Bab Ii.docx

  • Uploaded by: elisa yusefheni
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,030
  • Pages: 11
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Meningitis bakteri adalah suatu peradangan pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subaraknoid termasuk CSS yang dapat disebabkan oleh bakteri yang menyebar masuk ke dalam ruang subaraknoid (Hoffman dan Weber, 2009). Meningitis adalah inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada meningitis, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Wordpress, 2009). Efek peradangan

dapat

mengenai

jaringan

otak

yang

disebut

dengan

meningoensefalitis (Wordpress,2009).

B. Etiologi 1. Bakteri Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah : a. Haemophillus influenza Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi pada bayi dan anak-anak. H. influenzae paling sering menyebabkan infeksi telinga, mata, atau sinus, dan pneumonia. b. Nesseria meningitides (meningococcal) Bakteri Neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri identik pada warna dan karakteristik morfologinya dengan Neisseria gonorrhoeae. Ciri khas bakteri ini adalah berbentuk diplokokus gram negative, berdiameter kira-kira 0,8 μm. Neisseria meningitis tidak bergerak (nonmotil) dan tidak

3

4

mampu membentuk spora. Masing-masing dari kokusnya berbentuk seperti ginjal dengan bagian yang rata atau cekung berdekatan. Bakteri meningokokus ini dapat mengalami otolisis dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan alkali. c. Diplococcus pneumoniae (pneumococca) anggota

dari genus Streptococcus yang Gram-positif, alfa-hemolitik

(dalam kondisi aerob) atau beta-hemolitik (dalam kondisi anaerob), dan anaerob fakultatif. Sebuah bakteri patogen pada manusia yang signifikan, S.

pneumoniae diakui

sebagai

penyebab

utama pneumonia pada akhir abad ke-19, dan merupakan subyek dari banyak penelitian kekebalan humoral. d. Streptococcus, grup A Bakteri Streptococcus terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Bakteri ini pada dasarnya merupakan jenis bakteri yang dapat hidup dan tumbuh di tubuh manusia, serta tidak menimbulkan penyakit yang serius. Namun, pada keadaan tertentu, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi yang menimbulkan gejala, mulai dari ringan hingga serius. e. Staphylococcus aureus bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm.S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit f. Escherichia coli Escherichia coli atau disingkat E. coli adalah bakteri yang umum ditemukan di dalam usus manusia. Bakteri ini terdiri beberapa jenis dan sebagian besar di antaranya tidak berbahaya. Itu artinya bahwa hanya segelintir jenis bakteri E. coli yang dapat merugikan kesehatan.

5

g. Klebsiella Proteus h. Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penyebab infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun. 2. Virus Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia. 3. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita. 4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. 5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak yang mendapat obat imunosupresi. 6. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. (Susilawathi et al., 2016). C. Tipe Meningitis Meningitis dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut : 1. Meningitis Kriptikokus Meningitis yang disebabkan oleh Jamur kriptikokus. Jamur ini bisa masuk ketubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering Kriptikokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis kriptikokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 dibawah 100. Diaknosis : Darah atau cairan sumsum tulang belakang dalam dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbukan jamur kripkokus dari contoh cairan. Tes CRAG

6

cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tintah India (Yayasan Spirita, 2006). 2. Viral Meningitis Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat dimusim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis, antara lain virus herpes dan virus penyebab flu berat. (Anonim, 2007). 3. Bakteri Meningitis Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit serius salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai ke daerah organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian (Anonim, 2007). 4. Meningitis Tuberkulosis Generalisata Gejala : Demam, mudah kesal, opstipasi, muntah-muntah, ditwmukan tanda-tanda perangsangan menigen seperti kaku kuduk, suhu badan nai turun, nadi sangat labil atau lambat, hipertensi, abdomen tampak mencekung,gangguan saraf otak. Penyebab : Kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis : Meningitis tuberculosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak,darah,radiologi, tuberculin (Harsono,2003). 5. Meningitis Purulenta Gejala : Demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung sendi.

7

Penyebab

:

Diplococcus

pneumonia

(pneumokok),

Neisseria

meningitides(meningokok), strerococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,haemophilus influenza, Escherichia coli, klebsiella pneumonia, pneudomonas aeruginosa. Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi,radiologic, pemeriksaan EEG(Harsono,2013).

D. Patofisilogi Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak. Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hipertermi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2010). E. Manifestasi Klinis Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jayturen, 2011). Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:

8

1. Anak dan Remaja a. Demam b. Mengigil c. Sakit kepala d. Muntah e. Perubahan pada sensorium f. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal ) g. Peka rangsang h. Agitasi i. Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, mengantuk, stupor, koma. j. Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus k. Tanda Kernig dan Brudzinski positif l. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi m. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme: n. Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila o. berhubungan dengan status seperti syok p. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae) q. Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal) 2. Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan hingga 2 tahun yaitu : a. Muntah b. Peka rangsangan yang nyata c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi) d. Fontanel menonjol e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnose g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)

9

3. Neonatus Tanda-tanda Spesifik : a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari d. Menolak untuk makan e. Kemampuan menghisap buruk f. Muntah atau diare g. Tonus buruk h. Kurang gerakan i. Menangis buruk j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit k. Leher biasanya lemas 4. Tanda-Tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus : a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi) b. Ikterik c. Peka rangsang d. Mengantuk e. Kejang f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea g. Sianosis h. Penurunan berat badan (Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 ) F. Komplikasi 1. Hidrosefalus obstruktif 2. Meningococcal septicemia (mengingocemia) 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)

10

4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) 5. Efusi subdural 6. Kejang 7. Edema dan herniasi serebral 8. Cerebral palsy 9. Gangguan mental 10. Gangguan belajar 11. Attention deficit disorder G. Penatalaksanaan 1. Antibiotik a. Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin. 1) seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau 2) sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam. b. Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan 1) Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam 2) ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam c. Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari. d. Jika tidak ada perbaikan: 1) Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk. 2) Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.

11

3) Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5 hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS e. Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen: 1) INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan 2) Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 69 bulan 3) Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama 4) Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) – selama 2 bulan 2. Steroid a. Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri. 1) Perawatan Penunjang pada anak yang tidak sadar: a) Jaga jalan napas b) Posisi miring untuk menghindari aspirasi c) Ubah posisi pasien setiap 2 jam d) Pasien harus berbaring di alas yang kering e) Perhatikan titik-titik yang tertekan. 2) Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian cairan dan nutrisi.

12

3. Pemantauan Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat. a. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan perilaku anak. b. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama setidaknya dalam 48 jam pertama. c. Periksa tetesan infus secara rutin. Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah sakit.( Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003). Pengobatan Meningitis pada Neonatus empiris antibiotik untuk terapi yang diduga miningitis bakterial Usia

Antibiotik

Neonatus 0-1 minggu <2 kg

Ampicillin 100 mg/kg per hari div q 12 h plus cefotaxime 100 mg/kg per hari div q 12 h

>2 kg

Ampicillin 150 mg/kg per hari div q 8 h plus cefotaxime 150 mg/kg per hari div q 8 h

1-4 minggu

Ampicillin 200 mg/kg per hari div q 6 h plus cefotaxime 150 mg/kg per hari div q 6 h

Pasien

yang

lebih tua 4-8 minggu

Ampicillin 200 mg/kg per hari div q 6 h plus

13

Ceftriaxone 100 mg/kg per hari div q 12 h atau cefotaxime 200 mg/kg per hari div q 6 h 8 minggu

Ceftriaxone 100 mg/kg per hari div q 12 h atau cefotaxime 200 mg/kg per hari div q 6 h

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"