Referat Miopia Levior.docx

  • Uploaded by: Nurul Fitriani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Miopia Levior.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,076
  • Pages: 56
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT FEBRUARI 2019

UNIVERSITAS TADULAKO

“ODS MIOPIA LEVIOR”

OLEH : Nurul Fitriani N 111 17 082

Pembimbing Klinik : dr. Dachruddin Ngatimin, Sp. M., M.Kes

DISUSUN DALAM RANGKA UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2019

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama

: Nurul Fitriani

NIM

: N 111 17 082

Judul Referat

: ODS Miopia Levior

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Pembimbing Klinik

Dokter Muda

dr. Dachruddin Ngatimin, Sp.M., M.Kes

ii

Nurul Fitriani

DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 2 DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ ............6 2.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................ .....6 2.2 Media Refraksi.................................................................................10 2.3 Jaras Penglihatan..............................................................................23 2.4 Kelainan Refraksi….........................................................................27 2.5 Miopia………..................................................................................35

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................... 47 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 52 BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Pada sistem penglihatan, mata adalah organ yang sangat khusus untuk persepsi bentuk, cahaya, dan warna. Mata terletak dalam rongga protektif di dalam tengkorak yang disebut orbita. Masing-masing mata memiliki selubung protektif untuk mempertahankan bentuknya, sebuah lensa untuk memfokuskan cahaya, sel-sel fotosensitif yang berespons terhadap rangsangan cahaya, dan banyak sel yang memproses informasi penglihatan. Impuls penglihatan dari selsel fotosensitif kemudian disalurkan ke otak melalui akson di saraf optik (nervus opticus) 1 World Health Organization (WHO) menyatakan terdapat 45 juta orang menjadi buta di seluruh dunia dan 135 juta yaitu penurunan penglihatan. Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada ssatu penduduk bumi menjadi buta dan 12 menit terdapat anak mengalami buta. Sekitar 90% penderita kebutaan dan mengalami gangguan penglihatan ini hidup di negara-negara miskin dan berkembang. Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN. 2 Hingga saat ini sekitar 3,1 juta (15%) penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin seperti Bangladeh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Berdasarkan hasil survei indera penglihatan dan pendengaran 1993-1996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebab katarak 0,78%, glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%, dan oleh penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per 1000 anak. 2 Gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan yang penting, karena 80% informasi didapatkan melalui indra penglihatan. Keterlambatan melakukan koreksi gangguan penglihatan terutama pada anak usia sekolah akan

4

mempengaruhi kemampuan dalam menyerap materi pelajaran dan berpotensi mengurangi kecerdasan. 2 Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan dan hambatan penglihatan saat beraktivitas. Miopia merupakan salah satu gangguan penglihatan yang memiliki prevalensi tinggi di dunia. Prevalensi miopia telah dilaporkan setinggi 70-90% dibeberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat serta 10-20% di Afrika. Survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 1993-1996 mendapatkan kelainan refraksi di Indonesia sebesar 24,72% menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbanyak dan merupakan penyebab kebutaan urutan ketiga (0,14%) setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%) serta menjadi masalah yang cukup serius. 3 Kelainan refraksi miopia merupakan penyebab terbesar gangguan penglihatan pada usia sekolah. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab penting cacat penglihatan yang sebenarnya dapat dihindari. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya kelainan refraksi dalam prioritas “ Vision 2020 : The Right to Sight – A Global Initiative” yang diluncurkan World Health Organization (WHO) dan international Agency for the Prevalention of Blindness. 2 Faktor genetik dan faktor lingkungan berupa aktivitas melihat dekat yang berlebihan merupakan faktor risiko kelainan refraksi. Kegiatan membaca, menonton televisi, pengunaan komputer dan video-game yang terlalu lama dalam jarak dekat berpengaruh terhadap kelainan refraksi. 2

1.2 Tujuan Tujuan penulisan refarat dan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui tentang penyakit Gangguan Refraksi meliputi definisi, etiologi , prinsip diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus tersebut. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Mata.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Bola mata orang dewasa berdiameter sekitar 2,5 cm. Dari seluruh permukaan bola mata, hanya 1/6 bagian anterior yang tampak sedangkan 5/6 bagian posterior terletak dan terlindung di dalam ruang orbita. Secara histologik, dinding bola mata tersusun oleh 3 lapisan yaitu tunika fibrosa, tunika vaskulosa (uvea), dan tunika nervosa (retina). 4

Gambar 1. Lapisan-lapisan bola mata 4

a.

Tunika fibrosa Tunika fibrosa merupakan lapisan terluar bola mata, terdiri dari kornea di bagian anterior, dan sklera dibagian posterior. Kornea merupakan struktur avaskular yang bening menutupi iris, dan berbentuk lengkung yang membantu mengfokuskan cahaya. Permukaan luarnya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng dengan permukaan rata, yang berkesinambungan dengan epitel konjungtiva bulbi. Kornea sangat kaya dengan persarafan. Sklera (bagian putih mata) merupakan lapisan jaringan ikat padat yang menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali kornea. 4

6

Sklera memberikan bentuk pada bola mata, menjadikannya kaku, dan melindungi dalaman mata. Pada permukaan posteriornya terdapat foramen optikum, yang mengelilingi nervus optikus (nervus kranialis II). Pada tautan antara sklera dan kornea terdapat sinus venosus sklera yaitu kanalis Schlemm. 4

b. Tunika vaskulosa Tunika vaskulosa merupakan lapisan tengah bola mata, dan terdiri dari tiga bagian, dari posterior ke anterior: koroid, korpus siliaris, dan iris. 4 Koroid merupakan bagian posterior tunika vaskulosa, kaya dengan vaskularisasi, dan menutupi sebagian besar permukaan dalam sklera. Lapisan ini memasok bahan nutrisi ke permukaan posterior retina. Melanosit menghasilkan pigmen melanin dan memberikan warna coklathitam pada koroid. 4 Ke arah anterior, koroid beralih menjadi korpus siliaris yang merupakan bagian tunika vaskulosa yang paling tebal. Korpus siliaris meluas dari ora serata (margo anterior retina) ke daerah tepat di posterior tautan sklerokorneal. Pada korpus siliaris terdapat prosesus siliaris dan muskulus siliaris. Prosesus siliaris merupakan tonjolan/lipatan pada permukaan dalam korpus siliaris dimana sel-sel epitelnya menyekresi humor akueus. Muskulus siliaris merupakan otot polos berbentuk pita sirkular yang mengubah bentuk lensa untuk penglihatan jauh atau dekat. 4 Iris/selaput pelangi adalah daerah berbentuk gelang pada bagian mata Iris terletak di antara kornea dan lensa, dilekatkan pada bagian luarnya ke prosesus siliaris. Iris terdiri dari serat otot polos sirkular dan radial, dan lubang di tengahnya disebut pupil. Fungsi iris untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke bagian posterior bola mata melalui pupil. Pada rangsangan cahaya terang, serat saraf parasimpatis merangsang otot polos sirkular (muskulus sfingter/konstriktor pupilae) untuk berkontraksi dan menyempitkan ukuran pupil yg (konstriksi). Pada cahaya redup, serat saraf

7

simpatis merangsang otot polos radial (muskulus dilatator pupilae) untuk berkontraksi dan memperbesar ukuran pupil (dilatasi). Respons-respons ini bersifat refleks viseral. 4

c. Tunika nervosa (retina) Lapisan bola mata yang paling dalam yaitu retina, melapisi 3/4 posterior bola mata dan merupakan awal jalur penglihatan. Dengan oftalmoskop, melalui pupil dapat terlihat bayangan retina yang diperbesar serta pembuluh darah yang berjalan pada permukaan anteriornya. Retina merupakan satu-satunya tempat di dalam tubuh dimana pembuluh darah dapat diamati secara langsung dan dievaluasi kelainan patologiknya, antara lain pada hipertensi dan diabetes mellitus. Selain pembuluh darah, terdapat beberapa struktur lain yang dapat diamati; diskus optikus (blind spot, bintik buta), tempat keluarnya nervus optikus dari bola mata, serta arteri dan vena sentralis retina yang berjalan bersama nervus optikus. 4 Retina terdiri dari epitel pigmen (bagian non-visual) dan bagian neural (bagian visual). Epitel pigmen merupakan selapis sel epitel yang mengandung pigmen melanin, terletak di antara koroid dan bagian neural retina. Melanin pada koroid dan epitel pigmen menyerap cahaya sehingga dapat mencegah pantulan dan penyebaran cahaya di dalam bola mata. Dengan demikian, bayangan yang terlihat jelas. Pada individu albino, kekurangan pigmen melanin terdapat di seluruh bagian tubuh, termasuk mata. 4 Retina terdiri atas 10 lapisan, dari luar ke dalam: epitel pigmen, lapisan batang dan kerucut, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lepisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lappisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf, dan membran limitans interna. 4

8

Gambar 2. Anatomi dasar mata 5

Mata terdiri dari dari : o

Konjungtiva : merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu : konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.

o Sklera : merupakan bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. o Kornea : adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis : epitel, membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel. o Uvea : merupakan lapis vaskular didalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang

9

terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm didepan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf dibagian posterior. o Lensa : jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa didalam mata dan bersifat bening. Lensa didalam bola mata terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak didalam bilik mata belakang. o Vitreous humor (badan kaca) : merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair didalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Fungsi badan kaca yaitu untuk mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Pernanannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. o

Retina : disebut selaput jala, merupakan bagian mata yang menagandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Warna retina biasanya jingga kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada hiperemia. Retina terdiri atas beberapa lapisan yaitu ; lapisan fotoreseptor, membran limitan eksterna, lapis nuklear luar, lapisan pleksiform luar, lapisan nukleus dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan membran limitan interna. 6

Media Refraksi, hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, bilik mata depan, lensa, vitreus humour. 6

2.1.1 KORNEA a. Anatomi Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil.

10

Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 pm ataun 0,5 mm di pusatnya, diameter horizontalnya sekitar L1,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda yaitu, lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih Vena vorticosa Arteria ciliaris posterior longa dan nervus ciliaris longus Nervus opticus Vena vorticosa aselular, yang merupakan bagian stroma yang berubah. 7 Epitel merupakan suatu lapisan skuamosa anterior yang menebal diperifer pada limbus dimana lapisan ini bersinambung denga konjungtiva. Limbus mengandung sel germinanativum atau sel stem. 5 Stroma dari serabut kolagen, substansi dasar, dan fibroblas yang menjadi dasar kornea. Bentuk serabut kolagen yang reguler dan diameternya yang kecil menyebabkan transparansi kornea. 5 Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinein lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10250 pm dan tinggi 1-2 pm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Membran Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang homogen dengan rnikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan pascanasalnya. Saat lahir, tebalnya sekitar 3 pm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10- 12 pm. 7

11

Endotel merupakan suatu lapisan tunggal dari sel yang tidak mengalami regenerasi yang secara aktif memompa ion dan air dari stroma untuk mengontrol hidrasi dan transparansi kornea. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea. 5,7 Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh- pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus). 7

Gambar 3. Potongan melintang kornea 7

12

Gambar 4. Struktur Kornea 5

b. Embriologi Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyaitebal 550 pm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras);diameter horizontalnya sekitar L1,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda.7 Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif:ektoderm permukaan, termasuk derivatnya-crista neuralis;ektoderm neural; dan mesoderm. Endoderm tidakikut dalam pembentukan mata. Mesenkim, yang berasaldari mesoderm atau crista neuralis, adalah istilah untukjaringan ikat embrional. Sebagian besar mesenkim di kepaladan leher berasal dari crista neuralis.Ektoderm permukaan membentuk lensa; kelenjar Iakrimal;epitel

13

kornea, konjungtiva, dan kelenjar-kelenjaradneksa; serta epidermis palpebra. Crista neuralis, yang berasal dari ektoderm permukaandi daerah tepat di sebelah plica neuralis (neural folds) ektoderm neural, berfungsi membentuk keratosit kornea, endotel kornea dan anyaman trabekula, stroma iris dan koroid, musculus ciliaris, fibroblas sklera, vitreus, dan meninges nervus opticus. Crista neuralis juga terlibat dalam pembentukan tulang dan tulang rawan orbita, jaringan ikatdan saraf orbita, otot-otot ekstraokular, dan lapisan-lapisan subepidermal palpebra. Ektoderm neural menghasilkan vesikel optik dancawan optik sehingga berfungsi membentuk retina danepitel pigmen retina, lapisanlapisan berpigmen dan tidak berpigmen epitel siliaris, epitel posterior, musculus dilatator dan sphincter pupillae pada iris, dan serat-serat nervus opticus dan glia. Mesoderm berkontribusi membentuk vitreus, otot-otot palpebra dan ekstraokular, serta endotel vaskular orbita dan okular. 7

2.1.2 LENSA a. Anatomi Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.

Lensa

tergantung

pada

zonula

dibelakang

iris,

zonula

menghubungkannya dengan aqueous humor, disebelah posteriornya vitreus. Di belakang iris, lensa ditahan di tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula zinnia melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos sedangkan di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh membrana hyaloidea. 7,8

14

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg. 7,8 Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat

Iamelar

subepitel

terus

diproduksi

sehingga

lensa

perlahanlahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp . Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular. 7 Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensoriumyang dikenal sebagai zonula (zonula Zinnl), yangtersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaancorpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.7 Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar35%-nya protein (kandungan proteinnya tertinggi di antarajaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikitsekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuhlainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripadadi

kebanyakan

jaringan

lain.

Asam

askorbat

dan

glutationterdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.Tidak ada serat nyeri,pembuluh darah,atau saraf dilensa. 7

15

Gambar 5. Struktur Normal Lensa.8 b. Embriologi Tidak lama setelah vesikel lensa terletak bebas di tepian cawan optik (6 minggu), sel-sel dinding posteriornya mulai memanjang, mengisi rongga yang kosong, dan akhirnya memenuhinya (7 minggu). Kira-kira usia 6 minggu, sebuah kapsul hialin disekresi oleh sel-sel lensa. Serat-serat lensa Sekunder memaniang dari daerah ekuatorial dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsular, yang tetap berupa selapis sel epitel kubus; dan tumbuh ke belakang di bawah kapsul lensa. Serat-serat ini bertemu membentuk sutura lentis - (Y tegak di anterior dan Y terbalik di posterior), yang selesai pada bulan ke tujuh. (Pertumbuhan dan proliferasi serat-serat J.ensa sekunder ini berlangsung terus seumur hidup tetapi kecepatannya semakin lambaf jadi lensa perlahan terus membesar dan menyebabkan tertekannya serat-serat lensa.) 7 Bentuk dari lensa kristalin manusia dimulai sangat cepat di awal embriogenesis. Usia gestasi sekitar 25 hari, evaginasi 2 lateral, yang disebut dengan vesicle optik, terbentuk dari otak bagian depan atau diencephalon. Pada vesicle optic mengalami pembesaran dan meluas kebagian lateral, kemudian mendekat dan menempel pada permukaan ectoderm, lapisan tunggal sel kuboid, dan 2 lainnya menempel disisi kepala 7

16



Lempeng lensa (lens placode) Ketika ectoderm berada diatas vesicle optic dan akan menjadi kolumnar pada usia gestasi sekitar 27 hari. Daerah ini mengalami penebalan sel yang disebut lempengan lensa. Faktor pertumbuhan dari kelompok bone morphogenetic protein (BMP) berperan dalam pembentukan lempengan lensa dan selanjutnya akan membentuk lensa.8 (ka besse)



Lubang lensa (lens pit) Lubang lensa terbentuk sekitar usia gestasi 29 hari dalam bentuk lekukan (lipatan) dari lempengan lensa. Lubang lensa akan melekuk kedalam dan membentuk gelembung lensa.8



Vesikel lensa Setelah terjadi lubang lensa maka akan dilanjutkan dengan invaginasi, ujung sel yang akan bersambungan hingga ke permukaan ectoderm dan akan mengalami degenarasi sel oleh apoptosis, dengan demikian terjadilah pemisahan antara sel sel lensa dari permukaan ectoderm. Kemudian bola yang dihasilkan membentuk lapisan tunggal sel kuboid yang terbungkus di membrane basal (kapsul lensa), yang disebut vesikel lensa. Hal ini terebentuk pada usia gestasi ekitar 30 hari, dan diameter vesikel lensa sekitar 0,2 mm.8

 Serabut lensa primer dan nucleus embrionik Sel yang berada pada lapisan posterior dari vesicle lensa akan mengalami pemisahan dan kemudian memanjang, pada saat memanjang, sel tersebut akan masuk kedalam lumen vesikel lensa, sekitar usia gestasi 40 minggu, lumen vesikel lensa akan menghilang. Pemanjangan sel disebut degan serabut primer lensa. Ketika serabut sel mengalami pematangan, nukleusnya dan bagian membrane lainnya akan mengalami degradasi, proses ini akan menurunkan penyebaran cahaya. Serabut lensa primer akan membentuk nucleus embrionik yang akan menempati area sentral dari lensa orang dewasa.8

17

Sel pada lapisan anterior vesikel lensa mengandung selapis sel kuboid, yang disebut epithelium lensa. Pertumbuhan lensa selanjutnya adalah karena proliferasi dalam epitel. Kapsul lensa berkembang di bagian membrane basak yang akan diuraikan oleh epithelium lensa anterior dan serabut lensa posterior.8

Gambar 6. Embriologi lensa

18

8

Gambar 7. Embriologi lensa8



Serabut lensa sekunder Setelah mengalami proliferasi, sel epitel yang berdekatan dengan lensa akan memanjang dan membentuk serabut sel sekunder. Aspek anterior setiap perkembangan serabut lensa meluas ke anterior bawah epitel lensa, menuju ke kutub anterior lensa. Aspek posterior setiap perkembangan serabut lensa meluas kebagian posterior sepanjang kapsul terhadap kutub posterior lensa. Proses ini berlangsung terus menerus hinga terbentuk lapisan demi lapisan serabut lensa yang baru. Pada setiap serabut sel sekunder akan terlepas dari kapsul, dan akan kehilangan nukleusnya dan organel membrane. Serabut lensa sekunder terbentuk pada usia gestasi sekitar 2 sampai 8 bulan dan terbentuk nucleus fetal.8

19

Gambar 8. Y-shape suture 8

2.1.3

Vitreus Humour a. Anatomi Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hialuronat. Terminologi terdahulu, "vitreous humor" jarang digunakan saat ini. Sembilan puluh delapan persen dari vitreus tersusun atas air. vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan lensa (korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreus posterior). 7 Proses penuaan, perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior kemudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenarnya, vitreus 20

tidak pernah lepas dari basisnr"a. Vitreus juga melekat pada nervus opticus dan, dengan keeratan yang kurang, pada makula dan pembuluhpembuluh retina. Perlekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang bermakna dalam patogenesis membran epimakula dan lubang makula. 7

b. Embriologi (Vitreus

primer,3-6 minggu). Sekitar usia 3 minggu, sel dan fibroblas

yang berasal dari mesenkim di tepian cawan optik atau yang berhubungan dengan sistem vaskular hyaloid membentuk fibril-fibril vitreus-primer' Pembentukan ini sedikit dibantu oleh lensa embrional dan lapisan-dalam vesikel optik. Pada akhirnya, vitreus primer terletak tepat di belakang kutub posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh hyaloid. -

(Vitreus sekunder, 6-10 minggu). Fibril-fibril dan sel-sel (hialosit)

vitreus sekunder diduga berasal dari vaskuiar vitreus primer. Di anterior, terjadinya perlekatan erat vitreus sekunder pada membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis vitreus. Sistem hyaloid mengembangkan satu set pembuluh vitreus dan pembuluh-pembuluh pada permukaan capsula lentis (tunica vasculosa lentis). Sistem hyatoid paling berkembang pada usia 2 bulan lalu beratrofi dari posterior ke anterior. (Viterus tersier, 10 minggu keatas). Selama bulan ketiga, terbentuk berkas marginal/ Struktur ini terdiri atas kondensasi fibril vitreus yang menjulur dari bakal epitel siliaris cawan optik hingga ekuator lensa. Kondensasi tersebut akan membentuk ligamentum suspensorium lensa, yang berkembang baik pada bulan keempat. Sistem hyaloid beratrofi sepenuhnya selama tahap ini. 7

21

2.1.4

Chamber Anteroior Ruang anterior dibatasi anterior oleh kornea dan posterior oleh diafragma iris dan pupil. sudut ruang anterior, yang terletak di persimpangan kornea dan iris, terdiri dari struktur berikut: garis schwalbe, saluran schlemm dan trabecular meshwork, scleral spur, batas anterior tubuh ciliary, dan iris. kedalaman ruang anterior bervariasi. itu lebih dalam di aphakia, pseudophakia, dan miopia dan lebih dangkal dalam hyperopia. dalam mata emmetropik dewasa normal, ruang anterior sekitar 3 mm di pusatnya dan mencapai titik tersempitnya sedikit pusat ke sudut reses. Volume bilik anterior adalah sekitar 200 μL dalam emmetrope. 8

2.3

JARAS PENGLIHATAN Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jaras penglihatan. Selse1 bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk nervus opticus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis optikus. 7 Di dalam tengkorak, dua nervus opticus menyatu membentuk kiasma optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serabut- serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus opticus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi pedunculus cerebri menuju ke nukleus genikulatus lateralis, tempat traktus tersebut akan bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata

22

membentuk haktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen serabut di traktus menjalankan fungsi pupil. Serabut-serabut ini meninggalkan traktus tepat di sebelah anterior nukleus dan melewati brachium coliculli superioris menuju ke nucleus pretectalis otak tengah. Serat-serat lainnya bersinaps di nukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel struktur ini membentuk tractus genicuiocalcarinae. Traktus ini berjalan melalui crus posterius capsula interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam radiatio optica yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis (korteks kalkarina, striata, atau korteks penglihatan primer). 7

Gambar 9. Jaras Optik 7

23

a. Potensial Reseptor Dalam keadaan gelap, Na+ masuk ke dalam segmen luar fotoreseptor melalui saluran Na+ yang dipertahankan terbuka oleh siklik cyclic guanosine monophosphate (GMP). Aliran ini disebut arus gelap (dark current), yang memicu secara kontinu pelepasan neurotransmiter dari terminal sinaptik. Neurotransmiter pada sel batang, dan mungkin juga

pada

sel

kerucut,

yaitu

asam

glutamat,

menghambat

(hiperpolarisasi) sel bipolar yang bersinaps dengan sel batang. Bila cahaya mengenai retina, cisretinal mengalami isomerisasi, saluran Na+ tertutup. Arus masuk Na+ berkurang, bagian dalam sel batang menjadi lebih negatif (hiperpolarisasi) dan pelepasan glutamat berkurang. Cahaya redup menyebabkan hiperpolarisasi ringan dan sementara, yang secara parsial menghentikan pelepasan glutamat. Cahaya yang lebih terang mengakibatkan hiperpolarisasi yang lebih kuat dan lama, yang secara lebih lengkap menghambat pelepasan neurotransmiter. Jadi, cahaya merangsang sel bipolar yang bersinaps dengan sel batang melalui penghentian inhibisi neurotransmiter. Terdapat dua enzim yang menutup dan membuka kembali segmen luar. Pada keadaan terang, enzym transdusin mengaktifkan enzim fosfodiesterase (PDE), yang memecahkan siklik GMP. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya saluran Na+ yang menghasilkan hiperpolarisasi sel batang dan mengurangi pelepasan glutamat. Dalam keadaan gelap transdusin berbentuk tidak aktif, dan siklik GMP mempertahankan saluran Na+ terbuka. Enzim recoverin mengaktifkan guanilat siklase yaitu enzim yang mengstimulasi siklik GMP. Dengan meningkatnya kadar siklik GMP, saluran Na+ akan tetap terbuka dan aliran masuk Na+ akan meningkatkan pelepasan glutamat. 4

24

b. Jalur Visual

Pemrosesan input visual terjadi di retina pada sinaps antara berbagai jenis sel. Akson sel ganglion retina menghasilkan output dari retina ke otak, dan keluar sebagai nervus optikus (n II). Pemrosesan input visual pada retina Didalam retina, bayangan input visual diperbesar sedangkan yang lainnya dihilangkan. Input dari beberapa sel dapat terkumpul (konvergen) pada neuron pasca sinaps yang jumlahnya lebih kurang atau menyebar (divergen) ke jumlah yang lebih besar. Umumnya, yang mendominasi ialah input yang terkumpul karena hanya terdapat 1 juta sel ganglion yang melayani 126 juta sel fotoreseptor. Bila terjadi potensial reseptor pada sel batang dan kerucut, maka akan menyebar melalui segmen dalam sel-sel tersebut ke terminal sinaps. Neurotransmiter yang dilepaskan oleh sel batang dan kerucut menginduksi potensial lokal secara bertahap pada sel bipolar dan sel horizontal. 6- 600 sel batang bersinaps dengan satu sel bipolar pada lapisan sinaps luar sedangkan sel kerucut umumnya bersinaps dengan satu sel bipolar saja. Terkumpulnya banyak sel batang ke satu sel bipolar menyebabkan visi sel batang lebih peka tetapi lebih kurang cepat dari pada sel kerucut. Stimulasi cahaya pada sel batang mengeksitasikan sel bipolarnya. Sebaliknya, sel bipolar yang bersinaps dengan sel kerucut bisa diaktifkan atau diinhibisi oleh cahaya. Sel horisontal menghantarkan sinyal inhibisi ke sel bipolar di bagian lateral sel batang dan kerucut yang terangsang. Inhibisi lateral ini meningkatkan kontras pada penglihatan antara daerah retina yang distimulasi kuat dan daerah sebelahnya yang kurang distimulasi. Sel horisontal juga berperan dalam diferensiasi berbagai jenis warna. Sel amakrin yang dieksitasi oleh sel bipolar, akan bersinaps dengan sel

25

ganglion. Bila sel bipolar atau amakrin menghantarkan sinyal eksitasi ke sel ganglion, maka sel ganglion berdepolarisasi dan menginisiasi impuls saraf. 4 c. Akomodasi

Mata mengubah-ubah daya bias untuk menetapkan fokus pada objek dekat melalui proses yang disebut akomodasi. Petlelitian tentang bayangan Purkinje, yang merupakan cerminan dari berbagai permukaan optis di mata, menunjukkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina. Kontraksi otot siliaris menimbulkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa. Ketajaman Penglihatan Penilaian ketajaman penglihatan dengan grafik Sneilen. Rata-rata kekuatan-pembedaan mata manusia adalah 1 menit busur. Karena huruf-huru{ Snellen terbuat dari unit-unit bujur sangkar 5 x 5, huruf berukuran2/20 memiliki sudut penglihatan 5 menit busur pada jarak 20 kaki. Hal ini ekivalen dengan tinggi dan lebar 8,7 mm (0,35 inci). Mata memperkecil suatu bayangan berjarak 20 kaki sekitar 350 kati. Dengan demikian, ukuran tinggi dan lebar huruf 20/20 adalah 0,025 mm di retina. Angka ini setara dengan kapasitas resolusi 100 garis per milimeter. Untuk pupil 6 mm dan cahaya berpanjang gelombang 0,56 pm (di udara), batas teoretis absolut adalah 345 garis per milimeter. 7

Gambar 10. Tabel Akomodasi 7

26

d. Kecepatan, Frekuensi & Panjang Gelombang Cahaya Kecepatan, frekuensi,

dan panjang gelombang cahaya

saling

berhubungan sesuai lambang berikut:

Di media optis yang berbeda, kecepatan dan panjang gelombang cahaya berubah, tetapi frekuensinya tetap. Warna tergantung pada frekuensi sehingga warna dari seberkas cahaya tidak diubah sewaktu melewati media optis, kecuali oleh fluoresensi atau nontransmittance yang selektif. Karakteristik optis suatu bahan hanya dapat ditetapkan menurut frekuensi cahaya yang jelas spesifikasinya. Suatu bahan yang akan digunakan lensa untuk membiaskan cahaya-tampak biasanya diuji dengan cahaya natrium kuning (garis D) serta garis biru (garis F) dan merah (garis C) dari tabung lucutan hidrogen yang dimurnikan. 7 Dalam hampa udara, kecepatan semua frekuensi cahaya sama, yakni 299.792,46 kilometer per detik (186.282,40 statute mile per second). Karena frekuensi garis D kuning adalah sekitar 5,085 x L01a Hz, panjang gelombang garis ini dalam hampa udara adalah 0,5896 pm. Demikian juga, panjang gelombang garis biru F dan merah C dalam hampa udara masingmasing adalah 0,4861 pm dan 0,6563 pm. 7 Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan medium optis, akan terjadi pula pembiasan/refraksi berkas cahaya tersebut. Efek suatu bahan optis terhadap kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias). Semakin tinggi indeks, semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek pembiasannya. Dalam hampa udara n memiliki nilai 1,00000. 7 Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam bentuk gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang. Panjang gelombang dalam sprektum

27

elektromagnetik berkisar dari 10-14m

hingga

104m (10km, misalnya

gelombang radio yang panjang). Foto reseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer (nm: sepermilyar meter). Karena itu, cahaya tampak hanyalah sebagian kecil dari sprektum elektromagnetik total. Sinar dari berbagai panjang gelombang dalam rentang sinar tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbedabeda. Panjang gelombang yang lebih pendek dilihat sebagai warna ungu dan biru, panjang gelombang yang lebih panjang diinterpretasikan sebagai orange dan merah. 9 Selain memiliki panjang gelombang bervariasi, energi cahaya juga bervariasi dalam intensitasnya, yaitu amplitudo atau tinggi gelombang.

Gambar 11. Spektrum elektromagnetik 9

28

2.4

KELAINAN REFRAKSI Kelainan refraksi terjadi apabila berkas cahaaya pararel yang masuk ke mata tidak jatuh tepat diretina (keadaan mata tanpa akomodasi). Mata normal tanpa kelainan refraksi disebut emetropia. Keberadaan kelainan refraksi pada mata seseorang disebut dengan ametropia. 10 Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan bendaa setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. 6 Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak didepan mata sedang pada mata hipermetropia titik semu dibelakang mata. 6

a. Emetropia Emetropia berasalah dari kata Yunani emetros yang berarti ukuran normal atau dalam keseimbangan wajar sedang arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh di fokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. 6

29

Mata emetropia akan mempunyaai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. Bila media penglihatan seperti kornea , lensa dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke makula lutea. 6

b. Presbiopia Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop

(tanpa

kesalahan

refraksi)

akan

mulai

merasakan

ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan bendabenda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejaia-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap. 7 Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara. Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh apertura kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh, yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segrren atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jautr, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresi dan bukan bertingkat. 7

30

c. Ametropia Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainaan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panajng, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai amteropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat. 6 Ametropia dalam bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak seimbang, sedangkan ops berarti mata. Sesehingga yang dimaksud ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk bola mata. Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istrirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada focus yang tidak terletak pada retina 6

d. Hipermetropia Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan dibelakang makula lutea.6 Terdapat 3 bentuk hipermetropia : - Hiperetropia kongenital, diakibatkan bola mat pendek atu kecil. - Hipermetropia simple biasanya lanajutan hipermetropia anak yang tidak berkurang pada perkembangan jarang melebihi 5 D. - Hipermetropia yang didapat, umum didapat setelah beda pengeluaran lensa pada katarak. 6 Hipermetropia atau hiperopia merupakan keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial),

31

seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hiperopia refraktif), seperti pada afakia. 7 Hiperopia adalah suatu konsep yang lebih sulit dijelaskan daripada miopia. lstllah " farsighted" berperan dalam menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga seringnya terdapat kesalahpahaman di kalangan awam bahwa presbiopia adalah farsightedness dan bahwa seseorang yang melihat jauh dengan baik artinya farsighted. Jika hiperopianya tidak terlalu berat, orang yang berusia muda dapat memperoleh bayangan objek jauh yang tajam dengan melakukan akomodasi, seperti yang dilakukan mata normal sewaktu membaca. Orang hiperopia yang berusia muda juga dapat melnbentuk bayangan tajam dari objek dekat dengan melakukan akomodasi lebih banyak-atau jauh lebih banyak daripada orang tanpa hiperopia. Usaha tambahan ini dapat menyebabkan kelelahan mata yang lebih parah pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan. 7 Derajat

hiperopia

yang

mungkin

diidap

seseorang

tanpa

menimbulkan gejala - seperti kebanyakan kondisi klinis -bervariasi. Namun, derajat tersebut berkurang seiring usia karena meningkatnya presbiopia (penurunan kemampuan berakomodasi). Hiperopia tiga dioptri rnungkin dapat ditoleransi oleh seorang remaja, tetapi pada usia yang

lebih

lanjut

mungkin

memerlukan

kacamata

walaupun

hiperopianya tidak meningkat. Apabila hiperopianya terlalu tinggi, mata mungkin tidak mampu mengoreksi bayangan dengan akomodasi. 7 Hiperopia yang tidak dapat dikoreksi oleh akomodasi disebut hiperopia manifes. Hal ini merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi pada anak-anak dan dapat bilateral. Terdapat korelasi refleks antara akomodasi dan konvergensi kedua mata. Dengan demikian, hiperopia sering menjadi penyebab esotropia (crossed eyes) dan ambliopia monokular. 7

32

e. Astigmatisme Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat lengkungan jari - jari meridian yang tegak lurus padanya. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang didalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai astigmatisme with the rule (astigmatisma lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah

atau

jari-jarinya

lebih

pendek

dibanding

jari-jari

kelengkungan kornea dibidang horizontal. Pada keadaan astigmat lazim ini diperlukan lenza silinder negatif dengan sumbu 18o derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yanh terjadi. 6 Pada astigmatisme, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multipel. Pada astigmatisne regular, terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan kekuatan konstan di sepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis fokus. Selanjutnya, astigmatisme didefinisikan berdasarkan posisi garis-garis fokus ini terhadap retina. Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertikal, astigmatismenya dibagi lagi menjadi astigmatism with the rule, dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal; dan astigmatism against the rule, dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian horizontal. Astigmatism with the rule lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatism against the rule lebih sering pada orangtua. Astigmatisme oblik adalah astigmatisme regular yang meridianmeridian utamanya tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal. Pada astigmatisme iregular, daya atau orientasi meridianmeridian utamanya berubah di sepanjang lubang pupil. Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea. Lensa kristalina

33

juga dapat berperan. Dalam terminologi lensa kontak, astigmatisme lentikular disebut astigmatisme residual karena tidak dapat dikoreksi dengan lensa kontak sferis yang keras, yang dapat mengoreksi astigmatisme kornea. Kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena otak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisme yang tidak terkoreksi, kacamata baru yang memperbaiki kelainan dapat menyebabkan disorientasi temporer, terutama akibat ayangan yang tampak miring. 7

f. Anisometropia Anisometropia adalah perbedaan kelainan refraksi di antara kedua mata. Kelainan ini merupakan penyebab utama ambliopia karena mata tidak dapat berakomodasi secara independen dan mata yang lebih hiperopia

terus-menerus

kabur.

Koreksi

refraktif

terhadap

anisometropia dipersulit oleh perbedaan ukuran bayangan retina (aniseikonia) dan ketidakseimbangan okulomotor akibat perbedaan derajat kekuatan prismatik bagian perifer kedua lensa korektif tersebut. Aniseikonia umulnnya merupakan masalah pada afakia monokular. Koreksi dengan kacamata menghasilkan perbedaan ukuran bayangan di retina sekitar 25%, yang jarang dapat ditoleransi. Koreksi dengan lensa kontak menurunkan perbedaan ukuran bayangan menjadi sekitar 6%, yang dapat ditoleransi. Lensa intraokular menghasilkan perbedaan kurang daril.%. 7

34

Gambar 12. Kelaianan refraksi yang ditentukan oleh posisi fokus sekunder terhadap retina 7 2.5

MIOPIA a. Definisi Miopia merupakan keadaan dimana bayangan dari obyek yang jauh difokuskan didepan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola mata yang terlalu besar. 10 Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami miopia, atau nearsighted. Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dengan berkas-berkas cahaya dari sebuah objek yang jauh difokuskan disebelah anterior retina. 7 Miopia atau rabun jauh merupakan suatu kondisi dimana cahaya yang memasuki mata terfokus di depan retina sehingga membuat objek yang jauh terlihat kabur. Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam 35

tiga kriteria yaitu ringan, sedang, dan berat. Dalam hal ini gejala miopia yaitu kelainan pada jarak pandang, dan untuk penderita dengan miopia ringan dapat diketahui dengan pemeriksaan visus mata. 11 b. Etiologi -

Faktor keturunan Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa faktor keturunan merupakan faktor etiologi utama terjadinya miopia patologi. Cara transmisi dari miopia patologi adalah autosomal resesif, autosomal dominan, sex linked dan derajat miopia yang diturunkan bervariasi. 12

-

Faktor perkembangan Bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor prenatal dan perinatal turut berperan serta menyebabkan miopia patologi. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan penderita miopia kongenital adalah hipertensi sistemik, toksemia dan penyakit retina. Faktor lain yang dianggap berhubungan dengan miopia patologi adalah kelahiran prematur yakni berat badan lahir <2500 gr. Hal ini berkaitan dengan defek mesodernal yang berkaitan dengan prematuritas. 12 Miopia terjadi ketika bola mata terlalu panjang, relatif terhadap kekuatan fokus kornea dan lensa mata. Hal ini menyebabkan sinar cahaya untuk fokus pada titik di depan retina, bukan langsung di permukaannya. Rabun jauh juga dapat disebabkan oleh kornea dan / atau lensa yang terlalu melengkung karena panjang bola mata. Dalam beberapa kasus, miopia disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor ini. 12 Miopia biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan mungkin memiliki risiko lebih tinggi jika orang tua Anda rabun dekat. Dalam kebanyakan kasus, rabun dekat stabil pada awal masa dewasa tetapi kadang-kadang terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Faktor keturunan merupakan faktor penting yang terkait dengan miopia

36

remaja, dengan kontribusi yang lebih kecil dari kerja yang lebih dekat, prestasi sekolah yang lebih tinggi dan lebih sedikit waktu dalam kegiatan olahraga. Jam panjang paparan sinar matahari tampaknya menjadi faktor pelindung. 13 Para peneliti di University of Cambridge telah menemukan bahwa kurangnya bermain di luar ruangan dapat dikaitkan dengan miopia. Penjelasan lain adalah bahwa gen pleiotropic (s) mempengaruhi ukuran otak dan bentuk mata secara bersamaan. 13

c. Klasifikasi Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal bebrapa bentuk miopia seperti 6: a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan myopia bias atau mipoia indeks, myopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. b. Miopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam6 : a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri c. Miopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk6 : a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

37

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata. c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa=miopia maligna=miopia degeneratif. 6

Miopia degenerative atau miopia maligna biasanya bila myopia lebih daei 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina 6

d. Manifestasi klinik Pada penderita miopi didapatkan manifestasi klinis yaitu : -

Penglihatan jarak jauh buram dan penglihatan jarak dekat lebih baik

-

Nyeri kepala

-

Terdapat kecenderungan untuk megalami juling saat melihat jauh. 10

Gejala pertama adalah menurunnya penglihatan jauh, bahkan dengan koreksi refraksi, sering dijumpai penurunan kemampuan untuk melihat dengan jelas. Keduan adalah penderita merasa tidak nyaman ketika menggunakan lensa koreksi dimana kacamata untuk miopi tinggi biasanya berat dengan distorsi yang bermakna ditepi lensa, lapang pandang juga terbatas. Penderita merasa tidak nyaman , tetapi juga tidak dapat melakukan aktivitas tanpa kacamatanya. 12 Ketiga adalah sering dijumpai degenerasi vitreus dimana vitreus ini lebih cair dan memounyai prevalensi yang tinggi untuk menyebabkan flamen-flamen vitreous meningkat sehingga tampak bentukan mengapung (floaters). Gejala lain yang terkait dengan vitreous

38

liquifaction adalah traksi atau tarikan vitreus pada retina yang menghasilkan kilatan cahaya. 12 Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai mata julling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan miopia akan mempunyai kebiasaan menyipitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). 6 e. Diagnosis Diagnosis miopia didapatkan dari gejala klinis dan pemeriksaan penunjang untuk menilai refraksi. Gejala klinis utama pasien miopia adalah pandangan kabur untuk melihat jarak jauh. Titik terjauh bervariasi, berbanding terbalik dengan derajat miopia. Bila miopia meningkat, titik jauh penglihatan jelas menjadi lebih dekat. Jadi, pasien miopia cenderung untuk melihat dekat objek dan bahan bacaan, dan mungkin kurang tertarik 32 dengan aktivitas jauh. Mengerut dan menjuling biasa dilakukan karena tajam penglihatan membaik bila celah mata dipersempit. 6 -

Anamnesis (Subjective) Keluhan : 1. Pandangan kedua mata kabur saat melihat jauh 2. Terdapat perbedaan bayangan yang diterima baik bentuk maupun ukurannya (anisekonia) 3. Kesulitan memperkirakan jarak benda, terkadang melihat ganda. 13 (hal 55)

-

Hasil Pemeriksaan Mata 1. Tajam penglihatan binokular tunggal Penglihatan binokular dapat dilihat bagian bedna yang tertutup pada satu mata tetapi akan dapat dilihat oleh mata lain sehingga

39

terdapat kesan penglihatan stereoskopik. Untuk setiap titik retina pada satu mata terdpaat titik yang sekoresponden pada mata lainnya yang akan memberikan bayangan satu benda tunggal bila dilihat dengan kedua mata. 6 2. Pemeriksaan visus satu mata Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. 6 Dengan gamnar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf hanaya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tiap 5 menit. 6

Pemeriksaan tajam penglohatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Dengan kartu snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti : -

Tajam penglihatan 6/6 : pasien dapat membaca huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dibaca pada jarak 6 meter

-

Tajam penglihatan 6/30 : bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, artinya ia dapat membaca pada jarak 3 meter sedangkan orang normal membaca pada jarak 30 meter

-

Seterusnya demikian hingga huruf terbesar, jika pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka

40

dilakukan hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter -

Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka tajam penglihatannya 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter

-

Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk dari 1/60. Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Jika pasien hanya dapat melihat pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya 1/300

-

Jika pasien hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak melihat lambaian tangan, maka tajam penglihatannya 1/∞. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga

-

Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. 6

f. Koreksi miopia 1. Lensa kacamata Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk meniscus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt).7 2. Lensa kontak Lensa kontak pertama adalah lensa sclera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang dan menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benarbenar berhasil dan memperoleh penerimaan yang luas sebagai

41

pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silikon, atau berbagai pilomer plastik dan silikon, dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari bermacam-macam plastik hidrogel, yang semuanya menghasilkan kenyamanan yang lebih baik tetapi risiko penyulit serius yang lebih besar. Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisme irregular, seperti pada keratokonus. Lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaaan kornea, tetapi untuk mengontrol gejala dan bukan untuk alasan refraksi. Tetapi sebagian besar penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi kosmetik kesalahan refraktif ringan. Hal ini menimbulkan dampak penting pada risiko yang dapat diterima dalam penggunaan lensa kontak. 7 3. Bedah keratorefraktif Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara umum diperoleh dari hasil-hasil empiris tindakan serupa pada pasien lain dan tidak didasarkan pada perhitungan optis matematis.7 4. Lensa intraocular Penanaman lensa intraokular telah menjadi metode pilihan untuk koreksi kesalahanrefraksi pada afakia. Sekarang diciptakan lensalensa yang dapat ditekuk dan terbuat dari plastik hidrogel untuk mengurangi ukuran luka yang diperlukan untuk mengeluarkan katarak. Posisi paling aman bagi lensa intraokular tampaknya adalah di dalam kantung kapsul setelah pembedahan ekstrakapsular.7 5. Ekstraksi lensa Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif

42

menggunnakan laser. Namun, perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia tinggi.7

g. Komplikasi Komplikasi yang timbul pada miopia adalah akibat dari proses degenerasi, yaitu : 1. Floaters : kekekurahan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi sehingga menimbulkan bayangan pada penglihatan. 2. Skotama : defek pada lapang pandang yang diakibatkan oleh atrofi retina 3. Trombosis koroid dan perdarahan koroid : sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi didaerah sentral, sehingga timbul jaringan parut yang mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. 4. Ablasio retina : merupakan komplikasi yang tersering. Biasanya disebabkan karena didahului dengan timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses proses degenerasi didaerah ini . 5. Glaukoma simple : komplikasi ini merupakan akibat dari atrofi menyeluruh dari koroid 6. Katarak : merupakan komplikasi selanjjtnya dari miopia degeneratif, terjadi setelah umur 40tahun. Biasanya adalah tipe pole posterior. Sering dihubungkan pula dengan adanya degenerasi koroid. 12

h. Pemeriksaan Distensi Pupil Pupil distance (PD) adalah jarak antara pupil mata kanan ke pupil mata kiri atau biasa disebut jarak titik fokus. Jarak titik fokus ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan pada kacamata kalau antara pupil distance dan optik center (oc ) atau titik focus lensa kacamata tidak sama karena bisa menimbulkan efek prisma. Efek prisma di sini bisa menimbulkan sakit kepala. 14 43

Ukur jarak pupil (PD/Pupil Distance) kedua mata untuk mengukur jarak frame kanan dan kiri pada trial frame yang akan dipasangkan dan kaca mata atau lensa bantu koreksi nantinya. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea mata, kemudian ukur jarak antara kedua reflek tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk arak pupil untuk penglihatan jauh. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah emmetropia atau hipermetropia dengan akomodasi. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang belum akan diperiksa. 14

Gambar 13. Pengukuran Distensi Pupil 14

44

i. Penatalaksanaan Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Sampai saat ini dikenal berbagai usaha untuk mengatasi miopi degeneratif, akan tetapi bila hasilnya belum ada yang memuaskan. Penatalaksaan miopia patologi terdiri dari : -

Koreksi refraksi Langkah pertama dalam penatalaksaan miopia patologi adalah koreksi refrakitf baik dengan lensa oftalmi atau lensa kontak. Koreksi refraksi yang paling sesuai adalah koreksi refraksi minimal yang memberikan tajam penglihatan maksimal. Penggunaan kontak lensa memberikan keuntungan yang lebih banyak, sebab dapat mempercantik penampilan, memperluas lapang pandang serta mengurangi distorsi dan aberasi.

-

Modifikasi lingkungan Beberapa penelitian mendukung efektiviats diet dalam pengelolaan miopia. Dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetik untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula. Diet kaya vitamin D dan kalsium juga disaran untuk penderita ini. Aktiviats lingkungan yang dianjurkan adalah olahraga luar ruang misal joging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan tekanan intra kranial dan stress sebaikanya dihindari, misalnya angkat beban.

45

-

Tindakan operatif Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia patologi, misal tindakan Lasik namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah refraksi yang disarankan. 12

46

BAB III KASUS PASIEN

A.

B.

IDENTITAS Nama

: An. A

Umur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Hindu

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Balinggi

ANAMNESIS Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata kiri dan kanan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien perempuan 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUD. Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dan kirinya. Awalnya pasien merasa sering merasa nyeri pada kedua matanya sejak 1 tahun yang lalu, namun keluhan penglihatan mata kabur dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien merasa penglihatannya kabur saat melihat jauh sehingga tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis dengan jelas dikelas dan harus duduk dibangku depan. Keluhan juga disertai nyeri pada kedua mata dan mata sering berair. Sakit kepala (+), pusing (+), gatal (-), silau (-), rasa berpasir (-), rasa mengganjal (-), kotoran mata berlebih (-), riwayat penggunaan kacamata (-). Pasien mengaku sering membaca dengan posisi berbaring dan bermain hape dan saat malam hari dan lampu dipadamkan. Pasien mengatakan sudah menggunakan obat tetes mata dari dokter 3 minggu yang lalu namun tidak ada perubahan.

47

Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya : Tidak ada Riwayat Penyakit Lain : Tidak ada Riwayat Trauma : Tidak ada Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga : Tidak ada yang menderita penyakit mata dalam keluarga dan juga tidak ada yang menggunakan kacamata dalam keluarga. C.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital -

Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Nadi

: 80 x/m

-

Pernapasan

: 14 x/m

-

Suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Oftalmologis

OD

Visus

Inspeksi: - Palpebra - Apparatus Lakrimalis

4/60

4/60

Benjolan (-)

Benjolan (-)

Sekresi normal

Sekresi normal

Trikiasis (-), sekret

Trikiasis (-), sekret

(-)

(-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Ortoforia

Ortoforia

Normal

Normal

- Silia - Konjungtiva - Bola Mata

OS

- Gerakan Bola Mata

48

- Lapang Pandang

Normal

Normal

Jernih (+)

Jernih (+)

sikatrik (-)

sikatrik (-)

infiltrate (-)

infiltrate (-)

- Bilik Mata Depan

Volume sedang (+)

Volume sedang (+)

- Iris

Warna cokelat (+)

Warna coklat (+)

kripta (+)

kripta (+)

- Pupil

Sinekia (-)

Sinekia (-)

- Lensa

Bulat, isokor,

Bulat, isokor,

RCL/RCTL (+/+)

RCL/RCTL

Normal

(+/+)Normal

- Tensi Okular

Normal

Normal

- Nyeri Tekan

Tidak ada

Tidak ada

- Massa Tumor

Tidak ada

Tidak ada

Normal

Normal

Tonometri

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Buta Warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Oftalmoskopi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

- Kornea

Palpasi:

- Gland. Pre-aurikuler

D. PERIKSAAN PENUNJANG Auto Refractometer : VOD : SPH -2.00 D CYL -0.00 D AX 46 VOS : SPH -1,75 D CYL -0.00 D AX 38 PD : 61

49

E.

RESUME Pasien perempuan 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUD. Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dan kirinya. Awalnya pasien merasa sering merasa nyeri pada kedua matanya sejak 1 tahun yang lalu, namun keluhan penglihatan mata kabur dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien merasa penglihatannya kabur saat melihat jauh sehingga tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis dengan jelas dikelas dan harus duduk dibangku depan. Keluhan juga disertai nyeri pada kedua mata dan mata sering berair. Sakit kepala (+), pusing (+). Pasien mengaku sering membaca dengan posisi berbaring dan bermain hape dan saat malam hari dan lampu dipadamkan. Pasien mengatakan sudah menggunakan obat tetes mata dari dokter 3 minggu yang lalu namun tidak ada perubahan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital Nadi : 80 x/m, pernapasan : 14 x/m. Pemeriksaan visus pada VOD : 4/60, VOS : 4/60. Status oftalmologi tidak didapatkan kelainan pada bagian mata.

F.

DIAGNOSIS ODS Miopia Levior

G.

PENATALAKSANAAN  Medikamentosa -

Cendo Lyteers ED bt.I ∫ 3dd gttI ODS

 Pemberian Kacamata -

VOD Koreksi S -2.50 D 6/6

-

VOS Koreksi S -1.75 D 6/6

-

DP : 61/59 mm

 Non medikamentosa Memberikan Edukasi :

50

1. Penerangan yang baik dan cukup saat membaca. 2. Atur jarak baca minimal + 30 cm. 3. Hindari membaca sambil tidur berbaring. 4. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah membaca, melihat gambar atau menggunakan komputer lama, berhenti dahulu 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain. 5. Berkendara sebaiknya memakai kacamata pelindung atau helm yang ada kacanya. 6. Hindari pajanan langsung dengan debu, sinar matahari dan angin.

H.

PROGNOSIS Quo ad vitam

: bonam

Quo ad sanam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

51

BAB IV PEMBAHASAN

Miopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. Miopia biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan Anda mungkin memiliki risiko lebih tinggi jika orang tua Anda rabun dekat. Dalam kebanyakan kasus, rabun dekat stabil pada awal masa dewasa tetapi kadang-kadang terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Faktor keturunan merupakan faktor penting yang terkait dengan miopia remaja, dengan kontribusi yang lebih kecil dari kerja yang lebih dekat, prestasi sekolah yang lebih tinggi dan lebih sedikit waktu dalam kegiatan olahraga. Jam panjang paparan sinar matahari tampaknya menjadi faktor pelindung. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat, sedangkan melihat jauh, buram atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang myopia mempunyai kebiasaan menyempitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis kasus ini didapatkan perempuan 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUD. Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dan kirinya. Awalnya pasien merasa sering merasa nyeri pada kedua matanya sejak 1 tahun yang lalu, namun keluhan penglihatan mata kabur dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien merasa penglihatannya kabur saat melihat jauh sehingga tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis dengan jelas dikelas dan harus duduk dibangku depan. Keluhan juga disertai nyeri pada kedua mata dan mata sering berair. Sakit kepala (+), pusing (+). Pasien mengaku sering membaca dengan posisi berbaring dan bermain hape dan saat malam hari dan lampu dipadamkan. Pasien mengatakan sudah menggunakan obat tetes mata dari dokter 3 minggu yang lalu namun tidak ada perubahan. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana pada

52

penderita miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat, sedangkan melihat jauh, buram atau disebut pasien adalah rabun jauh Hal ini sudah sesuai dengan teori diatas Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital Nadi : 80 x/m, pernapasan : 14 x/m. Pemeriksaan visus pada VOD : 4/60, VOS : 4/60. Status oftalmologi tidak didapatkan kelainan pada bagian mata. Tindakan pada kasus ini diberikan obat Cendo Lyteers yang mengandung sodium chloride,kalium chloride yang dapat membantu melumasi dan menyejukan mata kering akibat kekurangan cairan mata, iritasi, gangguan penglihatan serta membantu melindungi mata terhadap iritasi mata ringan yang terkena matahari dan dingin. Pemberian kacamata lensa sferis konkaf (minus) yang dapat memindahkan bayangan mundur ke retina, dan memberikan edukasi.

53

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan kasus pada referat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Perempuan 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUD. Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dan kirinya. Awalnya pasien merasa sering merasa nyeri pada kedua matanya sejak 1 tahun yang lalu, namun keluhan penglihatan mata kabur dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien merasa penglihatannya kabur saat melihat jauh sehingga tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis dengan jelas dikelas dan harus duduk dibangku depan. Keluhan juga disertai nyeri pada kedua mata dan mata sering berair. Sakit kepala (+), pusing (+). Pasien mengaku sering membaca dengan posisi berbaring dan bermain hape dan saat malam hari dan lampu dipadamkan. Pasien mengatakan sudah menggunakan obat tetes mata dari dokter 3 minggu yang lalu namun tidak ada perubahan. 2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital Nadi : 80 x/m, pernapasan : 14 x/m. Pemeriksaan visus pada VOD : 4/60, VOS : 4/60. Status oftalmologi tidak didapatkan kelainan pada bagian mata. 3. Berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Miopia Levior 4. Pada pasien diberikan terapi medikamentosa dan non-medika mentosa.

54

DAFTAR PUSTAKA

1.

Eroschenko P.Victor. 2011. Atlas Histologi Difiore Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran : EGC

2.

Novitasari, Bebasari Eka, Nukman Efhandi, 2015. Description of Impaired Visual Acuity In Elementary School in 2014. Journale-FK Volume 1. Nomor 2, Februari 2015. Diakses pada 19 februari2019, dari

3.

Hayatillah Aemsina, 2011. Prevalensi Miopia Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Mahasiswa Tahun 2011. Journal FK Vol.2, Nomor 1. Diakses pada 18 februari2019.

4.

Wangko Sunny, 2013. Histologi Retina. Jurnal biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3, November 2013. Diakses pada 19 februari 2019

5.

James Bruce, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi Edisi Sembilan. Erlangga Medical Series. 2006

6.

Ilyas, dkk., 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Badan penerbit FKUI : Jakarta

7.

Riordan-eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury: Oftamologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.

8.

American Academy of Ophtalmology, 2008-2009. Lens and Cataract. Section 6. Basic and Clinical Science Course

9.

Sherwood Lauraee, 2012. Human Physiology From Cells To Systems. Edisi VI. Penerbit Jakarta : EGC, 2012.

10. Tanto ,Chris.Frans L.,Sonia H.,Ek A.P. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV.FKUI.Jakarta.2014 11. Sofiani anisa, dkk. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Miopi remaja. Journal Unnes Of Public Health, Volume 5. Nomor 2. Diakses pada 17 februari2019. From http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph 12. Widodo agung, T Prillia. 2007. Miopia Patologi. Journal Oftalmologi Indonesia Vol 5, No.1. Diakses pada 16 februari2019.

55

13. Upadhyay Sanjay dr, 2015. Myopia, Hyperopia and Astigmatism: A Complete Review with View of Differentiation. International Journal of Science and Research (IJSR), Volume $, Nomor 8, Agustus 2015. Diakses pada 18 februari 2019. 14. Novitasari andra, 2015. Buku Ajar Sistem Indera Mata. Penerbit : Unimus Press http://repository.unimus.ac.id

56

Related Documents


More Documents from ""

Naskah-publikasi.docx
May 2020 21
Bab-3-revisi-4.docx
May 2020 20
01. Cover Depan.pdf
November 2019 27
Soal 6.doc
April 2020 3
Bab 1.docx
May 2020 8