KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa , karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Proses Komunikasi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Awareness” sehingga kami dapat membuat serta menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini kami memaparkan kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan terkait judul yang diberikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, diantaranya: 1.
Yang terhormat Ibu Ns. Dewi Eka Putri S.Kep, M.Kep. Sp.J dan Ibu Ns. Rika
Sarfika selaku dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan II. 2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses penyelesaian makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, 26 Agustus 2018
Penulis
1
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan profesional selalu melibatkan komunikasi dalam aplikasinya. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia, terutama pada saat berinteraksi dengan klien, dimana posisi komunikasi berada diantara keduanya yaitu antara apa yang akan disampaikan perawat dengan apa yang diharapkan oleh klien. Oleh karena itulah komunikasi dapat dikatakan sebagai jembatan dalam upaya untuk mempertemukan perihal tersebut. Komunikasi bukanlah satu-satunya
untuk
menyelesaikan
masalah
keperawatan klien. Akan tetapi dengan memahami konsep, proses dan faktor yang mempengaruhinya,diharapkan perawat menjadi lebih menghargai klien yang membutuhkan pelayanan keperawatan, serta mengatasi masalah klien dengan komunikasi yang efektif. 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, ialah: 1. Membantu mahasiswa untuk memahami konsep dasar komuniksi 2. Membantu mahasiswa untuk memahami proses komunikasi 3. Membantu mahasiswa memahami faktor yang mempengaruhi self awareness 1.3 Manfaat Penulisan Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa/i untuk dapat memahami konsep dasar komunikasi dan self awareness. Sehingga mahasiswa/i dapat mempersiapkan diri untuk menjadi perawat profesional yang dapat melakukan komunikasi teraupetik dengan baik dikemudian hari. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isi A. Konsep Komunikasi 2
Sebagai makhluk sosial , manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memkasa manusi auntuk berkomunikasi. Kleinjan,E yang dikutip oleh cangara, H(2004) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat karena tanpa komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh adanya kebutuhan akan mempertahankan kelangsungan hidup dan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Harold D. Lasdswell yang dikutip oleh Cangara,H (2004) dalam dasar ilmu komunikasi menyebutkan bahwa fungsi dasar yang mendorong manusi mempelajari ilmu komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi unutk memenuhi hasrat manusia dalam mengontrol lingkungannya. 2. Melalui komunikasi manusia dapat beradaptasi dengan lingkungannya 3. Adanya komunikasi membuat manusia dapat melakukan transformasi warisan sosialisai Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa komunkasi merupakan alat untuk berinteraksi sosial yang berguna untuk mengetahui dan memprediksi orang lain, juga berguna untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat. Oleh karena itu, keberhasilan dan kegagalan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan sangat ditentukan oleh kemampuan dlam berkomunikasi. B. Prinsip Komunikasi Secara sederhana prinsip komunikasi adalah bagaimana pesan kita sampai pada penerima pesn sehingga kegiatan komunikasi yang dilakukan merupakan suatu usaha untuk menyampaikan simbol atau kode kepada penerima pesan yang sebelumnya telah diformat dalam bentuk bahasa. Kode dan bahasa ini yang membuat seseorang bisa melakukan transfer learning yaitu usaha untuk bisa mengulangi apa yang disampaikan komunikator tanp mengurangi dan menambah isi pesannya.
3
Pencapaian dari komunikasi ialah adanya kesamaan persepsi yang diperoleh bila ada suatu kesepakatan antara komunikator dan komunikan dalam penyerapan sebuah stimulus. Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai dari antar teman/pribadi, kelompok, organisasi, atau massa. Tujuan komunikasi tidak dibuat dengan egois,
tetapi
lebih
pada
tidak
adanya
kesalahpahaman,
belum
bertambahnya informasi, serta ada usaha perubahan tingkah laku pada penerima pesan tersebutyang terkadang tidak hanya diartikan persetujuan. Oleh karena itu, pada awalnya kita perlu memperhatikan lima sasaran pokok dalam proses komunikasi. 1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan(atau melihat apa yang kita tunjukkan kepada mereka) 2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat 3. Membuat pendengar menyetujuiapa yang telah mereka dengar ( atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tinndakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita dapat diterima. 5. Memperoleh umpan balik dari pendengar
C. Proses komunikasi Proses terjadinya suatu komunikasi membutuhkan serangkaian kegiatan timbal balik antara komunikator dengan komunikan. Adanyan pengulangan siklus komunikasi sesuai tahapan yang terjadi memaksimalka pencapaian tujuan komunikasi, seperti gambar diagram berikut ini
4
Pihak pengirim ( sumber ) berfungsi sebagai komunikator menyandikan pesan komunikasi dalam bentuk kode-kode komunikasi (bahasa tulisan, lisan, gerak, atau melalui media). Pesan itu selanjutnya dialurkan secara langsung atau tidak langsung (melalui media komunikasi). Pesan yang disandikan ini selanjutnya diartikan oleh pihak penerima (komunikan). Komunikan selanjutnya memberikan respon terhadap pesan yang diterima dan seterusnya secara berkesinambungan dan bergantian. Dengan adanya proses pengulangan komunikasi antara kmunikator dengan komunikan dalam siklus diatas. Maka dapat dipastikan bahwa suatu komuniksi telah terjadi. Dalam proses komunikasi diatas, komunikator yang secara umum memulai kegiatan komunikasi perlu menyandikan informasi sesuai dengan kondisi dan tingkat nalar komunikan. Dalam konteks penggunaan media komunikasi ( seperti telepon, telekonferensi, dan media lainnya), komunikator perlu memastikan bahawa komunikan dapat mengoperasikan media komunikas dengan sebaiknya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan komunikasi. Faktor eksternal ini sering menjadi penyebab ketidak berhasilan suatu komunikasi (contohnya ketidakmampuan komunikan mengoperasikan alat komunikasi).
Dalam proses Kejelasan komunikasi bukanlah hal yang otomatis. Itu membutuhkan pemikiran. Pada semua komunikasi, terdapat pengirim dan penerima informasi, yang setiap pihak bertukar peran melalui sebuah interaksi. Penerima informasi harus mendengarkan, melihat, membaca, atau merasakan pesan yang dikirim. Dengan harapan. Penerima mendapatkan pesan seperti yang dimaksud oleh si pengirim pesan. Kondisi itukemungkinan besar dapat diwujudkan jika pengirim jelas dengan pesan yang dikirimnya dan bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.
Tujuan Komunikasi yang Jelas Terdapat beberapa tujuan komunikasi yang jelas, beberapa diantara tujuan
itu sangat jelas. Yang pertama adalah menigkatkan kontinuitas dan konsistensi mutu asuhan keperawatan. Perawat harus mengkoordinasikan asuhan mereka dengan cara mengomunikasikannya kepada orang lain. Jika isu asuhan tidak dikomunikasikan dengan baik, pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang tidak berurutan dan seporadis. Laporan tertulis dan verbal secara akurat dan spesifik dari satu perawat kepada perawat yang lain atau antara perawat dan 5
tenaga kesehatan lainnya akan mengurangi pemberian asuhan keperawatan gannda, memastikan isu yang penting tidak terlewatkan, dan menhemat waktu, tenaga, serta sumber daya. Tujuan kedua dari komunikasi yang jelas adalah memberikan bukti adanya pemikiran yang menyertai proses keperawatan. Semua bagian proses keperawatan harus dikomunikasikan secara verbal atau tertulis. Catatan dan laporan lisan menggambarkan pemikiran yang memandu pengumpulan data dan analisis data sehingga
menghasilkan
asuhan
keperawatan
yang
dirancang
dan
diimplememtasikan dengan baik, dan pemikiran yang menilai perubahan kondisi pasien. Tujuan ketiga dari komunikasi yang jelas adalah menghasilkan kredibilitas dan tanggung gugat legal untuk asuhan keperawatan. Perawat memiliki tanggung gugat untuk asuhan keperawatan yang mereka lakukan dan yang tidak mereka lakukan. Komunikasi tertulis, khususnya, merupakan cara yang jelas untuk menvalidasi tanggung jawab legal tersebut. Catatan merupakan dokumen yang legal, dan dapat digunakan dalam pengadilan. Apa yang ditulis perawat dalam catatab pasien akan menentukan menang atau kalahnya perawat dari tuntutan hukum. Selain itu terdapat juga beberapa tujuan kurang jelas tetapi sama pentingnya sebagai tujuan tujuan komunikasi yang jelas. Komunikasi verbal yang efektif
dengan
pasien
dan
orang
terdekatnya
memungkinkan
perawat
mendapatkan informasi yang mungkin tidak diketahui tanpa komunikasi yang efektif. Komunikasi verbal yang jelas juga memainkan peran utama dalam mengembangkan hubungan perawat-pasien, yang berdasarkan hubungan saling percaya. Penelitian yang dilakukan lebih dari satu dekade lalu menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang digolongkan sebagai “komunikator yang baik” jarang dituntut oleh pasien dan rencana asuhannya lebih cenderung dipatuhi (Northouse & Northouse, 1985) Komunikasi tertulis yang jelas dalam bentuk susunan kata-kata didiagnosis keperawatan yang baik dan susunan kata serta tujuan kriteria hasil yang baik yang
6
memerlukan waktu yang lama untuk mencapau asuhan keperawatan yang efisien dan mendapatkan hasil yang baik. Mengembangkan poin penting dalam komunikasi tertulis ini membutuhkan pemikiran yang hebat.
a. Komunikasi Verbal Gaya Personal dalam Komunikasi Verbal Sering disebutkan bahwa bagaimanapun pintarnya anda, jiika anda tidak
dapat berkomunikasi dengan baik, dunia tidak akan memandang anda sebagai orang yang pintar. Tanpa menghiraukan kebenarannya, pernyataan tersebut cukup berguna untuk dipikirkan. Pemikir besar tanpa keahlian komunikasi yang hebat dapat menyebabkan ia menjadi pertapa eksentrik yang hebat, tetapi tidak menjadi perawat yang hebat. Perawat yang hebat harus dapat mengomunikasikan pemikiran mereka. Komunikasi yang jelas membutuhkan latihan dan pemikiran. Setiap orang memiliki kemampuan yang beragam dalam berkomunikasi secara verbal. Komunikasi verbal dipengaruhi oleh citra tubuh, kepercayaan diri, gaya berpikir, latar belakang bahasa, dan banyak faktor personal lain sehingga seringkali sulit untuk menentukan dengan tepat letak kekuatan dan kelemahan seseorang. Karena keteramp[ilan komunikasi bersifat pribadi, maka akan bermanfaat jika mahasisea keperawatan mengkaji dirinya sendiri atau memikirkan tentang kemampuan komunikasi mereka.
Komunikasi Verbal dalam Keperawatan Perawat, tentu saja berkomunikasi dengan pasien dan orang terdekat
pasien saat mereka melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan. “komunikasi terapeutik” merupakan istilah yang digunakan dalam berbagai hal dalam proses keperawatan. Beberapa istilah merujuk pada semua komunikasi perawat-pasien sebagai sesuatu yang terapeutik, karena berfokus pada perawat yang membantu pasien memenuhi kebutuhan kesehatan. Di lain waktu, seperti dalam area khusus keperawatan psikiatrik, komunikasi terapeutik ditujukan pada teknik komunikasi khusus.
7
Komunikasi verbal yang jelas oleh perawat akan menenangkan pasien dan membantu mereka untuk terbuka serta berbagi informasi dengan selama pengkajian. Perawat yang berkomunikasi kepada pasien dengan baik selama fase perencanaan akan dapat merancang asuhan keperawatan yang paling individual. Selama
fase
implementasi
asuhan
keperawatan,
perawat
yang
dapat
berkomunikasi dengan jelas kepada pasiennya lebih dapat diajak bekerjasama. Selama fasen evaluasi, pasien memberikan umpan balik paling bermanfaat tentang bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan bila perawat berinteraksi kepada pasien secara terbuka dan jelas. Untuk semua keadaan ini kejelasan ekspresi sangatlah penting. Selain berkomunikasi dengan pasien dan orang terdekatnya, perawat juga setiap hari berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Beberapa interaksi telah direncanakan; banayak interaksi lainnya terjadi secara spontan. Laporan bergantian dinas dan laporan pertemuan adalah dua hal yang sering direncanakan terlebih dahulu. Laporan perubahan kondisi pasien merupakan contoh interaksi spontan.
Strategi untuk Komunikasi Verbal yang Jelas
Organisasi Berbicara dalam cara yang terorganisasi membutuhkan pengorganisasian pikiran seseorang terlebih dahulu. Terdapat banyak cara untuk melakukan hal tersebut; sebagian besar orang memiliki pendekatan personal yang berfungsi dengan baik. Beberapa orang membuat catatan untuk mereka sendiri; sementara yang lainnya menggunakan bagan seperti memikirkan tentang siapa, apa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana subjek tersebut. Metode apapun yang digunakan, pemikiran PENYELIDIKAN diperlukan untuk menentukan hal apa yang penting dan hal apa yang relevan. Metode yang anda gunakan saat ini untuk untuk mengorganisasikan pemikiran harus menjadi sebuah kebiasaan. Mengetahui macam-macam metode tidak lebih penting dibandingkan dengan mendapatkan metode yang berfungsi dengan baik. Mengetahui bagaimana anda berpiir akan membantu anda menemukan sistem yang berfungsi dengan baik.
8
Spefikasi Komunikasi yang tidak jelas menimbulkan frustasi dan kemungkinan tidak aman, belum lagi merupakan hal yang membuang waktu. Keputusan tentang area mana yang perlu dikomunikasikan secara spesifik dan area mana yang dapat dikatakan secara santai atau diabaikan bukanlah hal yang mudah ditetapkan. Kejelasan Arahan untuk Orang lain Banyak laporan verbal yang diberiak perawat yang dimaksudkan agar perawat yang bertugas berikutnya mengetahui tindakan apa yang dilakukan selanjutnya, tanpa arahan yang jelas perawat akan mengira-ngira tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebelumnya. Profesionalisme : Menghindari Basa-Basi Sosial dan Tidak Mengkritik Nilai Perawat dididik untuk menghargai keberagaman dan keunikan setiap orang. Perawat berhak untuk dihargai dan diidentifikasi secara akurat dalam laporan. Komunikasi yang jelas membutuhkan latihan dan tidak boleh dianggap enteng. Prinsip panduan yang sangat baik dalam menentukan isi laporan profesional adalah sebagai berikut: jika anda merasa nyaman ketika pasien dan orang terdekat pasien mendengarkan laporan yang anda berikan, isi laporan tersebut tersebut mungkin sudah sesuai. Panduan lain dalam menentukan apakah laporan tersebut sudah terorganisasi adalah dengan menanyakan kepada diri sendiri: jika saya mendengar laporan ini, apakah saya mengetahui aspek pentingdalam aspek keperawatan untuk pasien ini, dan apakah saya tau apa yang diatasi selanjutnya.
b. Komunikasi Tertulis: Dokumentasi Mendokumentasikan Pengkajian Hal yang penting selama proses pendokumentasian pengkajian adalah
bahwa data adalah data mentah dan kesimpulan merupakan penilaian berdasarkan data tersebut. Dalam catatan pasien, semua kesimpulan yang dicatat harus memiliki data pendukung.
Mendokumentasikan Perencanaan 9
Format tertulis rencana asuhan keperawatan agak berbeda antara satu institusi dengan institusi lainnya, sebagian besar institusi kesehatan menggunakan format kolom. Biasanya terdapat tempat untuk diagnosis keperawatan atau masalah interdisiplin, tujuan atau kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
Mendokumentasikan Implementasi Umumnya, tindakan keperawatan mandiri lebih sering didokumentasikan
sebagai catatan evaluasi, dan tindakan kolaborasi lebih sering ditulis sebagai catatan intervensi. Sebagai contoh, beberapa tindakan keperawatan kolaborasi merupakan bagian dari rencana medis. Sehingga tidak mengherankan apabila dokter akan melakukan sebagian besar evaluasi rencana medis tersebut dan perawat akan mengomunikasikan bahwa perawat telah melakukan tugasnya dari rencana medis tersebut. Demikian juga, perawat merupakan pengevaluasi utama dari asuhan keperawatan mandiri.
Mendokumentasikan Evaluasi Catatan evaluasi biasanya ditulis dibagian catatan pengembangan dalam
catatan pasien ,walaupun beberapa format untuk catatan perkembangan memiliki kolom evaluasi.
D. SELF AWARENESS
Mengetahui Diri Sendiri Sebagai Perawat Melalui Keadaran Diri Kesadaran diri merupakan salah satu prasyarat sebelum melakuna
komunikasi terpeutik dengan klien (Suryani, 2006). Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, baik prilaku, perasaan, maupun pikirannya sendiri. Kesadaran diri adalah kemampuan untuk berfikir tetang proses berfikir itu sendiri (Covey dalam Nurjannaah.I, 2001). Kesadaran diri dan kemampuan diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri secara terapeutik dapat efektif (Suryani, 2001). Dari ketiga sumber tersebut dapat memberikan gambaran dan arahan betapa pentingnya upaya kesadaran diri
10
perawat melalui analisis dan intropeksi diri kita sebelum perawat berkomunikasi dan memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Kita harus ditempah untuk meningkatkan kesadaran diri yang tinggi dengan model keperawatan Holistik menurut Stuart dan Sundeen (1995) terdiri atas beberapa komponen yaitu psikologis, fisik, lingkungan, dan filosofi. Komponen psikologis memandang diri sendiri dari sgi aspek emosi, motivasi, konsep diri, dan kepribadian diri sendiri. Komponen fisik memandang diri kita sendiri dari aspek gambaran diri kita yang sederhana, potensi fisik dan sensasi tubuh.
Komponen
lingkungan
berorientasi
pada
lingkungan
sosiokultural,hubungan dengan orang lain, dan pengetahuan tentang hubungan antara manusia degan alam. Komponen filosofi mencakup tentang arti hidup seseorang. Dari keempat komponen dari kesadaran diri tersebut, memberikan petunjuk bagi perawat mengenai pentingnya posisi yang dialami perawat. Perawat harus sensitive dan sadar terhadap status psikologis yang saat itu dialami, kemampuan dan kemauan yang dimiliki, suasana lingkungan yang ditempati, serta prinsip hidup yang dipegang dan dikendalikan. Hal ini akan mempengaruhi proses komunikasi terapeutik dengan klien. Semakin dan semakin sensitive terhadap dirinya sendiri, kesadaran diri perawat akan lebih efektif dalam penggunaan diri. Langkah pertama dalam persepsi diri adalah mengetahui/menyadari diri kita sendiri , yaitu mengungkap siapa danapa kita ini . dan sesungguh nya menyadari siapa diri kita ,adalah juga persepsi diri. Karena ketika kita menyadari siapa diri kita secara simultan kita juga telah mempersepsikan diri kita sendiri. Umtuk dapat menyadari kita pertama kita harus memahami apakah diri /self tersebut. “diri” sederhana dapat kita artikan sebagai identitas individu. Jadi identitas diri adalah cara cara yang kita gunakan untuk membedakan individu satu dengan individu individu lain. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu kepada identitas spesifik dari individu , fisher menyebut ada beberapa elemen dari kesadaran diri yaitu konsep diri , self esteem dan multi selves
11
Pemahaman terhadap konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, pada umumnya orang cenderung menggolongkan dirinya sendiri dalam 3 kategori , yaitu karaakteristik atau sifat pribadi , karakteristik atau sifat sosial dan peran sosial . dengan kata lain ,kita cenderung untuk memandang diri kita sebagai memiliki sifat sifat internal tertentu yang kita gunakan untuk menjelaskan bagaimana kita berperandala hubungan dengan orang lain Karakteristik pribadi adalah sifat sifat yang kita miliki , paling tidak dalam persepsi kita mengenai diri kita sendiri . karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki,perempuan,tinggi,rendah,cantik,tampan,gemuk,dan
sebagainya)
atau
kemampuan tertentu (pandai, oendiam,cakep,dungu,terpelajar dan sebagainya). Karaakteristik sosial ini menunjukan sifat sifat yang kita tampilkan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ramah atau ketus ekstroven,atau introvert, banyak bicara atau pendiam penuh perhatian atau tidak peduli dan sebagainya . peran sosial mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyaraakat tertentu. Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri,maka kita mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti ayah , ibu etnit,agama,dan sebagainya. Konsep diri dapat berubah seiiring waktu ,pleh karenanya stabilitas dari konsep diri ini sulit untuk diperkirakan Ketika kita menjadi objek persepsi maka kita juga akan mengevaluasi diri kita sendiri, ungkapan yang digunakan untuk menyatakan persepsi evaluatif sesorang terhadap dirinya sendiri adalah self esteem ,Sel esteem juga bersifat lebih mendakam dan langgeng dari pada suatu reaksi temporal , maksud nya jika suatu ketika merasa gagal atau kehilangan kepercayaan diiri pada saat dikecewakan oleh seorang sahabat , ini hanyalah reaksi sementara yang tidak mengubah self esteem . self esteem kita adalah bagian dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri dan bukan semata mata reaksi terhadap suatu peristiwa tertentu dalam kehidupan kita Self esteem berpengaruh terhadap perilku kita , khususnya perilaku komunikasi kita, jika self esteem tinggi kita cenderung merasa kompeten sehingga berprilaku secara lebih percaya diri . orang yang self esteemnya tinggi biasanya
12
lebih mandiri,tegas,dan tidak mudah di persuasi. Sementara kebalikan dari hal hal tadi biasanya ditemukan pada orang self esteemnya rendah Beberapa teori Model Kesadaran Diri adalah sebagai berikut: 1. Model Keperawatan Diri Menurut Johari Window. Untuk memahami diri sendiri, Josep Luft dan Harrington Ingham dalam Cangara, H (2004) dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal dengan “Johari Window” , sebuah kaca jendela yang terdiri atas empat bagian yaitu: a. Wilayah terbuka (open area). Pada wilayah terbuka, kelebihan dan kekurangan kita perihal perilaku, perasaan, dan pikiran kita , selain kita yang mengetahui orang lain juga mengetahui. b. Wilayah buta (blind area). Pada wilayah buta, perilaku, perasaan dan pikiran seseorang diketahui orang lain, sedangkan dirinya sendiri tidak mengetahui. c. Wilayah tersembunyi
(hidden
area).
Wilayah
tersembunyi
mengidikasikan bahwa semua perasaan, pikiran, dan perilaku seseorang hanya diketahui oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya. d. Wilayah tidak dikenal (unknow area). Menurut Canggara, H (2004), wilayah ini merupakan wilayah yang sangat kritis dalam komunikasi. Hal ini dikarenakan selain kita tidak mengenal diri kita sendiri, orang lain pun juga tidak mengenal diri kita. 2. Iceberg Model or Human Personality Model ini menekankan adanya “sifat berlawanan” dalam kepribadian seseorang (Geldard, D dalam Suryani, 2006). Sifat yang berlawanan ini justru hanya sedikit menampilkan perasaan yang baik, sedangkan perasaan yang tidak baik banyak disembunyikan. Fenomena ini terjadi pada komunikasi antar pribadi, dimana yang dikomunikasikan kepada orang adalah yang baik-baik saja, walaupun banyak ditemukan kekurangan- kekurangan pada orang tersebut. Dengan demikian, seseorang harus sering-sering menilai dirinya sendiri karena yang dibicarakan dalam suatu percakapan adalah yang baik-baik saja, dan itu hanya dipuyai seseorang dalam jumlah yang sedikit, karena setiap manusia banyak kelemahan dan kesalahan yang tidak pernah ia sadari. Sifat yang sebagian 13
disembunyikannya itu (the hidden part of me) dapat terlihat dalam contoh sebagai berikut
cinta peduli
Tidak Peduli
Benci
Pesimis
Dalam model ini sebenarnya sifat kurang baik yang dimiliki seseorang ternyata lbih banyak dari ada sifat baik, dan hanya sifat baik saja yang ditampakkan sedangkan sifaat buruknya disembunyikan. Berkaitan dengan analisis diri, perawat harus mampu memahami dan mengenali sifat-sifat yang kurang
baik
dalam
dirinya
sehingga
ketika
klien
menceritakan
atau
mengungkapkan perilaku yang kurang baik dan perawat bisa menerima lalu mengatakan bahwa hal tersebut masih normal. 3. konsep dari weaver Konsep ini menekankan kesadaran diri untuk menanggulangi agar seseorang tidak jatuh pada kondisi frustasi melalui pengukuran potensi yang dimiliki dengan keinginan yang diharapkan. Seseorang akan kehilangan gairah dan timbul ketidakberdayaan apabila suatu keinginan yang terlalu besar tidak diimbangi dengan potensi kekuatan yang dimiliki. Seseorang akan puas apabila keinginan sesuai harapan dan seseorang akan sangat puas apabila keinginan melebihi harapan. Jadi kesadaran diri bisa jadi merupakan bagaimana seseorang mampu menyeimbangkan antara keinginan dan harapan. Artinya harapan seseorang harus diukur dengan kemampuan yang ada dan dituangkan dalam
14
keinginan yang realistis. Konsep diri dari Weaver dalam Cangara, H (2004) mendefinisikan kesadaran diri menjadi empat fase yaitu : self disclose, self awareness, self acceptance, dan self actualizations. a. Self disclose yaitu mengungkapkan atau mengomunikasikan keinginan agar orang lain dapat mengetahuinya. b. Self awareness yaitu proses menyadari diri tentang siapakah aku, dimana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diriku. c. Self acceptance yaitu jika orang sadar pada dirinya, maka apa yang terjadi akan diterima sebagai kenyataan. d. Self actualization yaitu dengan menerima kenyataan itu, seseorang baru dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Orang akan frustasi bilamana ia memiliki keinginan yang besar, sementara potensi yang dimiliki untuk itu tidak menunjang. Jadi kalau kita mempunyai keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, apakah itu secara terang-terangan atau terselubung agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk memperlihatkan diri. Banyak orang yang memiliki kemampuan dan keinginan yang besar, tetapi ia tidak mengomunikasikan kepada orang lain, maka kemampuannya atau keinginannya itu tidak dapat dikembangkan atau terpenuhi. Dalam konsep Weaver ini seseorang dianjurkan mengembangkan diri dalam menentukan harapannya sesuai kemampuan yang dimiliki dengan menentukan keinginan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki dan diungkapkan melalui komunikasi yang asertif agar orang lain tahu apa yang diinginkan dan memfasilitasi keinginan tersebut.
Mengetahui Tipologi Kepribadian Mengetahui kepribadian diri sendiri dan orang lain merupakan upaya
untuk mengetahui diri sendiri dan orang lain sebagai bekal untuk menghadapi orang yang bersifat unik yang berarti tidak ada seseorang yang mempunyai hati dan perasaan yang sama dengan orang lain. Hal inilah yang dipakai sebagai acuan kita bersama agar sesorang dalam berkomunikasi selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar melalui analisis bentuk kepribadian. 15
Ada beberapa macam tipologi kepribadian yang akan dibedakan menjadi beberapa kelompok dengan sifat-sifat tertentu : 1. Tipologi C.G. Jung Menurut Jung sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunaryo (2004) bahwa kepribadian manusia terdiri atas tiga tipe yaitu introvert, extrovert, dan ambivert. a. Introvert, Tipe kepribadian seseorang yang minat nya lebih mengarah ke dalam pikiran dan pengalaman nya sendiri. Pada saat mengalami ketegangan tenggelam menyendiri ke dalam diri sendiri dan merasa mampu mencukupi diri sendiri atau dengan kata lain tindakan nya lebih dipengaruhi oleh dunia dari dalam diri sendiri. Introvert bersifat tertutup, suka memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian, banyak fantasi, tidak tahan terhadap kritik, mudah tersinggung, menahan ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain, suka membesarkan kesalahannya, serta analisis dan kritik diri sendiri menjadi buah pikiran nya. b. Extrovert, Tipe kepribadiannya dipengaruhi oleh dunia luar. Extrovert bersifat terbuka, lincah dalam pergaulan, riang, ramah, mudah berhubungan dengan orang lain, melihat realitas dan keharusan, kebal terhadap kritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasa kegagalan, serta tidak banyak mengadakan analisis dan ktirik diri sendiri. c. Ambivert, Tipe kepribadian seseorang yang memiliki kedua tipe dasar sehingga sulit untuk memasukkan kedalam salah satu tipe ini. 2. Tipologi Kretschmer Menurut Sunaryo (2004), tipologi kepribadian Kretschmer menghubungkan antara konstitusi jasmaniah dengan konstitusi kejiwaan (temperamen) yang akan membentuk kepribadian. Dalam hal ini, konstitusi kejiwaan dibedakan menjadi dua yaitu schizothym dan cyclothym. Tipe Schizothym, Tipe kepribadian yang sulit untuk kontak dengan dunia luar dan menutup diri sendiri (autisme). Tipe Schizothym bersifat pemalu, banyak fantasi, penyendiri, senang berpikir tentang diri nya
16
sendiri, dan lekas tersinggung. Tipe ini dijumpai pada konstitusi tubuh, seperti berikut ini : a. Leptosom – tubuh jangkung Sifat khas : badan langsing kurus, rongga dada kecil-sempit dan pipih, rusuknya mudah dihitung, lengan dan kaki kurus, perut kecil, bahu sempit, tengkorak kecil, tulang muka kelihatan jelas, muka bulat telur, dan berat relatif kurang. b. Athletis – tubuh selaras Sifat khas : tulang, otot, dan kulit luar, badan kokoh dan kuat, tinggi cukup, bahu lebar dan kuat, panggul dan kaki kuat, tengkorak kuat dan besar, kepala dan leher tegak, muka bulat telur dan lebih pendek daripada tipe leptosom. c. Dysplastis : tipe ini merupakan penyimpangan dari tipe leptosom, atletis, dan piknik. Tipe chycloothim, Tipe kepribadian yang mudah kontak dengan dunia luar, mudah menyesuaikan diri dengan orang lain, mudah merasa suka dan duka, serta terbuka. Tipe chycloothim bersifat aktif, lekas bereaksi dengan emosi yang keras terhadap stimulus dari luar dan emosi tidak stabil. Tipe ini dijumpai pada konstitusi tubuh yang piknik atau stenis dengan ciri badan gemuk dan pendek. Sifat khas dari tipe chycloothim adalah badan agak pendek, dada membulat, leher pendek, dan kuat, lengan dan kaki lemah, kepala agak merosot kebawah, tulang punggung tampak sedikit melengkung, banyak lemak, serta urat dan tulang kelihatan nyata. 3. Tipologi G. Heymen Menurut Sunaryo (2004), G. Heymen membagi tipe kepribadian seseorang berdasarkan sifat dasar yaitu emosional, aktivitas, dan akibat perasaan. Tipe Emosionalitas - Emosional, mudah tergoyah oleh perasaan sehingga mudah bertindak. - Tidak Emosional, perasaan sedikit, yang artinya tidak mudah tergoyah oleh perasaan orang lain sehingga tidak mudah bergerak.
17
Tipe Aktivitas - Aktif, dengan dorongan yang lemah sudah dapat menggerakkan untuk bertindak. - Tidak Aktif, dengan dorongan atau motif yang kuat belum dapat menggerakkan untuk bertindak. Tipe Akibat Perasaan - Primer, respon dan efek hanya bekerja apabila berasa pada pusat kesadaran dan pemikiran. Sifatnya : banyak bergerak, kurang tekun, tidak tabah, suasana hati berubah-rubah, daya ingat kurang, menghamburkan uang, tidak cermat, tidak berprinsip, dan pendapat berlawanan dengan tindakan. - Sekunder, respon dan afek masih tetap bertahan, masa lampau tetap berpengaruh pada masa kini, pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Sifat : tenang, tekun, suasana hati tetap, bijaksana, daya ingatan baik, dapat menabung, suka membantu, menaruh kasian, dapat dipercaya, memiliki pendirian yang tetap, berkeyakinan, konsekuen, dan konservatif.
EKSPLORASI PERASAAN Penggunaan diri secara terapeutik memerlukan strategi yang optimal agar
mendapatkan masukan/data klien yang akurat dalam rangka untuk menentukan masalah klien, menentukan intervensi, serta melaksanakan implementasi yang baik. Salah satu strategi tersebut adalah membebaskan diri dari rasa kecemasan saat akan atau sesudah melakukan pertemuan dengan klien dengan cara mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang timbul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain. Seorang perawat yang merasa cemas pada saat berinteraksi dengan pasiennya akan tampak pada ekspresi wajahnya dan perilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak nyaman dan karena adanya
18
"pemindahan perasaan" (transfer feeling) mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan memengaruhi interaksi secara keseluruhan. Saat bertemu dengan klien orientasi komunikasi hanya satu yaitu komunikasi terapeutik, tidak ada komunikasi lain sehingga pertemuan itu merupakan pertemuan yang bermutu karena perawat akan mendapatkan masalah keperawatan diri klien untuk menjadikan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan keperawatan. Oleh karena itu diperlukan persiapan yang matang melalui eksplorasi perasaan dengan menyadari responnya dan mengontrol penampilannya agar klien terbuka dengan perawat lalu menceritakan keluhan dan perasaan yang mengganggu perasaannya. Seseorang yang tidak mampu mengeksplorasi perasaannya sendiri dan tidak terbuka dengan perasaannya sendiri kemungkinan akan merusak interaksinya dengan orang lain (Nurjannah, 2001). Rusaknya proses interaksi akan memengaruhi data yang kita peroleh dari klien. Data menjadi tidak akurat dan relevan yang pada akhirnya terjadi kesalahan pada penentuan diagnosis keperawatan, kesalahan dalam menentukan rencana asuhan keperawatan dan implementasi. Bagi perawat, eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga dia dapat mengontrol perasaannya dan dapat menggunakan dirinya secara terapeutik (Stuart&Sundeen, 1995). Penting bagi perawat untuk mengerti akan perasaannya sendiri sehingga tindakan yang akan dilakukan atau yang akan dikomunikasikan sesuai dengan standar baku dari dirinya sendiri melalui pengukuran yang lebih rasional.
Mengatur Kesan Klien, Keluarga, dan Orang Lain tentang Diri Sendiri. Seorang perawat harus sadar bahwa apa yang ia lakukan selalu menjadi
sorotan dan teladan bagi klien dan keluarga sehingga perawat harus mampu menjaga image dafi klien dan keluarga tersebut. Seorang perawat harus sadar dan mampu mengatur dirinya sendiri dalam berpenampilan maupun berperilaku agar klein dan keluarga merasa terkesan atas penampilannya. Di samping itu juga 19
dalam pelaksanaan proses keperawatan, klien membutuhkan sosok pribadi yang dapat melaksanakan praktek dengan lebih efisien, tetapi juga memungkinkan perawat untuk memberikan pelayanan sebagai model yang sehat bagi klien dan keluarga. (Taylor, dalam Nurjannah, I, 2001). Pelayanan sebagai model berarti bagaimana perawat memberikan contoh yang baik dalam setiap tindakan keperawatan melalui berperilaku dan bersikap yang dapat diteladani. Untuk itu dalam melaksanakan tindakan perawat harus mampu memisahkan diri antara kehidupan pribadi dengan kehidupan profesional yang sedang dijalani. Perawat harus tetap mrnjaga performa jati diri perawat saat menjalani profesinya walaupun dalam hatinya marah akibat adanya konflik yang menyelimuti hatinya. Hal ini dilakukan perawat agar menjadi orang berfungsi sepenuhnya, ia harus mampu memonitor perilakunya sendiri dan merefleksikan pada apa yang orang lain pikirkan tentang hal ini (Henry dan Tuxill, 1987). Perawat harus mampu mengatur kesan yang efektif di hadapan klien maupun keluarga dan limgkungan sekitar melalui upaya mempertahankan nilai sosial yang positif. Perawat harus mampu mengatur sikap, sedang apa, dengan siapa, dan bagaimana bersikap, serta bertingkah laku sesuai dengan situasi, kondisi, dan domisili. Menurut Harre dalam Abraham, C dan Shanley, F (1997) menegaskan bahwa ekspresif kehidupan setiap hari ini dan memperdebatkan bahwa penghindaran tata tertib orang lain dan pencapaian penghormatan dari orang lain merupakan prinsip dasar yang menuntun banyak perilaku manusia. Dengan demikian perawat haruslah menghadirkan kesan yang positif saat berimteraksi dengan klien dan keluarga.
Altruisme Menurut Taylor (1997) dalam Nurjannah I (2001), Altruisme merupakan
kepedulian perawat terhadap kesejahteraan klien. Altruisme bisa dimaknai sebagai panggilan jiwa atas keadaan yang membutuhkan pertolongan tanpa memandang dari sis manapun kecuali sisi humanistik. Dalam pandangan perawat, bagaimana bisa membantu klien dalam mengatasi masalahnya tanpa ada unsur-unsur tertentu. 20
Dalam benak hati perawat yang ada adalah menolong yang didadasari penuh kasih sayang dan kemanusiaan. Perawat selalu hadir saat diperlukan klien sehingga dalam memberikan pelayanan keperawatan perawat melakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian. Altruisme tumbuh pada diri perawat karena dakam jiwanya tertanam nilai-nilai yang esensial dari jati diri perawat yang profesional dengan payung kode etik keperawatan sehingga dalam menjalankan profesinya tertanam nilainilai kemanusiaan yang tinggi serta tertanam ingin menjalani profesinya dengan sungguh-sungguh dengan harapan mengangkat citra perawat di mata masyarakat. Panggilan jiwa yang telah tertanam dalam jiwa perawat mendorong perawat memberikan pelayanan keperawatan secara total dan komprehensif. Tidaklah demikian pada perawat yang menjadi perawat atas dasar punya pekerjaan. Panggilan jiwa lebih dari itu, sebab selain ingin mendapatkan pekerjaan, juga karena nuraninya terpanggil untuk memberikan pertolongan guna meringankan penderitaan klien. Dalam diri perawat yang menanamkan nilai altruisme tertanam konsep dan motto “Kuabdikan sebagian hidup ini demi kemanusiaan” sehingga apa pun bentuk kegiatannya jika mengandung unsur yang dapat meringankan penderitaan orang lain, jiwa altruisme terpanggil untuk memberikan pertolongan tanpa pamrih apa pun.
Etika dan Tanggung Jawab Dalam membuat suatu keputusan untuk menentukan tindakan keperawatan
yang benar-benar mampu memberikan perlindungan kepada klien, sering kali perawat dihadapkan pada kondisi yang dilematis antara ya dan tidak, antara dikerjakan atau tidak, dll. Untuk itu diperlukan keputusan etika yang mampu memberikan perlindungan kepada klien sebagai tanggung jawab profesi dalam memberikan pelayanan kepada klien. Sedemikian besar tanggung jawab perawat kepada klien dalam meringankan keluhan yag dirasakan, perawat masih tetap dituntut untuk mengomunikasikan semua tindakan yang diperlukan sesuai dengan kaidah-kaidah komunikasi terapeutik.
21
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, makna, serta pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan harapan sipenerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk mengubah perilaku dan sikap. Kesamaan simbol, kesamaan rti, maupun kesamaan bahasa sangat mempengaruhi informasi tersebut untuk diterima oleh komunikan. Pemahaman terhadap konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, pada umumnya orang cenderung menggolongkan dirinya sendiri dalam 3 kategori , yaitu
karaakteristik atau sifat pribadi ,
karakteristik atau sifat sosial dan peran sosial . dengan kata lain ,kita cenderung untuk memandang diri kita sebagai memiliki sifat sifat internal tertentu yang kita gunakan untuk menjelaskan bagaimana kita berperan dalam hubungan dengan orang lain
3.2 Saran Dalam mempelajari materi terkait proses komunikasi dan self awareness, mahasiswa/i diharapkan menggunakan berbagai sumber pedoman seperti buku, atau jurnal untuk membantu dalam memahami materi tekait. Penting untuk dilakukan diskusi, dan tanya jawab umtuk menambah wawasan mahasiswa/i mengenai materi ini.
22
DAFTAR PUSTAKA Scheffer,Barbara
K.M.
gaie
Rubenfeld.2006.
Berpikir
Kritis
Dalam
Keperawatan.Jakarta;EGC Nasir, Abdul,dkk. 2014. Komunikasi dalam keperawatan: teori dn aolikasi . Jakarta : Salemba Medika
23