131501053.pdf

  • Uploaded by: Srikandi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 131501053.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 21,880
  • Pages: 127
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU

http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Farmasi

Skripsi Sarjana

2018

Formulasi Masker Peel-Off Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiacal L.) Sebagai Anti-Aging Ayusni, Yuyun http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3982 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

FORMULASI MASKER PEEL-OFF EKSTRAK KULIT BUAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

OLEH : YUYUN AYUSNI NIM 131501053

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

FORMULASI MASKER PEEL-OFF EKSTRAK KULIT BUAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: YUYUN AYUSNI NIM 131501053

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Masker Peel-Off Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiacal L.) Sebagai Anti-Aging”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mengatasi proses penuaan kulit (anti-aging). Salah satu antioksidan alami adalah kulit pisang raja. Pemanfaatan pisang sebagai bahan industri belum popular dan yang dikenal sampai saat ini masih terbatas pada buahnya. Pengolahan bagian lainnya yang berupa limbah seperti batang, daun, kulit buah dan sebagainya masih sedikit sekali. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja serta untuk mengetahui kemampuan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja dalam memberikan efek anti-aging pada kulit wajah. Hasil yang diperoleh yaitu menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja dapat di formulasikan sebagai masker peel-off dan stabil dalam peyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar serta memiliki aktivitas anti-aging yang lebih baik Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian. Penulis juga berterima kasih

Universitas Sumatera Utara

kepada Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan memotivasi dan mengarahkan penulis dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U. M.Si., Apt., selaku dosen penasihat akademik yang telah banyak memberikan nasihat dan bimbingan selama masa pendidikan. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan bantuan pendidikan berupa beasiswa Bidik Misi selama masa perkuliahan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Ayahanda Nursal Jambak, Ibunda Arnida dan kepada Abang Ari Asral Ambari dan Adik Nabil Hamdallah tercinta atas doa dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para senior khususnya Kak Riza, Kak Elvi dan para sukarelawan yang telah bersedia meluangkan waktunya, serta sahabatku Mai, Nelfi, Mbak Tri, Ayu, Luna, Citra, Ika, Nindi, Qory, Endang, Nazira dan Wina Sigar yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat member manfaat bagi kita semua. Medan, Januari 2018 Penulis,

Yuyun Ayusni NIM 131501053

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

FORMULASI MASKER PEEL-OFF EKSTRAK KULIT BUAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI ANTI-AGING ABSTRAK Latar Belakang : Kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) mengandung senyawa polifenol dan flavonoid yang dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan alami untuk mencegah penuaan dini. Salah satu bentuk sediaan masker peel-off yang lebih efektif mengangkat sel kulit mati, komedo, kotoran kulit, rambut wajah yang tidak diinginkan, memperbaiki warna dan testur kulit dengan cepat dibandingkan dengan tipe masker lain. Tujuan Penelitian: Memformulasi dan mengevaluasi masker peel-off dari ekstrak kulit buah pisang raja sebagai anti-aging. Metode : Ekstrak kulit buah pisang raja dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% kemudian dipekatkan menggunakan rotari evaporator. Formula masker peel-off mengandung polivinil alkohol, polivinil pirolidon, etanol 96%, propilen glikol, nipagin dan air suling. Sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja dibuat dengan konsentrasi 1, 3 dan 5%. Evaluasi dalam sedian masker peel-off meliputi pemeriksaan homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan (perubahan warna, bau, pH, viskositas) waktu sediaan mengering di kulit selama penyimpanan 12 minggu, uji iritasi dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat skin analyzer terhadap kulit wajah. Parameter yang diukur meliputi kadar air, kehalusan, banyaknya noda, dan pori. Perawatan dilakukan selama empat minggu dengan mengaplikasikan masker satu kali seminggu. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan sebagai masker peel-off. Sediaan masker peel-off homogen dengan pH 5.6-5.5, viskositas 15.750-15.625 cp, waktu sediaan mengering antara 20-25 menit, tidak mengiritasi kulit dan stabil dalam peyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar. Hasil uji efektivitas anti-aging menunjukkan bahwa sediaan masker peel-off dengan konsentrasi ekstrak 5% paling efektif meningkatkan kadar air, kehalusan dan mengurangi ukuran pori dan noda selama empat minggu perawatan. Kesimpulan : Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan masker peel-off dan sediaan dengan ekstrak 5% menunjukkan efektivitas antiaging yang terbaik Kata kunci : formulasi, ekstrak kulit buah pisang raja, antioksidan, penuaan dini, masker peel-off

vii

Universitas Sumatera Utara

FORMULATION OF PEEL-OFF MASK FROM EXTRACT OF BANANA FRUIT RIND (Musa paradisiaca L.) AS ANTI-AGING ABSTRACT Background: Banana fruit rind (Musa paradisiaca L.) contains polyphenolic compounds and flavonoids that can be used as a source of natural antioxidants to prevent premature aging. A form of mask peel-off preparations that more effectively remove dead skin cells, blackheads, skin impurities, unwanted facial hair, improve color and testur skin quickly compared with other mask types. Purpose : To formulate and evaluate peel-off mask from banana fruit rind extract as anti- aging Method : Banana fruit rind extract is made by maceration using 96% ethanol then concentrated with rotary evaporator. The formula of peel-off mask consisted of polyvinyl alcohol, polyvinyl pyrrolidone, 96% ethanol, propylene glycol, nipagin and distilled water. Peel-off mask preparations banana fruit rind extract made with concentrations of 1, 3 and 5%. Evaluation in peel-off mask preparation includes homogeneity examination, observation of stability of the preparation (discoloration, odor, pH, viscosity) drying time for 12 weeks storage, irritation test and anti-aging effectiveness test using skin analyzer against facial skin. Parameters measured include moisture content, evennes, number of spot, and pore. Treatment was done for four weeks by applying the mask once a week. Result : The results showed that banana fruit rind extract could formulated as peel-off mask. Homogeneous preparations with pH 5.6-5.5, viscosity 15.75015.625 cp, drying time between 20-25 minutes, not irritating the skin and stable in storage for 12 weeks at room temperature. The results of the anti-aging effectiveness test showed that the peel-off mask preparation with 5% extract concentration was the most effective to increased moisture content, evenness, and reduced pore size and spot for 4 weeks of treatment. Conclusion : Banana fruit rind extract could formulated in peel-off mask preparations and preparation with 5% extract shows the best anti-aging effectiveness. Keywords : formulation, banana peel extract, antioxidant, premature aging, peeloff maks

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ......................................................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...............................................................................

iv

SURAT PERNYATAAN ...........................................................................

vi

ABSTRAK ................................................................................................

vii

ABSTRACT ..............................................................................................

viii

DAFTAR ISI .............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .....................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

1

1.1 Latar Belakang ......................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ..............................................................

3

1.3 Hipotesa Penelitian ................................................................

3

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................

4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

5

2.1 Uraian Tumbuhan ..................................................................

5

2.1.1 Sistematika tumbuhan ..................................................

5

2.1.2 Morfologi tumbuhan ....................................................

5

2.1.3 Daerah tumbuhan .........................................................

7

2.1.4 Nama daerah ................................................................

7

ix

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Nama asing ..................................................................

7

2.1.6 Khasiat tumbuhan ........................................................

8

2.1.7 Kandungan kimia .........................................................

8

2.2 Kulit .......................................................................................

8

2.2.1 Anatomi dan fisiologi kulit ..........................................

9

2.2.2 Fungsi kulit ..................................................................

11

2.2.2.1 Fungsi pelindung .............................................

11

2.2.2.2 Thermoregulation ............................................

12

2.2.2.3 Absorpi ............................................................

12

2.2.2.4 Fungsi lain .......................................................

13

2.2.3 Jenis-jenis kulit ............................................................

13

2.3 Penuaan Dini .........................................................................

14

2.3.1 Penyebab penuaan dini ................................................

15

2.3.2 Tanda-tanda penuaan dini ............................................

17

2.4 Antioksidan ............................................................................

19

2.4.1 Polifenol .......................................................................

20

2.4.2 Flavonoid .....................................................................

21

2.5 Anti-aging ..............................................................................

21

2.5.1 Fungsi dan manfaat anti-aging ....................................

22

2.5.2 Antioksidan sebagai bahan tambahan pada produk anti-aging ....................................................................

22

2.6 Masker ....................................................................................

23

2.7 Masker Peel-off .....................................................................

24

2.8 Skin Analyzer .........................................................................

25

x

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................

27

3.1 Alat dan Bahan ........................................................................

27

3.1.1 Alat ...............................................................................

27

3.1.2 Bahan ...........................................................................

27

3.2 Sukarelawan ...........................................................................

28

3.3 Penyiapan Sampel ..................................................................

28

3.3.1 Pengumpulan Sampel ..................................................

28

3.3.2 Identifikasi Sampel ......................................................

28

3.3.3 Pengolahan Sampel ......................................................

28

3.4 Karakteristik Simplisia ...........................................................

29

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ............................................

29

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ............................................

29

3.4.3 Penetapan kadar air ......................................................

29

3.4.3.1 Penjenuhan toluen ...........................................

29

3.4.3.2 Penetepan kadar air simplisia .........................

29

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ............................

30

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol .......................

30

3.4.6 Penetapan kadar abu total ............................................

30

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ..........................

31

3.4.8 Skrining Fitokimia Simplisia .......................................

31

3.4.8.1 Pemeriksaan flavonoid ....................................

31

3.4.8.2 Pemeriksaan alkaloid .......................................

31

3.4.8.3 Pemeriksaan saponin .......................................

32

3.4.8.4 Pemeriksaan Tanin ..........................................

32

xi

Universitas Sumatera Utara

3.4.8.5 Pemeriksaan steroid dan triterpenoid ..............

32

3.5 Pembuatan Ekstrak ................................................................

32

3.6 Formula Sediaan ...................................................................

33

3.6.1 Formula standar masker peel-off...................................

33

3.6.2 Formulasi Modifikasi masker peel-off .........................

33

3.6.3 Formula sediaan masker peel-off ..................................

34

3.7 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan .................................................

35

3.7.1 Pemeriksaan homogenitas ............................................

35

3.7.2 Pengamatan stabilitas sediaan ......................................

35

3.7.3 Pengukuran pH sediaan ..............................................

35

3.7.4 Pengujian viskositas sediaan ........................................

36

3.7.5 Pengukuran lama pengeringan masker ........................

36

3.7.6 Uji iritasi terhadap sukarelawan ..................................

36

3.8 Pengujian Efektivitas Anti-Aging. ..........................................

37

3.9 Analisis Data ..........................................................................

37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................

39

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan .................................................

39

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ................................................

39

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ..................................

39

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ..................................

39

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ........

40

4.2.4 Hasil pemeriksaan skrining simplisia dan ekstrak .......

40

4.3 Hasil Ekstraksi .......................................................................

41

4.4 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Peel-Off ............................

41

xii

Universitas Sumatera Utara

4.5 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan ........................................

41

4.5.1 Hasil pemeriksaan homogenitas ..................................

41

4.5.2 Hasil pengamatan stabilitas sediaan ............................

41

4.6 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ........................

44

4.7 Hasil Pengujiaan Efiktivitas Anti-Aging ................................

45

4.7.1 Kadar air (moisture) .....................................................

45

4.7.2 Kehalusan (evenness) ...................................................

48

4.7.3 Pori (pore) ....................................................................

51

4.7.4 Noda (spot) ..................................................................

54

4.7.5 Keriput (wrinkle) ..........................................................

57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................

61

5.1 Kesimpulan ............................................................................

61

5.2 Saran ......................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

62

LAMPIRAN .............................................................................................

65

xiii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Tabel 2.1

Halaman Perubahan internal pada kulit akibat photoaging dan intrinsic factor ..........................................................................

19

2.2

Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ..................

26

3.1

Formulasi standar masker peel-off ...........................................

33

3.2

Formulasi modifikasi masker peel-off .....................................

33

3.3

Formulasi sediaan masker peel-off ...........................................

34

4.1

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah pisang raja ................................................................................

40

Hasil pemeriksaan skrining serbuk simplisia kulit buah pisang raja ................................................................................

40

4.3

Hasil pengamatan stabilatas sediaan masker peel-off ..............

42

4.4

Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ..............................

44

4.5

Data hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan .........

46

4.6

Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit sukarelawan .......

49

4.7

Data hasil pengukuran ukuran pori pada kulit sukarelawan ....

52

4.8

Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit sukarelawan ...

55

4.9

Data hasil pengukuran keriput pada kulit sukarelawan ...........

58

4.2

xiv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR Gambar

Halaman

2.1

Struktur kulit ............................................................................

9

2.2

Rumus bangun flavonoid .........................................................

21

2.3

Cara menggunakan masker peel-off .........................................

25

4.1

Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air kulit wajah suka relawan ..................................................................

47

Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan kehalusan kulit wajah sukarelawan ..........................................

50

Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap pengurangan ukuran pori kulit wajah sukarelawan .......................................

53

Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah noda kulit wajah sukarelawan ...........................................................

56

Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap keriput wajah sukarelawan ..............................................................................

59

4.2

4.3

4.4

4.5

xv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

Halaman

1

Hasil identifikasi tumbuhan kulit buah pisang raja ...............

66

2

Gambar tumbuhan, daun segar, simplisia, serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah pisang raja .........................................

67

3

Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia .............................

69

4

Bagan penyiapan ....................................................................

70

5

Bagan alir pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja ...........

71

6

Bagan formulasi basis masker peel-off ..................................

72

7

Bagan pembuatan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja ..............................................................................

73

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dan rendemen kulit buah pisang raja ............................................

74

9

Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simlisia .........

75

10

Gambar sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja .........................................................................................

79

11

Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan ...............................

80

12

Gambar alat ............................................................................

81

13

Surat pernyataan persetujuan (Informed Consent) ................

83

14

Pengujian iritasi terhadap sukarelawan .................................

84

15

Pengujian masker terhadap kulit wajah sukarelawan ............

85

16

Gambar hasil uji efektivitas anti-aging .................................

86

17

Data hasil uji statistik ............................................................

90

8

xvi

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kulit merupakan salah satu organ tubuh berada pada bagian luar tubuh manusia. Organ ini merupakan organ yang akan bersentuhan langsung dengan lingkungan. Perannya adalah sebagai pelindung tubuh dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang buruk seperti sinar matahari (ultraviolet) dan mikroba (Darmawan, 2013). Seiring dengan bertambahnya usia, kulit akan mengalami proses penuaan. Penuaan disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Faktor dari luar tubuh seperti paparan sinar matahari dapat menyebabkan kulit menjadi rusak. Proses perusakan kulit ditandai oleh munculnya kriput, sisik, kering dan pecah-pecah. Selain tampak kusam dan berkerut, kulit menjadi lebih cepat tua dan muncul flek-flek hitam (Maysuhara, 2009). Pada dasarnya penuaan kulit terbagi menjadi dua proses besar, yaitu penuaan kronologi dan photo aging. Penuaan kronologi ditunjukkan dari adanya perubahan stuktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring bertambahnya usia. Sementara itu photo aging adalah proses yang menyangkut berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat paparan sinar UV. Paparan sinar UV yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolitis dari radikal bebas yang terbentuk. Selanjutnya enzim ini akan memecahkan kolagen yang berada di bawah dermis (Zelfis, 2012). Untuk membantu memulihkan penampilan kulit, terdapat beberapa cara penanganan, antara lain dengan penggunaan antioksidan. Antioksidan digunakan

1

Universitas Sumatera Utara

untuk melindungi kulit dari kerusakan oksidasi sehingga dapat mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mengatasi proses penuaan kulit (anti-aging) (Ardhie, 2011). Salah satu antioksidan alami adalah kulit pisang raja. Tanaman pisang (Musa, sp), merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak terdapat di Indonesia, tetapi masih belum memiliki acuan informasi yang lengkap, baik dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi guna dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kulit buah pisang sebagai bahan industri belum popular dan yang dikenal sampai saat ini masih terbatas pada buahnya. Pengolahan bagian lainnya yang berupa limbah seperti batang, daun, kulit buah dan sebagainya masih sedikit sekali. Penelitian terdahulu terhadap pisang Musa cavendish dari Filipina, telah berhasil diisolasi salah satu jenis antioksidan yaitu gallokatekin yang kandungannya ternyata lebih banyak terdapat dalam kulit dari pada buah (Elfira, 2013). Pemanfaatan efek antioksidan pada sediaan yang ditujukan untuk kulit wajah lebih baik bila diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal dibandingkan oral (Draelos dan Thaman, 2006). Kosmetika wajah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker. Bentuk sediaan masker yang banyak terdapat di pasaran adalah bentuk pasta atau serbuk, sedangkan sediaan masker bentuk peel-off masih jarang dijumpai. Masker peel-off adalah masker yang dipakai pada kulit wajah kemudian dikelupas kembali setelah kering. Masker seperti ini cukup efektif mengangkat sel kulit mati, komedo, kotoran kulit, rambut wajah yang tidak diinginkan, memperbaiki warna dan tekstur kulit (Rieger, 2000).

2

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang formulasi masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) sebagai antiaging.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan masker peel-off ? 2. Apakah masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja mampu memberikan efek anti-aging pada kulit wajah ?

1.3 Hipotesa Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan masker peel-off. 2. Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja mampu memberikan efek antiaging pada kulit wajah.

3

Universitas Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membuat sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja. 2. Untuk mengetahui kemampuan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja dalam memberikan efek anti-aging pada kulit wajah.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah meningkatkan daya guna dari kulit buah pisang raja ( Musa paradisiaca L.).

4

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, daerah tumbuh,

sistematika

tumbuhan, nama asing, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan. 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Secara sistematika tanaman buah pisang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Musaceae

Genus

: Musa

Spesies

: Musa paradisiacal L.

2.1.2

Morfologi Tumbuhan

Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya antara 2-9 meter, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru. Secara terinci, morfologi tumbuhan pisang dicirikan dengan struktur bagian tanaman sebagai berikut:

1. Batang Semu

5

Universitas Sumatera Utara

Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm. Lapisan pada batang ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpang banyak air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Terkadang pada satu tanaman terdapat dua batang semu atau sering disebut berbatang ganda (Dalimartha, 2003). 2. Batang Batang pisang sesungguhnya terdapat di dalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Sementara pada bagian bawah bonggol terdapat perakaran serabut yang lunak (Sunarjono, 2004). 3. Daun Daun yang paling muda terbentuk di bagian tengah tanaman, keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka. Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar 30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau (Dalimartha, 2003). 4. Bunga Pisang mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang berwarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ke tanah jika bunga telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang berada di ujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang. Jantung pisang ini harus

6

Universitas Sumatera Utara

dipangkas setelah selesai berbuah. Tiap kelompok bunga disebut sisir, yang tersusun dalam tandan (Dalimartha, 2003). 5. Buah Buahnya buah buni, bulat memanjang, membengkok, tersusun seperti sisir dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning, atau cokelat. Tiap kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji. Bijinya kecil, bulat, dan warnanya hitam. Buahnya dapat dipanen setelah 80-90 hari sejak keluarnya jantung pisang (Dalimartha, 2003). 2.1.3 Daerah Tumbuh Pisang adalah Buah-buahan tropis yang berasal dari Asia Tenggara, terutama Indonesia. Hampir setiap pekarangan rumah di Indonesia terdapat tanaman pisang. Hal ini dikarenakan tanaman cepat menghasilkan, dapat berlangsung lama, mudah ditanam, dan mudah dipelihara (Sunarjono, 2004). 2.1.4 Nama Daerah Nama indonesia : Pisang Raja Sumatera : Pisang, galuh, goal, puntik, puti, galo, awal pisang gae. Jawa : Cau, gedang, pisang, kisang, ghedhang, kehdang, pesang. Kalimantan : Harias, peti, pisang, punsi, pute, puti, rahias. Nusatenggara : Biu,pisang, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko, busa, wusa, huni, hundi, uki. Sulawesi : Tagin, see lambi, lutu, loka, unti, pepe, sagin, punti. Uti. Maluku : Fudir, pitah, uki, temai, seram, kula, uru, tamae, empulu, fust, fiat, tale, luke, Irian : Mando, rumaja, piti, mayu. (Depkes RI, 1978).

7

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Nama Asing Tanaman pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) menurut Valmayor, dkk. (2012) adalah: Inggris : Plantain, raja. Filipina : Radja, daliri dalaga. Thailand : Kluai khai boran. Malaysia : Pisang raja 2.1.6 Khasiat Tumbuhan Manfaat kandungan gizi yang dimiliki kulit buah pisang raja menjadikannya berkhasiat sebagai obat penyakit kuning, antidiare, obat gangguan pencernaan (dispepsia) seperti penyakit maag, obat luka, menurunkan kolesterol darah, (Cahyono, 2009), melembabkan kulit, menghilangkan bekas cacar, menghaluskan tangan dan kaki, antinyamuk dan menjaga kesehatan retina mata dari kerusakan akibat cahaya berlebih (Satuhu dan Supriyadi, 2008). 2.1.7 Kandungan Kimia Kulit buah pisang raja mengandung zat seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, C, dan senyawa golongan flavonoid maupun senyawa fenolik. Flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif yang menunjukkan berbagai aktivitas yang berguna, seperti antioksidan, antidermatosis, kemopreventif, antikanker, maupun antiviral (Atun, dkk., 2007).

2.2 Kulit Kulit merupakan organ terbesar, terluas pada tubuh kita. Rata-rata orang dewasa memiliki luas kulit sekitar 170-200 cm2 dengan berat antara 15-17 kg (Tabor dan Blair, 2009). Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Kulit merupakan target utama produk kosmetik. Konsumen menggunakan produk

8

Universitas Sumatera Utara

kosmetik pada kulit mereka untuk membersihkan, melindungi, melembabkan, dan sebagainya (Baki dan Alexander, 2015). 2.2.1

Anatomi dan fisiologi kulit

Gambar 2.1 Struktur kulit (Shai,et al., 2009). Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu: a. Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang berfungsi sebagai lapisan pelindung dari pengaruh eksternal. Epidermis tersusun atas lima lapisan (Baki dan Alexander, 2015) yaitu: 1. Stratum korneum Stratum korneum atau lebih dikenal sebagai lapisan tanduk tersusun atas sel kulit mati yang secara terusmenerus terlepas dan digantikan dengan sel baru. Lapisan ini lebih tebal dibandingkan lapisan lain, terdiri dari 15-30 lapisan kulit mati. 2. Stratum lusidum Lapisan transparan yang terdiri dari 3-5 baris sel-sel kulit mati datar yang kompak. 3. Stratum granulosum Lapisan granular, terdiri dari 3-5 lapisan keratinosit yang mulai mati 4. Stratumspinosum

9

Universitas Sumatera Utara

Lapisan sel prickle (duri), terdiri dari 8-10 baris sel. Lapisan ini bertanggung jawab pada sintesis lipid dan protein. 5. Stratum basal (germinativum) Lapisan sel basal, terbuat dari satu lapisan sel. Pada lapisan ini sel terbagi secara terus menerus untuk membentuk keratinosit baru. Melanosit, sel langerhans dan sel merkel juga terdapat pada lapisan ini. b. Dermis Dermis merupakan komponen penting pada tubuh, tidak hanya sebagai penyedia nutrisi, imunitas, dan bantuan lain untuk epidermis melalui lapis kapiler tipis pada epidermis tetapi juga berperan pada pengaturan suhu, tekanan, dan rasa sakit. Dermis memiliki ketebalan 0,1-0,5 cm dan mempengaruhi elastisitas kulit (Walters, 2007). Dermis terbentuk dari sel-sel, serat, dan zat dasar (groundsubstance). Sel- sel yang paling banyak adalah fibroblas. Sel ini merupakan tempat produksi komponen dermal lainnya yaitu serat-serat dermis dan zat dasar (Tabor dan Blair, 2009). Serat yang diproduksi oleh fibroblas ada beberapa tipe sesuai dengan fungsi mereka (Tabor dan Blair, 2009): 1. Serat kolagen Merupakan serat yang paling banyak dan tersusun dari asam amino tertentu seperti prolin, hidroksi prolin, dan glisin yang membentuk struktur berserat. Fungsi serat kolagen adalah menunjang struktur internal kulit. 2. Serat elastis Komponen utama serat elastis adalah protein yang disebut elastin. Fungsi serat ini adalah untuk memberikan elastisitas kulit untuk semua gerakan tubuh. Kerusakan

10

Universitas Sumatera Utara

dari serat ini adalah penyebab utama dari stretch mark. 3. Zat dasar (ground substance) Terbentuk dari zat-zat seperti asam mukopolisakarida (glikosamino glikan, secara kimia

diklasifikasikan

sebagai

gula

kompleks),

asam

hialuronat,

dan

kondroitinsulfat. Glikosamino glikan dan protein spesifik lainnya membentuk agregat molekular besar yang disebut proteoglikan. c. Jaringan Subkutan Lapisan terdalam kulit adalah jaringan subkutan atau hipodermis. Lapisan ini merupakan jaringan sel-sel lemak yang terhubung dengan dermis melalui serat kolagen dan elastin. Selain sel lemak, sel utama lain yang terdapat pada hypodermis adalah fibroblast dan makrofag (Walters, 2007). Fungsi jaringan subkutan adalah sebagai lapisan pelindung organ vital dari trauma dan pelindung dari suhu dingin. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai cadangan energi dan membentuk struktur tubuh (Baki dan Alexander,2015). 2.2.2 Fungsi kulit 2.2.2.1 Fungsi Pelindung Lapisan terluar kulit terbuat dari keratin yang berfungsi melindungi tubuh dari gangguan fisik serta mekanik, gangguan kimia, sinar UV dari matahari, dan agen penginfeksi seperti bakteri dan jamur (Shai, etal., 2009). Gangguan fisik serta mekanik dicegah dengan adanya serat elastis pada dermis dan jaringan lemak subkutan yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh (Mitsui, 1997). Permukaan kulit dijaga dan pH asam lemah sebagai pelindung dari gangguan kimia (Mitsui, 1997). Kulit yang basa akan dinetralkan oleh film hidrolipid dan lapisan tanduk sebelum merusak organ di dalamnya. Pada kondisi

11

Universitas Sumatera Utara

normal, kulit manusia memiliki pH asam yang bervariasi pada tiap daerah yaitu 4,5-6,5 (Tabor dan Blair, 2009). Pigmentasi melanin pada kulit akan menyerap dan melindungi tubuh dari gangguan radiasi sinar UV. Asam lemak tidak jenuh pada lipid kulit mempunyai sifat bakterisid dan mencegah pertumbuhan bakteri pada kulit (Mitsui, 1997). Umumnya bakteri pada kulit manusia tidak patogenik sehingga tidak menyebabkan penyakit tetapi, kerusakan pada kulit seperti luka bakar dapat menyebabkan infeksi akibat bakteri. Dibandingkan bakteri, beberapa tipe jamur dapat merusak keratin kulit sehingga infeksi kulit akibat jamur lebih umum terjadi (Shai, et al., 2009). 2.2.2.2 Thermoregulation Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah aliran darah pada kulit dengan mendilatasi dan konstriksi kapiler darah kulit dan melalui evaporasi (Mitsui, 1997). Penguapan air pada permukaan kulit mempunyai efek menyejukkan. Jumlah keringat yang dilepaskan dari kulit bergantung pada temperatur tubuh dan kondisi lingkungan (Shai,etal., 2009). 2.2.2.3 Absorpsi Banyak zat aktif yang diserap melalui kulit ke dalam tubuh. Usia, aliran darah, suhu tubuh, kandungan air pada lapisan tanduk, tingkat kerusakan lapisan tanduk, dan kelembapan mempunyai peranan penting pada absorpsi transdermal (Mitsui, 1997).

12

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.4 Fungsi lain Lapisan dermis terdiri dari banyak saraf yang mentransmisi sensasi dari sentuhan, tekanan, sakit, dan suhu dari kulit. Sinar matahari menstimulasi produksi vitamin D pada kulit. Vitamin tersebut kemudian masuk ke aliran darah dan mencapai jaringan pada tubuh untuk memberikan efeknya (Shai, et al., 2009). 2.2.3

Jenis-jenis kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian (Noormindhawati, 2013): a. Kulit normal Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil. b. Kulit kering Kulit kering memiliki ciri-ciri: kehilangan kekenyalan dan elastisitas kulit, kulit terlihat kasar dan bersisik. c. Kulit berminyak Merupakan kulit yang memiliki kadar minyak berlebihan di permukaan kulit sehingga tampak mengkilap, memiliki pori-pori besar, mudah berjerawat. d. Kulit kering Adalah kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa kaku, tidak elastis, dan mudah berkeriput. e. Kulit kombinasi Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi berkulit kering.

13

Universitas Sumatera Utara

2.3 Penuaan Dini Aging adalah proses yang dialami oleh tubuh dimana fungsi bagian-bagian tubuh semakin berkurang (Waluyo dan Putra, 2010). Selama proses penuaan, kulit menjadi lebih tipis, berkeriput, dan kendur disertai rambut beruban (Dayan, 2008). Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat ireversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit (Putro, 1997). Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya. Bisa terjadi saat umur kita memasuki usia 20-30 tahun. Penuaan dini dapat terjadi kapan saja. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari (Noormindhawati, 2013). Tipe kulit yang cenderung mengalami penuaan dini yaitu kulit kering yang secara alami lebih sedikit memproduksi sebum dan kulit sensitif karena kulit sangat tipis sehingga mudah terbentuk keriput. Walaupun kulit berminyak tampaknya tidak diinginkan ketika seseorang yang masih muda, kulit berminyak dapat menjadi berkat seiring dengan bertambahnya usia karena tipe kulit berminyak lebih lambat mengalami penuaan dibanding jenis kulit lainnya. Penyebab utama yang menyebabkan penuaan dini adalah aktivitas, makanan, dan gaya hidup (Beale dan Jensen, 2004). 2.3.1 Penyebab penuaan dini Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan). Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

14

Universitas Sumatera Utara

a. Faktor intrinsik (intrinsic aging) Penuaan yang terjadi secara alami. Penuaan intrinsik terjadi secara lambat, terus menerus dan degradasi jaringan yang ireversibel. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah penuaan secara intrinsik. Ada berbagai faktor internal yang berpengaruh pada proses penuaan kulit, yaitu: 1. Umur Umur adalah faktor fisiologik yang menyebabkan kulit menjadi tua. Umur bertambah setiap hari dan secara perlahan tetapi pasti proses menua terjadi. 2. Ras Berbagai ras manusia mempunyai perbedaan struktural dan faal tubuh dalam perannya terhadap lingkungan hidup sehingga mempunyai kemampuan berbeda dalam mempertahankan diri, misalnya dalam jumlah pigmen melanin pada kulit. Orang kulit putih lebih mudah terbakar sinar matahari dari pada kulit berwarna sehingga pada kulit putih lebih mudah terjadi gejala-gejala kulit menua secara dini. 3. Genetik Para ahli yakin bahwa faktor genetik juga berpengaruh terhadap proses penuaan dini. Faktor genetik menentukan kapan menurunnya proses metabolik dalam tubuh dan seberapa cepat proses menua itu berjalan. 4. Hormonal Hormon tertentu dalam tubuh manusia mempunyai peran penting dalam proses pembentukan sel baru dan proses metabolik untuk mempertahankan kehidupan sel secara baik. Pada wanita yang menopause, penurunan produksi esterogen akan menurunkan elastisitas kulit. Hormon androgen dan progesteron meningkatkan

15

Universitas Sumatera Utara

proses pembelahan sel epidermis, waktu pergantian atau regenerasi sel, produksi kelenjar sebum, dan pembentukan melanin. Berkurangnya hormon-hormon tersebut akan menunjukkan gejala penuaan dini yang lebih jelas. 5. Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain yang dianggap dapat mempercepat proses penuaan yaitu stres psikis dan penyakit-penyakit sistemik misalnya diabetes dan malnutrisi. b. Faktor ekstrinsik (extrinsic aging) Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi, dan terutama sinar UV. Sinar matahari adalah faktor lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena dapat merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging. Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak permukaan kulit sehingga menyebabkan kekeringan kulit. Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Posisi tidur yang salah juga berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot di sekitar

16

Universitas Sumatera Utara

alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area dahi(Putro, 1997; Wasitaatmadja, 1997; Setiabudi, 2014). 2.3.2 Tanda-tanda penuaan dini Tanda-tanda penuaan secara intrinsik berbeda dengan penuaan secara ektrinsik. Secara klinis, kulit yang mengalami penuaan secara intrinsik terlihat halus, tipis, pucat, dan berkeriput halus. Secara histologi, penuaan intrinsik ditunjukkan dengan

perubahan

fungsi jaringan

seperti

penipisan

dermis, degenerasi

jaringan elastin, dan kehilangan hidrasi (Baki dan Alexander,2015). Hal-hal yang terjadi pada penuaan intrinsik menurut (Shai, et al., 2009) yaitu: a. Degenerasi serat elastin Serat elastin akan menipis dan mengalami degenerasi sehingga menjadi tumpukan serat yang kehilangan fungsi normalnya. Perubahan serat elastin merupakan penyebab utama timbulnya keriput dan kehilangan elastisitas kulit. b. Degenerasi serat kolagen Proses degenerasi juga terjadi pada serat kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kekuatan elastisitas kulit sehingga terlihat kendur. c. Penipisan kulit Secara umum, pada usia 45 tahun semua lapisan kulit akan mengalami penipisan termasuk epidermis, dermis, dan subkutan. Proses ini lebih terlihat pada wanita di bandingkan pria. d. Penurunan kelembapan kulit Dengan bertambahnya usia, kulit akan menjadi lebih kering. Kulit kering disebabkan karena menurunnya aktivitas kelenjar sebaseus. Penurunan ini terjadi pada wanita setelah menopause dan pada pria usia lanjut. Penurunan produksi

17

Universitas Sumatera Utara

sebum menyebabkan kulit semakin kering dan menurunnya fungsi kulit untuk menjaga kadar air. e. Perubahan pigmentasi Pertambahan usia menyebabka penurunan jumlah melanosit pada kulit, sehingga menurunnya produksi melanin. Warna kulit akan menjadi lebih muda. Penurunan melanin mengakibatkan berkurangnya fungsi kulit sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari. f. Pembesaran kelenjar sebaseus Pada daerah tertentu, meskipun terjadi penurunan jumlah produksi sebum kulit, ukuran kelenjar sebeseus meningkat. Akibatnya pori-pori kulit menjadi besar. Pembesaran kelenjar dapat terlihat dengan noda kekuningan pada kulit, lebarnya dapat mencapai 3 mm. Karena tingginya densitas kelenjar sebaseus pada hidung, proses ini menyebabkan penebalan, pembesaran, dan perubahan pada penampilan hidung. Di bandingkan dengan penuaan intrinsik, kulit yang mengalami penuaan secara ekstrinsik lebih terlihat pada perubahan morfologi dan fisiologi. Secara klinis, kulit yang mengalami penuaan ekstrinsik terlihat berkeriput, hiperpigmentasi, warna kulit pucat, tekstur kasar, dan pelebaran pembuluh darah yang terlihat di bawah kulit (Baki dan Alexander,2015). Secara umum, pada penuaan intrinsik terjadi penurunan fungsi kulit dan perubahan atrofikulit seperti penipisan kulit sedangkan pada penuaan ekstrinsik kulit mengalami penebalan dan terjadi penumpukan serat elastin yang telah terdegradasi. Perbedaan anatomi penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik dapat dilihat pada Tabel 2.1.

18

Universitas Sumatera Utara

Tabel2.1 Perubahan internal pada kulit akibat photoaging dan intrinsic factor Bagian kulit

Akibat photoaging

Akibatintrinsic factor

Lapisan epidermis Tebal Tipis • Sel-sel tidak seragam • Sel-sel seragam  Sel-sel terdistribusi tidak  Sel-sel terdistribusi Sel-sel keratinosit merata merata • Pembesaran mendadak • PembesaranBerkala • Peningkatan lapisan sel • Penurunanlapisan sel Stratumkorneum • Ukuran dan bentuk • Ukuran dan bentuk korneosit bervariasi korneosit seragam • Sel-sel bervariasi • Sel-sel seragam Melanosit  Peningkatan produksi  Penurunan produksi melanosome melanosom Sel-sel Langerhans

• Pengurangan sel dalam jumlah yang besar • Sel-sel bervariasi

• Pengurangan sel dalam jumlah yang kecil • Sel-sel seragam

Kolagen dan Jaringan ikat

• Serat kolagen dan jaringan ikat menurun jumlahnya

• Serat kolagen kendur, jaringan ikat menebal

Fibroblas Sel mast Sel inflamasi (Mitsui, 1997).

• Meningkat dan hiperaktif • Meningkat • Berperan

• Menurun berkala • Menurun • Tidakberperan

2.4 Antioksidan Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah bila di bandingkan dengan bahan yang dapat dioksidasi, dapat memperlambat atau menghambat oksidasi bahan tersebut secara signifikan (Halliwell, 2002). Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi, 2007). Menurut Kumala ningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni: 1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk

senyawa

radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

19

Universitas Sumatera Utara

berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim super oksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas. 2. Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan. 3. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim metionin sulfoksi dan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel. Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis dari pada menggunakan antioksidan tungggal. Hal ini mungkin dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006). Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, tokoferol, dan asamasam organik. Senyawa polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas (Kumala ningsih, 2006). 2.4.1 Polifenol Senyawa polifenol adalah senyawa yang paling sedikit memiliki satu cincin aromatis dan mengikat beberapa gugus hidroksil. Polifenol merupakan senyawa antioksidan alami yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Sifat antioksidan yang dimiliki oleh polifenol dapat menghambat spesies oksigen

20

Universitas Sumatera Utara

reaktif. Polifenol dapat menghambat senyawa-senyawa karsinogen dengan cara metilasi dan pembentukan glukoronid, serta pembukaan cincin, kebanyakan dari bagian katekol polifenol, akibat pengaruh dari enzim-enzim dan bakteri pencernaan (Weisburger, 2004). 2.4.2 Flavonoid Struktur umum untuk turunan flavonoid (Robinson, 1995) dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoid Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C3 -C6. Kelompok terbesar flavonoid memiliki cirri adanya cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzen. Senyawa ini merupakan pereduksi yang baik karena mampu menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995). Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan jamur atau pun radiasi sinar UV yang dapat merusak tumbuhan. Selain itu, flavonoid juga terlibat dalam proses fotosintesis, transferenergi, dan respirasi pada tumbuhan (Khan, et al., 2010).

2.5 Anti-aging Produk-produk yang populer digunakan untuk menghambat proses penuaan dini adalah produk anti-aging. Sediaan anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan yang berfungsi menghambat proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga

21

Universitas Sumatera Utara

mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013). 2.5.1 Fungsi dan manfaat anti-aging Fungsi dari produk anti-aging, yaitu: 1. Menyuplai antioksidan bagi jaringan kulit 2. Menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit 3. Menjaga kelembapan dan elastisitas kulit 4. Merangsang produksi kolagen dan glikosaminoglikan 5. Melindungi kulit dari radiasi ultraviolet (Mulyawan dan Suriana, 2013). Manfaat dari produk anti-aging, yaitu: 1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit terlihat kusam dan keriput. 2. Kulit menjadi tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda. 3. Kulit menjadi tampak lebih kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini (Mulyawan dan Suriana, 2013). 2.5.2 Antioksidan sebagai bahan tambahanpada produk anti-aging Antioksidan adalah senyawa penting yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kulit. Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit. Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya sangat tidak stabil. Senyawa ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga

22

Universitas Sumatera Utara

disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput. Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas, dimana pada jaringan senyawa radikal bebas ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas, sehingga sel-sel pada jaringan kulit terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produkproduk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.6 Masker Masker adalah produk kosmetik yang menerapkan prinsip Occlusive Dressing Treatment (ODT) pada ilmu dermatologi yaitu teknologi absorpsi perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit sehingga membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu penyerapan obat (Lee, 2013). Masker yang diaplikasikan pada wajah akan menyebabkan suhu kulit wajah meningkat (±1oC) sehingga peredaran darah kulit meningkat, mempercepat pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu penetrasi zat aktif ke dalam kulit 5 hingga 50 kalibila dibanding sediaan lain (Lee, 2013). Pada orang dewasa, pemakaian masker wajah perlu dilakukan minimum sebulan sekali agar kondisi kulit tetap baik. Masker wajah perlu untuk semua jenis kulit, terlebih untuk wajah yang berlemak. Ketika memakai masker, hati-hati jangan

23

Universitas Sumatera Utara

sampai mengenai mata. Sebaiknya sekitar mata diberi krim mata (eye cream) (Putro, 1997). Pada kulit berminyak dapat dipakai masker untuk kulit normal sampai berminyak dengan banyak pelumas, sedangkan pada kulit kering dengan titik (spot) lemak dapat digunakan masker yang bervitamin. Sebelum menggunakan masker kulit muka dipijat-pijat (massage) dahulu (Putro, 1997). Perawatan kulit wajah dengan masker bertujuan sebagai berikut: 1. Memperlancar peredaran darah dengan cara memperbaiki dan merangsang peredaran darah kulit muka. 2. Membersihkan dan mengecilkan pori-pori. 3. Mengencangkan kulit muka. 4. Mencegah timbulnya kerutan-kerutan di muka. 5. Menghilangkan dan mengangkat sel-sel tanduk dan minyak berlebihan, bintikbintik hitam dan putih sehingga kulit menjadi bersih dan licin. 6. Menyegarkan kulit muka, menghilangkan rasa lelah pada wajah, menghaluskan dan menenangkan kulit yang tegang (Putro, 1997).

2.7 Masker Peel-Off Masker peel-off merupakan masker yang terbuat dari bahan polimer seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam (Shai et al., 2009). Dibandingkan dengan sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk, masker peel-off memiliki beberapa keunggulan yaitu, dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiration sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit,

24

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman, et al., 1989; Voigt, 1994). Masker diaplikasikan pada permukaan kulit dengan cara dioleskan, ditunggu mengering, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel serta transparan biasanya 10-15 menit kemudian dikelupas seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Cara menggunakan masker peel-off (Shai et al., 2009).

Keterangan: Masker peel-off dioleskan pada wajah Masker peel-off mengering Setelah waktu pengaplikasian selesai masker diangkat dengan cara dikelupas

2.8 Skin Analyzer Pada

analisis

konvensional,

diagnosis

dilakukan

dengan

mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat menjadikan diagnosis menjadi bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

25

Universitas Sumatera Utara

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012). Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalaman keriput. Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter masing-masing pengukuran yang telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut. Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran Moisture (Kadar air) Evenness (Kehalusan) Pore (Pori) Spot (Noda) Wrinkle (Keriput) (Aramo, 2012).

Parameter (%) Dehidrasi 0-29 Halus 0-31 Kecil 0-19 Sedikit 0-19 Tidak berkeriput 0-19

Normal 30-44 Normal 32-51 Sedang 20-39 Sedang 20-40 Berkeriput 20-52

26

Hidrasi 45-100 Kasar 52-100 Besar 40-100 Banyak 41-100 Berkeriput parah 53-100

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi pembuatan sediaan masker peel-off anti-aging, menggunakan ekstrak kulit buah pisang raja sebanyak 1%, 3%, dan 5%. Pemerikasaan terhadap sediaan (uji homogenitas, organoleptis, pengukuran pH, pengujian waktu sediaan mengering, pemeriksaan stabilitas, dan penentuan viskositas), uji iritasi dan pengujian efektivitas anti-aging. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Kosmetologi dan Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, lumpang porselin, stamfer, cawan porselin, objek gelas, pipet tetes, pot plastik, botol kaca, penangas air, batang pengaduk, sudip, spatula, kertas perkamen, aluminium foil, plastik wrap, rotary evaporator, skin analyzer dan moisture checker (Aramo Huvis), pH meter (Hanna), neraca analitik (Boeco), dan viskometer Brookfield. 3.1.2 Bahan Kulit buah pisang raja, etanol 96%, polivinil alkohol (PVA), polivinil pirolidon (PVP), propilen glikol, metil paraben, propil paraben, air suling, larutan dapar pH asam (4,01), dan larutan dapar pH netral (7,01).

27

Universitas Sumatera Utara

3.2 Sukarelawan Relawan adalah mahasisiwi Fakultas Farmasi USU sebanyak 12 orang dan berusia sekitar 20-30 tahun dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen RI, 1985) : 1. Wanita berbadan sehat; 2. Usia antara 20-30 tahun; 3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi; 4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengambilan sampel Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) yang sudah cukup tua dan berwarna kuning yang diperoleh dari Desa Karang Anyar, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. 3.3.2 Identifikasi sampel Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi FMIPA USU. 3.3.3 Pengolahan sampel Buah pisang raja yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dengan air mengalir, dikupas dan diambil bagian kulitnya, kemudian kulit buah pisang raja dikumpulkan sebanyak 15 kg dan dipotong sepanjang + 4 cm. Kulit buah ini dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40 - 600C hingga kering, dimana jika simplisia tersebut sudah kering dapat dipatahkan, simplisia ditimbang sebagai berat kering, kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender, disimpan dalam

28

Universitas Sumatera Utara

wadah plastik yang tertutup rapat dan terlindung dari panas dan sinar matahari. Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 1,5 kg.

3.4 Karakteristik Simplisia 3.4.1

Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap kulit buah pisang raja

dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna. 3.4.2

Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah pisang raja. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop. 3.4.3

Penetapan kadar air

3.4.3.1 Penjenuhan toluen Sebanyak 200 mL toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 mL air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 mL. 3.4.3.2 Penetapan kadar air simplisia Labu berisi toluen dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, lalu kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik dan setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah

29

Universitas Sumatera Utara

air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 mL. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat pada bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998). 3.4.4

Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalm 100 mL airkloroform (2,5 mL kloroform dalam aquadest sampai 1 L) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995). 3.4.5

Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 80% dengan menggunakan botol tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995). 3.4.6

Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI., 1995).

30

Universitas Sumatera Utara

3.4.7

Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diproleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, dinginkan, dan ditimbang beratnya.

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia Skrining fitokimia serbuk simplisia buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.) meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. 3.5.1

Pemeriksaan Flavonoid Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alcohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). 3.5.2

Pemeriksaan Alkaloid Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi : a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

31

Universitas Sumatera Utara

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes, 1995). 3.5.3

Pemeriksaan Saponin Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1995). 3.5.4

Pemeriksaan Tanin Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1g, dididihkan selama 2 menit dalam

100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) kolrida 1%.Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.5.5

Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid Sebanyak 1g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuk warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% (Ditjen POM RI, 1979). Sebanyak 300 gram serbuk kulit buah pisang raja dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian (2 liter) etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama

32

Universitas Sumatera Utara

5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Ampas diremaserasi lagi dengan 1 liter etanol selama 2 hari lalu dienaptuangkan. Kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40°C (Ditjen POM, 1979) lalu diletakkan di atas penangas air pada suhu 70-80°C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.7 Formulasi Sediaan 3.7.1 Formulasi Standar Masker Peel-Off Sediaan masker Peel-off dibuat berdasarkan formula standar maskel peel-off (Rieger, 2000). Formula standar dapat dilahat pada tabel 3.1 dan formula modifikasi dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.1 Formula Standar Masker Peel-Off (Rieger, 2000) Bahan Formula Polivinil alkohol 5 – 10% Humektan 2 – 10% Surfaktan 2 – 5% Alkohol 10 – 30% pH buffer pH 4 – 7 Pengawet Qs Parfum Qs Pewarna Qs Air suling ad 100 3.7.2 Formulasi Modifikasi Masker Peel-Off Tabel 3.2 Formula Modifikasi Masker Peel-Off Bahan Polivinil Alkohol (%) 10 Polivinil Pirolidon (%) 5 Propilen Glikol (%) 15 Metil Paraben (%) 0,2 Etanol 96 % 15 Air Suling ad 100

Formula

33

Universitas Sumatera Utara

2.6.3

Formula sediaan masker peel-off

Masker peel-off dibuat dalam 4 formula yang dibedakan oleh konsentrasi ekstrak kulit pisang raja. Sediaan masker peel-off dibuat berdasarkan formula standar masker peel-off (Rieger, 2000). Formulasi standar ini dimodifikasi dengan mengeluarkan sebagian bahan seperti pH buffer, parfum dan pewarna. Ekstrak kulit buah pisang raja digunakan sebagai bahan aktif. Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk membuat masker peel-off anti-aging adalah 1%, 3% dan 5% yang ditambahkan pada masing-masing formula. Sebagai blanko digunakan masker peel-off tanpa ekstrak kulit buah pisang raja. Formula sediaan masker peel-off dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Formula sediaan masker peel-off Bahan Formula F1 F2 F3 ekstrak kulit pisang raja 1 3 (%) Polivinil Alkohol (%) 10 10 10 Polivinil Pirolidon (%) 5 5 5 Propilen glikol (%) 15 15 15 Metil paraben (%) 0,2 0,2 0,2 Etanol (%) 15 15 15 Aquades ad 100 ad 100 ad 100

F4 5 10 5 15 0,2 15 ad 100

Keterangan : F0 : Masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5% Cara Pembuatan : Ekstrak kulit buah pisang raja ditimbang sesuai konsentrasi, kemudian ditambahkan 1 tetes etanol 96% digerus hingga homogen. Pada wadah terpisah, PVA dikembangkan dengan air suling, kemudian dipanaskan di atas penangas air pada suhu ± 80°C hingga mengembang sempurna. Dihomogenkan (wadah A).

34

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya PVP dikembangkan dengan air suling, dipanaskan hingga mengembang (wadah B). Pada wadah terpisah lainnya (wadah C), larutkan nipagin kedalam propilen glikol. Kemudian campurkan wadah B dan wadah C secara berturut-turut kedalam wadah A lalu diaduk hingga homogen, kemudian ditambahkan etanol 96%.

3.8 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan 3.8.1 Pemeriksaan homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah tertentu sediaan di oleskan pada sekeping kaca atau bahan yang transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979). 3.8.2 Pengamatan stabilitas sediaan Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam 4 toples kaca dengan jumlah masing masing konsentrasi seberat 100 g, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna, viskositas, pH dan waktu mengering masker peel-off. Pengamatan stabilitas setiap 2 minggu selama penyimpanan 12 minggu (Batubara, 2016; Umayah, 2016). 3.8.3 Pengukuran pH sediaan Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan mengggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aquades lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dilarutkan dalam beker glass dengan 100 ml aquades. Kemudian elektroda

35

Universitas Sumatera Utara

dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali pada krim terhadap masing-masing konsentrasi (Rawlins, 2003). 3.8.4 Pengujian viskositas sediaan Penentuan viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield. Dengan cara menimbang 100 gram sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja kemudian di atur spindle dan kecepatan yang digunakan dan viskometer Brookfield dijalankan, kemudian viskositas dari masker peel-off akan terbaca (Batubara, 2016; Umayah, 2016). 3.8.5 Pengukuran lama pengeringan masker Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar dengan cara mengoleskan secukupnya sediaan masker pada daerah yang ditandai lalu diukur waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Dilakukan tiga kali pengukuran lama pengeringan dengan sukarelawan yang berbeda-beda (Batubara, 2016; Umayah, 2016). 3.8.6 Uji iritasi terhadap sukarelawan Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan masker peel-off ekstrak dengan maksud untuk mengetahui bahwa masker peel-off yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI., 1985). Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat melakukan uji tempel preventif (patch test),

36

Universitas Sumatera Utara

yaitu dengan memakai kosmetik tersebut dibelakang daun telinga. Setelah dibiarkan selama 24 jam tidak terjadi reaksi kulit seperti kemerahan, gatal dan bengkak, maka kosmetik tersebut dapat digunakan (Wasitaatmadja, 1997).

3.8 Pengujian Efektivitas Anti-Aging Pengujian efektivitas anti aging dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 12 orang dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : a. Kelompok I

: Tiga sukarelawan untuk masker peel-off F0 (blanko)

b. Kelompok II

: Tiga sukarelawan untuk masker peel-off FI (1%)

c. Kelompok III

: Tiga sukarelawan untuk masker peel-off FII (3%)

d. Kelompok IV

: Tiga sukarelawan untuk masker peel-off FIII (5%)

Setiap relawan yang telah dikelompokkan diukur kadar air (moisture), kehalusan (evenness), ukuran pori (pore), noda (spot), kerutan (wrinkle) pada kulitnya terlebih dahulu kemudian diberikan masker ekstrak kulit buah pisang raja sebanyak 0,5 gram seluas 2,5 x 2,5 cm pada daerah kulit yang telah ditandai selama sekitar lima belas menit kemudian dibilas dengan air dan di ukur kembali. Perubahan kondisi kulit diukur saat sebelum aplikasi masker peel-off dan setelah aplikasi masker peel-off setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan skin analyzer.

3.9 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik program IBM SPSS (Statistical product and Service Solution). Data terlebih dahulu dianalisis kenormalannya menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya. Selanjutnya data dianalisis menggunakan metode

37

Universitas Sumatera Utara

Kruskal Wallis Test untuk mengetahui adanya perbedaan efektifitas anti-aging terhadap kondisi kulit wajah sukarelawan diantara semua formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney Test untuk mengetahui formula mana yang memiliki perbedaan. Selanjutnya untuk menganalisa perubahan kondisi kulit selama empat minggu perawatan digunakan Friedman Test. Jika terdapat nilai signifikan p<0,05, data selanjutnya dianalisis dengan

Wilcoxon

Signed Rank Test untuk melihat perubahan kondisi kulit setiap minggu selama empat minggu perawatan.

38

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi sampel tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi FMIPA, USU menunjukkan bahwa sampel adalah kulit buah pisang raja Musa paradisiacal L. suku Musaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 66.

4.2 Hasil Krakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik Hasil pemeriksaan makroskopik kulit buah pisang raja, kulit tunggal berbentuk lonjong, warna kuning, panjang dan lebar rata-rata kulit buah pisang raja ialah 15 cm dan 7 cm. Permukaan dalam kulit berwarna putih kekuningan dan tidak mempunyai rasa dan bau spesifik. Gambar kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 67. 4.2.2

Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil mikroskopik serbuk simplisia kulit buah pisang raja menunjukkan adanya endodermis,sel sekresi, parenkim bermoktah, jaringan gabus, hablur bentuk rafida, parenkim xylem, trakea. Hasil pemeriksaan mikroskopik kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 69. 4.2.3

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total,kadar abu tidak larut asam dari serbuk simplisia kulit buah pisang raja dapat

39 Universitas Sumatera Utara

dilihat pada Tabel 4.1 dan perhitungan karakteristik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 74. Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah pisang raja Karakterisasi Persyaratan No Penetapan Simplisia MMI 1 Kadar air 5,29 < 10 2 Kadar sari larut dalam air 6,52 < 14,5 3 Kadar sari larut dalam etanol 1,66 <2 4 Kadar abu total 11,16 < 12,5 5 Kadar abu tidak larut dalam asam 1,66 <2 Penetapan kadar sari larut dalam air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, tanin, gula, enzim, zat warna dan asam organik. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, flavonoid, steroid, klorofil dan dalam jumlah yang sedikit larut lemak, tanin dan saponin. Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang ada pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam (WHO, 1998). 4.2.4 Hasil pemeriksaan skrining simplisia dan ekstrak Hasil pemeriksaan skrining simplisia fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skirining simplisia dan ekstrak kulit buah pisang raja No Identifikasi Simplisia Ekstrak 1 2 3 4 5

Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin Steroid/Terpenoid

+ + + -

+ + + -

40 Universitas Sumatera Utara

4.3 Hasil Ekstraksi Hasil ekstraksi 300 g simplisia kulit buah pisang raja dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kulit buah pisang raja sebanyak 44,24 g. Hasil ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Lampiran 2, Halaman 68.

4.4 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Peel-Off Sediaan yang dihasilkan dengan penambahan ekstrak kulit buah pisang raja masing-masing 1%, 3%, dan 5% berwarna coklat transparan dan berbau khas sedangkan masker peel-off

tanpa ekstrak (blanko) berwarna putih. Hasil

pembuatan masker peel-off dapat dilihat pada Lampiran 10, Halaman 79.

4.5 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan 4.5.1

Hasil pemeriksaan homogenitas

Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja menunjukkan bahwa semua sediaaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM RI, 1979). Hasil homogenitas sediaan dapat dilihat pada Lampiran 11, Halaman 80. 4.5.2

Hasil pengamatan stabilitas sediaan Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu

dengan interval pengamatan 2, 4, 6, 8,10, dan 12 minggu di mana diamati perubahan bau, warna, pH, waktu sediaan untuk mengering, dan viskositas. Dari hasil pengamatan sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja

41 Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa warna dan bau sediaan masker tidak mengalami perubahan selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa masker peel-off stabil dalam penyimpanan. Sedangkan pada pengamatan stabilitas sediaan masker peel-off dengan parameter pH, waktu yang dibutuhkan sediaan untuk mengering dan viskositas menunjukkan bahwa sediaan mengalami sedikit perubahan selama penyimpanan. Hasil evaluasi stabilitas dari tiap parameter pengujian dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil pengamatan stabilitas sediaan masker peel-off F F0

F1

FII

FIII

Parameter Warna Bau pH Waktu mengering (menit) Viskositas Warna Bau pH Waktu mengering (menit) Viskositas Warna Bau pH Waktu mengering (menit) Viskositas Warna Bau pH Waktu mengering (menit) Viskositas

Waktu ( Minggu ) 6 8 TB TB TB TB 6,7 6,7 14 15

2 TB TB 6,7 14

4 TB TB 6,7 14

10 TB TB 6,7 15

12 TB TB 6,7 15

11.250 TB TB 5,9 15

11.250 TB TB 5,9 15

11.250 TB TB 5,9 15

11.250 TB TB 5,9 15

11.125 TB TB 5,8 17

11.125 TB TB 5,8 17

11.500 TB TB 5,7 17

11.500 TB TB 5,7 17

11.500 TB TB 5,7 17

10.800 TB TB 5,6 20

10.800 TB TB 5,6 20

10.800 TB TB 5,6 20

13.875 TB TB 5,6 20

13.875 TB TB 5,6 20

13.875 TB TB 5,5 20

13.875 TB TB 5,5 25

13.750 TB TB 5,5 25

13.750 TB TB 5,5 25

15.750

15.750

15.750

15.750

15.625

15.625

42 Universitas Sumatera Utara

Keterangan : F0 : Formula FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5% TB : Tidak Berubah Hasil uji menunjukkan bahwa sediaan masker peel-off mengalami perubahan selama penyimpanan. Pada pemeriksaan pH sediaan masker peel-off, didapatkan hasil bahwa formula F0 mempunyai pH 6,7; formula FI mempunyai pH 5,8; formula FII mempunyai pH 5,6; formula FIII mempunyai pH 5,5. Setelah penyimpanan selama 12 minggu, pH yang diperoleh sedikit turun di bandingkan dengan pH setelah dibuat. Meskipun terjadi penurunan pada pH, tetapi sediaan tersebut masih aman digunakan. Dimana pH sediaan ini masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil penentuan viskositas sediaan masker peel-off dilakukan menggunakan viskometer Brookfield dengan spindel nomor 64 dan kecepatan 12 pada semua sediaan yang telah dibuat. Pengujian viskositas merupakan faktor yang penting karena mempengaruhi parameter daya sebar dan pelepasan zat aktif dari masker peel-off. Masker peel-off yang memiliki viskositas optimum akan mampu menahan zat aktif tetap terdispersi dalam basis masker peel-off dan meningkatkan konsentrasi masker peel-off tersebut (Madan dan Singh, 2010). Hasil pengamatan viskositas sediaan masker peel-off selama penyimpanan 12 minggu menunjukkan bahwa sediaan mengalami penurunan viskositas. Hal ini dapat disebabkan karena lama penyimpanan, sehingga sediaan lama terpengaruh oleh lingkungan seperti udara. Sediaan masker peel-off mengandung propilen glikol yang bersifat higroskopis dengan afinitas yang tinggi untuk menarik dan

43 Universitas Sumatera Utara

menahan molekul air dan menjaga kestabilan dengan cara mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan (Barel, et al., 2009). Pengujian waktu sediaan untuk mengering dilakukan dengan mengamati waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering, yaitu waktu saat mulai dioleskannya masker peel-off pada kulit wajah hingga terbentuk lapisan yang kering. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, maka waktu yang dibutuhkan masker peel-off untuk mengering semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena sediaan masker peel-off mengandung propilen glikol yang bersifat higroskopis dengan afinitas yang tinggi untuk menarik dan menahan molekul air dari lingkungan (Barel, et al., 2009).

4.6

Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 12 sukarelawan yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan masker peel-off pada kulit belakang telinga, menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil yang negatif terhadap parameter reaksi iritasi. Parameter yang diamati yaitu adanya kulit merah, gatalgatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji iritasi tersebut yang disimpulkan bahwa sediaan masker peel-off aman untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan Pengamatan Kemerahan Gatal-gatal Bengkak

Sukarelawan 1 2 3 (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

4 (-) (-) (-)

5 (-) (-) (-)

6 (-) (-) (-)

7 (-) (-) (-)

8 (-) (-) (-)

9 (-) (-) (-)

10 (-) (-) (-)

11 (-) (-) (-)

12 (-) (-) (-)

44 Universitas Sumatera Utara

Keterangan : (-) : tidak mengiritasi (+) : kulit kemerahan (++) : kulit gatal-gatal (+++) : kulit bengkak Menurut Wasitaatmadja (1997), uji iritasi kulit yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya efek samping pada kulit, dengan memakai kosmetika di bagian bawah lengan atau belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam. Dari data Tabel 4.4, tidak terlihat adanya efek samping berupa kemerahan, gatal atau pengkasaran pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan.

4.7 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging Pengukuran efektivitas anti-aging dilakukan dengan mengukur kondisi kulit sukarelawan. Hal ini bertujuan agar bisa melihat seberapa besar pengaruh masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja yang digunakan dalam perawatan kulit yang mengalami penuaan dini. Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis dialnjutkan dengan uji Mann-Whitney, Friedmen test dan Wilcoxon test. 4.7.1

Kadar Air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Perawatan yang dilakukan menunjukkan adanya efek peningkatan kadar air kulit sukarelawan setelah pemakaian masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja. Peningkatan kadar air kulit paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok sukarelawan dengan perawatan menggunakan formula III. Data hasil pengkuran kadar air pada kelompok sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

45 Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Data hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan

F

S K R

I F0 II III Rata-rata I FI II III Rata-rata I FII II III Rata-rata I FIII II III Rata-rata

Minggu 1 SB ST

Kadar Air Minggu 2 Minggu 3 SB ST SB ST

Minggu 4 SB ST

30 31 30 30,3 32 32 31 31,6 31 32 32 31,6 33 32 31 32,0

30 31 31 30,6 33 34 32 33,0 33 34 32 33,0 35 32 36 34,3

32 34 33 33,0 35 34 35 34,6 35 37 37 36,3 39 38 37 38,0

30 32 30 30,6 33 33 32 32,6 32 34 33 33,0 35 33 34 34,0

31 30 32 31,0 34 32 35 33,6 35 35 37 35,6 37 34 37 36,0

31 30 32 31,0 34 33 34 33,6 33 35 37 35,0 37 34 37 36,0

31 31 33 31,6 34 34 36 34,6 37 37 40 38 39 35 38 37,3

32 34 33 33,0 35 35 37 35,6 37 38 37 37,3 40 38 39 39,0

Peningka tan kadar air (%) 6,66 9,67 10,00 8,77 9,37 9,37 19,35 12,69 19,35 18,75 15,62 17,90 21,21 18,75 25,80 21,92

Keterangan: Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012) F : Formula SKR : Sukarelawan SB : Sebelum aplikasi masker peel-off ST : Setelah aplikasi masker peel-off F0 : Basis masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5% Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa semua kelompok sukarelawan memiliki kadar air normal yaitu 30-32. Perawatan yang dilakukan selama empat minggu menunjukkan adanya pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan kadar air kulit setiap kelompok sukarelawan. Grafik pengaruh pemakain masker peel-off terhadap kadar air kulit sukarelawan selama 4 minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

46 Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan

wajah

Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pemakaian masker peel-off memberikan efek terhadap kadar air kulit wajah sukarelawan, dimana kadar air meningkat setelah penggunaan masker

peel-off selama empat minggu perawatan.

Peningkatan kadar air kulit wajah sukarelawan paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok sukarelawan dengan perawatan menggunakan formula III. Data pada Tabel 4.5 selanjutnya dianalisis menggunakan uji non parametik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kadar air kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada minggu ketiga dan keempat yang menunjukkan bahwa adannya perbedaan efektivitas antar formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan FI, FII, FIII, dan FI dengan FIII serta FII dengan FIII nilai (p<0,05). Untuk mengetahui perubahan kondisi kulit selama waktu perawatan, maka data selanjutnya dianalisis menggunakan Friedman Test dan diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan selama perawatan. Data kemudiaan dianalisis menggunakan Wilcoxon Tets dan diperoleh nilai p<0,05 pada saat perawatan minggu pertama hingga minggu

47 Universitas Sumatera Utara

keempat yang menunjukkan bahwa penggunaan masker memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kondisi kulit. Menurut Mitsui (1997), nutrisi, aktivitas,serta lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kadar air dalam epidermis dan dermis. Kulit harus mampu menjaga kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat. Kandungan air pada kulit sehat sebesar 60% agar kulit tetap lembut, cerah, memasok sel nutrisi yang cukup sehingga kulit tetap lembut dan berfungsi dengan baik. Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air. Lapisan lemak dipermukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat higroskopis dapat menyerap air dan berada dalam hubungan yang fungsional disebut Natural Moisturizing Factor. Kemampuan stratum korneum untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggona dan Latifah, 2007). Kemampuan kulit dalam menyerap (absorbsi) sangat dipengaruhi oleh metabolisme, kelembaban dan ketebalan kulit (Darmawan, 2013). 4.7.2

Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evenness), menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan sensor biru. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa kelompok blanko tidak menunjukkan penurunan kehalusan kulit, sedangkan penurunan kehalusan kulit tertinggi terdapat pada kelompok FIII. Pada parameter ini terjadi perubahan kulit normal menjadi halus. Data hasil pengukuran kehalusan kulit sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

48 Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit sukarelawan S F K R I F0 II III Rata-rata I FI II III Rata-rata I FII II III Rata-rata I FIII II III Rata-rata

Minggu 1 SB ST 27 27 28 28 26 26 27,0 27,0 27 26 28 27 24 25 26,3 26,0 29 27 31 30 28 27 29,3 28,0 30 28 34 30 32 29 32,0 29,0

Kehalusan Kulit Minggu 2 Minggu 3 SB ST SB ST 26 26 26 26 27 27 27 27 28 27 27 27 27,0 26,6 26,6 26,6 26 27 26 25 27 26 26 25 23 24 24 22 25,3 25,6 25,3 24 29 27 25 23 30 28 26 24 27 26 25 23 28,6 27,0 25,3 23,3 30 28 28 26 34 29 27 25 29 26 25 24 31,0 27,6 26,6 24,6

Minggu 4 SB ST 26 26 26 26 27 25 26,3 25,6 25 25 25 23 23 23 23,6 23,6 20 19 24 20 20 19 21,3 20,0 28 26 23 20 20 18 21,6 20,6

Peningkatan kehalusan (%) 3,70 7,14 3,84 4,89 7,40 17,85 4,16 9,80 34,48 35,48 32,14 49,87 13,33 41,17 43,75 32,75

Keterangan : Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012) F : Formula SKR : Sukarelawan SB : Sebelum aplikasi masker peel-off ST : Setelah aplikasi masker peel-off F0 : Basis masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5% Grafik pengaruh pemakaian masker peel off terhadap kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

49 Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan kehalusan kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pemakaian maskel peel-off memberikan efek terhadap peningkatan kehalusan wajah kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan serta perbedaan formula mempengaruhi peningkatan kehalusan kulit sukarelawan. Penggunaan masker peel-off formula III dengan konsentrasi 5% lebih efektif dalam menghaluskan kulit sukarelawan dibandingkan dengan masker peel-off formula I dan II. Data pada Tabel 4.6 selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada minggu kedua, ketiga dan keempat yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektivitas yang signifikan antar formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasi uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan FII, FIII dan FI dengan FII (nilai p<0,05). Untuk mengetahui perbedaan kondisi kulit selama waktu perawatan, maka data selanjutnya dianalisis menggunakan Friedman Tets dan diperoleh nilai p<0,05 pada saat perawatan minggu pertama hingga keempat

50 Universitas Sumatera Utara

yang menunjukkan bahwa penggunaan masker memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kondisi kulit. Kulit kering dan kasar merupakan tanda umum yang dialami saat kulit mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar oleh sinar matahari, kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak, sehingga sel-sel mati yang bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi tampak lebih kasar. Selain itu, kulit juga akan terasa kasar, kusam dan bersisik akibat menurunnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati yang lama untuk diganti dengan sel kulit yang baru (Wasitaatmadja, 1997). Flavonoid mampu merangsang pembentukan dan meningkatkan produksi kolagen

kulit.

Senyawa

flavonoid

mengakibatkan

peningkatan

kolagen

ekstraselular yang akan menjaga kekenyalan, kelenturan, serta kehalusan kulit (Khan, et al., 2010). 4.7.3

Pori (pore)

Analisa besar pori menggunakan perangkat skin analyzer yang sama dengan pengukuran kehalusan yaitu menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan sensor biru. Pada waktu melakukan analisa kehalusan kulit, secara otomatis hasil analisa besar pori ikut terbaca (Aramo, 2012).

51 Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran ukuran pori pada kulit sukarelawan S F K R I F0 II III Rata-rata I FI II III Rata-rata I FII II III Rata-rata I FIII II III Rata-rata

Minggu 1 SB ST 35 35 37 37 35 35 35,6 35,6 35 35 39 37 35 35 36,3 35,6 35 37 39 31 41 35 38,3 34,3 41 35 44 41 46 35 43,6 37,0

Ukuran Pori Minggu 2 Minggu 3 SB ST SB ST 35 35 35 35 37 37 37 36 35 35 35 37 35,6 35,6 35,6 35 35 35 35 33 37 35 36 35 36 35 33 33 36,0 35,0 34,3 33,6 37 37 35 31 33 31 27 27 36 35 29 27 35,0 34,3 30,3 28,3 35 29 29 27 40 35 29 29 43 31 31 24 39,0 31,6 29,6 26,6

Minggu 4 SB ST 33 33 37 35 35 34 35 34,3 36 33 31 31 33 31 33,0 32,3 33 27 27 27 27 27 29,0 27,0 27 25 29 25 29 24 28,3 24,6

Pengecilan ukuran pori (%) 5,71 5,40 2,86 4,65 5,71 20,51 11,42 12,54 22,85 30,76 34,14 29,25 39,02 43,18 47,82 43,34

Keterangan : Kecil 0-19; Besar 20-39; Sangat Besar 40-100 (Aramo, 2012). F : Formula SKR : Sukarelawan SB : Sebelum aplikasi masker peel-off ST : Setelah aplikasi masker peel-off F0 : Basis masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5%

Dari data pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa, pemakaian masker selama empat minggu, menunjukkan pengecilan ukuran pori pada kulit sukarelawan. Pada kelompok sukarelawan yang memakai masker formula III dengan konsentrasi ekstrak kulit buah pisang raja 5% menunjukkan perubahan ukuran pori dari kategori sangat besar menjadi beberapa besar. Grafik pengaruh pemakaian masker peel-off terhadap pengecilan ukuran pori kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

52 Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap pengurangan ukuran pori kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan Gambar 4.3 menunjukan bahwa pemakaian masker peel-off memberikan efek terhadap pengecilan ukuran pori kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan. Pada formula III pengecilan ukuran pori kulit wajah sukarelawan lebih efektif dari pada kelompok yang memakai F0, FI dan FII. Data pada Tabel 4.7 selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada minggu kedua, ketiga, keempat yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektivitas yang signifikan antara formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan F II, F III, dan F I dengan F II dan FIII (nilai p<0,05). Untuk mengetahui perubahan kondisi kulit selama waktu perawatan, maka data selanjutnya dianalisis menggunakan Friedman Tets dan diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan selama perawatan. Data kemudiaan dianalisis lebih lanjut menggunakan Wilcoxon Tets dan diperoleh nilai p<0,05 pada saat perawatan

53 Universitas Sumatera Utara

minggu pertama hingga keempat yang menunjukkan bahwa penggunaan masker memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kondisi kulit. Pengecilan ukuran pori-pori kulit terjadi karena masker peel-off dapat mengangkat kotoran dan sel-sel kulit mati. Penumpukan sel-sel kulit mati membuat pori-pori kulit tampak besar (Noormindhawati, 2013). Pembesaran pori-pori dapat dikurangi dengan pengelupasan secara teratur. Selain disebabkan oleh bertambahnya usia yang membuat pori-pori menjadi lebih besar karena berkurangnya elastisitas kulit juga dikarenakan seringnya terkena paparan sinar matahari. Banyaknya aktivitas yang menyebabkan pengingkatan suhu tubuh juga dapat membuat ukuran pori-pori membesar (Bogadenta, 2012). Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid dan merupakan senyawa pereduksi yang baik. Flavonoid bertindak sebagi penangkal yang baik untuk radikal hidroksil dan superoksida sehingga membran lipid terlindungi. Hal ini dapat menyebabkan pengecilan ukuran pori dan memperbaiki tekstur kulit (Tapas, et al., 2008). 4.7.4

Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60 kali dengan lampu sensor jingga. Hasil pengukuran yang diperoleh memperlihatkan bahwa kulit wajah semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian masker peel-off memiliki sangant banyak noda (40-49). Setelah pemakaian masker peel-off selama empat minggu, hasil pengukuran noda pada kulit wajah sukarelawan yang memakai formula FI, FII dan FIII mengalami pengurangan noda, yaitu dari sangat banyak noda menjadi beberapa noda. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan ekstrak

54 Universitas Sumatera Utara

didalam masker peel-off maka semakin besar pengaruhnya dalam mengurangi jumlah noda pada kulit. Hasil pengukuran banyaknya noda (spot) semua kelompok sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit sukarelawan

F

S K R

Jumlah Noda Minggu 1 SB ST 43 42 42 41 42 43 42,3 42,0 42 43 41 42 43 42 42,0 42,3 42 40 41 38 41 37 41,3 38,3 42 41 43 37 43 38 42,6 38,6

Minggu 2 SB ST 42 42 43 42 42 41 42,3 41,6 41 40 39 37 40 39 40,0 38,6 40 38 38 35 36 34 38 35,6 40 29 33 28 35 29 36,0 28,6

Minggu 3 SB ST 42 42 41 41 41 40 41,3 41,0 38 36 37 36 40 38 38,3 36,6 40 40 36 34 34 30 36,6 34,6 29 29 26 24 27 27 27.3 27,3

Minggu 4 SB ST 42 41 40 40 40 39 40,6 40,0 38 38 35 34 38 36 37,0 36,0 38 26 30 30 30 28 32,6 31,3 28 25 25 20 27 29 26,6 24,6

Penurunan jumlah noda (%)

4,87 I F0 II 4,76 7,14 III 5,59 RatarataI 9,52 FI II 9,75 16,27 III 11,84 RatarataI 38,09 FII II 26,82 31,70 III 32,20 RatarataI 40,47 FIII II 53,48 32,55 III 42,16 Ratarata Keterangan : Sedikit noda 0-19; Banyak noda 20-39; Sangat banyak noda 40-100 (Aramo, 2012) F : Formula SKR : Sukarelawan SB : Sebelum aplikasi masker peel-off ST : Setelah aplikasi masker peel-off F0 : Basis masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5%

Grafik pengaruh pemakaian masker peel-off ekstrak etanol daun kangkung air terhadap banyaknya noda (spot) kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.

55 Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah noda kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa kelompok sukarelawan yang memiliki formula FIII lebih efektif dalam menurunkan jumlah noda kulit wajah sukarelawan dibandingkan kelompok sukarelawan yang memakai formula F0, FI dan FII. Data pada Tabel 4.8 selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada minggu kedua, ketiga, keempat yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektivitas yang signifikan antara formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan F II, F III, dan F I dengan F II dan FIII (nilai p<0,05). Untuk mengetahui perubahan kondisi kulit selama waktu perawatan, maka data selanjutnya dianalisis menggunakan Friedman Tets dan diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan selama perawatan. Data kemudiaan dianalisis lebih lanjut menggunakan Wilcoxon Tets dan diperoleh nilai p<0,05 pada saat perawatan

56 Universitas Sumatera Utara

minggu pertama hingga keempat yang menunjukkan bahwa penggunaan masker memberikan perbedaan yang signifikan terhadap penurunan jumlah noda pada kulit sukarelawan. Mulyawan dan Suriana (2013) menyebutkan bahwa noda hitam (hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum menua oleh karena berbagai penyebab. Pada umunya bercak-bercak hitam ini muncul pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari (Bogadenta, 2012). Semakin lama kulit terpapar sinar matahari, menyebabkan pembentukan melanin kulit semakin aktif dan menimbulkan bercak-bercak noda pada kulit (Sumaryati, 2012). Flavonoid mempunyai efek sebagai kompetitif enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel, et al., 2011) yang menghambat Tirosin menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada sel melanosit serta juga mempunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi melindungi kulit dari radikal bebas (Moini, et al., 2002). 4.7.5

Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit sukarelawan menggunakan prangkat Skin analyzer lensa perbesaran 10 kali dengan warna lampu sensor biru. Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

57 Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran keriput pada kulit sukarelawan

F

S K R

I F0 II III Rata-rata I FI II III Rata-rata I FII II III Rata-rata I FIII II III Rata-rata

Minggu 1 SB ST 40 40 43 43 41 41 41,3 41,3 44 41 42 42 45 44 43,6 42,3 46 44 47 43 46 41 46,3 41,6 41 39 45 40 46 42 43,0 40,3

Keriput Minggu 2 Minggu 3 SB ST SB ST 40 39 39 39 43 43 42 43 41 41 41 40 41,3 41,0 40,6 40,6 44 42 42 41 42 40 42 40 44 43 43 44 43,3 41,6 42,3 41,6 41 40 39 39 44 42 42 43 41 39 41 39 42,0 40,3 40,6 40,3 40 39 39 28 39 29 38 28 42 39 45 29 40,3 35,6 40,6 28,3

Minggu 4 SB ST 39 39 42 42 40 40 40,3 40,3 41 41 40 40 43 43 41,3 41,3 39 39 42 39 39 39 40,0 39,0 28 28 28 28 40 29 32,0 28,3

Penguranga n ukuran keriput (%) 2,25 2,32 2,43 2,33 6,81 4,76 4,44 5,33 15,21 17,02 15,21 15,81 31,70 37,77 36,95 35,47

Keterangan : Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput Parah 53-100 (Aramo, 2012) F : Formula SKR : Sukarelawan SB : Sebelum aplikasi masker peel-off ST : Setelah aplikasi masker peel-off F0 : Basis masker peel-off tanpa ekstrak (blanko) FI : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1% FII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3% FIII : Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5% Pada Tabel 4.9 hasil pengukuran yang diperoleh memperlihatkan bahwa kondisi awal kulit wajah sukarelawan yang memakai masker formula FIII memberikan efek yang lebih efektif dalam mengurangi keriput kulit wajah dibandingkan kelompok sukarelawan yang memakai masker formula F0, FI dan FII. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan ekstrak di dalam masker peel-off maka semakin besar pengaruhnya dalam mengurangi jumlah keriput kulit wajah sukarelawan.

58 Universitas Sumatera Utara

Grafik pengaruh pemakaian masker peel-off terhadap jumlah keriput (wrinkle) kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap keriput kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan Grafik pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pemakaian masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja memberikan efek terhadap pengurangan keriput kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan. Pada kelompok sukarelawan yang memakai formula III mengurangi keriput kulit wajah sukarelawan dari pada formula F0, FI dan FII selama empat minggu perawatan. Data pada Tabel 4.9 selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada minggu kedua, ketiga, keempat yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektivitas yang signifikan antara formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan F II, F III, dan F I dengan F II dan FIII (nilai p<0,05). Untuk mengetahui perubahan kondisi kulit selama waktu perawatan, maka data selanjutnya dianalisis menggunakan

59 Universitas Sumatera Utara

Friedman Tets dan diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan selama perawatan. Data kemudiaan dianalisis lebih lanjut menggunakan Wilcoxon Tets dan diperoleh nilai p<0,05 pada saat perawatan minggu pertama hingga keempat yang menunjukkan bahwa penggunaan masker memberikan perbedaan yang signifikan terhadap penurunan jumlah keriput pada kulit sukarelawan. Sinar ultraviolet dalam waktu panjang akan menimbulkan efek kerusakan kulit, kulit mulai mengendur, merengggang dan kehilangan kemampuannya untuk kembali ke tempatnya setelah peregangan (Darmawan, 2013). Kondisi ini disebabkan oleh perubahan serabut kolagen dan serabut elastin yang menjaga kelenturan kulit menjadi kaku, tidak lentur sehingga kehilangan elastisitasnya (Yaar dan Gilchrest, 2007). Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 (Matrix Metalloproteinase-1) sehingga akan menyebabkan peningkatan jumlah kolagen. Matriks metaloproteinase-1 adalah mediator kunci yang mendegradasi kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Flavonoid berperan menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan kulit oleh radikal bebas yang ditimbulkan oleh pajanan sinar ultra violet pada kulit, dengan mengikat singlet oksigen dan menghambat peroksidasi lipid.

Dengan

terjadinya hambatan tersebut, sintesis MMP-1 akan berkurang dan proses degradasi kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet B tersebut (Fisher, et al., 2001).

60 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker peel-off menunjukkan efek anti-aging dengan pH sediaan 5,6-5,5, viskositas 15.750-15.625 cp, waktu mengering 20-25 menit, tidak mengiritasi dan stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. 2. Penggunaan sediaan masker peel-off wajah yang mengandung ekstrak kulit buah pisang raja 5% menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik, meliputi kadar air kulit meningkat, kulit semakin halus, pori-pori semakin mengecil, berkurangnya jumlah noda serta kerutan selama empat minggu perawatan.

5.2

Saran

Diharapkan

kepada

peneliti

selanjutnya

untuk

mencoba

menggunakan

gellingagent yang lain seperti CMC Na, HPMC dan carbomer 940.

61 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal. 1–10. Ardhie, M.A. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah Penuaan. Jakarta. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and Medical Application. Hal. 4-9. Barel, A., Paye, M., dan Maibach, H. (2009). Cosmetic Science and Technology Edisi kedua. New York: John Willy and Son Inc. Hal. 626-629. Beale, L., dan Jensen, A. (2004). The Complete Idiot’s Guide To Better Skin. USA: Alpha Books. Hal. 211. Batubara, S. (2016). Formulasi Masker Peel-Off Ekstrak Buah Terong Belanda (Cyphomadra betucen cav.sendth.). Sebagai Anti-Aging. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Hal. 12. Bogadenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Hal. 15. Darmawan, A. B. (2013). Anti-Aging Rahasia Tampil Muda Di Segala Usia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 18, 31. Depkes, RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 300-304, 306 Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.10-11. Depkes RI. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid II. Jakarta : Bakti Husada. Hal. 89-90. Ditjen P O M RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 33. Ditjen POM RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia.Jakarata: Departemen Kesehatan RI. Hal. 22,356. DSM. (2006). Niacinamide PC-Treasure To Discover. North America: DSM Nutritional Products. Inc. Hal. 1. Elsner, P., dan Maibach, H.I. (2005). Cosmeceuticals and Active Cosmetics Drug Versus Cosmetics. Edisi II. Boca Raton: Taylor & Francis Group. Hal. 421-440.

62 Universitas Sumatera Utara

Elfira, R. P. (2013). Uji Aktifitas Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Metanol Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca Sapientum). Jurnal Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah. Hal. 76-81. Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z.B., Wan, Y., Datta, S.,Voorhees, J.J.(2001). Mechanism of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol. Department of Dermatology, University of Michigan, Ann Arbor. Vol 138: Hal. 1462-1470. Halliwell, B. (2002). Handbook of Antioxidants. Second Edition Revised and Expanded. Food Derived Antioxidants : How to Evaluate Their Importance in Food and In Vivo. London : Oxford University Press. Hal. 31. Hembing, W. (2008), Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit, Jakarta: Pustaka Bunda Universitas. Hal. 69 Khan, H.M.S., Akhtar, N., Rasool, F., Khan, B.A., Mahmood, T., Khan, M.S. (2010). InVivo Evaluation of Stable Cream Containing Flavonoids on Hydration and TEWL of Human Skin. Int. J. Agr. Bio. Sci. 2010;1:22–25. Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 17, 18, 25, 39, 53. Lieberman, Rieger, dan Banker. (1989). Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System. Marcel Dekker Inc. New York. Hal. 495 Madan, J., dan Singh, R. (2010). Formulation and evaluation of Aloe vera topical gels. International Journal of Pharmaceutical Sciences. 2(2):551-555. Masaki, H. (2010). Role of antioxidants in the skin: anti-aging effects. Journal of Dermatological science. Hal. 58, 85, 90. Maysuhara, S. (2009). Rahasia Cantik Sehat dan Awet Muda. Edisi I. Yogyakarta: Pustaka Panasea. Hal. 45. Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal. 354-537. Moini, H., Packer, L., dan Erik, N. (2002). Antioxidant and Prooxidant Activities of ά-Lipoic Acid and Dihydrolipoic Acid. Toxicology and Applied Pharmacology 182, 84-90. Muliyawan, D., dan suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Halaman 138-289. Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: Kompas Gramedia. Hal. 2-5.

63 Universitas Sumatera Utara

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi XVIII. London: Bailierre Tindall. Hal. 355. Rieger, M. M. (2000). Harry's Cosmeticology. Edisi VIII. New York: Chemical Publishing Co.Inc. Hal. 471-483. Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Hal.71-72. Rowe, R. C., Paul, J. S., Mariana, E. Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. Chicago, London: Pharmaceutical Press. Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 40, 47-48. Sumaryati, E. (2012). Senam Kecantikan dan Anti Penuaan. Yogyakarta: Citra Media. Hal. 34-36. Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., and Kakde, R.B. ( 2008). Flavonoids as Nutraceuticals: A Review Tropical Journal of Pharmaceutical Research: 7(3): 1089-1099. Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Hal. 11-32, 167. Umaya, R. (2016). Formulasi Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Etanol Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatic) dan Efeknya Sebagai Anti-Aging. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Hal. 13-14. Utami, R. (2011). Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Beras Ketan Hotam (Oryza sativa L var forma glutinosa) Sebagai Pewarna. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas sumatera Utara. Hal. 14. Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press. Hal.16-21. Weisburger, J.H. (2004). Tea and Health dalam Herbal and Traditional Medicine. Molecular Aspects of Health. New York : Marcel Dekker. Hal.130139. Wibowo, D. S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT. Grasindo. Hal.13-22. Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya terhadap Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal.11, 17. World Health Organization. (1998).Quality Control Methods For Medicinal

64 Universitas Sumatera Utara

Plant Material. Switzerland: WHO. Hal. 35-39. Yaar, M., dan Gilchrest, B. A. (2007). Photoaging : Mechanism, Prevention and Therapy. British Journal of Dermatology.157:874-887. Zwergel, C., Gaascht, F., Valente, S., Diederich, M., Bagrel, D., Kirsch, G. (2011). Aurones: Interesting Natural and Synthetic Compounds with Emerging Biological Potential.

65 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan kulit buah pisang raja

66 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Gambar tumbuhan, daun segar, simplisia, serbuk simplisia kulit buah pisang raja

(A)

(B) (C)

(D)

67 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Gambar hasil ekstrak kulit buah pisang raja.

(E)

Keterangan : (A) : Buah pisang raja (B) : Kulit segar buah pisang raja (C) : Simplisia kulit buah pisang raja (D) : Serbuk simplisia kulit buah pisang raja (E) : Ekstrak kulit buah pisang raja

68 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia

1 2

3 4 5 6 7

Keterangan : 1. Trakea 2. Parenkim Xylem 3. Hablur bentuk rafida 4. Jaringan gabus 5. Parenkim bermoktah 6. Sel sekresi 7. Endodermis

69 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Bagan penyiapan sampel Kulit Pisang disortasi, dicuci, dan ditiriskan ditimbang sebagai berat basah 15 kg kulit pisang dikeringkan dilemari pengering pada suhu ± 40 ºC Simplisia kulit pisang diserbuk dengan menggunakan blender 1500 g serbuk simplisia kulit pisang

70 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Bagan alir pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja 300 g Simplisia kulit buah pisang raja yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap dimaserasi pelarut etanol 96% sebanyak 2 L dimasukkandengan ke dalam alat perkolator selama 5 hari (terlindung dari cahaya) sambil diaduk dimasukkan ke dalam alat perkolator sesekali diserkai, kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap. ampas kulit buah pisang raja kemudian dimaserasi kembali dengan etanol 96% sebanyak 1 L selama 2 hari dimaserat

Maserasi Etanol 96% diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur suhu 40-50C, kemudian diuapkan di atas water bath untuk mendapatkan ekstrak kental Ekstrak kental etanol 96% sebanyak 44,24 g

71 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Bagan formulasi basis masker peel-off Polivinil Alkohol

Polivinil Pirolidon Ditimbang

Ditimbang Ditambahkan air Dipanaskan

Ditambahkan air Dipanaskan

Massa Transparan Massa Transparan

Diaduk homogen

Campuran Nipagin Ditambahkan air panas Diaduk homogen Larutan Nipagin Campuran Diaduk homogen Ditambahkan propilen glikol Ditambahkan etanol Basis Masker Peel-Off Lampiran 7. Bagan pembuatan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang 72 Universitas Sumatera Utara

Polivinil Alkohol

PVP Ditimbang

Ditimbang

Ditambahkan air

Ditambahkan air Dipanaskan

Dipanaskan

Massa Transparan Massa Transparan

Diaduk homogen

Campuran Nipagin Ditambahkan air panas Diaduk homogen Larutan Nipagin Campuran Diaduk homogen Ditambahkan propilen glikol Ditambahkan etanol

Basis Masker Peel-Off Ditambahkan ekstrak kulit buah pisang raja konsentrasi 1%, 3%, 5% Masker peel-off ektrak kulit buah pisang raja

73 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dan rendemen kulit buah pisang raja a. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

No

Penetapan

Hasil (%)

1

Kadar air

5,29

2

Kadar sari larut dalam air

14,23

3

Kadar sari larut dalam etanol

1,66

4

Kadar abu total

11,16

5

Kadar abu tidak larut dalam asam

1,66

b. Hasil perhitungan rendemen simplisia Berat segar (gram)

15000

Berat simplisia (gram)

1500

Rendemen simplisia (%)

10 %

c. Hasil perhitungan rendemen ekstrak Berat (gram)

simplisia

yang diekstrak

Berat ekstrak (gram)

300 44,24

74 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah pisang raja a. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah pisang raja 1. Perhitungan kadar air Volume air (ml) x 100%

Kadar air % =

Berat sampel (g)

i. Berat sampel : 5,02 g Volume air : 0,30 ml 0,30

% Kadar air =

x 100% = 5,97%

5,02 ii. Berat sampel : 5,03 g Volume air : 0,20 ml 0,20

% Kadar air =

x 100% = 3,97%

5,03 iii. Berat sampel : 5,05 g Volume air : 0,30 ml 0,30

% Kadar air =

x 100% = 5,94%

5,05 % Kadar air rata − rata =

5,97% + 3,97% + 5,94% = 5,29% 3

2. Perhitungan kadar sari yang larut dalam air Berat sari (g)

Kadar sari yang larut dalam air =

Berat simplisia (g) i.

Berat simplisia Berat sari

100 x 100% x 20

= 5,02 g = 0,16 g

75 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. (Lanjutan) 0,16 g

% Kadar sari larut dalam air =

5,02 g

100 x 20

x 100% = 15,93%

ii. Berat simplisia = 5,03 g Berat sari = 0,13 g 0,13 g

% Kadar sari larut dalam air =

5,03 g

100 x 20

x 100% = 12,92%

100 x 20

x 100% = 13,86%

iii. Berat simplisia = 5,05 g Berat sari = 0,14 g 0,14 g

% Kadar sari larut dalam air =

5,05 g

% Kadar sari larut dalam air rata − rata =

15,93% + 12,92% + 13,86% 3

=

14,23%

3. Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol 100 x 100% Berat simplisia (g) x 20

Berat sari (g)

Kadar sari yang larut dalam etanol =

i.

Berat simplisia = 5,02 g Berat sari = 0,02 g

% Kadar sari larut dalam etanol =

0,02 g 5,02 g

100 x 100% = 1,99% X 20

ii. Berat simplisia = 5,01 g Berat sari = 0,01 g % Kadar sari larut dalam etanol =

0,01 g 5,01 g

100 x 20

x 100% = 0,99%

iii. Berat simplisia = 5,00 g Berat sari = 0,02 g

76 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. (Lanjutan) 0,02 g 5,00 g

% Kadar sari larut dalam etanol =

100 x 20

x 100% = 2%

1,99% + 0,99% + 2% 3

% Kadar sari larut dalam etanol rata − rata = = 1,66 % 4. Perhitungan kadar abu total Berat abu (g)

Kadar abu total =

x 100%

Berat simplisia (g)

i. Berat simplisia Berat abu

= 2,00 g = 0,24 g 0,24 g

% Kadar abu total =

x 100% = 12%

2,00 g ii. Berat simplisia Berat abu

= 2,03 g = 0,15 g 0,15 g

% Kadar abu total =

x 100% = 7,4%

2,03 g iii. Berat simplisia Berat abu

= 2,00 g = 0,28 g 0,28 g

% Kadar abu total =

x 100% = 14%

2,00 g

% Kadar abu total rata − rata =

12% + 7,4% + 14% 3

=11,16%

77 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. (Lanjutan) 5. Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Berat abu (g)

Kadar abu tidak larut dalam asam =

x 100%

Berat simplisia (g)

i. Berat simplisia Berat abu

= 2,00 g = 0,04 g 0,04 g

% Kadar abu tidak larut dalam asam =

x 100% = 2%

2,00 g ii. Berat simplisia Berat abu

= 2,03 g = 0,05 g 0,05 g

% Kadar abu tidak larut dalam asam =

x 100% = 2,5%

2,03 g iii. Berat simplisia Berat abu

= 2,00 g = 0,01 g 0,01 g

% Kadar abu tidak larut dalam asam =

x 100% = 0,5%

2,00 g % Kadar abu tidak larut asam rata − rata =

= =1,66%

2% + 2,5% + 0,5% 3

78 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 10. Gambar sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah pisang

Blanko (F0)

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1%

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3%

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5%

(A)

Blanko (F0)

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1%

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 3%

Masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 5%

(B) Keterangan : (A) : Gambar sediaan awal blanko, masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1%, 3%, dan 5% (B) : Gambar sediaan blanko, masker peel-off ekstrak kulit buah pisang raja 1%, 3%, dan 5% setelah penyimpanan selama 90 hari

79 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan

Blanko (F0)

FI

FII

FIII

80 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 12. Gambar alat

(A)

(C)

(B)

(D)

(E) Keterangan : (A) : Rotary evaporator (B) : Neraca analitik (C) : Skin analyzer (D) : Lensa perbesaran 1x, 10x, 60x (E) : Moisture checker (F) : pH meter

(F)

81 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 12. (Lanjutan) Keterangan : (F) : Viskometer Brookfield (G) : Alat gelas (H) : Indikator pH

(F)

(G)

(H)

82 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 13. Surat pernyataan persetujuan (Informed Consent)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

:

Umur

:

Alamat

: Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai prosedur dan manfaat

dari penelitian ini, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dari Yuyun Ayusni dengan judul “Formulasi masker peel-off d a r i ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiacal L.) sebagai anti-aging” sebagai upaya untuk mengetahui apakah sediaan masker peel-off yang dihasilkan mampu memberikan efek anti penuaan dini. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan. Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Demikianlah surat pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Peneliti,

Medan, November 2018 Sukarelawan,

Yuyun Ayusni

Nama lengkap

83 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 14. Pengujian iritasi terhadap kulit wajah sukarelawan

84 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 15. Pengujian masker terhadap sukarelawan

85 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 16. Gambar hasil uji efektivitas anti-aging 1. Hasil pengukuran kulit sukarelawan sebelum aplikasi masker peel-off a. Kadar air

b. Kehalusan kulit dan besar pori

c. Bercak noda

86 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 16. (Lanjutan) d. Keriput

2. Hasil pengukuran kulit sukarelawan setelah aplikasi masker peel-off a. Kadar air

87 Universitas Sumatera Utara

b. Kehalusan dan besar pori

c. Bercak noda

88 Universitas Sumatera Utara

d. Keriput

89 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 17. Hasil uji statistic 1. Kadar air (Moisture) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova SB_M1

ST_M1

SB_M2

ST_M2

SB_M3

ST_M3

SB_M4

ST_M4

Kelompok Statistic df Blanko ,385 Formula I ,385 Formula II ,385 Formula III ,175 Blanko ,385 Formula I ,385 Formula II ,175 Formula III ,175 Blanko ,385 Formula I ,175 Formula II ,175 Formula III ,292 Blanko ,175 Formula I ,253 Formula II ,385 Formula III ,385 Blanko ,175 Formula I ,385 Formula II ,175 Formula III ,385 Blanko ,385 Formula I ,385 Formula II ,385 Formula III ,292 Blanko ,175 Formula I ,385 Formula II ,385 Formula III ,175 Blanko ,175

Formula I ,385 Formula II ,253 Formula III ,175 a. Lilliefors Significance Correction

Shapiro-Wilk Sig.

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3 3 3

. . .

Statistic df ,750 ,750 ,750 1,000 ,750 ,750 1,000 1,000 ,750 1,000 1,000 ,923 1,000 ,964 ,750 ,750 1,000 ,750 1,000 ,750 ,750 ,750 ,750 ,923 1,000 ,750 ,750 1,000 1,000 ,750 ,964 1,000

Sig. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 1,000 1,000 ,000 1,000 1,000 ,463 1,000 ,637 ,000 ,000 1,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,463 1,000 ,000 ,000 1,000 1,000

3 3 3

,000 ,637 1,000

90 Universitas Sumatera Utara

Kruskal-Wallis Test Test Statistics

a,b

ST_M SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 4 Chi-Square 5,694 7,415 7,018 7,851 7,903 8,836 9,570 9,297 df

3

3

3

3

3

3

3

3

Asymp. Sig. ,127 a. Kruskal Wallis Test

,060

,071

,049

,048

,032

,023

,026

b. Grouping Variable: Kelompok

Mann-Whitney Test a. Blanko (-) dengan Formula I Test Statistics

Mann-Whitney U

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 ,500 ,500 ,000 ,500 ,000 ,000 ,500 ,000

Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.

6,500

6,500

6,000

6,500

6,000

6,000

6,500

6,000

-1,826

-1,826

-1,993

-1,771

-1,993

-2,023

-1,798

-1,993

,068

,068

,046

,077

,046

,043

,072

,046

a

a

a

a

a

a

a

,100

,100

,100

,100

,100

,100

,100

a

,100

b. Grouping Variable: Kelompok

b. Banko (-) dengan Formula II Test Statistics

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 ,500 ,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 6,500

6,500

6,000

6,000

6,000

6,000

6,000

6,000

-1,826

-1,798

-1,993

-1,993

-1,964

-2,023

-1,993

-1,964

,068

,072

,046

,046

,050

,043

,046

,050

a

Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

a

,100

a

,100

a

,100

a

,100

a

,100

a

,100

a

,100

91 Universitas Sumatera Utara

c. Blanko (-) dengan Formula III Test Statistics

Mann-Whitney U

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 ,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.

6,500

6,000

6,000

6,000

6,000

6,000

6,000

6,000

-1,798

-1,993

-1,993

-1,993

-1,993

-1,993

-1,964

-1,964

,072

,046

,046

,046

,046

,046

,050

,050

a

,100

a

a

,100

,100

a

,100

a

a

,100

a

,100

a

,100

,100

b. Grouping Variable: Kelompok

d. Formula I dengan Formula II Test Statistics

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 4,500 3,500 4,500 1,000 2,500 ,000 1,000 ,500 10,500

9,500

10,500

7,000

8,500

6,000

7,000

6,500

,000

-,471

,000

-1,623

-,899

-2,023

-1,650

-1,798

1,000

,637

1,000

,105

,369

,043

,099

,072

Exact Sig. [2*(1-tailed 1,000 Sig.)] a. Not corrected for ties.

a

,700

a

1,000

a

a

,200

a

,400

,100

a

a

a

,200

,100

b. Grouping Variable: Kelompok

c. Formula I dengan Formula III Test Statistics

Mann-Whitney U

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 3,500 1,000 2,500 1,500 1,000 1,000 ,000 ,000

Wilcoxon W

9,500

7,000

8,500

7,500

7,000

7,000

6,000

6,000

Z

-,471

-1,623

-,886

-1,348

-1,650

-1,550

-1,993

-1,993

,637

,105

,376

,178

,099

,121

,046

,046

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a

,700

a

,200

a

,400

a

,200

a

,200

,200

a

a

,100

a

,100

92 Universitas Sumatera Utara

d. Formula II dengan Formula III Test Statistics

Mann-Whitney U

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 3,500 2,000 2,500 4,000 3,000 4,000 1,000 3,000

Wilcoxon W

9,500

8,000

8,500

10,000

9,000

10,000

7,000

9,000

Z

-,471

-1,124

-,886

-,236

-,696

-,221

-1,623

-,674

,637

,261

,376

,814

,487

,825

,105

,500

a

a

a

a

a

a

a

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.

,700

,400

,400

1,000

,700

1,000

,200

a

,700

b. Grouping Variable: Kelompok

Friedman Test Test Statistics

a

N

12

Chi-Square

83,232

Df

8

Asymp. Sig.

,000

a. Friedman Test

93 Universitas Sumatera Utara

Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N ST_M1 - SB_M1

Positive Ranks Ties ST_M2 - SB_M2

ST_M3 - SB_M3

Mean Rank

Negative Ranks

ST_M4 - SB_M4

,00

,00

b

5,50

55,00

d

6,00

12,00

e

6,60

66,00

10 c 2

Total

12

Negative Ranks

2

Positive Ranks Ties

10 f 0

Total

12

Negative Ranks

0

Positive Ranks Ties

10 i 2

Total

Sum of Ranks

a

0

g

,00

,00

h

5,50

55,00

0

j

,00

,00

k

4,50

36,00

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

8 l 4

Total

12 Test Statistics

b

ST_M1 - SB_M1 ST_M2 - SB_M2 ST_M3 - SB_M3 ST_M4 - SB_M4 a a a a Z -2,913 -2,156 -2,848 -2,588 Asymp. Sig. (2,004 ,031 ,004 ,010 tailed) a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

94 Universitas Sumatera Utara

2. Kehalusan Kulit (Evenness) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Kelompo k SB_M1 1

Statistic ,175

a

df

Shapiro-Wilk

3

Sig. .

Statistic 1,000

df 3

Sig. 1,000

ST_M1

2 3 4 1

,292 ,253 ,175 ,385

3 3 3 3

. . . .

,923 ,964 1,000 ,750

3 3 3 3

,463 ,637 1,000 ,000

SB_M2

2 3 4 1

,175 ,385 ,175 ,175

3 3 3 3

. . . .

1,000 ,750 1,000 1,000

3 3 3 3

1,000 ,000 1,000 1,000

ST_M2

2 3 4 1

,292 ,253 ,314 ,385

3 3 3 3

. . . .

,923 ,964 ,893 ,750

3 3 3 3

,463 ,637 ,363 ,000

SB_M3

2 3 4 1

,253 ,175 ,253 ,385

3 3 3 3

. . . .

,964 1,000 ,964 ,750

3 3 3 3

,637 1,000 ,637 ,000

ST_M3

2 3 4 1

,385 ,385 ,253 ,385

3 3 3 3

. . . .

,750 ,750 ,964 ,750

3 3 3 3

,000 ,000 ,637 ,000

SB_M4

2 3 4 1

,385 ,385 ,175 ,385

3 3 3 3

. . . .

,750 ,750 1,000 ,750

3 3 3 3

,000 ,000 1,000 ,000

ST_M4

2 3 4 1

,385 ,385 ,232 ,385

3 3 3 3

. . . .

,750 ,750 ,980 ,750

3 3 3 3

,000 ,000 ,726 ,000

3 3 3

. . .

,750 1,000 ,923

3 3 3

,000 1,000 ,463

2 ,385 3 ,175 4 ,292 a. Lilliefors Significance Correction

95 Universitas Sumatera Utara

Kruskal-Wallis Test Test Statistics

a,b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Chi-Square 8,390 7,278 7,846 2,864 4,337 7,689 4,898 6,371 df Asymp. Sig.

3

3

3

3

3

3

3

3

,039

,064

,049

,413

,227

,053

,179

,095

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok

Mann-Whitney Test a. Blanko (-) dengan Formula I b

Test Statistics Mann-Whitney U Wilcoxon W

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 4,000 2,500 2,000 2,500 1,000 ,000 ,000 ,500 10,000 8,500 8,000 8,500 7,000 6,000 6,000 6,500

Z

-,225

-,943

-1,124

-,943

-1,650

-2,023

-2,023

-1,826

Asymp. Sig. (2-tailed) ,822 a Exact Sig. [2*(1-tailed 1,000 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

,346 a ,400

,261 a ,400

,346 a ,400

,099 a ,200

,043 a ,100

,043 a ,100

,068 a ,100

b. Blanko (-) dengan Formula II Test Statistics Mann-Whitney U Wilcoxon W

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 ,500 2,000 1,500 3,500 ,500 ,000 ,000 ,000 6,500 8,000 7,500 9,500 6,500 6,000 6,000 6,000

Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.

-1,771 ,077 a

,100

-1,291 ,197 ,400

a

-1,328 ,184 a

,200

-,471 ,637 a

,700

-1,826 ,068 a

,100

-2,023 ,043 a

,100

-2,023 -1,993 ,043 ,046 a

,100

a

,100

b. Grouping Variable: Kelompok

c. Blanko (-) dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 2,500 4,000 ,500 3,000 2,000 Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 8,500 10,000 6,500 9,000 8,000 Z -1,964 -1,993 -1,964 -,899 -,232 -1,798 -,664 -1,159 Asymp. Sig. (2-tailed) ,050 ,046 ,050 ,369 ,817 ,072 ,507 ,246 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 ,100 ,100 ,400 1,000 ,100 ,700 ,400 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

96 Universitas Sumatera Utara

d. Formula I dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,500 1,000 ,500 2,000 4,000 3,000 2,000 ,000 Wilcoxon W 6,500 7,000 6,500 8,000 10,000 9,000 8,000 6,000 Z -1,771 -1,623 -1,771 -1,124 -,236 -,674 -1,124 -1,993 Asymp. Sig. (2-tailed) ,077 ,105 ,077 ,261 ,814 ,500 ,261 ,046 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 ,200 ,100 ,400 1,000 ,700 ,400 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

e. Formula I dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 1,500 2,000 3,000 4,000 3,000 Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 7,500 8,000 9,000 10,000 9,000 Z -1,964 -1,964 -1,964 -1,328 -1,107 -,696 -,232 -,664 Asymp. Sig. (2-tailed) ,050 ,050 ,050 ,184 ,268 ,487 ,817 ,507 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 ,100 ,100 ,200 ,400 ,700 1,000 ,700 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

f. Formula II dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 1,000 2,500 2,000 3,000 2,000 ,500 3,000 3,000 Wilcoxon W 7,000 8,500 8,000 9,000 8,000 6,500 9,000 9,000 Z -1,528 -,899 -1,124 -,674 -1,159 -1,798 -,696 -,674 Asymp. Sig. (2-tailed) ,127 ,369 ,261 ,500 ,246 ,072 ,487 ,500 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,200 ,400 ,400 ,700 ,400 ,100 ,700 ,700 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

Friedman Test Test Statistics N Chi-Square

a

12 75,979

Df

8

Asymp. Sig.

,000

a. Friedman Test

97 Universitas Sumatera Utara

Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N ST_M1 - SB_M1

ST_M2 - SB_M2

ST_M3 - SB_M3

ST_M4 - SB_M4

Mean Rank a

Negative Ranks Positive Ranks Ties

9 b 1 c 2

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

8 e 2 f 2

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

9 h 0 i 3

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

7 k 0 l 5

Total

12

d

g

j

Test Statistics

5,72 3,50

Sum of Ranks 51,50 3,50

6,13 3,00

49,00 6,00

5,00 ,00

45,00 ,00

4,00 ,00

28,00 ,00

b

ST_M1 - SB_M1 ST_M2 - SB_M2 ST_M3 - SB_M3 ST_M4 - SB_M4 a a a a Z -2,506 -2,226 -2,762 -2,410 Asymp. Sig. (2-tailed) ,012 ,026 ,006 ,016 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

98 Universitas Sumatera Utara

3. Besar Pori (Pore) Tests of Normality Kelompok

Kolmogorov-Smirnov

S B _ M 1

blanko formula I formula II formula III

Statistic .385 .385 .253 .219

S T _ M 1

blanko formula I formula II formula III

S B _ M 2

a

Shapiro-Wilk

3 3 3 3

. . . .

Statistic .750 .750 .964 .987

3 3 3 3

Sig. .000 .000 .637 .780

.385 .385 .343 .385

3 3 3 3

. . . .

.750 .750 .842 .750

3 3 3 3

.000 .000 .220 .000

blanko formula I formula II formula III

.385 .175 .175 .232

3 3 3 3

. . . .

.750 1.000 1.000 .980

3 3 3 3

.000 1.000 1.000 .726

S T _ M 2 S B _ M 3

blanko formula II formula III

.385 .253 .253

3 3 3

. . .

.750 .964 .964

3 3 3

.000 .637 .637

blanko formula I formula II formula III

.385 .385 .292 .385

3 3 3 3

. . . .

.750 .750 .923 .750

3 3 3 3

.000 .000 .463 .000

S T _ M 3

blanko formula I formula II formula III

.175 .385 .385 .219

3 3 3 3

. . . .

1.000 .750 .750 .987

3 3 3 3

1.000 .000 .000 .780

S blanko .175 B formula I .175 _ formula II .385 M formula III .385 4 S blanko .385 T formula I .385 _ formula III .385 M 4 a. Lilliefors Significance Correction

3 3 3 3

. . . .

1.000 1.000 .750 .750

3 3 3 3

1.000 1.000 .000 .000

3 3 3

. . .

.750 .750 .750

3 3 3

.000 .000 .000

dimension1

dimension1

dimension1

dimension1

dimension1

dimension1

dimension1

dimension1

df

b,c

Sig.

df

99 Universitas Sumatera Utara

Kruskal-Wallis Test Test Statistics

a,b

SB_M1 Chi-Square 7,264

ST_M1 ,617

SB_M2 2,603

ST_M2 3,908

SB_M3 7,509

ST_M3 8,909

SB_M4 7,293

ST_M4 10,017

Df

3

3

3

3

3

3

3

,893

,457

,272

,057

,031

,063

,018

3

Asymp. Sig. ,064 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok

Mann-Whitney Test a. Blanko (-) dengan Formula I Test Statistics Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 4,000 4,500 3,500 3,000 1,000 2,500 2,000 2,000 10,000 10,500 9,500 9,000 7,000 8,500 8,000 8,000 -,258 ,000 -,471 -1,000 -1,650 -,943 -1,124 -1,179 ,796 1,000 ,637 ,317 ,099 ,346 ,261 ,239

Exact Sig. [2*(1-tailed 1,000 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

a

1,000

a

a

,700

,700

a

a

,200

a

,400

a

,400

a

,400

b. Blanko (-) dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 2,000 3,500 3,500 3,500 ,500 ,000 ,500 ,000 Wilcoxon W 8,000 9,500 9,500 9,500 6,500 6,000 6,500 6,000 Z -1,159 -,471 -,471 -,471 -1,798 -1,993 -1,798 -2,121 Asymp. Sig. (2-tailed) ,246 ,637 ,637 ,637 ,072 ,046 ,072 ,034 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,400 ,700 ,700 ,700 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

c. Blanko (-) dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,000 4,000 2,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Wilcoxon W 6,000 10,000 8,000 7,000 6,000 6,000 6,000 6,000 Z -1,993 -,258 -1,159 -1,623 -2,023 -1,964 -1,993 -2,023 Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,796 ,246 ,105 ,043 ,050 ,046 ,043 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 1,000 ,400 ,200 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

100 Universitas Sumatera Utara

d. Formula I dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 2,500 3,500 3,000 4,500 2,000 ,000 1,500 ,000 8,500 9,500 9,000 10,500 8,000 6,000 7,500 6,000

Mann-Whitney U Wilcoxon W

Z -,943 Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 a Exact Sig. [2*(1-tailed ,400 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

-,471 ,637 a ,700

-,674 ,500 a ,700

,000 1,000 a 1,000

-1,159 ,246 a ,400

-2,023 ,043 a ,100

-1,348 -2,121 ,178 ,034 a a ,200 ,100

e. Formula I dengan Formula III Test Statistics Mann-Whitney U Wilcoxon W

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 ,000 4,000 2,500 1,500 ,000 ,000 ,000 ,000 6,000 10,000 8,500 7,500 6,000 6,000 6,000 6,000

Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.

-1,993 ,046 a ,100

-,258 ,796 a 1,000

-,886 ,376 a ,400

-1,549 ,121 a ,200

-2,023 ,043 a ,100

-1,993 ,046 a ,100

-1,993 -2,023 ,046 ,043 a a ,100 ,100

b. Grouping Variable: Kelompok

f. Formula II dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,500 3,000 1,500 2,000 4,000 3,000 4,000 ,000 Wilcoxon W 6,500 9,000 7,500 8,000 10,000 9,000 10,000 6,000 Z -1,771 -,696 -1,328 -1,124 -,232 -,696 -,236 -2,121 Asymp. Sig. (2-tailed) ,077 ,487 ,184 ,261 ,817 ,487 ,814 ,034 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 ,700 ,200 ,400 1,000 ,700 1,000 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

Friedman Test Test Statistics N Chi-Square Df Asymp. Sig.

a

12 69,320 8 ,000

a. Friedman Test

101 Universitas Sumatera Utara

Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N ST_M1 - SB_M1

ST_M2 - SB_M2

ST_M3 - SB_M3

ST_M4 - SB_M4

Mean Rank a

Negative Ranks Positive Ranks Ties

6 b 1 c 5

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

6 e 0 f 6

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

7 h 0 i 5

Total

12

d

g

Sum of Ranks 4,42 1,50

26,50 1,50

3,50 ,00

21,00 ,00

4,00 ,00

28,00 ,00

Negative Ranks

6

j

3,50

21,00

Positive Ranks Ties

0 l 6

k

,00

,00

Total

12

b

Test Statistics

ST_M1 - SB_M1 ST_M2 - SB_M2 ST_M3 - SB_M3 ST_M4 - SB_M4 a a a a Z -2,120 -2,207 -2,456 -2,226 Asymp. Sig. (2-tailed) ,034 ,027 ,014 ,026 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

102 Universitas Sumatera Utara

4. Noda (Spot) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov SB_M1

Kelompok blanko

Statistic

a

Shapiro-Wilk

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

,385

3

.

,750

3

,000

ST_M1

formula I formula II formula III blanko

,175 ,385 ,385 ,175

3 3 3 3

. . . .

1,000 ,750 ,750 1,000

3 3 3 3

1,000 ,000 ,000 1,000

SB_M2

formula I formula II formula III blanko

,385 ,253 ,292 ,385

3 3 3 3

. . . .

,750 ,964 ,923 ,750

3 3 3 3

,000 ,637 ,463 ,000

ST_M2

formula I formula II formula III blanko

,175 ,175 ,276 ,385

3 3 3 3

. . . .

1,000 1,000 ,942 ,750

3 3 3 3

1,000 1,000 ,537 ,000

SB_M3

formula I formula II formula III blanko

,253 ,292 ,385 ,385

3 3 3 3

. . . .

,964 ,923 ,750 ,750

3 3 3 3

,637 ,463 ,000 ,000

ST_M3

formula I formula II formula III blanko

,253 ,253 ,253 ,175

3 3 3 3

. . . .

,964 ,964 ,964 1,000

3 3 3 3

,637 ,637 ,637 1,000

SB_M4

formula I formula II formula III blanko

,385 ,219 ,219 ,385

3 3 3 3

. . . .

,750 ,987 ,987 ,750

3 3 3 3

,000 ,780 ,780 ,000

ST_M4

formula I formula II formula III blanko

,385 ,385 ,253 ,175

3 3 3 3

. . . .

,750 ,750 ,964 1,000

3 3 3 3

,000 ,000 ,637 1,000

formula I ,175 formula II ,292 formula III ,196 a. Lilliefors Significance Correction

3 3 3

. . .

1,000 ,923 ,996

3 3 3

1,000 ,463 ,878

103 Universitas Sumatera Utara

Kruskal-Wallis Test a,b

Test Statistics Chi-Square Df Asymp. Sig.

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 4,554 8,191 7,960 10,045 9,619 9,154 9,874 9,353 3 3 3 3 3 3 3 3 ,208 ,042 ,047 ,018 ,022 ,027 ,020 ,025

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok

Mann-Whitney Test a. Blanko (-) dengan Formula I Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 3,500 3,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Wilcoxon W 9,500 9,500 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 Z -,471 -,471 -1,993 -1,993 -1,993 -1,993 -2,023 -1,964 Asymp. Sig. (2-tailed) ,637 ,637 ,046 ,046 ,046 ,046 ,043 ,050 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,700 ,700 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

b. Blanko (-) dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,500 ,000 ,000 Wilcoxon W 7,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,500 6,000 6,000 Z -1,650 -1,964 -1,993 -1,993 -1,993 -1,771 -2,023 -1,964 Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,050 ,046 ,046 ,046 ,077 ,043 ,050 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,200 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

c. Blanko (-) dengan Formul III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 3,000 ,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Wilcoxon W 9,000 6,500 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 Z -,745 -1,771 -1,993 -2,023 -1,993 -1,964 -1,993 -1,964 Asymp. Sig. (2-tailed) ,456 ,077 ,046 ,043 ,046 ,050 ,046 ,050 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,700 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

104 Universitas Sumatera Utara

d. Formula I dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 2,500 ,000 1,500 1,000 2,500 3,000 2,000 1,500 Wilcoxon W 8,500 6,000 7,500 7,000 8,500 9,000 8,000 7,500 Z -,943 -1,993 -1,328 -1,528 -,886 -,664 -1,179 -1,328 Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 ,046 ,184 ,127 ,376 ,507 ,239 ,184 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,400 ,100 ,200 ,200 ,400 ,700 ,400 ,200 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

e. Formula I dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 2,500 ,000 1,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Wilcoxon W 8,500 6,000 7,500 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 Z -,943 -1,993 -1,328 -1,993 -1,964 -1,993 -1,993 -1,964 Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 ,046 ,184 ,046 ,050 ,046 ,046 ,050 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,400 ,100 ,200 ,100 ,100 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

f. Formula II dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U ,500 4,000 2,500 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 Wilcoxon W 6,500 10,000 8,500 6,000 6,000 6,000 6,000 7,000 Z -1,826 -,225 -,886 -1,993 -1,964 -1,964 -1,993 -1,528 Asymp. Sig. (2-tailed) ,068 ,822 ,376 ,046 ,050 ,050 ,046 ,127 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,100 1,000 ,400 ,100 ,100 ,100 ,100 ,200 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

Friedman Test Test Statistics N

a

12

Chi-Square

83,569

Df Asymp. Sig.

8 ,000

a. Friedman Test

105 Universitas Sumatera Utara

Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N ST_M1 - SB_M1

ST_M2 - SB_M2

ST_M3 - SB_M3

ST_M4 - SB_M4

Mean Rank a

Negative Ranks Positive Ranks Ties

9 b 3 c 0

Total

12 d

Negative Ranks Positive Ranks Ties

11 e 0 f 1

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

7 h 0 i 5

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

8 k 1 l 3

Total

12

g

j

Test Statistics

Sum of Ranks 7,33 4,00

66,00 12,00

6,00 ,00

66,00 ,00

4,00 ,00

28,00 ,00

4,94 5,50

39,50 5,50

b

ST_M1 - SB_M1 ST_M2 - SB_M2 ST_M3 - SB_M3 ST_M4 - SB_M4 a a a a Z -2,165 -2,955 -2,414 -2,039 Asymp. Sig. (2-tailed) ,030 ,003 ,016 ,041 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

106 Universitas Sumatera Utara

5. Keriput (Wrinkle) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov SB_M1

Kelompok blanko

Statistic

a

Shapiro-Wilk

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

,253

3

.

,964

3

,637

ST_M1

formula I formula II formula III blanko

,253 ,328 ,314 ,253

3 3 3 3

. . . .

,964 ,871 ,893 ,964

3 3 3 3

,637 ,298 ,363 ,637

SB_M2

formula I formula II formula III blanko

,253 ,175 ,253 ,253

3 3 3 3

. . . .

,964 1,000 ,964 ,964

3 3 3 3

,637 1,000 ,637 ,637

ST_M2

formula I formula II formula III blanko

,385 ,292 ,253 ,175

3 3 3 3

. . . .

,750 ,923 ,964 1,000

3 3 3 3

,000 ,463 ,637 1,000

SB_M3

formula I formula II formula III blanko

,253 ,253 ,385 ,253

3 3 3 3

. . . .

,964 ,964 ,750 ,964

3 3 3 3

,637 ,637 ,000 ,637

ST_M3

formula I formula II formula III blanko

,385 ,385 ,337 ,292

3 3 3 3

. . . .

,750 ,750 ,855 ,923

3 3 3 3

,000 ,000 ,253 ,463

SB_M4

formula I formula II formula III blanko

,292 ,285 ,385 ,253

3 3 3 3

. . . .

,923 ,932 ,750 ,964

3 3 3 3

,463 ,497 ,000 ,637

ST_M4

formula I formula II formula III blanko

,253 ,308 ,385 ,253

3 3 3 3

. . . .

,964 ,902 ,750 ,964

3 3 3 3

,637 ,391 ,000 ,637

formula I ,253 formula II ,385 formula III ,385 a. Lilliefors Significance Correction

3 3 3

. . .

,964 ,750 ,750

3 3 3

,637 ,000 ,000

107 Universitas Sumatera Utara

Kruskal-Walliss Test Test Statistics Chi-Square Df Asymp. Sig.

a,b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 3,496 2,308 4,464 5,601 2,743 6,085 4,171 8,458 3 3 3 3 3 3 3 3 ,321 ,511 ,216 ,133 ,433 ,108 ,244 ,037

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok

Mann-Whitney Test b. Blanko (-) dengan Formula I Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 1,000 2,500 1,000 3,500 1,000 2,500 2,500 2,500 Wilcoxon W 7,000 8,500 7,000 9,500 7,000 8,500 8,500 8,500 Z -1,528 -,886 -1,550 -,443 -1,623 -,886 -,886 -,886 Asymp. Sig. (2-tailed) ,127 ,376 ,121 ,658 ,105 ,376 ,376 ,376 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,200 ,400 ,200 ,700 ,200 ,400 ,400 ,400 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

b. Blanko (-) dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 1,500 4,000 4,000 3,500 3,500 3,000 3,000 1,000 Wilcoxon W 7,500 10,000 10,000 9,500 9,500 9,000 9,000 7,000 Z -1,328 -,225 -,225 -,443 -,471 -,674 -,674 -1,623 Asymp. Sig. (2-tailed) ,184 ,822 ,822 ,658 ,637 ,500 ,500 ,105 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,200 1,000 1,000 ,700 ,700 ,700 ,700 ,200 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

c. Blanko (-) dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 1,500 2,500 2,500 1,000 3,500 ,000 1,500 ,000 Wilcoxon W 7,500 8,500 8,500 7,000 9,500 6,000 7,500 6,000 Z -1,328 -,886 -,886 -1,623 -,443 -1,993 -1,348 -1,993 Asymp. Sig. (2-tailed) ,184 ,376 ,376 ,105 ,658 ,046 ,178 ,046 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,200 ,400 ,400 ,200 ,700 ,100 ,200 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

108 Universitas Sumatera Utara

d. Formula I dengan Formula II Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 3,000 2,500 2,000 2,000 1,000 2,000 2,000 ,000 Wilcoxon W 9,000 8,500 8,000 8,000 7,000 8,000 8,000 6,000 Z -,655 -,886 -1,159 -1,124 -1,650 -1,091 -1,091 -1,993 Asymp. Sig. (2-tailed) ,513 ,376 ,246 ,261 ,099 ,275 ,275 ,046 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,700 ,400 ,400 ,400 ,200 ,400 ,400 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

e. Formula I dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 3,500 1,500 ,500 ,000 3,000 ,000 ,500 ,000 Wilcoxon W 9,500 7,500 6,500 6,000 9,000 6,000 6,500 6,000 Z -,443 -1,328 -1,798 -1,993 -,664 -1,993 -1,798 -1,993 Asymp. Sig. (2-tailed) ,658 ,184 ,072 ,046 ,507 ,046 ,072 ,046 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,700 ,200 ,100 ,100 ,700 ,100 ,100 ,100 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

f. Formula II dengan Formula III Test Statistics

b

SB_M1 ST_M1 SB_M2 ST_M2 SB_M3 ST_M3 SB_M4 ST_M4 Mann-Whitney U 3,000 3,500 2,500 1,000 4,000 2,000 3,000 2,000 Wilcoxon W 9,000 9,500 8,500 7,000 10,000 8,000 9,000 8,000 Z -,674 -,443 -,886 -1,623 -,232 -1,159 -,696 -1,179 Asymp. Sig. (2-tailed) ,500 ,658 ,376 ,105 ,817 ,246 ,487 ,239 a a a a a a a a Exact Sig. [2*(1-tailed ,700 ,700 ,400 ,200 1,000 ,400 ,700 ,400 Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok

Friedman Test Test Statistics

a

N Chi-Square

12 78,218

Df Asymp. Sig.

8 ,000

a. Friedman Test

109 Universitas Sumatera Utara

Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N ST_M1 - SB_M1

ST_M2 - SB_M2

ST_M3 - SB_M3

ST_M4 - SB_M4

Mean Rank a

Negative Ranks Positive Ranks Ties

8 b 0 c 4

Total

12 d

Negative Ranks Positive Ranks Ties

10 e 0 f 2

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

7 h 3 i 2

Total

12

Negative Ranks Positive Ranks Ties

2 k 0 l 10

Total

12

g

j

4,50 ,00

Sum of Ranks 36,00 ,00

5,50 ,00

55,00 ,00

6,57 3,00

46,00 9,00

1,50 ,00

3,00 ,00

b

Test Statistics

ST_M1 - SB_M1 ST_M2 - SB_M2 ST_M3 - SB_M3 ST_M4 - SB_M4 a a a a -2,530 -2,848 -1,912 -1,342 ,011 ,004 ,056 ,180

Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

110 Universitas Sumatera Utara

More Documents from "Srikandi"

131501053.pdf
November 2019 33
Revisi Sar.docx
May 2020 10
Pbd April 2019.pdf
November 2019 10
Askep Jiwa Fix.docx
December 2019 31