Konseling Hiv.docx

  • Uploaded by: riri anggraini
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konseling Hiv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 537
  • Pages: 2
Konseling HIV/AIDS

Oleh: Kurniawan Rachmadi, SKM, MSi Supevisor Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian UPT HIV RSCM Konseling merupakan salah satu proses yang harus dilakukan sebelum seseorang memutuskan untuk test anti-HIV. Pengertian konseling adalah: hubungan kerjasama yang bersifat menolong antar dua orang (konselor dan klien) yang bersepakat untuk : 1. 2. 3. 4.

Bekerja sama dalam upaya menolong klien agar dapat menguasai permasalahan dalam hidupnya. Berkomunikasi untuk membantu mengidentifkasi problem-problem klien Terlibat dalam proses yang menyediakan pengetahuan keterampilan, dan akses terhadap sumber- sumber Membantu klien mengubah sikap/ presepsi yang negatif terhadap problemnya, sehingga klien dapat mengatasi kekuatirannya dan memutuskan apa yang akan ia lakukan dengan permasalahan yang dihadapinya. Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus memberi perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan HIV/AIDS, baik terhadap orang yang terinfeksi maupun terhadap lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari dilakukannya konseling HIV/AIDS agar tersedianya dukungan sosial dan psikologik kepada odha dan keluarganya. Selain itu juga terjadinya perubahan perilaku yang aman sehingga penurunan penularan infeksi HIV/AIDS. Konseling HIV/AIDS biasanya dilakukan dua kali, yaitu: sebelum tes (pra-test) atau sesudah tes (Pasca test) HIV/AIDS. Selama konseling berlangsung biasanya ada beberapa topik yang di bicarakan. Di antaranya:    

Identifikasi prilaku yang berisiko tertular HIV/AIDS. Membantu membuat keputusan untuk merubah perilaku itu. Mengganti dengan perilaku perilaku yang berisiko lebih rendah/ aman serta mempertahankan perilaku itu. Membantu klien untuk mengambil keputusan untuk melakukan tes HIV, dengan membuat pernyataan persetujuan (informed consent), tanpa paksaan dan bersifat rahasia (confidentiality). Bila klien memutuskan untuk memeriksakan diri, ia perlu disiapkan untuk menghadapi hasil yang akan diterimanya. Ada tiga kemungkinan hasil yang akan terjadi: 1. Hasil tes negatif dan bukan dalam periode jendela,  Jelaskan bahwa ini bukan berarti bebas HIV seumur hidup hingga boleh berperilaku apapun.  Andaikata ada prilaku berisiko tinggi, perlu merubah perilaku tersebut, menjadi lebih aman dan dipertahankan seumur hidup sesuai dengan pilihan A (abstinence), B (Be Faithful), C (Condom) atau kombinasi demi pencegahan HIV. 2. Hasil tes negatif dalam periode jendela  Perlu mengulang tes untuk 3 bulan kemudian, untuk kepastianstatus HIV-nya.  Sudah harus merubah perilaku risiko tingginya, sesuai pilihan A,B, C atau kombinasi. 3. Hasil tes positif  Perhatikan reaksi klien saat menerima hasil tes, konselor perlu berempati  Jelaskan bawa positif bukan berarti mati.  Rujukan untuk dukungan dan pengobatan.  Jaminan kerahasiaan.

 Kemungkinan memberitahu pasangan.  Merubah perilaku berisiko tingginya berdasarkan pilihan A, B, C, atau kombinasinya. Meskipun program konseling dan tes secara sukarela telah dilaksanakan sejak tahun 1994, namun pada kenyataannya di lapangan cakupannya masih sangat rendah. Tahun 2010 ini diperkirakan ada 300.000 orang di Indonesia telah terinfeksi HIV/AIDS. Sayangnya baru sekitar 30.000 orang yang mendapatkan pengobatan. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Untuk meningkatkan cakupan Program Dukungan, Perawatan dan Pengobatan di HIV/AIDS Indonesia, pemerintah telah mensosialisasikan kebijakan baru Provider Initiative Test and Counseling (PITC). Diharapkan dengan informasi dan anjuran dari petugas kesehatan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri semakin meningkat. Sehingga diharapkan secara langsung maupun tidak langsung akan terdeteksi lebih awal. Bila seseorang terdeteksi lebih awal maka kita bisa mencegah kematian dan juga tidak perlu mengalami infeksi oportunistik. Terlebih lagi perubahan kebijakan ini, akan mendukung kebijakan Access for All yang dikeluarkan WHO. Semoga dengan semakin ditingkatkannya fasilitas dan sarana yang ada, Unit Pelayanan Terpadu HIV RSCM mampu melaksanakan kegiatan tersebut.

Related Documents

Konseling Hiv.docx
June 2020 16
Ffq Konseling
August 2019 32
Konseling Islam
June 2020 15
Konseling & Psikoterapi
August 2019 32
Konseling Kieee.docx
May 2020 22

More Documents from "monalisa"

Konseling Hiv.docx
June 2020 16
Tugas Level.docx
April 2020 14
Animal.docx
April 2020 17
June 2020 12