Aspek Legal Dan Etik Dalam Keperawatan Jiwa.docx

  • Uploaded by: farida
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aspek Legal Dan Etik Dalam Keperawatan Jiwa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,477
  • Pages: 20
ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM KEPERAWATAN JIWA

Di susun oleh : FARIDA ADI RAHAYU NIM G2A218107

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AJARAN 2018/2019 SEMESTER GENAP

KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan limpahan rahmat-nya, maka kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.Berikut ini penulis susun sebuah makalah dengan judul Aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan jiwa. Kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing kami yang telah membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini.Dan kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang juga turut serta dalam mengerjakan tugas ini. Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf bilamana isi makalah ini kurang lengkap dan ada tulisan-tulisan yang kurang tepat.Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran kepada para pembaca.Dengan ini kami mengucapkan terimakasih dan semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Temanggung, 24 Maret 2019 Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body

of

knowledge

yang

dapat

diuji

kebenarannya

diimplementasikan kepada masyarakat langsung. Pelayanan kesehatan dan keperawatan

yang

serta

dimaksud

ilmunya

dapat

adalah

bentuk

implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas), praktik atau keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan, dll), dan standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu sesuai dalam kode etik profesi kelompok tersebut (Kozier, B : 2010). Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan. Kebutuhan pelayanan keperawatan adalah universal. Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia- karena itu tidak membedakan kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan manusia juga, yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan kepercayaan bahwa perawat akan berbuat hal yang benar, hal yang diperlukan, dan hal yang mnguntungkan pasien dan kesehatannya. Oleh karena

manusia dalam interaksi bertingkah laku berbeda-beda maka diperlukan pedoman untuk B.

mengarahkan bagaimana harus bertindak. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mahasiswa mampu memahami konsep legal dan etik keperawatan khususnya tentang aspek legal dan etik keperawatan jiwa. 2.

Tujuan khusus 1. Mahasiswa mampu mengetahui aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa 2. Mahasiswa mampu memahami aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa

BAB II TINJAUAN TEORI

A.

Konsep dasar 1.

Pengertian Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan di atur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Etik adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan nilai nilai berdasarkan suatu standar moral dari kelompok atau profesi (Shives, 2012). Menurut Aiken (2004) Etik adalah seluruh pernyataan tentang benar atau salah dan apa yang seharusnya dilakukan. Menurut Mandle, Boyle, dan O’Donohoe (1994), dikutip dari Kozier etik mengatur bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etik berhubungan dengan bagaimana seseorang bertingkah laku dan bertindak yang seharusnya dengan menghormati diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Etik dapat mengendalikan atau mengatur individu dan keluarga, kelompok dan masyarakat dalam bertindak. Etik berkembang dari nilai-nilai yang mendasarinya.

2.

Nilai-Nilai Yang Melandasi Etika Keperawatan nilai-nilai yang melandasi etika keperawatan

yang mengacu pada Canadian

Nurses Association 1997 yang dapat digunakan untuk melandasi terapi keluarga yang diberikan secara universal ( Yani, dkk 2002 ):

a.

Health and well being Perawat menghargai nilai sehat, sejahtera dan memberikan bantuan terhadap keluarga dalam rangka mencapai derajat sehat yang optimal dalam kondisi sehat, sakit atau proses kematian secara wajar.

b.

Choise Perawat menghormati dan mendorong agar keluarga memiliki otonomi serta membantu mereka untuk mengekspresikan kebutuhan kesehatannya maupun nilai-nilai sehat serta memperoleh informasi dari pelayanan kesehatan.

c.

Dignity Perawat menghargai dan melakukan advokasi terhadap kemulian atau martabat keluarga

d.

Confidentiality Perawat

melindungi

kepercayaan

klien

mengenai

informasi

yang

diperolehnya dalam hubungan profesional untuk tidak dibahas diluar tim kesehatan, kecuali jika seizin keluarga. e.

Fairness Perawat menerapkan prinsip keadilan dan keterbukaan dalam rangka membantu klien menerima pengobatan dan pelayanan kesehatan secara objektif dan proposional sesuai kebutuhan dasar klien.

f.

Accountability Perawat bertindak sedemikian rupa konsisten dengan tanggung jawab profesinya serta standar praktek keperawatan.

g.

Practice environments conducive to safe, competent and ethical care. Perawat melakukan advokasi terhadap lingkungan prakteknya yang dapat menciptakan suatu sistem yang terorganisasi dengan baik dan memberi dukungan secara manusiawi serta menetapkan alokasi sumber dana dan daya yang diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan keperawatan yang aman, kompeten dan etis

Selain nilai-nilai yang melandasi etik, berbagai prinsip yang melandasi etik perlu diketahui oleh perawat mental psikiatri yakni :

a.

Otonomi Otonomi adalah kebebasan untuk menentukan yang terbaik bagi klien. Klien yang memiliki otonomi akan menghargai orang lain tanpa adanya keterikatan atau mengharapkan keuntungan dari orang lain.

b.

Benefisence Benefisence merupakan wujud perbuatan baik atau menguntungkankan orang lain

c.

Nonmalefisience Nonmalefisience adalah prinsip melakukan tindakan tanpa bahaya, tidak menambah penderitaan, tidak membunuh dan tidak mengurangi kebebasan orang lain.

d.

Veracity Perawat dituntut bicara jujur untuk menyampaikan hal yang sebenarnya dan terkait dengan konsep bahwa seseorang harus mengatakan secara meneyeluruh secara benar

e.

Justice Memperlakukan orang lain secara adil tanpa membedakan status sosial, ras, agama dan sebagainya.

f.

Fidelity Mempertahankan komitmen atau janji.

3.

Hak Dan Tanggung Jawab Perawat Jiwa Perawat psikiatri mempunyai hak dan tanggung jawab membantu tiga peran legal yaitu: perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai pegawai, dan perawat sebagai warga negara. Perawat mungkin akan mengalami konflik antara ketiga hak dan tanggung jawabnya. Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan keperawatan, konsekuensi yang mungkin terjadi akibat tindakan seseorang, dan alternatif tindakan yang mungkin dilakukannya (Stuart & Sundeen, 1995). Keterampilan utama yang harus dimiliki oleh perawat psikiatri dalam praktiknya menurut Robert (2002) dalam Stuart & Laraia ( 2005), yaitu: a.

Mampu untuk mengenali pertimbangan etik dalam praktik psikiatri, meliputi bekerja dengan pengetahuan mengenai konsep etik sebagai dasar aplikasi dalam memberikan pelayanan pada penyakit mental

b.

Mampu menyadari mengenai nilai-nilai diri sendiri, kekuatan, dan penyimpangan-penyimpangan sebagaimana aplikasi dalam merawat pasien, meliputi kemampuan untuk mengenal rasa ketidaknyamanan dirinya sendiri sebagai satu indikator dari potensial masalah etik.

c.

Mampu untuk mengidentifikasi keterbatasan keterampilan dan kompetensi klinik yang dimilikinya

d.

Mampu untuk mengantisipasi secara spesifik adanya dilema etik dalam perawatan

e.

Mampu untuk mengkaji sumber-sumber etik di klinik, untuk memperoleh konsultasi etik, dan untuk mengkaji supervisi berkelanjutan untuk kasus sulit

f.

Mampu untuk mengenal perlindungan tambahan dalam perawatan klinik pasien dan memonitor keefektifannya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Stuart & Laraia (2005) bahwa langkah-langkah dalam penyelesaian dilema etik dan pengambilan keputusan etik, dapat digambarkan sebagai berikut: a.

Langkah pertama dapatkan informasi yang menjadi latar belakang terjadinya masalah untuk memperoleh kejelasan gambaran masalah

b.

Langkah selanjutnya adalah identifikasi komponen dari etik atau asal dari dilema, seperti kebebasan berlawanan dengan paksaan atau tindakan perawatan berlawanan dengan penerimaan hak untuk menolak tindakan

c.

Langkah ketiga adalah klarifikasi mengenai hak dan tanggung jawab terkait dengan semua agen etik atau yang meliputi pengambilan keputusan

d.

Semua pilihan yang mungkin harus diekplorasi dengan kejelasan mengenai tanggung jawabnya pada setiap orang, dengan tujuan dan kemungkinan yang timbul dari setiap pilihan yang ada

e.

Perawat kemudian terlibat dalam aplikasi prinsip, dengan berdasar dari falsafah keperawatan, pengetahuan keilmuan, dan teori etik. Ada empat pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu: 1)

Utilitarianism, yang berfokus pada konsep tindakan

2)

Egoism merupakan posisi yang mana individu mencari solusi yang terbaik secara personal

3)

Formalism, pertimbangan dari asal tindakan itu sendiri dan prinsip yang ada

4)

Fairness merupakan dasar dari konsep keadilan, dan manfaat terkait dengan keuntungan sesuai dengan norma yang menjadi dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan

f.

Langkah terakhir, yaitu resolusi dalam tindakan. Berhubungan dengan konteks harapan sosial dan kebutuhan legal, keputusan perawat dengan tujuan dan metode yang diimplementasikan.

4.

Aspek Legal Untuk Kesehatan Mental Psikiatri Aspek legal untuk kesehatan mental psikiatri menurut Townsend (2005), meliputi: confidentiality and right to privacy (kerahasiaan dan hak atas privacy), informed consent, restrain and seclusion. Menurut Hamid (2005) prinsip etik dalam kesehatan jiwa terkait dengan hak klien, adalah: a.

Self determination; menolak tritmen, mencari saran/pendapat, memilih bentuk tritmen lain

b.

Informed concent

c.

Least restrictive environment/pengekangan seminimal mungkin

d.

Tidak bersalah karena gangguan jiwa

e.

Hukum dan sistem perlindungan klien gangguan jiwa

f.

Keputusan berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan klien Menurut hukum, semua orang mempunyai hak untuk memutuskan mau

menerima atau menolak terhadap tindakan (Guido, 1997 dalam Townsend, 2005). Sebagai seorang pemberi pelayanan keperawatan dapat dibebani dengan adanga sergapan dan serangan untuk menyediakan tindakan yang menopang kehidupan bagi klien yang tidak menyetujui dengan tindakan tersebut. Doktrin secara rasional tersebut dikatakan sebagai informed concent yang merupakan suatu pemeliharaan dan perlindungan dari otonomi individual dalam penentuan apa yang harus dan apa yang tidak harus terjadi terhadap tubuh seseorang (Guido, 1997 dalam Townsend, 2005). Menurut Townsend (2005), peranan perawat dalam penerapan informed concent adalah biasanya digambarkan sebagai agen pengambil kebijakan. Seorang perawat menandatangani format persetujuan sebagai saksi bagi tandatangan klien.

Perawat bertindak sebagai advocat bagi klien untuk memastikan bahwa ada tiga elemen utama yang harus ada dalam informed concent, yaitu: 1.

Pengetahuan bahwa klien memiliki penerimaan informasi yang adekuat dengan dasar keputusan dari klien sendiri

2.

Kompetensi bahwa kognitif klien tidaklah terganggu secara menyeluruh yang bertentangan dengan pengambilan keputusan atau jika demikian, bahwa individu memiliki hak secara legal

3.

Kemauan bebas bahwa individu diberikan persetujuan secara sukarela tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang lain. Banyak sekali negara yang memiliki perlindungan terhadap kerahasiaan

untuk perekaman dan komunikasi klien. Hanya individu yang mempunyai hak untuk mengobservasi klien atau mempunyai akses untuk informasi medis yang meliputi perawatan medis klien. Terkait dengan informasi medis mungkin dihubungkan tanpa persetujuan pada situasi yang mengancam kehidupan. Jika informasi terkait dengan kondisi emergensi, informasi harus direkam dalam catatan klien: tanggal penyingkapan, seseorang yang diberi informasi mengenai penyingkapan, alasan penyingkapan, alasan menulis persetujuan yang tidak diperkenankan, dan informasi penyingkapan secara spesifik. Banyak negara yang menyinggung mengenai keistimewaan komunikasi. Walaupun kode yang dibuat berbeda dari negara ke negara, lebih banyak menjamin kepastian profesional secara istimewa selain mereka menolak untuk mengungkapkan informasi, dan komunikasi dengan klien. Di beberapa negara bagian, doktrin mengenai keistimewaan komunikasi diterapkan untuk psikiater dan pengacara: psikolog, alim ulama, dan juga meliputi perawat. Perawat yang bekerja di area psikiatri harus melindungi privacy klien mereka dengan sebaikbaiknya. Pada seting psikiatri klinik, pemahaman mengenai hukum dan hak untuk pasien dengan pasien gangguan mental, ditambah dengan kualitas perawatan yang terbaik untuk menurunkan resiko malpraktik dalam proses pengadilan. Issue legal dapat terjadi dalam berbagai seting praktik meliputi situasi seperti penganiayaan anak, pelanggaran terhadap kerahasiaan, kegagalan dalam melakukan informed

concent, kekerasan dalam keluarga, mental retardasi, ketergantungan obat pada prenatal, perkosaan, serangan seksual, penyiksaan pada pasangan, dan bunuh diri. Berdasarkan fungsi kode etik yang sangat penting tersebut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyusun kode etik keperawatan di Indonesia. Kode etik keperawatan di Indonesia terdiri atas 5 (lima) pokok etik yaitu a. Perawat dan klien. 1)

Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

2)

Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.

3)

Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

4)

Perawat

wajib

merahasiakan

segala

sesuatu

yang

diketahui

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. b.

Perawat dan praktek 1.

Perawat

memelihara

dan

meningkatkan

kompetisi

dibidang

keperawatan melalui belajar terus menerus. 2.

Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

3.

Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat

dan

mempertimbangkan

kemampuan

serta

kualifikasi

seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain. 4.

Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

c.

Perawat dan masyarakat Perawat

mengemban

tanggung

jawab

bersama

masyarakat

untuk

memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat. d.

Perawat dan teman sejawat.

e.

Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

f.

Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal

g.

Perawat dan profesi.

h.

Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.

i.

Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.

j.

Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif keperawatan yang bermutu tinggi.

demi terwujudnya asuhan

BAB III PEMBAHASAN A.

Pertimbangan Legal Dan Etik Keperawatan Jiwa Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien di tempat lain. Isu legal dan etik berkaitan dengan topik klien yang menunjukkan sikap bermusuhan dan agresif. Berlaku untuk semua klien di lingkungan kesehatan jiwa.

B.

Hospitalisasi involunter 1.

Seharusnya klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela

2.

Keinginan klien untuk tidak mau dirawat di rumah sakit dan diobati harus dihargai, kecuali mereka membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.

3.

Klien dengan kondisi seperti ini dimasukkan ke RS untuk perawatan psikiatri sampai mereka tidak lagi berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

4.

Seseorang dapat ditahan di fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena keadaan darurat sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk menentukan kondisi klien

5.

Negara

memiliki

komitmen

untuk

menangani

klien

dengan

masalah

penyalahgunaan zat yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain 6.

Komitmen sipil atau hospitalisasi involunter mengurangi hak klien untuk bebas atau meninggalkan RS ketika ia menginginkannya. Hak klien yang lain tetap utuh.

C.

Keluar Dari Rumah Sakit 1.

Klien yang masuk RS secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan RS jika mereka tidak lagi berbahaya dengan menandatangani suatu permintaan tertulis.

2.

Apabila klien masih yang berbahaya bagi dirinya maupun orang lain ingin pulang, psikiater dapat menahan klien sampai kondisinya benar-benar aman.

3.

Studi yang di lakukan Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa pengadilan menerima ˂ 50% petisi profesional kesehatan jiwa untuk tindakan hospitalisasi

pada klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian pengadilan adalah “klien psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak boleh ditahan di RS jika mereka tidak berbahaya dan tidak ingin dirawat di RS”. Masyarakat menentang dengan menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari individu yang berbahaya. D.

Hak-Hak Pasien Jiwa 1.

Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS dengan berkorespondensi, telepon dan mendapatkan kunjungan

E.

2.

Hak untuk berpakaian

3.

Hak untuk beribadah

4.

Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan

5.

Hak untuk menyimpan dan membuang barang

6.

Hak untuk melaksanakan keinginannya

7.

Hak untuk memiliki hubungan kontraktual

8.

Hak untuk membeli barang

9.

Hak untuk pendidikan

10.

Hak untuk habeas corpus

11.

Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien

12.

Hak pelayanan sipil

13.

Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensi profesi

14.

Hak untuk memuntut dan dituntut

15.

Hak untuk menikah dan bercerai

16.

Hak untuk tidak mendapatkan restrain mekanik yang tidak perlu

17.

Hak untuk review status secara periodik

18.

Hak untuk perwalian hukum

19.

Hak untuk privasi

20.

Hak untuk informend consent

21.

Hak untuk menolak perawatan

Konservator Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah dari komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten tidak dapat menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka sendiri walaupun sumber-sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka sendiri, dapat memerlukan pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini, pengadilan menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai pelindung hukum. Petugas ini

memiliki banyak tanggung jawab untuk individu tersebut, seperti memberi persetujuan tindakan, menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang memiliki pelindung hukum tidak lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan hukum (misal, pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan tanda tangan : hal ini mempengaruhi banyak aktivitas sehari-hari yang kita anggap benar. Karena konservator atau pelindung hukum berbicara atas nama klien, perawat harus mendapat persetujuan atau izin dari konservator klien. Hirarki

Dalam

Membatasi

Pasien

Jiwa

(Stuart

&

Laraian,

2001)

Pembatasan bisa dalam makna dibatasi secara fisik atau dibatasi pilihannya. Hirarki dari yang paling restriktif ke yang kurang restriktif.

F.

1.

Ektremitas tubuh

2.

Batasan ruang gerak ( kamar isolasi)

3.

Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu merokok, komunikasi

4.

Aktivitas yang bermakna, misalnya: akses untuk ikut rekreasi

5.

Pilihan perawatan

6.

Kontrol sumber keuangan

7.

Ekspresi verbal dan emosional

Metode Dalam Pengambilan Keputusan Etis 1.

Menunjukan maksud baik.

2.

Mengidentifikasi semua orang penting.

3.

Mengumpulkan informasi yg relevan.

4.

Mengidentifikasi prinsip etis yang penting

5.

Mengusulkan tindakan alternatif.

6.

Melakukan tindakan

PENGARUH HUKUM DALAM PRAKTEK KEP. JIWA

Perawat sebagai warga negara

HAK-HAK PASIEN

Perawat sebagai pemberi pelayanan

Perawat sebagai pegawai

G.

Peran Legal Perawat Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal: 1.

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

2.

Perawat sebagai pekerja

3.

Perawat sebagai warga Negara.

Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini. Penilaian keperawatan propsesinal memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan, dan alternative yang mungkin dilakukan perawat. Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan 1.

Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak tersedia standar praktek dan tidak ada kontrak kerja.

2.

Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri, melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi praktek keperawatan.

3.

Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239 dan Hukum adat.

F.

Pertanggungjawaban

Pidana

Terkait

Dengan

Kondisi

Jiwa

Seseorang

Pertanggung Jawaban Pidana Terkait Dengan Kondisi Jiwa Seseorang 1.

Tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang diduga memiliki kelainan jiwa perlu mendapatkan penyelididkan dari seorang ahli kesehatan jiwa ( Visum et repertum psikiatrikum; VER)

2.

Argumen yang menyebutkan bahwa seseorang yang didakwa melakukan tindakan kriminal dianggap tidak bersalah karena orang tersebut tidak bisa mengontrol perbuatannya atau tidak mengerti perbedaan antara benar dan salah yang dikenal sebagai Peraturan M’Naghten.

3.

Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan tidak bersalah karena mengalami gangguan jiwa.

BAB IV PENUTUP A.

Simpulan 1.

Aspek etik dan legal ini digunakan dengan memperhatikan dan menghormati hakhak dan kewajiban individu/ klien sebagai bagian dari sistem baik keluarga, kelompok maupun komunitas dalam menjawab permasalahan dan dilema etik yang muncul dalam terapi komunitas.

2.

Dalam upaya penanganan masalah kesehatan jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan jiwa

B.

Saran Dengan berpedoman pada aturan perundang-undangan dan standar keperawatan serta etik, diharapkan pelaksanaan terapi komunitas mampu memfasilitasi klien dan komunitas mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal. Dengan demikian terapi komunitas yang diberikan dapat dilandasi oleh aspek etik dan legal yang menghormati hak-hak individu dan keluarga sebagai penerima asuhan kperawatan dalam ikut berpartisipasi dan menentukan asuhan keperawatan yang komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA Boyd, M.A. (1998). Psychiatric nursing: contemporary practice. Philadelphia: Lippincott Ellis, J.R. (1998). Nursing in today’s world: challenges, issues, and trend. (6th ed). Philadelphia: Lippincott Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2000). Kode etik keperawatan, lambang, panji PPNI, dan ikrar keperawatan. Jakarta Shives, L.R. (1998). Basic concept psychiatric – mental health nursing. (4th ed). Philadelphia: Lippincolt. ————— (2012). Basic concept psychiatric – mental health nursing. (8th ed). Philadelphia: Lippincolt. Staunton, P. & Whyburn, B. (2000). Nursing and the law. (4th ed). Philadelphia: Harcourt Stuart, G.W. (2012). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th edition). St.Louis : Mosby

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th edition). St.Louis : Mosby Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (1995). Buku saku keperawatan jiwa: pocket guide to psychiatric nursing. alih bahasa: Achir Yani S.Hamid.(ed.3). Jakarta: EGC Townsend, M.C. (2005). Essentials of psychiatric mental health nursing. (3rd ed.) Philadelphia: F.A.Davis Company ———————(2009). Essentials of psychiatric mental health nursing. (5rd ed.) Philadelphia: F.A.Davis Company

http://fauzistks.blogspot.com/2011/08/teori-perilaku-dan-kognitif.html TEORI PERILAKU DAN KOGNITIF

Related Documents


More Documents from "Nurrahmi Umami"