MAKALAH ISLAM DI MADINAH Makalah Ini disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam dan Sebagai Bahan Presentasi
Dosen Pengampu : Hasyim Amrullah, M.A
Disusun oleh: Kelompok I 1.
Milka Rizqi Tazkiyani Faisal
(17190015)
2.
Zuroidatus Sofia
(17190020)
3.
Khansa Febriana
(17190028)
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN MALIKI MALANG 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Madinah atau Madinah Al Munawwarah, (juga Madinat Rasul Allah, Madīnah anNabī) adalah kota utama di Arab Saudi. Merupakan kota yang ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Di sana terdapat Masjid Nabawi yang memiliki pahala dan keutamaan bagi kaum Muslimin. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, kota ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam. Dari kota ini Islam menyebar ke seluruh jazirah Arabia lalu ke seluruh dunia. Pada masa sebelum Islam berkembang, kota Madinah bernama Yatsrib, dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah, kota ini diganti namanya menjadi Madinah sebagai pusat perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota ini menjadi pusat kekhalifahan sebagai penerus Nabi Muhammad. Pada masa Nabi Muhammad SAW, penduduk kota Madinah adalah orang yang beragama Islam dan orang Yahudi yang dilindungi keberadaannya. Namun karena pengkhianatan yang dilakukan terhadap penduduk Madinah ketika perang Ahzab, maka kaum Yahudi diusir ke luar Madinah.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Rasulullah Hijrah ke Madinah? 2. Apasaja dasar dasar kehidupan bermasyarakat yang diterapkan Rasulullah di Madinah? 3. Perang apasaja yang terjadi pada periode Madinah? 4. Bagaimana terbentuknya perjanjian Hudaibiyah? 5. Bagaimana Rasulullah wafat?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana Rasulullah Hijrah ke Madinah. 2. Untuk mengetahui apasaja dasar dasar kehidupan bermasyarakat yang diterapkan Rasulullah di Madinah. 3. Untuk mengetahui perang apasaja yang terjadi pada periode Madinah. 4. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya perjanjian Hudaibiyah. 5. Untuk mengetahui bagaimana Rasulullah wafat.
BAB II PEMBAHASAN
A. Rasullah Hijrah ke Madinah Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj sejumlah penduduk Yasrib datang ke Mekkah. Pertama atas nama penduduk Yasrib, mereka meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yasrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang akan mereka ajukan. Dan persetujuan ini disepakati dalam suatu perjanjian. Perjanjian ini disebut perjanjian Aqobah kedua, setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-orang Yasrib, mereka kian melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Yasrib. Lalu nabi pun hijrah ke Yasrib. Selama perjalanan hijrah ke Madinah Rasulullah membangun 4 masjid yang bersejarah. Beliau melakukan perjalanan dengan menunggu tertidurnya pasukan Quraisy yang mengepung rumah beliau, akhirnya dengan berani Ali Bin Abu Tholib menggantikan posisi tidurnya Rasulullah SAW sehingga beliau bisa melaksanakan perjalanan hijrah atas perintah Allah SWT. Saat mengetahui Nabi tidak ada ditempat, pasukan Quraisy mengejar Rasulullah SAW. Saat itu beliu berlindung bersama sahabatnya Abu Bakar As-Sidiq R.A. di Jabal Tsur sebelah selatan Masjidil Haram sejauh kurang lebih 6 km. Kaum kafir tidak menemukan Rasulullah, maka mereka terus mencari dimana-mana, tetapi tidak dapat menemukannya pula. Pembesar-pembesar kaum kafir Quraisypun membuat maklumat siapapun yang dapat membawa nabi Muhammad dalam keadaan hidup ataupun mati, akan diberi hadiah 100 ekor unta, dengan demikian nafsu mengejar Muhammad semakin besar. Sebenarnya kaum kafir Quraisy sudah sampai di gua Jabal Tsur, mereka mendapatkan gua tersebut tertutup dengan sarang laba-laba, dan nampak disitu burung merpati yang sedang menelor disarangnya. Dengan melihat kadaaan tersebut mereka yakin Muhammad tidak mungkin bersembunyi di gua tersebut. Ketika beliau sampai di Madinah, disambut dengan syair-syair dan penuh kegembiraan oleh penduduk Madinah. Nabipun resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala
agama, tetapi juga kepala negara. Dengan kata lain, nabi memiliki dua kekuasaan, yaitu kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul juga sebagai kepala negara.1
B. Dasar Dasar Kehidupan Bermasyarakat Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara, nabi membuat dasar dasar bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat sholat juga sebagai sarana untuk mempersatukan umat muslim dan mempererat silaturahmi diantara mereka. Masjid juga sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah masalah yang dihadapi. Masjid pada masa nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua, adalah ukhuwah islamiyyah atau bisa disebut juga dengan persaudaraan sesame Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan demikian setiap Muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasar agama tidak hanya berdasar darah. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah disamping orang orang Arab Islam, juga terdapat masyarakat Yahudi dan orang orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas Masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.2 Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, beliau juga meletakkan dasar persamaan antar sesame manusia. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sekarang sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
1
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), halaman 101. 2 Muhammad Husain Haekal, op.cit., halaman 199-205
C. Perang yang Terjadi pada Periode Madinah Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang orang Makkah dan musuh musuh Islam lainnya menjadi risau. Keriasuan ini mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Dalam perjalanan dakwahnya, Nabi Muhammad saw banyak menemui rintangan. Selain dari orang orang Quraisy di luar Madinah, rintangan itu juga muncul sebagai akibat adanya masyarakat Madinah yang tidak dapat menerima kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul, mereka menjalin hubungan rahasia dengan kaum kafir Qurasiy di Mekkah. Mereka selalu melaporkan perkembangan umat Islam di Madinah dengan Maksud menekankan kekuasaan Nabi Muhammad saw. Hal ini merupakan awal terjadinya peperangan dengan kaum kafir quraisy. Peperangan yang kemudian terjadi adalah Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak. 1. Perang Badar Terjadinya Perang Badar dipicu oleh rasa iri orang-orang kafir Quraisy terhadap keberhasilan Nabi, menguasai dan mempersatukan masyarakat Madinah. Peperangan ini terjadi pada 17 Ramadhan tahun ke -2 H atau 8 Januari 623 M disalah satu sumber mata air yaitu Badar. Dalam Perang Badar kaum muslimin hanya berjumlah 313 orang yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad, sedangkan pasukan kafir Quraisy berjumlah 1.000 orang yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Sebelum perang dimulai, terjadi perang tanding antara kedua belah pihak. Pihak umat Islam diwakili Ubaidah bin Harits, Hamzah bin Abdul Muttalib dan Ali bin Abi Thalib. Pasukan Quraisy diwakili Syaibah bin Rabi'ah dan Utbah bin Rabi'ah dan Walid bin Utbah. Dalam perang ini pasukan kaum muslimin mengalami kemenangan dengan gemilang. Abu Jahal terbunuh dan 14 muslimin gugur sebagai syahid. 2. Perang Uhud Setelah mengalami kekalahan dalam perang Badar, Abu Sufyan menyiapkan pasukan dengan persenjataan lengkap bahkan mengundang pasukan Badui untuk bergabung. Terbentuklah pasukan kafir Quraisy dengan 3.000 pasukan tempur yang didalamnya terdapat 700 pasukan bertameng dan 200 pasukan berkuda. Pada tahun 3 H, dibawah komando Abu Sufyan,pasukan itu bergerak menuju Madinah. Pada hari Kamis 21 Maret 625 M, mereka berada dihilir Lembah Uhud. Pasukan Islam berjumlah 1.000 orang, akan tetapi ditengah perjalanan, 300 orang membelot dibawah pimpinan Abdullahbin Ubay bin Salul. Kedua pasukan bertemu di BukitUhud, pada awal peperangan, tentara muslim memperoleh kemenangan. Akan tetapi, ketika perang hampir selesai pasukan pemanah umat islam
meninggalkan posisinya untuk mengambil harta rampasan. Akibatnya pasukan Islam mendapat serangan dari pasukan kafir yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dari belakang. Akhirnya , pasukan Islam tidak mampu bertahan dan mengundurkan diri dari medan perang. Akibat perang ini,70 orang pasukan Islam gugur, sedangkan 23 pasukan kafir tewas. 3. Perang Khandak Perang yang terjadi berikutnya adalah Perang Khandak. Setelah mengalami kekalahan dalam perang Uhud , pasukan Islam sekarang lebih kuat. Pada tahun 327 M, orang-orang kafir Quraisy, Yahudi dan Suku Badui mampu membentuk pasukan yang berkekuatan 24.000 personil. Diantaranya 600 pasukan berkuda yang dipimpin Abu Sufyan. Untuk menghadapi musuh, Nabi Muhammad saw mengerahkan 3.000 pasukan tempur. Berdasarkan saran dari Salman Al Farisi, kaum muslimin membuat sistim pertahanan berupa parit yang mengitari perbatasan kota Madinah. Penggalian dilakukan oleh pasukan Islam sendiri. Saat tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan tenda tenda diluar parit hamper sebulan lamanya. Dalam suasana kritis itu, orang orang Yahudi Bani Quraizah dibawah pimpinan Ka’ab bin Asad berkhianat. Hal ini membuat umat islam makin terjepit. Setelah sebulan pengepungan angina dan badai turun amat kencang, menghantam dan menerbangkan tenda tenda dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing masing tanpa hasil apapun. Sementara itu penghianat Yahudi dijatuhi hukuman mati.
D. Perjanjian Hudaibiyah Setelah 6 tahun menetap di Kota Madinah, timbul keinginan kaum Muhajirin untuk mengunjungi tanah kelahiran mereka. Akhirnya ketika ibadah haji sudah diisyaratkan, Nabi Muhammad memimpin sekitar 1000 kaum Muslimin berangkat ke Makkah tepatnya pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 H atau 628 M untuk menunaikan ibadah haji. Para pemuka kafir Quraisy berusha menghadang rombongan umat Islam ,ketika mengetahui keberangkatan tersebut. Dalam tradisi Arab, bulan Zulkaidah diharamkan untuk mengadakan peperangan, kebencian telah membuat mereka mengabaikan tradisi itu.[6] Ketika rombongan umat Islam sampai di sebuah tempat bernama Hudaibiyah yang berjarak sekitar 6 mil dari kota Mekkah, mereka berhenti. Nabi Muhammad saw mengutus Usman bin Affan untuk mengabarkan kepada kaum kafir Quraisy maksud dan tujuan mereka. Kaum kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan rombongan umat Islam memasuki Mekkah. Terjadi perundingan yang sangat alot. Walaupuun demikian, akhirnya mereka berhasil
membuat kesepakatan yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Diantaranya isinya sebagai berikut : 1. Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun. 2. Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih menjadi pengikut Nabi Muhammad saw atau kaum kafir Quraisy. 3. Kaum muslimin wajib mengembalikan orang Mekkah yang menjadi pengikut Nabi Muhammad di Madinah tanpa alasan yang benar kepada walinya, sedangkan kaum kafir Qurasiy tidak wajib mengembalikan orang Madinah yang menjadi pengikut mereka. 4. Kunjungan rombongan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji ditangguhkan pada tahun berikutnya. Lama kunjungan paling lama adalah 3 hari dan tidak boleh membawa senjata. Setelah perjanjian Hudaibiyah situasi menjadi aman dan tidak ada peperangan. Pengikut Nabi Muhammad yang semula hanya berjumlah sekitar 1.400 orang bertambah menjadi hampir 10.000 orang. Hal ini disebabkan orang-orang Quraisy banyak bersimpati terhadap Nabi Muhammad. Sebelumnya, para sahabat tidak menyetujui isi perjanjian Hudaibiyah. Mereka menganggap perjanjian itu hanya merugikan umat Islam. Akan tetapi , Nabi Muhammad menyikapi Perjanjian Hudaibiyah secara arif . Nabi memanfaatkan situasi aman dan damai setelah Perjanjian Hudaibiyah. Beliau mengirimkan duta-dutanya ke negara tetangga untuk mengajak mereka memeluk agama Islam. Ajakan itu diterima oleh beberapa penguasa negeri tetangga. Akibatnya orang orang Quraisy merasa terpojok dan membatalkan perjanjian Hudaibiyah secara sepihak. Perjanjian Hudaibiyah hanya berjalan selama 2 tahun. Mengetahui kenyataan ini, nabi langsung bertolak ke Makkah dengan dengan 10.000 tentara untuk melawan mereka. Nabi memasuki kota Makkah dengan mudah tanpa perlawanan dan memenangkan perang itu. Patung patung berhala diseluruh negeri dihancurkan. Setelah itu nabi berkhotbah menjanjikan ampunan Allah. Setelah itu mereka datang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Sejak saat itu, Makkah berada dibawah kekuasaan Nabi Muhammad.
E. Wafatnya Nabi Muhammad S.A.W Nabi berkesempatan untuk melakukan ibadah haji yang terakhir yang biasa disebut dengan haji wada’ pada tahun 10 H (631 M). Nabi menyampaikan khotbahnya yang berisi antara lain larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan bathil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah
menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah harus dimaafkan; balas dendam dengan darah sebagaimana berlaku di zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah umat islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tak pernah using yaitu Al-Qur’an dan sunnah nabi. Selanjutnya prinsip prinsip itu dapat disimpulkan dengan kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan dan solidaritas.3 Setelah itu beliau segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat di berbagai kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke berbagai daerah kabilah untuk mengajarkan ajaran ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, nabi menderita sakit demam. Tenaganya menurun dan berkurang secara drastic. Hingga akhirnya pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal 11 H atau 8 Juni 632 M. Nabi Muhammad wafat di rumah istinya, Aisyah.
3
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1984), halaman 24.
BAB III KESIMPULAN
Dari sejarah perkembangan Islam di Madinah ini dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad S.A.W disamping sebagai pemimpin agama juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beiau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya. Sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yasrib di ubah menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau Madinatul Munawaroh (Kota yang bercahaya) karena dari sinilah Islam memancar ke seluruh dunia, di sinilah Madinah menjadi kota yang penting dalam sejarah peradaban Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun : Filsafat Pendidikan Islam 1982 Jakarta. Hekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, cetakan 12). Rahman, Fazlur, Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1984). Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015).