Kesulitan Penerapan Kip.docx

  • Uploaded by: Abc Def
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kesulitan Penerapan Kip.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,216
  • Pages: 14
MAKALAH KOMUNIKASI DAN KONSELING

KESULITAN DALAM PENERAPAN KIP/K

OLEH : NAMA

NIM

BONIFASIUS J B HUTAJULU

151501215

FRANSISCA ARVIANTY

151501218

NURMAYA ANGELINA

151501219

FEY PADIJE LIMBONG

151501222

CYNTHIA FRISILIA

151501235

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atau ide yang dipertukarkan. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang dilakukan dari orang ke orang, bersifat 2 arah baik secara verbal dan non verbal, dengan saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau individu atau antar individu di dalam kelompok kecil. Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut. Suatu komunikasi interpersonal belum tentu suatu konseling tetapi konseling selalu merupakan komunikasi interpersonal. Orang yang memberi bantuan dalam konseling disebut konselor. Sedangkan orang yang diberi konseling disebut klien.

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja kesulitan dalam penerapan KIP/K? 2. Bagaimana upaya untuk mengatasi saat sulit dalam KIP/K? 3. Apa saja kesulitan dalam konseling? 4. Bagaimana upaya untuk mengatasi kesulitan dalam konseling?

1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui kesulitan dalam penerapan KIP/K. 2. Untuk mengetahui upaya mengatasi saat sulit dalam penerapan KIP/K. 3. Untuk mengetahui kesulitan dalam konseling. 4. Untuk mengetahui upaya mengatasi kesulitan dalam konseling.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kesulitan dalam KIP/K 1.

Diam

2.

Klien menangis

3.

Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien

4.

Konselor melakukan kesalahan

5.

Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien

6.

Klien menolak bantuan konselor

7.

Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor

8.

Waktu yang diiliki konselor terbatas

9.

Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik

10. Konselor dan klien sudah saling kenal 11. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan topik pembicaraan 12. Klien bertanya tentang hal - hal pribadi konselor 13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan 14. Keadaan kritis.

2.2 Upaya Mengatasi Saat Sulit dalam KIP/K 1. Diam Dalam proses konseling keadaan “diam” (tidak bersuara) mempunyai banyak makna, antara lain: a. Penolakan atau kebingungan klien

b. Klien dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu mengatakan apa selanjutnya. c. Kebingungan karena kecemasan atau kebencian. d. Klien mengalami sakit dan tidak siap untuk berbicara. e. Klien mengharapkan sesuatu dari konselor. f. Klien yang memikirkan apa yang dikatakan g. Klien baru menyadari ucapannya dan merupakanekspresi emosional sebelumnya. Menurut Saraswati dan Tarigan dalam bukunya Komunikasi Efektif untuk memahami penyebab “diam” dari klien, sebaiknya konselor memahami hal-hal berikut: a. Apabila klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini biasanya terjadi pada klien-klien yang merasa cemas atau marah. b. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan. Biasanya pada pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa begitu. Apakah ibu merasa cemas?” c. Apabila klien diam karena marah, sebagai konselor dapat berkata: “Bagaimana perasaan ibu setelah berada disini sekarang?”. Pertanyaan ini harus diikuti dengan suasana hening selama beberapa saat, pada saat ini konselor memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan perhatian. d. Apabila

terjadi

pada

pertengahan

pertemuan,

konselor

harus

memperhatikan konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi.

Pada umumnya, lebih baik menunggu beberapa saat, memberi kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan atau pikirannya meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut. e. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima. 2. Klien Menangis Reaksi konselor adalah berusaha menenangkan klien dengan menyentuh badan (menepuk-nepuk bahu atau memegang tangan klien) secara hati-hati. Klien yang menangis tersedu – sedu membuat konselor merasa tidak nyaman. Reaksi wajar yang dapat kita lakukan adalah berusaha menenangkan, tetapi hal ini tidak selalu menguntungkan dalam konseling. Menangis bisa disebabkan karena beberapa alasan. Ada kemungkinan untuk melepaskan emosi. Dalam hal ini yang dapat dilakukan konselor adalah menunggu beberapa saat dan apabila terus menangis katakan bahwa tidak apa – apa kalau masih ingin menangis. Biasanya tangisan mereda sendiri setelah beberapa lama. Kadang – kadang menangis dilakukan untuk menarik perhatian atau untuk menghentikan pertanyaan – pertanyaan yang menyelidik lebih lanjut. Tangisan juga merupakan cara klien untuk memanipulasi konselor. Perlu ditegaskan lagi bahwa cara terbaik adalah dengan memberi kesempatan klien untuk menangis. 3. Konselor Meyakini Bahwa Tidak Ada Pemecahan Bagi Masalah Klien Kondisi ini biasanya terjadi karena konselor tidak dapat memecahkan atau membantu menyelesaikan masalah seperti yang diharapkan klien. Misalnya seorang remaja putri ingin melakukan Aborsi, sementara konselor tidak mungkin

memenuhi permintaan tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan mengatakan kepada klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaan tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien, membantu klien menghadapi saat-saat sulit. 4. Konselor Melakukan Kesalahan Hal utama yang terpenting untuk menciptakan hubungan baik dengan klien adalah bersikap jujur. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling. Menghargai dan mempercayai klien dapat ditujukan dengan cara mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Minta maaflah apabila salah/keliru. Perlu diketahui bahwa apapun reaksi emosi konselor, akan dirasakan klien. Semakin terbuka perasaan kita selama pertemuan dengan klien maka semakin terbuka pula perasaan klien. 5. Konselor Tidak Tahu Jawaban dari Pertanyaan Klien Hal ini merupakan merupakan kecemasan yang biasa diutarakan oleh konselor. Seperti situasi sebelumnya, sudah sepantasnya mengatakan bahwa konselor tidak dapat menjawab pertanyaan klien, tetapi akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien. Konselor dapat menunjukkan sumber lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih berpengaruh negatif dalam hubungan dengan klien yang sudah terbina dengan baik, lebih baik mengakui keterbatasan pengetahuan konselor. 6. Klien Menolak Bantuan Konselor Pada pertemuan pertama penting sekali menjajagi mengapa dan apa yang mendasari atau mendorong klien untuk datang berkonsultasi, banyak klien yang

merasa terpaksa datang, mungkin karena diperintah oleh mertua, mungkin karena takut mengetahui ada sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dsb. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke klinik akan sangat membantu. Selanjutnya, kita dapat mengatakan:”Saya dapat mengerti perasaan ibu, saya senang ibu datang hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi kesehatan ibu, kita punya waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan ibu”. Kalau klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif, paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan. 7. Klien Merasa Tidak Nyaman dengan Jenis Kelamin Konselor Kesulitan ini diucapkan klien dengan mengatakan:”Saya canggung membicarakan hal itu dengan wanita.” Saya berharap berhadapan dengan laki-laki.” Kemungkinan hal itu tidak disampaikan secara verbal, tetapi konselor dapat melihat dari sikap klien. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya konselor mengemukakan hal ini dengan mengatakan:”Barangkali Bapak mengharapkan akan berhadapan dengan konselor pria?” Selanjutnya katakan:”Orang kadang-kadang awalnya merasa lebih nyaman berbicara dengan seseorang yang sama (atau berlawanan) jenis kelaminnya, menurut pengalaman saya semakin lama hal itu semakin tidak penting apabila kita sudah semakin mengenal teman bicara kita. Bagaimana kalau kita coba lanjutkan dan lihat bagaimana nantinya” Biasanya klien menerima, dan masalah ini hilang dengan sendirinya bila konselor bersikap penuh perhatian, menghargai klien dan tidak menilai terhadap klien.

Pengunaan kata-kata menunjukkan perhatian positif dan refleksi akan sangat membantu karena klien merasa diterima apapun kata-kata yang diucapkannya. Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya menghargai konselor yang sama (atau berbeda) jenis kelaminnya, hal itu bisa dipenuhi apabila memungkinkan. Tetapi pada kenyataannya berhadapan dengan seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi masalah bagi klien, merupakan latihan yang baik bagi klien. Karena itu sebelumnya konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau mencoba. 8. Waktu yang Dimiliki Konselor Terbatas. Sebaiknya sejak awal pertemuan klien mengetahui berapa lama waktu konselor yang tersedia untuk dia. Ada saat di mana konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya. Karena itu konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut beberapa saat sebelum pertemuan, meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya dan menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada pertemuan selanjutnya. Meskipun waktunya sebentar , dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi. 9. Konselor Tidak Menciptakan Hubungan yang Baik Kadang-kadang ”rapport” yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor lain. Akan lebih baik konselor minta pendapat kepada teman sesama petugas di kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat dimana letak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor merasa ditolak klien. Segala kemungkinannya perlu dijajahi.

Salah satu aspek penting dari pelatihan adalah bahwa konselor belajar mengatasi situasi yang tidak nyaman bagi dirinya sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling, terutama dengan membuat klien merasa llebih nyaman tentang dirinya sendiri. 10. Konselor dan Klien Sudah Saling Kenal Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah saling kenal. Kalau hubungan ini biasa-biasa saja (tidak terlalu akrab), konselor dapat melayani seperti pada umumnya, tetapi perlu ditekankan bahwa kerahasiaan akan tetap terjaga, dan konselor akan bersikap sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai temannya. Apabila hubungan konselor dan klien sudah sangat akrab, perlu disampaikan pada klien bahwa lebih baik pindah ke konselor lain yang melayani konseling berdasarkan pengalaman, hubungan akrab ini dapat sangat mempengaruhi jalannya konseling. 11. Klien Berbicara Terus dan yang Dibicarakan Tidak Sesuai dengan Topik Pembicaraan. Situasi ini kebalikan dari situasi dimana klien tidak mau berbicara, tetapi sama-sama menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien terus-menerus mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong pembicaraannya dengan mengatakan seperti: “Maafkan saya, bu, apakah ibu tegang atau cemas tentang sesuatu, saya perhatikan ibu menyatakan sesuatu hal yang sama berulang-ulang, apakah ada kesulitan yang disampaikan?” Pertanyaan seperti ini membantu klien memfokuskan kembali percakapan.

12. Klien Bertanya Tentang Hal - Hal Pribadi Konselor Hubungan konselor-klien adalah hubungan profesional, bukan hubungan sosial. Hal ini penting karena dengan demikian konselor bersikap berbeda dengan sikap orang lain dalam kehidupan klien. Hal ini mungkin sulit dimengerti klien pada awalnya, terutama kalau konselor bersikap akrab dan hangat. Resiko dari hubungan seperti ini adalah konselor mendapat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dari klien yang harus dijawab. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan karena beberapa alasan. Hal ini akan mengalihkan perhatian konselor dari klien. Hal ini akan mengarah pada serangkaian pertanyaan yang pada awalnya bersifat ringan saja, lama kelamaan pertanyaan akan menjurus kepada masalahmasalah pribadi yang tidak ingin dijawab konselor. Hal ini akan menimbulkan salah pengertian pada klien, seakan ada hal yang salah pada konselor atau pada klien karena perhatian pada masalah tersebut. Kadang-kadang klien ingin tahu apakah konselor pernah mengalami hal yang sama. Jawaban ”YA” akan membuat klien tidak yakin konselor dapat menolong. Sementara kalau dijawab ”TIDAK” klien akan merasa konselor tidak tahu masalahnya. Akan lebih baik apabila ada pertanyaan-pertanyaan pribadi konselor yang menyatakan bahwa kalau konselor bercerita tentang dirinya tidak akan membantu klien, oleh karena itu lebih baik tidak bercerita. Klien akan menerima aturan ini. Hal ini akan lebih baik daripada menjawab sebagian saja dari pertanyaan klien, bukan

semuanya,

atau

lebih-lebih

mengelak

karena

akan

kepercayaannya/keterbukaan klien terhadap konselor. 13. Konselor Merasa Dipermalukan Dengan Suatu Topik Pembicaraan

merusak

Sebaiknya konselor jujur terhadap klien, terutama bila konselor bereaksi secara emosional kepada klien, karena klien akan mengamati itu. 14. Keadaan Kritis Komunikasikan dengan tegas tapi sopan keadaan darurat kepada keluarga. Berikan penjelasan dengan singkat tapi jelas langkah-langkah yang harus dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.

2.3 Kesulitan saat Konseling 1. Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini. 2. Lebih banyak mengajar mengajar daripada membina hubungan. 3. Penerimaan yang berlebihan. 4. Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman. 5. Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling. 6. Merenungkan setelah sesi yang sulit.

2.4 Upaya Mengatasi Kesulitan dalam Konseling Tiap individu harus paham akan dirinya. Dengan pemahaman terhadap diri maka kita akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi yang berasal dari komunikator. Adapun untuk memperlancar komunikasi/konseling persiapan materi, bahan, alat, yang bisa mempermudah penerimaan klien terhadap apa yang akan kita sampaikan perlu dipersiapkan sebelumnya. Sebagai seorang Apoteker kita harus menguasai ilmu komunikasi sehingga dapat melakukan konseling dengan baik pada semua klien dengan bermacam karakter dan keterbatasan mereka.

Berbagai pakar mengemukakan bahwa kearifan merupakan dasar kepribadian konselor efektif. Kearifan merupakan konsep lama dan lintas kultural, sebagai satu perangkat ciri-ciri kognitif dan efektif tertentu yang secara langsung pada keterampilan dan pemahaman hidup. Karakteristik kearifan meliputi: Aspek afektif dan kesadaran yang meliputi empati, kepedulian, pengenalan rasa, deotomanisasi (menolak kecenderungan kebiasaan,perilaku dan pola berpikir otomatik, menekankan kesadaran tindakan dan pilihan yang bertanggung jawab), Aspek kognitif meliputi penalaran dialetik (mengenal konteks, situasi, berorientasi pada perubahan yang bermanfaat) dan lain-lain.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Menyelesaikan masalah memerlukan bantuan orang lain, bantuan tersebut bukan hanya sebatas mendengarkan dan menerima segala keluhan yang ada dalam pikiran dan perasaan orang bermasalah, melainkan membutuhkan pengetahuan tentang masalah itu sendiri, mempunyai tujuan untuk memberikan bantuan, menggunakan pendekatan, menerapkan langkah-langkah dan tahapan dalam memberikan bantuan, serta mengetahui masa-masa sulit dalam pemberian bantuan dan upaya untuk mengatasinya. Kualitas konselor yang baik sangat dibutuhkan dan membantu dalam proses penyelesaian suatu permasalahan.

3.2. Saran Diharapkan untuk menjadi seorang apoteker (konselor) yang baik, kita harus memiliki kualitas pribadi serta pengetahuan yang luas dan perilaku yang baik agar dapat

memegang

peranan

penting

dalam

proses

KIP/K

(komunikasi

interpersonal/konseling) di dalam menjalankan profesi untuk menjadi seorang Apoteker Profesional.

Related Documents

Kesulitan Belajar.pdf
December 2019 26
Makalah Kesulitan Belajar
August 2019 25
Penerapan Haccp.docx
December 2019 34
Penerapan Magnet.doc
May 2020 17
Penerapan 5c.docx
December 2019 21

More Documents from "Baren Umboh"