ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
Konsumsi Pakan Sapi Bali yang diberikan Pakan Daun Kelor (Moringa oleifera) JUMRIAH SYAM 1, MUHAMMAD NUR , 1A.L. TOLLENG , 2ST. AISYAH S 1 Jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar 3 Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Jl. H.M Yasin Limpo No. 36, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan 92113 2Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Email:
[email protected]
3
ABSTRAK Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan tumbuhan tropis, yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi, kandungan proteinnya mencapai 26-43% dari bahan kering. Pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) sebagai pakan sapi Bali belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana konsumsi pakan sapi bali yang diberikan pakan daun kelor (Moringa oleifera). Penelitian dilaksanakan di Samata Integrated Farming Sistem (FIS) Kabupaten Gowa dan Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin di Makassar, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 2 x 5 yaitu (P1; konsentrat + hijauan), (P2; konsentrat+ hijauan+ 250 gram daun kelor), 10 ekor sapi Bali jantan yang berumur 1-2 tahun dengan berat badan rata-rata 150 kg. Analisis data menggunakan uji t-2 sampel bebas, menunjukkan pemberian daun kelor 250 gram/ekor/hari pada sapi Bali tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsumsi pakan, namun berpengaruh cenderung signifikan, sehingga daun kelor (Moringa oleifera) memiliki potensi sebagai pakan sapi Bali. Kata Kunci: daun kelor, konsumsi pakan, sapi Bali PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor yang usaha sangat penting dalam suatu penggemukan sapi potong. Pemberian nutrisi strategi yang bagus diiringi dengan manajemen yang baik dapat meningkatkan produktivitas sapi Bali (Heryanto et al, 2016; Imran et al, 2012). Pakan yang diberikan untuk sapi potong dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat (Erlangga, 2013). Pakan bagi ternak ruminansia tergantung dari penyediaan hijauan dengan jumlah cukup, berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang tahun. Rendahnya nilai gizi dan fluktuasi produksi hijauan pakan sepanjang tahun merupakan masalah penyediaan pakan di Indonesia sampai saat ini (Sutrisno, 2009). Dimusim hujan ketersediaan hijauan sangat berlimpah, namun dimusim kemarau sulit didapatkan. Pada sisi lain terjadi pergeseran pola iklim atau anomali cuaca yang mempengaruhi pola kehidupan tumbuhan
sumb er hi jauan ( Ukanwoko et al , 2012 ) . Pemanfaatan potensi tanaman tropis yang bernutrisi tinggi, seperti tanaman kelor perlu digalakkan, karena tanaman kelor mampu hidup diberbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan terhadap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakkan (Simbolan et al, 2007. Kelor merupakan tanaman perdu yang toleran kekeringan dan terhadap intensitas curah hujan tahunan 250–3.000 mm. Tinggi meter, tanaman dapat mencapai 10 berbatang lunak dan rapuh, daun kecil dan tersusun berbentuk bulat telur majemuk. Berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut (Fuglie et al, 2005). Kelor memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, yaitu proteinnya mencapai 26-43% dari bahan kering, memiliki asam amino esensial yang
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
8
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
lengkap, vitamin seperti: A, C, B1 dan B kompleks dan mineral seperti: Fe, Ca, Mg, Se dan Zn (Makkar, et al 1996; Fuglie, 2001, S dan Gassing, 2016). Ketersedian protein dalam pakan sapi potong sangat penting karena protein merupakan komponen utama organ tubuh, enzim, zat pengangkut hormon dan sebagainya (Kearl, 1982; Bondi, 1987). Palabilitas merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat konsumsi ransum (Imran, et al., 2012), yang pada akhirnya akan berefek pada produktivitas ternak. Pemberian daun kelor (Moringa oleifera) dilaporkan oleh beberapa peneliti (Becker, 1995; Castellon dan Gonzalez, 1996; Subadra, et al., 1997; Aregheore, 2002; Sanchez, et al., 2005). Penggunaan daun kelor 8 segar sebagai pakan asupan sebanyak 12 kg pada sapi perah dapat sampai produksi susu sapi meningkatkan dibandingkan yang hanya diberi p a k a n rumput saja (Sanchez, et al., 2005). Daun kelor baik secara tunggal maupun dicampur dengan molases ke dalam ransum ternak ruminansia terbukti memberikan manfaat secara nyata untuk meningkatkan pertambahan bobot badan maupun produksi susu (Soetanto, 2011). Di beberapa daerah di Indonesia tanaman kelor d i g u n a k a n sebagai sayuran dan belum banyak masyarakat yang mengetahui penggunaan kelor sebagai pakan ternak (Panjaitan, 2010). Olehnya itu, penelitian bagaimana konsumi pakan sapi bali yang diberikan daun kelor
(Moringa oleifera) perlu dilakukan. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016 di Samata Integrated Farming System (FIS) Kabupaten Gowa dan Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. B. Materi Penelitian Alat yang digunakan yaitu drum, ember, gerobak, timbangan analitik Iconix FX-1, 2 timbangan manual, mesin copper, parang, sekop, kandang jepit dan tali pengikat. Bahan yang digunakan adalah 10 ekor ternak sapi jali jantan, yang berumur 1-2 tahun dengan berat badan rata-rata 150 kg. Pakan ternak berupa hijauan, daun kelor dan konsentrat. C. Metode Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan pola 2 x 5, yaitu 2 perlakuan dengan masing-masing 5 ulangan. Perlakuan (P1); pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya dan perlakuan (P2); penggunaan pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + 250 gram daun kelor. Pakan dan air minum diberikan 2 x/hari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pakan hijauan dan air minum diberikan secara adlibitum, sedangkan pakan konsentrat diberikan sebanyak 3 kg/ekor/hari di pagi hari dan 3 kg/ekor/hari di sore hari, sehingga total pakan yang diberikan 6 kg/ekor/hari.
Tabel 1. Komposisi Pakan Konsentrat yang Diberikan Bahan Ampas tahu Dedak padi Molases Garam Mineral Urea Jumlah
Komposisi (%) 46 46 4 2 1 1 100 %
Tabel 2. Hasil Analisis Proximat Kandungan Nutrisi Pakan Konsentrat Zat Nutrisi Kadar air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar BETN
Komposisi (%) 42,41 11,30 3,63 41,49 19,05
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
9
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018 Abu 24,54 Sumber: Laboratorium Kimia Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, 2016. Keterangan: 1. Kecauli air, semua fraksi dinyatakan dalam bentuk bahan kering 2. BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, 3. EM = 2169 Kkal/kg, 4. TDN = 74,85 Tabel 3. Hasil Analisis Proximat Kandungan Nutrisi Daun Kelor Zat Nutrisi Komposisi (%) Kadar air 11,84 Protein kasar 25,70 Lemak kasar 10,20 Serat kasar 9,84 BETN 41,56 Abu 13,06 Ca 3,34 P 0,39 Zn 12,56 Sumber: Laboratorium Kimia Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, 2016.
Parameter yang diukur Konsumsi Pakan (kg) = Jumlah pakan yang diberikan (kg) – Jumlah pakan yang sisa (kg) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan uji t-2 sampel bebas. Uji t-2 sampel bebas bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan nilai 2 sampel yang diberi perlakuan yang berbeda (Yulius, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Pakan Sapi Bali yang Diberikan Pakan Daun Kelor (Moringa oleifera) Guna tumbuh dan berkembang, ternak membutuhkan nutrisi yang cukup. Nutrisi
pakan pertama–tama digunakan untuk kebutuhan hidup pokok dan sisanya digunakan untuk sintesis produk ternak seperti daging, susu dan cadangan energi sehingga, konsumsi pakan merupakan faktor dasar agar ternak dapat hidup dan berproduksi (Kartasdisastra, 1997; Rahman, 2008). Konsumsi pakan ternak sapi Bali P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya) dan sapi Bali P1 (pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor) dapat dilihat pada Grafik 1.
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
10
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
Rata-rata konsumsi pakan sapi bali (kg/ek/hr) selama periode penelitian pada kedua perlakuan Rata-rata
12.9
12.44
13
12.16 12.89 12.85
12.9 12.93 12.81
11.77 Konsumsi
12.5 11
11.2
11.4
11.6
11.8
Perlakuan P2
12
12.2
12.4
12.89 12.6
12.8
13
13.2
Perlakuan P1
Grafik 1. Rata-rata Rata-rata konsumsi pakan sapi bali (kg/ek/hr) selama periode penelitian pada kedua perlakuan
Grafik 1, menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan sapi p a d a P2 (pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor) lebih tinggi 0,46 kg/ekor/hari dari pada sapi P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya). Hasil analisis data menggunakan Uji t-2 Sampel Bebas (independent sampleTTest) menunjukkan, bahwa rata-rata konsumsi pakan pada ternak sapi P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya) dan ternak sapi P2 (pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor) adalah tidak berbeda nyata, dengan nilai (P> 0,05). Hal ini dapat diartikan, pemberian pakan P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya) dan P2 (pakan konsentrat, hiajuan segar lainnya + daun kelor) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi pakan pada sapi Bali , tetapi secara statistik menunjukkan pengaruh artinya cenderung signifikan, adanya perbedaan jumlah konsumsi pakan antara P1 (pakan konsentrat + hijauan segar lainnya) dan P2 (pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor). Pemberian daun kelor (Moringa oleifera) yang dibatasi sebesar 250 gr/ek/hari dalam penelitian ini, ternyata telah menunjukkan kecendrungan yang signifikan, sehingga pemberian daun kelor (Moringa oleifera) dalam jumlah yang lebih dari 250
gr/ek/hari dalam penelitian selanjutnya diduga dapat memberikan pengaruh yang significant pada konsumsi pakan sapi bali. Perbedaan jumlah konsumsi pakan ini, diduga dipengaruhi palatabilitas dari pakan yang diberikan. Palabilitas merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat pakan konsumsi ransum. Palatabilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan dan kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering yang terkandung dalam pakan berkaitan dengan kapasitas fisik lambung serta kondisi saluran pencernaan, sehingga tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kondisi ternak serta faktor pakan. Palatabilitas ransum ditentukan oleh rasa, bau dan warna hijauan pakan dari (Prawirokusumo, 199 4; Parakkasi, 1999; McDonald, at al.,2002; Imran, at al., 2012). Rata-rata konsumsi sapi Bali pada P 1 yaitu pemberian pakan daun kelor (Moringa oleifera) lebih tinggi dibandingkan sapi Bali P2 diduga, karena adanya kandungan nutrisi pakan perlakuan yang berbeda. Ternak ruminansia dalam merespon pakan yang diberikan dapat berbeda-beda, karena kemampuan ternak dalam mengkonsumsi
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
11
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
ransum dipengaruhi oleh iklim, suhu, kesimbangan zat-zat mak anan, kualitas kecepatan ransum, bangsa ternak, pertumbuhan, bobot badan, tingkat produksi, serta faktor ransum yang diberikan seperti palatabilitas ransum tingkat energi ransum, bentuk dan sifat ransum, (Tillman at al, 1991; Siregar, 1994). Olehnya itu, konsumi pakan sapi Bali yang diberikan daun kelor lebih tinggi, karena palatabilitas daun kelor yang dsenangi oleh ternak. Konsumsi rata-rata bahan kering pakan pada P1 adalah 4,73 kg ;P2 adalah 4,83 kg, sehingga konsumsi pakan pada P2 adalah sebanyak 3,22% dari berat badan awal ratarata ternak Hal ini sesuai dengan Tillman et al, (1991), bahwa sapi potong mampu mengkonsumsi ransum berupa bahan kering sebanyak 3-4% dari bobot badannya. Daun kelor dengan kandungan nutrisi yang dimiliki serta palatabilitasnya yang disenangi sapi Bali, sehingga daun kelor yang diberikan sebanyak 250 gr/ekor, dihabiskan tanpa sisa dan adanya kecendrungan peningkatkan konsumsi sapi pada konsentrat dan hijauan jenis lain yang diberikan. Hal ini didukung oleh Foidl et al, 2001; Sarwatt, et al., 2004, bahwa pemberian daun kelor sebagai pakan suplemen pada ternak sapi meningkatkan total dan meningkatkan konsumsi pakan harian badan pertambahan berat dibandingkan dengan sapi yang hanya mengkonsumsi rumput, sehingga daun kelor mempunyai potensi untuk bisa dipakai sebagai bahan suplemen pakan pada ternak ruminansia. KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian daun kelor 250 gram/ekor/hari pada sapi bali tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsumsi pakan, namun berpengaruh cenderung signifikan, sehingga daun kelor (Moringa oleifera) memiliki potensi sebagai pakan sapi bali. Olehnya itu, disarankan dalam penelitian selanjutnya jumlah pemberian daun kelor (Moringa oelifera) diatas 250 gram/ekor/hari. DAFTAR PUSTAKA
Aregheore, E.M., 2002. Intake and Digestibility of Moringa Oleifera–Batiki Grass Mixtures by Growing Goats. Small Rumin. Res. 46, 23– 28 Becker, K., 1995. Studies on Utilization of Moringa Oleifera Leaves As Animal Feed. Institute for Animal Production in the Tropics and Subtropics, vol. 480. University of Hohenheim, Stuttgart. Bondi, A.A. 1987. Animal Nutrition, A wiley Inter Science Publication. Chichester. New York. Brisbane. Singapore. Castello´n, C.V., Gonza´lez, C.J.R., 1996. Utilizacio´N Del Marango (Moringa oleifera) En La Alimentacio´N De Novillos En Crecimiento Bajo Re´Gimen Lic. De Estabulacio´N. Thesis Zootecnia. Managua, Nicaragua, UCA. p. 44. Erlangga, E. 2013. Meningkatkan Bobot Sapi Potong dengan Pakan Racikan Sendiri. Pustaka Argo Mandiri.Pamulang . Foidl. N. Makkar H. Becker K. 2001. In The Miracle Tree: The Multiple Uses of Moringa(Ed, J, F). Wageningen, Netherlands. pp. 45-76. Fuglie. L. J. 2001. The Miracle Tree: The M ul ti ple Attr ibu te s of M orin g a. Cta CWS. Dakkar-Senegal. Heryanto K., Maaruf, S.S., Malalantang., Waani M.R. 2016. Pengaruh Pemberian Rumput Raja (Pennisetum Purpupoides) dan Tebon Jagung terhadap Performans Sapi Peranakan Ongole (Po) Betina. Jurnal Zootek Vol. 36 No.1:123-130. Imran , Budhi, S .P.S ., N gadi yono, N., 2012. Dahlanuddin. Pertumbuhan Pedet Sapi Bali Lepas Sapih yang Dib e ri Rumput Lapang dan Disuplementasi Daun Turi (Sesbania grandiflora). Agrinimal J Ilmu Ternak da n T ana man. Vol 2 No 2:55-60. Kartasdisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia Sapi, Kerbau, Domba, dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta. Kearl, L.C. 1982. Nutrition Requirement of Ruminants In Developing Countries.
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
12
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural Experiment Station. Utah University. Logan Utah. Makkar. H. P. S. and Bekker. K. 1996. Nutritional Value And Antinutritional Components of Whole and Ethanol Extracted Moringa Oleifera Leaves. Anim. Feed Sci. and Tech. 63 : 211-228. McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Green Halgh, & C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th. Ed. Scientific and Technikal Co. Pubhlished. In The United State With John and Sons. Tnc. New York . pp : 78-80 Panjaitan. T. 2010. Inovasi Pengembangan Kelor (Moringa oleifera) sebagai Pakan Ternak Mendukung Swasembada Daging Sapi. http://ntb.litbang.deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 10 Januari 2016. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta. Hal 371374. Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Rahman, D. K., 2008. Pengaruh Penggunaan Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik serta Konsentrasi Amonia Cairan Rumen Kambing Kacang Jantan. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret. S, S. A dan Gassing, A. 2016. Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan. Biogenesis. 4(1): 58-63. Doi: 10.24252/bio.v4i1.1470 Sanchez, N. R., E. Sporndly, I. Ledin 2005. Effect Of Feeding Different Levels Of Foliage Of Moringa Oleifera To Creole Dairy Cows On Intake, Digestibility, Milk Production and Composition. Article In Press Livestock Science. Faculty of Animal Science, Universidad Nacional Agraria, Managua, Nicaragua and Department
of Animal Nutrition and Management. Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala, Sweden. Sánchez, N.R. 2006. Moringa oleifera and Cratylia argentea: Potential Fodder Species for Ruminants in Nicaragua. PhD Thesis. Swedish University of Agricultural Science. Sarwatt, S. V. Milang‘ha, M. S. Lekule, F. P. and Madalla. N. 2004. Moringa Oleifera and Cottonseed Cake As Supplements For Smalholder Dairy Cows Fed Napier Grass. Livestock Research for Rural Development Vol 16 (6). Simbolan. J.M. M. Simbolan. N. Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Kanisius, Yogyakarta. Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Soetanto, H. 2000. The Use of Medicated Block as Feed Supplement and 34 Control og Gastro Intestinal Parasites in Heifer and Lactating Dairy. Cows. A Project Report submitted to IAEA/FAO. Vienna. Soetanto. H. E. Marhaeniyanto dan S. Chuzaemi. 2011. Penerapan Teknologi Suplementasi Berbasis Daun Kelor dan Molases pada Peternakan Kambing Rakyat. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, PS. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang. Soliva C, Kreuzer M, Foidl N, Foidl G, Machmüller A and Hess H (2005). Feeding Value Of Whole And Extracted Moringa Oleifera Leaves for Ruminants and Their Effects on Ruminal Fermentation In Vitro. Animal Feed Science and Technology, 118: 47-62. Subadra S. 1997. Retention and Storage Stability of Beta-Carotene in Dehydrated M. Oleifera. Inter J Food Science and Nutri, 48: 373–379 Sutrisno, C.I. 2009. Pemanfaatan Sumber daya pakan lokal terbarui. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Program Pascasarjana Universitas
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
13
ISBN: 978-602-72245-3-7 Prosiding Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia Gowa, 09 April 2018
Diponegoro, Semarang. Tillman, A.D., Hartadi, H. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. dan Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. University Press. Mada Gadjah Yogyakarta.
Ukanwoko, A. I. and N. C. Igwe. 2012. Proximate Composition of Some Grass and Legume Silages Prepared in A Humid Tropical Environment. International Research Journal of Agricultural Science and Soil Science 2: 068
tinggi dibanding sapi Bali yang diberikan pakan R0 tanpa pelepah sawit dengan PBBH 0,42 kg/hari. Analisis ekonomi sapi Bali yang diberi pakan pelepah sawit R2 memperlihatkan nilai R/C 1,39 dan nilai keuntungan bersih 3,6 kali lebih tinggi dibandingkan pakan tanpa pelepah sawit R0 dengan nilai R/C 1,11. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian pelepah sawit terhadap sapi Bali mampu menggantikan rumput hingga Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 17, No.1, Maret 2014: 81-87
81
PRODUKSI DAN ANALISIS EKONOMI SAPI BALI YANG DIBERI PAKAN PELEPAH SAWIT DI MUSIM KEMARAU, SUMATERA BARAT Yanovi Hendri dan Ratna Andam Dewi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Jalan Raya Padang-Solok km 40, Sukarami, Solok 27366 Email:
[email protected] Diterima 20 Desember 2013; Disetujui untuk publikasi 27 Februari 2014
ABSTRACT Production and Economic Analysis of Bali Cattle Using Feed of Palm Frond During Dry Season, West Sumatera. Problems of cattle feed during dry season could be solved by additional of palm frond without adversely affected the cattle production. The aim of this research was to determine body weight gain and to conduct the economic analysis of Bali cattle which was fed palm frond during dry season. The design of the experiment was Completely Randomized Design (CRD) with four treatments and three replications in each treatment. The total of 12 Bali cattle on the age of 1,5-2 year old and the average body weight 170kg were used in this study. The treatments were R0 (grass + concentrate), R1 (grass + 3kg palm frond + concentrate), R2 (grass + 4 kg palm frond + concentrate) and R3 (grass + 5 palm frond + concentrate). Grass was given ad-libitum, while concentrate was given 1,5kg/day consisting of 40% rice brand, 14% corn, 30% palm oil meal, 7% soybean meal, 5% fish meal, 3% mineral dan 1% salt. The parameters observed were average daily gain (ADG), return over cost ratio (R/C) and net income value. The results showed that the performance of Bali cattle had significantly different (P<0,05) on average daily gain compared to other Bali cattle that was not fed palm frond. Bali cattle by R2 had average daily gain of 0.54 kg/day higher than others by R0, which had average daily gain of 0.42 kg/day. The economic analysis showed that Bali cattle by R2 had R/C of 1.39 and net income value of 3.6 times higher than those by R0 which had R/C of 1.11. Thus, it can be concluded that palm frond for Bali cattle feed could substitute grass up to 30 percent, increase farmer income and also solve the problems to find grass during dry season. Key words: Bali cattle, dry season, palm oil frond, growth, economic analysis
ABSTRAK Masalah pakan sapi di musim kemarau yang sulit diperoleh diharapkan dapat diatasi dengan pemberian pelepah sawit tanpa menyebabkan dampak buruk terhadap produktivitas ternak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan analisa ekonomi sapi Bali yang diberi pakan pelepah sawit pada musim kemarau. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Sebanyak 12 ekor sapi Bali jantan umur 1,5-2 tahun dengan bobot badan rata-rata 170 kg digunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut dibagi menjadi empat kelompok dan diberikan perlakuan pakan R0 (rumput+konsentrat), R1 (rumput+3kg pelepah sawit+konsentrat), R2 (rumput+4kg pelepah sawit+konsentrat) dan R3 (rumput+5kg pelepah sawit+konsentrat). Rumput diberikan secara ad-libitum, sedangkan konsentrat sebanyak 1,5kg/hari yang merupakan campuran dari 40% dedak halus, 14% jagung halus, 30% bungkil sawit, 7% bungkil kedelai, 5% tepung ikan, 3% ultra mineral dan 1% garam. Parameter yang diukur meliputi pertambahan bobot badan harian (PBBH), return over cost ratio (R/C) dan nilai keuntungan bersih (NKB). Hasil penelitian menunjukkan pemberian pakan pelepah sawit memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan sapi Bali. Pemberian pakan pelepah sawit R2 pada sapi Bali menghasilkan PBBH 0,54 kg/hari lebih tinggi dibanding sapi Bali yang diberikan pakan R0 tanpa pelepah sawit dengan PBBH 0,42 kg/hari. Analisis ekonomi sapi Bali yang diberi pakan pelepah sawit R2 memperlihatkan nilai R/C 1,39 dan nilai keuntungan bersih 3,6 kali lebih tinggi dibandingkan pakan tanpa pelepah sawit R0 dengan nilai R/C 1,11. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian pelepah sawit terhadap sapi Bali mampu menggantikan rumput hingga Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 17, No.1, Maret 2014: 81-87
81
30% kebutuhan konsumsi bahan kering dan bisa mengatasi masalah kesulitan memperoleh rumput di musim kemarau. Kata kunci: Sapi Bali, musim kemarau, pelepah sawit, berat badan, analisis ekonomi
PENDAHULUAN Sapi Bali (Bos Sandaicus) merupakan sapi indigenous Indonesia yang pengembangannya mendapat perhatian serius mengingat ternak ini memiliki kualitas daging yang baik. Populasi sapi Bali mencapai 3,5 juta ekor atau 25% dari total keseluruhan populasi sapi potong di Indonesia (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Sebagian besar atau hampir 82% populasi sapi Bali berada di luar Provinsi Bali, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan beberapa provinsi di pulau Sumatera (Anonimus, 2004). Di Provinsi Sumatera Barat, pemerintah mengintroduksi ribuan ekor sapi Bali melalui International Fund for Agricultural Development (IFAD) di awal tahun 1990-an. Kemampuan menyesuaikan diri ternak dengan ini lingkungan membuat perkembangbiakan cukup pesat dan peternak secara aktif mencari bibit sapi Bali. Keberadaan sapi Bali menggeser minat masyarakat memelihara sapi Pesisir yang menjadi sapi lokal Sumatera Barat (Mariani, 2013). Pemeliharaan sapi Bali dilakukan oleh peternakan rakyat di lahan kering dengan kondisi minim hijauan berkualitas. Konsumsi pakan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi terjadi secara Dinas Peternakan Provinsi berkesinambungan. Sumatera (2008) melaporkan bahwa Barat pertumbuhan ternak hanya berkisar 0,1-0,3 kg/hari. Pamungkas et al. (2007) menyatakan pemeliharaan sapi Bali di lahan kering membutuhkan budidaya tanaman pakan ternak (TPT). Namun, budidaya TPT menghadapi kendala lahan yang lebih diprioritaskan untuk tanaman pangan dan perkebunan. Prawirodigdo et al. (2008) menyatakan ketersediaan lahan merupakan hal kronis yang menjadi faktor penghambat pengadaan pakan terutama di musim kemarau. Oleh sebab itu, perlu solusi terapan kecukupan pakan baik kualitas maupun kuantitasnya, antara lain melalui pemanfaatan sumberdaya pakan non-konvensional yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan.
Di Indonesia, hasil ikutan perkebunan kelapa sawit secara kuantitas menyimpan potensi sumberdaya pakan ternak dengan jumlah meningkat seiring perluasan areal perkebunan. Kebun kelapa sawit menghasilkan pakan sumber serat berupa daun dan pelepah. Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan produk samping antara lain bungkil sawit sebagai sumber protein (Utomo dan Widjaja, 2012). Pada tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 8,4 juta ha terdiri dari 43,5% perkebunan rakyat, 8,1% perkebunan besar dan 48,4% perkebunan swasta (PPKS, 2012). Dari luasan perkebunan sawit tersebut dapat dihasilkan sebanyak 25,68 juta ton pelepah dengan perkiraan daya tampung sekitar 14,4 juta ekor ternak sapi. Di Sumatera Barat, luas kebun sawit mencapai 350.000 ha, ha diantaranya 170.000 sawit menghasilkan. Apabila kebutuhan telah pelepah untuk satu ekor sapi terpenuhi dari 1,5 ha kebun (Diwyanto et al., 2004), maka daya tampung ternak sapi mencapai 133 ribu ekor. Berdasarkan karakteristik, pelepah sawit sangat mungkin digunakan sebagai bahan pakan dasar kimiawi setaraternak denganruminansia. komposisi Komposisi kimiawi rumput alam yang tumbuh didaerah tropika. Imsya (2005) menyatakan komposisi kimiawi pelepah sawit meliputi bahan kering 40,8%, protein kasar 5,3%, NDF 78,1%, ADF 56,9%, hemiselulosa 21,1%, selulosa 27,9%, lignin 16,9% dan silika 0,6%. pelepah sawit sebagai Penggunaan pakan dasar jangka panjang dalam meningkatkan kualitas karkas (Mathius, 2008). Pemberian pelepah bisa dalam bentuk segar yang dicacah membentuk kubus dengan ukuran 2 sekitar 1-2 cm . Namun, penyajian tidak efektif bila diberikan secara tunggal perlu kombinasi dengan bahan pakan lain. Purba dan Ginting (1995) menyatakan pelepah sawit mampu mensubstitusi
82
rumput
hingga
80%
Produksi dan Analisis Ekonomi Sapi Bali yang Diberi Pakan Pelepah Sawit di Musim Kemarau, Sumatera Barat (Yanovi Hendri dan Ratna Andam Dewi)
jika
penggunaannya dikombinasi dengan rumput dan konsentrat. Mathius et al., (2004) membatasi jumlah pemberian pelepah maksimum 33% dari kebutuhan bahan kering. Diwyanto dan Priyanti (2005) menyatakan manajemen pakan dengan pemberian pelepah sawit selain mendekatkan ternak dengan sumber pakan sekaligus menekan tingkat pencemaran lingkungan. Hal ini mengingat kebiasaan petani yang membiarkan pelepah berserakan, mengering dan membusuk di bawah pohon sawit. Utomo dan Widjaya (2012) menyatakan sapi Bali lebih disukai mengingat bangsa sapi ini sangat mudah menyesuaikan diri dan berkembangbiak dengan kondisi pakan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan melakukan analisis ekonomi peternakan sapi Bali dengan pemberian pakan pelepah sawit pada musim kemarau.
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : R0 = Rumput; R1 = Rumput + 3kg pelepah sawit; R2 = Rumput + 4 kg pelepah sawit; dan R3 = Rumput + 5kg pelepah sawit. Kebutuhan konsumsi hijauan sapi Bali dihitung menurut standar bahan kering (BK). Mengingat rata-rata berat badan sapi Bali ± 170kg, maka kebutuhan hijauan (rumput dan pelepah sawit) per hari sebesar 4% dari bobot badan atau ± 6,8kg BK/hari (Kearl, 1982). Proporsi hijauan (rumput dan pelepah sawit) dalam bentuk segar dan berat kering masing– masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Selain pemberian hijauan, sapi juga diberikan konsentrat sebanyak 1,5 kg/ekor/hari. Formulasi konsentrat adalah: 40% dedak halus, 14% jagung, 7% bungkil sawit, 7% bungkil kedelai, 5% tepung ikan, 3% ultra mineral dan 1% garam. Konsentrat mempunyai kandungan protein kasar minimal 12% dengan harga Rp 2000,00/kg.
METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kelompok Tani Bina Karya pada bulan Juli sampai November 2010. Lokasi penelitian adalah di Kenagarian Sitiung IV, Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan kandang kelompok dengan kapasitas 12 ekor sapi.
Pengelolaan Ternak dan Pemberian Pakan Pada awal penelitian ternak diberi obat cacing untuk mengantisipasi terdapatnya parasit di saluran pencernaan. Ternak dialokasikan secara acak untuk menerima salah satu perlakuan pakan. Tempat pakan terbuat dari papan dan tempat minum menggunakan baskom. Adaptasi pakan terhadap ternak dilakukan selama 15 hari, kemudian pemberian pakan dilanjutkan selama 120 hari. Pengukuran berat badan dilakukan setiap bulan
Ternak dan Perlakuan Pakan Penelitian menggunakan 12 ekor sapi Bali jantan berumur 1,5 – 2 tahun yang dipelihara selama 4 (empat) bulan. Penimbangan berat badan dilakukan setiap bulan menggunakan timbangan digital.
Tabel 1. Proporsi rumput dan pelepah sawit, kandungan gizi (bahan kering, protein, TDN) dan harga masingmasing perlakuan pakan sapi Bali Rumput Lapangan BK PK TDN (kg) (kg) (kg) 6,8 0,56 3.82
Pelepah Sawit BK PK (kg) (kg) -
TDN (kg) -
BK (kg) 6,80
Total PK (kg) 0,56
TDN (kg) 3,82
Harga (Rp) 2.300
R0
Jml (kg) 23
R1
19
5,61
0,46
3.16
3
1,22
0,06
0,89
6,83
0,52
4,04
2.350
R2 R3
18 17
5,17 4,88
0,44 0,41
2.99 2.82
4 5
1.62 2,03
0,09 0,11
1,18 1,48
6,80 6,91
0,52 0,52
4,17 4,30
2.400 2.450
Perlakuan
Jml (kg) -
Keterangan: BK = Bahan Kering, PK = Protein Kasar, TDN = Total Digestible Nutrient
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 17, No.1, Maret 2014: 81-87
83
menggunakan timbangan digital berkapasitas 2 t. Pelepah sawit dibuang bagian daunnya dan dikupas untuk mendapatkan empelurnya, kemudian dicincang menggunakan chopper. Pemberian pakan dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu pagi hari diberikan campuran pelepah sawit dan 1/2 bagian konsentrat, siang hari diberikan 1/2 bagian konsentrat dan sore hari ternak mendapatkan rumput. Air minum disediakan secara adlibitum, penggantian air minum setiap pagi dan sore. Parameter yang Diukur Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Pengukuran pertambahan bobot badan harian menggunakan rumus Soeparno (1992); Bogar dan Taylor (1983) yaitu :
Dimana
: PBBH = pertambahan bobot badan harian (kg/hari) W1 = bobot badan awal (kg) = bobot badan akhir (kg) W2 = waktu awal penimbangan (hari) T1 = lama pemeliharaan (hari) T2
2. Total Biaya Produksi Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung: biaya bakalan, biaya kandang (sewa kandang), biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja dan lain-lain. 3. Total hasil produksi Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung yang penjualan sapi (jumlah sapi dijual/harga/kilogram) dan pendapatan dari pupuk kandang.
Analisis kelayakan usaha yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) (Soekartawi, 2002). Analisa Data Pertambahan bobot badan sapi Bali yang mendapatkan keempat perlakuan pakan dianalisis dengan analisis sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan dalam program SAS. Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 0,05, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Analisa ekonomi dilakukan dengan cara menghitung nilai R/C dan Nilai Keuntungan Bersih (NKB) menggunakan rumus sesuai dengan Soekartawi (2002) sebagai berikut : 1. R/C R/C diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan : Penerimaan R/C = Pengeluaran Apabila = R/C > 1 (Efisien) R/C = 1 (Impas) R/C < 1 (Tidak efisien) 2. NKB (Nilai Keuntungan Bersih) KB PB NKB = KB PG Dimana : KBPB = Kuntungan bersih perlakuan tanpa tambahan pelepah sawit KBPG = Keuntungan bersih perlakuan dengan pelepah sawit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan Harian Tabel 2 memperlihatkan rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi Bali dengan perlakuan pakan rumput, pelepah
4. Analisis kelayakan usaha 84
Produksi dan Analisis Ekonomi Sapi Bali yang Diberi Pakan Pelepah Sawit di Musim Kemarau, Sumatera Barat (Yanovi Hendri dan Ratna Andam Dewi)
sawit dan konsentrat. Perlakuan pakan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan berat badan harian. Sapi Bali yang mendapatkan ketiga perlakuan pakan rumput, pelepah sawit dan konsentrat menghasilkan pertambahan berat badan harian lebih tinggi dibandingkan sapi Bali yang hanya mendapat perlakuan pakan rumput dan konsentrat. Tabel 2. Rata-rata Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi bali dengan perlakuan pakan rumput, pelepah sawit dan konsentrat di Kenagarian Sitiung IV, Kab. Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (g/hari) Perlakuan
R0 R1 R2 R3 Keterangan:
Bulan 1
BBPH (g/hari) Bulan Bulan 2 3
Bulan Rata-rata 4 PBBH (g/hari) 428 440 440 400 442 a 510 490 510 500 500 b 410 510 500 730 540 b 430 530 520 570 510 b Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05)
Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa penambahan jumlah pelepah sawit minimal 3 kg/hari dalam ransum sapi Bali tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan pelepah sawit minimal 5 kg/hari memiliki kemampuan menjaga pertambahan bobot badan yang relatif sama dengan sapi Bali yang diberikan rumput. Meskipun kandungan protein pada rumput lebih tinggi dibanding pelepah, namun dengan kandungan Total Digestible Nutrient (TDN) tinggi maka asupan protein menjadi meningkat dan penyerapan zat-zat makanan semakin efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi daging dan mempengaruhi pertambahan berat badan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan Mathius et al. (2005) yang menyatakan pemeliharaan sapi dengan perlakuan pakan produk samping perkebunan kelapa sawit menghasilkan PBBH sebesar 0,5-0,6 kg/hari. Selain itu, Elisabeth dan Ginting (2003) juga menyatakan bahwa sapi Bali
yang mendapat perlakuan pakan pelepah sawit 60%, lumpur sawit 18%, bungkil inti sawit 18% dan dedak 4% menghasilkan rata-rata kenaikan bobot badan 0,58 kg/hari. Analisa Ekonomi Analisis ekonomi pada sapi Bali yang diberi perlakuan pelepah sawit, dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa perlakuan pakan rumput dan konsentrat maupun perlakuan pakan rumput, pelepah sawit dan konsentrat cukup layak ditinjau dari aspek ekonomi sebagai pakan sapi Bali. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai R/C yang lebih besar dari 1, artinya perlakuan pakan memberikan nilai produksi lebih tinggi dari nilai biaya produksi yang dikeluarkan. Sodiq dan Abidin (2002) menyatakan nilai R/C menggambarkan efisiensi atau layak dikembangkan suatu usaha. Apabila nilai R/C > 1 maka usaha menguntungkan atau layak secara ekonomi. Semakin besar nilai R/C maka semakin rendah nilai biaya dan semakin tinggi nilai produksi. Berdasarkan analisis ekonomi (Tabel 3), diketahui bahwa perlakuan pakan rumput, tidak pelepah sawit dan konsentrat membutuhkan tambahan biaya produksi yang terlalu besar. Namun perlakuan pakan tersebut mampu memberikan tambahan pendapatan hingga mencapai Rp458.400,00. Dengan tambahan pendapatan tersebut maka nilai keuntungan bersih (NKB) yang bisa diperoleh hingga 3,6 kali dibandingkan pakan tanpa pelepah. Hasil penelitian ini jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Pagassa (2008) yang menyatakan bahwa usahatani-ternak di perkebunan kelapa sawit memiliki peluang meningkatkan pendapatan antara 10,56-16,49%. Selanjutnya Napitupulu dan Prawitra (1990) menyatakan bahwa pendapatan adalah penciptaan barang-barang yang efektif dalam periode tertentu yang berkaitan dengan penerimaan penilaian kuantitas untuk menghasilkan penerimaan atau penjualan.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 17, No.1, Maret 2014: 81-87
85
Tabel 3.
No.
1.
Analisa ekonomi sapi Bali dengan pakan rumput, pelepah sawit dan konsentrat di Kenagarian Sitiung IV, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat 2010
Uraian
Pembelian Bakalan 2. Biaya Tetap - Penyusutan kandang - Penyusutan alat 3. Biaya Pakan - Rumput - Pelepah sawit - Konsentrat 4. Biaya obatobatan 5. Tenaga kerja Biaya Produksi (I) Hasil Produksi (II) Laba-rugi R/C ratio NKB
Nilai (Rp) (000)
Jumlah Satuan
170 kg
R0 Harga Satuan (Rp) (000) 35
Nilai (Rp) (000)
Jumlah Satuan
170 kg
R1 Harga Satuan (Rp) (000) 35
5.950
5.950
4 bln
42.5
170
4 bln
42,5
4 bln
41.5
166
4 bln
2.760 kg 180 kg
0,1 2
276 360 50
4 bln
150
51,36 kg
35
Jumlah Satuan
Nilai (Rp) (000)
Jumlah Satuan
170 kg
R2 Harga Satuan (Rp) (000) 35
5.950
170
4 bln
42,5
41,5
166
4 bln
2.280 kg 360 kg 180 kg
0,1 0,15 2
228 54 360 50
600 1.622
4 bln
150
1.797,6
60 kg
35
175,6 1,11 -
KESIMPULAN Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian pakan sapi Bali dengan penambahan pelepah sawit minimal 5 kg/hari memberikan dampak positif dan optimum pada pertambahan bobot badan sapi Bali. Pemberian pelepah sawit mampu meningkatkan pertambahan bobot badan sapi Bali dan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak. Pemberian pelepah sawit pada sapi Bali mampu mengatasi permasalahan kekurangan rumput pada musim kemarau dan pelepah sawit dapat menggantikan rumput hingga 30 persen kebutuhan konsumsi bahan kering.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian melalui Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Kepada Bapak Prof (R) Dr. Abdullah M Bamualim, 86
170 kg
R3 Harga Satuan (Rp) (000) 35
5.950
170
4 bln
42,5
170
41,5
166
4 bln
41,5
166
2.160 kg 480 kg 180 kg
0,1 0,15 2
216 72 360 50
2.040 kg 600 kg 180 kg
0,1 0,15 2
204 90 360 50
600 1.628
4 bln
150
600 1.634
4 bln
150
600 1.640
2.100
64,8
35
2.268
61,2 kg
35
2.142
472 1,29 2,69
634 1,39 3,61
Nilai (Rp) (000)
502 1,31 2,86
MSc yang menjadi motivator, sumber inspirasi sekaligus membantu penyempurnaan penulisan makalah ini. Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi Agusviwarman SPt, Nasril dan Supriyadi atas kerjasama yang baik selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2004. Pengembangan Sistem Breeding Sapi Bali. Laporan Penelitian. Universitas Fakultas Peternakan Brawijaya dengan Proyek Peningkatan Produksi Peternakan Tahun Anggaran 2004. Malang. Hal. 26-30. Bogart, R. and R.E. Taylor. 1983. Scientific Farm Animal Production. Second edition. Burgess Publishing Company. Minnespolis. Minnesota. Direktorat Jendral Peternakan. 2011. Rilis hasil awal PSPK - 2011. Kementerian Pertanian dan BPS. Jakarta.
Produksi dan Analisis Ekonomi Sapi Bali yang Diberi Pakan Pelepah Sawit di Musim Kemarau, Sumatera Barat (Yanovi Hendri dan Ratna Andam Dewi)
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2008. Database peternakan Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 s/d 2008. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Hal. 1-19. Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I.W Mathius Pengkajian dan Soentoro. 2004. pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu. Hal. 11-22 Diwyanto, K dan A. Priyanti. 2005. Prospek pengembangan ternak pola integrasi berbasis sumberdaya lokal. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Banjarbaru. Hal. 10-19. Elisabeth, J dan Simon P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Hal. 110-119. Imsya, A. 2005. Konsentrasi N-amonia, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pelepah sawit hasil amoniasi secara in-vitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Hal. 111114. Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute. Utah State University. Logan. Utan. USA. p. 89-95. Mariani, R. 2013. Prospek dan Tantangan Pesisir. Pengembangan Sapi http://www.padangekpress.co.id/2news=nber ita&id.2862 [17 Februari 2013] Mathius, I W. 2008. Pengembangan Sapi Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2): 206224. Mathius, I.W., Azmi, B.P. Manurung, D.M. Sitompul dan E. Pryatomo. 2004. Integrasi sawit-sapi: Imbangan pemanfaatan produk samping sebagai bahan dasar pakan. Prosiding Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar : 439-446 .
Mathius, I.W., A.P. Sinurat, D. Sitompul, B.P. Manurung dan Azmi. 2005 . fermentasi Pemanfaatan produk lumpur-bungkil sebagai bahan pakan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Hal. 102-109. Napitupulu, S dan Pawitra B. 1990. Biaya Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Pagassa, Y. 2008. Potensi pengembangan sapi potong melalui sistem integrasi sawitternak di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Thesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Pamungkas, D., Y.N Anggraeny, A. Priyanti dan N.H. Krishna. 2007. Pola pertumbuhan pedet sapi bali lepas sapih yang diberi hijauan pakan berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Hal. 86-92. Prawirodigdo, S., Kustiani, N dan Heryanto. 2008. Introduksi tape kulit kopi dalam pakan ternak domba lokal periode pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 361-366. Purba, A dan S.P. Ginting. 1995. Nilai nutrisi dan manfaat pelepah kelapa sawit sebagai pakan ternak. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 5(3): 161-177. Sodiq, A dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba: Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka. Jakarta. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kedua. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Utomo, B.N dan E. Widjaya. 2012. Pengembangan sapi potong berbasis industri perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31(4):153-161.
KESIMPULAN dari kedua jurnal diatas dapat saya simpulkan bahwa pada jurnal pertama yaitu tentang pemeberian daun kelor terhadap ternak sapi bali, pemberian daun kelor sebanyak 250 gram/ekor/hari tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, namun berpengaruh cenderung signifikan, sehingga daun kelor memilki pontensi sebagai pakan sapi bali