Konsep Asuhan Keperawatan Dan Oref Seminar Kuy.docx

  • Uploaded by: Deyana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Asuhan Keperawatan Dan Oref Seminar Kuy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,120
  • Pages: 6
Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien yang Mengalami Fraktur 1. Pengkajian Data Dasar Pengkajian a) Aktivitas/ istirihat Tanda: keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakkan jaringan, nyeri). b) Sirkulasi Tanda: hipotensi (kadang terlihat sebagai respons terhadap nyeri /ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah ) Takikardia (respon stress, hipovolemia) Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera: pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakkan jaringan atau massa pada sisi yang cedera c) Neurosensori Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot. Kebas/kesemutan (parastesis) Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekkan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas/trauma lain. d) Nyeri/kenyamanan Gejala: nyeri hebat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokasi pada area jaringan/ keruakan tulang: dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akiat kerusakan syaraf. Spasme/ kram otot.

e) Keamanan Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakkan lokal (dapat meningkat bertahap atau secara tiba-tiba) f) Penyuluhan Pembelajaran Gejala: lingkungan cidera Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: femur 7,8 hari: penggul/pelvis; 6,7 hari: lain-lain: 4,4 hari bila ada perawatan di rumah sakit. Memerlukan bantuan dengan transportasi , aktivitas perawtan diri, tugas pemeliharaan/perawat rumah. g) Pemerikasaan Diagnostik Foto Ronsen: menentukan lokasi /luasnya fraktur/trauma. Skan tulang, Tomogram, Skan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Angiogram: dilakukan bila dicurigai kerusakan vaskuler Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) . peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik 2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler nyeri 5. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma perosdure invasive 6. Risiko syok(hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat trauma

3. Intervensi Keperawatan DX1: Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik Tujuan: Nyeri skala 1-0/ hilang KH: Klien melaporkan skala nyeri 1-0/hilang. Mengontrol pembengkakkan Bergerak nyaman Intervensi&rasional -. Lakukan pengkajian nyeri skala, intensitas R/ untuk mengetahui karakteristik nyeri -. Kaji adanya edema, hematome, spasme otot R/ menunjukkan penyebab nyeri -. Tinggikan eksteritas yang sakit R/ meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri -. Berikan kompres dingin R/ menurunkan edema dan hematome -. Ajarkan klien tekhnik relaksasi R/ untuk mengurangi nyeri

DX2: perfusi perifer tidak efektif Tujuan: tidak terjadi kerusakan dan pembengkakkan KH: perfusi jaringan adekuat Warna kulit normal, CRT<2 detik Intervensi & rasional -. Kaji status neurovaskuler: warna kulit, suhu, CRT. Denyut nadi, edema. R/ untuk menentukan intervensi selanjutnya -. Tinggikan ektermitas yang sakit R/ meningatkan aliran darah balik, mengurangi edema -. Balutan yang kuat di longgarkan R/melancarkan peredaran darah

DX3: Hambatan mobilitas fisik

Tujuan : klien dapat mobilisasi KH: klien memaksimalkan mobilitas Menggunakan alat imobilisasi sesuai Intervensi&Rasional -. Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap berikan sokongan adekuat. R/ membantu mobilisasi secara bertahap -. Nyeri di kontrol dengan bidai dan obat anti nyeri R/ mengurangi nyeri sebelum latihan mobilisasi -.ajarkan klien menggunakan alat bantu. R/ membantu keseimbangan diri klien untuk latihan mobilisasi

DX4: Resiko Infeksi Tujuan: tidak terjadi infeksi KH: tidak ada tanda tanda infeksi seperti demam, kemerahan, nyeri, panas Intervensi&Rasional -. Kaji respon klien terhadap antibiotik R/ untuk mengetahui antibiotik yang tepat -. Pantau tanda-tanda vital R/ suhu mengalami peningkatan menandakan mengalami infeksi -. Pantau luka operasi & cairan yang keluar R/ ada cairan keluar menandakan infeksi dari luka.

4. Evaluasi a. Nyeri berkurang skala nyeri 1-0/ hilang. b. Perfusi perifer dijaringan adekuat. c. Kerusakan integritas kulit teratasi d. Tidak terjadi hambatan mobilitas fisik e. Tidak ada tanda-tanda infeksi f. Tidak ada tanda tanda syok

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION ( OREF )

A. KONSEP DASAR 1. Pengertian OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :

2. Indikasi a. Fraktur terbuka grade II dan III b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah. c. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil. d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf. e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain. f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ). g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan. h. Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus. 3. Keuntungan dan Komplikasi Eksternal Fiksasi Keuntungan eksternal fiksasi adalah : Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal da latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan Sedangkan komplikasinya adalah :. a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ). b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf. c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union. d. Emboli lemak. e. Overdistraksi fragmen. 4. Hal – hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal Fiksasi a. Persiapan psikologis Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah

penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini. b. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf. Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah. c. Pencegahan infeksi Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya. d. Latihan isometrik Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang

Related Documents


More Documents from "Liliyana Natsir Albanjary"