Konsep Patofisiologi Penyakit Kronis.docx

  • Uploaded by: radit maghi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Patofisiologi Penyakit Kronis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,630
  • Pages: 24
“ KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL“ (Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif)

OLEH :

1.

ARESON P.Y SANU

2.

MARIA E.H MUU

3.

VITRIANA PADJI

4.

VANESA M AGOSTINA

5.

AUGUSTO YUSTUS KARMI

6.

LUH MADE DEPRIANTI

7.

MERLIN JEHANU

8.

YOHANES EMAN PRIYANTO OLLA

PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena telah berhasil menyelesaikan makalah ini untuk melengkapi pengambilan nilai mata kuliah keperawatan paliatif. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan trima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan trima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Penulis

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ............................................................................................... .. i Daftar isi ........................................................................................................ .. ii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ .. 1 1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................... .. 2 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep sehat sakit ................................................................................... .. 3 2.2 Konsep penyakit........................................................................................ 3 2.3 Konsep Penyakit Kronis...... ................................................................... .. 5 2.3.1 Pengertian penyakit kronis .................................................................. .. 5 2.3.2 Patifisiologi penyakit kronis ................................................................. .. 6 2.4 Konsep penyakit terminal............................................................. .......... .. 8 2.4.1 Pengertian ............................................................... ............................. .. 8 2.4.2

Masalah Di Akhir Kehidupan............................................................... 9

2.4.3 Tahap-tahap Menjelang Ajal................................................................ 2.4.4

9

Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian.......................................................... 10

2.4.5

Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian............................................ 11

2.4.6

Tanda – tanda klinis saat meninggal ..................................................... 12

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan................................................................................................. 15 DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker,penyakit degeneratif,

penyakit

paru

obstruktif

kronis,

cystic

fibrosis,stroke,Parkinson,gagal jantung/heartfailure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang

memerlukan perawatan lebih

lanjut,disamping kegiatan promotif,preventif,kuratif,dan rehabilitatif. Namun saat ini,pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang

sulit disembuhkan tersebut,

terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Smeltzer & Bare dalam buku Keperawatan Medikal Bedah tahun 2002 mengatakan Masalah-masalah penyakit kronis mempengaruhi individu sepanjang hidupnya. Penyakit kronis terjadi per individu yang sangat mudah, usia pertengahan atau bahkan orang yang sangat tua. Banyak penyakit dan kondisi kronis lebih sering terjadi pada salah satu kelompok usia dibandingkan yang lain. Namun demikian, frekuensi penyakit kronis terus meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan banyak lansia menderita lebih dari satu penyakit kronis. Penyakit kronis dapat terjadi pada semua jenis kelamin, tingkat sosio ekonomi, etnis, budaya dan kelompok ras. Penyakit kronis dapat berdampak kecil pada aktifitas atau gaya hidup seseorang. Keperawatan palitif adalah pendekatan yang sesuai untuk menghadapi permasalahan kematian pada pasien. Keperawatan paliatif menawarkan peningkatan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam kehidupan dari pertama didiagnosis sampai proses berduka akibat kematian melalui pendekatan psikososial, kultural dan spiritual.

Lebih dari dua dekade, perhatian menjelang ajal sudah mulai terlihat. Kebutuhan akan keperawatan menjelang ajal di Rumah Sakit meningkat seiring dengan peningkatan kejadian penyakit kronis. Pearawatan menjelang ajal sebagai suatu istilah yang digunakan dalam penyebutan perawatan pasien dan keluarga dari aspek klinis sampai sistem dukungan saat pasien menghadapi kematian. Penyakit kronis berkembang dari penyakit tidak menular yang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut WHO tahun 2011 menyebutkan bahwa tingkat kematian di Indonesia mencapai 1.064.000 akibat penyakit kronis di Rumah Sakit (Kemenkes RI 2012). 1.2. TUJUAN 1.2.1. Tujuan Umum a. Untuk mengetahui tentang konsep patofisiologi berbagai penyakit terminal 1.2.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian sehat dan sakit b. Untuk mengetahui pengertian penyakit c. Untuk mengetahui pengertian dan patofisiologi penyakit kronis d. Untuk mengetahui pengertian dan patofisiologi penyakit terminal

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1. Sehat – Sakit WHO (2015) menyatakan bahwa "Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity". Arti kesehatan menurut para pakar kesehatan yaitu suatu situasi dan kondisi sejahtera dimana tubuh manusia, jiwa, serta sosial yang sangat memungkinkan tiap-tiap orang hidup produktif dengan cara sosial dan juga ekonomis. Sehat mengandung 4 komponen, yaitu : 1. Sehat Jasmani 2. Sehat Mental 3. Kesejahteraan Sosial 4. Sehat Spiritual Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, dimana setiap individu mempunyai daya tahan terhadap penyakit, mengalahkan stres dan keletihan atau kelesuan. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi” yakni fungsi secara efektif dari setiap sumber perawatan diri yang menjaminnya suatu tindakan perawatan diri secara adekuat. UU No.23 Tahun 1992 menyatakan sehat sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif atau baik dalam ruang lingkup ekonomi dan sosial. Kesehatan harus dilihat sebagai suatu perpaduan secara utuh yang terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dimana didalamnya ada kesehatan jiwa yang menjadi bagian dari integral kesehatan. Sehat adalah kemampuan seorang individu untuk menjalankan tugas dan perannya secara efektif dengan kondisi yang optimal. Sakit adalah penyimpangan dari status penampilan yang optimal. Sakit (illness) adalah penilaian tiap-tiap individu terhadap pengalamannya menderita suatu penyakit. Sakit menimbulkan dimensi fisiologis yang bersifat subjektif atau perasaan yang terbatas yang lebih dirasakan oleh orang yang bersangkutan, yang ditandai dengan perasaan yang tidak

menyenangkan (unfeeling well), lemah (weakness), pusing (dizziness), kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin saja melalui pemeriksaan secara medis individu terserang suatu penyakit dan fungsi dari salah satu organ tubuhnya terganggu, namun tidak merasakan sakit dan tetap menjalankan aktivitas sehariharinya. Senada dengan penjelasan tersebut, Sarwono mendefenisikan bahwa sakit merupakan suatu keadaan yang kurang menyenangkan yang dirasakan seseorang serta menghambat aktifitas, baik secara jasmani dan rohani sehingga seseorang tersebut tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya secara normal dalam masyarakat. Tolak ukur atau acuan yang paling mudah untuk menentukan kondisi sakit atau penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai batas normal yang telah ditetapkan, akan tetapi ada beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan acuan antara lain : 1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan dari fungsi normal tubuh manusia, termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian. 2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi terhadap kondisi sakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam beraktivitas sehari-hari. 3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala. 4. Perkins mengemukakan pula bahwa, sakit adalah suatu kondisi yang kurang menyenangkan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.

2.2. Konsep Penyakit a. Pengertian Penyakit adalah pola respon oleh organisme hidup terhadap beberapa bentuk invasi dari substansi asing atau injury/ cedera yang menyebabkan keterbatasan fungsi normal organisme. Kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada struktur atau fungsi dari sistem

tubuh. Keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan yang tidak normal (Azwar, 1988). Penyakit dapat didefinisikan sebagai perubahan pada individu – individu yang menyebabkan parameter kesehatan mereka berada di bawah kisaran normal. Tolak ukur biologik yang paling berguna untuk kenormalan berkaitan dengan kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan – tuntutan dalam tubuh dan beradaptasi dengan tuntutan – tuntutan ini atau perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal dalam rangka mempertahankan konsistan yang layak pada lingkungan internal. Penyakit dikatakan ada, jika beberapa struktur dan fungsi tubuh menyimpang dari normal sampai pada suatu keadaan berupa rusak atau terancamnya kemampuan untuk kemampuan homeostatis normal atau individu tidak dapat lagi menghadapi tantangan lingkungan (Sylvia A.Price & Lorraine M Wilson, 2005). b. Penyebab dan terjadinya penyakit Menurut prof. DR.Nur N Noor (2008), Penyebab dan terjadinya penyakit yaitu proses interaksi antara manusia (penjamu), penyebab (agent), dan lingkungan (Environment). 1. Penyebab penyakit (Agent) Proses terjadinya penyakit yakni proses interaksi antara manusia (penjamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment). Pada dasarnya, tidak satupun penyakit yang dapat timbul hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab tunggal semata. Pada umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama – sama mendorong terjadinya penyakit. Penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama, yakni a) Penyebab kasual primer Unsur penyebab kasual ini dapat dibagi dalam enam kelompok utama: 1) Unsur penyebab biologis yakni semua unsur penyebab yang tergolong makluk hidup termaksud kelompok

mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing dan insekta. Unsur penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit infeksi dan penyakit menular. 2) Unsur penyebab nutrisi yaitu semua unsur penyebab yang termaksud golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral dan air. 3) Unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk senyawa kimiawi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan/ penyakit tertentu. Unsur ini biasanya berasal dari luar tubuh termaksud berbagai jenis zat racun, obat – obatan keras. Bentuk senyawa kimia ini dapat berupa gas, padat, cair maupun uap. Adapula senyawa kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan penyekait tertentu seperti ureum, kolesterol. 4) Unsur penyebab fisik yakni semua unsur yang dapat menyebabkan penyakit melalui proses fisika, contohnya panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa) radiasi, dll. 5) Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang bertalian dengan kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku sosial. b) Penyebab nonkausal (sekunder) Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya penyakit. Dengan demikian dalam analisa setiap penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat terjadinya penyakit, kita tidak hanya berpusat pada penyebab kasual primer semata, tetapi juga harus memperhatikan semua unsur lain diluar unsur penyebab kausal primer. Faktor yang

berinteraksi dalam proses kejadian penyakit digolongkan dalam faktor resiko. 2. Unsur penjamu Unsur penjamu (host) terutama penjamu manusia dapat dibagi dalam dua kelompok sifat utama, yakni a) Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis tertentu, seperti : 1) Umur jenis kelamin, ras dan keturunan 2) Bentuk anatomi tubuh serta fungsi fisiologis dan faal tubuh 3) Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. 4) Kemampuan interaksi antara penjamu dengan penyebab secara biologis. 5) Status gizi dan status kesehatan secara umum. b) Manusia sebagai makluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus, seperti : 1) Kelompok etnik termaksud adat, kebiasaan, agama, dan hubungan keluarga serta hubungan sosial kemasyarakatan. 2) Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari – hari termasuk kebiasaan hidup sehat. 3. Unsur lingkungan (Environment) Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Secara garis besar unsur lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian besar, yakni: a) Lingkungan biologis 

Berbagai mikroorganisme patogen dan yang tidak patogen



Berbagai

binatang

dan

tumbuhan

yang

dapat

mempengaruhhi kehidupan manusia, baik dari sumber kehidupan (bahan makanan dan obat – obatan) atau sebagai reservoir/sumber penyakit atau penjamu antara.



Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular.

b) Lingkungan fisik Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia dan radiasi) meliputi: 

Udara, keadaa cuaca, geografis, dan geologis.



Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta berbagai unsur kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.



Unsur kimiawi lainnya dalam bentuk pencemaran udara, tanah dan air, radiasi.

c) Lingkungan sosial Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap

individu

yang

membentuk

masyarakat

tersebut.

Lingkungan sosial meliputi: 

Sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik serta sistem ekonomi yang berlaku



Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat.

c. Manifestasi Pada wal – awal perkembangan suatu penyakit agen atau agen-agen etiologi dapat mencetuskan sejumlah perubahan dalam proses biologik yang dapat dideteksi oleh analisis laboratorium walaupun tidak memiliki gejala – gejala subsektif. Dengan demikian banyak penyakit memiliki stadium subklinis, yang selama stadium ini berfungsi pasien berjalan secara normal, walaupun proses penyakit ini dapat ditentukan denga baik. Fungsi dan struktur banyak organ menyediakan perlindungan atau batas aman yang luas, serta gangguan fungsional dapat jelas hanya jika penyakit tersebut telah cukup lanjut. Akan tetapi, beberapa penyakit

tampaknya mulai sebagai gangguan fungsional dan sebenarnya secara klinis menjadi jelas walaupun pada saat itu tidak terdeteksi adanya kelainan-kelainan anatomis. Keadaan sakit macam itu akhirnya dapat mengakibatkan kelainan struktural sekunder. Pada saat proses-proses biologis tertentu terganggu, pasien secara subjektif mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Penyakit subjektif ini disebut sebagai gejala penyakit. Menurut definisi gejala bersifat subjektif dan hanya dapat dilaporkan oleh pasien kepada pengamat. Namun jika pengamat secara objektif dapat mengidentifikasi manifestasi penyakit maka hal ini disebut tanda-tanda penyakit. Mual, malese, dan nyeri merupakan gejala, sedangkan demam, kemerahan kulit, dan massa yang dapat diraba merupakan tanda-tanda penyakit. Perubahan struktural yang dapat dilihat yang ditimbulkan dalam perkembangan penyakit disebut sebagai lesi. Lesi dapat jelas secara makroskopis, mikroskopis atau keduanya. Akibat suatu penyakit kadang- kadang disebut sebagai sekuele. Sebagai contoh, sekuele proses peradangan pada sutu jaringan biasa dapat berupa jaringan parut pada jaringan itu. Komplikasi penyakit merupakan suatu proses baru atau proses tersendiri yang dapat timbul sekunder karena beberapa perubahan yang ditimbulkan oleh keadaan aslinya. Unrungnya banyak penyakit juga dapat mengalami yang dinamakan resolusi, dan penjamu kembali sepenuhnya pada keadaan normal tanpa sekuele atau komplikasi. Resolusi dapat terjadi secara spontan, yaitu karena pertahanan tubuh atau dapat diakibtkan dari keberhasilan pengobatan (Sylvia A.Price & Lorraine M Wilson, 2006). d. Klasifikasi penyakit Menurut Sylvia A.Price & Lorraine M Wilson, klasifikasi penyakit terdiri dari : 1. Penyakit herediter : penyakit akibat kelainan kromosom atau gen pada satu atau kedua orang tua yang diturunkan kepada keturunannya.

2. Penyakit kongenital : penyakit yang terjadi sejak lahir, beberapa diturunkan

sedangkan

yang

lain

disebabkan

oleh

cacat

perkembangan yang asalnya diketahui atau tidak diketahui. 3. Penyakit Toksik : penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun 4. Penyakit infeksi : penyakit akibat invasi organisme patogen hidup (misalnya bakteri, virus, jamur, protozoa, cacing darah, cacing). 5. Penyakit traumatik: penyakit disebabkan trauma fisik 6. Penyakit degeneratif : disebabkan degenerasi berbagai bagian tubuh (osteoporosis, osteomelitis) 7. Penyakit imunologi : sistem imun secara normal bereaksi melindungi

terhadap

Hipersensitivitas

invasi

(alergi),

merupakan tiga tipe

antigen

autoimunitas,

reaksi

asing dan

dan

kanker.

imunodefisiensi

imun dengan pengaruh

yang

membahayakan penjamu 8. Penyakit Neoplastik : disebabkan pertumbuhan sel abnormal yang menyebabkan berbagai tumor jinak dan ganas. 9. Penyakit Gizi : disebabkan defisiensi gizi (protein, kalori, vitamin, mineral). 10. Penyakit metabolik : diakibatkan oleh gangguan proses metabolik penting dalam tubuh 11. Penyakit Molekuler : diakibatkan oleh kelainan molekul tunggal yang menyebabkan abnormalitas produk molekularnpada aktivitas seluler. 12. Penyakit psikogenik : dimulai dalam pikiran, berasal dari emosional atau psikologis dalam kaitannya dengan suatu gejala. 13. Penyakit Iatrogenik : suatu penyakit atau gangguan yang ditimbulkan secara tidak sengaja sebagai akibat pengobatan yang dilakukan oleh tenaga perawatan kesehatan untuk beberapa gangguan lain. 14. Penyakit Idiopatik : penyakit yang penyebabnya tidak diketahui

2.3. Penyakit Kronis 2.3.1 Pengertian Masalah-masalah penyakit kronis mempengaruhi individu sepanjang hidupnya. Penyakit kronis terjadi per individu yang sangat mudah, usia pertengahan atau bahkan orang yang sangat tua. Banyak penyakit dan kondisi kronis lebih sering terjadi pada salah satu kelompok usia dibandingkan yang lain. Namun demikian, frekuensi penyakit kronis terus meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan banyak lansia menderita lebih dari satu penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit

kronis

merupakan

jenis

penyakit

degeneratif

yang

berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari - hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et aldalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis adalah masalah kesehatan jangka panjang yang disebabkan oleh gangguan ireversibel, akumulasi gangguan, atau keadaan penyakit laten. Beberapa kondisi kronis menyebabkan perubahan permanen pada struktur atau fungsi dari satu atau lebih sistem tubuh. penyakit lain bersifat kronis karena tidak ada obat yang ditemukan. perkembangan di bidang bakteriologi, imunologi, kesehatan masyarakat, dan farmakologi telah menyebabkan penurunan cepat mortalitas dari penyakit

fatal sebelumnya. Penurunan mortalitas dari penyakit

mematikan sebelumnya telah menyebabkan rentang hidup yang diperpanjang dan risiko kecelakaan dan penyakit yang lebih besar yang dapat berkembang menjadi kondisi kronis. Istilah penyakit kronis, penyakit jangka panjang, dan kondisi kronis digunakan secara bergantian. istilah kondisi kronis lebih disukai karena lebih konsisten dengan definisi kesehatan yang mencakup komponen kesehatan dan

penyakit. Peningkatan prevalensi kondisi kronis di masyarakat kita adalah karena banyak faktor. Pengetahuan tentang fungsi fisiologis terus menjadi teknik dan peralatan untuk menilai dan mendiagnosis perubahan dalam fungsi fisik, mendukung dan mempertahankan kehidupan, memerangi infeksi, mempertahankan dan memulihkan fungsi fisik, dan mengkompensasi dan menggantikan fungsi fisik yang hilang. Lebih banyak bayi bertahan hidup dengan masalah bawaan. Lebih banyak orang dari segala usia yang selamat dari episode penyakit acut dan trauma yang mengancam jiwa dengan berbagai tingkat defisit residu dalam fungsi fisik atau kognitif. Kondisi kronis yang pernah dianggap langka, seperti dermatofitosis dan amyotropic lateral sclerosis, menjadi lebih umum karena orang hidup lebih lama. 2.3.2 Patofisiologi Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi, dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ - organ pengindraan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh negara, di antaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2002). Fase- fase terjadinya penyakit kronis,terdiri dari 9 yaitu pretrajectory, awitan trajectory, stabil, tidak stabil, akut, krisis, pulih, penurunan dan kematian. Fase pre-trajectory menggambarkan tahap dimana individu beresiko terhadap penyakit kronis karena faktor - faktor genetik atau perilaku yang meningkatkan kerentanan seseorang terhadap penyakit

kronis. Fase trajectory ditandai dengan tampaknya gejala – gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan pemeriksaan diagnostik. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan penyakit. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk penanganannya. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual (Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan pada faktor keberbahayaan dan tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan, Dennis Turk, Donald Meichenbaum, dan Myles Genest (dalam Sarafino, 2006) menggambarkan tiga tipe penyakit kronis, yakni: a. chronic recurrent pain yang ditandai oleh adanya pengulangan dan episode rasa sakit yang dipisahkan dengan periode tanpa rasa sakit (seperti migrain dan tension type headache); b. chonic intracable beningn pain yang ditandai oleh ketidaknyamanan yang dirasakan sepanjang waktu dengan tingkat bervariasi, namun bukan merupakan kondisi yang berbahaya (seperti nyeri pinggang kronis); c. chronic progressive pain yang ditandai oleh ketidaknyamanan berkelanjutan yang merupakan kondisi berbahaya, dimana rasa sakit akan semakin meningkat saat kondisi semakin memburuk seperti rheumatoid arthritis dan kanker (Sarafino, 2006).

Penyakit dapat mengganggu asupan, transformasi, dan pengeluaran energi fisik untuk metabolisme sel, sintesis protein, dan fungsi sistem tubuh atau fungsi terkoordinasi sistem tubuh. Nutrisi dan oksigen adalah sumber utama energi fisik. Proses di mana nutrisi diubah menjadi unit energi fisik dapat diubah oleh perubahan struktur atau fungsi sistem neurologis, muskuloskeletal, sirkulasi, pernafasan, endokrin, atau pencernaan. Perubahan dalam sistem tubuh ini juga dapat mengganggu transportasi dan menggunakan energi. Energi tambahan mungkin diperlukan untuk fungsi fisiologis dan mobilitas. Kedua mekanisme dapat mengkompensasi beberapa perubahan fungsi fisik, tetapi mekanisme ini dapat menjadi lelah dari waktu ke waktu. Ketika kebutuhan energi fisik suatu penyakit melebihi asupan dan pengolahan nutrisi dari waktu ke waktu, tubuh menggunakan cadangan lemak dan protein sebagai sumber energi fisik. penggunaan cadangan lemak dikarakterisasi oleh penurunan jaringan subkutan. penggunaan protein ditandai oleh penurunan protein viceral dan massa otot. Resistansi umum klien terhadap stres fisiologis kemudian terganggu. klien yang sakit akut atau dalam fase akut kondisi kronis mungkin mengalami peningkatan tuntutan pada tubuh untuk energi.

2.4. Penyakit Terminal 2.4.1

Pengertian KeadaanTerminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu

dapat disebabkan

oleh

suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

Pelayanan yang diberikan pada seseorang yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan atau kurang. Menjelang Ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun

unik bagi

setiap

individu,

kejadian-kejadian

tersebut

bersifat

normal

dan

merupakan proses hidup yang diperlukan. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan. 2.4.2

Masalah Di Akhir Kehidupan. Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat sampai teknologi eksperimental canggih. Pengobatan paliatif dapat juga diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dalam pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit. Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini,dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan diatas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan. Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien, wakil pasein dalam mengambil keputusan,dan juga dokter. Kemungkinan memperpanjang

hidup dengan memberikan

obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil. Seperti dibahas diatas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika penolakan itu dapat “menyebabkan kematian”. Dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan. Setiap orang berbeda dalam menanggapi kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat

ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi. Pengambilan keputusan diakhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan

jelas mengungkapkan

menggunakan

bantuan

keinginannya sebelumnya seperti

hidup lanjut, keputusan akan lebih mudah

walaupun bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika pasientidak menyatakan keinginannnya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien. 2.4.3 Tahap-tahap Menjelang Ajal. Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam5 tahap, yaitu: a) Menolak (Denial). Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak. b) Marah

(Anger).

mengancam

Kemarahan

kehidupannya

terjadi

dengan

karena segala

kondisi

hal

yang

klien telah

diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. c) Menawar (Bargaining). Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. d) Kemurungan (Depresi). Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal. e) Menerima atau Pasrah (Acceptance). Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi

yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya ataur rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat. 2.4.4

Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian. Strause etall (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type: a) Closed Awareness atau Tidak Mengerti. Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk

tidak

memberitahukan

tentang

diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya. b) Matual Pretense/ Kesadaran/ Pengertian yang Ditutupi. Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya. c) Open Awareness atau Sadarakan keadaan dan Terbuka. Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut. . 2.4.5

Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian Ada 4 type dari perjalanan proses kematian,yaitu: a) Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik. b) Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.

c) Kematian

yang

belum

pasti,

kemungkinan

sembuh

belum

pasti,biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker. d) Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu,terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian. 2.4.6

Tanda – tanda klinis saat meninggal a. Pupil mata melebar. b. Tidak mampu untuk bergerak. c. Kehilangan reflek. d. Nadi cepat dan kecil. e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok. f. Tekanan darah sangat rendah. g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka. h. Kehilangan Tonus Otot, ditandai: 1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. 2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan. 3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya. 4) Penurunan controlspinkter urinary dan rectal. 5) Gerakan tubuh yang terbatas.

2.5. Patway

Penyebab/agent

Kausal primer (biologis, nutrisi, kimiawi, fisik, psikis)

Host/ penjamu

Kausal sekunder (faktor resiko)

Umur, jenis kelamin, ras, bentuk anatomi tubuh, status gizi

Lingkungan/en virontment Mikroorganisme patogen dan non patogen, pencemaran udara, cuaca, geografis, air, radiasi

Stadium sub klinis (fungsi pasien berjalan normal, fungsi dan struktur banyak organ menyediakan perlindungan atau batas aman yang luas) Stadium Klinis (terjadi gangguan fungsional, terjadi kelainan struktural sekunder)

Gejala (mual, malaise, dan nyeri)

Tanda (kemerahan kulit, massa)

Lesi (perubahan struktur tubuh yang dapat dilihat)

Komplikasi (proses baru yang dapat timbul sekunder karena beberpa perubahan yang ditimbulkan oleh penyakit)

Penyakit akut

Sekule (Akibat yang ditimbulkan dari suatu penyakit: jaringan parut)

Makroskopis Mikroskopis

Revolusi (Kembali ke keadaan normal)

Penyakit kronis (lebih dari 6 bulan) Fase- fase penyakit kronis

Pretrajectory Trajectory

Stabil Tidak stabil

Akut Krisis atau terminal Penurunan Kematian

DAFTAR PUSTAKA

Ferrell, R.B. & Coyle, N, (2010). Oxford Textbook of palliative nursing, volume 1 ed 3. New York, NY: Oxford University Press Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit edisi 6 vol 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Noor N. Nur, Timmreck, Thomas. C (2005) Epidemologi : satuan Pengantar edisi 2, Buku Kedokteran, ECG, Jakarta Smeltzer C Suzanne, Bare G Brenda (2002), Keperawatan Medikal - Bedah Edisi 8 vol 1, jakarta : Buku Kedokteran, ECG, Jakarta Trawotjo Rogatus (2014). Rumah Sakit Baptis Batu : Panduan Pasien Tahap Terminal.

https://

vdocuments.net/panduan

2014.html. Diakses 28 Oktober 2018.

.

pasien-tahap-terminal-

Related Documents


More Documents from "brevmana"