.7 Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini. e. Terapi Non Farmakologis Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku (Kaplan, 2010). NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons

29

yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.8 Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif .4 Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang.4

I. Prognosis Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.4 Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik.

30

Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.4

DAFTAR PUSTAKA 1. Semiun, Yustinus, (2006), Kesehatan Mental 3, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama 3. Maslim, Rusdi. (2004). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK Jiwa Unika Atmajaya

31

4. Sadock BJ, Sadock VA (2007). Psychosomatic medicine. In Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry, 10th ed., pp. 813–838. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 5. I.M.Ingram.dkk.1993.Catatan kuliah PSIKIATRI.Jakarta:buku kedokteran EGC 6. National Institute of Mental Health (NIMH) 2002, Depresion dissorder, NIH publication No.09-3679 7. Jeffrey S. Nevid, dkk.2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga 8. Arozal W., dan Gan S., (2007). Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Editor Sulisita G. Ganiswara. Jakarta. Hal. 162

More Documents from "Adityo Mulyono"