ISSU DAN TREN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
NAMA KELOMPOK Mutmainnah (1814314201018) Nurul Fitriani (1814314201020)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN Tahun Ajaran 2019/2020
Isu Equity Equity kesehatan yanng dipahami sebagai keadilan dan pemerataan untuk pelayanan kesehatan sering kurang dipahami dengan benar. Dalam hal ini perlu dipelajari mengenai equity geografis dan equity sosial-ekonomi. Equity geografis berpijak pada perbedaan antar berbagai daerah dalam berbagai dimensi antara lain: A. Equity dalam status kesehatan Contoh perbedaan equity antar propinsi adalah perbedaan tingkat kematian maternal antara populasi. Di Provinsi Yogyakarta, angka kematian ibu (AKI) adalah 125 kematian per 100.000 kelahiran hidup, sementara di Provinsi Papua, AKI mencapai angka 362 per 100.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini tidak adil dan dapat dihindari. B. Equity dalam penggunaan layanan kesehatan Penggunaan layanan kesehatan seringkali dijadikan perbandingan dalam melihat ketimpangan antar populasi. Masyarakat yang hidup di DKI Jakarta dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan, dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di Provinsi NTT misalnya. Contoh, persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di DKI Jakarta mencapai cakupan 98%, sementara ibu-ibu melahirkan di Provinsi Maluku Utara hanya mendapat cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 23% (SDKI, 2007). Contoh lain: Hemodialisis hanya didapatkan di Kupan untuk seluruh Propinsi NTT. Untuk mendapatkannya warga NTT harus terbang ke Kupang (P. Timor) dari berbagai pulau lain. Sementara itu di Yogya, untuk mendapatkan pelayanan hemodialisis pasien dapat naik becak. Tren Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh) Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai. Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit kronis. Hal itu
memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
Daftar Pustaka Britton, Keehner, Still & Walden 1999.The Telecommunications Reform Act of 1996 charged. Departemen Kesehatam RI, 2003.Rekomendasi dan Kesepakatan Pertemuan Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Kesehatan.14 Oktober 2003. Depkes,Surakarta.