SAR DAN ESAR
SAR adalah akronim dari search and resque yaitu kegiatan dan usaha mencari , menolong dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah-musibah seperti pelayanan , penerbangan , dan bencana. ESAR adalah suatu pengerjaan dari personil dan fasilitas yang meliputi usaha dan kegiatan mencari, menyelamatkan, memberikan pertolongan terhadap manusia atau sesuatu yang berharga, yang dalam keadaan mengkhawatirkan (distress) baik yang terjadi di darat, laut dan udara. Operasi SAR dilaksanakan tidak hanya pada daerah dengan medan berat seperti di laut , hutan , gurun pasir , tapi juga dilaksanakan di daerah perkotaan.Terhadap musibah bencana alam , operasi SAR merupakan salah satu rangkaian dari siklus penanganan kedaruratan penanggulangan bencana alam. Siklus tersebut terdiri dari :
Pencegahan ( mitigasi ) Kesiagaan (preparedness) Tanggap darurat (response ) Pemulihan (recovery )
Operasi SAR merupakan bagian dari tindakan dalam tanggap darurat. Di Bidang pelayanan dan penerbangan , segala aspek yang melingkupi termasuk masalah keselamatan dan keadaan bahaya , telah diatur oleh badan Internasional IMO (International Maritim Organization) dan ICAO (International Civil Aviation Organization) melalui konvensi Internasional. Sebagai pedoman pelaksanaakn operasi SAR , diterbitkan IAMSAR Manual ( The International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual ) yang merupakan pedoman bagi negara anggotanya dalam pelaksanaan operasi SAR untuk pelayanan dan penerbangan. Untuk menyeragamkan tindakan agar mendapayakan suatu hasil yang maksimal maka , digunakan suatu system SAR (SAR system ) yang perlu dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Dalam pelaksanaan operasi SAR melibatkan banyak pihak termasuk pihak militer , kepolisian , aparat pemerintah , organisasi masyarakat dan lain-lainnya . Demikian juga sesuai dengan ketentuan IMO dan ICAO setipa negara wajib melaksanakan operasi SAR. Instansi yang bertanggung jawab dibidang SAR berbedabeda untuk setiap Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku dinegara masingmasing, di Indonesia tugas tersebut diemban oleh Badan SAR Nasional (BASARNAS). Sejarah Basarnas dimulai dengan terbitnya Keputusan Presiden No 11 Tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang Badan SAR Indonesia (BASARI), dengan tugas pokok menangani musibah kecelakaan dan pelayaran. BASARI berkedudukan dan
bertanggung jawab kepada Presiden dan sebagai pelaksanan di lapangan diserahkan kepada PUSARNAS (Pusat SAR Nasional) yang diketuai oleh seorang pejabat dari Departemen Perhubungan.
PENGETAHUAN PRAKTIS SEARCH AND RESCUE Tujuan SAR adalah mencari dan menolong dengan cara efektif dan efisien, jiwa manusia dan sesuatu yang berharga yang berada dalam keadaan mengkhawatirkan (distress). Dengan demikian kegiatan SAR dalam pelaksanaannya haruslah cepat, cermat, dan cekatan (3C).
CEPAT CERMAT CEKATAN
Anggota unit SAR harus dapat :
CEKATAN
Berpikir dan bertindak cepat sesaat setelah mendengar berita kecelakaan atau kehilangan. Membuat strategi dengan cermat, artinya dengan persiapan dan perhitungan yang matang, berdasar dan terkoordinasi. Melaksanakan strategi yang telah dibuat dengan cekatan dan dengan teknik yang terlatih serta kedisiplinan tinggi.
Masih sering kita dengar mengenai pelaksanaan SAR gunung hutan di Indonesia yang kurang berhasil, yaitu tidak berhasilnya menolong korban (survivor) dalam keadaan hidup. Hal yang dapat menghambat keberhasilan misi SAR adalah tidak ada/kurangnya faktor 3 C tersebut. ORGANISASI SAR Organisasi SAR di indonesia, sesuai dengan Keppres No.11 tahun 1972, sebelum dibentuk untuk penanganan SAR penerbangan dan pelayaran. Akan tetapi sebelum kegiatan di alam terbuka mulai banyak digiati, maka sangat perlu adanya SAR darat
sehingga secara organisasi SAR ini dapat terbentuk dan berfungsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Organisasi operasi SAR ini tidak harus di bawah koordinasi dari unsur-unsur di dalam organisasi SAR pemerintahan tetapi dapat saja dikoordinasikan pejabat yang mempunyai wewenang (misalnya dalam penguasaan daerah, mempunyai fasilitasfasilitas, dan sebagainya) seperti Pangdam, Kapolres, Kapolda, dan lainnya. Jadi organisasi SAR ini bersifat temporer (dibentuk dan dibubarkan sesuai kebutuhan, pada saat misi SAR dimulai, berlangsung, dan selesai) dan organisasi SAR inilah yang sekarang dipergunakan pada operasi SAR darat (khususnya di Indonesia). Organisasi SAR yang Dikenal di Indonesia. BASARI (Badan SAR indonesia). Merupakan Organisasi SAR yang tertinggi 6 menteri : keuangan, Hankam, DalamNegeri, Luar Negri, Sosial, dan Perhubungan. BASARNAS (Badan SAR Nasional) Organisasi operasional dibawah koordinasi Departemen Perhubungan. KKR (Kantor Koordinasi Rescue) Terdapat 4 Lokasi (Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan Biak). SKR (Sub Koordinasi Rescue) Terdapat 15 daerah antara lain ( Medan, Padang, Tanjung Pinang, Pontianak, Denpasar, Menado, Banjarmasin, Kupang, Ambon, Balikpapan, Merauke, Jaya Pura).
Organisasi Operasi SAR
Struktur yang dibuat ketika terjadinya suatu misi SAR ( Insidentil ), dan akan dibubarkan setelah misi selesai.
SC (SAR Coordinator) Biasanya pejabat pemerintahan yang mempunyai wewenang dalam penyediaan fasilitas. SMC (SAR Mission Coordinator) Harus orang mempunyai pengetahuan yang tinggi dalam menentukan MPP (Most Probable Position), menentukan area pencarian, strategi pencarian (beberapa unit, teknik, dan fasilitasnya). Tugas SMC: 1. Menganalisa data yang masuk/ diperoleh agar: - Menentukan data umum (MPP/ Most Probable Position) - Menentukan daerah pencarian - Menentukan jumlah unsur yang dipakai - Memperkirakan berapa lama waktu operasi 2. Melakukan koordinasi dengan semua unsur yang terlibat serta melayani hubungan koordinasi ( misalnya dengan pejabat, wartawan, dan lainlain) 3. Menyediakan fasilitas logistik yang diperlukan SRU OSC (On Scene Commander) Tidak mutlak ada tetapi juga bisa lebih dari satu tergantung wilayah komunikasi dan kesulitan jangkauannya. SRU (Search And Rescue Unit). Adalah yang menjadi ujung tombak suatu pencarian, merupakan team-team yang melakukan pencarian di lapangan.
Sistem SAR
Kekhawatiran
Kesiagaan
Pertolongan
Evaluasi
Sistem ESAR
Perencanaan
Sukses
Sistem ESAR terdiri dari lima tahapan, di dukung oleh lima komponen yang mana dibutuhkan untuk menjadikan ESAR dapat bekerja sebagaimana mestinya. Dari sudut pandangan operasional sistem ESAR diaktifkan bila diterima informasi bahwa: 4. Muncul
suatu
keadaan
darurat
atau
mungkin
akan
muncul.
5. Tidak diaktifkan bila korban/pesawat yang dibebaskan dalam kondisi terawat dan betul – betul aman, atau ketika tidak mungkin lagi muncul keadaan darurat dan tidak lagi diharapkan pertolongan.
TAHAPAN OPERASI SAR A. Tahapan kekhawatiran (Awareness Stage) Kekhawatiran bahwa keadaan darurat mungkin akan muncul (saat disadarinya terjadi keadaan darurat/ musibah). Termasuk di dalamnya penerimaan informasi keadaan darurat seseorang atau organisasi. B. Tahapan kesiagaan (Initial action stage). Adalah tahap seleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan bahwa berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan darurat saat itu diklasifikasikan sebagai : 1. INCERFA ( Uncertainty phase)
Fase tidak menentu/meragukan adanya ancaman suatu musibah. Hal ini diketahui apabila kapal/pesawat melaporkan kesulitannya atau tidak adanya laporan dari kapal/pesawat ( lost contact) yang seharusnya telah tiba di lokasi. 2. ALERFA (Alert phase) Dapat juga disebut fase siaga/mengkhawatirkan. Yaitu saat kita mengkhawatirkan laporannya karena pada waktu lost contact bertambah.
3. DETRESFA ( Distres phase)
Fase bahaya/darurat adalah fase yang ditunjukkan bahwa ancaman jelas terjadi atau korban menderita ancaman serius. Termasuk di dalamnya : • Mengevaluasi dan mengklasifikasikan informasi yang di dapat • Menyiapkan fasilitas ESAR • Pencarian awal dengan komunikasi ( Premilimary Communication Check )
• Pada kasus yang gawat dilaksanakan aksi secepatnya bila keadaan mengharuskan.
C. Tahapan perencanaan (Planning Stage) Yaitu saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respons) terhadap keadaan sebelumnya, antara lain: Search planning event ( tahap perencanaan pencarian) Search planning sequence (urutan perencanaan pencarian) Degree of search planning (tingkat peencanaan pencarian) Search planning computating ( perhitungan perencanaan pencarian) Termasuk di dalamnya : • Perencanaan pencarian dan dimana sepatutnya dilaksanakan • Perencanaan pertolongan dan pembebasan akhir/final delivary. D. Tahapan pelaksanaan (operasion stage ) Dilakukannya operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi: Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda- tanda yang ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor ( Detection Mode) Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor (tracking mode) Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban (evacuation mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membawa korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi) Mengadakan briefing kepada SRU Mengirim / memberangkatkan fasilitas SAR Melaksanakan operasi SAR dilokasi kejadian Melakukan penggantian/ penjadwalan SRU dilokasi kejadian E. Tahap akhir misi / evaluasi (mission Conclution) Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi :
Penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko
Penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yag sewaktu-waktu dapat terjadi
Evaluasi hasil kegiatan
Mengadakan pemberitaan (Press release) dan menyerahkan jenasah korban, survivor kepada yang berhak
Mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing pada kelompok masyarakat.
Membuat dokumentasi misi ESAR tersebut.
Komponen-komponen yang mendukung tahap-tahap diatas; 1. 2. 3. 4. 5.
Organisasi Fasilitas Komunikasi Emergency care (perawatan gawat darurat) Dokumentasi
TEKNIK-TEKNIK PENCARIAN Ada 5 metode dalam teknik pencarian orang hilang: 1. Preliminary Mode Mengumpulkan informasi awal , saat dari mulai tim pencari diminta bantuan tenaganya sampai kedatangan dilokasi , formasi dan perencanaan awal , perhitungan dan sebagainya. 2. Confinement Mode Memantapkan garis batas untuk mengurung orang hilang agar berada di area pencarian (search area )
Trail block
Tim kecil dikirimkan untuk memblokir jalan setapak yang keluar masuk search area .Mereka mencatat nama dan data dari setiap oarng yang meninggalkan search area dan memberitahu yang akan masuk search area tentang orang hilang .Setidaknya satu orang tetap terjaga sepanjang waktu dan memperhitungkan bahwa tidak seorangpun dapat lewat tanpa diketahui.
Road block
Dasarnya sama saja dengan trail block. Apabila search area diputus tertutup bagi yang bukan tim pencari ,seseorang (petugas hokum ) umumnya ditempatkan dalam block road .
Look outs
Menempatkan seorang pengamat sementara tim kecil lainnya bergerak memeriksa beberapa lokasi lain dan objek-objek mencurigakan yang berada dalam jarak pandang pengamat.
Camp-in
Menempati lokasi yang mungkin merupakan lokasi dimana posisinya mempunyai luas pandang yang baik ,cabang pertemuan jalan setapak tempat pertemuan sungai.
Track traps Adalah semacam bentuk camp-in yang tidak ditempatkan seorang disana yang mana sewaktu-waktu mungkin akan berguna.Perlu diperhatikan , ini harus merupakan lokasi area dimana orang hilang diperkirakan akan bergerak.
String lines Look outs, camp-in khususnya akan efektif pada daerah terbuka dimana luas pandang baik .Di dalam daerah yang berpohon bersemak lebat ,
tagged strings lines (bentang tali yang bertanda )dapat lebih sempurna untuk kepentingan /penggunaan yang sama. Tags (tanda-tanda)pada strings lines menarik perhatian hilang untuk bergerak mengikuti bentang tali itu keluar tempat aman. Setelah initial Confinement (pemagaran awal ) tambahan string lines dapat digunakan untuk pemagaran dan menandai sector pencarian. 3. Detection Mode Pemeriksaan tempat-tempat yang dicurigai bila dirasa perlu dan pencarian dengan cara menyapu (sweep searches ) diperhitungkan untuk menemukan orang hilang atau barang-barang yang tercecer.
Tipe 1 search Pemeriksaan yang tidka resmi yang segera dilakukan terhadap area yang dianggap paling memungkinkan.
Tipe 2 search Kriterianay adalah efisiensi pemeriksaan yang cepat dan sistematik atas area yang luas dengan metode penyapuan yang mana akan menghasilkan hasil akhir tertinggi dan setiap pencari per jam kerjanya atau disebut juga Open Grids
Tipe 3 search Kriterianya adalah pencarian dengan sistematika yang ketat atas area yang lebih kecil menggunakan metode yang cermat atau disebut juga Close Grids.
4. Tracking Mode Mengikuti jejak atau barang-barang yang tercecer yang ditinggalkan orang hilang. Tracking umumnya ada 2 bentuk ; a. tracking dengan menggunakan anjing pelacak b. tracking oleh manusia yang terlatih 5. Evacuation Mode Memberikan perawatan pada korban dan membawakanya dengan tandu apabila dibutuhkan. Kelima metode itu , anggota explorer search and resque (ESAR) team , umumnya akan banyak terlibat pada confinement , detection , dan evacuation. Pada premilinary mode ,operation leader (OL) dari ESAR akan bertugas sebagai penghubung dengan badan yang bertanggung jawab bersama kelompok SAR yang lain untuk merumuskan perencanaan pencarian.Anggota tim umumnya tidak terlibat dalam masalah ini .Sejauh itu juga , ESAR team tidak dilibatkan didalam Tracking Mode.
Mitigasi Bencana Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga, yaitu:
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh alam Bencana nonalam Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam Bencana social adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia
Bencana alam juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Bencana alam meteorologi (hidrometeorologi). Berhubungan dengan iklim. Umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor
Penyebab bencana alam di Indonesia:
Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudera besar Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (Indo-Australia, Eurasia, Pasifik) Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam
Mitigasi Bencana Tujuan mitigasi bencana
Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman
Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya:
pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam; pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi; pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori: 1. 2. 3. 4.
kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi) kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi) kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan) kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi)
Contoh upaya dalam mitigasi bencana Mitigasi Bencana Tsunami adalah sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami, yaitu: Sistem peringatan tsunami internasional Sistem peringatan tsunami regional Mitigasi Bencana Gunung Berapi Pemantauan aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB. Tanggap darurat Pemetaan, peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana gunung berapi. Penyelidikan gunung berapi menggukanan metode geologi, geofisika, dan geokimia Sosialisasi, yang dilakukan pada pemerintah daerah dan masyarakat Mitigasi Bencana Gempa Bumi Sebelum Gempa Mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa) Kenali lokasi bangunan tempat Anda tinggal Tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional Siapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll Periksa penggunaan listrik dan gas Catat nomor telepon penting
Kenali jalur evakuasi Ikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa
Ketika Gempa Tetap tenang Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah Turun dari kendaraan dan jauhi pantai. Setelah Gempa Cepat keluar dari bangunan. Gunakan tangga biasa Periksa sekitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama. Hindari banugnan yang berpotensi roboh. Mitigasi Tanah Longsor Hindari daerah rawan bencana untuk membangun pemukiman Mengurangi tingkat keterjalan lereng Terasering dengan sistem drainase yang tepat Penghijauan dengan tanaman berakar dalam Mendirikan bangunan berpondasi kuat Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat masuk Relokasi (dalam beberapa kasus) Mitigasi Banjir Sebelum Banjir Penataan daerah aliran sungai Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan banjir Tidak membangun bangunan di bantaran sungai Buang sampah di tempat sampah Pengerukan sungai Penghijauan hulu sungai Saat Banjir Matikan listrik Mengungsi ke daerah aman Jangan berjalan dekat saluran air Hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana Setelah Banjir Bersihkan rumah Siapkan air bersih untuk menghindari diare Waspada terhadap binatang berbisa atau penyebar penyakit yang mungkin ada Selalu waspada terhadap banjir susulan
Contoh siklus manajemen bencana:
Tahap prabencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness (kesiapsiagaan). Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat setelah terjadi bencana. Pada tahap pascabencana, manajemen yang digunakan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai persiapan menghadapi bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai upaya mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan layak sehingga masyarakat dapat hidup seperti sedia kala sebelum bencana terjadi, baik secara fisik dan psikologis.
Triage in Disaster Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penangnanan dan sumber daya yang ada. Kata ini berasal dari bahasa Perancis trier yang berarti memisahkan, memilah dan memilih. Penggagas awalnya adalah Dominique Jean Larrey, seorang dokter bedah Perancis pada Pasukan Napoleon. Tujuan triase adalah memberikan penanganan terbaik pada korban dalam jumlah yang banyak untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan maupun resiko cedera bertambah parah. Pada keadaan bencana massal, korban timbul dalam jumlah yang tidak sedikit dengan resiko cedera dan tingkat survive yang beragam. Pertolongan harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Hal tersebut merupakan dasar dalam memilah korban untuk memberikan perioritas pertolongan. Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
Menilai tanda vital dan kondisi umum korban Menilai kebutuhan medis Menilai kemungkinan bertahan hidup Menilai bantuan yang memungkinkan Memprioritaskan penanganan definitif Tag Warna
Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus dilakukan sesegera mungkin. Kategori : Setelah melakukan penilaian, korban dikategorikan sesuasi denagn kondisinya dan diberi tag warna, sebagai berikut:
HIJAU (High Priority) Korban dengan kondisi yang cukup ringan, korban dapat berjalan. Misal : strain, sprain, luka ringan, histeris, masih dapat mengikuti perintah dan dapat membantu diri sendiri, dl. KUNING (Intermediate Priority) Setiap korban dengan kondisi cedera berat namun penganannya dapat ditunda. Misal : luka bakar tanpa komplikasi, multiple trauma, kondisi korban masih sadar, dll. MERAH (Low priority) Setiap korban dengan kondisi yang mengancam jiwanya dan dapat mematikan dalam ukuran menit, harus ditangani dengan segera.
Misal : Airway Breathing Circulation terhenti, shock, trauma abdomen, trauma kepala, dll. HITAM (Lowest priority) Korban meninggal atau dalam kondisi yang sangat sulit untuk diberi pertolongan. Misal : adanya tanda tanda kematian.