Kebijaksanaan Subsidi Dan Pajak Untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian

  • Uploaded by: Iwan Nugroho
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kebijaksanaan Subsidi Dan Pajak Untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian as PDF for free.

More details

  • Words: 2,809
  • Pages: 9
KEBIJAKSANAAN SUBSIDI DAN PAJAK UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK PERTANIAN1 Iwan Nugroho dan Sudiyono

Pendahuluan Peran pemerintah di dalam perekonomian mungkin tidak ada habisnya untuk dikaji. Bahkan mungkin menjadi makin tidak populer sejalan dengan kecenderungan perdagangan yang makin liberal, kalau pun diijinkan maka lebih ditekankan kepada kebijaksanaan moneter atau yang mempengaruhi balance of payment. Pendeknya dalam liberalisasi perdagangan, hanya yang berperilaku efisien saja yang punya peluang melakukan aktifitas ekonomi: mengalokasikan sumberdaya modal, alam, dan manusia. Namun demikian, yang mampu dan memenuhi persyaratan menjalankan efisiensi hanyalah beberapa negara saja, dimana jumlah penduduknya hanya seperlima populasi dunia. Sebagian besar negara, yang tergolong negara sedang berkembang (NSB), yang menyusun delapan puluh persen populasi dunia, masih jauh dari yang diharapkan untuk menyesuaikan dengan perdagangan bebas. Diperlukan perubahan struktural yang menyeluruh di dalam negerinya agar mereka siap berkompetisi dan kelak memperoleh manfaat dari liberalisasi perdagangan. Dalam transisi atau proses perubahan itulah peranan negara masih diperlukan bagi NSB. Bagi NSB maka tidak ada pilihan, kebijaksanaan fiskal, moneter, atau balance of payment atau kombinasinya, atau dikemas dengan bentuk lain, bisa mana saja dipilih sepanjang menuntungkan bagi NSB. Pemerintah bisa secara langsung terlibat membelanjakan anggaran negara, menarik pajak, dan memberikan subsidi. Kebijaksanaan fiskal kemudian ternyata memberikan dampak yang positif dalam menciptakan harmoni (mencegah kesenjangan) antar kelompok masyarakat kota dan desa (de Janvry, Fargeix, and Sadoulet (1991). Kebijaksanaan fiskal (current and investment expenditure) memberikan lapangan kerja kepada orang-orang desa sehingga ia memperoleh pendapatan dan meningkatkan agregat permintaan. Sementara itu Bruno (1979) melihat bahwa kebijaksanaan balance of payment (subsidi dan tarif atau pajak ekspor dan impor) juga relatif canggih dalam upaya memperbaiki dan menstabilisasi perekonomian NSB. Bahkan negara maju pun menjelang Putaran Uruguay disepakati, sangat strict mematok tarif agar sektor domestiknya terlindungi. Hal ini disadari karena pemberian subsidi atau penetapan tarif ini sangat membantu peningkatan daya saing produk domestik. Bukti kemajuan Jepang adalah contoh yang relevan (Cook, 1991). Paper ini mencoba menelaah tentang kebijaksanaan subsidi dan pajak dalam rangka meningkatkan daya saing dalam perdagangan sektor pertanian. Pertama melihat kepada subsidi ekspor produk pertanian dan kedua melihat subsidi dan pajak dalam bentuk yang lain yang diterapkan di Amerika Serikat (AS) dan Canada.

1

Naskah dipublikasi pada WIDYA HUMANIKA (JIUWG) (tahun 1999) 2(7):63-69. ISSN 1411-0652 1

Konsepsi Dasar Kebijaksanaan pengendalian perdagangan diklasifikasikan oleh Chacholiades (1978) dalam Tabel 1. Nampak bahwa ada empat pilihan kebijaksanaan pengendalian melalui harga dan dua melalui jumlah. Subsidi pada dasarnya sama dengan pajak negatif sehingga kemudian dapat dinyatakan bahwa hubungan antara subsidi ekspor dan impor adalah sama juga dengan hubungan pajak ekspor dan impor. Hal ini dikenal dengan Lerner’s symmetry theorem. Kedua hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut. Tabel 1. Klasifikasi Kebijaksanaan Pengendalian Perdagangan (Chacholiades, 1978; p. 442) 

Harga



Pajak

Subsidi

Pajak Ekspor Pajak Impor

Subsidi Ekspor Subsidi Impor

Jumlah



Kuota



Ekspor Impor

Kuota Ekspor Kuota Impor



Agar negara dapat memberikan subsidi maka ia harus memiliki anggaran cukup. Negara memperoleh anggaran itu dari pajak yang dikenakan terhadap individu-individu baik berupa pendapatan atau kepemilikannya. Memang pernyataan ini cenderung menyederhanakan karena kenyataannya pemerintah juga mengkonsumsi output dari individu-individu tersebut. Gambaran subsidi dan hubungannya dengan harga disajikan berikut. Katakan rasio harga atau term of trade (TOT) dunia Pw = Px/Py (dimana x dan y komoditi ekspor dan impor) Jika besarnya subsidi adalah s (persentase dari unit harga ekspor), maka rasio harga domestik adalah Pd dengan memenuhi hubungan Pw = Pd (1 - s). Ini kemudian dapat dilihat lagi ke dalam Gambar 1. Kurva penawaran perdagangan bebas terletak pada OO*. Keseimbangan perdagangan domestik ada pada B dengan rasio harga Pd. Pada keseimbangan ini, upaya ekspor nampaknya terbatas sehingga negara tidak dapat berbuat banyak memperoleh pajak untuk kepentingan subsidi. Oleh karena itu, negara harus mengubah keadaan tadi (tentu dengan kebijaksanaan subsidi ekspor) dengan menggeser keseimbangan domestik menuju sepanjang Pw dipandu oleh kurva indifferen II*. Pada titik keseimbangan baru, yaitu A, unit ekspor lebih banyak, dan harus terletak sebelah kanan dari kurva penawaran OO*. Memang hal ini merupakan distorsi namun telah ditekan secara efektif oleh subsidi sehingga rasio harga domestik dan dunia menjadi sama pada Pw. Besarnya subsidi dalam Gambar 1 diuraikan berikut:

2

O* Impor (Y)

I

Pd TOT (Pw)

B A

I*

E

O

C

D

Expor (X)

Gambar 1. Hubungan antara ekspor dan impor dalam menjelaskan subsidi ekspor (Chacholiades, 1978; p. 460)

Pw

=

Pd (1 - s)

atau ED ED  =  OD CD

(1 - s)

oleh karena ada yang sama antara ruas kiri dan kanan, yaitu ED, maka dapat ditulis: CD  = 1 - s OD atau CD OD - CD s = 1 -  =  OD OD sehingga menjadi OC  OD Tabel 2. Kebijaksanaan Perdagangan dan Perubahan TOT

s =

Kebijaksanaan Subsidi Ekspor

TOT domestik

Subsidi Impor 3

TOT dunia

Pajak Ekspor Tarif Impor Gambaran subsidi impor juga berlaku sama dengan subsidi ekspor tentu dengan kasus yang berbeda. Kalau subsidi ekspor menurunkan TOT domestik menjadi sama dengan TOT dunia, maka subsidi impor berfungsi untuk menurunkan TOT dunia menjadi sama dengan TOT domestik. Keterangan ini juga berlaku sama untuk pajak ekspor atau tarif impor. Pajak ekspor untuk meningkatkan TOT domestik menjadi sama dengan TOT dunia (Tabel 2). Sementara tarif impor untuk meningkatkan TOT dunia menjadi sama dengan TOT domestik. Selama hal tersebut bisa dipenuhi, maka tujuan tarif atau subsidi untuk menekan distorsi akan tercapai.

Pengalaman Empirik Bentuk-bentuk subsidi ekspor dalam pengertian yang luas, setiap negara, punya pengalaman yang spesifik berbeda dengan negara lainnya. Dalam hal ini program atau kebijaksanaan negara berpengaruh penting terhadap bentuk atau aturan teknis subsidi sekaligus menentukan efektifitas kebijaksanaan secara keseluruhan: terkait dengan harga, jumlah output, income dalam sektor yang sama atau yang berbeda. Misalnya, subsidi ekspor bisa saja dalam harga bahan baku, input, atau transport cost seperti yang diterapkan di AS dan Canada (Perry, Nixon, and Bunnage, 1992)

Bentuk Subsidi Chambers and Paarberg (1991) mengelompokkan subsidi ekspor menjadi dua, yaitu subsidi ekspor langsung (cash export subsidies) atau SL dan subsidi tidak langsung (inkind export subsidies) atau STL. Di AS SL diterapkan dalam gandum sementara STL pada padi, kapas, dan nonfat dry milk. Model dari studinya adalah dua negara, melibatkan empat komoditi: traded agriculture untuk ekspor, yang diberi subsidi disimbolkan a; traded nonagriculture atau sektor lainnya (b); nontraded agriculture (1); dan nontraded nonagriculture (2). SL dapat dijelaskan hubungannya dengan harga domestik (pa) dan harga dunia (pa*) dengan persamaan (s adalah subsidi): s = pa* - pa Negara menyediakan anggaran untuk subsidi berasal dari income domestic, yaitu: I = K1π1(αpa , 1) + K2π2(βpb , 1) + L - sya dimana

I =

K1 , K2 π1(αpa , 1) π1(αpa , 1) L

= = = =

pendapatan nasional (domestic income) untuk membeayai subsidi ekspor kapital sektor pertanian dan lainnya, mobile factor rental rate sektor pertanian rental rate sektor lainnya tenaga kerja 4

s = ya =

subsidi output sektor pertanian

Secara bersama K1π1(αpa , 1), K2π2(βpb , 1) dan L merupakan real income yang diperoleh faktor produksi yang masing-masing berasal dari sektor pertanian, non pertanian dan tenaga kerja. Sementara sya adalah total subsidi yang harus dikeluarkan untuk sektor pertanian. Premisnya adalah bahwa SL mengakibatkan permintaan luar negeri naik sehingga dapat menaikkan harga komoditi pertanian domestik (pa) dan juga harga komoditi intermediatenya (p1). Sebaliknya, keadaan tersebut mengakibatkan harga komoditi non pertanian (pb) dan intermediatenya (p2) L turun. Pengaruh SL terhadap real income pertanian secara umum adalah naik dan sebaliknya terhadap non pertanian. Namun kenaikan itu tidak seberapa tinggi pada L meski masih lebih tinggi dibanding real income non pertanian. Dari sini nampak bahwa benefit petani dari SL ini diberikan kepada internasional middlemen yang terlibat dalam mata rantai ekspor produk pertanian. Sementara itu STL dibedakan menjadi dua, yaitu STL ke petani (STLP) dan STL ke exporter (STLE). STLP tidak menganggap komoditi sekarang (komersial) yang direncanakan untuk ekspor, namun kepada stok. Jadi benar-benar terpisah dari pasar demikian pula harganya. STLP berpengaruh menambah suplai komoditi intermediate pertanian (y1) yang juga akhirnya menurunkan harganya. Berikutnya pa turun dan kemudian pb dan p2 naik. Ini kemudian mengakibatkan rental rate sektor pertanian (RRSP) turun sementara pada non pertanian (RRSNP) menjadi naik. Share pertanian turun lebih banyak dibanding labor dan keuntungan non pertanian. Pada akhirnya stok menggantikan komoditi ekspor komersial. Petani mungkin tidak menurun pendapatannya karena diganti oleh STLP meskipun juga tergantung elastisitas y1. Kalau tidak elastik, kenaikan y1 mengakibatkan jatuhnya pa sangat menyolok, dengan fenomena seperti itu mungkin STLP tidak cukup mengimbangi kerugian petani. Kalau elastis, jatuhnya harga tidak parah, sehingga STLP benar-benar membantu petani. Yang jelas STLP cenderung menurunkan TOT komoditi pertanian, sejalan dengan uraian Tabel 2. Dalam STLE, untuk kasus inelastik, akibat kenaikan permintaan luar negeri maka kenaikan suplai sedikit saja harganya menjadi turun drastis. Akibatnya p1 juga menurun sementara pb dan p2 meningkat. Sebaliknya kalau kasusnya elastik, maka pa dan p1 naik sementara pb dan p2 menurun. Dengan asumsi keuntungan eksportir nol, maka besarnya subsidi dalam STLE sama dengan STLP. Namun hal ini teoritis, kenyataannya rent eksportir adalah lebih tinggi sementara petani dihadapkan dengan rendahnya harga dan income.

Subsidi Ekspor dan Stabililasi Harga Realitanya, kebijaksanaan subsidi ekspor selalu diikuti penetapan (dipatok duluan) harga terutama pada intermediate pertanian (p1t). Ini berarti policy subsidi ekspor tidak mengganggu alokasi labor. Dan karena kapital 1 dan 2 konstan, maka tidak merubah produksi domestik dan harga intermediate pertanian atau non pertanian. Jadi justifikasinya tinggal dipengaruhi konsumsi domestik dan pembelian luar negeri. 5

Untuk SL, terjadinya kenaikan dalam pa dan p1 (karena permintaan ekspor) mengakibatkan permintaan komoditi intermediate domestik pertanian turun. Karena p1t dipatok duluan, maka tidak ada perubahan produksi dan konsekwensinya ekspor harus meningkat (sekalipun nantinya pa* juga turun). Income petani sama seperti belum ada SL, dan dengan stabilisasi harga hanya memperbesar ekspor, sementara rent subsidi dinikmati oleh konsumen luar negeri. Untuk STLP, terjadinya penurunan pa menyebabkan konsumsi domestik naik. Sementara itu karena produksi tidak berubah dengan p1t tetap, maka porsi komersial (selain stok) cenderung turun diganti stok. Income petani nampak meningkat sejalan dengan STLP maupun penetapan p1t. Untuk STLE, karena pa dan pa* jatuh maka ekpor harus dinaikkan. Dengan p1t konstan, maka petani tidak mengalami perubahan apapun. Benefit subsidi ditransfer ke konsumen domestik dan luar negeri.

Kasus Canada dan AS Kebijaksanaan subsidi apapun bentuknya yang dapat meningkatkan daya saing (untuk ekspor), bila ingin dilihat hasilnya, tentu harus memperhatikan detil-detil dari aliran manfaat dan beaya dalam sistem produksi. Kebijaksanaan lainnya, misalnya pajak, yang terkait dengan sistem produksi juga harus dikenali pengaruhnya. Studi yang dilakukan Perry et al. (1992) nampaknya bisa memberikan gambaran tersebut, sekaligus melihat potensi keunggulan komparatif dari suatu sistem produksi. Dengan pendekatan Monte Carlo, mereka membandingkan produktifitas Montana Farm, AS dan Alberta Farm, Canada dalam alternatif kebijaksanaan program sosial dan pajak (Tabel 3). Tabel 3. Perbandingan Montana dan Alberta Farm Dalam Alternatif Program Sosial dan Pajak (Perry et al., 1992) 

Montana Farm



Alberta Farm



US Taxes

Canadian Taxes

US Taxes

Canadian Taxes

Net farm Income, a

8050

10024

6296

8242

Total Tax payment, b Faderal State Sales/Fuels Government Pension Property

7880 2248 1166 324 2808 1334

8534 2985 1820 1946 933 850

7260 2075 1020 300 2522 1343

7940 2657 1709 1892 832 850

Net Family Withdrawals, c

-2184

-4658

-1524

-3872

Change in Net worth, a-b-c

2354

6148

560

4174

 ------------------------------------- dolar -----------------------------------



Metode didisain sedemikian rupa sehingga perbedaan keuntungan (change in net worth) merupakan akibat dari perbedaan kebijaksanaan dan tanggapan petani terhadap kebijaksanaan tersebut. Ada empat skenario: (1) Montana farm menerapkan kebijaksanaan program sosial (S) dan pajak (T) wilayahnya (AS) sendiri (lihat kolom 2 Tabel 3), (2) 6

Montana farm menerapkan S AS sendiri, dan T dari Canada (kolom 3 Tabel 3), (3) Alberta farm menerapkan S Canada dan T dari AS (kolom 4 Tabel 3), dan (4) Alberta Farm menerapkan S dan T Canada sendiri (kolom 5 Tabel 3). Secara sekilas uraian kebijaksanaan tersebut disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Kebijaksanaan Program Sosial dan Pajak di Montana Farm dan Alberta Farm (Perry et al., 1992) Kebijaksanaan

Montana Farm

Alberta Farm

Beaya Produksi

Bahan agrochemical, misal pupuk dan pestisida lebih murah karena diproduksi di domestik Labor cost lebih murah ($5 per jam) Interest rate dibawah pasar untuk pembelian lahan

Bahan agrochemical lebih mahal, dibeli dari AS, ditambah lagi impor duty Labor cost lebih murah ($5.5 per jam) Interest rate 9% per tahun untuk pembelian lahan

Program Sosial (S)

Petani (dijamin) menerima $50000 per tahun bila panen gagal Fluktuasi harga lebih lebar

Petani (dijamin) menerima harga 80% sebelum panen untuk antisipasi gagal panen Fluktuasi harga kecil karena ada subsidi dalam transport cost

Pajak (T)

Pekerja mandiri (self-employed), Pekerja mandiri, penerimaaan salary penerimaaan salary dipotong 12.4% dipotong 4.6% hingga income $25925 dibayarkan ke Canada hingga income $53400 Pension Plan (CPP) Pekerja lepas (hourly workers) membayar pajak 50% dari jumlah Tidak ada pajak untuk asuransi kesehatan, dibayar oleh pemerintah gaji, setengahnya dibayar sendiri Pekerja mandiri penerimaaan salary GST atau pajak penjualan 7 %, dipergunakan untuk membeli dipotong 2.9 % hingga income produk pertanian $125000 pertama Tidak ada General Sales Tax (GST), negara mengandalkan dari income dan property tax, seperti lahan, bangunan, atau mesin-mesin, yang mencapai 10.4% beaya hidup (termasuk asuransi) atau rata-rata $1040 per tahun

Secara umum beaya produksi di AS lebih murah dibanding Canada. Secara langsung atau tidak ini berhubungan dengan subsidi, dimana pemerintah AS memberi subsidi lebih besar dibanding Canada terutama pada suku bunga dan produk agrochemical. Sementara pada kebijaksanaan program sosial dan pajak, nampaknya sulit dibedakan (karena variablenya tidak sama). Namun demikian Pemerintah Canada nampak lebih sedikit terlibat dalam kebijaksanaan ini dibanding AS.

7

Hasil dalam Tabel 3 memperlihatkan pengaruh program sosial bisa dilihat dengan membandingkan antara kolom 2 dan 4 atau 1 dan 3. Sedangkan membandingkan kolom 1 dan 2 atau 3 dan 4 adalah melihat dampak kebijaksanaan pajak. Tingginya total pajak di Canada merupakan konsekwensi dari kenaikan income dalam kisaran $15000 hingga $20000 yang sudah terkena pajak. Perbedaan pajak ini mencapai $680 (=$7940-$7260) lebih tinggi dalam sistem pajak Canada dibanding AS dalam Alberta Farm. Namun pajak itu adalah untuk pembayaran pensiun (ke CPP). Sementara pajak di AS memang lebih rendah, dengan nilai kena pajak pada kisaran yang sama dengan Canada, namun ada tambahan bahwa setengah nilai pajak harus dibayar sendiri oleh pekerja. Bila ini dihitung maka pajak AS menjadi lebih tinggi $600 dibanding Canada. Atas dasar inilah maka kebijaksanaan program sosial dan pajak di Canada lebih baik dan menguntungkan dibanding AS. Data change in net worth (Tabel 3) membuktikan hal ini. Didukung oleh lebih rendahnya harga produk (spring wheat, winter wheat, dan barley $3.79, $3.79, dan $1.6; bandingkan dengan AS yang berturut-turut $4.45, $4.34, dan $2.18), maka tidak dapat disangkal lagi bahwa upaya-upaya untuk mencapai produk yang berdaya saing tinggi dimiliki Canada.

Kesimpulan Kebijaksanaan subsidi ekspor langsung produk pertanian akan mendorong peningkatan nilai ekspor melalui penurunan TOT domestik (hingga menyamai TOT dunia) diikuti kenaikkan harga domestik dan komoditi intermediatenya (p1). Ditambah dengan adanya stabilisasi harga pada komoditi intermediate, maka penurunan pada komoditi terakhir itu tidak terjadi. Dengan demikian tidak ada perubahan produksi dan konsekwensinya ekspor harus meningkat (sekalipun nantinya harga dunia juga turun), income petani juga naik sementara penurunan income non pertanian terhambat oleh stabilisasi. Dalam keadaan ini, rent subsidi dinikmati oleh konsumen luar negeri. Kebijaksanaan subsidi ekspor tidak langsung terbagi dua: diberikan ke petani dan ke exportir. Yang pertama, output yang diekspor adalah stok yang disimpan pemerintah, jadi tidak dipengaruhi oleh harga pasar. Didukung oleh stabilisasi harga, income petani semakin meningkat sejalan dengan jumlah stok yang diekspor. Yang kedua, meskipun harga ekspor produk pertanian jatuh, namun karena volume naik terus, maka petani diharapkan memperoleh kenaikan sepanjang eksportir bertindak fair. Tentu saja keadaan ini tidak pernah terjadi, petani selalu dihadapkan dengan harga yang sangat rendah. Sudah sepantasnya, kebijaksanaan subsidi tidak langsung untuk eksportir tidak perlu dipertimbangkan, khususnya bagi NSB yang law enforcementnya belum baik. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan subsidi dan pajak dalam sektor pertanian, selain dapat mempengaruhi harga, output, dari sektor pertanian dan sektor lainnya, juga dapat mempengaruhi daya saing produk itu sendiri. Canada telah membuktikan hal ini, dengan subsidi dan pajak yang lebih kecil, namun ia mampu mencapai harga unit produk yang lebih rendah dibanding AS. Keadaan ini (hanya negara-negara yang sudah maju, seperti Canada dan AS) nampaknya memberikan dukungan kepada penganut klasik bahwa peran pemerintah hendaknya dikurangi agar sistem produksi berjalan secara efisien.

8

Daftar Pustaka Bruno, M. 1979. Stabilization and stagflation in semi-industrialized economy. In: Dornbusch, R. and J. A. Frenkel (eds.). International Economic Policy: Theory and Evidence. The Johns Hopkins, Baltimore, Maryland. 270-289 Chacholiades, M. 1978. International Trade Theory and Policy. McGraw-Hill Kogakusha, Tokyo. 613p. Chambers, R. G. and P. L. Paarberg. 1991. Are more exports always better? Comparing cash and in-kind export subsidies. Amer. J. Agric. Econ. 73(1):142-154. Cook, J. E. 1991. A competitive model of the Japanese firm. Journal of Policy Modelling. 13(1):93-114 de Janvry, A., A. Fargeix, and E Sadoulet. 1991. Political economy of stabilization programs: feasibility, growth, and welfare. Journal of Policy Modelling. 13(3):317345. Perry, G. M. C. J. Nixon, and K. J. Bunnage. 1992. Taxes, farm programs, and competitive advantage for US and Canadian farmers: a case study. Amer. J. Agric. Econ.

9

Related Documents


More Documents from ""