AKSIOLOGI DAKWAH DALAM KEPERCAYAAN DAN KEJUJURAN
ع لل لي م ك: م سكوم ك لقكاَ ل: ل ه لقاَ ل م ودْ لر ه ه ع لل لميكهه ول ل ل لر ك م م كك م سككل ل ل صككللىَّ اللكك ك ه ع لن م ك ي الل ك ن ل ل اللككهه ل ض ل سع ك م عل م ن ع لب مد ه اللهه ب ه م ل م م ل ل ج ك ماَ ي للزا ك َّحككلرى صد كقك ولي لت ل ل ل اللر ك ن الب هلر ي لهمد هيم إ هلىَّ ال ل ولإ ه ل، صد مقل ي لهمد هيم إ هلىَّ الب هرر فإ ه ل، ق ول ل، جن لةه ل يل م ن ال ر هباَل ر صد م ه ولإ هلياَك مك، َقا جككوملر ن ال م ك ب ي لهمد هيم إ هللىَّ ال م ك ْصد ري م ق ب ه عن مد ل اللهه ه ف ك ولإ ه ل، جومره ف ك ن ال مك لذ ه ل فلإ ه ل، ب م لوال مك لذ ه ل حلتىَّ ي كك مت ل ل صد مقل ل ال ر م ل ل م ل م ج ك ماَ ي للزا ك عن مد ل اللهه ك ل َذاقْبا ب ه حلتىَّ ي ككت ل ل ب ل حلرىَّ الكذ ه ل ب ولي لت ل ل ل ي لكذ ه ك ل اللر ك ول ل، ي لهمد هيم إ هلىَّ اللناَره Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).” HAKEKAT KEPERCAYAAN Betapa sulitnya membuat orang menjadi percaya. Betapa mudahnya membuat orang menjadi tidak percaya. Meyakinkan seseorang untuk percaya membutuhkan proses yang panjang, perlu pemahaman dan pembuktian. Untuk itu, para Nabi dituntut untuk menyampaikan risalah Allah dengan bahasa yang mudah dipahami oleh umatnya (albalagh al-mubin). Bila perlu, para Nabi memberikan bukti-bukti yang nyata (al-bayyinat). Ketika menceritakan perjalanan Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad saw tidak menggunakan bahasa ilmiah, meski perjalanan ini banyak muatan ilmiah. Masyarakat Mekkah dapat memahaminya, namun sulit untuk percaya. Padahal, bukti keluhuran budi pekerti Nabi saw telah disaksikan oleh mereka sendiri. Ternyata, kedengkianlah yang membuat mereka menjadi tidak percaya. Mereka menentang ajaran Nabi saw, karena mereka takut tradisinya terancam, pengaruhnya tergusur, ketokohannya tergeser, hingga khawatir ekonominya jatuh. Ketakutan-ketakutan semacam ini membuat orang sulit percaya kepada siapapun. Melalui perkataan, orang lain bisa tertarik dan terpesona, tetapi belum tentu percaya. Orang baru percaya setelah melihat bukti yang nyata. Bukti yang paling nyata adalah rekam jejak seseorang: keturunan, lingkungan, pendidikan, keluarga, sifat, karakter, teman, dan sebagainya. Suatu hadis bisa dipercaya bila rekam jejak pembawanya terpuji, pikirannya cerdas, dan terbukti sambung dengan Nabi saw. Seorang pemimpin bisa dipercaya bila rekam jejaknya terpuji serta pikirannya luas dan cerdas dalam mengambil keputusan. Rekanan bisnis yang terpercaya adalah orang yang rekam jejak bisnisnya terpuji dan wawasan bisnisnya luas hingga dipandang bisa menguntungkan.
Lewis dan Weigert (1985) mendefinisikan bahwa kepercayaan didasarkan pada proses kognitif yang membedakan antara orang dan lembaga yang dapat dipercaya, tidak dipercaya dan tidak diketahui. Dalam hal ini kognitif akan memilih siapa yang akan dipercaya dan dihormati sehingga itulah yang menjadi alasan yang baik dalam menentukan siapa yang dapat dipercaya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adalah suatu harapan positif, asumsi, atau keyakinan dari proses kognitif seseorang yang dipegang dan ditujukan pada orang lain bahwa orang tersebut akan berperilaku seperti yang diharapkan dan dibutuhkan. Ketika seseorang memutuskan untuk mempercayai orang lain maka harapannya terhadap orang tersebut adalah dapat mewujudkan harapan-harapan yang ada pada dirinya. Orang yang dapat dipercaya mampu menempatkan sesuatu di tempat dan waktu yang tepat. Di hadis di atas, pembicaraan yang rahasia tidak boleh didengarkan oleh orang lain. Jika orang yang dianggap terpercaya menerima suatu informasi rahasia, maka ia berusaha menjauhkannya dari pendengaran orang lain. Ia menerima informasi secara rahasia, menyimpannya dengan rapat, dan menyampaikannya kepada orang yang dituju secara rahasia. Nabi menggunakan ungkapan “pembicaraan atau informasi” sebagai contoh amanah. Informasi mudah terucapkan, namun memiliki dampak yang sangat besar. Pengeluaran informasi rahasia tidak memerlukan beaya besar, melainkan membutuhkan kepercayaan yang besar. Kebocoran informasi rahasia bisa berakibat fatal, termasuk penyulut terjadinya peperangan. Dalam berdakwah, diperlukan rasa percaya antara Da’i (penceramah) dengan Mad’u (pendengar) agar tercipta rasa aman. Selain itu, kepercayaan terhadap seorang pendakwah menjadi tolak ukur keberhasilan seorang Da’i dalam menyampaikan dakwahnya. Ketika orang menilai bahwa materi yang disampakan oleh Da’i mudah dimengerti serta dapat mempengaruhi pendengar untuk melakukan hal yang disampaikan dalam ceramah, maka Da’i tersebut bisa dikatakan berhasil. Misalnya, seorang Da’i berkata “sebagai umat muslim kita memiliki berkewajiban untuk saling tolong menolong antarsesama”, kemudian sang pendengar menyimak dengan baik dan melakukan seruan Da’i untuk saling tolong antarsesama manusia. KEJUJURAN: SUMBER KEPERCAYAAN Sifat kejujuran dan amanah melekat dalam diri setiap nabi. Kedua sifat ini tidak bisa dipisahkan. Amanah adalah hasil dari kejujuran. Mula-mula, kejujuran merupakan ajaran universal yang dapat dipahami oleh siapapun. Namun, penerapan kejujuran memerlukan pembiasaan hingga menjadi tabiat. Orang yang jujur mudah melaksanakan kebaikan dan sulit melakukan kejahatan. Ada konflik motif dalam diri orang yang jujur saat diajak melakukan kejahatan. Selain itu, orang yang jujur dijauhi oleh orang-orang yang berniat jahat. Tidak sedikit kejahatan terbongkar dari kejujuran seseorang. Sebaliknya, kedustaan mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan, bahkan kedustaan dijadikan cara untuk menyembunyikan kejahatan. Allâh Azza wa Jalla memberitahukan nilai kejujuran, bahwa kejujuran itu merupakan kebaikan sekaligus penyelamat. Sifat itulah yang menentukan nilai amal perbuatan, karena kejujuran merupakan ruhnya. Seandainya orang-orang itu benar-benar ikhlas dalam beriman dan berbuat taat, niscaya kejujuran adalah yang terbaik bagi mereka. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th. 751 H) menerangkan sifat as-shidq (kejujuran), dengan perkataanya, “Yaitu maqam (kedudukan) kaum yang paling agung, yang darinya bersumber kedudukan-kedudukan para sâlikîn (orang-orang yang berjalan menuju kepada Allâh), sekaligus sebagai jalan terlurus, yang
barang siapa tidak berjalan di atasnya, maka mereka itulah orang-orang yang akan binasa. Dengannya pula dapat dibedakan antara orang-orang munafik dengan orang-orang yang beriman, para penghuni Surga dan para penghuni Neraka. Kejujuran ibarat pedang Allâh di muka bumi, tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya. Kejujuran merupakan ruh amal, penjernih keadaan, penghilang rasa takut dan pintu masuk bagi orang-orang yang akan menghadap Rabb Yang Mahamulia. Kejujuran merupakan pondasi bangunan agama (Islam) dan tiang penyangga keyakinan. Tingkatannya berada tepat di bawah derajat kenabian yang merupakan derajat paling tinggi di alam semesta, dari tempat tinggal para Nabi di Surga mengalir mata air dan sungai-sungai menuju ke tempat tinggal orang-orang yang benar dan jujur. Sebagaimana dari hati para Nabi ke hatihati mereka di dunia ini terdapat penghubung dan penolong.” Orang yang jujur tidak mengalami ketakutan dan kesusahan. Hidupnya tenang. Ada kesesuaian antara isi hati dengan perilaku yang ditampilkan. Ia bersedia menerima segala akibat dari perbuatannya, baik keberhasilan maupun kegagalan. Selain itu, ia juga menampilkan diri apa adanya. Segala pujian dan caci maki tidak merubah pendiriannya. Pendek kata, orang yang jujur memiliki pendirian yang teguh. Keteguhan ini menyelamatkan dirinya dari aneka bahaya, karena ia membuat pertimbangan sebelum melangkah. Jika ada keraguan, ia meninggalkan keputusannya dan mencari alternatif yang lain. Orang yang jujur dapat dikenali dari ketenangan hati dan pikirannya. Bicaranya teratur dan penuh hikmah. Ketenangan ini memudahkannya untuk berbuat kebaikan secara tulus. Kebaikan budi pekerti ini membuat orang lain memberikan kepercayaan kepadanya. Jadi, kepercayaan muncul karena kebaikan. Orang mudah percaya setelah mendapat kebaikan dari orang lain, padahal kebaikan sejati muncul dari kejujuran yang sulit diamati dari penampilan yang tampak. Untuk itu, tidak sedikit orang yang tertipu dengan kebaikan yang ditampilkan seseorang. Kepercayaan yang berulang-ulang akan memperbesar tingkat kepercayaan. Semakin tinggi tingkat kepercayaan, semakin besar tanggung-jawab yang diembannya. Demikian ini dapat dilihat dari jenjang karir seseorang. Promosi jabatan diberikan setelah teruji integritas dan kapabilitasnya. Uji integritas terletak pada tingkat kepercayaan. Dalam manajemen Konfusius, tingkat kepercayaan ditandai dengan lamanya masa kerja. Samakin lama masa kerja seseorang, semakin besar peluangnya dalam menempati jabatan strategis, dan semakin tinggi penghasilan yang diterimanya. Di sisi lain, semakin tinggi tingkat kepercayaan, semakin luas pengaruhnya kepada orang lain. Ia tidak menonjolkan dirinya, melainkan orang lain yang memperluas informasi tentang dirinya. Luasnya kepercayaan ini menjadi ujian baginya: peluang sekaligus tantangan. Tidak sedikit orang baik terjerumus dalam tantangan pemberian kepercayaan ini. Untuk itu, kecerdasan diperlukan saat pemberian kepercayaan semakin besar. Melalui kecerdasan, seseorang akan mengetahui tingkat ketulusan dalam pemberian kepercayaan. Maka sebenarnya kejujuran dan kepercayaan tidak dapat dipisahkan, karena orang yang jujur pasti dipercaya tapi orang yang dipercaya belum tentu jujur. Jadi dalam koteks ini jujur menjadi landasan utama adanya rasa percaya seseorang terhadap orang lain. Dan dalam dakwah
juga sangat dibutuhkan kejujuran da kepercayaan. Seorang pendakwah akan dipercaya apabila ia jujur, dalam menyampaikan pesan dan dalam menjalankan pesan.
KELOMPOK 5: 1. Viqi Al Wahyuddin
(B94217071)
2. Winda Lestari
(B94217072)
3. Yuha Ilayya
(B94217076)
4. Yunita Rahmi F
(B94217077)
5. A.H Abdul Basith M
(B94217079)