I. KASUS INTEGRASI SOSIAL
A. CONTOH KASUS Amuk massa di Tanjung Balai, vihara dan kelenteng dibakar 30 Juli 2016 Aksi pembakaran dimulai menjelang tengah malam, berlangsungs ecara cepat. Tujuh orang terduga penjarah diperiksa terkait kerusuhan bermula dari permintaan seorang perempuan kepada seorang imam untuk mengecilkan pengeras suara mesjid, dalang dan pelaku masih dicari. Pembakaran-pembakaran itu mulai meletus Jumat (29/7) menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00. "Ada enam vihara dan kelenteng yang diserang beberapa ratus warga. Namun kebanyakan,
pembakarannya
dilakukan
pada
alat-alat
persembahyangan,
dan
bangunannya sendiri tidak terbakar habis," kata juru bicara Kepolisian daerah Sumatera Utara, Kombes Rina Sari Ginting kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia. Ditanya mengapa massa bisa leluasa mengamuk dan seakan polisi membiarkan, Rina Ginting menjawab, "Kami masih sedang mendalami, namun tidak betul polisi membiarkan.” "Saat itu sebetulnya sedang berlangsung dialog, namun massa di luar bergerak sendiri. Mereka bergerak cepat, kami berusaha meminta mereka untuk membubarkan diri dan tidak melakukan kekerasan. Dan jumlah polisi sangat terbatas." "Kami terus mendalami, dan menyelidiki siapa pelaku-pelakunya, siapa dalangnya. Mereka pasti ditindak, karena ini merupakan perbuatan pidana," tegasnya. Adapun tujuh orang yang sudah 'diamankan' dan masih diinterogasi, terkait dugaan penjarahan saat kejadian, bukan pada tindakan perusakan dan pembakaran. Polisi disebutkan sempat berhasil meminta massa bubar, namun warga kembali beberapa waktu kemudian diduga karena seruan di media sosial. Ditambahkannya, amukan orang-orang yang sebagian adalah anak muda itu berlangsung beberapa jam, dan mulai membubarkan diri sekitar pukul 04.30.
"Namun bakar-bakarannya sendiri, tak berlangsung lama, karena yang dibakar adalah barang-barang persembahyangan. Misalnya dupa, gaharu, lilin, minyak dan kertas, patung Budha, gong., dan perabotan seperti meja, kursi, lampu, lampion. Bangunanbangunannya sendiri, terbakar sedikit." Bermula dari volume pengeras suara mesjid Disebutkannya, ketegangan bermula menjelang shalat Isya, setelah Meliana, seorang perempuan Tionghoa berusia 41 tahun yang meminta agar pengurus mesjid Al Maksum di lingkungannya mengecilkan volume pengeras suaranya. Sesudah shalat Isya, sekitar pukul 20.00 sejumlah jemaah dan pengurus mesjid mendatangi rumah Meliana. Lalu atas prakarsa Kepala Lingkungan, Meliana dan suaminya dibahwa ke kantor lurah. Namun suasana memanas, Meliana dan suaminya kemudian 'diamankan' ke Polsek Tanjung Balai Selatan. "Di kantor Polsek lalu dilakukan pembicaraan yang melibatkan Camat, Kepala Lingkungan, tokoh masyarakat, Ketua MUI, dan Ketua FPI setempat," kata Rina Ginting. Ia mengaku belum tahu, mengapa FPI dilibatkan. "Tapi di luar, massa mulai banyak berkumpul, dengan banyak mahasiswa, mereka melakukan pula orasi-orasi. Tapi kami bisa menghimbah mereka dan mereka pun membubarkan diri.' Disebutkan, pembakaran dan perusakan terjadi lebih p[ada alat persembahyangan, perabot dan kendaraan. Namun katanya, dua jam kemudian massa berkumpul lagi, kemungkinan akibat pesan di media sosial. Mereka lalu mendatangi rumah Meliana dan bermaksud membakarnya namun dicegah oleh warga sekitar. Sesudah itu, massa yang semakin banyak dan semakin panas bergerak menuju Vihara Juanda yg berjarak sekitar 500 meter dan berupaya utk membakarnya tapi dihadang oleh para petugas Polres Tanjung Balau. massa yang marah lalu melempar vihara itu dengan batu. "Lalu massa bergerak ke tempt lain, yang ternyata melakukan pembakaran di beberapa vihara dan kelenteng, yang jaraknya berdekatan" papar Rina Ginting pula. Disebutkannya tercatat pembakaran dan perusakan terjadi pada setidaknya enam vihara dan sejumlah kelenteng dan beberapa bangunan lain, serta sejumlah kendaraan.
B. PEMBAHASAN Disintegrasi social adalah sebuah kondisi atau keadaan yakni hilangnya keharmonisan, ketidakutuhan, atau perpecahan yang sedang terjadi dalam suatu lingkungan masyarakat. Seperti contoh kasus tersebut, terjadinya disintegrasi social dikarenakan kurangnya toleransi dalam beragama. Salah seorang dari suatu golongan mengeluarkan pendapat yang menyinggung golongan yang lain, sehingga golongan yang tersinggung tersebut menunjukkan sikap tidak suka dengan cara mengamuk di Tanjung Balai, hingga membakar tempat beribadah. Pihak-pihak yang terkait dalam kasus tersebut telah diamankan dan diberi sanksi sesuai dengan pelanggaran pasal yang sudah ditetapkan.
II.
KASUS PELANGGARAN KONSITITUSI
A. CONTOH KASUS JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban Tragedi Mei 1998 mengajukan permohonan uji materi Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) di Mahkamah Konstitusi. "Kasus-kasus yang menimpa keluarga pemohon telah dinyatakan pelanggaran HAM berat oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia," ujar kuasa hukum para pemohon, Chrisbiantoro, di Jakarta, seperti dikutip Antaranews.com.
Permohonan uji materi ini diajukan Payan Siahaan, orang tua Ucok Munandar Siahaan yang dihilangkan secara paksa pada kurun 1997 - 1998, dan Yati Uryati, ibunda Eten Karyana, korban tragedi Mei 1998. "Berkas perkaranya telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung selaku penyidik dalam perkara pelanggaran HAM yang berat sebagaimana diamanatkan UU Pengadilan HAM," ujar Chrisbiantoro.
Meskipun telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung selaku penyidik, pemohon menyampaikan perkara ini tidak ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. "Padahal berkas perkara sudah tujuh kali disampaikan Komnas HAM," jelas Chrisbiantoro. Kasus ini kemudian dianggap telah ditelantarkan sehingga para pemohon merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar, khususnya terkait dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) serta Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang kepastian hukum untuk setiap Warga Negara Indonesia. "Hak-hak Pemohon menjadi tidak dapat dipenuhi untuk mendapatkan kepastian hukum atas nasib keluarga anak-anak atau keluarga inti mereka yang hilang yang meninggal sejak pelanggaran HAM yang berat tersebut," kata Chrisbiantoro.
Pemohon kemudian meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM tidak bertentangan dengan konstitusi. Kejaksaan Agung sebelumnya menilai rekonsiliasi merupakan salah satu opsi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu mengingat kasusnya sudah berlangsung lama.
Rekonsiliasi itu, kata Jaksa Agung HM Prasetyo, nantinya akan ditawarkan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, tentunya ada tahapan atau poin rekonsiliasi. Kejaksaan Agung menyatakan penyelesaian tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan di antaranya peristiwa Talangsari, Lampung, tidak tertutup kemungkinan melalui proses rekonsiliasi. Keenam kasus pelanggaran HAM berat lainnya, yakni, peristiwa Trisaksi, Semanggi 1 dan 2, Wasior, Papua, kasus tahun 1965, dan penembakan misterius(petrus)
B. PEMBAHASAN Keluarga korban tragedi Mei 1998, yaitu orang tua Ucok Siahaan, Payan Siahaan dan Ibu dari Eten Karyana kembali mengajukan permohonan uji materi atas kasus yang menimpa keluarga mereka karena tidak kunjung mendapat kepastian hokum. Keluarga korban kembali menggugat pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi “Hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum berfungsi mengatur segala hal agar dapat berjalan tertib dan sesuai dengan aturan”, pasal 28 H ayat (2) “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”, pasal 28 I ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Meski sudah tujuh kali memasukan berkas dan sudah menjalani proses, mahkamah agung menolak gugatan tersebut dengan alasan karena ketidakjelasan dan tidak lengkapnya gugatan, hingga saat ini kasus tersebut masih mengambang tanpa adanya tindaklanjutan.
III.
DINASTI POLITIK DI INDONESIA
A. KASUS DINASTI POLITIK DI SULAWESI TENGGARA Di Sulawesi Tenggara, jabatan politik yang dimiliki oleh keluarga calon gubernur Asrun begitu mengakar. Asrun adalah Wali Kota Kendari dua periode (2007-2017) dan jabatan-jabatan politik di Pemerintah Kota Kendari diduduki oleh anggota keluarganya. Istri Asrun, Sri Yastin, adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Kota Kendari (2017-sekarang). Jawatan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kota Kendari (2017-sekarang) dijabat oleh Hasria Mahmud yang merupakan adik Asrun. Askar Mahmud, adik Asrun lainnya, menjabat sebagai Kepala Bappeda Kota Kendari sejak 2013. Putra Asrun pun ikut mengisi jabatan politik sebagai Wali Kota Kendari saat ini, yaitu Adriatma Dwi Putra. Sedangkan Asrizal Pratama Putra, anak Asrun lainnya, menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Kendari sejak 2015. Tahun berikutnya, Surunuddin Dangga yang merupakan paman Asrun menjadi Bupati Konawe Selatan. B. PEMBAHASAN 1. Bagan dinasti politik keluarga Asrun Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Ada berapa dinasti yang dibangun oleh keluarga Asrun? Terdapat enam dinasti yang dibangun oleh keluarga Asrun. Pertama Sri Yastin, istri Asrun menjadi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan di Kota Kendari. Kemudian mengikutsertakan kedua anaknya terjun ke partai politik, ada yang menjadi walikota dan menjadi ketua Fraksi. Kedua kakak Asrun juga menjadi kepala bagian di Kota Kendari. Keponakannya sendiri adalah seorang Bupati di Konawe Selatan. Dinasti politik akan mudah terjalin dikarenakan sebagian besar instansi dikuasai oleh keluarga itu sendiri.
IV.
KASUS DI LEMBAGA PERADILAN
A. CONTOH KASUS Suap Pejabat MA Bukti Lembaga Peradilan Masih Bobrok Terungkapnya kasus korupsi di Mahkamah Agung lewat aksi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa lembaga peradilan Indonesia masih sangat lemah dan bobrok. JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terungkapnya kasus korupsi di Mahkamah Agung lewat aksi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa lembaga peradilan Indonesia masih sangat lemah dan bobrok. Apalagi sebelumnya lembaga peradilan juga telah tercoreng oleh penangkapan Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan dalam kasus suap pengamanan perkara gugatan dana Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi Sumatera Utara yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis. "Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan penangkapan Hakim PTTUN Medan terkait suap dana Bansos Provinsi Sumatera Utara. Sekarang, lagi-lagi kita dikejutkan dengan penangkapan Kasubdit Bidang Perdata MA Andri, tentu kasus ini telah mencoreng lembaga peradilan kita," kata praktisi hukum dan Wakil Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan kepada gresnews.com, Jumat (13/2) malam. Meskipun yang ditangkap oleh KPK kali ini bukan seorang hakim agung, kata Ridwan, kasus ini merupakan preseden buruk bagi Mahkamah Agung (MA). Terungkapnya keterlibatan salah satu petinggi MA dengan inisial AS (Andri Tristianto Sutrisna) dalam kasus suap ini tentu telah menghilangkan marwah serta kewibawaan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Ia menduga ada keterlibatan petinggi MA lainnya dalam kasus suap pengamanan putusan MA atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan hakim oleh MA itu. "Bisa saja ada pejabat atau petinggi MA lainnya yang terlibat dalam kasus ini. Karena ini kasus bukan sembarangan, ini kasus suap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA loh. Kemungkinan besar ada petinggi MA lainnya yang terlibat dalam kasus ini," ujarnya. Ridwan berharap KPK dapat mengembangkan kasus ini hingga ditemukan aktor intelektual lainnya yang berada di lingkungan MA. Selain itu, ia juga mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk turut serta menangani kasus ini. Menurut Ridwan, dengan ditangkapnya pejabat tinggi di lingkungan peradilan ini, juga menunjukkan bahwa fungsi pengawasan yang menjadi tugas lembaga pengawas kode etik hakim itu masih sangat lemah.
Ditambahkannya, kasus ini harus menjadi pintu masuk bagi KPK dan KY untuk membersihkan lembaga peradilan, khususnya MA dari oknum pejabat negara atau hakim yang melakukan praktik jual-beli kasus. "Ini harus menjadi momen baik bagi KPK maupun KY untuk melakukan pembersihan pada lembaga peradilan kita. Karena kalau tidak, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan kita akan semakin hilang karena ulah markus (mafia kasus-red) di pengadilan," tegasnya. Pada Jumat (12/2) malam, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang yang diduga kuat terlibat suap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA. Dalam kasus ini penyidik KPK berhasil mengamankan salah satu pejabat MA selaku Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna. Selain itu, KPK juga telah menangkap seorang pengusaha yang bernama Ichsan Suandi IS), serta pengacaranya yang bernama Awang Lazuardi Embat (ALE). Selain tiga orang itu, penyidik KPK juga membawa seorang supir Ichsan dan dua orang petugas keamanan rumah Andri dalam penangkapan kemarin malam. Dalam OTT tersebut, KPK juga telah menyita uang yang diduga sebagai uang suap untuk mengamankan kasus Ichsan di MA sebesar Rp400 juta. Selain itu, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen dan dua kendaraan roda empat jenis Toyota Camry dan Honda Mobilio. PEMBENAHAN INTERNAL – Dalam kesempatan berbeda, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan, pihaknya berharap Mahkamah Agung (MA) dapat melakukan pembenahan internal pengadilan yang lebih intensif. Karena kasus penangkapan yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap salah satu pejabat tinggi MA ini telah menambah catatan kelam lembaga penegak hukum dan pengadilan di Indonesia. Ia pun berharap Mahkamah Agung dapat menindak tegas seluruh oknum pejabat MA yang terlibat atau pun terindikasi melakukan praktik jual beli kasus di lingkungan MA. "Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh aparat pengadilan lainnya," kata Farid Wajdi melalui pesan singkat yang diterima gresnews.com. Selaku lembaga pengawas kode etik hakim, ia menyatakan, seluruh aparat pengadilan harus dapat bekerja dengan profesional dan sungguh-sungguh. Karena seluruh aparat penegak keadilan harus memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Sebab mereka harus menjaga integritas dan kewibawaan lembaga peradilan. Hal ini menjadi tugas dan kewajiban bagi seluruh aparatur lembaga peradilan di Indonesia. Ia berharap kasus serupa tidak akan kembali terjadi dalam institusi lembaga peradilan di Indonesia. "Kami sangat menyayangkan hal ini menimpa MA. Kami harap MA dapat melakukan pembenahan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Karena dengan adanya kasus ini, kinerja lembaga kembali tercoreng dan kepercayaan publik akan semakin tergerus akibat perbuatan tidak patut yang dilakukan segelintir oknum pengadilan," tegasnya.
Selain itu, Farid mengatakan, saat ini tengah berusaha memaksimalkan kantor penghubung di sejumlah daerah dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan terhadap lembaga pengadilan di Indonesia. Ia menambahkan, KY sudah membangun komunikasi kepada seluruh jaringan LSM dan sejumlah Perguruan Tinggi untuk membantu melakukan pengawasan lembaga peradilan bersama kantor penghubung KY di daerah-daerah guna mengintensifkan fungsi pengawasan hakim dan lembaga pengadilan di Indonesia. "Sehingga nantinya pengawasan tidak hanya menjadi domain KY tetapi juga domain publik, karena biar bagaimanapun publik harus tahu dan paham, juga terlibat dari awal, tengah, hingga akhir dalam menjalankan pengawasan hakim dan lembaga pengadilan di Indonesia," ujarnya. Sementara itu, Mahkamah Agung masih belum berbicara banyak tentang penangkapan Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna (ATS), yang diduga terlibat kasus suap pengamanan penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA terkait kasus yang dialami oleh seorang pengusaha bernama Ichsan. Sejauh ini upaya konfirmasi gresnews.com kepada juru bicara MA Suhadi belum memperoleh jawaban. B. PEMBAHASAN Jenis lembaga yang terlibat dalam kasus tersebut adalah lembaga peradilan tinggi, dimana pejabat yang tertangkap disuap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA. KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang yang diduga terlibat suap pada kasus ini. Dalam kasus ini penyidik KPK berhasil mengamankan salah satu pejabat MA selaku Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna. Selain itu, KPK juga telah menangkap seorang pengusaha yang bernama Ichsan Suandi, serta pengacaranya Awang Lazuardi, supir dari Ichsan dan dua orang petugas keamanan rumah Andri. Dalam OTT tersebut, KPK telah menyita uang yang diduga sebagai uang suap untuk mengamankan kasus Ichsan di MA sebesar 400 juta. Penyidik juga menyita sejumlah dokumen dan dua kendaraan roda empat.
DAFTAR PUSTAKA
https://materiips.com/contoh-disintegrasi-bangsa/amp_e_pi=7%CPAGE_ID10%2C441129853 https://www.google.co.id/amp/s/nasional.tempo.co/amp/741015/pemerintah-pelanggarankonstitusi-terbanyak-ini-temuannya\ https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/07292391/6-dinasti-politik-dalam-pusarankorupsi-suami-istri-hingga-anak-orangtua?page=all http://www.gresnews.com/berita/hukum/102845-suap-pejabat-ma-bukti-lembaga-peradilanmasih-bobrok/
TUGAS KEWARGANEGARAAN
DISUSUN OLEH: NUR MAQHFIRA 201801175
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU PROGRAM STUDI KEPERAWATAN 2018/2019