KAU YANG BERTANYA AKU YANG MENDERITA Oleh: Jum’an Saya sedang serius memikirkan bagaimana mungkin baru tanggal lima belas dompet saya sudah kosong padahal….., ketika tiba-tiba anda menepuk bahu saya sambil bertanya: Mikirin apaan? Bunyi pertanyaan dan tepukan bahu itu mengagetkan dan menyebabkan fikiran saya buyar dan berganti arah. Karena fikiran selalu berputar terus, maka kita tidak akan pernah dapat memberikan jawaban yang pasti apa yang sedang kita fikirkan pada satu saat. Kecuali kalau kita dapat menghentikan ’waktu’ sementara kita memberikan jawaban, dan itu tidak mungkin. Itulah contoh apa yang dinamakan observer effect – yaitu bahwa tindakan pengamatan akan menyebabkan perubahan pada fenomena yang diamati – yang kentara sekali berlaku dalam pengamatanpengamatan ilmiah. Demikian pula apabila kita mengamati gerakan sebuah pertikel: electron misalnya. Mengamati posisi dan momentum atau daya gerak sebuah partikel memerlukan tindakan membenturkan partikel lain terhadap partikel yang diamati, seperti kita menembakkan sebuah bola bilyar kearah bola bilyar lain yang sedang bergulir. Benturan itu menyebabkan partikel yang kita amati berubah posisi dan momentumnya. Makin tepat kita mengincar posisinya, semakin kabur momentumnya, begitu pula sebaliknya. Padahal posisi dan momentum partikel yang bergerak merupakan parameter yang penting untuk diketahui. Ketidakpastian ini bukan disebabkan oleh kekurang canggihan teknologi, tetapi merupakan fenomena dasar yang alamiah. Setidaknya, begitulah yang berlaku dalam dunia zarah atau partikel menurut prinsip ketidakpastian (law of uncertainty) dari Werner Heisenberg, fisikawan besar abad 20 pendiri ilmu mekanika kuantum – cabang ilmu fisika baru menggantikan mekanika klasik Newton. Mungkinkah ketidakpastian fikiran kita berasal dari ketidakpastian yang sama yang menguasai dunia zarah? Bukankah sistim syaraf kita digerakkan oleh elektron-elektron, dan kemampuan kita melihat sesuatu dimungkinkan oleh partikel cahaya atau photon? Dari banyaknya contoh tentang analogi antara kaidah-kaidah sains dengan realitas kehidupan manusia, saya kira memang ada hubungan yang kwantitatif antara keduanya. Alangkah spektakulernya apabila benang merah yang menghubungkan kaidah sains dengan realitas kehidupan manusia bisa dijabarkan. Bukan dalam bentuk filsafat yang tidak ada manfaat praktisnya atau
ramalan astrologi yang seolah-olah merupakan dominasi makrokosmos terhadap mikro-kosmos yang entah benar entah tidak. Masih ingat hukum ketidakpastian Heisenberg: Semakin tepat kita mengincar posisi sebuah partikel, semakin kabur momentumnya. Semakin teliti kita mengamati momentumnya, semakin kabur posisinya. Makin serius kita menggeluti dunia, makin kabur urusan akhirat kita? Wallohu a’lam bissawab