MAKALAH KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN MENINGITIS
DISUSUN OLEH KELOMPOK 15 :
ELISA YUSEFHENI
(S.16.1652)
SRI ENDAH LESTARI
(S.16.1692)
ZAHRA AMALIA
(S.16.1701)
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2019
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Prosedur fungsi lumbal untuk mendiagnosis meningitis pada bayi dengan klinis sepsis masih kontroversi oleh karena tidak adanya pertumbuhan kuman pada hasil biakan darah diartikan tidak terjadi bakteremia. Hal ini menyebabkan banyak bayi dengan klinis sepsis tidak terdiagnosis meningitis dan berakhir dengan gejala sisa neurologis sebagai komplikasi dari meningitis. Sepsis neonatal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gejala-gejala infeksi sistemik dan disertai dengan bakterimia yang dibuktikan pada biakan darah pada bayi baru lahir sampai usia 28 hari kehidupan (Alissya Rachman, 2017). Meningitis neonatal sering merupakan akibat dari sepsis neonatal. Meningitis neonatal dapat terjadi pada hampir sepertiga kasus sepsis neonatal.5 Sebanyak 1,17-2,97 dari 3,5-8,9 kasus sepsis neonatal per 1000 kelahiran berkembang menjadi meningitis di negara barat dan 2,4-12,7 dari 7,1-38 kasus sepsis neonatal per 1000 kelahiran berkembang menjadi meningitis di negara berkembang.6 Meningitis neonatal dapat juga terjadi pada bayi dengan klinis sepsis dengan angka kejadian berkisar 38%50%.7,8 Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya meningitis neonatal, yaitu bayi kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu), bayi berat lahir rendah (Alissya Rachman, 2017). prevalens meningitis neonatal pada klinis sepsis adalah 68,8%. Laki-laki (68,2%), bayi kurang bulan (<37 minggu) (90,9%), berat lahir <2500 gram (86,4%), dan bayi dengan penyakit penyerta pneumonia neonatal (72,7%) lebih banyak mengalami meningitis. Disimpulkan bahwa prevalensi meningitis neonatal pada bayi dengan klinis sepsis di ruang NICU RSUP Sanglah adalah 68,8% dengan faktor risiko adalah bayi kurang bulan (Made Sukmawati, 2017).
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan meningitis ? 2. Apa sajakan etiologi meningitis ? 3. Apa sajakah tipe meningitis ? 4. Apa patofisiologi dari meningitis ? 5. Bagaiman manifestasi klinis meningitis ? 6. Apa sajakan komplikasi meningitis ? 7. Bagaimana penatalaksanaan meningitis ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan Meningitis. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi data subjektif pada Bayi Baru Lahir dengan Meningitis b. Mengidentifikasi data objektif Bayi Baru Lahir dengan Meningitis c. Membuat Analisa pada Bayi Baru Lahir dengan Meningitis d. Membuat Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Meningitis
D. Manfaat 1. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan kualitas pelatihan dan bimbingan agar mahasiswa lebih terampil dan termotivasi dalam membuat makalah.Dapat dijadikan bahan bacaan dan panduan bagi angkatan selanjutnya dalam menyusun makalah serta untuk menambah referensi di perpustakaan. 2. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan dan wawasan tentang makalah neonatus dengan meningitis.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Meningitis bakteri adalah suatu peradangan pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subaraknoid termasuk CSS yang dapat disebabkan oleh bakteri yang menyebar masuk ke dalam ruang subaraknoid (Hoffman dan Weber, 2009). B. Etiologi 1. Bakteri Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah : a. Haemophillus influenza Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi pada bayi dan anak-anak. H. influenzae paling sering menyebabkan infeksi telinga, mata, atau sinus, dan pneumonia. b. Nesseria meningitides (meningococcal) Bakteri Neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri identik pada warna dan karakteristik morfologinya dengan Neisseria gonorrhoeae. Ciri khas
bakteri ini adalah berbentuk diplokokus
gram negative, berdiameter kira-kira 0,8 μm. Neisseria meningitis tidak bergerak (nonmotil) dan tidak mampu membentuk spora. Masing-masing dari kokusnya berbentuk seperti ginjal dengan bagian yang rata atau cekung berdekatan. Bakteri meningokokus ini dapat mengalami otolisis dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan alkali. c. Diplococcus pneumoniae (pneumococca) anggota dari genus Streptococcus yang Gram-positif, alfa-hemolitik (dalam kondisi aerob) atau beta-hemolitik (dalam kondisi anaerob), dan anaerob fakultatif. Sebuah bakteri patogen pada manusia yang signifikan, S.
pneumoniae diakui
sebagai
penyebab
utama pneumonia pada akhir abad ke-19, dan merupakan subyek dari banyak penelitian kekebalan humoral. d. Streptococcus, grup A Bakteri Streptococcus terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Bakteri ini pada dasarnya merupakan jenis bakteri yang dapat hidup dan tumbuh di tubuh manusia, serta tidak menimbulkan penyakit yang serius. Namun, pada keadaan tertentu, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi yang menimbulkan gejala, mulai dari ringan hingga serius. e. Staphylococcus aureus bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm.S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit f. Escherichia coli Escherichia coli atau disingkat E. coli adalah bakteri yang umum ditemukan di dalam usus manusia. Bakteri ini terdiri beberapa jenis dan sebagian besar di antaranya tidak berbahaya. Itu artinya bahwa hanya segelintir jenis bakteri E. coli yang dapat merugikan kesehatan. g. Klebsiella Proteus h. Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penyebab infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun. 2. Virus Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna)
dan kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia. 3. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita. 4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. 5. Faktor
imunologi
:
defisiensi
mekanisme
imun,
defisiensi
imunoglobuin, anak yang mendapat obat imunosupresi. 6. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. (Susilawathi et al., 2016). C. Tipe Meningitis Meningitis dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut : 1. Meningitis Kriptikokus Meningitis yang disebabkan oleh Jamur kriptikokus. Jamur ini bisa masuk ketubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering Kriptikokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis kriptikokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 dibawah 100. Diaknosis : Darah atau cairan sumsum tulang belakang dalam dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbukan jamur kripkokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tintah India (Yayasan Spirita, 2006). 2. Viral Meningitis Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat dimusim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang
bisa menyebabkan viral meningitis, antara lain virus herpes dan virus penyebab flu berat. (Anonim, 2007). 3. Bakteri Meningitis Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit serius salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai ke daerah organorgan lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian (Anonim, 2007). 4. Meningitis Tuberkulosis Generalisata Gejala : Demam, mudah kesal, opstipasi, muntah-muntah, ditwmukan tanda-tanda perangsangan menigen seperti kaku kuduk, suhu badan nai turun, nadi sangat labil atau lambat, hipertensi, abdomen tampak mencekung,gangguan saraf otak. Penyebab : Kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis
: Meningitis tuberculosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan otak,darah,radiologi, tuberculin (Harsono,2003). 5. Meningitis Purulenta Gejala : Demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung sendi. Penyebab
:
Diplococcus
pneumonia
(pneumokok),
Neisseria
meningitides(meningokok), strerococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,haemophilus influenza, Escherichia coli, klebsiella pneumonia, pneudomonas aeruginosa. Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi,radiologic, pemeriksaan EEG(Harsono,2013). D. Patofisilogi Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal
secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak. Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hipertermi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2010). E. Manifestasi Klinis Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jayturen, 2011). Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut: 1. Anak dan Remaja a. Demam b. Mengigil c. Sakit kepala d. Muntah e. Perubahan pada sensorium f. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal ) g. Peka rangsang h. Agitasi i. Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, mengantuk, stupor, koma. j. Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus
k. Tanda Kernig dan Brudzinski positif l. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi m. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme: n. Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila o. berhubungan dengan status seperti syok p. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae) q. Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal) 2. Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan hingga 2 tahun yaitu : a. Muntah b. Peka rangsangan yang nyata c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi) d. Fontanel menonjol e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnose g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza) 3. Neonatus Tanda-tanda Spesifik : a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari d. Menolak untuk makan e. Kemampuan menghisap buruk f. Muntah atau diare g. Tonus buruk h. Kurang gerakan i. Menangis buruk
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit k. Leher biasanya lemas 4. Tanda-Tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus : a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi) b. Ikterik c. Peka rangsang d. Mengantuk e. Kejang f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea g. Sianosis h. Penurunan berat badan (Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 ) F. Komplikasi 1. Hidrosefalus obstruktif 2. Meningococcal septicemia (mengingocemia) 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral) 4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) 5. Efusi subdural 6. Kejang 7. Edema dan herniasi serebral 8. Cerebral palsy 9. Gangguan mental 10. Gangguan belajar 11. Attention deficit disorder G. Penatalaksanaan 1. Antibiotik a. Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin. 1) seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau 2) sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
b. Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan 1) Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam 2) ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam c. Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari. d. Jika tidak ada perbaikan: 1) Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk. 2) Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis. 3) Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5 hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS e. Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen: 1) INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan 2) Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan 3) Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama 4) Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) – selama 2 bulan
2. Steroid a. Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2– 4 minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri. 1) Perawatan Penunjang pada anak yang tidak sadar: a) Jaga jalan napas b) Posisi miring untuk menghindari aspirasi c) Ubah posisi pasien setiap 2 jam d) Pasien harus berbaring di alas yang kering e) Perhatikan titik-titik yang tertekan. 2) Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian cairan dan nutrisi. 3. Pemantauan Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat. a. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan perilaku anak. b. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama setidaknya dalam 48 jam pertama. c. Periksa tetesan infus secara rutin. Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah sakit.( Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003).
Pengobatan Meningitis pada Neonatus empiris antibiotik untuk terapi yang diduga miningitis bakterial Usia
Antibiotik
Neonatus 0-1 minggu <2 kg
Ampicillin 100 mg/kg per hari div q 12 h plus cefotaxime 100 mg/kg per hari div q 12 h
>2 kg
Ampicillin 150 mg/kg per hari div q 8 h plus cefotaxime 150 mg/kg per hari div q 8 h
1-4 minggu
Ampicillin 200 mg/kg per hari div q 6 h plus cefotaxime 150 mg/kg per hari div q 6 h
Pasien
yang
lebih tua 4-8 minggu
Ampicillin 200 mg/kg per hari div q 6 h plus Ceftriaxone 100 mg/kg per hari div q 12 h atau cefotaxime 200 mg/kg per hari div q 6 h
8 minggu
Ceftriaxone 100 mg/kg per hari div q 12 h atau cefotaxime 200 mg/kg per hari div q 6 h
BAB III TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBJEKTIF 1. Identitas Bayi Nama
: By. Ny M
Tanggal/ jam lahir
: 25-02-2019
Jenis kelamin
: Laki-laki
Orang tua Identitas
Istri
Suami
Nama
Ny. M
Tn. T
Umur
24 tahun
24 tahun
Agama
Islam
Islam
Suku/bangsa
Banjar/Indonesia
Banjar/Indonesia
Pedidikan
S1
D3
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Swasta
Alamat
Jl. Handil Bakti
Jl. Handil Bakti
2. Keluhan Utama Ibu mengatakan bayinya mengalami kejang-kejang selama kurang lebih 10 menit dan demam tinggi sejak 2hari yang lalu 3. Riwayat Prenatal : a. Kehamilan ke
:1
b. Tempat ANC
: BPM
c. Imunisasi TT
: Lengkap
d. Obat-obatan yang pernah diminum selama hamil
: Tablet Fe,
B6, dan Vit. C e. Penerimaan ibu/keluarga terhadap kehamilan f. Masalah yang pernah dialami ibu saat hamil Tidak ada Masalah
: baik
4. Riwayat IntraNatal a. Persalinan ke
:1
b. Tempat dan penolong persalinan
: RS dan dokter
c. Masalah saat persalinan
: Tidak ada
d. Cara persalinan
: Normal
e. Lama persalinan Kala 1
: 10 jam
Kala II
: 1 jam
Kala III
: 10 menit
Kala IV
: 2 jam
f. Keadaan bayi saat lahir Segera menangis/tidak
: Hidup, Segera menangis
BB Lahir/PB lahir
: 3000gr / 51cm
g. Imunisasi Vit K dan Salep mata
: Sudah diberikan
5. Riwayat kesehatan a. Bayi Tidak memiliki kelainan kongenital b. Keluarga Keluarga mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM, Hepertensi, dan penyakit menular seperti TBC.
6. Status imunisasi Belum diberikan
7. Data kebutuhan biologis a. Kebutuhan nutrisi Jenis
: ASI
Frekuensi
: sampai bayi merasa kenyang
Banyaknya
: sesuai kebutuhan
b. Eliminasi
1) BAB Frekuensi
: 2 x dalam 8 jam
Warna
: kuning
Konsistensi
: lembek
Masalah
: tidak ada
2) BAK Frekuensi
: ± 6 x dalam 8 jam
Warna
: kuning jernih
Bau
: Khas
Masalah
: tidak ada
c. Kebutuhan personal Hygiene Frekuensi mandi
: 1 x sehari
Frekuensi ganti pakaian
: sesuai kebutuhan
Penggunaan popok anti tembus
: sesuai kebutuhan
8. Data psikososial dan spiritual orang Tua/Keluarga a. Tanggapan keluarga terhadap kelahiran bayi
: senang
b. Tanggapan keluarga terhadap keadaan bayi
: senang
c. Penggambil keputusan dalam keluarga
: suami
d. Pengetahuan keluarga tenteng perawatan bayi
: Bidan
B. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan umum a. Keadaan umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Tanda vital Nadi
: 140 x/menit
Suhu
: 38,5 ºc
Respirasi
:40 x/menit
2. Pemeriksaan antropometri a. BB
: 3000gr
b. PB
: 51cm
c. Lingkar kepala Sirkumferensia sub occipito bregmatika
: 33 cm
Sirkumferensia fronto occipitalis
: 36 cm
Sirkumferensia mento occipitalis
: 35 cm
d. Lingkar dada
: 33 cm
e. Lila
: 10 cm
3. Pemeriksaan khusus Kepala
: Tampak bersih, tampak pembengkakan di bagian belakang kepala dan terdapat nyeri tekan.
Muka
: Simetris, tidak ada paralysis wajah dan tidak sianosis
Mata
: Simetris, icterus bagian sclera
Telinga
: Simetris, tidak ada masa, bersih tidak ada pengeluaran serumen.
Hidung
: Tidak ada polip dan secret,tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut
: Bibir tidak sianosis, tidak ada kelainan seperti labioskizis dan labiopalatoskizis.
Leher
: Tampak kaku, tidak tampak dan tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis.
Dada
: Tampak simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada retraksi dada
Perut
: Tidak tampak adanya benjolan abdomen, tidak tampak ada tanda- tanda infeksi pada tali pusat.
Tungkai
: Simetris antara kiri dan kanan, gerakan kurang aktif, jumlah jari tangan dan kaki lengkap, warna kulit kemerahan, warna kuku merah muda.
Genetalia
: Testis turun ke skrotum dan terdapat lubang penis
Anus
: Berlubang dan tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan refleks primitive a. Refleks moro
: (+)
b. Refleks sucking
: (+)
c. Refleks rooting
: (+)
d. Refleks grasping
: (+)
e. Refleks babyski
: (+)
5. Pemeriksaan penunjang Laboratorium tanggal 27 February 2019: Hemoglobine
: 8,2 gr%
Leukosit
: 24.400/mm3
Warna CSS
: Keruh/purulen
C. ANALISA DATA 1. Diagnosa kebidanan
: Bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis.
2. Masalah
: Kejang
3. Kebutuhan
: KIE keluarga pasien dan kolaborasi dr. SpA.
D. PENATALAKSANAAN 1. Memberi tahu hasil pemeriksaan bahwa bayinya dalam keadaan baik, yang ditandai dengan suhu 38,5,5ºc, nadi 140x/menit, R 40x/menit, kepala tampak membengkak, leher tampak kaku, ekstrimitas teraba dingin hasil pemeriksaan penunjang Hb 8,2%, leukosit 24.400/mm3, warna CSF keruh/ purulent “ibu mengetahui hasil pemeriksaan”
2. Menjaga Kehangatan bayi a. Mengeringkan tubuh bayi
b. Memberi pakaian yang ahangat dan nyaman c. Memasukkannya ke Incubator selama perawatan “ bayi sudah dimasukkan kedalam inkubator semala beberapa hari”
3. Mengajarkan ibu untuk melakukan kompres hangan pada bayi jika suhu tubuh bayi sedang tinggi “ibu sudah diajarkan dan mau melakukannya”
4. Perawatan tali pusat a. Tidak membubuhkan cairan/ramuan ke tali pusat bayi b. Membalut dengan kasa steril “Iperawatan sudah dilakukan”
5. Kolaborasi dengan dr SpA untuk pemberian terapi “Kolaborasi sudah dilakukan”
6. Memberitahu kepada keluarga pasien untuk memberikan ASI saja sesuai kebutuhan sampai bayi berusia 6 bulan. “Keluarga mengerti dan mau melakukannya”
BAB IV PEMBAHASAN
Meningitis bakteri adalah suatu peradangan pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subaraknoid termasuk CSS yang dapat disebabkan oleh bakteri yang menyebar masuk ke dalam ruang subaraknoid (Hoffman dan Weber, 2009). Pada tanggal 25 Maret 2019, dilakukan pengkajian data subjektif pada bayi Ny.M, ibu mengatakan bayinya mengalami kejang-kejang dari pengkajian data objektif didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, Nadi 140x/m, suhu 38,50C respirasi 40x/m kemudian hasil pemeriksaan khusus didapat bagian kepala tampak membengkak, leher tampak kaku, ekstrimitas teraba dingin dan hasil pemeriksaan penunjang Hemoglobin 8,2gr% Leukosit 24.400/mm3, warna CSS keruh/purulent, pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS) melalui fungsi lumbal adalah satu-satunya pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis meningitis sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan (Made Sukmawati, 2017). Dari hasil analisa data didapatkan diagnose bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis, masalah kejang, kebutuhan KIE dan kolaborasi dengan dokter SpA. Penatalaksanaan yang diberikan kepada bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis yaitu memberikan kompres dingin kepada bayi, memberikan ekstra
cairan (ASI), memberikan anti pireteka dan pengobatan sesuai advis
dokter, observasi kejang dan tanda-tanda vital. Bayi setiap 4 jam sekali. Asuhan kebidanan yang diberikan kepada bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis sudah sesuai dengan teori. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik. Teori yang digunakan diterapkan sehingga tidak ada kesenjangan dan juga memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa. Menerapkan teori dalam kenyataan sangat diperlukan agar pekerjaan lebih efektif dan terarah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan data subjektif ibu mengatakan bayinya mengalami kejang. Dari data objektif serta semua hasil pemeriksaan yang telah dilakukan keadaa umum bayinya baik kesadaran composmentis tetapi dalam pemeriksaan umum didapat suhu 38,50C, kemudian dari pemeriksaan khusus didapat bagian kepala tampak membengkak, leher tampak kaku, ekstrimitas teraba dingin dan hasil pemeriksaan penunjang Hemoglobin 8,2gr% Leukosit 24.400/mm3, warna CSF keruh/purulent. Dari hasil analisa data didapatkan diagnose bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis, masalah kejang, kebutuhan KIE dan kolaborasi dengan dokter S.pA. Penatalaksanaan yang diberikan kepada bayi baru lahir 1 hari yang lalu dengan meningitis yaitu memberikan kompres dingin kepada bayi, memberikan ekstra cairan (ASI), memperikan anti pireteka dan pengobatan sesuai advis dokter, observasi kejang dan tandatanda vital. Bayi setiap 4 jam sekali. B. Saran 1. Bagi institusi pendidikan Hendaknya lebih memberikan bimbingan dan arahan pada mahasiswa dalam membuat makalah untuk meningkatkan kualitas dan meningkatkan mutu pendidikan bagi angkatan selanjutnya. 2. Bagi mahasiswa Hendaknya mampu menerapkan pengetahuan dan wawasan yang didapat tentang gambaran umum asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan meningitis.
Daftar Pustaka
Alissya, Rachman. (2017). Prevelens Meningitis Neonatal dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi pada bayi klinis sepsis di ruang NICU RSUP Sangatlah Denpasar. Hoffman, danWeber Joerg.R. 2009. Pathophysiologi And Treatment of Bacterial Meningitis, therapeutic advances in Neorological disorder vol 2(6): 401412 Suliswati.(2016). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC Ngastiyah. (2016). Perawatan Anak Sakit. Ed.2, Jakarta: EGC. Donna L. Wong (2003). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC