Konsep aktivitas Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatannya berdasarkan kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak diharapkan oleh setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi berdiri, berjalan, bekerja, makan, minum, dan lain sebagainya. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat. System pernafasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Disamping tiu, kemampuan berktivitas tidak lepas dari system dan citra tubuh seseorang. Dalam hal ini, kemampuan beraktivitas tidak lepas dari system persarafan dan muskuloskeletal yang adekuat. Fisiologi pergerakan Pergerakan merupakan rangkaian aktivitas musculoskeletal dan sistem persyarafan didalam tubuh.
yang
terintegrasi
antara
sistem
Sistem musculoskeletal Sistem musculoskeletal terdiri atas (tulang), otot, dan sendi. Sistem ini sangat berperan dalam pergerakan dan aktivitas manusia. Secara umum, rangka memiliki beberapa fungsi (lilis dkk,. 1989), yakni sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5.
Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh). Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati, dan medulla spinalis. Sebagi tempat menempelnya otot dan tendon, termasuk juga ligament. Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat, dan lemak. Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah). Sementara otot berperan dalam proses pergerakan, member bentuk pada postur tubuh, dan memproduksi panas melalui aktivitas kontraksi otot. Sistem persarafan Secara spesifik, sistem persarafn memiliki beberapa fungsi, yakni sebagai berikut. 1. Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari luar kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat. 2. Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu ke bagian tubuh lainnya. 3. Sitem saraf pusat (SSP), berfungsi memperoses impuls dan kemudian memberikan respons melalui saraf eferen. 4. Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian meneruskannya ke otot rangka. Konsep mekanika tubuh mekanika tubuh adalah suatu usaha mengoordinasikan sistem muskuloskeletal dan sitem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh selama mengkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Mekanika tubuh adalah
penggunaan organ tubuh secara efisien sesuai dengan fungsinya. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi risiko cedera sistem muskuloskeletal. Dengan melakukan aktivitas secara benar dan beristirahat dalam posisi yang benar dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan mencegah timbulnya penyakit. Gangguan mekanika tubuh dapat terjadi pada individu yang menjalani tirah baring lama karena dapat terjadi penurunan kemampuan tonus otot. Tonus otot sendiri adalah isitilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan kontraksi otot rangka. Lebih lanjut, penjelasan tentang mekanika tubuh akan berfokus pada (1) kesejajaran tubuh (body aligament). (2) keseimbangan dan (3) gerakan terkoordinasi (coordinated movement). Mekanika tubuh adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan digunakannya tubuh dan bagian-bagiannya secara efisien, aman, dan terkordinasi untuk memindahkan suatu objek dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini difokuskan pada penggunaan body mechanis oleh perawat pada saat mengatur posisi pasien di atastempat tidur, memindahkan pasien di antaratempat tidur, kursi roda, dan brankar. Mekanika tubuh meliputi tiga elemen dasar yaitu sebagi berikut. 1. Body aligment (postur tubuh). Susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang lain. 2. Balance/keseimbangan. Keseimbangan bergantung pada interaksi antara center gravity, line gravity dan base of support. 3. Coordinated body movement (gerakan tubuh yang terkoordinasi), yaitu mekanika tubuh berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan sistem saraf. Kesejajaran tubuh dan postur Kesejajaran tubuh (body aligment) adalah susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Kesejajaran tubuh dan postur merupakan istilah yang sama, dan mengacu pada posisi sendi, tendon, ligament, dan otot selama berdiri, duduk, dan berbaring. Kesejajaran tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot secara adekuat, dan menunjang keseimbangan. Kesejajaran tubuh dan postur yang baik akan menetapkan tubuh pada posisi yang dapat meningkatkan keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk, maupun tidur. Kesejajaran tubuh yang baik dilihat dari keseimbangan persendian, otot, tendon dan ligament. Kesejajaran tubuh yang baik penting untuk meningkatkan sirkulasi ginjal dan fungsi sistem pencernaan. Sementara kesejajaran tubuh yang buruk dapat menggangu penampilan dan mempengaruhi kesehatan karena ada beberapabagian tubuh yang terbatas kemampuannya. Tugas perawat terkait dengan kesejajaran tubuh adalah memberikan contoh bagaimana melakukan kebiasaan yang baik pada postur tubuh sehingga tubuh menjadi sehat. Selain itu, perawat juga bertugas memberikan kenyamanan pada klien yang menderita lumpuh atau cacat serta klien yang mengalami komplikasi akibat kesejajaran tubuh yang kurang baik. Berikut adalah prinsip-prinsip pada kesejajaran tubuh.
1. Keseimbangan tubuh dapat diprtahankan apabila garis gravitasi (garis imajinasi vertical yang melalui pusat gravitasi suatu objek) melewati pusat gravitasi (titik tempat semua massa tubuh pusat) dan fondasi penyokong (fondasi saat tubuh pada posisi istirahat). 2. Jika fondasi penyokong lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar. 3. Jika garis gravitasi berada di luar pusat fondasi penyokong, energy akan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan. 4. Fondasi penyokong yang luas dan kesejajaran tubuh yang baik akan menghemat penggunaan energy dan mencegah kelelahan otot. 5. Perubahan posisi tubuh akan membantu mencegah ketidaknyamanan otot. 6. Kesejajaran tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur. 7. Oleh karena struktur anatomi individu yang berbeda, maka intervensi keperawatan yang diberikan harus bersifat individual dan seuai dengan kebutuhan masing-masing. 8. Dapat memperkuat otot-otot yang lemah dan membantu mencegah kekakuan otot serta ligament. Keseimbangan Mekanisme yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan dan postur tubuh cukup rumit untuk dipahami. Kesejajaran tubuh menunjang keseimbangan tubuh. Tanpa keseimbangan ini, pusat gravitasi akan berubah, menyebabkan peningkatan gaya gravitasi, sehingga menyebabkan resiko jatuh dan cedera. Keseimbangan tubuh dapat ditingkatkan dengan postur dan merendahkan pusat gravitasi, yang dapat dicapai dengan posisi jongkok. Secara umum, perasaan seimbang (sense of equilibrium) bergantung pada input informasi yang diterima dari labirin (telinga bagian dalam), penglihatan (input vestibulookular), dan dari reseptor otot dan tendon (input vestibulospinalis). Pada keadaan normal, reseptor keseimbangan di apparatus vestibular mengirimkan sinyal menuju otak yang akan mengawali refleks yang dibutuhkan untuk mengubah posisi. Sementara pada keadaan lain, misalnya pada perubahan posisi kepala, informasi yang diterima langsung dikirim ke pusat reflex di batang otak sehingga memungkinkan respon reflex yang lebih cepat guna mempertahankan keseimbangan tubuh. Selain mekanisme di atas, keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh pusat gravitasi, garis gravitasi, dan fondasi penyokong seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Gerakan tubuh yang terkoordinasi Gerakan yang halus dan seimbangan merupakan hasil dari kerjasama yang baik antara korteks serebri, serebelum, dan ganglia basalis. Dalam mekanisme ini, korteks serebri bertugas melakukan aktivitas motorik volunter, sedangkan serebelum bertugas mengatur aktivitas gerakan motorik, dan ganglia basalis bertugas mempertahankan postur tubuh. Jika salah satu dari ketiganya mengalami gangguan, misalnya serebelum, gerakan menjadi kaku, tidak terarah, dan tidak terkoordinasi. Friksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan benda. Jika perawat bergerak, berpindah, atau menggerakkan mengikuti beberapa prinsip dasar. Semakin besar area permukaan suatu objek yang bergerak semakin besar
friksi. Friksi dapat juga dikurangi dengan mengangkat bukan mendorong klien.mengkat merupakan komponen gerakan atas dan mengurangi tekanan antara klien dan tempat tidur atau kursi. Pemakaian kain seprai yang dapat ditarik mampu mengurangi friksi karena klien lebih mudah bergerak di atas permukaan tempat tidur. Pengaturan gerakan Sistem skeletal Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri atas empat tipe tulang yaitu panjang, pendek, pipih dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi tubuh (misalnya: femur, fibula dan tibia pada kaki). Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok dan ketika dikombinasikan dengan ligament dan kartilago akan menghasilakn gerakan pada ekstremitas. Dua contoh tulang pendek adalah tulang karpal di kaki dan tulang patella di lutut. Tulang pipih mendukung struktur bentuk seperti tulang di tengkorak dan tulang rusuk di toraks. Tulang ireguler membentuk kolumna vertebra dari beberapa tualng tengkorak, seperti mandibula. Skeletal tempat melekatnya otot dan ligament. Ikatan ini menyebabkan gerakan dari bagian skeletal, sperti membuka dan menutup atau meluruskan lengan atau kaki. Skeletal juga melindungi organ vital misalnya tengkorak melindungi otak dan rusuk melindungi jantung dan paru. Sendi Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sebagai berikut. 1. Sendisinostostik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang 2. Sendi kartilaginus, atau sendi sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan tetapi elastic dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. 3. Sendi fribosa adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligament atau membrane. 4. Sendi sinovial adalah sendi yang dapat digerakkan bebas karena permukaan ulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligament sejajar dengan membrane sinovial.
Ligamen Ligament adalah jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menggabungkan tulang dengan kartilago. Ligament bersifat elastis sehingga membantu fleksibelitas sendi dan mendukung sendi.
Tendon Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang, tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi. Tendon Achiles (tendon kalkaneus) adalah tendon yang paling tebal dan paling kuat di dalam tubuh.
Kartilago Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak terutama di sendi dan toraks, trakea, laring, hidung, dan telinga
Otot Skelet Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara hati – hati untuk mencapai koordinasi. Otot skelet, karena kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi merupakan elemen kerja dari pergerakan. Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh struktur anatomis dan ikatannya pada skelet. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonic dan isometric. Pada kontraksi isotonic, peningkatan tekanan otot menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau pergerakan aktif dari otot. Misalnya, menganjurkan klien latihan kuadrisep. Gerakan volunteer adalah kombinasi dari kontraksi isotonic dan isometric. Missal ketika perawat mengangkat klien diatas tempat tidur, berat klien menyebabkan peningkatan tegangan otot di lengan perawat sampai tegangan tersebut sama (isometric) dengan beban diangkat dan beban lengan bawah. Ketik keseimbangan dicapai, stimulasi berlanjut ke otot memendek (isotonic) dan menekuk siku (gerakan aktif), kemudian klien terangkat dari tempat tidur. Meskipun kontraksi isometric tidak menyebabkan otot memendek, tetapi pemakaian energy meningkat.
Sistem Saraf Pergerakan dan postur tubuh diatur oleh sistem saraf. Area motoric volunteer utama, berada di korteks serebral, yaitu di garis prasentral atau jaringan motoric. Umumya serabut motoric turun dari jalur motoric dan bersilangan pada tingkat medulla. Dengan demikian, serabut motoric dari jalur motoric kanan mengawali gerakan volunter untuk tubuh bagian kiri, dan serabut motoric dari jalur motoric kiri mengawali gerakan volunteer untuk tubuh bagian kanan. Propriosepsi adalah sensasi yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai posisi dan aktivitas otot tertentu. Propriosepsi di dalam tubuh dipantau oleh proprioseptor, yang merupakan tempat ujung – ujung saraf diotot , tendon, dan sendi. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri) untuk mengatur seleruh ketrampilan aktivitas motoric.
Faktor yang Memengaruhi Kesejajaran Tubuh 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Usia serta perkembangan sistem moskuloskeletal dan persarafan akan berpengaruh terhadap postur, proporsi tubuh, massa tubuh, pergerakan, serta refleks tubuh seseorang. Untuk itu, dalam melakukan pengkjian dan intervensi keperawatan, perawat harus
2.
3.
4.
5.
6.
7.
memperhatikan aspek tumbuh kembang individu dan membuat penyesuaian yang dibutuhkan. Kesehatan fisik Gangguan pada sistem moskuloskeletal atau persarafan dapat menimbulkan dampak yang negative pada pergerakan dan mekanika tubuh seseorang. Adanya penyakit, trauma atau kecacatan dapat mengganggu pergerakan dan struktur tubuh. Oleh karenanya, untuk memebrikan intervensi yang tepat pada klien, perawat perlu mengkaji respons klien terkait dengan hambatan mobilitas yang dialaminya. Selain itu, penguatan perilaku juga perlu diberikan kepada klien guna meningkatkan fungsi kesehatannya. a. Masalah pada sistem moskuloskeletal. Penyakit kongenital atau postur tubuh yang abnormal dapat menghambat pergerakan seseorang. Untuk itu, perawat perlu melakukan upaya deteksi dini guna mengetahui adanya masalah pada sistem moskuloskeletal. Di samping itu, perawat juga perlu memberikan penyuluhan kesehatan, konseling, dan dukungan terkait dengan program perawatan yang sesuai untuk klien, misalnya cara melakukan aktivitas dan pengaturan posisi yang tepat untuk klien. b. Masalah pada sistem saraf. Berbagai gangguan atau penyakit pada sistem saraf, sperti Parkinson, sclerosis multiple, cedera serebrovaskuler, stroke, atau tumor pada sistem saraf dapat menyebabkan kelemahan, paealisis spastik, dan plasid pada otot yang dapat menghambat pergerakan dan mobilitas otot. Status mental Gangguan mental atau efektif seperti depresi atau stress kronis dapat memengaruhi keinginan seseorang untuk bergerak. Indiviu yang mengalami depresi cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan tertentu, bahkan kehilangan energy untuk melakukan perawatan hygiene. Demikian pula halnya dengan stress yang berkepanjangan, kondisi ini bisa menguras energy segingga individu kehilangan semangat untuk beraktivitas. Gaya hidup Gaya hidup terkait dengan kebiasaan yang dilakukan individu sehari –hari. Individu dengan pola hidup yang sehat atau kebiasaan makan yang baik kemungkinan tidak akan mengalami hambatan dalam pergerakan. Sebaliknya, individu dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat mengalami gangguan kesehatan yang pada akhirnya akan menghambat pergerakannya. Sikap dan nilai personal Nilai – nilai yang tertanam dalam keluarga dapat memengaruhi aktivitas yang dijalani individu. Sebagai contoh, anak – anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang senang melakukan kegiatan olahraga sebagai sebuah rutinitas akan belajar menghargai aktivitas fisik. Nutrisi Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan. Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat, hal ini bisa menyebabkan kelelahan dan kelemahan otot yang akan mengakibatkan penurunan aktivitas atau pergerakan. Sebaliknya, kondisi nutrisi berlebih (missal obesitas) dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan tubuh sehingga individu menjadi mudah lelah. Stress
Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadap aktivitas tubuhnya. Perasaan tertekan, cemas, dan depresi dapat menurunkan semangat seseorang untuk beraktivitas. Kondisi ini ditandai dengan penurunan nafsu makan, perasaan tidak bergairah, dan pada akhirnya menyendiri. 8. Faktor sosial Individu dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak langsung akan sering menggerakkan tubuhnya. Sebaliknya, individu yang jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar tentu akan lebih sedikit beraktivitas/menggerakkan tubuhnya.
Pengaruh Patologis pada Kesejajaran Tubuh dan Mobilisasi Banyak kondisi patologis yang memengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Ada empat pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi yaitu kelaianan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, dan ttrauma langsung pada sistem muskuloskeletal. 1. Kelainan postur Kelainan postur yang didapat atau kongenital memengaruhi efisiensi sistem musculoskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan penampilan. Selama pengkajian fisik, perawat mengobservasi kesejajaran tubuh dan rentang gerak. Kelainan postur mrngganggu kesejajaran tubuh dan mobilisasi keduanya. 2. Gangguan erkembangan otot Distrofi moskular adalah sekumpulan gangguan yang menyebabkan degenerasi serat otot skelet. Prevalensi penyakit otot terbanyak pada anak, karakteristik distrofi muscular adalah progresif, kelemahan simetris dari kelompok otot skelet, dengan peningkatan ketidakmampuan dan deformitas. 3. Kerusakan sistem saraf pusat Kerusakan komponen sistem saraf pusat yang mengatur pergerakkan volunteer mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Jalur motoric pada serebrum dapat dirusak oleh trauma karena cedera kepala, iskemia karena cedera serebrovaskuler (stroke), atau infeksi bakteri karena meningitis. Gangguan motoric langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur motoric. Misalnya seseorang yang mengalami hemoragik serebral kanan disertai nekrosis total, mengakibatkan kerusakan jalur motoric kanan dan hemiplegia pada tubuh bagian kiri. 4. Trauma langsung pada sistem musculoskeletal Trauma langsung pada sistem musculoskeletal menyebabkan memar, kontusio, salah urat, dan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur terjadi karena deformitas tulang (missal fraktur patologis karena osteoporosis, penyakit plaget, dan osteogenesis imperfekta).
Faktor yang Memengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi 1. Status kesehatan. Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat
2.
3.
4.
5.
6.
disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari, dan lain – lain. Nutrisi. Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah mengalami fraktur. Emosi. Kondisi psikologis seseorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak bersemangat, dan harga diri rendah, akan mudah mengalami perubahan dalam mekanika tubuh dan ambulasi. Situasi dan kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya, sering mengangkat benda – benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan ambulasi. Gaya hidup. Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat mengganggu koordinasi antara sistem musculoskeletal dan neurologi, yang lahirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh. Pengetahuan. Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai dalam penggunaan mekanika tubuh akan menjadikan seseorang berisiko mengalami gangguan koordinasi sistem neurologi dan musculoskeletal.
Akibat Mekanika Tubuh yang Buruk Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi pengeluaran energy secara berlebihan. Dampak yang dapat menimbulkan dari penggunaan mekanika tubuh yang salah adalah terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam sistem musculoskeletal dan risiko terjadinya kecelakaan pada sistem musculoskeletal. Seseorang salah dalam berjongkok atau berdiri, maka akan memudahkan terjadinya gangguan dalam struktur musculoskeletal, misalnya kelainan pada tulang vertebrata.
Mekanisme Pengaturan Gerak yang Disadari Gerak volunteer atau gerak yang disadari adalah suatu gerakan yang dilakukan atas kemauan sendiri. Gerakan ini dihasilkan atas koordinasi dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Penjalaran rangsangan dari impuls untuk melakukan gerakan yang disadari terutama diatur oleh serebral dan sereberal. Ketika ada rangsangan untuk melakukan suatu gerakan yang disadari, impuls yang masuk akan menyebabkan terangsangnya ujung dari serabut otot saraf untuk mengeluarkan neurotransmitter. Secara umum, neurotransmitter dikeluarkan secara eksositosis. Neurotransmitter yang telah dikeluarkan akan bertemu dengan reseptor pada mebran pascasinaps sehingga akan menimbulkan terjadinya pembukaan gerbang pada membrane pascasinaps tersebut. Akibat dari adanya perbedaan voltase di luar dan di dalam membrane, maka terjadilah potensial aksi sehinggal sinyal dari rangsangan bisa menjalar. Gerak sadar
terutama diatur oleh serebral dan sereberal terutama pada zona intermediet pada serebelum. Rangsangan yang ada akan masuk ke medulla spinalis melalui radiks dorsal dari medulla spinalis, kemudian akan berjalan di asenden dan melewati zona intermediet pada serebelum. Zona intermediet pada setiap hemisfer serebelar menerima dua jenis informasi ketika gerakan dilakukan. 1. Informasi langsung dari korteks motoric dan nucleus merah, yang memberitahu serebelum mengenai urutan rencana gerakan yang diinginkan untuk sepersekian detik yang akan dating. 2. Informasi umpan balik dari bagian perifer tubuh, terutama dari bagian distal anggota tubuh, yang memberitahukan serebelum mengenai hasil dari gerakan sekarang. Setelah zona intermediet yang berada pada serebelum ini membandingkan gerakan yang diinginkan dan gerakan sekarang, maka sel nuclear dalam pada nucleus interpositus mengirimkan sinyal keluaran yang bersifat korektif kembali ke korteks motoric melalui nuclei pemancar di thalamus dan ke bagian magnoselular pada nucleus merah yang menjukurkan traktus rubsospinal. Selanjutnya traktus rubsospinal akan bergabung dengan traktus kortikospinal untuk mempersarafi neuron motoric atau eferen yang paling lateral daripada radiks anterior substansia grisea medulla spinalis. Bagian dari sistem pengatur serebelar ini menimbulkan gerakan yang halus dan terkoordinasi pada otot-otot agonis tubuh bagian distal, untuk membentuk gerakan terpola dengan tujuan tertentu. Saat serebelum sudah mempelajari perannya dalam setiap pola gerakan, maka hal tersebut akan menyebabkan aktivitas dari otot agonis dapat dihidupkan dengan sepat pada setiap memulai pergerakan dan di sisi lain menghambat otot-otot antagonis. Pada setiap akhir dari pergerakan, serbelar juga emainkan peran penting yaitu saat mematikan aktivitas otot agonis dan mengaktifkan otot antagonis. Prinsip Mekanika Tubuh Mekanika tubuh penting bagi perawat dank lien. Hal ini memengaruhi tingkat kesehatan mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan dan mencegah kecacatan. Perawat menggunakan berbagai kelompok otot untuk setiap aktivitas keperawatan, seperti berjalan sekama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan memindahkan klien, serta menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat memengaruhi pergerakan tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat meningkatkan efisiensi perawat. Penggunaan yang tidak benar dapat mengganggu kemampuan perawat untuk mengangkat, memindahkan, dan mengubah posisi klien. Perawat juga menggabungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis dan patologis pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang digunakan dalam mekanika tubuh adalah sebagai berikut. 1. Gravitasi. Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh. Terdapat tiga factor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi yaitu pusat gravitasi (center of gravity). Titik yang berada dipertengahan tubuh, garis gravitasi (line of gravity), merupakan garis imaginer vertikal melalui pusat gravitasi, dan dasar
tumpuan (base of support), merupakan dasar tempat seseorang dalam keadaan istirahat untuk menopang atau menahan tubuh. 2. Keseimbangan. Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara mempertahankan posisi garis gravitasi di antar pusat gravitasi dan dasar tumpuan. 3. Berat. Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan adalah berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat benda akan memengaruhi mekanika tubuh. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh Mekanika tubuh dan ambulansi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia. Sebelum melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa prinsip pergerakan dasar yang harus diperhatikan, di antarannya sebagai berikut. 1. Gerakan (ambulating). Gerakan yang benar dapat membantu keseimbangan tubuh. Sebagai contoh, keseimbangan pada saat orang berdiridan saat orang berjalan kaki berbeda. Orang berdiri akan lebih mudah stabil disbanding dengan orang yang berjalan, karena pada posisi berjalan terjadi perpindahan dasar tari tumpuan sisi satu ke sisi yang lain dan pusat gravitasi selalu berubah pada posisi kaki. Pada saat berjalan terdapat dua fase yaitu fase menahan berat dan fase mengayun, yang akan menghasilkan gerakan halus dan berirama. 2. Menahan (squating). Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah. Sebagai contoh, posisi duduk akan berbeda dengan yang jongkok dan tettunya juga akan berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam menahan sangat diperlukan agar tumpuan yang tepat untuk mencegah kelainan tubuh dan meudahkan gerakan yang akan dilakukan. 3. Menari (pulling). Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menarik benda, diantaranya ketinggian, letak benda (sebaiknya berada di depan orang yang menarik), posisi kaki dan tubuh dalam menarik (seperti condong ke depan dari panggul ), sodorkan telapak tangan dan lengan atas di bawah pusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk lalu lakukan penarikan. 4. Mengangkat (lifting). Mengangkat merupakan cara pergerakan daya tarik. Gunakan otototot besar dan tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawah, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang. Oleh karena mengangkat benda termasuk gerakan yang melawan gravitasi, perawat harus menggunakan kelompok otot mayor dari otot paha dan lutut lenagn atas dan bawah , abdomen, dan pelvis untuk mencegah terjadinya strain pada tubuh abgian belakang. 5. Memutar (pivoting). Pivoting adalah suatu teknik tubuh melakukan gerakan memutar bukan hanya bagian tubuh bagian atas, akan tetapi disertai pula dengan perputaran dari
kaki kea rah objek yang dituju. Memutar merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang. Gerakan memutar yang baik memperhatikan ketiga unsur gravitasi dalam pergerakan agar tidak memberi pengaruh buruk pada postur tubuh.
Kondisi Patologis yang Memengaruhi Kesejahteraan Tubuh ( Body Alignment ) dan Mobilisasi Kelainan Postur Tubuh 1. Tortikolis, Tortikolis terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila dilakukan traksi pada kepala untuk melahirkan anak, dapat terjadi cedera otot sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi pemendekan otot akibat fibrosis. Cedera otot sternokleidomastoideus ini dapat terjadi pada setiap metode ekstraksi anak. Gambaran klinis, kepala miring karena otot sternokleidomastoideus memendek, dan teraba seperti tali yang kaku. Bila dibiarkan muka akan menjadi asimetri,tulang belakang akan scoliosis untuk mengimbangi miringnya vertebrata servikalis, dan tengkorak pun akan asimetri. Tata laksana, bila dijumpai pada bayi, fisioterapi diberikan setiap hari berupa masase disertai peregangan dengan harapan otot dapat memanjang. Bila fisioterapi tidak berhasil dilakukan operasi untuk memperpanjang otot sternocleidomastoid, fisioterapi diteruskan lagi pascabedah agar tidak kambuh lagi. 2. Skoliosis. Skoliosis adalah pelengkungan tulang belakang. Kelainan ini dapat terjadi akibat deformitas structural koumna vertebralis yang ada sejak lahir (kongenital) atau dapat timbul akibat penyakit neuromuscular misalnya cerebral palsy atau distrofi otot. Sebagian skoliosis structural dapat timbul tanpa sebab jelas (idiopatik) atau karena postur yang buruk. Scoliosis menyebabkan deformitas dan kadang-kadang nyeri. Apabila keadaan ini tidak diatasi, amak fungsi pernafasan dan jantung dapat terganggu. Gambaran klinis, kelainan penampakan normal vertebra yaitu konkaf-konveks-konkaf yang terlihat menurun dari abhu ke bokong, menonjolakan iga di sisi konveks, tinggi krista iliaka yang tidak sama . hal ini dapat menyebabkan satu tungaki lebih pendek daripada tingaki lainnya, asimetri rongga toraks dan persambungan yang tidak sesuai dari vertebraspinalis akan tamoak apabila individu membungkuk. Penatalaksanaan, scoliosis postural dapat diobati dengan latihan pasif dan aktif. Dapat dipasang penahan eksternal untuk meningkatkan kepatuhan dan kecepatan pemulihan. Skoliosis structural dapat diobati dengan intervensi bedah. Intervensi tersebut dapat berupa penempatan sebuah batang fleksibel di punggung untuk membalikkan lengkungan kolumna vertebralis. Pada kasuskasus yang parah dapat dilakukan fusi (penggabungan) spina di tingkat yang berbeda untuk memperbaiki deformitas.
3. Lordosis. Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan. Penyebabnya adalah kondisi kongenital, kondisi temporer (missal kehamilan). Penatalaksanaan, latihan peregangan sinal (berdasarkan penyebab). 4. Kifosis. Peningakatan kelengkungan pada kurva spinal torakal. Penyebabnya adalah kondisi kongenital, penyakit tulang/riket, dan tuberkolosis spinal. Penatalaksanaan, latihan peregangan sinal, tidur tanpa bantal, menggunapan papan tempat tidur, memakai brace/jaket, penggabungan spinal (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan). 5. Kifolordosis. Kombinasi dari kifosis dan lordosis. Peyebabnya adalah kondisi kongental. Penatalaksanaan, sama dengan metode yang digunakan untuk kifosis dan lordosis (berdasarkan penyebab). 6. Kifoskoliosis. Tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral. Pe;nyebabnya adalah kondisi kongenita. Penatalaksanaan imobilisasi dan operasi (berdasarkan penyebab dan tingakat keparahan). 7. Footdrop. Plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf peroneal. Penyebabnya adalah kondisi kongenital, trauma, posisi imobilisasi yang tidak baik. Penatalaksanaan, tidak ada (tidak dapat dikoreksi), dicegah melalui terapi fisik. 8. Pigeon toes. Rotasi pada kaki depan, biasa pada bayi penyebabnya adalah kondisi kongenital dan kebiasaan. Penatalaksanaan, pertumbuhan, menggunakan sepatu terbalik.
Gangguan Perkembangan Otot 1. Distrofi otot. Distrifi otot mengacu pada berbagai penyakit yang ditandai oleh berkurangnya otot. Gangguan ini tidak disebabkan oleh kelainan saraf, hormone, atau aliran darah. Semua distrofi otot adalah gangguan herediter yang melibatkan cacat enzimatik atau metabolik, oleh karena kecacatan tersebut, sel-sel otot mati dan difagositosis oleh sel-sel sistem peradangan yang menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan hilangnya fungsi otot. 2. Distrofi otot Duchenne. Bentuk tersering distrofi otot adalah distrofi otot Duchenne, suatu penyakit seks yang diwariskan melalui kromosom X dan hamper selalu terdapat pada pria. Pada sekitar 50% kasus, penyakit ini jelas memperlihatkan riwayat keluarga dan diturunkan dari ibu kepada anak laki-laki lainnya. Lima puluh persen lainnya muncul secara spontan akibat mutasi pada kromosom X sebelum atau selama konsepsi. Oleh karena pria hanya memiliki satu kromosom X maka gen defektif yang menyebabkan penyakit tidak dikompensasi oleh gen sehat pada kromosom X yang lain. Penyebab distrofi otot Duchenne adalah terjadi akibat cacat pada gen yang menghasilkan protein distrofin. Distrofin penting untuk memelihara membrane sel otot. Tanpa distrofin, sel-sel otot melemah dan mati. Kelemahan sel-sel otot dimulai di daerah panggul pada anak berusia dua atau tiga tahun. kelemahan tersebut kemudian menyebar ke tungkai dan bagian atas tubuh dalam 3-5 tahun. sewaktu sel-sel otot mati, terbentuk jaringan parut dan sel-sel lemak yang menggantikan sel-sel yang mati sehingga otot (terutama otot betis)
tampak kuat dan berisi (disebut pseudohipertrifi). Akhirnya, kerangka mulai mengalami deformitas dan anak semakin sulit bergerak dan akhirnya hanya menggunakan kursi roda. Otot jantung sring terkena dan sekitar 50% pasien mengidap gagal jantung. Disfungsi otot polos dapat menyebabkan gangguan saluran cerna. Selain itu, mungkin terdapat sedikit retardasi mental, kematian biasanya terjadi akibat komplikasi pernafasan atau jantung pada usia 20’an atau lebih dini. Gambaran klinis, balita tampak canggung, ayunan langkah terguncang-guncang, dan sering jatuh, berjalan dengan jari-jari kaki karena kelemahan tibia anterior, penurunan refleks tendon dalam, pseudohipertrofi otot betis, imobilitas dan terpaku ke kursi roda pada usia remaja, tulang belakang melengkung (kifoskoliosis) akibat melemahnya otot-otot postur, infeksi pernafasan berulang akibat ketidakmampuan mengulang mengembangkan paru secara maksimum. Penatalaksanaan, olahraga yang tidak berat dianjurkan untuk mempertahankan mobilitas dan fungsi selama mungkin, penelitian-penelitian eksperimental berupa penguntikkan intramuskulus distrofin, atau gen untuk distrofin , sekarang dilakukan pada hewan percobaan. Insersi gen akan dapat dilakukan , melalui virus yang telah direkayasa secara genetis untuk membawa gen yang tepat ke dalam sel otot penjamu, sekarang sedang dilakukan penelitian-penelitian eksperimental yakni sel-sel otot imatur sehat diambil dari para ayah pasien distrofi otot dan disuntikkan ke dalam otot putra mereka. Pada saat ini masih belum jelas apakah terjadi perbaikkan bermakna pada fungsi otot para pasien tersebut. Atrofi Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi suatu otot dapat terjadi akibat tidak digunakannya otot tau terjadi pemutusan saraf yang mempersarafi otot tersebut. Pada atrofi otot, ukuran myofibril berkurang. Walaupun tidak benar-benar mengalami atrifi, kepadatan tulang data berkurang akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit atau defisiensi metabolic. Kerusakan Sistem Saraf Pusat 1. Penyakit Parkinson, adalah gangguan otak progresif yang ditandai oleh degenerasi neuron-neuron penghasil dopamine yang terletak dalam di hemisfer sereberum di suatu bagian yang disebut gangliol basal. Awitan penyakit biasanya pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan. Dopamine bekerja sebagai neurotransmitter inhibitorik di proyeksiproyeksi saraf yang berjalan dari gangliol basal ke seluruh otak. Dopamine biasanya berada dalam keseimangan dengan neurotransmiter eksitatorik asetilkolin. Tanpa dopamine, koerteks serebrum, gangliol basal, dan thalamus akan mengalami
perangsangan berlebihan oleh asestilkolin dan menimbulkan tonus otot berlebihan yang ditandai oleh tremor dan rigiditas. Tonus otot-otot wajah yang terfiksasi seperti memperlihatkan tidak adanya responsivitas emosi, walaupun biasanya pasien Parkinson tidak mengalami gangguan emosi atau kognitif, penyebab penyakit Parkison tidak diketahui. Tampaknya tidak terdapat factor genetic. Pada beberapa penelitian, diisyaratkan adanya peran virus dan toksin dalam penyakit ini. Gambaran klinis, tremor pada saat istirahat, mengeluarkan air liur dan disfagia (kesulitan menelan), ayunan langkah terseret-seret, regiditas dan kekuatan otot, akinesia, yang dijelaskan sebagai kemiskinan gerakan, termasuk gerakan-gerakan yang melibatkan ekspresi wajah dan gerakan volunteer lainnya, hilangnya refleks-refleks postural sehingga terjadi kehilangan keseimbangan dan kecenderungan membungkuk. Komplikasi, penyakit Parkinson stadium lanjut dapat berkaitan dengan demensia. Penatalaksanaan dapat diberikan obatobat dopaminergic (L.dopa) atau obat antikolinergik untuk mengurangi gejala, pada beberapa penelitian , transplantasi sel-sel gangliol basal atau medulla adrenal (tmpat lain pembentukan dopamin) dari janin ke otak pasien mengidap Parkinson memberikan hasil yang baik. 2. penyakit Huntington. Pennyakit huntington adaah penyakit degeneratif ganglion dan korteks serebrum yang jarang dijumpai. Penyakit ini diturunkan melalui gen sebagai suatu kelainan dominan obosom, yang tampaknya disebabkan oleh ekspansi suatu kodon berulangbyang terletak di kromosom empat. Awitan penyakit biasanya terjadi pada dekade keempat atau kelima kehidupan. Pada degenerasi ganglion basal dan korteks serebrum,beberapa neutransmiter lenyap. Banyak dari komplikasi penyakit ini terjadi akibat hilangnya neutransmiter inhibitorik asam gama aminobutine (gamma amminobutyric achli GABA). Juga tampak terjadi kelainan pembentukan energi oleh mitrokondria neuron. Gerakan khas yang di jumpai pada pasien penyakit Huntington antara lain adalah gerakan menyentak involunter yang mencolok disebut korea. Gerakan gerakan abnormal ini dapat terjadi di seluruh tubuh dan menyebabkan kelelahan fisik. Pasien penyakit Huntington mengalami penurunan progresif fungsi mental yang akhirnya menyebabkan dimensia. Kematian biasanya datang dalam sepuluh tahun. Perangkat diagnostik identifikasi gen penyebab penyakit Huntington dapat mendiagnosis adanya sifat ini secara prental atau sebelum awitan gejala pada orang dewasa. Penatata laksana pada saat ini belum ada pengobatan untuk openyakit Huntington. Oleh karena dapat dilakukan identifikasi genetik pada orang-orang asimtomatik yang mungkin terjangkit penyakit ini. Maka perlu dilakukan konsultasi bgi mereka baik yang memilih untuk mengetahui status mereka maupun bagi mee=reka yang memilih untuk tidak mengetahuinya. Penyakit lainnya adalah sklerosisi multipel,sklerosisi lateral amiotripik (SLA), miastenia grais dan lain-lain. Tramuma langsung pada Sistem Muskuloskletal
1. Kontusio. Kontusio adalah cedera pada jariingan luna, diakibatkan oleh karena kekerasan tuumpul (misal, pikulan,tendangan atau jatuh). Terputusnya banyaj pembuluh darah kecil yang terjadi mengakibatkan perdarahan ke jaringa lunak (ekimosis,memar). Hematoma terjadi bila pendarahan cukup banyak sampai terjadi timbunan dara. Gejala lokal (nyeri, bengkak, dan perubahan warna) dapat dengan mudah di kontrol dengan pemberian kompres dingin intermiten. Kebanyakan kontusi akan hilang dalam 1-2 minggu 2. Diskulasi sendi. Diskulasi sendi adalah suatuu keadaan yaitu permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Secara kasar tulang lepas dari sendi”. (a) subliksasi adalah dislokasi parsial permukaan persendian. (b) dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokam darah dan saraf susunnya dan mengalami stres berat. Bila dislokasi tidak ditangani segera, dapat terjadi kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah dan parasilasis saraf. Tanda dan gejala disebabkan traumatilk,nyeri perubahan kontur sendi perubahan panjang,ekskrimitas, kehilangan mobilitas normal, perubahan sumbu tulang yang mengalamu dislokasi. 3. Fraktur tulang. Fraktur tulang adalah terputusnya tulang. Istilah-istilah yang di gunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain adalah fraktur komplet fraktur yang mengenai suatu tulang secara keseluruhan, fraktur inkomflit yaitu fraktur yang meluas secara parsial pada suatu tulang, fraktur sederhnaa (tertutup) yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, dan compoud fracture ( terbuka) yaitu fraktur yang menyebabkan robeknya kulit. Patah tulang paling sering disebabkan oleh trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Apabila tulang emlemah, patah dapat terjadi hanya akibat trauma minimal atau tekanan ringan. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur ini sering terjadi pada orang tua yang mengidap osteoporosis atau oenderita tumor, infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang nirmal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang fraktur stres (fatigiue fracture) biasanya terjadi akibat peningatan drastik tingkat latihan pada seorang atlit, atau pada permulaan aktitas fisik baru. Oleh karena kekuatan otot meningkat secara lebih cepat dibandingkan kekuatan tulang, maa individu dapat merasa mampu berprestasi melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang- tulang mereka mungkin tidak dapat menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres dapat terjadi pada yang menjalani olahraga daya tahan, misalnya lari jarak jauh. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang yang lemah akibat peningkatan ringan aktivitas. Hal ini disebut fraktir insufisiensi. Efek fraktur tulang, sewaktu tulang patah,maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitae tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya menglami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul seterah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fatologis dan pembersihan sisa sel-sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk ekuan fibrin (hemotom fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang dan terbetuk tulang baru imatur yang disebut kalus.
Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terhambat apabila hematom atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses klasifikasi dan pengerasan. Manifestasi klinis, nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi, setelah terjadi fraktur, bagian, bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah, pada fraktur panjang terjadi pemendjkan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur, saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang, pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Penatalaksana, fraktur harus segera dimobilisasi agaar hematon fraktur dapat terbentuk dan dapat memperkecil kerusakan, penyambungan kembali tulang ( reduksi) penting dilakuka agar posisi dan rentang pulih perlu dilakukan imobilisasi jangka panjang setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Biasanya digunakan dengan gips atau penggunaan belat. 4. Osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh reduksi kepadatan tulang senhingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis terjadi sewaktu kecepatan absorpsi tulang melebihi keceptan pembentukan tulang. Tulang yang dibentuk normal, namun jumlahnya telalu sedikit sehingga tulang menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporisis, walaupun osteoporosis biasanya timbul di tulang panggul, paha, pergelangan tangan dan kolumna verterbralis. Penyebab osteoporosisi, kecepatan pembentukan tulang berkurang secara ptogesif seiring dengan penuaan seseorang, yang di mulai pada usia sekitar 30 atau 40. Apabila tulang semakin padat sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan timbul osteoporosis. Pada orangorang berusia 70-an atau 80-an osteoporosis adalah penyakit yang sering ditemukan. Timbulnya osteoporosis pada wanita berusia laznut tampaknya terutama disebabkan oleh turunyya kadar estrogen pada pascamenopouse. Estrogen merangsang aktivitas osteoblas dan menghambat efek stimulasi hormon parateroid pada osteoklas. Dengan demikian berkurangnya estrogen menyebabkan pergeseran ke arah aktivitas osteoblas. Wanita kurus dan wanita yng merokok lebih retang osteoporosis karena sebelum menapouse tulang mereka kurang padat dibandingkan tulang wanita gemuk yangmerokok. Pria berusia lanjut leih kecil resikonya mengalmi osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat. (sekitar 30% lebih padat) daripada wanita dan kadar testoteron tetap tinggi sampai usia mencapai 80-an untk pria maupun wanita, penurunan aktivitas fisik ikut berperan menimbulkan osteoporosis. Bahkan pria atau wanita yang sangat tua pun dapat seara bermakna meingkatkan kepadatan tulangtulang mereka dengan melakukan olahraga beban tingkat sedang. Gambaran klinis, osteoporosis mungkin tidak memberikan gejala klinis sampai terjadi patah tulang. Nyeri
dan defromasi biasanya menyertai patah tulang dapat melemah, dan kolapsnya korpus vertebra, unggi sesorang dapat berkurang atau timbuk kifosis dan individu menjadi bungkuk (kadang-kadang disebut dowager’s hump), perangkat diagnostik, pemerikasaan sinar- terhadap ulang memperlihatkan penuruan ketebalan tulang, CT scan densistas tulang dapat memberikan gambaran akurat mengenai tingkat massa tulang , dan menentukan kecepatan penipisan tulang. Komplikasi, fraktur tulang panggul, pergelangan tangan, kolumna vertebralis, dan paha. Penatalaksaan, pencegahan osteoporosis dimulai sejak masa anak-anak dan remaja kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang adekuat untuk memperkuat tulang, olahraga beban, bahkan pada usia sangat lanjut (>85 tahun), telah di buktikannya dapat meningkatkan kepadatan tulang dan massa otot, dan memperbaiki daya tahan fisik dan keseimbangan, tetapi estrogen-progesteron pengganti selama dan setelah menopause dapat mengurangi pembentukan osteoporosis pada wanita. Kontraindikassi terapi penggantian estrogen adalah riwayat kanker payudara pada individu atau kelurga atau riwat mengidap pembentukan bekuan darah, terapi testoteron, dapat mengurangi osteoporosis pria. Suplemen kalsium dan vitamin D melalui makanan dapat merangsang pembentukan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, merokok baru dihindari. 5. Penyakit paget penyakit paget adalah suatu gangguan tulang yang ditandai oleh pola remodeling tulang yang dipercepat. Timbul episode-episode fraktur yanzg cepat diikuti oleh priode pembentukan tulang yang singkat. Tulang baru yang berukuran tebal dan kasar dan akhirnya menyebabkan deformaitas struktur dan kelemahan aliran darah ke tulang yang dipengaruhi oleh penyakit paget akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang tinggi. Tulang – tulang panjang dan tulang kranium, vertebra dan panggul adalah tulang yang paling sering terkena. Penyakit paget biasanya sering di jumpai pada orang berusia lebih dari 70 tahun. Penyebab penyakit tidak diketahui. Gambaran klinis perubahan bentuk tengkorak disertai nyeri kepala, kelainan pendengaran dan kadangkadang kemunduran mental, nyeri pada tulang panjang, tulang belakang atau panggul, fraktur patologik tulang. Perangkat diagnistik pemeriksaan sinar-x memperlihatkan deformitas tulang dan akan menunjang diagnosis klinis,peningkataan kader fosfatase alkali srum akan menujang diagnosis, biopsi tulang akan menyikirkan infeksi dan tumor. Kompilkasi dari penyakit ini yaitu gagal antung dapat terjadi akibat tingginya kebutuhan aliran darah ke tulang-tulang yang mengalami remodeling (gagal jantung high output), gagal pernafasan dapat terjadi apabila tulang-tulang toraks terkena dan mengalami deformasi, penyakit Paget adalah faktor risiko untuk sarkia, (kanker tulang), mungkin berkaitan dengan tingginya kecepatan siklus sel yang terjadi pada penyakit ini. Penatalaksana yang kalisitonin dapat diberikan untuk mengurangi kecepatan penuraian tulang, obat –obat antimflamasi dapat mengurangi nyeri yang berkaitan dengan deformitas tulang, obat-obat akan menurunkan peradangan yang menyertai penguraian sel-sel. Cara menyembuhkan penyakit ini tidak diketahui.
Contoh imobilisasi pada pasien gangguan muskuloskeletal pada pasien fraktur adalah sebagai berikut. 1. Peredaan nyeri. Nyeri dan nyeri tekan kemungkinan akan dirasakan pada fraktur dan kerusakan jaringan lunak, spasme otot terjadi sebagai respns terhadap cedera dan imobilisasi. Upaya pengontrolan nyeri dapat beupa membidai dan menyangga daerah yang cedera, melakukan perubahan posisi dengan perlahan, meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung, memberikan kompres es bila perlu, memantau penmbengkakan dan status neuronvaskuler, memberiksn analgetik sesuai ketentuan seawal mungkin pasien merasakan nyeri, menganjurkan teknik relaksasi. 2. Peningkatan mobilitas. Mobilitas pasien dapat terganggu karena nyeri, pembengkakan dan alat imobilitas (misal, bidai, gips, traksi). Ekstreimitas yang bengkak ditinggikan dan disongkok degan secukupnya dengan tangan dan bantal. Geakan dan batas-batas imbobilitas terapeutik selalu dianjurkan. Bila alat bantu, (misal, tongkat, walker, kursi roda) harus digunakan pada pascaoperasi, pasien dianjurkan untuk berlatih menggunakanya sebelum operasi, agar mereka bisa menggunakanya dengan aman dan memungkinan mobilitasi mandiri lebih awal 3. Mengurangi kecemasa. Sebelum pembedahan dilakukan, pasien harus diberi informasi mengenai prosedur, tujuan,dan implikasinya. Berbincang dengan pasie mengenai apa yang akan dikerjakan dan mengapa dapat mengurangi ketakutan. Kunjungan perawat yang sering akan mengurangi perasaan isolasi. Keluarga dan kerabat dianjurkan untuk sering menunjungi untk alasn yang sama 4. Memelihara itegritaskulit. Kaji terjadinya kerusakan kulit, abrasi kulit, titik nyeri gips, keluarga pus, sensasi iritasi. Anjurkan pasien mengenai kerusakan kulit. Tekanan akibat gips dan peralatan dapat mengakibatkan kerusakan kulit 5. Menghindari trauma/ mempertahankan stabilitasi dan posisis fraktur. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas di bawah fraktur bila bergerak atau membalik. Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tidur ortopedik. 6. Menghindari infeksi. Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan infeksi merupakan perhaztian khusu terutama pada pasien pascaoperasi ortopedik karena tingginya resiko osteomieliti. Antibiotik sistematik profikaslis sering dierikan selama periporatif dan segera pada periode pascaoperasi. Saat mengganti balutan teknik aseptik sangat penting. Perawat memantau tanda- tanda vitalm mengifeksi luka dzan mencatat sifat cairan yang keluar.
Imobilisasi adalah suatu keadaan individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang. Imobilisasi dapat terbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh,
mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tiah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (disuse atrophy). Imobilitas merupakan suatu kondisi relatif. Maksudnya, individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya. Tirah baring merupakan suatu intervensi yakni klien dibatasi untuk berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik. Tirah baring mempunyai pengertian yang berbeda-beda di antara perawat,dokter,dan tim kesehatan lainnya. Klien dalam kondisi bervariasi dimasukkan dalam kategori tirah baring. Lamanya tirah baring bergantung pada penyakit atau cedera dan status kesehatan klien sebelumnya. Ada beberapa alasan dilakukan imobilisasi,yaitu sebagai berikut : 1. Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau terapi. Misalnya pada klien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada tungkai dan lengan 2. Keharusan (tidak terelakkan). Ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer,seperti penderita paralisis 3. Pembatasan secra otomatis sampai dengan gaya hidup Tujuan tirah baring 1. Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh 2. Mengurangi nyeri,meliputi nyeri pascaoperasi,dan kebutuhan analgesik dengan dosis besar 3. Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk istirahat dan mengembalikan kekuatan 4. Memberi kesempatan pada klien yang lebih untuk beristirahat tanpa terganggu Jenis imobilitas Secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain sebagai berikut : 1. Imobilitas fisik Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut 2. Imobilitas intelektual Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak 3. Imobilitas emosional Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan sesorang yang dicintai 4. Imobilitas sosial Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit Dampak fisik dan psikologis imobilitas Masalah imobilisasi dapat men, settimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara psikologis, imobilisasi dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah dan perubahan konsep diri. Selain
itu,kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian anatar emosi dan situasi,perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekpresikan dengan prilaku menarik diri, dan apatis. Sementara masalah fisik dapat terjadi alah sebagai berikut : 1. Sisttem Muskuloskeletal. Pada sistem ini imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti osteoporosis,atrofi otot,kontraktur,dan kekakuan serta nyeri pada sendi 2. Eliminasi urine. Masalah kesehatan yang uum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi, seperti stasis urine, batu ginjal, retensi urine, infeksi perkemihan 3. Gastrointestinal. Kondisi imobilisasi memengaruhi tiga fungsi sistem pencernaan, yaitu fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan menjadi sangat keras, dan diperluka upaya yang kuat untuk mengeluarkannya 4. Respirasi a) Penurunan gerak pernapasan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak, hilangnya koordinasi otot, atau karena jarangnya otot-otot tersebut digunakan, obat-obat tertentu (misalnya sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi ini b) Penumpukan sekret. Normalnya sekret pada saluran pernapasan dikeluarkan dengan perubahan posisi atau postur tubuh, serta dengan batuk. Pada kondisi imobilisas, sekret terkumpul pada jalan napas akibat gravitasi sehingga menganggu prsose difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu, upaya batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat karena melemahnya tonus otototot pernapasan. c) Atelektasis. Pada kondisi ini tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini, ditambah dengan sumbatan sekret pada jalan napas, dapat mengakibatkan atlektasis 5. Sistem kardiovaskuler a) Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi berbaring dalam waktu lama b) Pembentukan trombus. Trombus atau massa padat darah terbentuk di jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni ganguan aliran balik vebna menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah, dan cedera pada dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi disebut embolus c) Edema edependen. Edema edependen biasa terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Lebih lanjut, edema ini akan menghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan lebih banyak edema 6. Metabolisme dan nutrisi a) Penurunan laju metabolisme. Laju metabolisme basal adalah jumalh energi minimal yang digunakan untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi kelenjar digesti menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh
b) Keseimbangan nitrogen negatif. Pada kondisi imbobilisasi, terdapat ketidakseimbangan antara proses anabolisme dan katabolisme protein c) Anoreksia. Penurunan nafsu makan biasanya terjadi akibat penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang menyertai kondisi imobilisasi. 7. Sistem integumen a) Turgor kulit menurun. Kulit dapat mengalami atrofi akibat imobilitas yang lama b) Kerusakan kulit. Kondisi imobilitas menganggu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang dapat menimbulkan ulkus dekubitus 8. Sistem neurosensorik Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik, menimbulkan persaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis, dan mudah bingung Tingkatan imobilitas Tingkatan imobilitas bervariasi, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Imobilisasi komplet Imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran 2. Imobilitas parsial Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur ektemitas bawah (kaki) 3. Imobilitas karena alasan pengobatan Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernapasan (misal sesak napas) atau pada penderita penyakit jantung. Pada kondisi ini tirah baring (bed rest) total, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tiadak boleh berjalan ke kamar mandi atau duduk di kursi. Akan tetapi, pada tirah baring bukan total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi atau duduk di kursi. Keuntungan dari tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh, menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan, dan dapat mengurangi respon nyeri Dampak fisiologis pada Imobilisasi Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut bergantung pada umur klien, kondisi dan kesehatan. Secara keseluruhan serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan dengan klien yang lebih muda. 1. Perubahan metabolik Sistem endokrin merupakan produksi hormon-sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti a) respon terhadap stress dan cedera, b) pertumbuhan dan perkembangan, c) reproduksi, d) homeostatis ion, e) metabolisme energi. Cedera atau stress terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respons yang
bertujuan mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup. Sistem endrokin penting daalm mempertahankan homeostatis ion. Defisiensi kalori dan protein merupakan karakteristik klien mengalami penurunan selera makan sekunder akibat imobilisasi. Tubuh dapat menyistesis asam amino tertentu (nonesenssial) tetapi bergantung pada protein yang dikonsumsi untuk menyediakan delapan asam amino esensial. Jika lebih banyak nitrogen yang diekskresikan daripada yang diamakan dalam bentuk protein, maka tubuh dikatakan mengalami keseimbangan nitrogen negatif. 2. Perubahan sistem respiratori. Klien pascaoperasi dan imobilisasi beresiko lebih tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkeolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal karena udara yang diabsorpsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkeolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia hipostatik adalah peradangan paru-paru pada akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah kenyamanan klien. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya penurunan sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif. Dengan demikian penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada klien dalam posisi telentang, telungkup, dan lateral. Mukus menumpuk di region dependen di saluran pernapasan. Oleh karena mukus merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkupneumonia hipostatik. 3. Perubahan sistem kardioviskular. Sistem kardioviskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan trombus. 4. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. 5. Perubahan muskuloskeletal. Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen keterbatasan imobilisasi memengaruhi otot klien melalui daya tahan. Penurunan masa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang memengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. 6. Pengaruh otot. Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan masa tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. 7. Pengaruh skelet. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet yaitu gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Oleh karena imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat dan terjadi osteoporosis. 8. Kontraktur sendi, adalah kondisi abnormal dan biasa ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Sayangnya kontraktur sering menjadikan
sendi pada posisi yang tidak berfungsi. Satu macam kontraktur umum dan lemah yang terjadi adalah foot drop. Jika ini terjadi maka kaki terfiksasi dan posisi plantarfleksi secara permanen. Ambulasi sulit pada kaki dengan posisi ini. 9. Perubahan sistem integument. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anaksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur di bawah kulit, sehingga respirasi selular terganggu, dan sel menjadi mati. Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenik paling umum dalam perawatan kesehatan yaitu berpengaruh terhadap populasi klien khusu lansia dan imobilisasi. 10. Perubahan eliminasi urine dana alvi. Eliminasi urine klien berubah adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter, kondisi ini disebut stasis ureter. Konstipasi merupakan gejala umum. Diare sering terjadi akibat impaksi fekal. 11. Batu ginjal, adalah batu kalsium yang terletak di dalam pelvis ginjal dan melewati ureter. Klien imobilisasi beresiko terjadi pembentukan batu karena gangguan metabolisme kalsium dan akibat hiperkalsemia. Pengaruh Psikologi dari Imobilisasi Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori dan social kultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun juga lansia lebih rentan terhadap perubahanperubahan tersebut. Dengan demikian, perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur bangun, dan gangguan koping. Perkembangan pertumbuhan terjadi pada, sebagai berikut. 1. Bayi. Tulang belakang bayi baru lahir berkurangnya garis anteroposterior yang ada pada orang dewasa. Garis tulang belakang pertama kali muncul ketika bayi memanjangkan leher pada posisi telungkup. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan stabilitas, tulang belakang torakal menjadi tegak, dan garis tulang belakang lumbal muncul, sehingga memungkinkan duduk dan berdiri. 2. Toddler. Postur toddler agak bepunggung lentur dengan perut menonjol. 3. Anak usia prasekolah atau sekolah. Pada usia tiga tahun tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan lebih baik keseimbangannya. Perut yang menonjol lebih berkurang. 4. Remaja. Tahap remaja biasa ditandai dengan pertumbuhan yang pesat, kadang tidak seimbang. 5. Dewasa. Orang dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran tubuh yang baik, merasa senang terlihat bagus, dan umumnya percaya diri. 6. Lansia. Lansia kehilangan total massa tulang progresif. Beberapa kemungkinan untuk penyebab kehilangan ini meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang aktual. Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak dan tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk.
Mobilisasi Pengertian Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit—khususnya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh). Lingkup mobilisasi itu sendiri mencakup exercise atau range of motion (ROM), ambulasi, body mechanic (Kozler, 2000). Exercise itu sendiri dalam Bahasa Indonesia berarti latihan, sedang ROM terdiri atas dua kata yaitu ROM (Range of Motion) yang artinya ruang lingkup gerak sendi dan ROM (Range of Motion) yang artinya jangkauan gerak sendi. Jadi ROM (Range of Motion) adalah segenap gerakan sendi yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Menurut Brunner dan Suddarth (2002), ROM adalah latihan yang dapat dilakukan oleh perawat, pasien, atau anggota keluarga dengan menggerakkan tiap-tiap sendi secara penuh jika memungkinkan tanpa menyebabkan rasa nyeri. Tujuan Mobilisasi Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktivitas hidup seharihari dan aktivitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan nonverbal. Adapun tujuan dari mobilisasi ROM menurut Brunner dan Suddarth (2002), adalah sebagai berikut. 1. Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga penderita dapat kembali normal atau setidak-tidaknya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2. Memperlancar peredaran darah. 3. Membantu pernafasan menjadi lebih kuat. 4. Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan pergerakan dari persendian. 5. Memperlancar eliminasi alvi dan urine. 6. Melatih atau ambulasi. Indikasi Pelaksanaan ROM Indikasi pelaksanaan ROM adalah pasien dengan bed rest total di tempat tidur dalam jangka waktu yang lama, pasien yang setelah imobilisasi karena suatu keadaan tertentu. Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi 1. Gaya hidup Mobilitas seorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat). Contoh sederhananya adalah wanita Jawa, di
2.
3.
4.
5.
masyarakat tempat mereka tinggal, wanita Jawa dituntut untuk berpenampilan lemah dan lembut. Selain itu, tabu bagi mereka untuk melakukan aktivitas yang berat. Ketidakmampuan Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan ada dua macam, yakni ketidakmampuan primer dan sekunder. Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (misal paralisis akibat gangguan atau cedera pada medulla spinalis). Sementara ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misal kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas. Tingkat energi Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini, cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi. Di samping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor guna mempertahankan kesehatan fisik dan psikologi. Usia Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan. Sistem neuromuskular Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular , meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonic dan isometric. Pada kontraksi isotonic, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometric menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunteer adalah kombinasi dari kontraksi isotonic dan isometric. Meskipun kontraksi isometric tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometric. Hal ini menjadi kontraindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Rentang Gerak dalam Mobilisasi Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu sagittal, frontal, dan transversal. Potongan sagittal adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu sebagai berikut. 1. Rentang gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya melatih pasien menggerakan kakinya. 3. Rentang gerak fungsional. Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.
PROSEDURAL KEPERAWATAN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PASIEN 1. Menerima Pasien Baru Pengertian: Menerima pasien yang baru masuk ke Rumah Sakit untuk dirawat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan: Pasien segera memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya. Persiapan: 1) 2) 3) 4) 5)
Tempat tidur dalam keadaan siap pakai Meja pasien Kursi Berkas catatan medik pasien Peralatan untuk pemeriksaan fisik yang terdiri dar: a) Termometer b) Tensimeter c) Timbangan berat badan d) Pengukur tinggi badan e) Pispot f) Urinal g) Bengkok (nierbekken)
Pelaksanaan: 1) Pasien dan keluarganya diterima dengan ramah dan penuh perhatian 2) Bila pasien dapat berdiri, diukur dulu berat dan tinggi badannya sebelum dibaringkan di tempat tidur 3) Selanjutnya dilakukan: a) Anamnesa (mengenai biodata, keluhan utama, riwayat penyakit, dan lain-lain) b) Pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum pasien, pengukuran suhu, denyut nadi, pernafasan, tekanan darah. 4) Laporkan pasien baru tersebut kepada penanggung jawab ruangan atau dokter yang bersangkutan
5) Catat nama dan alamat yang jelas dalam buku register ruang perawatan 6) Pasien dan atau keluarganya diberi penjelasan mengenai tata tertib ruang perawatan dan peraturan Rumah Sakit (antara lain ketentuan administratif, waktu kunjungan, waktu pemeriksaan dokter), orientasi ruang perawatan beserta fasilitas di dalamnya dan cara penggunaannya, serta jadwal kegiatan rutin di dalam ruangan. 7) Perawat mencatat semua hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dalam catatan perawatan yang berada dalam berkas catatan medik pasien.
2. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi Pengertian : merupakan proses merubah posisi klien dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya Tujuan: -
Memobilisasikan klien Mendorong dan menstimulasi klien untuk menambah kegiatan atau aktivitas social kepada orang lain Memberikan klien perubahan suasana selain di tempat tidur
Persiapan alat - Tempat tidur - Kursi roda - Ikat pinggang(transfer belt) - Selimut Langkah-langkah: 1. Cuci tangan 2. Letakkan kursi roda sejajar dengan tempat tidur 3. Naikkan tempat tidur pada bagian kepala sampai pada ketinggian yang dapat ditoleransi klien 4. Bantu klien untuk miring menghadap kearah kursi roda diletakkan 5. Bantu klien pada posisi duduk pada sisi tempat tidur 6. Bantu klien untuk merapikan pakaian dan memakaikan sandal 7. Perawat berdiri menghadap klien dengan posisi kuda-kuda 8. Anjurkan klien untuk memegang bahu perawat dan perawat memegang pinggang klien. Bila perlu menggunkan ikat pinggang 9. Bantu klien untuk berdiri. Yakinkan keseimbangan klien dan kaji adanya pusing. Pastikan kursi roda dalam keadaan terkunci 10. Bantu klien untuk melangkah kearah kursi roda berlawanan arah(mundur) perlahan-lahan 11. Bantu klien untuk duduk dikursi roda dan meletakkan kaikinya dipijakan kursi roda 12. Buat klien nyaman dengan menutup paha dengan selimut 13. Rapihkan alat 14. Cuci tangan 15. Dokumentasi 3. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke tempat tidur lain
Tujuan: Memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruangan lain untuk tujuan tertentu,seperti pemeriksaan diagnostik, pindah ruang, dan lain-lain. Alat dan bahan: 1) Brankar atau tempat tidur 2) Bantal (bila perlu) Prosedur kerja: 1) Cuci tangan sebelum memulai prosedur 2) Lakukan persiapan seperti yang sudah disebutkan diatas 3) Cair dua atau tiga perawat dengan tinggi badan yang kurang lebih sama kemudian semuanya berdiri berdampingan menghadap tempat tidur pasien 4) Setiap perawat bertangung jawab untuk salah satu dari area tubuh pasien, misal kepala dan bahu, panggul, paha dan pergelangan kaki 5) Masing- masing perawat membentuk dasar pijakan yang luas, pijakan itu mendekat ke tempat tidur di depan, dengan posisi lutut agak fleksi 6) Lengan perawat yang mengangkat ditempatkan dibawah kepala serta bahu, panggul, paha dan pergelangan kaki pasien. Dengan jari jemari para perawat menggenggam sisi tubuh pasien 7) Perawat yang mengangkat pasien, kemudia menggulingkan pasien ke arah dada mereka 8) Pada hitungan ke tiga pasien diangkat serta digendong ke dada perawat 9) Pada hitungan ketiga yang kedua, perawat melangkah ke belakang serta menumpukkan salah satu kaki untuk mengarah ke brankar/tempat tidur lain, dengan bergerak ke depan bila perlu 10) Dengan perlahan pearawat menurunkan pasien ke bagian tengah tempat tidur dengan memfleksikan lutut serta panggul mereka sampai siku mereka setinggi tepi tempat tidur 11) Perawat menilai kesejajaran tubuh pasien, kemudian memasang pagar tempat tidur 12) Perawat memposisikan pasien pada posisi yang dipilih 13) Melakukan pengamatan terhadap pasien untuk mengetahui respon terhadap pemindahan. Perawat mengamati kesejajaran tubuh yang tepat serta titik tekan pada pasien 14) Setelah seluruh proses selesai segera cuci tangan 15) Catat seluruh prosedur yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan 4. Memposisikan pasien; posisi fowler, semifowler, lithotomi, dorsal recumbet, SIM (miring kanan/kiri), tredelenberg, supinasi, pronasi. a. Posisi Fowler Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan mempasilitasi fungsi pernafasan pasien.
Tujuan :
1. mengurangi komplikasi akibat imibilisasi 2. meningkatkan rasa nyaman 3. meningkatkan doronganpada diafragma sehingga meningkatnya exsfansi dada dan ventilasi paru 4. mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi 1. pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan 2. pada pasien yang mengalami imobilisasi
Alat
dan
Bahan
1. Tempat tidur khusus 2. Seimut
Cara Kerja : 1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan 2. dudukkan pasien 3. berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien / atur tempat tidur 4. untuk posisi semi powler (30-45o) dan untuk powler (90o). 5. anjurkan pasien untuk duduk tetap berbaring setengah duduk
b. Posisi semi fowler Semi fowler adalah sikaf dalam posisi setengah duduk (15-60o)
Tujuan : 1. mobilisasi
:
2. memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas 3. memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Cara atau prosedur 1. mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat (45-90o) 2. gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh bagian atas klien lumpuh 3. letakkan bantal dibawah klien sesuai dengan keinginan klien, menaikkan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan di bawah jarak poplital (dibawah lutut)
c. Posisi lithotomi 1. Memberikan posisi litotomi Adalah Pada posisi ini pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik keatas abdomen.
Tujuan :
1.
Pemeriksaan alat genitalia
2. 3.
Proses persalinan Pemasangan alat kontrasepsi
Persiapan alat : - Bantal besar 2-5 buah - Gulungan handuk atau bantal kecil 2-5 buah - Sarung tangan bersih - Tempat tidur dengan penyangga kaki Persiapanlingkungan: Jagaprivasiklien Persiapanklien: Jelaskantujuandanprosedur yang akandilakukan Langkah-langkah: 1. Perawat mencuci tangan 2. Gunakan sarung tangan 3. Baringkan klien terlentang mendatar di tengah tempat tidur 4. Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk pada spinal lumbal klien 5. Letakkan tumit klien di penyangga kaki tempat tidur 6. Rapihka alat 7. Lepaskan sarung tangan
8. Cuci tangan 9. Dokumentasi d. Posisi dorsal recumbent 1. Memberikan posisi dorsal recumbent
Persiapan alat: -
Bantal besar 2-5 buah Gulungan handuk atau bantal kecil 2-5 buah Trochanter roll atau bantal pasir Papan kaki Sarung tangan bersih
Langkah-langkah: 1. 2. 3. 4. 5.
Perawat mencuci tangan Gunakan sarung tangan Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk pada spinal lumbal klien Bila perlu, tempatkan trochanter roll atau bantal pasir sejajar dengan permukaan lateral paha pasien 6. Letakkan bantal kecil di bawah mata kaki klien untuk meninggikan tumit 7. Letakkan papan kaki atau penahan foot-drop di atas telapak kaki klien 8. Letakkan bantal di bawah lengan bawahan pronasi, mempertahankan lengan atas sejajar dengan tubuh 9. Letakkan gulungan handuk kecil/bola kecil pada klien atau menggunakan bebat bila tersedia 10. Rapihkan alat 11. Lepaskan sarung tangan 12. Cuci tangan 13. Dokumentasi e. Posisi SIM Persiapan alat: -
Bantal 2-5 buah
Langkah-langkah
:
1. Perawat mencuci tangan
2. 3. 4. 5. 6.
Gunakan sarung tangan Tempatkan klien pada posisi terlentang ditengah tempat tidur Miringkan klien dengan sebagian berbaring pada abdomen Tempatkan bantal kecil dibawah kepala Tempatkan bantal dibawah lengan fleksi klien. Bantal harus lebih dari tangan sampai siku (untuk mencegah rotasi internal bahu) 7. Tempatkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyokong tungkai setinggi panggul 8. Tempatkan bantal pasir atau penyokong foot drop melawan kaki klien 9. Rapihkan alat 10. Lepaskan sarung tangan 11. Cuci tangan 12. Dokumentasi
f. Posisi tredelenberg Pengertian Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah kotak. Tujuan 1) Pasien 2) 3) pasien hipotensi.
dengan
pembedahan Pasien
pada
daerah
perut. shock.
Persiapan alat: -
Bantal 2-5 buah
Langkah-langkah: 1. Perawat mencuci tangan 2. Gunakan sarung tangan 3. Angkat bagian kaki tempat tidur, perawat lain memberikan bantal dibagian kaki tempat tidur 4. Memberikan posisi yang nyaman 5. Rapikan alat 6. Lepaskan sarung tangan 7. Cuci tangan 8. Dokumentasi g. Posisi supinasi
Tujuan: Persiapanalat: - Sarungtanganbersih Persiapanlingkungan: -
Jagaprivasiklien
Persiapanklien: -
Jelaskantujuandanprosedur yang akandilakukan
Langkah-langkah 1. Perawatmencucitangan 2. Gunakansarungtangan 3. Baringkanklienterlentangmendatar di tengahtempattidurtanpa alas bantal di gaiankepalaataubagiantubuhmanapun 4. Letakkanbantalkecilatauhanduk yang digulungdibawah lumbar klienuntukmenopangbagiantersebut 5. Letakkanbantal yang dapatmenopang area kepala, leherdanbahuuntukmemberikanposisiallignmentdanmencegahkontrakturservik al vertebrae 6. Berikanbantalkecil di lenganbagianbawah yang pronasisehinggasejajardenganposisiklienuntukmenurunkanresikorotasi internal bahudanmencegahsikuklienmenjadiekstensi 7. Letakkanbantalkecil di bawahpergelangantanganklienuntukmencegahekstensijarijaritangandanabduksiibujaritangan 8. Tempatkan trochanter roll di isispahaklienuntukmenurunkanresikorotasieksternaldaripinggul 9. Letakkanbantalkecil di bawahbetisuntukmenopangbagiantumit 10. Tempatkanpapan kaki dibawahtelapak kaki untukmemantapkanposisidorsifleksidanmencegah foot-drop 11. Rapihkanalat 12. Lepaskansarungtangan 13. Cucitangan 14. Dokumentasi h. Posisi pronasi Pengertian Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.
Tujuan 1) Memberikan ekstensi maksimal pada sendi 2) Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
lutut
dan
pinggang
Persiapan alat: - Bantal 2-5 buah Langkah-langkah: 1. 2. 3. 4.
Perawat mencuci tangan Gunakan sarung tangan Mengangkat bantal dari kepala klien Bantu klien untuk bergeser ke arah kanan(dapat juga ke kiri tergantung bagian tubuh mana yang mengalami hemiplegia) 5. Memasang bantal tipis disampig perut sebelah kiri 6. Letakkan lengan kiri klien berhimpit pada sisi tubuh 7. Tekukkan kaki kanan klien 8. Silangkan lengan kanan klien kea rah dada kiri 9. Bantu klien untuk memutar bagian tubuhnya kearah kanan 10. Perawat membantu merubah posisi pasien ke posisi telungkup 11. Rapihkan alat 12. Lepaskan sarung tangan 13. Cuci tangan 14. Dokumentasi 5. Melatih berjalan Tujuan: 1. Normalisasi kembali toleransi aktivitas pasien 2. Mencegah agar terjadinya kontraktur sendi serta flaksid otot Alat dan bahan: Alat dan bahan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi pasien. Akan tetapi diusahakan agar perawat dapat membantu pasien berjalan tanpa menggunakan alat bantu. Prosedur kerja: 1) jelaskan seluruh prosedur yang akan dilakukan kepada pasien 2) cuci tangan sebelum memulai prosedur
3) perawat meminta pasien meletakkan tangan disamping badan, atau memegang telapak tangan perawat 4) perawat berdiri disamping pasien kemudia memegang telapak tangan pada bahu pasien 5) perawat membantu pasien untuk berjalan 6) amati respon pasien saat berdiri dari tempat tidur, misalnya frekuensi nadi serta tanda hipotensi ortostatik 7) cuci tangan setelah seluruh prosedur dilakukan 8) catat tindakan serta respon pasien 6. Memandikan pasien di tempat tidur Pengertian: Membersihkan tubuh pasien dengan menggunakan air bersih dan sabun. Tujuan: 1) Membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan 2) Memberikan rasa nyaman 3) Merangsang peredaran darah 4) Sebagai pengobatan 5) Mencegah infeksi 6) Mendidik pasien dalam kebersihan perseorangan Dilakukan: 1) Pada pasien baru, terutama bila kotor sekali dan keadaan umumnya memungkinkan 2) Pada pasien yang dirawat, sekurang-kurangnya dua kali sehari sesuai dengan kondisinya Persiapan: Persiapan alat: 1) Satu stel pakaian bersih 2) Baskom mandi dua buah, masing-masing berisi air dingin dan air hangat
3) Satu atau dua handuk bersih 4) Kain penutup 5) Tempat bertutup untuk pakaian kotor 6) Sampiran atau scherm bila diperlukan Persiapan pasien: Pasien diberi dan dianjurkan untuk buang air kecil dulu (bila pasien sadar) Pelaksanaan: 1) Pintu, jendela atau gorden ditutup, dan digunakan scherm bila perlu 2) Selimut dan bantal dipindahkan dari tempat tidur. Bila masih dibutuhkan, bantal digunakan seperlunya. 3) Perawat berdiri disisi kiri atau kanan pasien 4) Beritahu pasien, bahwa pakaian bagian atas harus dibuka, lalu bagian yang terbuka itu ditutup dengan selimut mandi atau kain penutup 5) Pasien siap dimandikan dengan urutan sebagai berikut: a) Mencuci muka b) Mencuci lengan c) Mencuci dada dan perut d) Mencuci punggung e) Mencuci kaki f) Mencuci daerah lipat paha dan genitalia a. Mencuci muka: 1) Handuk dibentangkan di bawah kepala 2) Muka, telinga, dan leher dibersihkan dengan waslap lembab lalu dikeringkan dengan handuk 3) Tanyakan, apakah pasien biasa menggunakan sabun atau tidak b. Mencuci lengan: 1) Selimut mandi atau kain penutup diturunkan
2) Kedua tangan pasien dikeataskan. Letakkan handuk di atas dada pasien dan lebarkan ke samping kiri dan kanan, sehingga kedua tangan dapat diletakkan di atas handuk 3) Kedua tangan pasien dibasahi dan disabuni. Pekerjaan ini dimulai dari bagian yang jauh dari petugas, kemudian dibilas sampai bersih. Selanjutnya dikeringkan dengan handuk. Bila pasien terlalu gemuk, laksanakan satu persatu. c. Mencuci dada dan perut: 1) Pakaian pasien bagian bawah ditinggalkan dan selimut atau kain penutup diturunkan sampai perut bagian bawah 2) Kedua tangan pasien dikeataskan, handuk diangkat dan dibentangkan pada sisi pasien 3) Ketiak, dada, dan perut dibasahi, disabuni, dibilas sampai bersih dan dikeringkan dengan handuk, selanjutnya ditutup dengan kain penutup atau handuk. d. Mencuci punggung: 1) Pasien dimiringkan ke kiri 2) Handuk dibentangkan di bawah punggung sampai bokong 3) Punggung sampai bokong dibasahi, disabuni, dibilas, dan selanjutnya dikeringkan dengan handuk 4) Pasien dimiringkan ke kanan, dan handuk dibentangkan di bawah punggung 5) Punggung kiri dicuci seperti pada punggung kanan 6) Pasien ditelentangkan, pakaian bagian atas dipasangkan dengan rapi e. Mencuci kaki: 1) Kaki pasien yang terjauh dari petugas dikeluarkan dari bawah kain penutup atau handuk 2) Handuk dibentangkan di bawahnya dan lutut ditekuk 3) Kaki disabuni, dibilas, selanjutnya dikeringkan. Demikian juga kaki yang satu lagi.
f. Mencuci daerah lipat paha dan genitalia: 1) Handuk dibentangkan dibawah bokong, dan pakaian bagian bawah perut dikeringkan 2) Daerah lipatan paha dan genitalia dibasahi, disabuni lalu dibilas dan dikeringkan 3) Pakaian bagian bawah dikenakan kembali, kain penutup atau handuk diangkat, selimut pasien dipasangkan kembali 4) Pasien dan tempat tidur di rapihkan kembali 5) Pakaian dan alat tenun kotor serta peralatan lain dibereskan dan dibawa ke tempatnya Perhatian: 1) Hindari tindakan yang menimbulkan rasa malu pada pasien, dan tetap menjaga kesopanan 2) Perhatikan keadaan umum pasien dan kelainan pada badannya (misalnya luka, dan sebagiannya) 3) Menanggalkan pakaian sesuai dengan urutan tindakan 4) Waslap dibasahi secukupnya, tidak terlalu basah atau kering 5) Bila air sudah kotor segera diganti 6) Membersihkan daerah genitalia sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri. Tapi bila pasien tidak sadar atau payah maka tidak dapat melakukannya sendiri, pembersihan dilakukan oleh petugas 7) Untuk pasien yang dapat mandi sendiri, bertugas menyiapkan peralatan dan membantunya seperlunya 7. Merawat gigi dan mulut dan gigi pada pasien yang tidak sadar Pengertian: merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pda klien yang dihospitalisasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pasien yang sadar secara mandiri atau dengan bantuan perawat Tujuan: - mencegah infeksi gigi da gusi -
Mempertahankan rongga mulut
Alat dan bahan: -
Handuk dan kain pengalas Gelas kumur berisi: air masak atau NaCl, obat kumur, borax gliserin Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa Kapas lidi Bengkok Kain kasa Pinset atau arteri klem Sikat gigi dan pasta gigi
Prosedur kerja untuk pasien tidak sadar: 1. 2. 3. 4. 5.
Jelaskan prosedur pada klien/keluarga klien Mencuci tangan Atur posisi dengan posisi tidur miring kanan atau kiri Pasang handuk dibawah dagu atau pipi klien Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air hangat atau masak 6. Gunakan tong spatel (sudip lidah) untuk membuka mulut pada saat membersihkan gigi atau mulut 7. Lakukan pembersihan dimulai dari dinding rongga mulut, gusi, gigi, dan lidah 8. Keringkan dengan kasa streil yang kering 9. Setelah bersih, oleskan dengan borax gliserin 10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan Prosedur kerja untuk pasien sadar 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jelaskan prosedur pada klien Cuci tangan Atur posisi pasien duduk Pasang handuk dibawah dagu Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air hangat atau masak Kemudian bersihkan pada daerah mulut, gusi, gigi da lidah lalu bilas dengan larutan NaCl 7. Setelah bersih oleskan dengan borax gliserin 8. Untuk perawatan gigi lakukan penyikatan dengan gerakan naik turun 9. Cuci tangan `setelah prosedur dilakukan 8. Mengganti pakaian pasien diatas tempat tidur Pengertian : Yaitu melepaskan pakaian kotor pasien dan memakaikan pakaian bersih untuk pasien agar memberikan rasa nyaman dan bersih pada pasien.
Tujuan : -
Memberikan rasa nyaman dan bersih pada pasien Mempercepat proses penyembuhan pada pasien
Persiapan alat : 1. 2. 3. 4. 5.
Pakaian pasien yang bersih Selimut Tempat pakaian kotor Sampiran Handscoon bersih/sarung tangan
Langkah-langkah : 1. 2. 3. 4.
Longgarkan baju dari leher Lepaskan pakaian menuruni lengan Pastikan bahwa pasien diselimuti Jika pada saat itu pasien sedang diinfus : - Lepaskan pakaian dari lengan yang tidak diinfus - Gulung lengan pakaian itu ke belakang badan dan melewati lengan dan lokasi yang diinfus. Hati-hati dengan selang infuse - Lipat bahan pakaian itu dengan satu tangan sehingga tidak ada tarikan atau tekanan pada selang dan perlahan-lahan turunkan pakaian melewati ujung jari - Dengan tangan yang lain, angkat selang infuse dari tiangnya dan masukkan kedalam lipatan pakaian pastikan untuk tidak merendahkan botol infuse. Tarik pakaiannya, kembalikan botol infise ke tiang penggantungnya 5. Siapkan pakaian bersih. Jika pasien memakai infuse, tanyakan pada perawat sebelum melakukan prosedur satu sampai enam. Tanyakan apakah pakaian dimasukkan melalui lengan yang terpasang infuse atau tidak dimasukkan lengan hanya menutupi bahu (seperti jika pasien memakai infuse multiple atau pompa infuse) 6. Pegang lengan baju disisi selang infuse dengan satu tangan 7. Angkat botol infuse dari tiangnya, pertahannka ketinggiannya . Selipkan botol infuse melalui lengan bahu dari bagian dalam dan gantung kembali botol infuse tersebut 8. Tarik baju sepanjang selang infuse sampai tenpat tidur 9. Masukkan pakaian melalui tangan. Lakukan dengan hati-hati agar tidak mempengaruhi area infusan 10. Posisikan pakaian pada lengan yang terpasang selang infuse. Kemudian masukkan lengan yang satunya
9. Mencuci rambut dan menyisir rambut Memelihara Rambut Pengertian: Mempertahankan kebersihan dan kerapihan rambut, yang meliputi menyisir dan mencuci rabut serta memasang kap kutu A. Mencuci rambut Pengertian: Mencuci rambut dan kulit kepala dengan mempergunakan sabun atau shampo. Tujuan: 1) Membersihkan kulit kepala dan rambut 2) Menghilangkan bau dan memberi rasa nyaman 3) Merangsang peredaran darah dibawah kulit kepala 4) Membasmi kutu dan ketombe Dilakukan pada: 1) Pasien yang rambutnya kotor, dan keadaan umumnya 2) Bagi pasien yang berkutu, sebelum dicuci harus diobati dan dipasang kap kutu lebih dulu 3) Pasien yang akan menjalani operasi besar (bila keadaan umumnya mengizinkan) Persiapan: Persiapan alat: 1) Handuk 2 helai 2) Perlak panjang sebagai alas 3) Baskom berisi air hangat
4) Gayung 5) Shampo dan sabun dalam tempatnya 6) Sisir 7) Kain kasa dan kapas 8) Ember kosong 9) Bengkok 10) Celemek untuk petugas 11) Sampiran 12) Alat pengering rambut bila mungkin disediakan Persiapan pasien: Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan. Pelaksanaan: 1) Bila pasien tidak dapat duduk, posisi tidurnya diatu dengan kepala dipinggir tempat tidur. 2) Ember diletakkan dibawah tempat tidur bagian kepala . 3) Perlak pengalas dipasang dibawah kepala, dengan sisi kanan dan kirinya digulung sedikit kedalam dan ujungnya berada di dalam ember 4) Lubang telinga ditutup dengan kapas dan mata ditutup dengan kain kassa atau sapu tangan pasien 5) Dada ditutup dengan handuk sampai leher 6) Rambut disisir, kemudian disiram dengan air hangat. Selanjutnya rambut dicuci dengan shampo dan sabun. Rambut dibilas beberapa kali dengan air hangat, dan bersamaan dengan itu kepala dipijit-pijit. 7) Kepala diangkat dan diberi alas handuk, selanjutnya dikeringkan 8) Kapas penutup lubang telinga dan kain kassa penutup mata diangkat dan diletakkan dalam bengkok 9) Rambut dikeringkan dengan handuk
10) Rambut disisir rapi, kepala pasien diletakkan pada bantal yang telah dialasi handuk kering 11) Posisi pasien diatur kembali 12) Peralatan dibersihkan, dibereskan,dan dikembalikan ke tempat semula Perhatian: 1) Perhatikan keadaan umum pasien 2) Hindari tindakan yang membuat pasien lelah atau kedinginan B. Menyisir rambut Pengertian: Mengatur rambut agar rapi dengan menggunakan sisir, dilakukan pada pasien yang tidak dapat menyisir sendiri. Tujuan: 1) Memberikan rasa nyaman dan meningkatkan kepercayaan diri dalam diri pasien 2) Memelihara rambut agar tetap rapi 3) Merangsang kulit kepala 4) Mencegah adanya kutu kepala dan lain 5) Mengetahui apakah ada kelainan pada kulit kepala Persiapan: Persiapan alat: 1) Sisir 2) Kain penadah atau handuk 3) Karet gelang untuk pasien yang berambut panjang 4) Air atau minya bila perlu 5) Kertas untuk membungkus kotoran atau rabut yang rontok
6) Bengkok (nierbekken) berisi larutan desinfektan, khusus untuk pasien yang berkutu Persiapan pasien: Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan. Pelaksanaan: 1) Menyisir rambut dapat dilakukan pada pasien dalam posisi duduk atau berbaring 2) Kain penadah atau handuk diletakkan pada bahu atau dibawah belikat 3) Rambut panjang dan kusut dibelah dua, kemudian disisir secara bertahap, dimulai dari bagian bawah (ujung rambut). Setelah rapi rambut diikat atau dijalin 4) Rambut yang pendek disisir dari pangkal ke ujung 5) Rambut yang rontok dikumpulkan dan dibungkus dengan kertas, kemudian dibuang ke tempat yang tersedia 6) Peralatan dibersihkan, dibereskan kembali ke tempat semula Perhatian: 1) Rambut yang kusut diberi air dan minyak dahulu dan diuraikan dengan tangan. Bila tidak dapat disisir sama sekali dengan persetujuan pasien atau keluarganya rambut dipotong. 2) Bila ada kutu atau ketombe dan rambut selalu rontok, harus segera dilaporkan kepada penanggung jawab ruangan atau yang bersangkutan. 3) Untuk menghindarkan rasa sakit, sambil menyisir peganglah pangkal rambut. 4) Sebaiknya setiap pasien menggunakan sisir sendiri.
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Kebutuhan aktivitas atau pergerakan merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukn untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara aman dalam menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas. 3.2 Saran Dengan mempelajari kebutuhan aktivitas akan membuat kita menjadi lebih tau pengertian secara mendalam. Kita akan tau bagaimna seharusnya seorang perawat memberi pelayanan kesehatan dengan baik bagi kesembuhan kliennya. Kita juga akan tahu bagaimana dampak positif dan negatifnya dari pelayanan yang kita berikan ini terhadap diri kita, semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat yang akan menjadi informasi untuk kehidupan kita sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA Wahit,Lilis dan Joko. 2015. Buku ajar ilmu keperawatan dasar buku 1. Jakarta. Salemba Medika hal 267-309 Bandiyah, Siti.2013.Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.Yogyakarta: Nuha Medika hal: 36,62,67 Tarwoto dan Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Jakarta Selatan: Salemba Medika hal: 163,168-171 Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta III.2009.Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I.Jakarta:Salemba Medika hal: 48 Vita,Andiana dan Yuni Fitriana.2017.Kebutuhan Dasar Manusia.Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS hal: 239,237,240 https://id.pdfcoke.com/document/356988755/SOP-Merawat-Gigi-Dan-Mulut-docx https://www.slideshare.net/mobile/LiaOktaviani4/presentasi-sop-mengganti-pakaian-pasien