PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN SKIZOFRENIA DI RSUD MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH Sebagai Persyaratan Tugas Metodologi Keperawatan
NUR MAQHFIRA 201801175 D-NON REG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2018/2019
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya masih difokuskan pada kondisi fisik semata tanpa memperhatikan kondisi psikis. Kondisi psikis yang baik memiliki peranan penting bagi seseorang dalam mempengaruhi kualitas hidup. Seseorang yang mengalami kondisi jiwa yang kurang sehat dapat mengganggu fungsinya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan sering disebut orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adala yang mengalami gangguan dengan pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan satu perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan pasien mengalami hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (Undang-Undang No. 18, 2014). Menurut WHO (World Health Organization), dalam (Yosep, 2014) masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang telah menjadi masalah yang sangat serius. WHO mempekirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami kesehatan gangguan jiwa. Di Indonesia, berdasarkan data prealensi gangguan jiwa berat, seperti Skizofrenia adalah 1,7 juta jiwa per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Sulawesi Selatan menepati peringkat pertama dari provinsi lain yang berada di Sulawesi dengan penderita sebesar 2,6% yang kemudian segera berturut-turut diikuti oleh Sulawesi Tengah 1,9%, Gorontalo 1,5%, Sulawesi Barat 1,5%, Sulawesi Tenggara 1,1%, Sulawesi Utara 0,8% (RIKESDAS, 2013). Salah satu gejala gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang akan berdampak mepengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku seseorang (Yosep, 2010). Skizofrenia adalah gangguan jiwa dimana penderita tidak dapat menghadirkan realita (Reality Testing Abiity/RTA) dengan benar dan pemahaman diri sendiri (Self Insight) yang buruk. Gejala positif meliputi waham, halusinasi, gaduh gelisah, mengganggap
2
dirinya besar, pikiran penuh kecurigaan, dan gejala negative meliputi sulit memahami pembicaraan, isolasi sosial atau mengasingkan diri, afek tumpul, sulit berfikir abstrak, pola piker stereotof, dan pasif. Salah satu
penanganan
skizofrenia
dengan
pengobatan antipsikotik.
Antipsikotik (neuroleptic) merupakan terapi obat-obata utama yang efektif mengobati skizofrenia. Jenis antipsikotik yang banyak digunakan adalah tipikal, yaitu 78% dan paling sedikit adalah jenis atipikal, yaitu 22%. Hal ini karena antipsikotik tipikal digunakan untuk mengobati gejala positif yang merupakan gejalan yang mendominasi skizofrenia. Maka dari itu peran serta keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami skizofrenia tidak cukup dengan hanya pemberian antipsikotik saja, namun diperlukan terapi lain yang mendukung tingkat kesembuhan pasien. Salah satunya ialah perawat melatih keluarga agar mampu merawat pasien di rumah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah gangguan skizofrenia. Pendidikan kesehatan merupakan suatu cara penunjang program-program kesehatan yang dapat menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan dalam waktu yang pendek. Konsep pendidikan kesehatan merupakan proses belajar individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tau tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan menjadi mampu, pencapaian perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai masing-masing keluarga. Perilaku seseorang atau masyarakat yang sehat dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pegetahuan (Notoatmojdo, 2007). Sedangkan pendidikan kesehatan (Friedman, 2002), dapat diberikan kepada keluarga pasien gangguan jiwa dapat berupa informasi tentang keadaan sakit, perawatan, sera informasi tentang tindakan kesehatan jiwa. Pendidikan kesehatan dipandang perlu diarahkan dalam meningkatkan pengetahuan keluarga untuk membantu pasien dan keluarga agar mereka terlibat dalam perawatan diri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
3
Pengetahuan merupakan hasul dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan keluarga tentang prawatan pasien skizofrenia di Indonesia sepertinya kurang memadai. Secara umum dapat diketahui bahwa keluarga masih kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia, perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pasien (Notoadmodjo, 2007). Ada kaitan erta antara dinamika keluarga dengan proses kemunculan skizofrenia. Penderita tampaknya mengalami gangguan dalam pembentukan kepribadian mereka yang disebabka oleh ganguan pada dinamika keluarga. Dengan kata lain, bilamana ada gangguan dalam dinamika keluarga di masa perkembangan kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian menjadi terganggu pula dan menjadi rentan mengalami skizofrenia. Dinakia keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang hidup yang ada pada keluarga dan sebagai akibatnya lebih berisiko pada kekambuhan penderita skizofrenia. Masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar keluarga klien skizofrenia kurang memahami dan pengetahuan tentang perawata klien skizofrenia masih rendah (Arif, 2006). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. Keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan jiwa pada satu anggota keluarga akan mengganggu terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga, salah satunya adalah skizofrenia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya peran keluarga pada peristiwa terjadinya ganggiuan jiwa dan proses penyesuian kembali setelah selesai program perawatan. Oleh karena itu, keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat menguntungkan proses pemulihan pasien (Yosep, 2009). Skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang paling membahayakan kehidupan penderitanya karena mempengaruhi setiap aspek dari kehidupannya.
4
Seorang yang menderita skizofrenia akan mengalami gangguan dalam pembicaraan yang terstruktur, proses atau isi piker dan gerakan serta akan tergantung pada orang lain selama hidupnya (Hawari, 2009) Skizofrenia adalah penyakit kronis berupa gangguan mental yang serius yang ditandai denga gangguan dalam proses pikir yang mempengaruhi perilaku. Orang dengan skizofrenia cenderung mengalami penurunan di dalam sosialisasi, bahkan tidak memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik ada lngkungan sekitarnya. Pada tahap ini biasanya membutuhkan perawatan tindak lanjut yang berkesinambungan dengan partisipasi keluarga, juga lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). Berdasarkan penelitian (Rita Zahara, 2015) dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Penderita Skizofrenia Dengan Perilaku Kekerasan”, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 14 Juni 2018, data pasien skizofrenia paa tahun 2016 yang rawat inap dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 352 untuk pasien laki-laki, dan 193 untuk pasien perempuan. Sedangkan data pasien skizofrenia untuk rawat inap pada tahun 2017 sebanyak 761 pasien laki-laki dan 251 untuk pasien perempuan. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1) Analisis
pengaruh
pendidikan
kesehatan
terhadap
peningkatan
penegtahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Analisis tingkat pengetahuan keluarga sebelum pendidikan kesehatan tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia. 2) Analisis tingkat pengetahuan keluarga setelah pendidikan kesehatan tentang pasien dengan gangguan skizofrenia. 3) Analisis sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.4.1 STIKes WIdya Nusantara Palu Dapat dijadikan sebagai informasi dan materi kuliah untuk kegiatan proses belajar mengajar, serta dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia dan sebagai bahan kajian bagi peneliti dan memperkaya bahan pustakan di institusi.
6
1.4.2 Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah Dapat memberikan masukan kepada pihak RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah agar pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia lebih ditingkatkan, sehingga lebih efektif dan lebih efisien. 1.4.3 Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat untuk dapat lebih memperluas ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan mengenai pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Pendidikan Kesehatan A. Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatannya dan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan penuh kesadaran. Jadi, pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku hidup sehat yang didasari atas kesadaran diri, baik itu di dalam individu, kelompok ataupun masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Erwin, 2012). Sedangkan menurut Wahid (2009), pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam individu, kelompok, atau masyarakat itu sendiri. Ruang lingkung pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi. Dimensi pendidikan kesehatan tersebut antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan dan aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dimensi sasaran pendidikan terdiri dari tiga dimensi, yaitu pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu, pendidikan kelompok dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan dengan sasaran masyarakat luas. Sedangkan sasaran pendidikan itu sendiri dibagi tigam yaitu: 1. Sasaran primer (primary target), yaitu sasaran langsung pada masyarakat berupa segala upaya pendidikan/promosi kesehatan.
8
2. Sasaran sekunder (secondary target), lebih ditujukan pada tokoh masyarakat dengan harapan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakatnya secara lebih luas. 3. Sasaran tersier (tersiery target), sasaran ditujukan pada pembuat keputusan/penentu kebijakan baik ditingkan pusat maupun ditingkat daerah dengan tujuan keputusan yang diambil dari kelompok ini akan berdampak kepada perilaku kelompok sekunder yang kemudian pada kelompok pada perilaku kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada kelompok primer. Dimensi tempat pelaksanaan dan aplikasinya dapat dilihat berdasarkan tempat pelaksanaanya sehingga dengan sendirinya sasaran pendidikan kesehatan berbeda. Dimensi pendidikan kesehatan yang ketiga aitu tingkat pelayanan kesehatan. Tingkat pelayanan kesehatan meliputi peningkatan kesehatan (health promotion), perlindungan umum dan khusus (general and specific protection), dan diagnosis dini dan pengobatan segera atau adekuat (early diagnosis and prompt treatment) (Erwin, 2012). Dimensi-dimensi dengan sasaran individu, kelompok dan masyarakat yang dapat dilakukan dengan penyuluhan baik secara teori maupun praktik. Sasaran pendidikan kesehatan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat harus mampu mengubah masyarakatnya menjadi masyarakat sehat, baik secara fisik, psikis sosial, dan ekonomi (Erwin, 2012). Sejalan dengan paradigm sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif dan berorientasi pada upaya kesehatan jiwa telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric service. Masalah gangguan jiwa tidak hanya dapat diatasi oleh tenaga kesehatan, tetapi juga perlu melibatkan peran aktif semua pihak semua pihak termasuk keluarga (Efendi, 2009).
9
B. Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan utama pendidikan kesehatan, yaitu agar seseorang mampu (Mubarak, 2009): 1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri 2. Memahami apa saja yang dapat mereka lakukan terhadap masalah dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar 3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan tujuan utama pendidikan kesehatan menurut Undangundang Kesehatan No. 23 tahun 1992 adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik secara fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial (BKKBN, 2012). C. Sasaran Pendidikan Kesehatan Ada beberapa sasaran pendidikan kesehatan, antara lain (Fitriani, 2011): 1. Individu Metode yang dilakukan adalah: a. Bimbingan dan Konseling Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya supaya individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya atau dengan kata lain, bimbingan adalah yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dalam merubah sikap dan tingkah lakunya. Proses konseling adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan. Tujuan ini tidak adalah adanya perubahan pada diri klien (Fitriani, 2011). b. Wawancara Wawancara adalah bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Menggali informasi mengapa individu tidak atau belum mau menerima
10
perubahan, apakah individu tertarik atau tidak terhadap perubahan, bagaimanakah dasar pengertian dan apakah mempunyai dasar yang kuat jika belum, maka diperlukan penyuluhan yang lebih mendalam (Fitrian, 2011). c. Alat bandu (media) pendidikan kesehatan jiwa 1) Booklet. Berisi penjelasan dalam gambaran dan tulisan tentang: kesehatan jiwa. Masalah psikososial, ciri-ciri orang sakit jiwa, penyebab gangguan jiwa, fungsi dan tugas keluarga. 2) Leaflet. Berisi perawatan gangguan jiwa di rumah dan perawatan orang ganggun jiwa di rumah sakit. 2. Kelompok Metode yang biasa digunakan untuk kelompok kecil, diantaranya: a. Diskusi kelompok Diskusi kelompok adalah membahas suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. b. Mengungkapkan Pendapat Merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Pada prinsipnya sama dengan diskusi kelompok. Tujuannya adalah untuk menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman dari setiap peserta. c. Bermain Peran Bermain
peran
pada
prinsipnya
merupakan
metode
untuk
menghadirkan peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam satu pertunjukkan di dalam kelas pertemuan. d. Kelompok Yang Membahas Tentang Desas-Desus Dibagi
menjadi
kelompok
kecil
kemudian
diberikan
suatu
permasalahan yang sama atau berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lain, kemudian masing-masing dari kelompok tersebut
11
mendiskusikan hasilnya, lalu tiap kelompok mendiskusikan kembali dan mencari kesimpulannya. e. Stimulasi Berbentuk metode praktek yang berfungsi untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar. Metode ini merupakan gabungan dari role play dan diskusi kelompok. 3. Masyarakat Luas Metode yang dapat dipakai untuk masyarakat luas di antaranya: a. Seminar Metode seminar ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu prsentasi dari satu ahli atau beberapa ahl tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya sedang ramai dibicarakan di masyarakat (Fitriani, 2011). b. Ceramah Metode
ceramah
adalah
sebuah
metode
pengajaran
dengan
menyampaikan informasi secara lisan kepada sejumlah siswa, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Simamora, 2009).
2.2 Tinjauan Umum Pengetahuan A. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui penginderaan manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan itu diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Menurut taksonomi dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan mencakup enam tingkatan dalam domain kognitif, yaitu: 1. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran
12
bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. 2. Memahami,
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskan
dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang seseuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh dan menyimpulkan. 3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hokumhukum, rums-rumus, metode dalam situasi nyata. 4. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalaj ia dapat menggambarkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dan fisiologi. 5. Sintesis, yaitu kemampua untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
seseorang
(Notoatmodjo, 2010): 1. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan keprobadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut menerima informasi.
13
Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi diharapkan akan semakin luas pula pengetahuannya.
2. Informasi Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek, sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi beimbas pada banyaknya media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain, mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pembentukkan
opini
dan
kepercayaan orang. 3. Sosial budaya dan ekonomi Budaya yang dianut seseorang mempengaruhi pengetahuan. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang seringkali tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. 5. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
14
membaik. Semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan, sehingga menambah pengetahuannya.
2.3 Tinjauan Umum Keluarga A. Pengertian Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Friedman, 2010). Keluarga adalah suatu sistem interaksi emosional yang diatur sercara kompleks dalm posisi, peran, dan norma yang lebih jauh diatur dalam subsistem di dalam keluarga, sibsistem ini menjadi dasar struktur atau organisasi keluarga (Harmoko, 2012).
B. Fungsi Keluarga Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan masyarakat yang lebih luas, meliputi: 1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih saying. 2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan
status
pada
anggota
keluarga,
keluarga
tempat
melaksanakan sosialisasi dan interaksi dengan anggotanya. 3. Fungsi reproduksi adalah untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambah sumber daya manusia.
15
4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. 5. Fungsi perawatan adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
C. Tugas Keluarga Dalam Kesehatan Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan (Friedman, 2010) yang meliputi: 1. Mempunyai kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga, keluarga perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh
dan perilaku maladaptifnya meliputi
mengetahui
pengertia
skizofrenia,
tanda
dan
keluarga perlu gejalanya,
cara
mengontrolna dengan cara minum obat dan cara spiritual. 2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan skizofrenia, menanyakan kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa ke pelayanan kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah sakit jiwa. 3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat penderita skizofrenia yang perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut penyakit yang diderita, pemahaman keluarga tentang cara merawat penderita skizofrenia yang perlu dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga tentang alat-alat yang membahayakan bagi penderita skizofrenia, bagaimana keluarga dalam merawat penderita skizofrenia yang membutuhkan bantuan. 4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan, yang perlu dikaji: pengetahuan keluarga tentang sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam meodifikasi lingkungan khususnya dalam
16
merawat anggota keluarga dengan skizofrenia, kemampuan keluarga dalam memanfaatkan lingkungan asertif. 5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu dikaji pengetahuan keluarga
tentang
fasilitas
keberadaan
pelayanan
kesehatan,
oemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang berada di masyarakat tingkat kepercayaan keluarga terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
D. Peran Keluarga 1. Keluarga perlu mempertahankan penderita skizofrenia dengan sikap yang bias menumbuhkan dan mendukung tumbuhnya harapan dan optimism. Harapan dan optimism akan menjadi motor penggerak pemulihan dari skizofrenia, di lain pihak kata menghina memandang rendah dan menumbuhkan pesimisme akan bersifat melemahkan proses pemulihan. Harapan merupakan pendorong proses pemulihan, salah satu faktor penting dalam pemulihan adaah adanya keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seorang penderita skizofrenia bias pulih dan kembali hidup produktif di masyarakat. Mereka bias memberikan harapan, semangat dan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan. Melalui dukungan yang terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan pertemanan, maka penderita skizofrenia bias mengubah hidupnya, dari keadaan kuang sehat atau tida sejahter menjadi kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan di masyarakat. Hal tersebut akan mendorong kemampuan penderita gangguan jiwa mampu hidup mandiri, mempunyai peranan dan berpartisipasi di masyarakat (Setiadi, 2014). 2. Peran keluarga diharakan dalam perawatan klien skizofrenia adalah dalam pemberian obat, pengawasan minum obat dan meminimalkan ekspresi
17
keluarga. Keluarga merupakan unit paling dekat dengan klien dam merupakan “perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yag diperlukan klien, keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali di rumah sakit (Made, 2011) 3. Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan, kepedulian ini diwujudkan cara meningkatkan fungsi afektfi yang dilakukan dengan memotivasi, menjadi pendengar yang baik, membuat senang, memberi kesempatan rekreasi, memberi tanggung jawab dan kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan (Wuryaningsih, 2013).
2.4 Tinjauan Umum Skizofrenia A. Pengertian Skizofrenia Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2010). Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi, dan sangat mengganggu. Manifestasi yang terlibat bervariasi pada setiap individu dan berlangsung sepanjang waktu. Pengaruh dari penyakit skizofrenia ini selalu berat dan biasanya dalam jangka panjang. Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang mau tak mau menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya. Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan, dan gerakan seseorang. Nyaris hampir semua aspek fungsinya sehari-hari terganggu (Durand, 2007). Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afektif, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom negatif, dan gangguan dalam hubungan interpersonal (Ibrahim, 2011).
B. Penyebab Skizofrenia
18
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti walaupun demikian banyak ahli yang mencoba mengemukakan beberapa penyebab skizofrenia (Videbeck, 2010).
1. Faktor genetik (keturunan) Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki satu orang tua biologis penderita skizofrenia memiliki resiko 15%. 35% jika kedua orang tua biologisnya skizofrenia. Selain itu, hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga yang memiliki orang tua bilogis dengan riwayat skizofrenia tetapi diadposi saat lahir oleh keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko genetik dari orang tua bilogis mereka. Semua penelitian ini menunjukkan bahwa ada resiko genetik atau kecenderungan skizofrenia tetapi ini bukan satu-satunya faktor: bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi kembar satu telor (monzigot) 61-86% (Maramis, 2005). 2. Faktor Biokimia (Ketidakseimbangan Kimiawi Otak) Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem neurotransmitter otak pada individu
penderita
skizofrenia. Tampaknya terjadi malfungsi pada jaringan neuron yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pascasinaptik di sel-sel saraf yang lain. Teori neurokimia yang paling terkenal adalah dopamine dan serotonin dimana kadar dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yag berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lainnya seperti serotonin dan norephinephrin tampaknya juga memainkan peran.
19
3. Faktor Budaya dan Lingkungan Skizofrenia dapat terjadi pada semua status sosial ekonomi, tetapi seringkali
lebih
banyak
ditemukan
pada
kelompok
dengan
kemampuan sosial ekonomi rendah. Seperti dikatakan Kaplan dan Sadock (2010), bahwa klien skizofrenia lebih banyak ditemukan dengan sosial ekonomi rendah dan mempunyai permasalahan yang kompleks. Hal ini terjadi karena kelompok ini lebih banyak mengalami stress.
C. Tanda dan Gejala Skizofrenia Meskipun gejala klinis skizofrenia beraneka ragam, berikut adalah gejala skizofrenia yang dapat ditemukan (Yosep, 2009): 1. Halusinasi: merasa mendengar suatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada. Hal itu hanya muncul dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang dirasakan. 2. Gangguan kemauan: memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. 3. Gangguan emosi: klien merasa senang. Gembira dan berlebihan (waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, tetapi di lain waktu ia bias merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada keinginan mengakhiri hidupnya. 4. Gangguan psikomotor: hiperaktivitas, klein melakukan pergerakan yang berlebihan, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh.
20
D. Jenis-Jenis Skizofrenia Menurut Hawari (2007), skizofrenia dapat dibagi menjadi beberapa di antaranya: 1. Skizofrenia katatonik Seseorang yang menderita skizofrenia katatonik menunjukkan gejala sebagai berikut: a. Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau ativitas spontan sehingga tampak seperti patung atau diam membisu. b. Negativisme katatonik, yaitu semua perlawanan yang nampaknya tanpa motif terhaap semua perintah atau upaya menggerakan dirinya. c. Kekakuan katatonik, yaitu mempertahankan suatu sikap kaku terhadap semua upaya menggerakkan dirinya. d. Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik yang nampaknya tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. e. Sikap tubuh katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar atau aneh. 2. Skizofrenia paranoid Seseorang yang menderita skizofrenia paranoid menunjukkan gejalagejala sebagai berikut: a. Waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa, misi atau utusan sebagai penyebutan bangsam dunia atau agam, misi kenabian atau perubahan tubuh. b. Halusinasi yang mengandung isi kebesaran. c. Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak menentu, kemarahan, suka berdebat dan bertengkar dan adanya tindak kekerasan. 3. Skizofrenia tak terinci Tipe skizofrenia ini hanya memiliki gambaran klinis waham, halusinasi, inkoherensi atau tingkah laku kacau.
21
4. Skizofrenia residual Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang tidak begitu menonjol. Misalnya gangguan alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi, penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional. Mesikpun gejalagejala skizofrenia tidak aktif atau tidak menampakkan gejala-gejala positif skizofrenia hendanya keluarga tetap mewaspadainya dan membawanya berobat agar yang bersangkutan dapat menjalankan fungsi kehidupannya sehari-hari dengan baik dan produktif. Keluarga hendaknya menghindari klien dari menyendiri, melamun, perbanyak kesibukan dan pergaulan (sosialisasi). 5. Skizofrenia hebefrenik Seseorang yang menderita skizofrenia hebefrenik atau disebut juga dengan disorganized type atau kacau balau yang ditandai dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut: a. Inkoherensi, yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapt dimengerti apa maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada hubungannya satu dengan yang lainnya. b. Gangguan alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi. c. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri. d. Waham tidak jeas dan tidak sistematik, tidak terorganisir sebagai suatu kesatuan. e. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya terorganisir sebagai suatu kesatuan. f. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakangerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan untuk menari diri sendiri secara ekstrim dari hubungan sosial.
22
E. Dampak Dari Skizofrenia Menurut Keliat (2010) dampak skizofrenia antara lain: 1. Aktivitas sehari-hari Klien dengan skizofrenia tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampilan diri dan sosialisasi. Klien seperti ini akan ditoal oleh keluarga dan masyarakat. 2. Hubungan interpersonal Klien digambarkan sebagai klien yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan hidup yang kaku dan stimulus yang kurang. Klien yang aktif dalam kegiatan sosial dapat melakukan kehidupan sehari-hari dengan baik dan berfungsi di masyarakat. 3. Sumber koping Isolasi sosial, berkurangnya sistem pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress. Akibatnya koping pada klien menjadi melemah dan tidak ada penambahan koping baru sehingga klien tidak dapat bersepon secara adaptif dalam menghadapi stress dan mudah masuk ke dalam keadaan kritis. 4. Harga diri rendah Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya dan tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tida berani mencapai sukses. 5. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan, keterampilan yang dimiliki dan pernah digunakan oleh klien pada waktu yang lalu kekuatan yang pernah dimiliki klien perlu distimulasi kembali unu meningkatkan fungsi klien sedapat mungkin.
23
6. Kebutuhan terapi yang lama Fakta yang membantu klien tetap di masyarakat adalah pengobatan dan program after care.
F. Pengobatan dan Perawatan Penderita Skizofrenia 1. Pengobatan penderita skizofrenia Farmakoterapi adalah terapi yang diberikan pada klien dengan skizofrenia berupa obat-obatan neuroleptika yang mempunya efek antipsikosa dan anti skizofrenia serta anti cemas, anti depresan dan anti agitasi. Adapun obat 38 psikofarmaka yang ideal, yaitu memenuhi syaratsyarat antar lain sebagai berikut: dosis rendah dengan efektivitas tepai dalam waktu relative rendah, tidak ada efek samping kalaupun ada relatif kecil, dapat menghilangkan dalam waktu relative singkat baik gejala positif maupun negatif skizofrenia, tidak menyebabkan ngantuk, memperbaiki pola tidur, tidak menyebabkan lemas dan kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (Hawari, 2007). Menurut Keliat (2010), prinsip pengobatan pasien skizofrenia harus terus menerus dan berkesinambungan walaupun gejala tidak muncul lagi. Hal ini karena pengobatan pasien skizofrenia bersifat simptomatis (mengatasi gejala). Kita memberikan obat kepada pasien skizofrenia: a. Pastikan obat yang diminum tepat. Jangan memberikan salah obat. Baca kemasan obat dan nama pasien. b. Perhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan memberikan obat kurang dari ukuran atau lebih dari yang dianjurkan. c. Perhatikan waktu pemberian obat. Apabila obat harus diberika tiga kali sehari selang pembrian obat adalah setiap delapan jam. d. Perhatikan cara pemberian obat. Apakah oabt diberikan sesudah dan sebelum makan. e. Konsultasikan
dengan
dokter
tentang
pengurangan
atau
pemberhentian pemberian obat.
24
f. Perhatikan efek obat. Efek samping obat yang mungkin terjadi dan tidak berbahaya antara lain: mengantuk, tangan gemetar, gerakan menjadi kaku, amata melihat ke atas, mondar-mandir, ada gerakan bagian-bagian tubuh tertentu yang tidak terkontrol, air liur berlebihan, wajah tidak ekspresif. 2. Perawatan penderita skizofrenia Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam merawat penderita skizofrenia di rumah: a. Memberikan kegiatankesibukan dengan membuatkan jadwal sehari-hari. b. Berikan tugas yang sesuai kemampuan penderita dan secara bertahap tingkatkan sesuai perkembangan. c. Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan kegiatan, misalnya: makan bersaa, bekerja bersama, rekreasi bersama, dan lain-lain. d. Minta keluarga atau teman menyapa ketika bertemu dengan penderita dan jangan mendiamkan penderita atau jangan membiarkan penderita berbicara sendiri. e. Mengajak penderita dalam kegiatan bermasyarakat, misalnya: pengajian, kerja bakti, dan lain-lain. f. Mengontrol dan mengingatkan dengan cara yang baik untuk selalu minum obat dengan prinsip benar nama obat, benar nama pasien, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian. g. Mengenali adanya tanda-tnada kekambuhan seperti: sulit tidur, mimpi buruk, bicara sendiri, senyum sendiri, marah-marah, sulit makan, murung, menyendiri, dan lain-lain. h. Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing terjadinya marah. i. Segera kontrol jika terjadi perubahan perilaku yang menyimpang atau obat habis (Keliat, 2010
25
2.5 Kerangka Teori Pendidikan Kesehatan
Keluarga
Fungsi a. Afektif b. Sosial c. Reproduksi d. Ekonomi e. Perawatan
Tugas a. Kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan b. Kemampuan keluarga dalam c. Sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat d. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan e. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
Keterangan: : tidak diteliti : diteliti
Peran a. Keluarga perlu mempertahankan penderita skizofrenia dengan sikap yang bias menimbulkan dan mendukung timbulnya harapan dan optimism b. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan klien seperti pemberian obat, pengawasan minum obat c. Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan
Tingkat Pengetahuan Keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: a. Pendidikan b. Informasi c. Sosial budaya dan ekonomi d. Lingkungan e. Usia
Penderita skizofrenia
Jenis-jenis skizofrenia a. Skizofrenia katatonik b. Skizofrenia paranoid c. Skizofrenia tak terinci d. Skizofrenia residural e. Skizofrenia hebefrenik
Penyebab: a. Faktor genetik (keturunan) b. Faktor biokimia c. Faktor budaya dan lingkungan
Tanda dan Gejala: a. Halusinasi b. Gangguan kemauan c. Gangguan emosi (waham kebesaran) d. Gangguan psikomotor
26
2.6
Kerangka Konsep Variable Independen
Pendidikan Kesehatan
Variable Dependen Peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien skizofrenia
Keterangan: : Variable Independen : Variable Dependen 2.7 Hipotesis Penelitian Ha: Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan gangguan skizofrenia di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah
27