Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
-1
KIAT MENJADI MUSLIM SEJATI
“Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain, karena itu akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-An’am:153) *** Menjadi seorang muslim sejati adalah cita-cita kita. Apapun status sosial yang disandang, bila kita telah mengikrarkan diri dalam Islam, pasti akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan syari’at Islam. Walaupun tidak sedikit orang yang lalai dari keimanannya dan terjerumus pada kesesatan. Memasuki agama Islam memang sesuatu hal yang mudah dan sama sekali tidak ada paksaan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah; ”Tidak ada paksaan dalam (memeluk) Islam.” 1 Namun, bukan berarti orang boleh begitu saja melecehkan agama. Justeru dengan ayat ini setiap orang yang telah yakin memeluk Islam dituntut agar menyadari keberadaan masing-masing diri. Karena Allah memberikan aturan hidup ini bukan untuk kepentingan-Nya, tetapi sebagai jalan hidup satu-satunya yang menjaga kelangsungan serta kemaslahatan manusia di dunia ini. Untuk itu manusia perlu mawas diri, apakah sudah pantas dirinya menyandang gelar seorang muslim atau hanya menjadi benalu yang merusak citra Islam itu sendiri. Dengan begitu, ia akan dipacu mendalami dan menghayati bagaimanakah menjadi seorang muslim sejati, serta apa karakter yang mesti dimilikinya. Urgensi dalam ber-Islam telah dijelaskan dalam Al-Quran sebagai satu-satunya syarat meraih kebahagiaan. Firman Allah; “Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam...” 2 Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan bahwa seorang muslim tidak diberi kesempatan menerima “alternatif sintesis” (ragu) dalam mengikuti jalan Allah, seperti sikap plin-plannya Bani Israil.3 Menurutnya, 1 2 3
QS. 2:256 QS. 3:19 QS. 2:211
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-2
ketika seseorang masuk Islam, maka dia harus menyelaraskan seluruh aspek kehidupannya yang iradi (dimana manusia memiliki kebebasan memilih) dengan kehendak Allah yang suci. Maka karakter dan kepribadian muslim adalah kiat yang penting untuk dikaji dan dihayati. Ibnu Al-Jauzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah, ia berkata; “Rasulullah SAW menggambar satu garis lurus dengan tangannya, kemudian beliau bersabda; “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Kemudian membuat garis ke kanan dan kirinya, kemudian bersabda; “jalan ini tidak ada jalan kecuali syetan terus menyeret kepadanya.” Kemudian beliau membacakan ayat, “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain.” 4 Makna Islam Islam adalah agama dan ajaran wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT untuk kelangsungan dan kebahagian makhluq-Nya di dunia sampai di Akhirat kelak. Tidak benar orang yang beranggapan Islam adalah agama yang hanya diajarkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga mereka mengidentikkan Islam sebagai “mohamadisme”. Islam ada sejak Nabi pertama Adam AS sampai kepada Nabi terakhir penutup nabi dan rasul, Muhammad SAW. Perhatikanlah ungkapan Nabi Nuh AS, “Dan aku diperintahkan untuk menjadi golongan muslimin.” 5 Do’a Nabi Ibrahim; “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri (muslim) kepada-Mu.” 6 Nasehat Nabi Ya’qub AS; “Sesungguhnya Allah telah memilih untuk kalian agama, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”7 Pengakuan Nabi Yusuf AS; “Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan masukkanlah aku pada golongan orang-orang yang shalih.” 8 Demikian pula ikrar Nabi Isa AS; “Aku beriman kepada Allah dan aku bersaksi bahwa aku adalah muslim.” 9 Setiap nabi dan rasul diutus kepada umatnya masing-masing, kecuali Nabi Muhammad SAW sebagai khatamun nabiyin diutus untuk seluruh umat manusia10 dan hal ini telah diisyaratkan oleh kitab-kitab sebelum Al-Quran. 4
Talbisu Iblis, 12. QS. Yunus:72 6 QS. Al-Baqarah:128. 7 QS. Al-Baqarah:132 8 QS. Yunus:101. 9 QS. Ali Imran:57. 10 QS. Al-Anbiya: 107, QS. Saba: 28 5
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-3
Karenanya, syari’at Islam dari Nabi terakhir wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia, sebab Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah penyempurna seluruh syari’at sebelumnya. Kata “Al-Islam” berasal dari akar kata Aslama - Yuslimu - Islaman yaitu berserah diri. Para ulama mendefinisikan Islam yaitu berserah diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta seluruh khabar-Nya yang disampaikan lewat lisan wahyu. Menurut Sa’id Hawwa, Islam secara umum memiliki dua makna; 1) Yaitu nash-nash yang berupa wahyu Allah SAW sebagai penjelasan akan keberadaan Allah SWT. 2) Tentang amal manusia dalam mengimani Allah lewat nash-nashNya dan berserah diri melaksanakan nash-nash tersebut. Sedangkan definisi Islam berdasarkan hadits diantaranya; Dari Thalhah Bin ‘Ubaidillah, dia berkata; “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW, kemudian bertanya tentang Islam. Rasulullah SAW bersabda; “Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Dia bertanya lagi; “Apakah ada yang lainnya?” Beliau bersabda; “Tidak, kecuali jika kau akan melakukan yang sunat.” Kemudian beliau menjelaskan kewajiban zakat. Dia bertanya lagi; “Apakah ada yang lainnya ?” Beliau bersabda; “Tidak, kecuali jika kau akan melakukan yang sunat.” Dia merenung dan berkata; “Aku tidak akan menambah atau menguranginya.” Maka Rasulullah SAW bersabda; “Jika benar, sungguh kau beruntung atau masuk surga.” 11 1.Mu’awiyah Bin ‘Ubaidah dari Bapaknya dari Kakeknya; “Aku bertanya kepadamu tentang Allah, dengan apa engkau diutus kepada kami ?” Beliau bersabda; “Dengan Islam.” Aku bertanya lagi; “Apa ciri-ciri Islam ?” Sabdanya; “Kamu berikrar, aku berserah diri kepada Allah sepenuh hati dan mendirikan shalat, membayar zakat. Setiap muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara dan saling menolong. Tidak akan diterima amal syirik setelah Islam yang membedakan kaum musyrikin dan muslimin.” 12 2.Rasulullah SAW bersabda; “Islam itu, engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadlan dan menunaikan haji jika engkau mampu di jalannya.” 13 Maka asas Islam itu terdiri dari rukun Islam yang berupa aqidah dan ibadah. Aqidah ialah keyakinan dan iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, para nabi, hari akhir dan qadla dan qadar. Ibadah adalah syahadat, shalat, zakat, shaum dan haji.
11
HR. Enam orang kecuali At-Tirmidzi, menurut riwayat Abu Dawud, “Beruntunglah dia dan bapaknya, jika benar.” 12 HR. An-Nasa-i. 13 HR. Lima orang kecuali Al-Bukhari.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-4
Namun, ajaran Islam tidak sampai di situ. Islam juga memberikan sistem hidup untuk pribadi dan masyarakat bahkan negara, meliputi sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan seluruh aspek kehidupan manusia. Sesuai makna Islam di atas, tanpa kita berserah diri pada ajaran wahyu dari Allah SWT lewat utusan-Nya apalagi bertolak belakang dengan syari’at-Nya, maka hal itu tidak lagi disebut Islam atau muslim.14 Juga menurut Sa’id Hawwa, seseorang yang telah Islam, yang pertama kali harus difahami dan dihayati adalah Al-Ushul Ats-Tsalatsah, yaitu tiga dasar yang menentukan kebenaran Islam kita, Pertama; Allah, kedua; Islam dan ketiga; Rasul. Beliau menegaskan pandangannya dengan sebuah hadits; “Nikmatnya rasa iman ada pada Keridlaan bahwa Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul.” 15 Riwayat lain menyebutkan sabda Rasulullah SAW ; “Barangsiapa yang mengucapkan; RADLITU BILLAHI RABBA WA BIL ISLAM DINA WABI MUHAMMAD SAW NABIYA, maka dia berhak mendapat surga.” 16 Maka, setiap muslim dituntut untuk menggali makna ketiga aspek tadi dalam rangka mendapatkan kebenaran Islam dan kenikmatan iman.17 Sosok Kepribadian Muslim Jalan hidup yang Allah bentangkan untuk manusia telah jelas dan nyata, sebagaimana kutipan ayat diatas. Tinggal manusia memahaminya serta mengaplikasikan dalam perilaku kehidupannya. Adapun ciri-ciri pokok dari sosok kepribadian Islam antara lain; Pertama, Shibghah Ilahiah, yaitu celupan Allah yang berbekas dalam diri setiap muslim. Karena Islam membentuk manusia dengan warna tertentu, baik dalam aqidah, pemikiran, perasaan, persepsi, cita-cita, tujuan, tingkah laku dan perbuatan serta seluruh aspek hidup manusia. Imam Al-Qurthubi menafsirkan firman Allah; ”Shibghah Allah, dan adakah shibghah yang lebih baik daripada shibghah Allah.” 18 Menurutnya, kalimat pinjaman (isti’arah) dan majaz dari ayat ini merupakan sebuah sikap dan perbuatan dalam beragama yang tampak dalam diri pemeluknya, sebagaimana bekas celupan pewarna yang tampak jelas pada kain. Maka, ciri muslim sejati adalah memiliki komitmen pada Allah dengan jalan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan pribadi maupun hawa nafsu dan konsisten beramal demi Islam serta selalu memohon pe14 15 16 17 18
Sa’id Hawwa, Al-Islam:10-12. HR. Muslim & At-Tirmidzi. HR. Muslim, An-Nasa-i & Abu Dawud Sa’id Hawwa, Allah, 1995. QS. 2:138
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-5
tunjuk Allah. Untuk itu ada beberapa jalan yang harus tempuh agar mencapai shibghah Ilahiah tersebut, yaitu; (a) Memahami Islam secara benar dan menyeluruh (b) Bertauhid kepada sumber petunjuk hakiki (c) Menerapkan ajaran-ajaran Islam (d) Membersihkan jiwa dan menegakkan kebenar-an Islam (e) Menda’wahkan Islam Kedua, Memiliki kepekaan dan ketajaman jiwa. Apabila shibghah telah membentuk pribadinya, seorang muslim sejati selalu berusaha menyingkap kegelapan dan kesesatan dalam dirinya, yaitu dengan “bashirah” (kepekaan akan cahaya kebenaran). Cahaya Islam menjadi penerang yang menuntunnya dalam kebaikan. Firman Allah; “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah kitab itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” 19 Ketiga, Memiliki kebanggaan terhadap Islam. Karena Islam adalah agama kebenaran yang universal dan harus disebarluaskan ke seluruh pelosok negeri, sebagaimana firman Allah; ”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak kepada Allah dan beramal shalih dan berkata; “Sesungguhnya kami termasuk orang yang berserah diri (muslim).”20 Keempat, Berpegang teguh pada kebenaran. Seorang muslim yang telah meyakini akan kebenaran Islam akan berusaha tetap mempertahankannya, apapun rintangan yang menggodanya. Sebuah Hadits menyebutkan ciri muslim sejati; ”...dia akan benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci manakala terlempar ke dalam neraka.” 21 Kelima, Mujahadah Muslim sejati tidak hanya berda’wah lewat lisan saja, tetapi juga berjama’ah dalam melaksanakan syari’at serta mempertahankannya. Inilah yang dimaksud mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh membela kebenaran dari tangan-tangan kebatilan. Keenam, Disamping kelima ciri di atas ialah membina kesinambungan muslim mutlak dipelihara. Sebab tidak mustahil keimanan kita rontok akibat derasnya godaan. Sehingga Rasulullah SAW selalu berdo’a; “YAA MUQALLIBAL QULUB TSABBIT QALBY ‘ALA DINIKA” (Ya Allah Yang membolakbalikkan hati manusia, tetapkanlah hati kami atas agamaMu.) 19 20 21
QS. Asy-Syura:52 QS. Fushilat:33 HR. Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-6
Adapun cara memelihara hati di antaranya; Memohon lindungan kepada Allah Berdzikir dan selalu ingat kepada Allah Membiasakan membaca Al-Quran Memelihara ibadah yang fardlu dan memperbanyak ibadah Sunnah Bergaul dengan orang yang shalih atau menghadiri majlis ta’lim Menjauhkan diri dari tempat maksiat Ketujuh, Hatinya tenteram dan tulus ikhlas dalam beramal. Hal ini tercermin dalam sikap hidupnya. Manakala ia mendapat kemudahan dan kebahagiaan selalu bersyukur. Dan jika ditimpa kesulitan ia bershabar dan berlindung kepada Allah. Demikianlah sosok muslim sejati yang memiliki beberapa karakteristik dalam kehidupannya. Pada dasarnya, untuk merealisasikan sosok muslim sejati ini tidaklah rumit, karena cukup dengan menghayati teladan nyata kehidupan Rasulullah SAW serta keberadaan Islam dari masa ke masa. Tinggal ummat Islam menyadari sepenuhnya akan tugas mulia ini, termasuk mempersiapkan generasi pewaris kepribadian muslim ini. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
22
Alangkah indahnya ungkapan Ibnu Umar RA.: “Aku telah hidup pada zamanku dengan sebuah penjelasan. Seorang diantara kami ada yang beriman sebelum turunnya al-Quran serta surat demi surat kepada Muhammad SAW, kemudian ia mempelajari halal dan haram darinya, ia-pun berpegang teguh atasnya sebagaimana kalian mengetahui al-Quran. Aku juga menyaksikan orang yang diturunkan al-Quran sebelum beriman, kemudian ia membaca dari awal Al-Fatihah sampai akhir, ia tidak mengetahui apa yang diperintahkan dan yang diperingatkan di dalamnya, ia-pun berpegang dengannya dan menyebarkannya seperti tersebarnya kurma busuk dan buruk.”23 ***
22
Disarikan dari “Ma’alimu Syakhshiah Al-Islamiah”, Dr. Otman Sulaiman Al-Asygar. HR. At-Thabrany dalam Al-Ausat, rijalnya shahih seperti dalam Majma’ Al-Zawaid I:165. 23
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
2
-7
MEMBINA MUSLIM PARIPURNA
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Al-Baqarah:208) *** Tidak sedikit di antara kita yang mengaku sebagai muslim namun belum merasakan apa bedanya antara muslim dengan yang bukan. Banyak di antara ummat Islam yang menjadi muslim karena memang dilahirkan dari orang tua Islam, kemudian menjadi muslim keturunan dan ikut-ikutan. Tidak pernah merasakan nikmatnya beragama Islam maupun bertanggungjawab akan agama yang dianutnya. Kesadaran inilah yang harus segera diperingatkan sebelum kita dimintai pertanggungjawaban keIslaman kita di hadapan Allah SWT. Memang Islam agama yang tidak dipaksakan untuk memeluknya, tetapi apabila kita telah siap untuk memasukinya, di dalamnya terkandung beberapa syari’at dan ajaran yang mau tidak mau harus ditaati dan dilaksanakan. Ibaratnya Islam adalah sebuah rumah, setiap orang yang lewat dipersilahkan menengok dan memperhatikannya serta tidak ada paksaan untuk memasukinya. Namun jika telah yakin untuk memasukinya, maka dia menjadi penghuni rumah itu dan harus mematuhi setiap aturan yang diberlakukan oleh tuan rumah. Demikian pula agama Islam. Janganlah kita seperti orang yang hanya melihat Islam dari jendelanya saja. Artinya hanya mengamalkan sebagian syari’at saja, atau memilih-milih mana yang menguntungkan dirinya, ia laksanakan dan yang merugikan kehidupan materinya, ia buang jauh-jauh. Seperti yang disitir Allah dalam firman-Nya; “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi perjanjian yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-8
janjinya selain Allah. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.”24 Dengan jelas ayat ini mengemukakan tentang kewajiban seorang mu’min yang telah mengadakan perjanjian dengan Allah SWT yaitu untuk melaksanakan syari’at-Nya dan akan dibalas dengan kebahagiaan surga yang kekal abadi. Demikian pula ayat yang penulis kutip di atas, menjelaskan seruan Allah SWT kepada seluruh kaum mu’minin dan mu’minat agar menjalani Islam dengan kaffah, artinya secara sempurna dari “A” sampai “Z”, baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat serta bagaimana menghubungkan diri dengan Khaliq (Pencipta dan Pemelihara seluruh makhluk). Karena apabila kita lengah dan lalai dalam mengamalkan syari’at Islam, di sanalah pintu syetan akan terus mengintai kehidupan kita. Padahal Allah menegaskan bahwa syetan adalah musuh yang nyata. Mengapa kesadaran tersebut belum kunjung datang ? Jawabnya, karena kita belum sempurna mempelajari dan mengamalkan syari’at Islam dalam setiap langkah kita. Maka untuk mengantisipasi khutwaat syetan (strategi syetan dalam menyesatkan manusia) ada beberapa aspek penting yang harus menjadi acuan setiap muslim agar terwujud seorang muslim yang paripurna. Pertama: Meluruskan aqidah yang telah kita yakini. Aqidah adalah masalah yang prinsipil dalam Islam, karena hal inilah yang membedakan antara muslim dengan manusia lainnya. Aqidah atau yang kita kenal dengan iman merupakan syarat diterimanya amal baik serta perbuatan kita, sebagaimana firman Allah; “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”25 Ayat ini menegaskan bahwa hanya dengan iman-lah amal kita diterima oleh Allah dan mendapat balasan di sisi-Nya. Supaya aqidah dan keimanan kita tetap terpelihara, maka ada beberapa amalan yang harus dilaksanakan, yaitu; a. Mengetahui seluk beluk tauhid sebagai intinya aqidah yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah, baik tauhid uluhiah yaitu menjadikan Allah sebagai Yang berhak disembah dan dipertuhankan. Atau tauhid Ubudiah yaitu menjadikan Allah SWT yang berhak diibadahi, sebagaimana firman Allah; “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiaptiap ummat seorang rasul (untuk menyerukan); “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut itu !”, maka di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang yang sesat. Maka berjalanlah kamu di muka 24 25
QS. 9:111 QS. An-Nahl/16:97
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-9
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan rasulrasul.”26 Juga memahami tauhid Asma wa Sifat yaitu memelihara sifat-sifat Allah SWT dengan cara meyakini serta menerapkannya dalam kehidupan kita. Sabda Rasulullah SAW; “Allah SWT memiliki 99 nama (Asmaul Husna). Barangsiapa yang memeliharanya pasti mendapat surga.”27 b. Memelihara aqidah dengan melaksanakan taqwa (takut kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan memelihara hududullah.28 Dzikir (selalu mengingat Allah dengan lisan dan sikap), firman Allah; “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”29 Syukur (menyadari kebesaran nikmat Allah yang telah diberikan.30 Taubat (mendekatkan diri kepada Allah dengan iman dan amal shalih. 31 Muraqabah (merasa selalu diperhatikan Allah, baik ketika menyendiri atau dalam keramaian. Mahabbah, menjadikan Allah SWT sebagai kekasihnya dengan cara melaksanakan permintaan-Nya dan tawakkal, menjadikan Allah sebagai tempat mengadu dan berserah diri. Kedua, Membenahi ibadah kita yang sudah biasa kita lakukan. Selama ini, terkadang kita melaksanakan ibadah atas dorongan terpaksa. Akibatnya ibadah tersebut kurang berpengaruh dalam kehidupan. Untuk menjaga keutuhan ibadah kita, maka hendaknya kita memeliharanya dengan cara; a. Ittiba’ yaitu mengikuti ketentuan Allah dalam Al-Quran dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW, termasuk juga memperhatikan setiap amalan yang wajib dan sunat, seperti shalat tahajud, qira-atul quran, dzikir dan do’a serta amal shalih lainnya. Hal ini dalam upaya melaksanakan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah), sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman; “Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku akan menyatakan perang kepadanya. Dan tiada mendekatkan diri kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada menjalankan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan selalu hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan menambah amal-amal yang sunat sehingga Aku sayang kepadanya. Maka apabila Aku telah sayang kepadanya, jadilah Aku sebagai pendengaran yang ia dengar, penglihatan yang ia saksikan dan tangannya dimana ia bergerak serta kakinya dimana ia berjalan.
26 27 28 29 30 31
QS. An-Nahl:36 HR. Al-Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah RA QS An-Nur:53 QS. 13:28 QS. Ibrahim:37 QS. 4:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 10
Apabila ia meminta pasti aku akan memberinya dan apabila ia mohon perlindungan pasti Aku melindunginya.”32 b. Menerapkan ikhlas dalam seluruh ibadah dan khusyu’ melaksanakannya. Artinya tujuan dan niat kita harus lurus dan sejalan dengan kehendak Allah sebagaimana yang selalu kita ikrarkan; “Sesungguhnya shalatku, Ibadahku, hidupku dan matiku hanya bagi Allah, Pengurus semesta alam.” 33 Ketiga, Memperbaiki akhlaq serta perilaku hidup sehari-hari. Banyak sekali akhlaq mulia dalam Islam yang belum kita laksanakan, yang meliputi; a. akhlaq terhadap diri sendiri. b. akhlaq terhadap Allah dan Rasul-Nya dan c. akhlaq terhadap sesama makhluk. Dengan jelas Rasulullah SAW menyatakan, bahwa Allah mengutusnya untuk membenahi akhlaq-akhlaq manusia. Inti dari akhlaq ialah selalu menjaga diri dari syubhat (yang meragukan) dan syahwat yang selalu dihembuskan syetan la’natullah. Sabda Rasulullah SAW; “Perkara yang halal telah jelas dan perkara yang haram pun telah jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat dan kebanyakan manusia mengetahuinya. Barangsiapa yang berhati-hati dari syubhat, maka ia telah memelihara agama dan kehormatannya. Tetapi barangsiapa yang melakukan syubhat, maka ia terjerumus pada yang haram. Ingatlah, dalam setiap diri ada segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh jasadnya dan apabila ia rusak, maka Binasalah jasadnya. Ingatlah bahwa itulah hati.”34 Maka selayaknya kita selalu menjaga seluruh aktifitas kita dari sesuatu yang syubhat apalagi yang haram, menjaga pandangan kita, pendengaran kita, ucapan kita serta bisikan hati kita dari syahwat yang selalu menggoda. Keempat, Menerapkan kehidupan Islami dalam keluarga dan rumahtangga. Setelah kita mampu menjaga diri serta membereskan aqidah, ibadah dan akhlaq pribadi, maka kewajiban kita selanjutnya ialah menjaga keluarga serta kerabat dekat kita agar menjadi muslim kaffah. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, apapun status yang kita sandang, apakah sebagai anak, ayah, ibu, suami atau isteri tetap berkewajiban mengajak keluarga ke dalam kebaikan. Prinsip kita dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar kepada keluarga ini ialah “Lebih baik memaksa mereka ke dalam surga daripada membiarkan mereka menuju neraka.” Dengan demikian keluarga kita telah menjadi keluarga sakinah (tenteram), mawad32 33 34
HQR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA QS. Al-An’am:163 Muttafaq ‘Alaih
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 11
dah (saling menyayangi dalam kebaikan) dan rahmah (penuh kasih sayang Allah). Empat aspek ini yang termasuk kurikulum atau tingkatan menuju muslim paripurna. Insya Allah, dengan mengamalkan seluruhnya akan lahir generasi yang selalu konsisten terhadap keIslamannya serta bertanggung jawab atas agama yang dianutnya.35 ***
3
KESEMPURNAAN IMAN
Rasulullah SAW bersabda: “Tiga Perkara yang merupakan puncak nikmatnya iman yaitu; Pertama, orang yang mencintai kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain. Kedua, orang yang mencintai sesamanya karena Allah semata. Dan Ketiga, orang yang benci kembali kepada kekafiran seperti merasa takut dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari dari Anas RA) *** Mahabbah atau cinta merupakan amaliah batin yang membuat manusia terlena dan berani berkorban demi sesuatu yang dicintainya, sekalipun nyawa taruhannya. Sejak manusia pertama Adam as dan Hawa, masalah cinta telah membuat kehidupan penuh dengan dinamika dan keramaian. Kisah Kabil dan Habil merupakan salah satu di antara sekian banyak peristiwa cinta yang romatis sekaligus mendebarkan. Keinginan manusia mencurahkan cintanya adalah naluri yang sifatnya alamiah dan merupakan sunnatullah yang wajar. Sebagaimana firman Allah: “Dihiaskan kepada manusia mencintai syahwat (keinginan nafsu) seperti perempuan-perempuan, anak-anak dan harta benda yang banyak dari emas, perak kuda yang bagus, binatang-binatang ternak dan tanaman-tanaman. Demikianlah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah adalah tempat kembali yang sebaik-baiknya.”36 Namun, terkadang orang keliru memilih objek yang dicintai dan cara mencintai, sehingga tidak sedikit yang terjerumus menjadi korban cinta yang salah kaprah tadi. Hal ini sebagaimana disinyalir dalam fir35 36
Disarikan dari Limadza Ya’ni Al-Intima-i Al-Islami, Fathi Yakan. QS. 3:14
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 12
man Allah SWT. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula, kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”37 Ayat ini secara jelas mengemukakan tentang perasaan cinta manusia yang relatif kebenarannya sehingga salah memilih objek yang dicintainya. Oleh karena itu, ada baiknya bila kita memahami sifat yang layak kita cintai dan bagaimana mengekspresikan cinta kita kepadanya, supaya kita tidak terseret arus dan menjadi korban cinta yang buta akan kebenaran. Kecenderungan manusia untuk mencintai makhluk sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, menunjukkan bahwa dunia dan segala isinya merupakan objek cinta yang mudah melekat pada setiap manusia. Karena Rasulullah SAW mengingatkan ummatnya, akan dampak yang ditimbulkan bila kita terlalu mencintai dunia, sabdanya: “Akan datang suatu masa dimana ummat Islam akan diperebutkan dan dikoyak-koyak seperti hidangan oleh ummat lainnya, padahal jumlah mereka banyak tetapi mereka seperti busa lautan, hal ini terjadi karena telah terjangkit penyakit”, para shahabat menanyakan apa penyakit tersebut, Nabi menjawab, “Yaitu cinta dunia dan takut mati.” 38 Hadits ini menyebutkan bahwa salah satu akibat dari terlalu mencintai dunia, maka kaum muslimin akan lalai dari tugasnya sebagai hamba Allah yang diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Jadi, cinta seseorang kepada sesuatu yang menjadi kekasihnya itu dapat membuat dirinya melupakan yang lain selain dirinya. Sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah SWT yang mengingatkan manusia agar berhati-hati mencintai sesuatu, “Hai orang-orang yang beriman jangan sampai harta dan anak-anak mu melalaikan kamu dari ingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, merekalah orang-orang yang rugi...” 39 Secara tegas ayat ini menegur kaum mu’minin untuk tetap mengingat Allah dan jangan sampai harta dan anak serta perhiasan duniawi melalaikannya dari dzikir dan mahabbah kita kepada-Nya. Bagaimana sebenarnya hakikat cinta itu ? Dari penjelasan di atas, kita dapat sedikit menyimpulkan makna cinta serta konsekuensinya bila kita jatuh cinta. Lebih jelas lagi, Rasulullah SAW menggambarkan sikap dan karakter cinta, sabdanya: “Cinta sejati akan terwujud dalam tiga bentuk: Pertama, lebih mementingkan perintah kekasihnya daripada perintah yang lain, Kedua, lebih mementingkan pertemuan dengan kekasihnya daripada pertemuan dengan yang lain dan Ketiga, lebih mementingkan mendapat keridlaan kekasihnya daripada keridlaan yang lainnya.” 40 37 38 39 40
QS. 2:216 HR. Bukhari QS. 63:9 Nashaihul ‘Ibad:76
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 13
Ketiga karakter cinta sejati ini, memang harus menjadi bahan perenungan kita, sudah sejauh mana cinta kita terhadap kekasih kita ?, apakah hanya sekedar ucapan saja tanpa memperhatikan perihal lainnya yang justeru merupakan konsekuensi dari cinta sejati. Hadits yang penulis kutip di atas menjelaskan tentang objek cinta yang sesungguhnya disertai dengan pelaksanaannya yang secara nyata menjadi jaminan untuk mendapatkan kelezatan iman. Terlalu sering kita mendengar istilah iman dan segala yang berkaitan dengannya. Namun kita sering mempertanyakan tentang kualitas iman yang ada pada pribadi setiap muslim sekarang. Kenyataan yang sering terjadi, iman hanya dijadikan hiasan bibir saja. Untuk itu, sudah selayaknya kita mengerti dan faham di antaranya ialah tiga ciri yang menjadi jaminan keimanan kita mencapai puncaknya. Pertama; orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari kecintaannya kepada yang lain. Mahabatullah (Cinta kepada Allah) merupakan puncak iman yang tertinggi, bahkan menurut Ibnul Qayim, kesempurnaan seorang hamba sangat ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu ilmu dan mahabbah (cinta kepada Allah), karena melalui dua jalan inilah seorang hamba semakin dekat dengan-Nya. Cinta kepada Allah artinya sesuai dengan pengertian cinta sejati di atas, yaitu dengan memperhatikan setiap apa yang difirmankan-Nya sampai masalah sekecil apapun. Cinta kepada Allah dibuktikan juga dengan kecintaan kepada Rasul SAW yaitu dengan mengikuti Sunnah-Nya serta menjadikannya sebagai panutan dan figur yang mulia. Firman Allah SWT: “Katakanlah (wahai Muhammad); “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”41 Kedua, mencintai seseorang atau sesuatu karena Allah. Maksudnya, setiap kali mencintai sesuatu baik itu hiasan duniawi atau kekasih lainnya, maka yang harus menjadi dorongannya ialah karena Allah semata. Mencintai seorang wanita karena Allah misalnya, dengan niat bahwa kecintaannya hanya sebatas kasih sayang sesama muslim selama dia berjalan di atas keridlaan Allah. Cinta kepada sesama muslim sangat dianjurkan dalam Islam, sebuah firman Allah menyebutkan: “Muhammad utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya adalah sangat keras menghadapi kekufuran dan belas kasih di antara sesama mereka.” 42 Hal ini juga disinyalir dalam Hadits Nabi SAW sabdanya; “Allah berfirman: “Mereka yang cinta kasih karena kebesaran-Ku, maka baginya beberapa mimbar dari cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan orang-orang yang syahid.” 43 Bahkan dalam Hadits Qudsi yang lain, Allah SWT berfir41 42 43
QS. 3:31 QS. Al-Fath:29 HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 14
man; “Mereka yang berteman satu sama lain karena Aku, berhak memperoleh cinta-Ku. Dan tiada seorang mu’min yang berserah diri kepada-Ku atas kematian tiga orang anak kandungnya yang belum dewasa, niscaya Allah memasukannya ke dalam surga dengan limpahan karunia dan rahmatnya.”44 Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menyinggung masalah cinta kasih. Di antara orang yang dicintai Allah ialah; (1) Orang yang shabar 45 (2) Orang yang bersatu dalam jihad fi sabilillah 46 (3) Orang yang adil 47 (4) Orang yang bertawakal kepada-Nya48 (5) Orang yang berbuat baik49 (6) Orang yang taqwa50 Ketiga; ciri yang terakhir dari orang yang mendapat kelezatan iman ialah mereka yang benci untuk kembali kapada kekafiran dan maksiat setelah Allah melepaskannya dengan mengabulkan taubatnya, sebagaimana dia benci dilemparkan ke dalam neraka. Sikap seperti ini mutlak dimiliki oleh setiap muslim sejati yang memilih Allah sebagai kekasihnya. Karena Dia menghendaki dan mencintai orang-orang yang selalu menjauhi dosa serta membersihkan jiwa. Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhannya ialah surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah meridlai mereka dan merekapun ridla kepada-Nya.” 51 Inilah ayat yang mendorong kita untuk selalu berusaha meraih keridlaan-Nya dengan iman dan amal shalih, supaya kita mendapat kasih sayang Allah SWT yang tidak ada bandingannya. Dengan tiga sikap dan sifat di atas, mudah-mudahan kita termasuk salah seorang di antara mereka yang mendapat kelezatan iman. Amien. ***
44 45 46 47 48 49 50 51
HQR. Thabrani dari Amr Anbasah RA QS. 3:146 QS. 61:4 QS. 49:9 QS. 3:159 QS. 2:195 QS. 3:76 QS. 98:8
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
4
- 15
DASAR-DASAR AQIDAH ISLAM & KONSEP IBADAH
“Adalah kamu (kaum muslimin) sebaik-baiknya ummat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah.” (QS. 3:110) *** Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic And Spirit Of Capitalism” (Etika Protestan dan Roh Kapitalisme) mengemukakan tentang terdapatnya kaitan antara afiliasi keagamaan dan stratifikasi sosial dengan mendasarkan pada penjelasan akan pengaruh doktrin teologi pada berbagai sekte keagamaan terhadap etos kerja para pemeluknya. Beberapa contoh membenarkan teori Max Weber ini. Di antaranya hasil penelitian Yamamoto Shichihei terhadap pendeta Budha Zen Suzuki Shashan (1879-1955). Sebagaimana diketahui, Jepang merupakan negara Timur yang mampu menandingi Barat dalam kemajuan industri dan perekonomian sehingga mampu menguasai dunia. Ternyata kemajuan Jepang sangatlah unik karena kesuksesan yang diraihnya tidak sematamata mengikuti dan mengambil unsur-unsur ilmu pengetahuan dan teknologi Barat, melainkan dengan memelihara dan mendekatkan diri pada nilai budaya tradisionalnya yaitu sistem kepercayaan Budhisme Zen. Ajaran Budhisme Zen ini menekankan bahwa dengan niat yang benar, maka setiap gerak kerja adalah amal budhis sehingga seluruh penganutnya memiliki etos kerja yang bersumber pada nilai-nilai agama, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis.52 Islam adalah agama wahyu yang diyakini dan dianut kebanyakan ummat manusia dari berbagai etnis dan suku bangsa. Perbedaan warna kulit dan bahasa tidak menjadi masalah karena semuanya merujuk pada 52
Jurnal U. Q. 1989:23
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 16
satu azas yang telah disepakati yaitu Al-Quran sebagai satu-satunya kitab suci dan dijelaskan dengan Sunnah Nabawiah sebagai interpretasinya. Kedua konsep ini menjadi sumber hukum dan pedoman hidup setiap muslim baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara. Inilah yang dimaksud dengan Muslim Kaffah atau muslim paripurna yang selalu mengaplikasikan kedua azas tadi dalam setiap aktifitas hidupnya. Al-Quran dan Sunnah telah terbukti sebagai sumber ajaran yang menganjurkan kerja keras dan optimisme dalam menjalani kehidupan dunia. Firman Allah; “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” 53 Petikan ayat ini secara tegas mengajarkan optimisme walaupun tidak dipungkiri adanya konsep taqdir dalam hal ini. Namun jika pemahaman taqdir diletakkan pada makna yang sesungguhnya, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa Islam menghargai kerja keras dan kesungguhan niat dalam berikhtiar, serta Islam mencela ummatnya yang hanya berpangku tangan menanti nasib atau hanya bangga dengan setumpuk konsep tanpa dibuktikan dengan aplikasinya. Dalam sebuah Hadits dijelaskan; “Allah tidak akan menerima ucapan seseorang melainkan diiringi dengan amalnya, serta Allah tidak akan menerima ucapan dan amal melainkan dengan niat, serta Allah tidak akan menerima ucapan, amal dan niat melainkan harus sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah.” 54 Ummat Islam sesungguhnya punya potensi besar seperti yang dicapai oleh bangsa Jepang sekarang yang juga berangkat dari sistem kepercayaannya. Al-Quran menyebut kaum muslimin sebagai ummatan wasatha, khairul ummah, golongan yang terbaik seperti dijelaskan dalam firman Allah: “Adalah kamu (kaum muslimin) sebaik-baiknya ummat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan ber-iman kepada Allah.” 55 Masalahnya sekarang ialah, sejauh mana ummat Islam memahami konsep-konsep ini sehingga bisa membawa pada kemajuan dan bisa meningkatkan etos kerja yang kini pasang surut. Jika kita memperhatian ayat 11 surat Ar-Ra’du di atas maka sesungguhnya ajaran Islam tidak statis, bahkan membantah paham fatalism (jabariah) dalam masalah predetinations (taqdir). Kemudian dipertegas dengan beberapa Hadits yang mengisyaratkan bahwa Islam menghargai ummatnya yang optimis menjalani hidup di dunia. Dengan beberapa penjelasan ini, ada beberapa hikmah yang harus kita pahami, bahwa seharusnya setiap muslim memiliki etos kerja yang 53 54 55
QS. 13:11 HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud RA QS. 3:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 17
tinggi dan sikap optimis. Namun mengapa kondisi sekarang justeru sebaliknya ? Ada beberapa hal yang menjadi penghambat kemajuan ummat Islam dewasa ini. Salah satu di antaranya ialah masih memandang saktarian dan sempit makna ibadah serta ada salah paham dalam menjalankan konsep ajaran Islam. Golongan tradisional sebagian menganggap ibadah itu hanya shalat, dzikir di sudut masjid dan berdo’a belaka. Ibadah dibatasi oleh ruang dan waktu, dan di luar itu sama sekali tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Padahal antara keduanya memiliki keterkaitan dan merupakan satu kesatuan yaitu ibadah, sebagaimana firman Allah; “Tidak ada kebaikan pada bisikan mereka kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridlaan Allah maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.” 56 Dalam hal ini, seluruh aktifitas manusia bisa bernilai ibadah dan disediakan pahala yang besar apabila diiringi niat mencari keridlaan Allah. Karenanya niat atau motivasi merupakan faktor yang dapat membedakan satu perbuatan bernilai ibadah atau tidak, bukan masalah jenis perbuatannya. Sabda Rasulullah SAW; “Sesungguhnya sah atau tidak suatu amal itu tergantung pada niat. Bagi setiap orang akan menerima balasan sesuai dengan apa yang telah diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah dengan niat semata-mata karena Allah dan Rasul-Nya, pastilah diterima di sisi Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena keuntungan duniawi, maka dia akan mendapatkannya. Serta barangsiapa yang berhijrah karena wanita, diapun akan mendapatkannya. Adalah hijrah itu sesuai dengan niatnya.” 57 Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengemukakan konsep ibadah sebagai penafsiran dari QS. Adz-Dzariyat:56 yaitu segala bentuk aktifitas manusia yang dicintai Allah dan yang diridlai-Nya baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan lahir dan batin. Definisi ini bersifat universal sehingga memungkinkan kita memasukkan berbagai macam aktifitas manusia setiap saat. Lebih rinci lagi definisi yang dikemukakan Ibnul Qayim seorang tokoh salaf, bahwa ibadah memiliki lima belas kaidah. Dengan penjelasan antara lain; Ibadah meliputi tiga aktifitas, yaitu (1) hati, (2) lisan dan (3) anggota badan. Setiap aktifitas ini masing-masing memiliki lima hukum yaitu; (1) Wajib, (2) Sunnah, (3) Mubah, (4) Makruh dan (5) Haram. Contohnya, lisan dikenai oleh wajib menyampaikan yang haq dan dikenai haram mengucapkan dusta, dan seterusnya. 58 56 57 58
QS. 4:114 HR. Al-Bukhari dari Umar Bin Khattab RA Al-Fawaid:37
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 18
Ibnul Qayim lebih menekankan batasan ibadah yang aplikatif. Semua definisi ibadah merujuk pada satu pemahaman bahwa seluruh aspek kehidupan manusia tidak boleh kosong dari ruh ibadah sebagaimana firman Allah; “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” 59 Pokok ajaran ibadah terkandung dalam tiga disiplin yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Unsur Islam yang lima60 ibarat tiang penyangga bangunan ibadah. Unsur iman61 perlambang segi enam pondasi yang harus tersusun kokoh. Dan unsur ihsan bagaikan atap yang membuat keteduhan ruangan ibadah. Dengan memahami konsep ibadah secara benar, akan terbentuk pribadi muslim paripurna yang berprinsip Hayatuna Kulluha ‘Ibadah (Seluruh hidup kami hanya ibadah semata) sehingga dengan begitu akan menumbuhkan etos kerja yang tinggi dengan motifasi (niat) mencari keridlaan Allah SWT dalam setiap aktifitas duniawi maupun ukhrawi. Allah berfirman; “Dan carilah apa yang telah Aku anugerahkan kepadamu dari tempat Akhirat, janganlah kamu melupakan bagian duniawi. Berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang membuat kerusakan.” 62 ***
59 60 61 62
QS. 51:56 Syahadat, Shalat, Zakat,Puasa dan Haji Iman kepada Allah,Malaikat,Kitab,Nabi, Hari Akhir dan Qadla/Qadar QS. 28:77
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
5
- 19
WASPADA TERHADAP SYIRIK
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selainnya, bagi orang yang ia kehendaki. Barangsiapa berbuat syirik pada Allah, maka sesungguhnya ia telah bebuat dosa besar.” (QS. An-Nisa: 48) *** Begitu mendesaknya masalah syirik dan pirantinya disoroti dan kembali dijadikan tema pokok kajian da’wah Islamiah, agar ummat Islam tidak terkecoh dan semakin waspada terhadap parasit aqidah yang selalu mengancam kehidupan kita. Masalah kemusyrikan telah menjadi tantangan agama tauhid sejak para Nabi sebelum Muhammad SAW, sehingga semua Nabi menyerukan pemurnian aqidah dari syirik ini. Nabi Ibrahim AS pun seorang Nabi yang menentang kemusyrikan. Firman Allah SWT.: “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia, ketika mereka berkata kepada kaumnya; “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah.” 63 Demikian juga yang dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta para shahabatnya. Beliau mewanti-wanti ummatnya dari masalah syirik sekecil apapun, sehingga secara detail dijelaskan. sebuah Hadits mengungkapkan betapa syirik selalu mengintai kita setiap saat, sabda Rasulullah SAW: “Syirik menyebar di kalangan ummat lebih tersembunyi dari pada semut kecil yang melata di atas batu hitam, sedang penghapusnya ialah: “Allahumma Innii A’udzubika an Usyrika bika syai-an wa ana a’lamu, Astaghfiruka minad dzanbil ladzi laa a’lamu.” 64 (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari terjerumusnya aku pada menyekutukan-Mu, sedangkan aku mengetahui, aku mohon ampunan-Mu dari dosa yang tidak aku ketahui.” 63 64
QS. 60:4 Majmu’atu At-Tauhid.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 20
Pada ayat di atas dengan tegas Allah memurkai syirik kepada-Nya dan tidak akan pernah mengampuni orang yang berlaku syirik selama ia tidak meninggalkan perbuatannya atau bertobat sebelum ajalnya datang, sehingga menghukuminya sebagai dosa yang paling besar. Syirik dan Jenisnya “Asy-Syirku” berasal dari “Asyraka - Yusyriku” yang berarti membuat persekutuan. Dalam istilah fiqh dikenal sistem Musyarakah yaitu mengadakan akad bersekutu dalam usaha dan mu’amalah. Beberapa kitab tauhid mendefinisikan Asy-syirku billah dengan menyekutukan atau membuat tandingan terhadap Allah SWT. Secara tersirat QS. Al-Ikhlas: 1-4 mengisyaratkan makna tauhid sebagai lawan dari syirik. Firman Allah: “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tempat bergantung. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan (berbapak). Tidak ada satupun yang menyamainya.” 65 Ditinjau dari sebab turunnya (asbabunnuzul) surat ini berkenaan dengan kaum musyrikin yang menentang ajaran Tauhid yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana dikutip oleh Al-Maraghi dalam tafsirnya: Ad-Dhahhak meriwayatkan bahwa kaum musyrik pernah mengutus Amir Ibnu Thufail menghadap Rasulullah SAW untuk menyampaikan ancaman mereka terhadap ajaran tauhid dan tawarantawaran halus agar meninggalkan da’wahnya. Namun dengan tegas Rasulullah SAW menjawab: “Aku adalah utusan Allah untuk mengajak kalian meninggalkan penyembahan berhala dan supaya menyembah Allah saja!” Kemudian Amir mengatakan: “Jelaskanlah Tuhan yang kamu sembah ? apakah terbuat dari emas atau perak ?.” Maka turunlah surat Al-Ikhlas di atas.66 Jamaludin Al-Qasimi dalam kitab tafsirnya mengutip pendapat Abdul Baqa’ tentang enam jenis syirik ketika menafsirkan QS. An-Nisa: 48 di atas antara lain: Pertama; Syirik Istiqlal, yaitu meyakini adanya tuhan yang berkedudukan sama sebagai tandingan Allah SWT. masing-masing memiliki kekuatan sendiri yang sebanding. Syirik Istiqlal ini dianut oleh orang Majusi dengan ajaran bahwa api mempunyai maha kekuatan. Kedua; Syirik Tab’idl, yaitu berkeyakinan bahwa tuhan terdiri dari beberapa unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam sifat maupun dzatnya. Misalnya ajaran trinitas, trimurti dan sebagainya. Ketiga; Syirik Taqrib, ialah menjadikan sesuatu sebagai sembahan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT atau sebagai perantara-Nya, seperti keyakinan kaum musyrikin jahiliah penyembah berhala. Firman Allah: “Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih dari (syirik) dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata 65 66
QS. Al-Ikhlas: 1-4 Tafsir Al-Maraghi X/30:267
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 21
kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” 67 Keempat; Syirik Taqlid, yaitu melakukan upacara atau penyembahan tertentu karena mengikuti atau melestarikan nenek moyang walaupun bertentangan dengan akal dan syara’. Seperti upacara yang dilakukan oleh kaum watsaniah. Kelima; Syirik Asbab, ialah meyakini adanya penyebab selain Allah dan menyandarkan segala kejadian kepada selain Allah. Misalnya masih ada keyakinan bahwa sapi merupakan binatang suci pembawa (penyebab) berkah. Keenam; Syirik Aghrad, yaitu apabila melakukan suatu perbuatan mengharap maksud selain dari Allah SWT atau disebut syirik niat. Seperti melaksanakan puasa tertentu dengan niat untuk mendapat jodoh dan lain-lain. Kemudian secara garis besar, Al-Qasimi mengklasifikasikan bentuk syirik menjadi: 1. Syirik Fil af’al; ialah bentuk syirik yang merupakan perbuatan anggota badan seperti membungkukkan badan ketika menyembah berhala dan sebagainya. 2. Syirik Fil Aqwal; ialah menyekutukan Allah dengan perkataan atau ucapan baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya bersumpah dengan selain nama Allah dan sebagainya. 3. Syirik Fil Iradah wan Niah; berupa syirik dalam hati yang seringkali tidak terasa kita melakukannya, misalnya riya (ingin diperhatikan manusia), sum’ah (ingin didengar orang) atau berbentuk keyakinan terhadap kekuatan selain Allah.68 Beberapa contoh di atas hanyalah contoh kecil dari sekian banyak syirik yang masih dianut dan dilakukan masyarakat kita. Terkadang secara tidak disadari, masih ada beberapa unsur syirik yang masih melekat pada kita.69 Demikianlah bahaya dan ancaman syirik yang bertebaran pada masyarakat kita dan meracuni aqidah ummat Islam yang masih awam dalam ketauhidannya. Padahal kemurnian tauhid serta keimanan merupakan jaminan utama sebuah negara aman sentosa, sebagaimana firman Allah SWT: “Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi bila mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” 70 67
QS. 39:3 Mahasinut Ta’wil V:212 69 Apabila anda ingin mendalami lebih jauh syirik-syirik tersembunyi ini bisa dikaji pada buku “Parasit Aqidah; Selintas Perkembangan dan sisa-sisa Agama Kultur” Karya A. D. Elmarzdedeq terbitan Yayasan Ibnu Ruman Bandung 70 QS. 7:96 68
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 22
Sudah saatnya kita mengambil langkah penyelamatan aqidah kita dari parasit-parasit syirik yang menjalar sampai pada jenis bacaan sekalipun, supaya terwujud Baldatun Thayibatun wa Rabbun ghafur, negeri yang tenteram penuh rahmat Allah SWT. Amien. ***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
6
- 23
KONSEP TAQDIR
Suraqah datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: Ya Rasulallah, apakah kita akan beramal hari ini dengan apa yang telah ditulis qalam dan telah kering tintanya serta berdasar taqdir dari Allah ataukah terhadap apa yang akan terjadi? Nabi Menjawab: “Kita beramal sekalipun telah tertulis dengan qalam dan telah ditaqdirkan.” Suraqah berkata: Kalau begitu untuk apa kita beramal? Nabi menjawab: “Beramallah, setiap orang dimudahkan dengan apa yang telah diciptakan untuknya.(HR. Muslim dari Jabir) *** Sudah lama perbedaan pendapat masalah taqdir dibahas dan dicari penyelesaiannya oleh para ulama, namun selalu saja mendapat jalan buntu dan belum dapat terselesaikan. Masalah taqdir merupakan sesuatu yang esensil dalam Islam, karena salah satu dalam rukun iman itu adalah meyakini taqdir Allah yang baik dan jelek. Dengan demikian para ulama tidak pernah berhenti mengungkap rahasia-rahasia taqdir ini sesuai dengan kemampuan mereka. Dr. Abdullah Nashih Ulwan, seorang ulama terpandang di Universitas King Abdul Aziz Jeddah menulis sebuah buku khusus tentang taqdir ini "Af'al Al-Insan bain Al-Jabr wa AlIkhtiar" yang diterjemahkan oleh GIP menjadi "Jawaban Tuntas Masalah Taqdir.” Benarkah dengan membaca buku ini masalah taqdir jadi selesai? Jawabnya, belum, namun setidaknya keberadaan buku ini menambah khazanah pemikiran teologi Islam sekaligus membuka satu jalan keluar bagi penyelesaiannya. Memang, ketika membicarakan masalah taqdir ini, kita harus lebih berhati-hati, karena sedikit saja kita le-ngah, tidak mustahil kelalaian itu membawa kepada kemusyrikan. Pernah suatu malam Rasulullah SAW datang ke rumah Ali, lalu beliau bertanya: "Apakah kamu sudah shalat?" Ali menjawab: "Wahai Rasulullah, jiwa kami ada dalam genggaman Allah, apabila Allah menghendaki, tentulah kami dibangunkan-Nya untuk shalat.” Mendengar jawaban Ali, Rasulullah SAW meninggalkannya tanpa berkata-kata. Sambil keluar Nabi memukul pahanya sambil membacakan ayat: "Dan adalah manusia lebih banyak berdebatnya.” Demikianlah sikap Rasulullah SAW ketika mempermasalahkan taqdir, beliau lebih baik
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 24
menghentikan pembicaraan, karena bila diteruskan akan terjadi perdebatan yang tidak ada ujung pangkalnya. Lalu, bagaimana sesungguhnya mengimani taqdir Allah tersebut? Apakah dengan tidak membicarakannya dianggap telah beriman? “Ikhtiar adalah taqdir.” Kalimat ini merupakan kesimpulan sementara dari pemahaman penulis terhadap beberapa pendapat tentang taqdir ini. Mudah-mudahan dengan penjelasan alakadarnya, maksud ungkapan ini dapat dipahami dan membuka pikiran sementara orang yang memandang taqdir hanya berlaku dalam masalah bencana dan kejelekan saja. Syekh Muhammad Bin Shalih Al-Utsamain dalam risalahnya "Nubdzah fi Al-Aqidah Al-Islamiah" mengemukakan empat pokok iman terhadap qadar/taqdir Allah SWT. Pertama, meyakini bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu sekecil apapun, mengetahui peristiwa lampau dan yang akan terjadi, apapun yang kita perbuat Dia Maha Melihat. Kedua, mengimani bahwa Allah SWT telah menentukan segala sesuatu yang terjadi di “Lauh Al-mahfuzh.” Firman Allah SWT: "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam kitab (lauh Al-mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” 71 Dalam sebuah Hadits dijelaskan: "Allah telah menuliskan qadar setiap makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi selama lima puluh ribu tahun.” 72 Ketiga, mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT, baik perbuatan-Nya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Firman Allah: "Dan tuhanmu menciptakan apa saja yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha tinggi dari apa saja yang mereka sekutukan dengan Dia.”73 Keempat, mengimani bahwa Allah SWT menguasai seluruh kejadian dengan dzat-Nya, sifat-Nya dan gerakan-Nya. Firman Allah: ”... Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” 74,75 Setelah mengetahui pokok-pokok iman pada taqdir ini yang pada dasarnya menyimpulkan bahwa amal perbuatan manusia, baik dan buruk, telah tertulis (bukan ditentukan) dalam kitab “Lauh Al-Mahfuzh” di sisi Allah SWT. Masalahnya sekarang ialah apa gunanya amal manusia bila semuanya telah dialas? sebagaimana pertanyaan Umar bin Khathab, serta bagaimana kaitannya dengan kebebasan memilih (ikhtiar) di antara 71 72 73 74 75
QS. 22:70 HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash QS 28:68, lihat juga QS. 4:90, QS. 6:137, QS. 14:27. QS 25:2 t.th.:55
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 25
dua perbuatan. Sebagai contoh, seorang berada di antara dua jalan, jalan pertama sangat berbahaya dan jalan kedua tidak berbahaya. Jika Allah telah menentukan dia memilih jalan pertama, apakah ikhtiar masih berlaku? Sebelum menerapkan makna taqdir dan ikhtiar pada contoh di atas, harus dipahami dulu beberapa faktor yang memperjelas masalah ini. Pertama, Allah memang telah menulis qadar dan pilihan seseorang, tetapi manusia tidak mengetahui putusan yang telah Allah tulis berdasar kemaha tahuan-Nya itu. Kedua, Allah SWT memberikan penjelasan tentang perbuatan dan akibat-akibatnya melalui para Rasul. Firman Allah: "Mereka Kami utus sebagai Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.” 76 Ketiga, Secara syara', Allah SWT menyuruh manusia beramal baik dan memilih jalan yang selamat sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapat pahala dari kebaikan yang diperbuatnya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dilakukannya.77 Keempat, berdasarkan kenyataan yang terjadi, sesungguhnya manusia tidak menyadari bahwa dirinya telah ditentukan untuk melakukan perbuatannya, karena mereka diberi akal untuk menimbang dan memutuskan. Keempat faktor ini mempermudah dalam memahami taqdir dan ikhtiar. Maka pada contoh di atas bisa dijelaskan sebagai berikut: keputusan yang ia ambil sebagai ikhtiar, sekaligus taqdirnya. Dia memilih (ikhtiar) jalan pertama, itulah taqdirnya. Sehingga kalau kedua-duanya adalah taqdir, maka tentu seharusnya memilih jalan yang selamat. Dikisahkan dalam Al-Bukhari, suatu ketika Umar bin Khathab dan shahabat lainnya hendak ke Syam. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan pasukan yang baru pulang dari Syam dan mengabarkan bahwa di Syam sedang dilanda wabah penyakit tha’un. Maka Umar memutuskan untuk kembali ke Madinah. Tapi Abu Ubaidah menolak dengan mengatakan: "Tidakkah kita lari dari taqdir Allah?" Umar menjawab: "Kita lari dari taqdir Allah ke taqdir Allah yang lain. Bukankah jika kamu menggembalakan untamu dan melihat dua lembah yang satu subur dan satu lagi kering, kamu memilih yang subur. Karena masing-masing keputusan adalah taqdir.” Kisah lainnya, Umar akan menghukum seorang pencuri dengan potong tangan. Lalu pencuri itu membela: "Aku mencuri karena taqdir Allah" kemudian Umar menghukumnya dengan cambukan tiga puluh kali dan
76 77
QS 4: 165 QS 2:286
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 26
baru dipotong tangannya. Umar berkata: "Sesungguhnya kami mencambukmu dan memotong tanganmu adalah taqdir Allah.” 78 Demikianlah hakikat ikhtiar dan taqdir yang menjadi pendorong seseorang berbuat dan memilih keputusannya. Dengan memahami dan mengimani qadha dan qadar Allah, akan timbul beberapa sikap sebagai buah dari keimananan, di antaranya, Pertama, selalu optimis dalam beramal shalih dan berusaha memilih keputusan yang terbaik. Kedua, ketika terjadi cobaan menimpa dirinya seperti musibah atau kesakitan, ia akan mencari jalan keluar dan berlapang dada pada keputusan akhir, karena ia telah berusaha sebaik-baiknya, firman Allah: "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di muka bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Al-mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang diberikan kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” 79 Ketiga, menumbuhkan sikap shabar dan syukur dalam hati setiap mu’min yang mengimani taqdir ini. Sabda Rasulullah SAW: "Sungguh beruntung menjadi seorang mu’min, karena setiap yang menimpanya adalah kebaikan. Jika menimpanya sesuatu yang menggembirakan ia akan bersyukur dan jika menimpanya suatu yang menyedihkan ia akan bershabar. Inilah kebaikannya.” 80 Renungkanlah do’a Istikharah ini; “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon Engkau pilihkan yang baik dengan pengetahuan-Mu, dan aku mohon Engkau memberi kekuatan dengan kekuasaan-Mu, dan aku mohon kemurahan-Mu yang Maha luas, karena sesungguhnya Engkau berkuasa, sedang aku tidak berkuasa, dan Engkau Maha mengetahui, sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui perkara ghaib. Ya Allah, kalau sudah memang Engkau ketahui, perkara ini baik bagiku, bagi agamaku dan kehidupanku serta baik bagi hari penghabisanku, maka berikanlah dia kepadaku dan mudahkanlah urusannya buatku dan curahkanlah berkah bagiku. Dan kalau sudah memang Engkau ketahui, perkara ini tidak baik bagiku, bagi agamaku dan kehidupanku serta bagi hari penghabisanku, maka jauhkanlah dia dariku dan jauhkan aku darinya, dan berikanlah kebaikan kepadaku, dimanapun adanya serta jadikanlah aku orang yang ridla.” Wallahu a'lam bishshawab.
78 79 80
Hasbi 1986:107 QS. 57: 22-23 HR. Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
7
- 27
PERISTIWA RABI’UL AWAL
Renungan Iman Kepada Rasulullah SAW “Sesungguhnya telah ada bagimu pada diri Rasulullah teladan yang baik bagi orang yang berharap berjumpa de-ngan Allah dan Hari Akhir dan banyak mengingat Allah.” (QS. 33:21) *** RABI’UL AWAL, baru saja kita masuki sebagai bulan ketiga tahun Hijriah. Bulan ini dikenal juga sebagai bulan da’wah yang setiap harinya dipenuhi dengan tablig-tablig menyambut dan memperingati hari kelahiran seorang utusan penutup para Nabi ialah Muhammad Ibn Abdillah yang kelak menjadi Rasulullah SAW yang ditunggu kelahirannya. Sejak kelahirannya ke dunia ini, ia selalu menjadi bahan pujian setiap orang yang mengenalnya. Terutama kakeknya Abdul Muthalib yang menanti kelahiran seorang anak lelaki yang akan menjadi penerusnya kelak sebagai pemelihara Ka’bah yang disucikan. Pada hari ketujuh kelahirannya itu, Abdul Muthalib minta disembelihkan seekor unta, lalu mengundang masyarakat Quraisy dan mengumumkan pemberian nama cucunya dengan nama Muhammad kemudian berkata: “Kuingatkan, dia akan menjadi orang yang terpuji bagi Tuhan di langit dan bagi makhluknya di bumi.” Keluhuran sifatnya sempat diabadikan dalam beberapa sya’ir pujian seperti “Barjanzi,” “Qashidah Burdah” serta berbagai bacaan Shalawat yang mengangkat namanya.81 Rasulullah SAW dan para Rasul lainnya memiliki tugas mulia, diantaranya; •Menyeru manusia menyembah hanya kepada Allah SWT semata.82 •Menyampaikan perintah dan larangan Allah kepada manusia.83 •Menunjukan dan membimbing manusia kepada jalan yang benar dan lurus .84 81 82 83 84
Haekal 1992:47 QS. Al-Anbiya:25, QS. An-Nahl:36 QS. Al-Ahzab:39, QS. Al-Maidah:67 QS. Ibrahim:5, QS. Al-Ahzab:45-46
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 28
•Sebagai teladan dan contoh yang baik bagi manusia.85 •Memperingatkan manusia tentang kehidupan sesudah mati dan masalah ghaib yang akan dihadapi setelah mati.86 •Menyeru manusia mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi daripada kehidupan dunia yang sementara.87 •Agar manusia tidak membuat alasan mengapa Allah menghisab mereka. 88 Demikian penjelasan Ash-Shabuni dalam “Membela Nabi.”89 Pada bulan Rabi’ul Awal tercatat beberapa peristiwa bersejarah yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan berkembangnya agama Islam di muka bumi ini. Tiga peristiwa penting yang menentukan eksistensi Islam sebagai agama langit untuk seluruh manusia, yaitu: Pertama: peristiwa lahirnya Muhammad sebagai calon Nabi dan Rasul, tepatnya tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah (20 April 571 M). Peristiwa kelahirannya terjadi di tengah bergolaknya masyarakat Jazirah Arab, ialah kisah penyerbuan pasukan gajah dibawah komando Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah yang saat itu menjadi pusat perhatian dunia. Karena keistimewaan inilah Abrahah ingin menghancurkan dan mengambil alih kekuasaan dengan membuat gereja Ayya Shafiya sebagai pengganti Ka’bah. Namun Allah SWT tidak menghendaki dan kemudian kisah ini diabadikan dalam QS. Al-Fiil: 1-5. Kelahiran inilah yang melatarbelakangi adanya Mauludan, walaupun kadangkala pelaksanaannya tidak sejalan dengan makna kelahiran Nabi SAW.90 Memang, pada mulanya Mauludan ini diselenggarakan untuk meningkatkan semangat jihad pasukan yang sudah mulai menurun yaitu dengan mengkaji ulang perjuangan Rasulullah SAW semasa hidupnya yang penuh dengan cobaan. Namun kenyataan sekarang maulidan bermakna lain sehingga Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Bin Baaz, ketua Organisasi Riset Ilmiah dan Majlis Fatwa Makah Al-Mukarramah memandang bid’ah yang haram dilaksanakan.91 Terlepas dari Khilafiah di atas, yang penting bagi kita ialah memetik hikmah dibalik kelahiran seorang Nabi yang amat kita junjung, yang memiliki sifat mulia lagi terpuji, agar kita merenungi setiap perilaku serta akhlaqnya untuk dijadikan teladanhidup dan anutan bagi kita yang
85 86 87 88 89 90 91
QS. Al-Ahzab:21, QS. Al-An’am:90 QS. Al-An’am:130-131 QS. Al-Ankabut:64 QS. An-Nisa:165. hlm.16 Lihat kolom “Maulid Nabi SAW” Lihat At-Tahdzir Min Al-Bida’, 1400 H: 3-6
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 29
mencintainya. Sungguh banyak perilaku Rasulullah SAW yang belum kita contoh. Peristiwa Kedua, adalah hijrahnya Rasulullah SAW dari Makah ke Madinah yang pada waktu itu dikenal dengan nama Yatsrib. Jika kita menghayati kisah perjalanan hijrah ini, maka hal ini sungguh menggugah hati kita, betapa Rasulullah SAW dan para shahabat memiliki ketabahan dan semangat jihad yang tangguh. Peristiwa hijrah ini menjadi momentum yang menentukan bagi kelangsungan Islam di jazirah Arab. Karena, setelah tiga belas tahun beliau menda’wahkan Islam di Makah, para pembesar kaum Quraisy semakin menekan kaum muslimin yang lemah dengan penyiksaan fisik yang tidak berperikemanusiaan, seperti terjadi pada keluarga Ammar Ibn Yassir. Kisah penyiksaannya diungkapkan Sabir Abduh Ibrahim; “Pada pagi hari berikutnya datang pula kepada kami Abu Hudzaifah (majikan Ammar). Ia mengikat kaki dan tangan kami hingga datang waktu Dzuhur. Dengan tanpa belas, dia seret kami ke tengah padang pasir yang panas sampai kulit kami hangus terbakar... Kemudian datang Abu Jahal membawa tombak. Dengan tombak terangkat ia mengancam agar kami meninggalkan Islam. Namun setelah lama ia menunggu, diarahkannya tombak itu pada ibuku (Sumayyah), lalu ditusukkannya ke arah auratnya dengan sekuat tenaga akhirnya iapun syahid...”92 Inilah salah satu alasan mengapa hijrah mesti dilaksanakan disamping sebagai perintah Allah SWT. Sulit dibayangkan, ketabahan para shahabat melaksanakan hijrah ini. Walaupun jarak antara Makah dan Madinah begitu jauh (lk. empat belas hari dengan berjalan kaki) dan keadaan cuaca teramat gersang. Namun dengan dorongan iman dan kesetiaan pada Rasulullah SAW mereka rela meninggalkan harta dan segala kenangan di Makah Al-Mukarramah. Demikianlah sikap generasi shahabat yang telah mencapai kenikmatan iman sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tiga Perkara yang merupakan puncak nikmatnya iman yaitu; Pertama, orang yang mencintai kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain. Kedua, orang yang mencintai sesamanya karena Allah semata. Dan Ketiga, orang yang benci kembali kepada kekafiran seperti merasa takut dilemparkan ke dalam neraka.”. 93 Setelah Rasulullah SAW dan para shahabatnya me-ngalami perjalanan yang cukup panjang, mereka tiba di Madinah dengan sambutan hangat dari penduduk setempat. Maka dikenallah golongan ummat Islam saat itu Muhajirin (mereka yang hijrah) dan golongan Anshar (mereka yang menolong). Tepat pada hari Jum’at tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Pertama Hijriah (24 September 622 M), Rasulullah SAW sampai di Madinah dan mulai saat itulah Rasulullah SAW membangun 92 93
KH. Firdaus AN. 1985:94 HR. Al-Bukhari dari Anas RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 30
kekuatan Islam bersama para shahabatnya selama sepuluh tahun di Madinah. Peristiwa Ketiga, berkenaan dengan wafatnya Rasulullah SAW tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 Hijriah (8 Juni 632 M). Peristiwa kewafatannya sungguh amat mengharukan setelah beliau sakit selama 18 hari pada akhir Bulan Shafar. Kepergiannya memberikan kenangan tersendiri bagi para shahabat, seperti yang dikisahkan oleh Ibnu Mas’ud RA: “Ketika telah dekat hari kewafatannya, kami (para shahabat) berkumpul di rumah Aisyah RA, Rasulullah SAW menoleh dan memandang wajah kami satu persatu, Kedua matanya berbinar menahan tangis, kemudian beliau bersabda; “Selamat datang, semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya bagi kalian semua, aku berwashiat kepadamu, bertawakkallah kepada-Nya, sungguh telah dekat perpisahan ini. Hendaklah Ali RA memandikanku, Al-Fadlal Ibnu Abbas RA dan Utsman Bin Zaid RA yang menuangkan airnya, dan kafanilah aku dengan kainku atau kain putih buatan Yaman, jika telah selesai letakkanlah di rumahku di atas pinggir lubang kuburku, kemudian bawalah keluar sebentar karena Allah SWT sendiri yang pertama kali memberi shalawat atasku kemudian Jibril, Mikail, Israfil, Izrail dan para malaikat, barulah kamu shalatkan aku.” Setelah kami mendengar washiatnya, tak kuasa kami menahan tangis. Seorang shahabat berkata: “Ya Rasulallah, engkau Rasul kami, pembina dan pemimpin kami, apabila engkau mati, kepada siapa lagi kami mengadu ?” Maka Rasul-pun menjawab; “Aku tinggalkan kamu di atas jalan terang dan aku tinggalkan kamu penasehat yang berbicara dan yang diam. Penasehat yang berbicara adalah Al-Quran dan yang diam adalah maut. Apabila kamu menghadapi persoalan berat, maka kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnah Nabawiah, dan apabila hatimu gelisah, maka tuntunlah dia dengan mengambil i’tibar dari peristiwa kematian !” 94 Demikianlah tiga peristiwa besar bulan Rabiul Awal sebagai kenangan dan pelajaran bagi ummat Islam dewasa ini dengan mamahami makna dan hikmah di balik peristiwa-peristiwa tadi. Sudah saatnya kita memperingati ketiga peristiwa itu dalam arti yang sesungguhnya, yaitu menjalankan nasehatnya yang agung dan selalu berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Nabawiah serta menjadikan teladan hidup baik dalam ibadah maupun dalam perilaku sehari-hari. ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI MUHAMMAD KAMA SHALLAITA ‘ALA AALI IBRAHIM WA BAARIK ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALA AALI IBRAHIM, AMIEN. (Ya Allah, curahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau curahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim, 94
Detik-Detik Terakhir Rasulullah, KH. Firdaus AN. 1985:27
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 31
dan berikanlah berkah keselamatan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berikan berkah keselamatan kepada keluarga Ibrahim, Amien). ***
8
AGENDA INTERNAL UMMAT
“Maka hadapkanlah wajahmu (istiqamahlah) kepada agama Allah yang hanief. (Tetaplah atas) fitrah Allah Yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. 30:30) *** Muharram baru saja kita lewati. Tak terasa sudah sekian tahun abad XV Hijriah yang dicanangkan sebagai abad kebangkitan Islam sudah kita lewati. Namun dalam kurun waktu yang cukup panjang ini gaung kebangkitan masih belum terdengar, bahkan suaranyapun semakin samar dijegal oleh hingar bingarnya era modernisasi yang hakikatnya adalah westernisasi (pembaratan). Akankah kebangkitan Islam terwujud? Dan sudah seberapa jauhkah langkah ummat Islam menyikapi era kebangkitan ini ? Mengapa fenomena sekarang justeru sebaliknya, kaum muslimin menjadi kelompok yang tertintas bahkan dijadikan khadim yang penurut dan menjadi objek kebengisan kaum kapitalis ? Inilah sederet pertanyaan yang harus dijawab seluruh kaum muslimin. Islam sebagai Ad-Dien Al-Kamil Al-Mutakammil sebenarnya memiliki konsep dan sumber nilai yang mendorong ummatnya untuk maju dan mengangkat ummatnya menjadi khairu ummah (bangsa terhormat) mengungguli ummat lainnya. 95 Kondisi ini dimungkinkan karena Islam sebagai agama langit yang memiliki dasar ajaran wahyu Ilahi yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabawiah. Dengan dua azas ini terbukti validnya Islam menjadi agama dunia 95
QS. 3:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 32
serta tercatat dalam sejarah gemilangnya Islam di balik pilar-pilar kejayaannya, baik ketika Rasulullah SAW berkuasa dengan berdirinya negara Islam pertama Madinah Al-Munawarah atau pada masa Khulafaurrasyidin yang penuh kedamaian. Demikian juga pada abad pertengahan, kejayaan Islam merambah ke seluruh pelosok negeri, bahkan Eropa sekalipun. Seddilot seorang orientalis pernah berkomentar; “Hanya bangsa Arab pemikul panji-panji peradaban abad pertengahan. Mereka melenyapkan Barbarisme Eropa yang digoncangkan oleh serangan suku-suku Utara Bangsa Arab melanglang mendatangi sumber-sumber filsafat Yunani yang abadi. Mereka tidak berhenti pada batas yang telah diperoleh berupa khazanah-khazanah ilmu pengetahuan, tetapi terus berusaha mengembangkannya dan membuka pintupintu baru bagi pengkajian alam.” 96 Bukti majunya peradaban Islam dalam berbagai bidang telah banyak diungkap oleh para sejarawan, seperti dalam bidang filsafat dan ilmu kedokteran,pada abad ke-12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) dan Al-Hawi karya Ar-Razi yang menjadi buku pegangan pada perguruan tinggi Eropa abad ke-16. Fakta sejarah berupa bangunan dan sarana lainnya seperti rumah sakit Adhudi di Baghdad yang dibangun Daulah Bin Buwaihi pada tahun 317 H dengan 24 orang dokter dan peralatan yang cukup lengkap. Dengan demikian konsep “Al-Islamu Ya’lu Wa laa Yu’la ‘Alaih” (Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya) merupakan konsep yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan setelah kita menyaksikan pesatnya peradaban Islam pada masa keemasan. Untuk memahami kendala ummat Islam dalam menghadapi abad kebangkitan dewasa ini, maka kita harus membuka kembali lembaran sejarah masa silam sebagai kilas balik dalam mengambil sikap dan langkah yang tepat. Peristiwa historis yang terpenting dalam kajian ini adalah peristiwa penjajahan negeri-negeri Islam pada abad XIII Hijriah oleh bangsa asing non muslim yang datang dari Barat. Keterbelakangan ummat Islam di masa lalu sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari kemerosotan kita di bidang keagamaan, moral dan pemikiran Islam. Selama seratus tahun jatuhnya kerajaan Ottoman pada akhir Perang Dunia I, penghapusan khilafah pada tahun 1924 dan deklarasi Mustafa Kemal At-Taturk yang menjadikan Turki sebagai negara nasionalis sekuler, melengkapkan kemunduran ummat Islam yang telah dimulai sejak jatuhnya Spanyol. Bukti sejarah inilah yang mendasari kesimpulan penulis bahwa problematika yang melanda ummat Islam muncul dari dua faktor. Pertama, faktor internal ummat Islam dan 96
Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, Dr. Musthafa as-Siba’i, 1992
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 33
Kedua, faktor eksternal. Bila dikaji lebih jauh, ternyata faktor internal lebih dominan terjadi pada ummat Islam dewasa ini disamping faktor eksternal yang merupakan akibat dari faktor sebelumnya. A. Faktor Internal Di antara sekian banyak sebab yang menimbulkan kemunduran ummat Islam adalah; Pertama, jauhnya ummat Islam dari ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Nabawiah yang lurus. Al-Quran tidak diposisikan sebagaimana mestinya. Yaitu sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi kebahagiaan dunia dan Akhirat. Pemahaman Al-Quran hanya sebatas bacaannya saja dan tidak menjadi penggugah semangat dan dasar beramal apalagi teraplikasi dalam seluruh aspek kehidupan ummat. Syekh Syakib Arselan dalam bukunya “Limadza Ta-akharal Muslimum Wa Taqaddama Ghairuhum” (Mengapa Ummat Islam Terbelakang dan Ummat Lain Maju) menjelaskan bahwa kemunduran ummat Islam disebabkan mereka telah meninggalkan Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan ummat lain maju justeru karena me-ninggalkan ajarannya. Mengapa demikian ? Sebab ajaran Islam sangat luas dan dalam, mengandung aspek pendukung kemajuan ummat manusia, sedangkan ajaran lain telah banyak dirubah dan mengekang pemikiran penganutnya. Disamping gejala di atas, ada sebab lain yang mendukung jauhnya ummat Islam dari Al-Quran yaitu perlakuan mereka yang keliru terhadap Al-Quran itu sendiri. Seperti; (1) Mencampur-adukkan antara hak dan batil. 97 (2) Iman pada sebagian ayat dan mengingkari sebagian yang lain.98 (3) Al-Quran hanya dijadikan benda pusaka atau keramat.99 (4) Mempermainkan kandungannya dan dijadikan senda gurau.100 Demikian juga terhadap Sunnah. Rasulullah SAW sebagai utusan Allah dengan membawa ajaran yang terkandung dalam Sunnahnya tidak dijadikan teladan dalam perilaku dan kehidupan ummat Islam. Pergeseran keteladanan ini lahir akibat misi Barat yang senantiasa dilancarkan ke tubuh ummat Islam. Sehingga generasi Islam-pun malu untuk berbaju Sunnah Rasulullah SAW Inilah masa yang mengutip istilah Muhammad Abduh, “Al-Islam Mahjubun Bil Muslimin.” (Islam terhalang oleh ummatnya sendiri). Kedua, Perpecahan dalam tubuh ummat Islam sendiri sebagai akibat dari kurangnya rasa tasamuh (toleransi) antar sesama muslim serta saling pengertian. Hal ini dilatarbelakangi oleh minimnya pemahaman ummat 97
QS. 2:24 QS. 2:85 99 QS. 59:21 100 QS. 36:69 98
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 34
terhadap Al-Quran dan Sunnah yang benar dan lurus, sebagaimana firman Allah; “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kamu, lalu jadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka. Lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” 101 Tafarruq (perpecahan) ini bermula dari perbedaan konsep ibadah yang sebenarnya masalah furu’iah (bukan ushul/ aqidah) dan sifatnya ijtihadi (interpretasi). Tetapi kenyataannya menjadi sumber perpecahan yang maha dahsyat. Kemudian terjadilah sikap saling curiga dan bermusuhan antar golongan/organisasi tanpa pandang bulu, sehingga ukhuwah Islamiah tak kunjung terwujud bahkan semakin kronis menjalar di tubuh ummat Islam. B. Faktor Eksternal Adapun faktor eksternal, berupa faham dari luar yang menggerogoti aqidah ummat Islam sebagai akibat dari lemahnya kondisi intern di atas seperti sekularisme, kristenisasi, westernisasi, imperialisme, feodalisme atau kapitalisme serta faham lainnya yang menerapkan strategi Ghazwul Fikri (Invasi Pemikiran) untuk mengacaukan dan meracuni pemikiran ummat dari dalam sehingga terbentuk ummat Jahiliah Qarnul ‘Isyrin (Jahiliah Abad XX), meminjam istilah Muhammad Qutb. Langkah-langkah yang dilakukan oleh musuh Islam sebagaimana yang ditulis Prof. Abdurrahman Habankah dalam bukunya “Ajihatul Maktris Tsalatsah Wa khawafiha.” (Metode Merusak Akhlaq dari Barat) antara lain; Langkah Pertama, merusak ajaran Islam dari segi aqidah, ibadah, etika dan akhlaq di antaranya dengan mengacaukan dan mencemarinya (tasywih). Kedua, memecah belah kaum muslimin dengan sukuisme dan nasionalisme sempit. Ketiga, menjelek-jelekkan Islam dan ummatnya sekarang dan mengaburkan sejarah tempo dulu. Keempat, menyebarkan opini publik bahwa kemajuan itu hanya dapat dicapai dengan meninggalkan ajaran Islam. Pada Konferensi Missionaris V, Zummer -seorang missionaris Kristen mengatakan; “Kerja kita hari ini tidak mengkristenkan ummat Islam, tetapi menjauhkan mereka dari Al-Quran dan Sunnah. Jadikan mereka tidak bangga dengan Nabi Muhammad SAW dan jauhkan mereka dari sejarah ummat Islam. Jadikan mereka malu mengakui keIslamannya, buatlah mereka jauh dari ulama mereka.” 101
QS. 3:103
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 35
Istiqamah; Menuju Perbaikan & Pembinaan Setelah kita mengetahui berbagai kendala yang mengakibatkan merosotnya nilai ummat Islam, ada satu langkah yang harus segera dilakukan guna mengantisipasi dua faktor di atas, yaitu sikap istiqamah sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah; “Maka hadapkanlah wajahmu (istiqamahlah) kepada agama Allah yang hanief. (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” 102 Syekh Abul A’la Al-Maududi menjelaskan secara rinci abstraksi dan aplikasi dari sikap istiqamah tadi dalam bukunya “Waqi’ul Muslimin Sabil An-Nuhudh Bihim” (Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pembangkitnya) antara lain; Pertama, Pensucian alam pemikiran ummat Islam dan mempersiapkan untuk menerima pembinaan selanjutnya. Yaitu upaya menjelaskan kepada masyarakat bagaimana menerapkan prinsip-prinsip Islam sehingga ia dapat menjadi sistem yang selaras dengan peradaban, kemasyarakatan dan semua aspek kehidupan manusia Kedua, Menghimpun orang-orang yang shalih dalam organisasi yang rapi. Kemudian memberikan pendidikan yang secara teknis membantu penyebaran da’wah sesuai dengan khittah gerakan Islam. Ketiga, Upaya perbaikan seluruh lapisan masyarakat yang mencakup perbaikan seluruh lapisan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dalam aspek sosial ekonominya serta pendidikannya. Keempat, Perbaikan pemerintahan, karena kehancuran yang ada di masyarakat sebagian besar akibat tidak kokohnya sistem perundang-undangan pemerintah, kebijaksanaan dan sejenisnya yang tidak mungkin diperbaiki hanya dengan khutbah dan pengajian belaka. 103 Islam seperti disinggung M. Natsir dalam Fiqhud Da’wah-nya adalah agama da’wah, Islam tidak memusuhi, tidak menindas unsur-unsur fitrah manusia. Islam mengakui adanya hak jasad, nafsu, akal, rasa dengan fungsinya masing-masing. Islam memanggil seluruh potensi manusia untuk menjangkau al-kaun yang tidak tercapai oleh mereka sendiri, sehingga dengan Islam manusia tidak lagi meraba-raba atau menerka mencari Tuhan dan keghaiban, seperti kisah lima orang buta yang menerka bentuk gajah. Maka, tugas kita sebagai pengemban risalah Islam berkewajiban melanjutkan dan menjaganya. Istilah M. Natsir, “risalah merintis, da’wah melanjutkan.” 104 Dengan demikian lengkaplah konsep Islam sebagai agama yang menjanjikan kemenangan dan kemajuan. 102 103 104
QS. 30:30 Pustaka, 1984 1984:25
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 36
Masalahnya sekarang, mampukah ummat Islam menindaklanjuti seluruh konsep tadi dengan program yang nyata dan benar ? Insya Allah. ***
9
ASAS-ASAS UKHUWAH
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, maka baiklah antara saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat:10) *** MUKADIMAH Ukhuwah Islamiah, sebuah istilah yang tidak asing lagi. Setiap forum dan kegiatan selalu menggunakan istilah ini untuk merangkul orang lain. Bisa jadi ukhuwah diselewengkan maknanya untuk kepentingankepentingan pihak tertentu. Namun, pernahkah kita menganalisa kembali, sejauh mana penggunaan istilah ini dalam kamus ‘daulah Islamiah’ baik pada masa Rasulullah SAW dan para shahabatnya atau masa keemasan khilafah Islamiah, sehingga maknanya menempati proporsi yang sesungguhnya, tidak kabur atau disalah artikan. Dari kajian-kajian berdasarkan Al-Quran maupun as-Sunnah, kita akan memahami lebih mendalam karakteristik dan asas (dasar-dasar) ukhuwah yang telah diterapkan serta dibina oleh Rasulullah SAW, juga oleh simbol ukhuwah yang paling masyhur, yaitu shahabat Muhajirin dan Anshar. Allah SWT telah meneguhkan kedudukan Islam bagi generasi pertama dari ummat ini, yaitu generasi shahabat. Mereka berhasil dalam meyakini syari’at Islam, melahirkan jiwa manusia sesuai metode Islami, dan dalam membukhulkan Islam sebagai dasar persatuan mereka. Kemudian mereka maju, beramal dengan landasan Islam untuk
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 37
kepentingan Islam dengan melancarkan gerakan secara berjama’ah. Inilah jalan yang telah mereka tempuh untuk mengantarkan kepada kedaulatan dan keteguhan posisi dienul Islam. Dan inilah jalan yang harus kita tempuh kembali, jika pada suatu saat kita sadar dan hendak kembali kepada dienul Islam. Dengan demikian, penyadaran kembali menuju ukhuwah Islamiah hendaklah merujuk pada apa yang telah dibuktikan oleh generasi salaf yang teguh dan komitmen akan Risalah Islam ini. Hal ini sebenarnya telah menjadi janji Allah SWT bagi mereka yang memiliki sifat dan ciri generasi terbaik sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam QS. An-Nur: 55 yang dijadikan piagam beramal dalam Islam: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia bersungguh-sungguh akan menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada menyekutukan sesuatupun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” 105 Dengan jelas ayat di atas merupakan bukti komitmen setiap muslim jika mereka benar-benar dapat mewujudkan satu amal bersama yang dilandasi oleh ukhuwah Islamiah yang benar-benar sempurna. Dr. Najib Ibrahim dalam bukunya ‘Mitsaq ‘amal Al-Islami’ mengatakan ayat tersebut sebagai ayat piagam beramal dalam Islam. Untuk itu penting bagi setiap Muslim agar memahami serta melaksanakan dengan benar amal Islamnya yang dilandasi ukhuwah Islamiah, sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah SAW. “Allah ridla pada kalian tiga hal dan benci tiga hal, Dia ridla kamu menyembahnya, tidak menyekutukannya, serta tidak berpecah belah. Dan benci akan tiga hal, bersandar kata orang atau katanya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” 106 Demikianlah yang dimaksud beramal yang dilandasi ukhuwah sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh para Shahabat dan para Ulama pada masa pertama Islam. Dasar-dasar Ukhuwah Islamiah Membina sikap ukhuwah di kalangan kaum muslimin memang tidak mudah apalagi merealisasikan seluruh aspek yang menjadi landasan ukhuwah tersebut. Namun, tidak berarti terwujudnya ukhuwah merupakan suatu yang mustahil, karena telah terbukti pada masa Rasulullah SAW sebuah ukhuwah yang harmonis dan ideal. 105 106
QS. An-Nur 55 HR. Muslim dari Abu Hurairah RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 38
Merujuk pada ayat Al-Quran serta Hadits Rasulullah SAW dan juga atas para Shahabat salafussalih, ada lima hal yang menjadi dasar-dasar ukhuwah Islamiah, antara lain: 1. Iman, tauhid dan berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Landasan pertama dan utama dalam ukhuwah Islamiah ialah; keimanan yang terpatri kuat pada setiap pribadi muslim dan aqidah yang lurus terhadap Allah SWT, serta menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan yang baik. Tauhid adalah pendorong yang menggerakkan setiap muslim menuju tujuan yang lurus dan menjadi pemandu arah, jangan sampai menyimpang apalagi berbalik arah. Apabila aqidah itu telah timpang ataupun lemah di hati, maka daya dorongnya pun lenyap sehingga seorang Muslim tidak akan mampu meraih tujuannya bahkan menjadi sesat dan menyesatkan. Pada kondisi ini, kadang kala ia mengingat Allah dan kadang berpaling jauh. Kalau imannya masih ada maka ia akan kembali kepada Allah, tapi jika hilang, maka syetanlah yang akan menariknya jauh dari kebenaran. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya orangorang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itulah sebaik-baiknya makhluk.” 107 Aqidah adalah suatu keyakinan yang meresap di hati, kemudian memantul dalam bentuk amal perbuatan. Aqidah yang benar akan melahirkan bekas yang tampak, dan inilah bukti kebenaran pengakuan iman. Ukuran kebenaran iman serta aqidah ini adalah Al-Quran dan Hadits, sebagaimana firman-Nya: ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kamu ketika dulu bermusuhan maka Allah mempersatukan hatimu. Dan dengan nikmat-Nya, jadilah kamu bersaudara.” 108 2. Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan sesama Muslim. Landasan ukhuwah yang tidak kalah pentingnya ialah cinta kasih yang tumbuh dari kesadaran serta tanggung jawab. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ialah dengan selalu memperhatikan setiap kehendak-Nya, karena cinta yang sejati menuntut pengorbanan yang tidak ringan. Firman Allah: ”Hai orang-orang yang beriman, jika kamu ada yang murtad, Allah akan mendatangkan satu kaum yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, lemah lembut kepada sesama muslim serta keras kepada orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, tidak takut celaan. Itulah karunia Allah kepada yang Dia kehendaki.” 109 Di antara bukti kecintaan itu adalah sikap saling percaya dan loyalitas yang kuat kepadanya. Jika benih-benih cinta kepada Allah, Rasul-Nya serta sesama muslim benar-benar terhujam kuat, maka janji Allah, akan terwujud ukhuwah yang melahirkan kemenangan. Firman Allah: 107 108 109
QS. Al-Bayinah:7 QS. 3:103 QS. 5: 54
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 39
”Barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” 110 Belas kasih terhadap sesama muslim merupakan pokok utama dalam terwujudnya ukhuwah, Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan kaum mu’min dalam cinta dan rahmat serta kasih sayang, bagaikan satu badan. Jika satu anggota sakit, maka seluruh badan merasa sakit.” 111 3. Nasehat, da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar.112 Suasana kebersamaan kadang kala mendapat tangtangan bahkan menyimpang. Karenanya pembinaan dari dalam mutlak dilakukan guna mengantisipasi benturan tadi. Untuk itulah ukhuwah Islamiah dapat terwujud, jika di dalamnya terdapat landasan ketiga yaitu nasehat menasehati, da’wah serta saling mengingatkan dengan amar ma’ruf nahi munkar hal ini berdasarkan firman Allah; “Orang-orang mu’min dan mu’minat adalah penolong satu sama lainnya, menganjurkan berbuat baik dan mencegah kemunkaran, mendirikan Shalat, berzakat dan taat kepada Allah serta RasulNya. Merekalah yang akan mendapatkan rahmat dari Allah.” 113 Rasulullah memberikan perumpamaan, sabdanya; “Perumpamaan orang yang teguh menjalankan hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalamnya, bagaikan satu kaum yang berbagi tempat dalam perahu, sebagian di atas dan yang lain di bawah. Sedangkan bagian bawah jika memerlukan air harus naik, dan mengganggu yang di atas. Maka mereka berkata: ”lebih baik kami melubangi bagian kami ini, supaya tidak mengganggu orang di atas. Maka jika dibiarkan oleh orang di atas, pastilah binasa semua isi perahu itu, tapi jika mereka mencegahnya maka selamatlah seluruh isi perahu itu.” 114 4. Amal jama’i dan ta’awun (bergotong royong). Landasan keempat ini ada kaitannya dengan dasar ketiga, yang dari sikap saling menasehati ini lahirlah ikrar kebersamaan dalam suka maupun duka. Hidup berjama’ah dengan satu tujuan yaitu beribadah kepada Allah SWT merupakan asas ukhuwah yang pokok. Ibnu Taimiyah pernah berkata: “Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita agar berjama’ah serta bersatu, dan melarang kita berpecah serta berselisih. Juga memerintah kita agar bergotong royong dalam kebaikan dan ketaqwaan serta melarang bergotong royong dalam dosa dan permusuhan. Firman Allah: “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” 115 Sumber kekuatan pertama bagi ummat adalah persatuan, sedangkan persatuan tak mungkin terwujud tanpa cinta. Tingkatan cinta yang pal110
QS. 5:56 HR. Al-Bukhari, Muslim dari An-Nu’man 112 lengkapnya Amrun bil Ma’ruf wa Nahyun ‘anil Munkar 113 QS. 9:71 114 HR. Al-Bukhari dari an-Nu’man 115 QS 4: 2 111
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 40
ing rendah adalah berlapang dada, bersih hatinya dari iri dan dengki, sedangkan tingkatan cinta yang paling tinggi adalah itsar, yaitu selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri. Keempat asas di atas saling terkait satu sama lainnya dan harus terpadu dalam pribadi muslim dengan sempurna agar lahir ukhuwah Islamiah dalam arti sesungguhnya. Karena mewujudkan ukhuwah Islamiah adalah kewajiban setiap muslim, dan jika tidak dilaksanakan, Allah SWT sangat mengecamnya. Rasulullah SAW menegaskan: “Hendaklah kamu meluruskan barisanmu, atau nanti Allah merubah bentuk-bentuk wajahmu.” 116 “Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’min, dan Yang telah mempersatukan hati orang-orang yang beriman. Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang ada di muka bumi, niscaya kamu tak akan bisa mempersatukan hati mereka. Akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 117 ***
116 117
HR. Al-Bukhari, Muslim dari Abi Abdullah QS.Al-Anfal:62-63.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 41
DA’WAH ; MENEBAR SUNNAH MENANGKAL BID’AH
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4:59) *** Banyak di antara kita -kaum muslimin, jika mendengar kata “bid’ah” langsung tutup kuping. Ada juga orang yang phobi terhadap istilah yang satu ini walaupun mereka terkenal seorang da’i atau ulama, sehingga ketika melihat perbuatan yang sudah jelas menyalahi ketentuan syari’at Islam, mereka tidak berani menegur atau memperingatkan bahwa hal itu termasuk bid’ah yang dilarang. Inilah sedikit illustrasi bahwa opini masyarakat terhadap kata “bid’ah” cukup negatif, bahkan dianggap sebagai penghalang terwujudnya ukhuwah Islamiah yang sekarang menjadi tema sentral era kebangkitan Islam. Apa sebenarnya istilah yang menyeramkan ini ? Patutkah kita menghapusnya dalam kamus da’wah, sehingga dengan demikian ukhuwah Islamiah dalam konteks lain tetap utuh dan berjalan mulus ? Beberapa ulama kita ada yang memandang bahwa memvonis suatu masalah agama dengan ungkapan bid’ah termasuk menyalahi metoda da’wah yang seharusnya dengan lemah lembut atau dengan hikmah dan mau’idzah hasanah. Benarkah demikian ? Uraian dalam tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap apa dan bagaimana pengertian bid’ah yang sesungguhnya serta meluruskan persepsi yang keliru tentang penerapan kata “bid’ah” dalam masalah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 42
agama ini, sehingga diharapkan kita mengerti dan dapat mengambil sikap ketika berhadapan dengan istilah ini. Bid’ah dan Jenisnya Biasanya orang merasa takut akan sesuatu padahal belum mengenal lebih dekat hakikat yang sesungguhnya. Demikian halnya dengan istilah bid’ah yang kita bicarakan sekarang, kebanyakan kaum muslimin masih merasa keberatan ketika seorang menegurnya dengan ungkapan bid’ah dan harus ditinggalkan. Sementara ada juga yang berpandangan, tidak relevan lagi ungkapan bid’ah di kalangan ummat Islam sekarang, orang lain sudah ke bulan, kita hanya berkutat dalam masalah bid’ah melulu. Padahal, bila kita memperhatikan kehidupan Rasulullah SAW dan para shahabatnya, mereka sangat mewanti-wanti akan perbuatan bid’ah yang dapat menyeret kita pada jurang kebinasaan, na’udzubillah. Abdullah Ibnu Umar RA pernah berkata; “Setiap bid’ah adalah sesat walaupun dianggap baik oleh manusia.” Ibnu Abbas juga pernah berkata ketika menafsirkan ayat; Artinya; ”Pada hari itu ada golongan yang wajahnya putih bersih dan golongan yang hitam legam.”118 Golongan yang putih wajahnya ialah AhlusSunnah. Sedangkan yang hitam wajahnya ialah para pelaku bid’ah.” Diperkuat pula oleh beberapa ulama salaf seperti Hudzaifah, Umar Ibn Abdul Aziz dan ulama madzhab lainnya yang tidak bosan-bosannya mengingatkan kita akan penyakit bid’ah yang terus menggerogoti aqidah ummat Islam. Misalnya ucapan Imam Malik Bin Anas “Barangsiapa membuat satu bid’ah dalam Islam dan dia menganggap baik, maka dia telah menuduh Muhammad SAW mengkhianati risalah. Karena Allah SWT telah berfirman; “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama.” 119 Maka segala sesuatu yang pada masa sebelumnya tidak termasuk agama, demikian pula sekarang, tetap tidak termasuk dalam agama.” Berdasarkan beberapa hadits yang mengisya-ratkan bahaya bid’ah, para ulama begitu besar perhatiannya untuk mengungkap apa itu bid’ah, jenis dan upaya penanggulangannya. Diantara kitab yang khusus menyoroti bid’ah ialah; 1. Al-I’tisham karya Al-Imam Abi Ishaq Ibrahim Bin Musa Ibnu Muhammad Al-Lakhmini Asy-Syathibi Al-Gharnaty Al-Maliki (...-790 H.) 2.Al-Bid’ah Wal Hawadits karya Abi Bakar Muhammad Bin Al-Walid Bin Muhammad Al-Fahry Al-Maliki At-Tharthusyi (451-560 H.) 3.Al-Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits karya Syekh Abi Muhammad Abdirrahman Bin Isma’il, yang terkenal dengan Abi Syamah (590-665 H.) 4.Al-Luma’ Fi Al-Hawadits Wal Bida’ karya Idris Bin Baidikin Bin Abdullah At-Turkumany Al-Hanafi. 118 119
QS. 3:106 QS. Al-Maidah:3
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 43
5.Iqtidla As-Shirat Al-Mustaqim Mukhalafah Ashabil Jahim karya Syekhul Islam Ibnu Taimiyah (661-728 H.) 6.As-Shira’ Bainal Islam Wal Watsaniyah karya Abdullah Ali Al-Qushaimy. 7.Talbisu Iblis karya Imam Jamaluddin Abil Faraj Abdilrrahman Ibnul Jauzy Al-Baghdady (...-597 H.) 8.As-Sunan Wal-Mubtada’at karya Muhammad Abdussalam Khadlar As-Syaqiry. 9.Al-Ibda’ Fi Mudlail Ibtida’ karya Syekh Ali Mahfuzh. 10.Al-Bid’ah, Tahdiduha Wa Mauqiful Islam Minha karya Dr. ‘Izzat Ali ‘Id ‘Athiyah. 11.Itqanus Shun’ah Fi Tahqiq Ma’nal Bid’ah karya Imam Abil Fadlal Abdullah Bin As-Shiddiq Al-Ghimary Al-Musny. Masih banyak lagi kitab lainnya baik dari salaf maupun ulama kontemporer abad ini. Imam Al-Ghazali pun tidak ketinggalan membahas masalah bid’ah dalam Ihya-nya dan juga dalam “Iljamul ‘Awam ‘Anil Kalam.” Kemudian Shubhi Labib mengadakan studi komparatif tentang teori Al-Ghazali dalam masalah bid’ah.120 Selama kita berpegang kepada Sunnah Rasulullah SAW pasti di sana kita akan menemui bid’ah-bid’ah yang selalu bermunculan. Bid’ah secara terminologi mempunyai makna Al-Hadits yang berarti baru atau sesuatu yang diadakan padahal sebelumnya tidak pernah ada. Pengertian ini merujuk kepada beberapa ayat Al-Quran seperti pada QS. 57:27 “Dan mereka mengadakan-adakan (bid’ah) rahbaniah (tidak menikah) padahal Kami tidak menetapkan ketentuan tersebut atas mereka.”121 Sedangkan menurut istilah syara’ secara definitif ialah; ”Perbuatan yang menyalahi Sunnah, dinamakan bid’ah apabila seseorang melakukan perbuatan (baik ucapan atau amaliah badani) menyalahi apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Lebih tegas lagi, bid’ah berarti penyimpangan baru yang tidak ada pada masa shahabat atau tabi’in, serta tidak ada dalil syar’i (dari Al-Quran atau Sunnah) yang menunjukkan keberadaannya.” 122 At-Tharthusyi mendefinisikan; “Setiap perkara yang diada-adakan dalam masalah aqidah maupun adat dan ajaran sehari-hari yang tidak ada penyandaran hukumnya sama sekali dari sunnah Nabi SAW baik bersifat amal hati, lisan maupun anggota badan dengan maksud ibadah.” 123 Menurutnya, bid’ah sama dengan al-muhda-tsah, walaupun Imam Asy-Syafi’i membedakan keduanya. Adapun mengenai jenis bid’ah terbagi menjadi dua bagian. 120 121 122 123
Al-Bid’ah Fil ‘Aqidah Wat-Tashawuf 1993:9-11. lihat juga QS. 46:9, QS. 2:177, QS. 6:101 At-Ta’rifat, Al-Jarjany:43 1990:30, semakna dengan definisi As-Syathiby.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 44
Pertama, Bid’ah dunyawiah yaitu setiap sesuatu yang baru dan kaitannya dengan masalah keduniaan. Bid’ah ini dipandang hasanah (baik) selama membawa kemaslahatan bagi ummat Islam khususnya dan seluruh manusia. Kedua, Bid’ah diniah, definisi ini sesuai dengan pengertian bid’ah menurut istilah syara’ yaitu setiap sesuatu yang dibuat-buat menjadi aturan agama (dien) baik ucapan, amaliah ataupun aqidah yang sesat (batil) setelah Allah SWT menyempurnakan agama tersebut lewat lisan Rasul-Nya dan bid’ah ini terjadi setelah Rasulullah SAW.124 Dalam hal ini, Al-Fallaty menegaskan bahwa bid’ah yang dikecam dalam Hadits-Hadits Nabi SAW dan perkataan ulama ialah bid’ah fil-‘ibadah yang kemudian dia membagi bid’ah diniah ini menjadi (1) Bid’ah Kufriah yaitu perbuatan bid’ah yang menjerumuskan para pelakunya ke dalam kekufuran, seperti faham tharekat Tijaniah dengan aqidah yang bertolak belakang dengan Al-Quran dan Sunnah. (2) Bid’ah Dhalaliah yaitu perilaku bid’ah yang tidak sampai menjerumuskan kepada kekufuran, namun termasuk sesat dan diancam api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Aku mewasiatkan kepada kalian agar taqwa kepada Allah dan mendengar serta taat walaupun kepada seorang Habsyi. Nanti kalian akan menghadapi masa dimana semakin banyak ikhtilaf (perbedaan), maka kewajibanmu berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa al Rasyidin Al-mahdiyyin, genggamlah dengan sekuat-kuatnya. Hatihatilah terhadap perkara yang diada-adakan. sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”125 Demikian banyak Hadits-Hadits Nabi SAW, yang mengisyaratkan akan bahayanya bid’ah yang mungkin saja terjadi bila ummat Islam lengah. Syekh Muhammad Abdus Salam Khadhar dalam “As-Sunnah Wal Mubtada’at” menambahkan pembagian bid’ah diniah ini disertai contoh masing-masing antara lain ; (1) Al-Bid’ah Al-Mukaffarah, Yaitu Bid’ah yang menjadikan pelakunya kafir seperti berdo’a kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada Nabi, orang-orang shalih yang telah mati, dll. (2) Al-Bid’ah Al-Muharramah, Yaitu Bid’ah jelas perbuatan tersebut melanggar syari’at Islam seperti bertawassul kepada yang mati, memuja kuburan, dll. Ibnu Hajar AlHaitsami menjelaskan secara rinci penyimpangan-penyimpangan tersebut dalam kitab “Al-Zawair Minal Kabair” dan mengistilahkannya bid’ah dhalalah. (3) Al-Bid’ah Al-Makruhah Tahriman, 124 125
Saiful Qathi’ Nin-Niza, Muhammad Al-Marzuq Ibnu Abdil Mu’min Al-Fallaty:125. HR. Ahmad dari Irbadh Bin Sariah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 45
Yaitu perbuatan bid’ah tetapi dalil yang mela-rangnya adalah dalil dzanni, bukan dalil qath’i, seperti shalat dzuhur setelah shalat Jum’at, membaca Al-Quran dengan upah, membaca do’a tertentu pada malam nishfu Sya’ban, dll (4) Al-Bid’ah Al-Makruhah Tanzihan, Yaitu bid’ah yang larangannya tidak tegas namun lebih baik ditinggalkan karena dapat membawanya kepada bid’ah yang lebih sesat, seperti ketentuan bersalaman setiap akhir shalat, membaca do’a di akhir tahun, dll. 126 Setiap pembagian ini merujuk pada kesimpulan bahwa bid’ah diniah semuanya dhalalah. Kemudian Imam asy-Syafi’i mengemukakan tentang adanya bid’ah Mahmudah (Bid’ah yang baik) dan bid’ah madzmumah (bid’ah yang jelek), berdasarkan ungkapan Umar Bin Khatab tentang hukum shalat tarawih berjama’ah. Pengertian kedua bagian ini adalah bila perbuatan itu sesuai dengan Sunnah maka disebut bid’ah Mahmudah. Tetapi bila menyalahi Sunnah dinamakan bid’ah Madzmumah, jadi tidak bertentangan dengan pengertian sebelumnya.127 Ada juga sebagian kaum Muslimin beranggapan bahwa selama perbuatan itu dipandang baik (oleh dirinya) maka sah-sah saja walaupun tanpa dalil. Inilah salah satu pamahaman yang harus diluruskan, karena yang namanya amal shalih itu disamping baik menurut kita juga harus sesuai dengan ajaran Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah Nabawiah). Hal ini disinyalir Allah dalam firman-Nya: “Katakanlah, akan Kami beritahukan orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu mereka yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”128 Ayat ini mengingatkan kita bahwa dalam beramal shalih harus hatihati dan tidak gegabah ataupun telah merasa berbuat baik. Lebih jelas lagi Hadits yang diriwayatkan dari Anas Bin Malik menceritakan tentang tiga orang shahabat yang mengunjungi rumah isteri Rasulullah SAW untuk menanyakan perilaku ibadah Rasulullah SAW. Setelah mendengar penjelasan itu, mereka merasa jauh dari ibadahnya Rasulullah SAW padahal Beliau telah dijamin Allah SWT dengan ampunan-Nya. Maka salah seorang berkata: “Aku akan bangun tiap malam dan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata: “Aku akan berpuasa satu tahun tanpa berbuka.” Dan yang seorang lagi berkata: “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian datanglah Rasulullah SAW dan bersabda: “Kaliankah yang mengatakan begitu? Wallahi, sesungguhnya aku paling takut dan paling taqwa kepada Allah, aku berpuasa tapi juga berbuka, aku shalat dan juga tidur, serta aku beristeri dan menikah, maka barang siapa yang 126 127 128
hlm. 17 Al-Bid’ah 1993:18. QS. 18:103-104
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 46
membenci Sunnahku sungguh dia bukan dari golonganku.”129 Dari Hadits ini bisa difahami bahwa ibadah dan amal shalih tidak bisa sekehendak hati dan perasaan, karena banyak juga perbuatan yang tidak sejalan dengan kehendak hati tetapi termasuk amal shalih. Maka dalam hal ini keimanan kita harus mantap agar perbuatan kita tidak sia-sia. Hal ini terjadi karena beberapa faktor; Pertama, ingin lebih (baik) dalam melaksanakan Ibadah dan kedua, Ingin merasa ringan dalam ibadah. Kedua faktor ini diakibatkan oleh ketidak tahuan terhadap Al-Quran, As-Sunnah dan dalil syara’ serta ilmu pendukungnya, disamping karena taqlid buta dan mengikuti hawa nafsu.130 Ihya as-Sunnah dan Kewajiban Da’i Adalah menjadi tugas setiap muslim untuk menyerahkan jiwa raganya fisabilillah dalam rangka menegakkan kalimatullah setinggi-tingginya, dan inilah yang membuat ummat Islam unggul di atas ummat lainnya sehingga mereka berhak mendapat julukan ummatan wasathan, khairul ummat atau ummat yang terbaik.131 Maka dalam rangka Amar Ma’ruf Nahi Munkar inilah, selayaknya setiap muslim menyadari untuk menjalankan kewajibannya ini sesuai dengan kemampuannya serta mengetahui sikap yang harus diambil ketika menghadapi rintangan da’wah dan penyakit-penyakit ummat setiap saat. Bid’ah merupakan penyakit ummat yang paling kronis mewabah ummat pada setiap masa. Adapun sebagai upaya menangkalnya ialah dengan gerakan Ihya as-Sunnah sebagai lawan bid’ah dan merupakan metode Rasulullah SAW serta para Salaf as-Shalih baik shahabat maupun para ulama. Ihya as-Sunnah berarti menghidupkan kembali Sunnah, maksudnya menjalankan setiap tapak lacak kehidupan Rasulullah SAW dalam seluruh perilaku setiap muslim. Dengan demikian pintu bid’ah akan tertutup dan tidak mendapat kesempatan mengganggu kehidupan ibadah ummat Islam. Namun, bukan berarti perbuatan bid’ah tersebut hilang sama sekali, karena selama syetan menghembuskan bisikannya, maka bid’ah akan terus hidup dan mengintai kehidupan Sunnah. Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya syetan telah putus asa mengajak kalian rela menyembahnya, tetapi dia akan terus menyesatkan kalian dengan jalan lain, yaitu merusak amal-amal kalian. Maka berhati-hatilah, aku tinggalkan bagi kalian apa yang tidak akan menyesatkan jika kalian pegang teguh selamanya yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya.”132
129 130 131 132
Al-Bukhari III: 237 Al-Bid’ah 1993:24. QS. 3: 110 HR. Al-Hakim dari Ibnu Abbas
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 47
Beberapa ayat Al-Quran menegaskan tentang kewajiban menghidupkan dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagaimana firman Allah: “Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”133 Ayat ini menjelaskan posisi ummat Islam sebagai pengemban da’wah sekaligus sebagai penyebar kebaikan dan pemberantas kemunkaran termasuk bid’ah yang menyesatkan. Ihya as-Sunnah sudah selayaknya menjadi acuan utama dalam berda’wah disamping juga memperingatkan mereka yang telah terjerumus dalam perbuatan bid’ah untuk membuang jauh-jauh perbuatan sesatnya. Memang berat tugas para da’i tersebut, tidak sedikit mereka menghadapi orang-orang yang enggan mendengar Sunnah bahkan menuduhnya aliran sesat. Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya: “Sesungguhnya Islam pada awalnya dipandang asing dan akan kembali dipandang asing, maka berbahagialah orang-orang yang dianggap asing.” Ketika ditanyakan siapa yang dianggap asing tersebut Rasulullah SAW menjawab: “yaitu mereka yang berbuat baik pada saat manusia berbuat kerusakan dan yang menghidupkan Sunnah-ku dari manusia yang maninggalkannya.”134. As-Sayyid Muhammad ‘Aqil Bin Ali Al-Mahdi menjabarkan Ihya-usSunnah dengan beberapa kiat; 1.Menyebarluaskan Sunnah dan pemahamannya secara menyeluruh. 2.Mengaplikasikan Sunnah dalam kehidupan pribadi dan masyarakat baik dengan pendidikan maupun pembinaan secara terpadu. 3.Mengantisipasi faktor-faktor penyebab bid’ah, diantaranya dengan: • Menyeleksi hasil ijtihad serta tidak boleh berijtihad kecuali orang yang ahli dalam bidangnya. • Memberantas benih-benih bid’ah dan memberi kesadaran untuk kembali kepada al-Qur’an dan As-Sunnah. • Menghilangkan sifat fanatik terhadap satu pendapat maupun hasil ijtihad tanpa dalil yang jelas dan benar. • Mewaspadai pemikiran yang menyimpang dari As-Sunnah serta memberi peringatan keras terhadap pelakunya. • Mencegah orang awam menyatakan pendapat dalam agama apalagi masalah yang mereka belum kuasai. • Mencegah adat dan pemikiran yang menyesatkan baik aqidah maupun akal. 135 Memperhatikan penjelasan di atas, maka sesungguhnya tidak ada istilah pemberantasan bid’ah kini tidak relevan lagi dijadikan program 133 134 135
QS. 3:31, Lihat juga QS. 4:59, QS. 33: 21, QS. 59: 7 HR. Muslim dari Abu Hurairah RA Al-Bid’ah 1993:26.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 48
da’wah, karena itulah yang menjadi kewajiban para da’i disamping menggencarkan penyebaran Sunnah yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits Shahih serta menghindari bid’ah sekecil apapun. Kemudian jika kita menghadapi masalah yang meragukan, apakah perbuatan tersebut bid’ah atau bukan, maka kembalikan kepada asalnya, adakah Sunnah Rasulullah SAW yang menganjurkannya serta merujuk pada sebuah kaidah ushul: “Meninggalkan suatu perbuatan yang masih kita ragukan Sunnahnya, lebih baik daripada melakukan perbuatan yang kita takutkan bid’ahnya.” Ibnu Abbas berkata; “Pandangan kepada orang dari AhlisSunnah yang mengajak kepada Sunnah dan mencegah dari bid’ah adalah ibadah.” 136 Wallahu A’lam Bi Ash-Shawab. ***
1
ESENSI DA’WAH Panduan Praktis Para Da’i
"Dan katakanlah, bekerjalah! Maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mu'min akan melihat amal kamu dan kamu akan dikembalikan ke alam ghaib dan alam syahadah. Kemudian Allah akan memberitahukan tentang apa yang telah kalian kerjakan"(QS. At-Taubah: 105) *** Sejalan dengan munculnya kesadaran kaum muslimin akan pentingnya kebangkitan Islam dewasa ini, maka upaya ke arah pemantapan da’wah dan strateginya mutlak diperlukan. Kesadaran inilah yang dapat menyingkap tabir tipu daya dan konspirasi musuh Islam dan antekanteknya. Dampaknya semakin nyata de-gan munculnya yel-yel dan gema pembebasan kaum muslimin dari berbagai pengaruh penjajahan. Di mana-mana terdengar seruan untuk berjuang dan berjihad. Demikian pula seruan untuk menegakkan daulah Islamiah dan mengembalikan khilafah Islamiah yang dapat merebut kembali setiap tanah kaum muslimin yang dirampas, terutama bumi Palestina dan Masjidil Aqsha serta menyelesaikan problema ummat Islam Bosnia Herzegovina. Sebab, dengan tegaknya khilafah Islamiah, nyawa, kehormatan dan tanah serta harta kaum muslimin dapat terlindungi. Bahkan dengan daulah Islamiah, 136
Talbisu Iblis, 14.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 49
kaum muslimin dapat menumbuhkan kembali tanah-tanah baru di bumi Allah dengan menyebarkan Islam sebagai agama perdamaian. Semua ini merupakan indikasi bahwa perubahan yang terjadi tengah berjalan menuju perbaikan sejak beberapa puluh tahun terakhir ini. Perubahan ini tentu akibat pengaruh kegiatan harakah da’wah Islamiah yang baik dan profesional, tidak asal-asalan. Bagaimanakah format harakah da’wah Islamiah yang sukses dan benar ? FIQIH DA'WAH137 Kebutuhan kita yang paling mendesak sekarang adalah menyangkut strategi yang paling tepat, agar da’wah bisa terlaksana dengan terencana, terarah dan sistematis, sehingga risalah Islam bisa tersampaikan dengan baik. Maka, pembahasan untuk masalah ini diambil dari pengalamanpengalaman para ulama kita, yang telah banyak makan garam dalam merambah perjuangan da’wah. Karena akan menjadi suatu kesombongan jika kita mengatakan bahwa pembahasan seperti ini mesti diambil dari pemikiran dan pengalaman sendiri. Selain karena menuntut pengalaman lapangan yang luas dan menuntut tingkatan nazhar bagi yang sedang memikirannya, baik menyangkut pemahaman keislaman, da’wah dan realitas masyarakat Muslim, pada tingkat lokal maupun internasional, bahkan juga tentang masyarakat non-Muslim; pengalamanpengalaman para pembesar kita juga sangat representatif untuk kita terapkan dalam medan perjuangan da’wah kita. Sebab risalah da’wah di manapun sama saja, yang berbeda paling hanya retorika humanioranya (sosial, politiknya, budaya dan sebagainya). I. Tugas dan Tujuan Da’wah A. Tugas Da’wah Kurang lebih ada tujuh tugas dan kewajiban seorang da’i. Tugas-tugas itu antara lain: 1. Berusaha keras untuk menyampaikan risalah agamanya kepada orang lain. QS. Ali Imran :187 dan QS. Al-Baqarah: 146 memberikan kata haram untuk menyembunyikan kebenaran (al-haq ) bagi setiap orang yang mengetahuinya, padahal Allah dan agama adalah al-haq. Maka setiap orang diwajibkan untuk menyampaikan kebenaran yang diketahuinya. 2. Meyakinkan orang, bahwa hanya agama Islamlah yang wajib diikuti. Jika saja ada agama lain yang wajib diikuti selain Islam, maka Islam tak mempunyai hak untuk penyempurna terhadap agama-agama yang diturunkan Allah sebelumnya. Dan karenanya nash-nash Islam tak mempunyai hak untuk mengklaim kesyumuliyahan risalahnya.138 Dalam sebuah Hadits dinyatakan: “Demi Allah yang diriku ada dalam kekuasaan137 138
Disarikan dari makalah Diskusi LESPISI. QS. Al-An’am: 107, QS. Saba: 28, QS. Ali Imran: 85.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 50
Nya, tidak seorangpun dari umatku yang mendengar da’wahku, baik seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati dengan tidak beriman kepada risalahku, maka ia akan menjadi penghuni api neraka.” 139 3. Mengajarkan masalah-masalah agama dan dunia kepada setiap orang. Urusan keagamaan yang harus diajarkan oleh seorang da’i, secara ringkas ada tiga; a. Mengajarkan tauhid, “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah.”140 b. Mengajarkan cabang-cabang iman. Dalam sebuah hadits dijelaskan tentang rincian dari iman: “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab, para Rasul, hari akhir dan engkau beriman kepada qadla dan qadar”. c. Mengajarkan rukun Islam, makna ihsan, dan menjelaskan halal dan haram. Sedangkan urusan keduniaan yang harus diajarkan sangatlah banyak, semuanya bersumber dari dua prinsip dalam Islam, yaitu al-mashlahah al-mursalah dan saddudzari’ah. Dalam arti, kaidah seorang da’i dalam menilai suatu urusan keduniaan yang tak ada nashnya dalam agama, baik tentang halal atau haramnya adalah, jika mendatangkan maslahat bagi umat manusia maka hukumnya halal. Tetapi jika sebaliknya jika mendatangkan madarat, maka hukumnya menjadi haram. 4. Mendorong manusia untuk melakukan kebajikan. Kewajiban ini merupakan tugas da’wah yang paling asasi, karena melakukan kebajikan dalam hidup akan membuat hidup manusia aman tenteram, terbebas dari rasa cemas dan takut, dan sebagai upaya untuk memberantas kejahatan dan permusuhan. Oleh karena itu maka Allah memerintahkan orang-orang mu’min untuk berbuat kebajikan: “Wahai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuat baiklah, semoga kamu beruntung.” 141 5. Menumbuhkan loyalitas terhadap Islam dalam hati umat manusia. Loyalitas terhadap Islam berarti merasa bangga sebagai seorang muslim. Bukan sekedar bangga dengan nama Islamnya, tetapi bangga dengan mengerjakan ajaran-ajaran Islam. Konsekwensi dari kebanggaan ini adalah menanggalkan rasa bangga dari selain Islam, baik harta, keluarga, kemashuran dan sebagainya, yang biasa dijadikan sumber kebanggaan oleh orang-orang yang lupa bahwa semua itu hanyalah sementara. Sedangkan kebanggaan dengan Islam, berarti bangga dengan Allah, ajaran dan Kitab-Nya akan abadi. Bukan saja akan terasa berkahnya di dunia, tetapi juga pahalanya di akhirat kelak. 139 140 141
HR. Muslim dari Abu Hurairah. QS. Muhammad: 19 QS. Al-Hajj: 77
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 51
6. Menumbuhkan komitmen umat terhadap Islam dalam setiap perilakunya. Keimanan seperti yang dikatakan Hadits bertambah dan berkurang, bertambah dengan melaksanakan ta’at dan berkurang dengan melakukan maksiat; maka komitmen dengan Islam baik sebagai akidah dan ibadah, pikiran dan perilaku, adab dan akhlaq adalah unsur yang paling penting dalam menumbuhkan dan menguatkan iman, sehingga bisa mendekatkan pada kesempurnaan iman. Maka secara singkat komitmen ini berarti ta’at dan taqarub kepada Allah dengan melaksanakan yang fardu dan nafilah. Sedemikian penting komitmen ini, sehingga orang yang beriman tanpa komitmen dengan ajaran-ajarannya hanya disebut sebagai Mu’min hukmi, bukan Mu’min yang sesungguhnya. Sebab keimanan yang sesungguhnya terpatri dalam dada dan dibenarkan oleh amal perbuatannya. 7. Memobilisasi potensi umat untuk mendapatkan kebaikan agama dan dunia. Sesungguhnya absennya umat Islam dari pentas kehidupan dewasa ini, karena setiap orang yang bekerja demi Islam, semata-mata hanya menurut visinya sendiri dan bekerja secara sendiri-sendiri. Padahal orang lain tak mustahil mempunyai potensi dan kemampuan yang lebih besar untuk kerja Islam. Jika seluruh potensi itu dikoordinasi dan dimobilisasi secara profesional akan melahirkan hasil yang sangat menakjubkan. Dan sebaliknya, jika tidak dilakukan mobilisasi terhadap sumber daya umat ini justru akan menjadi kendala bagi amal Islam itu sendiri. Baik pada tingkap pribadi maupun jama’ah, dan pada gilirannya akan memalingkan dari tujuannya yang paling besar, yaitu terlaksananya syari’at dan kukuhnya agama Allah di muka bumi. B. Tujuan Da'wah: 1. Membantu orang untuk beribadat kepada Allah SWT. sesuai dengan tatacara yang disyariatkan-Nya. Tujuan ini membutuhkan penjelasan, penafsiran, petunjuk, penerangan yang bisa membantu orang untuk ma’rifat kepada Allah SWT: dzat, sifat, asma, af'al, Malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, qadla dan qadar dan segala yang datang dari Nabi Muhammad SAW. 2. Membantu orang untuk saling mengenal antara sesama manusia tanpa memandang perbedaan ras, warna kulit dan bahasa. Dalam iklim yang saling mengenal ini akan tercipta solidaritas dan persaudaraan atas nama Allah sehingga bisa bersama-sama menyelesaikan segala persoalan hidup. 3. Merubah kondisi umat yang jelek, yang sedemikian jauh jarak mereka dengan Islam, menjadi masyarakat Islam yang dekat dengan Allah, kebenaran dan kebaikan dunia dan akhirat.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 52
4. Mendidik pribadi Muslim dengan pendidikan Islam yang benar yang mencakup seluruh sendi kemanusiaan: ruh, akal, jasmani, perilaku dan sosial. Sebab jika ada di antara salah satu sendi dari sendi-sendi kemanusiaan ini yang tak terdidik, ia tak akan menjadi Muslim yang paripurna. Sehingga dengan demikian akan mengalami kesulitan dalam menjalankan missinya dalam hidup. 5. Mempersiapkan keluarga Muslim dan mendidik anggota keluarga sesuai dengan ajaran Islam. Keluarga ini diharapkan menjadi sekolah yang akan mencetak generasi umat yang mampu melaksanakan kewajibannya terhadap masyarakat. 6. Mempersiapkan masyarakat Muslim yang dihiasi de-ngan nilai, ajaran dan akhlaq Islam, agar setiap orang bisa melaksanakan kewajibannya dalam melaksanakan amar ma'ruf dan nahyi munkar, keadilan dan ihsan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 7. Mengupayakan iklim kehidupan bernegara yang sejalan dengan ajaran Allah. 8. Membebaskan bangsa dari segala bentuk permusuhan, ketergantungan dan pengekoran terhadap bangsa lain. 9. Mengusahakan terwujudnya persatuan antara bangsa-bangsa negara Muslim; dalam bentuk kesatuan pikiran, budaya, tujuan ekonomi dan politik. 10. Bekerja untuk menyebarkan da'wah Islam di seluruh negeri, sebab Islam adalah agama seluruh umat manusia. II. Fase-fase Pembinaan Da’wah Agar da’wah Islam dapat tersampaikan dengan terarah, terencana dan sistematis, dan dapat menuai hasilnya yang memuaskan, ada lima fase yang harus dilewati seorang da’i. Lima fase itu antara lain: a. Fase Tamhidi (Pendahuluan) Fase ini dimaksudkan untuk mempersiapkan umat dalam memasuki fase pengenalan (ta'rif) tentang hakikat ajaran Islam. Target yang ingin dicapai adalah membuat orang mempunyai semangat keislaman. Terbiasa melaksanakan shalat fardu dan menghadiri majlis-majlis ta'lim. Secara pribadi, mereka juga diharapkan berjanji untuk terus memperdalam semangat keberagamaan, dan terus mendorong dirinya untuk selalu menambah amal-amal baik, belajar membaca al-Qur'an, Sunnah Rasulullah, Sirah nabawiyah, memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama Muslim dan menjalin kekompakan masyarakat dalam melaksanakan kerja-kerja sosial. b. Fase Ta'rif (Pengenalan) Adalah sebuah marhalah dalam da'wah, di mana umat yang menjadi objek da'wah diajak agar dengan penuh kesadaran untuk berfikir dan mendalami penghayatannya terhadap ayat-ayat Allah di sekelilingnya, untuk mengetahui hakikat Islam, tujuan, risalah, rukun, ke-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 53
wajiban, syarat dan akhlaqnya. Untuk itu nilai-nilai Islam harus diterangkan dengan sejelas-jelasnya, mendalam dan menyeluruh, dengan pemahaman yang menyentuh segala aspek yang terjadi di sekelilingnya. Ciri utama dari fase ini adalah sifatnya yang umum, diarahkan kepada semua orang yang sudah melewati fase tamhidi. Sebab setiap orang harus mengetahui Islam secara benar, jelas dan mendalam. Hal-hal yang harus dilakukan seorang da'i pada fase ini secara umum adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan ushulul Islam dan kaidah-kaidahnya. Yang termasuk ushulul Islam adalah al-Qur'an, Sunnah termasuk di dalamnya Sirah nabawiah, ijma, qiyas, jalbul mashalih dan daf'ul mafasid. Sedang kaidah-kaidah Islam mencakup: iman, Islam, ihsan, keadilan, amar ma'ruf, nahyi munkar dan berjuang di jalan Allah. 2. Menafsirkan nash-nash Islam (al-Qur'an dan Sunnah) dengan penafsiran yang sesuai dengan dinamika zaman dan lingkungan di mana ia hidup dan berjuang. Dengan demikian seorang da'i -yang berarti seorang ulama, dituntut untuk selalu melihat kembali penafsiran-penafsiran lama terhadap nash, dengan analisa yang tajam terhadap seluruh dilalah nash, agar ia bisa membawa kehidupan manusia sejalan dengan nilai, dan akhlaq Islam. Tentu saja dengan syarat tidak berlebihan dalam menafsirkan nash. Di antara kaidah-kaidah menafsirkan ayat antara lain adalah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab (nahwu, sharaf dan fiqih lugah), dilalah lafadl dan ibarah, menafsirkan al-Qur'an dengan hadits, mengetahui asbabun nuzul dan nasakh-mansukh. Sedangkan untuk menafsirkan hadits harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan merujuk kepada rijal dan ulama hadits yang tsiqat. 3. Memerangi syubuhat dan kebohongan-kebohongan tentang Islam. Ketidakmampuan seorang da'i dalam melaksanakan kewajiban ini akan memalingkannya dari tanggung jawab da'wah, lebih dari itu akan menggoncangkan keimanan dan loyalitasnya terhadap Islam. Untuk itu seorang da'i dituntut untuk cerdas, sehingga dengan cara-cara yang metodologis dan mujadalah billati hiya ahsan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang batil. 4. Mengenali hambatan-hambatan da'wah dan menghilangkannya. Hambatan-hambatan ini di antaranya dibuat musuh-musuh Islam untuk merintangi jalannya da'wah. Hambatan ini ada yang bersifat pribadi dan ada yang bersifat jama'ah. Yang bersifat pribadi ini bisa dalam bentuk menakut-nakuti atau mengancam seorang Muslim agar tidak melaksanakan amal islami; sedang yang bersifat jama'ah di antaranya mencampakan label-label negatif kepada jama'ah yang melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Seperti misalnya masyarakat yang terbelakang, fanatik, fundamentalis, teroris dan banyak lagi istilahnya. Semua itu
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 54
sedapat mungkin harus berhasil difahami, dianalisa dan diupayakan cara-cara untuk memberantasnya. 5. Menyatukan umat manusia dan mengarahkannya untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kemampuannya. Tugas ini mempunyai peranan yang sangat menentukan, sebab merupakan tugas yang melandasi pembentukan dan pembinanan jamaah yang akan mengerjakan kewajiban-kewajiban Islam. Termasuk dalam tugas ini adalah membuat rencana kerja dan aturan-aturan bagi kelompok da'wah yang akan melaksanakan kerjanya untuk Islam. Rencana kerja ini di antaranya adalah: a. Meyakinkan umat dengan alasan-alasan yang pasti tentang pentingnya pembentukan dan pembinaan jama’ah yang akan bekerja untuk Islam. b. Menjelaskan manhaj Islam dalam hubungannya dengan seluruh sendi kehidupan manusia. c. Menjelaskan fondasi atau dasar-dasar Islam dan menyebarkannya, khususnya nilai-nilai akhlaq dan kerukunan yang menyangkut hubungannya dengan sesama Muslim dan non-Muslim. d. Menjelaskan sumber-sumber yang menjadi pijakan dalam memahami sendi-sendi keislaman (seperti yang sudah disebutkan pada point satu). e. Menentukan bentuk atau bidang kerja apa saja yang harus dilakukan oleh jamaah. Garapan kerja ini diantaranya adalah: 1) bidang pemikiran; 2) kebudayaan; 3) da'wah; 4) membantu orang untuk menjadi shalih, baik shalih untuk dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan bagi dunia Islam secara umum, 5) mendukung semangat ta'aruf dan gotong royong sesama manusia, untuk mengembangkan kemaslahatan masyarakat dan menolak petaka yang akan menimpanya, 6) mengajak orang untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban langsungnya terhadap Allah SWT di masjid dan membantu orang untuk berakhlaq dengan akhlaq Islam dalam setiap perbuatan yang dilakukannya. f. Membuat prioritas kerja Islam dalam fase ini, karena dengan melakukan prioritas akan lebih menjamin tercapainya target yang hendak dicapai. Tugas da’i dalam fase ini antara lain: 1. Mengajarkan Islam dengan tepat. Dalam arti menafsirkan dan menjelaskannya dengan pemahaman yang sejalan dengan dinamika zaman kapan kita hidup di satu pihak, dan kemampuan orang (yang dida'wahi) dalam menyerap ajaran Islam di pihak lain. Dalam hal terakhir ini seorang da'i dituntut untuk melaksanakan konsep Hadits: "Khatibunnasa 'ala qadri 'uqulihim."
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 55
2. Membina masyarakat agar selalu berpikir dalam menyelesaikan segala persoalan hidup dalam setiap profesinya secara islami. Setiap lapisan kehidupan harus disentuh da'wah dan diberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana harus menyelesaikan problematika hidupnya dari norma Islam. 4. Membina barisan da'wah, yang dipilih dari segenap lapisan masyarakat untuk memahami Islam secara benar. 5. Membina kekuatan barisan orang-orang yang mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi terhadap Islam. Kriteria loyalitas adalah: 1. Bangga dengan loyalitasnya terhadap Islam, 2. Tsabat dan istiqomah dalam loyalitas , dan 3. Bisa mewariskan loyalitas ini kepada orang lain. Sedang komitmen adalah: 1. Mempunyai komitmen yang tegas terhadap segala yang bersifat Islami, 2. Kemampuannya dalam mewariskan komitmen ini kepada orang lain. 3. Membina barisan orang-orang yang bergabung dalam amal jama'i. Amal jama'i ini merupakan inti kekuatan umat, karena tanpa amal jama'i berarti perpecahan yang terjadi. Amal jama'i ini harus ditegakkan dalam seluruh segi kehidupan: pemikiran, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, da'wah dan lain-lain. 4. Membina barisan mutafaqihin fi al-din. 5. Membina barisan orang-orang yang pantas masuk ke dalam fase pembinaan. c. Fase Takwin (Pembinaan) Fase ketiga ini diarahkan kepada sekelompok tertentu yang memenuhi kriteria tertentu dari fase pengenalan. Sifat da'wah yang paling utama dari fase pembinaan ini adalah lebih bersifat amali ketimbang nazhari. Satu lagi adalah sifatnya yang khusus. Khusus dari segi da'wahnya itu sendiri, da'inya, objek da'wahnya, kerja Islamnya bahkan managemennya. Dan yang menjadikan khusus karena objek da'wahnya terbatas pada orang-orang yang memenuhi keriteria-keriteria tertentu dari fase ta'rif. Di antara kriteria-kriteria itu antara lain: a. Mempunyai pemahaman yang mendalam tentang Islam, baik dari segi sumber-sumbernya, akhlaq, manhaj dan sistemnya dalam kehidupan. b. Mempunyai segi amaliah yang mendalam dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama. Sehingga diharapkan bisa menjadi profil Islam yang hidup, yang melaksanakan segala manhaj Islam secara menyeluruh:
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 56
dalam makan, minum, pakaian, urusan rumah tangga, dan seluruh kegiatan kesehariannya. c. Mempunyai pengetahuan dan kebudayaan Islam yang mendalam. Pengetahuan dan kebudayaan ini mencakup: • Menguasai betul kondisi dunia Islam, baik menyangkut sosial, politik, ekonomi dan pemikiran. Bagian dunia Islam yang paling penting tentu saja negerinya sendiri. • Memahami betul segala problematika yang sedang dihadapi oleh dunia Islam. Mengenali sebab-sebab, akibat-akibat, mempelajari dan mencarikan pemecahannya. • Mempelajari masalah-masalah minoritas Muslim, dari segi kondisi, problematika dan kebutuhan-kebutuhannya, serta diusahakan pemecahannya. • Mempelajari gerakan-gerakan reformasi yang terjadi di dunia Islam dan mengambil pelajaran darinya. 4. Mempunyai pengalaman praktek lapangan yang luas. 5. Mempunyai kepribadian yang berdimensi banyak, dalam arti cakap dalam banyak hal. Ada dua muqadimah yang melandasi keterdesakan umat untuk melakukan pembinaan: a. Kondisi umat yang tak berdaya dalam menghadapi arus kehidupan, maka diperlukan pembinaan sehingga umat mempunyai arus dan gelombangnya sendiri. b. Ilmu dalam pandangan syariat itu terbagi dua: fardu 'ain dan fardu kifayah. Yang pertama dituntut dari setiap Muslim dalam bentuk ilmu-ilmu syariat, dan kedua diperlukan umat untuk bisa mengurusi persoalan-persoalan duniawi dan agama. Kelalaian umat dalam melaksanakan dua kewajiban ini menjadikannya terbelakang dari segi peradaban: segala barang-barang kebutuhan hidupnya diproduksi bangsa lain dan karenanya menjadi sangat tergantung kepada orang lain. Dan karenanya umat Islam tetap terbelakang dari segi budaya. Dari tiga muqadimah ini, pembinaan kepribadian Muslim mencakup tiga bidang: bidang kebudayaan (tsaqafah), kepribadian (khasaish) dan komitmen (iltizam). a. Budaya. Pembentukan budaya ini terfokus pada empat hal: 1. Ilmu-ilmu keislaman. -Sebelum menguasai ilmu-ilmu yang lain seorang Muslim dituntut untuk mempelajari ushul al-tsalasah (ma'rifat kepada Allah, Rasul dan Islam). Ini merupakan Sunnah Rasul dalam metode pendidikannya terhadap para Sahabat. Karena Rasul mengajarkannya sebelum mengajarkan al-Qur'an itu sendiri, seperti yang disinyalir sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ra.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 57
-Ilmu-ilmu lain yang kemudian harus diajarkan adalah 'akidah, fiqh, akhlaq, ushul fiqh, bahasa Arab, sekitar kondisi dunia Islam kontemporer, sejarah Islam, tentang siasat bangsa lain untuk menghancurkan Islam, studi-studi keislaman modern dan fiqh da'wah. 2. Kebudayaan modern. Seorang Muslim yang tidak menguasai ilmu zamannya tidak mungkin bisa merespon dan mengantisipasi persoalan-persoalan yang timbul. Dirinya sendiri akan hidup tergusur zaman, maka bagaimana dia bisa membawa Islam dalam mengarungi zamannya. Untuk itulah umat Islam harus menguasai budaya masanya. 3. Ilmu-ilmu tentang keahlian hidup. Umat Islam tidak akan bisa memecahkan mitos kemaha perkasaan (supremasi) asing kecuali jika mereka memiliki para bintang yang menguasai seluruh sektor kehidupan: sipil-militer, produksi, pertanian, kedokteran, farmasi, arsitek dan sebagainya. Kewajiban ini terasa sangat mendesak untuk zaman kita. 4. Keahlian amal untuk Islam. Mulai dari aktifitas pribadi, pendidikan keluarga, mendirikan halaqah-halaqah, memimpin masyarakat dan seterusnya. b. Pembentukan watak/kepribadian. Pada generasi Islam pertama, anggota masyarakat yang berada di papan atas adalah Rasulullah SAW. Para sahabat kemudian mengambil suri tauladan darinya sehingga mereka menjadi pewaris yang sempurna dari watak dan kepribadian Rasulullah SAW (tentu saja dengan perbedaan derajat satu sama lain), sehingga keseluruhan umat dari generasi ini adalah umat mujahidin. Ketika tingkat mujahadah ini semakin berkurang dari zaman ke zaman maka satu-satunya alternatif di zaman kita adalah berjuang untuk membalikkan umat pada karakter-karakter generasi pertama. Diantara sifat-sifat mujahidin itu adalah: cinta kepada Allah SWT, bersikap lembut kepada sesama Mu'min, bersikap tegas kepada orangorang kafir, berjuang dan membebaskan komitmen dan loyalitas dari selain Allah SWT.142 c. Komitmen. Sifat Mu'min yang paling utama adalah menjadikan satu sama lain sebagai sahabat dekat.143 Dengan terbinanya komitmen sesama individu Mu'min ini akan lahir rasa solidaritas yang membentuk suatu kekuatan umat sehingga kondisi ghutsaiyyah ummat akan terkikis habis. Ketiga kerangka ini harus betul-betul terjalin secara bersamaan dalam proses pembinaan. Target yang ingin dicapai dari fase ini: 142
QS. At-Taubat:128; QS. Ali Imran:159; QS. asy-Syura:36-39 dan QS. Al-Haj: 41 143 QS. at-Taubat:71
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 58
1. Ishtifa. Memilih orang-orang yang pantas untuk menanggung beban perjuangan. Pemilihan ini harus didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: a. Kemampuan ruhiyah. Mempunyai ruh yang bersih, yang selalu sadar tentang wujud Allah disetiap saat, merasa mendapat pengawasan Allah dalam setiap perbuatan yang dilakukannya, merasakan hangatnya kecintaan kepada Allah dan ridla dengan qadla dan qadar-Nya; juga mempunyai hubungan yang kuat dengan Allah dengan cara banyak melakukan amal-amal nafilah. b. Kemampuan akal. Sifat-sifat yang harus dimiliki adalah: tingkat kecerdasan akal yang memungkinkannya untuk menerima pengajaran, bisa berpikir kritis sehingga tidak mudah menerima segala permasalahan yang didasarkan pada prasangka (zhanni/wahmi),144 hati-hati dalam memberikan suatu putusan kepada manusia145 dan selalu merenungkan kemaha kuasaan Allah lewat makhluk-makhluk yang disaksikan di sekelilingnya.146 c. Kekuatan fisik. Karena fase ini merupakan fase perjuangan maka, yang bisa memasuki fase ini adalah orang-orang yang mempunyai fisik yang kuat dan indera yang sehat. Ciri-cirinya adalah selalu membiasakan makan makanan yang sehat, memperhatikan kebersihan, berolah raga, menjauhi segala yang bisa merusak kesehatan dan tidak membiasakan bergadang. d. Mempunyai kemampuan bergaul antara sesama manusia. e. Bisa menarik orang untuk bergabung ke dalam barisan yang berjuang untuk Islam, sehingga ia menyadari betul tentang keberadaan dirinya sebagai seorang pengemban da'wah. 2. Taudlif. Menugaskan kerja tertentu kepada setiap orang yang masuk ke dalam barisan amal Islam, sesuai dengan potensi dan keahlian yang dimilikinya. Pembagian ini harus dibarengi dengan menjelaskan batasan maksud dari setiap kerja, cara yang tepat untuk menjamin keberhasilan kerja, menentukan orang yang tepat dan batas waktu yang harus dilewati. Empat hal ini kemudian menjadi rukun taudlif. 3. Takwin. Mempersiapkan barisan da'wah dengan membina kekuatan fisiknya, akal dan akhlaqnya, sehingga menjadi orang-orang yang kuat, yang mampu menanggung beban perjuangan di jalan Allah. Dengan sendirinya pembinaan ini mencakup segi-segi ruh, akal, akhlaq dan fisik. 4. Indlibath. Kecermatan dan kesungguhan seorang da'i dalam melaksanakan kerjanya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syari’at Allah. Target ini merupakan pembinaan umat dalam tujuan agama. Sebab 144 145 146
QS. Yunus:36 QS. al-Hujurat: 6 QS. Al-Hijr: 85
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 59
tujuan agama adalah mengarahkan manusia dari segi aqidah, akhlaq, ibadah dan mua'malahnya sesuai dengan syari’at Allah. Cara yang bisa dipergunakan untuk tercapainya target adalah: 1. Pendidikan keluarga 2. Kutaibah, pengelompokan anggota pembinaan (tiap kelompok 40 orang) agar terkoordinasi dengan baik. 3. Rihlah 4. Daurah, mengadakan pendidikan da'wah secara berjenjang. 5. Nadwah, atau seminar-seminar 6. Kemping 7. Mu'tamar Program-program yang harus dilakukan dalam fase pembinaan: 1. Pendidikan ruh Pendidikan ruhiyah ini merupakan aspek pendidikan yang terpenting. Sebab ruh berbeda dengan potensi akal yang sangat terikat dengan ruang dan waktu, awal, akhir dan fana; ruh sama sekali tidak terikat dengan keterbatasan ini. Dan ia mempunyai tugas yang paling mulia, adalah berhubungan dengan Allah SWT. Maka pendidikan Islam untuk ruh ini mencakup, antara lain: a. Mengupayakan hubungan yang terus berlanjut antara ruh dengan Tuhannya, di setiap saat. Cara yang bisa dilakukan adalah: 1) menggerakan hati agar selalu merasakan wujud Allah dengan merenungkan segala ciptaan-Nya; 2) membangkitkan perasaan hati agar selalu merasakan adanya pengawasan Allah dalam setiap gerak hidupnya; 3) membangkitkan rasa takut dan taqwa kepada Allah; 4) menggerakan rasa cinta kepada Allah dan mengharap akan keridlaan-Nya; dan 5) membangkitkan rasa ketenangan hati untuk menerima qadla dan qadar Allah SWT. b. Menjadikan ruh agar senantiasa terjaga untuk berada dalam ketaatan kepada Allah SWT. Cara yang bisa dilakukan adalah: 1) menjadikan ruh untuk iltizam, ta'at dan dekat dengan Allah SWT, dengan banyak melaksanakan nawafil, dzikir, qiyamul lail, sedekah dan lain-lain; 2) menjauhkannya dari maksiat kepada Allah yang akan membuatnya buta; 3) terus melakukan kegiatan-kegiatan ruhiah dengan mentadaburi segala apa yang terkandung dalam al-Qur'an, tentang ciptaan Allah, keagungan, hikmah-Nya dan sebagainya; 4) mengajak untuk merenungkan dan memikirkan segala ciptaan Allah; dan 5) mengarahkan ruh untuk mengetahui akan keluasan ilmu Allah yang menyeluruh, sehingga merasakan betul tentang keagungan Allah SWT. c. Mendidik ruh dengan ibadah kepada Allah. Hal ini merupakan wasilah yang paling penting dalam pendidikan ruh, karena ibadah merupakan ketundukan mutlak kepada Allah SWT.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 60
Ada dua bentuk ibadah yang bisa mendidik ruh: 1) ibadah fardu seperti, thaharah, shalat, puasa, zakat dan haji; dan 2) ibadat dalam artinya yang luas, yang mencakup segala aktifitas manusia, dari yang dilaksanakan dan ditinggalkannya, bahkan seluruh perasaan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hasil akhir yang bisa dicapai dari pendidikan ruh ini adalah: 1) memperkuat hubungan manusia dengan Allah; 2) memperbaiki hubungan manusia dengan dirinya sendiri; 3) memperjelas hubungan manusia dengan al-kaun; 4) membuat kecintaan manusia terhadap saudaranya sesama Muslim; 5) membuat kecintaan manusia terhadap makhluk-makhluk Allah; 6) membuat kecintaan manusia untuk melakukan segala bentuk kebajikan; 7) bisa menundukan syahwatnya; 8) bisa mengendalikan kekuatan materi; 9) bisa mengekang segala kekuatan materi dan non-materi yang bisa mengancam manusia untuk memalingkannya dari Allah SWT.; dan 10) mengharapkan segala kekuatan datang dari Allah SWT. 2. Pendidikan akal Adalah membangun kemampuan akal untuk berpikir, merenung dan tadabur yang membuatnya mampu mengemban beban da'wah. Pendidikan Islam terhadap akal ini diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut: a. Manusia harus bisa membebaskan akalnya dari segala hal yang biasa diterima orang secara sederhana, yang dibangun di atas prasangka, perkiraan atau taqlid.147 b. Ketetapan akal untuk selalu berhati-hati dalam menyikapi dan mempercayai segala persoalan, sebelum menjadi suatu keyakinan. c. Mengajak akal untuk selalu merenungi dan mentafakuri alam semesta. d. Mengajak akal untuk merenungkan hikmah dari segala ajaran yang disyari’atkan Allah kepada hamba-Nya, baik ibadah, mua'malah, akhlaq dan sebagainya. e. Mengajak akal untuk merenungkan sunnah Allah terhadap manusia sepanjang sejarah umat manusia. Hasil yang bisa diharapkan dari pendidikan akal adalah: membersihkan akal dari waham dan khurafat, mengokohkan kematangan akal agar selalu berhati-hati, membiasakan akal untuk menggali hakikat dan rahasia al-kaun yang dihuninya, komitmen akal untuk mengetahui kebenaran dari dekat dan dengan ainul yakin, membuat akal untuk merenungkan dan memikirkan hikmah-hikmah dari segala yang disyari’atkan Allah kepada manusia, dan membuat akal selalu merenungkan sejarah umat manusia. 147
QS. an-Najm: 28; QS. al-Baqarah: 170
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 61
3. Pendidikan akhlaq. Pertama-tama yang dimaksud dengan ahklak adalah setiap perbuatan yang bisa disifati dengan baik atau buruk. Maka pendidikan akhlaq yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai kebajikan yang harus menghiasi setiap manusia secara umum, dan Muslim pada khususnya. Akhlaq yang mulia ini akan selalu sejalan dengan kebenaran yang datang dari Allah SWT. lewat wahyu-Nya, dan akan selalu terkait dengan terciptanya kemanfaatan bagi manusia di dunia dan di akhirat. Pendidikan akhlaq dalam Islam itu menekankan beberapa hal: 1. Manusia mempunyai kebebasan kehendak dalam melaksanakan segala perbuatannya. 2. Manusia akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah terhadap segala sesuatu yang dilakukannya, dan akan mendapat balasan sesuai dengan ketaatan atau kemaksiatan yang dilakukannya. 3. Akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT. yang bisa dibaca dalam Kitab-Nya, dan dari Sunnah Rasulullah SAW. yang bisa dibaca dalam kitab-kitab Hadits dan sirah nabawiah. 4. Akhlaq dalam Islam berdiri di atas dua dasar: yaitu keadilan (adil dengan Allah, dengan diri sendiri dan dengan sesama manusia) dan ihsan. 5. Amar ma'ruf dan nahyi munkar. Dalam arti, seorang Mu’min yang berakhlaq mulia, ketika mengetahui suatu perbuatan baik mesti mengerjakan dan mengajak orang untuk mengamalkannya. Demikian sebaliknya, ketika ia mengetahui sesuatu yang munkar, ia meninggalkanya dan mencegah orang dari mengerjakannya. Sehingga baik dan buruk menjadi semacam karakter, untuk selalu dilaksanakan atau ditinggalkan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Sehingga secara ringkas pendidikan Islam terhadap akhlaq menekankan dua hal: al-takhliyah dan al-tahliyah. Yang pertama membersihkan diri dari setiap bentuk kejelekan, kejahatan dan memunkaran atau dari setiap yang diharamkan Allah kepada hamba-Nya, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Sedangkan yang kedua, menghiasi diri dengan segala bentuk kebaikan yang datang dari Islam. 4. Pendidikan fisik Fisik merupakan potensi manusia yang ketiga, sekaligus menjadi penyangga potensi ruh dan akal. Pendidikan ini jelas sangat mendesak, sebab diperlukan keseimbangan di antara ketiga potensi tadi, sehingga terjadi keserasian yang harmonis, yang satu sama lain saling menguatkan. Karenanya al-Quran dan Sunnah begitu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik, tentang makanan, pakaian, tempat tinggal, istirahat dan sebagainya. Jika pendidikan fisik ini diterapkan dengan benar sesuai dengan tuntutan-tuntutan Islam, maka akan melahirkan masyarakat Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 62
yang kuat, yang mampu mengemban kewajibannya dengan sebaikbaiknya; masyarakat yang bersih dan sehat dari berbagai bentuk penyakit; masyarakat yang bebas dari penyakit-penyakit kejiwaan; dan masyarakat yang gesit, dinamis dan energik, jauh dari sikap kemalasan. Pendidikan fisik ini karena merupakan kebutuhkan seluruh umat manusia secara kontinu, maka karenanya menjadi kewajiban bersama bagi para pengemban da’wah dan yang menjadi objek da’wah secara bersamaan. 5. Pendidikan rasa sosial Pendidikan ini dimaksudkan sebagai penggemblengan bagi pribadi Muslim agar sadar tentang hubungannya dengan masyarakat, faham tentang kedudukannya di tengah masyarakat dan selalu sadar tentang hak dan kewajibannya. Seorang Muslim dengan kesadaran ini merupakan orang yang memiliki rasa solidaritas sosial, yang selalu merasa terlibat untuk berperan secara aktif dalam menghadapi segala masalah sosial. Jika bersikap aktif ini merupakan kewajiban manusia secara keseluruhan, maka bagi seorang Muslim tentu saja lebih wajib lagi. Sehingga dengan demikian mempunyai rasa solidaritas sosial merupakan kewajiban syari’at. d. Fase Tanfidz (pelaksanaan) Fase ini menggambarkan pelaksanaan dari nilai-nilai dan akhlaq Islam yang telah diterima dari pengajaran dan pendidikan. Dengan kata lain merupakan praktek dari setiap pengajaran yang telah didapatkannya dari fase-fase sebelumnya (tamhid, ta’rif dan takwin). Seperti halnya fase-fase lain, fase ini mesti mempunyai kejelasan tujuan, wasail dan manhaj yang jelas. Dan perlu dicatat bahwa fase ini hanya diperuntukan bagi orang-orang yang telah menyelesaikan fasefase sebelumnya. Tujuan, wasail, manhaj dan program-program yang jelas ini harus betul-betul difahami, baik oleh para pengemban da’wah itu sendiri maupun oleh orang-orang yang menjadi obyek da’wahnya. Dengan pemahaman yang baik ini bisa membuat cara dan hasil kerja yang baik pula, seperti yang diisyaratkan oleh lebih dari lima puluh kali dalam al-Qur’an: “Alladzina amanu wa ‘amilus shalihat”, orang-orang beriman yang beramal (secara) baik. Sehingga fase ini secala gamblang bisa didefinisikan sebagai: “Fase orang-orang Mu’min yang membuktikan segala apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, dan mempersiapkan kerjanya untuk Islam, dengan segala pengetahuan dan kekuasaan yang diperlukannya; adalah fase perjuangan di jalan Allah, hatta takuna kalimatullahi hiyal ‘ulya. Kerangka umum dalam fase tanfidz: 1. Orang-orangnya telah sampai pada tingkat nazhar dalam fiqih Islam.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 63
Derajat nazhar ini dimaksudkan sebagai kemampuannya untuk merefleksikan, merenungkan, dan memikirkan nash-nash agama, baik ayat maupun Sunnah, untuk kemudian mengistinbat hukum-hukum syara’. Sehingga yang masuk ke dalam fase ini bisa disebut sebagai faqih. 2. Membina sekelompok orang yang mempunyai keahlian-keahlian tertentu dalam setiap aspek kehidupan. Bidang pembinaan ini harus mencakup: 1) pembinaan ulama yang mutafaqih fi al-din, 2) pembinaan orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang ilimu-ilmu kemanusiaan atau humaniora (misalnya sosiologi, politik, ekonomi, pendidikan, penerangan, pertanian, astronomi, dan sebagainya), 3) bidang fiqh da’wah, 4) kepemimpinan dan strategi, 5) dan yang ahli tentang dunia internasional. 3. Pendalaman loyalitas terhadap agama dan da’wah Islam. Artinya setiap orang dituntut untuk melaksanakan amal Islami dengan sebaik-baiknya. Pendalaman komitmen dan loyalitas terhadap Islam dan da’wahnya ini harus dilakukan dengan pendalaman komitmen terhadap manhaj dan aturannya menyangkut kehidupan. 4. “Islam amali” merupakan syiar yang paling tepat untuk fase ini. Dalam arti setiap orang mempunyai keinginan atau himmah yang kuat untuk melaksanakan segala yang telah diterimanya tentang Islam. Diantara sifat-sifat yang harus dimiliki dalam rangka kerja Islam itu antara lain: ikhlas, kontinu, keinginan yang kuat dan hati-hati, sabar, sungguh-sungguh, ihsan dan tidak terburu-buru untuk menggapai kemenangan dari Allah SWT. Tuntutan Fase: Ada empat tuntutan dari fase ini: 1. Tuntutan terhadap setiap orang dari marhalah. Ada tiga hal yang harus dilakukan dalam menentukan siapa orang yang akan masuk ke dalam fase ini, adalah ishtifa (pemilihan), ikhtibar (penyeleksian) dan tawsiq (pengujian). Setiap orang yang yang memasuki marhalah ini harus dipilih dari kelompok orang-orang yang telah menyelesaikan fase pembinaan sesuai dengan jenjang dan program yang telah direncanakan. Pemilihan ini harus didasarkan atas tiga kriteria, agar setiap orang bisa melaksanakan kerjanya dan bisa merealisasikan tujuannya. Ketiga kriteria ini adalah: a) Keshalihan dan ketaqwaan, sehingga bisa menjaga dirinya dari setiap betuk maksiat dengan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang. Dan shalih, dengan melaksanakan ajaran-ajaran dan akhlaq Islam dengan komitmen terhadap perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarangnya. b). Akal dan kecerdasan, pada tingkat intelegensia tertentu yang memungkinkannya untuk mencerna ilmu pengetahuan dan menjaganya dari kesalahan-kesalahan dalam berpikir. Kecerdasan ini juga bisa di-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 64
artikan sebagai kemampuan untuk menganalisa, menghadapi persoalanpersoalan baru dan menyelesaikannya dengan cara-cara yang cerdas. c). Kuat dan amanah, dalam arti kemampuannya untuk bekerja dengan penuh amanah. Setelah memilih orang-orang ini kemudian melakukan seleksi untuk mengetahui sejauh kemampuan dan kesiapannya untuk bekerja demi Islam. Seleksi ini merupakan pengujian antara lain: a) segi-segi ilmiah, untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi-materi keislaman, dari aqidah dan syari’ah, ibadah dan mu’amalah, Sunnah, sirah nabawiyah, sejarah Islam, pengetahuan umum tentang Islam dan tentang agama-agama secara umum. b) Pengujian segi-segi amali untuk mengukur kemampuan seorang calon dalam berinteraksi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi. Dan terakhir melakukan uji coba untuk mengecek kesungguhan dan loyalitasnya terhadap Islam dan amal islami, sehingga pada akhirnya ia akan dipercaya sebagai orang yang betul-betul berjuang untuk Islam. 2. Tuntutan pergerakan setiap orang dari marhalah. Tuntutan ini dimaksudkan sebagai sifat-sifat atau karakter-karakter seorang da’i pada fase ini yang bisa menjamin tercapainya tujuan da’wah. Sifat-sifat ini antara lain adalah: a) kemampuannya dalam bergaul di tengah-tengah manusia, memperhatikan dan ikut merasakan gembira atau sedihnya orang lain. Sifat ini sungguh sangat asasi, karena tanpa sifat ini seseorang tak akan bisa berperan aktif dalam kancah da’wah, bahkan justeru sebaliknya akan membuatnya bersifat pasif dan mejauhkan diri dari masyarakat. b) Kemampuan dalam melakukan pendekatan dan menarik simpati orang, sehingga akan mencintai dan dicintai masyarakat. c) Senantiasa mendambakan kebaikan bagi masyarakat dan bekerja keras untuk menolak bencana yang mungkin menimpanya. d) Mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasi dan memobilisasi potensi masyarakat. Karena selama masih melakukan kerjanya sendiri-sendiri tak akan mencapai target yang diinginkan. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang mampu memimpin, mengarahkan kerja mereka dan menumbuhkan semangat gotong royong di antara anggota masyarakat. e) rela dan bahkan senang untuk berkorban demi tercapainya perjuangan. 3. Tuntutan taktik dan strategi Setiap orang yang bergerak di bidang da’wah ini harus memahami taktik dan strategi, agar bisa merintis tujuan da’wahnya dengan terencana, teratur dan sistematis. 4. Tuntutan managemen
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 65
Target Fase Tanfidz: 1. Menerapkan nilai-nilai, ajaran dan etika yang telah disyari’atkan Islam lewat nash-nashnya menjadi ajaran yang betul-betul praktis. 2. Memperdalam hubungan kebersamaan antar sesama anggota fase ini, dan memperkuat hubungan persaudaran ke tingkat ikatan persaudaran tertinggi yang hanya didasarkan atas keimanan murni. Sehingga seluruh anggota menjadi satu bangunan yang kokoh, yang jika salah satu anggotanya sakit bagian anggota lain juga ikut merasa sakit. 3. Memperdalam kesucian ruh anggota marhalah dengan banyak melakukan latihan-latihan spiritual. Dengan demikian, satu kelebihan marhalah ini dari fase-fase sebelumnya adalah mempunyai kedalaman spiritual. 4. Memperkuat dimensi fisik anggota dengan banyak melakukan olah raga, sehingga mampu mengemban beban da’wah. Termasuk memperhatikan kekuatan fisik ini adalah tidur dan makan yang teratur, serta menjauhi segala yang bisa merusak kesehatan. 5. Bersifat kontinue dalam melakukan kerja da’wah dengan segala pengorbanan, baik harta, tenaga, waktu dan bahkan dirinya sendiri. Sehingga lebih mengutamakan kerja da’wah dari pada dirinya sendiri. 6. Bekerja dengan sungguh-sungguh dalam memikirkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagai pelaksanaan dari kewajibannya terhadap masyarakat dan sebagai praktek lapangan dari bekerja sama dalam melakukan kebaikan dan taqwa. Target ini pada prakteknya menuntut untuk berdirinya lembaga-lembaga sosial. 7. Mempersiapkan diri untuk memasuki fase selanjutnya (fase tamkin, pengokohan), sebab fase itu merupakan fase yang dicita-citakan, sedangkan sebuah cita-cita tak akan terwujud kecuali dengan kerja keras dengan selalu meminta pertolongan Allah, sabar, shalat, ikhlas, saling menasehati antara sesama Muslim dan komitmen dalam jama’ah. Hal-hal yang harus selalu disadari oleh setiap anggota adalah, bahwa kerja yang dituntut jauh lebih besar dari waktu yang dimiliki. Karena itu setiap anggota harus selalu taushiyah untuk selalu menjaga waktunya agar tidak dipergunakan dalam hal-hal yang mubadzir. Dan satu lagi adalah, semuanya harus sadar bahwa tujuan yang dicita-citakan itu jauh lebih besar dari jangkauan kerja yang mungkin bisa dilakukannya. Karenanya semua orang harus bekerja semaksimal mungkin, dengan selalu didasari oleh kesungguhan, ihsan dan itqan (apik) dalam bekerja. Cara-cara yang bisa dilakukan dalam menggapai target yang ingin dicapai antara lain lewat: 1. Training, merupakan latihan amal Islam dengan mempraktekan nilai dan ajaran Islam dalam segala kegiatan hidupnya dari mulai bangun sampai bangun kembali.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 66
2. Kemping, untuk mempertajam hubungan persahabatan dan persaudaraan antara sesama anggota. 3. Kutaibah, merupakan pengelompokan anggota marhalah (40 orang, seperti yang sudah dijelaskan dalam bagian terdahulu) dengan melakukan kegiatan intensif selama empat puluh hari. 4. Rihlah. 5. Nadwah. Prioritas Kerja pada Fase ini: 1. Praktek kerja Islam, baik bagi masing-masing individu, keluarga, pada profesi dan di masyarakat secara keseluruhan. Yang dimaksud dengan praktek kerja ini adalah, komitmen anggota dalam setiap kata, perbuatan dan tindakan dengan akhlaq dan ajaran Islam, tanpa meremehkan suatu apapun. 2. Memperdalam loyalitas terhadap Islam dan da’wah. Kerja kedua ini merupakan kesimpulan yang pasti dari kerja pertama. Karena loyalitas berarti, komitmen yang mutlak terhadap akhlaq dan ajaran Islam dengan penuh rasa bangga sebagai seorang Muslim. 3. Mempersiapkan kader-kader yang ahli dalam berbagai bidang kerja Islam. Baik dalam bidang kecendekiaan, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya. 4. Ada anggota marhalah yang sampai pada tingkat nazhar dalam agama. Ini selanjutnya menjadi kewajiban kelompok, kalau tak mungkin bisa dicapai oleh setiap orang dari anggota marhalah. e. Fase Tamkin (pengukuhan) Kalau saja fase-fase da’wah ini diibaratkan sebagai kegiatan bercocok tanam, maka fase terakhir ini merupakan tahap berbuah untuk kemudian dipetik hasilnya. Fase-fase sebelumnya memang betul-betul merupakan fase persiapan dan pembinaan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Hanya perlu dicatat bahwa, orang-orang yang memasuki fase ini mesti telah melewati jenjang marhalah sebelumnya. Menjalani pendidikannya dengan sebaik mungkin, hingga kemudian sampai pada tujuan akhir yang menjadi target dari setiap marhalah. Sebagai mana kemenangan yang akan diraih jelas tidak sepenuhnya bersifat manusiawi, karena pertolongan Allah merupakan kunci penentu dari setiap derap perjuangan yang kita lakukan. Kita hanya berkewajiban untuk merambah sebab-sebab yang manusiawi. Seperti firman Allah: “Sesunguhnya kami telah mengukuhkan baginya (Dzulkarnain) di atas bumi, dan Kami berikan baginya sebab-sebab bagi segala sesuatu.”148 Maka fase tamkin dalam da’wah berarti, Allah mengukuhkan kedudukannya di atas bumi, lewat perantara orang-orang yang beramal shalih dalam segala lapangan kehidupan. Seperti yang dijanjikan Allah SWT.: 148
QS. al-Kahfi: 84
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 67
“Dan Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih, bahwa Allah akan memberikan kepada mereka kekuasaan di atas bumi, sebagai mana Allah telah memberikan kepada orang-orang yang sebelumnya, dan bahwa Allah akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya bagi mereka, dan akan memberikan rasa aman dan tenteram setelah mereka merasa takut. Mereka menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, dan barang siapa yang kufur setelah itu, mereka adalah orang-orang yang fasiq. Dan dirikanlah shalat, berikanlah zakat dan taatlah kalian kepada Rasul semoga kalian mendapat rahmat.”149 Dalam pengertian ayat-ayat inilah kurang lebih cita-cita fase tamkin. Hanya saja, walaupun memang fase ini merupakan fase puncak dari marhalah da’wah, tidak berarti perjuangan da’wah terus berhenti. Ada perjuangan untuk menjaga keberlangsungan tahapan yang sudah dicapai. Dan lebih dari itu, fase-fase ini tidak mesti dipahami sebagai marhalah-marhalah yang terpisah, sesungguhnya bisa jadi dilakukan secara serentak, bagi anggota da’wah yang berbeda. Untuk selanjutnya, tentang fase ini hanya akan disebutkan kerangka umum. Kerangka umum yang harus dilakukan dalam fase ini: 1. Melaksanakan kekuasaan hukum yang telah diturunkan Allah, alQur’an dan Sunnah, dalam seluruh urusan kehidupan, sehingga umat manusia merasakan hidup aman, tenteram dan mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. 2. Mencetak kehidupan sehari-hari secara islami. 3. Membentuk lembaga-lembaga yang menyentuh segala sektor kehidupan umat secara islami. 4. Mempersiapkan para ahli, secara akademis, dalam seluruh sektor kehidupan. 5. Mempersiapkan para ahli yang bisa merancang lapangan kerja untuk menutupi kebutuhan kerja Islam dalam seluruh fase da’wah. III. Ushul al-Tsalatsin (Tiga puluh prinsip dalam berda'wah) 1. Islam adalah sistem syumul yang mengurusi seluruh sendi kehidupan, dari kenegaraan dan kebangsaan, etika dan kekuasaan, kebudayaan dan hukum, materi dan kekayaan, perjuangan dan da'wah. Sebagaimana ia adalah aqidah dan ibadah yang benar. 2. Al-Qur'an dan Sunnah adalah rujukan setiap Muslim dalam mengetahui seluruh hukum Islam. Al-Qur'an itu harus difahami sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab tanpa berlebihan dan serampangan. Dan dalam memahami sunnah ia harus dikembalikan kepada Rijalul hadits yang tsiqat. 149
QS. al-Nur:55-56
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 68
3. Keimanan dan ibadah yang benar serta mujahadah mempunyai cahaya dan rasa manis yang dianugerahkan Allah SWT kedalam hati orang-orang yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Tetapi ilham, intuisi, kasyf dan mimpi tidak bisa menjadi dalil dalam hukum syari'at, dan tidak bisa dijadikan i'tibar (hujjah) kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nashnya. 4. Azimat, jampe-jampe, paranormal, perdukunan dan mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib adalah kemunkaran yang harus diperangi (kecuali do'a-do'a yang ma'tsur). 5. Pendapat imam atau wakilnya, dalam hal yang tidak ada nashnya, mengandung berbagai kemungkinan tentang keshahihannya, dalam arti nisbi, tidak mutlak. Dalam al-mashalih al-mursalah pendapat Imam ini bisa dipakai selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syari'at. Dan penilaian ini terkadang bisa berubah sesuai dengan kondisi 'urf dan adat yang berlaku dan shahih. Masalah ibadah pada dasarnya bersifat ta'abudi, karenanya tak harus melihat 'illat-'illatnya; sedangkan adat harus dilihat apa rahasia, hikmah dan maksud yang ingin dicapainya. 6. Setiap orang bisa diambil pendapatnya atau ditinggalkan kecuali al-Ma'shum SAW. Setiap pendapat yang datang dari salaf ash-Shalih yang sejalan dengan Kitab dan Sunnah harus kita ambil, dan jika ternyata bertentangan maka Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya lebih berhak kita ikuti. Tetapi walaupun begitu, dalam hal yang berbeda pendapat, kita tidak boleh mempersoalkan kepribadian atau orangnya, dengan mencerca atau meremehkan. Kita percaya akan niat baik mereka, dan kita yakin bahwa mereka telah melakukan hal yang terbaik tentang apa yang ingin mereka sampaikan. 7. Bagi setiap Muslim yang belum sampai kepada tingkat nazhar dalam dalil-dalil hukum far'i hendaknya ia mengikuti salah satu imam dari imam-imam agama. Dan bersama ittiba (pengikutan) terhadap imam ini, alangkah baiknya jika ia berusaha untuk menguasai dalil-dalil yang mungkin bisa dikuasainya. Ia harus menerima setiap petunjuk yang dibarengi dengan dalil-dalil jika orang yang memberikan petunjuk itu pantas dan mampu. Demikian pula ia harus berusaha untuk melengkapi kekurangan ilmunya (bagi kelompok terdidik) supaya bisa sampai pada tingkat nazhar. 8. Perbedaan pendapat fiqhiyah tidak boleh menjadi sebab terjadinya perpecahan dalam agama, permusuhan atau kebencian. Sebab bagi setiap mujtahid mendapat pahala dari upaya ijtihadnya. Hanya saja tak ada salahnya untuk melakukan pengecekan ilmiah terhadap masalah-masalah khilafiah tadi selama didasari oleh kecintaan kepada Allah SWT, bekerjasama untuk menemukan titik kebenaran tanpa mengakibatkan adanya fanatisme yang tercela.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 69
9. Setiap masalah yang tidak berdimensi amali maka melakukan pendalaman terhadapnya termasuk yang dilarang syara'. Termasuk dalam kaidah ini misalnya, melakukan pembagian hukum-hukum far'i yang tidak terjadi; mendalami makna-makna ayat al-Qur'an yang belum dijamah oleh ilmu pengetahuan dan membanding-bandingkan kelebihan antara shahabat serta membicarakan dan mempertajam perselisihan yang terjadi diantara mereka. Sebab setiap shahabat mempu-nyai nilai kedekatan dan persahabatannya dengan Rasul serta mempunyai niat baiknya yang tak mungkin diragukan lagi. 10. Ma'rifat kepada Allah SWT, Tauhid dan tanzih adalah aqidah Islam yang paling utama. Ayat-ayat sifat, hadits-hadits shahih tentang sifat dan ayat-ayat mutasyabihat, harus kita imani seperti adanya tanpa ta'wil dan ta'thil (meniadakan segala atribut bagi Allah SWT). Kita tak perlu menggubris perbedaan pendapat para ulama di sekitar masalah ini, cukuplah Rasul dan shahabatnya menjadi teladan. Merekalah orang-orang yang disebut oleh al-Qur'an: "Dan orang-orang yang ilmunya rasikh mereka berkata: "Kami beriman, semuanya itu berasal dari Tuhan kami." 150 11. Setiap bentuk kebid'ahan yang tak ada landasannya dalam agama --yang dianggap baik oleh hawa nafsu manusia-- adalah kesesatan yang wajib diberantas; dengan acara yang terbaik sehingga tidak membuat sesuatu yang lebih jelek dari kebid'ahan itu sendiri. 12. Bid'ah idzafi, tarkibi 151 dan iltizam dalam melakukan ibadah mutlak tertentu adalah perbedaan fiqhiyah, yang setiap orang boleh mempunyai pendapat yang berbeda. Tak ada salahnya hakikat persoalan seperti ini dianalisa dengan dalil dan bukti-bukti. 13. Mencintai orang-orang shalih, menghormati dan memuji mereka karena amal baik yang telah dilakukannya adalah termasuk usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.152 14. Ziarah kubur hukumnya sunnah, asal dengan kaifiyah atau caracara yang ma'tsur, diajarkan oleh Rasulullah SAW. Tetapi meminta pertolongan kepada orang-orang yang mati dan memanggilnya, meminta pertolongan kepada mereka agar kebutuhan hidupnya terpenuhi, baik dari jauh atau dari dekat, memperingatinya, mendirikan bangunan di 150
QS.Ali Imran: 7 Yang disebut idzafi adalah sesuatu yang mempunyai dasar dalam syariat atau pada dasarnya disunatkan, tetapi kemudian dilaksanakan dalam sifat dan bentuknya yang berbeda dengan cara yang telah disebutkan oleh syara’. Sedang tarkibi adalah sesoarang yang meninggalkan sesuatu yang dihalalkan dengan anggapan tadayun, atau karena alasan agama. 152 Para auliya adalah mereka yang disebutkan oleh al-Qur'an (adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa). Karamah yang biasa dinisbatkan kepada mereka juga ada, hanya dengan syarat-syarat syar'iyah. Dengan keyakinan bahwa mereka tidak bisa mendatangkan manfaat dan madarat bagi dirinya sendiri, baik ketika masih hidup atau sesudah meninggal, apalagi memberikan keramat itu kepada orang lain. 151
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 70
atasnya, menutupinya dengan gargeng, meneranginya, memberikan wangi-wangian, meminta berkah kepadanya, bersumpah atas nama selain Allah dan berbagai kebid'ahan yang diakibatkannya adalah dosa besar yang wajib diluruskan. Kita tak boleh menta'wil, untuk membenarkan perbuatan-perbuatan seperti ini karena sadudzari'ah, agar tak terjerembab pada hal-hal yang diharamkan. 15. Do'a, jika seseorang ber-tawasul dengan dibarengi salah seorang dari makhluk Allah adalah termasuk perbedaan far'iyah dalam hal berdo'a, bukan masalah aqidah.153 16. ’Urf atau kebiasaan yang salah dalam menggunakan suatu istilah, tak bisa merubah hakikat syari'ah. Karenanya perlu ditegaskan tentang apa isi dan kandungan makna yang dimaksud oleh lafadz itu. Kita juga harus menjauhi apologi kata (permainan kata-kata), baik dalam masalah-masalah agama ataupun dunia. Kata sebuah kaidah "Al-ibratu bi al-musamayat la bi al-asma", atau yang dijadikan patokan adalah kandungan dari istilah itu sendiri. 17. Aqidah adalah asas dari setiap perbuatan, dan amal hati (a’mal qulub) lebih penting dari amal lahir (a’mal khariji). Terciptanya kesempurnaan dari kedua amal itu adalah menjadi tuntutan syari’at, walaupun ada perbedaan tingkat dalam tuntutan itu. 18. Islam membebaskan kemerdekaan akal, mendorong untuk merenungkan al-kaun, menghargai setinggi-tingginya ilmu dan ulama, dan menyambut baik terhadap segala yang baik dan bermanfaat. Karena hikmah adalah barang berharga Mu'min yang hilang, maka kapan saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk memungutnya kembali. 19. Terkadang bisa terjadi perselisihan di antara pandangan akal dan pandangan syara’. Tetapi bagaimanapun kedua pandangan itu tak akan berselisih dalam hal-hal yang sifatnya qath'i, pasti. Maka kebenaran ilmiah yang pasti, tak akan bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang tsabit. Jika derajat kedua pandangan itu berbeda, maka kebenaran yang zhani harus dita'wil agar sejalan dengan kebenaran yang qath'i. Tetapi jika kedua-duanya zhanni maka kezhanian syara’ lebih berhak diikuti, sampai kemudian ditemukan kepastian tentang kebenaran akal atau kepastian tentang ketidak benarannya. 20. Kita tidak mengkafirkan seorang Muslimpun --yang mengakui dua syahadat, mengerjakan tuntutan dan faraidlnya- hanya karena mengeluarkan suatu pendapat atau melakukan kemaksiatan tertentu. Kecuali jika ia mengaku bahwa dirinya kufur, mengingkari sesuatu yang pasti dalam agama, mendustakan kebenaran yang sangat jelas dari al-Qur'an (sharih al-Qur'an), menafsirkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan 153
Namun termasuk masalah yang dikhawatirkan menjadi syirik.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 71
uslub dan bahasa Arab, atau melakukan suatu perbuatan yang tidak bisa dita'wil lagi kecuali memang perbuatan itu benar-benar suatu kekufuran. 21. Wanita adalah saudaranya laki-laki. Mencari ilmu dan demikian pula amar ma'ruf dan nahyi munkar adalah kewajiban bersama. Dan wanita dalam batas-batas etika Islam mempunyai hak dan kewajiban untuk bersama-sama membangun dan melindungi masyarakat. 22. Keluarga adalah pondasi bangunan akhlaq dan sosial umat, dan merupakan basis yang alami untuk pertumbuhan generasi umat manusia. Karena itu kedua orang tua mempunyai kewajiban bersama untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan anak. Lelaki adalah pemimpin rumah tangga. Meski demikian kewenangan dan tanggung jawabnya terbatas pada hal-hal yang disyari’atkan Allah bagi seluruh anggota keluarga. 23. Manusia mempunyai hak-hak materi (madi) dan moral (adabi) yang sebanding dengan kemuliaan dan kedudukan yang telah dianugerakan Allah kepadanya. Islam telah menjelaskan hak-hak ini dan mengajak untuk menghormatinya. 24. Para pemimpin dan penguasa bekerja untuk mengabdi kepada rakyatnya, demi menjaga kemaslahatan agama dan dunianya. Maka keberadaan mereka dalam jabatannya sangat tergantung pada komitmen mereka dalam menjalankan dan menjaga kewajiban ini, serta kerelaan rakyat atas mereka. Sama sekali seorang pemimpin tak berhak untuk memaksakan suatu keputusan secara despotik kepada rakyat. 25. Syura adalah asas pemerintahan. Bagi setiap bangsa berhak untuk memilih cara yang paling tepat untuk menerapkannya. Cara yang paling baik bagi pelaksanaan syura ini adalah yang paling mendukung untuk ketundukan umat terhadap Allah SWT dan menjauhkannya dari riya, penipuan dan keserakahan duniawi. 26. Hak pemilikan pribadi dijamin oleh syara’, dengan syarat-syarat dan hak-haknya yang telah diatur oleh Islam. Keseluruhan umat adalah ibarat satu tubuh, yang satu sama lain saling melengkapi. Karenanya satu bagian tubuhpun tak boleh diperdaya oleh sekelompok lain. Maka persaudaraan umum adalah hukum yang mengatur masing-masing anggota jama’ah, karenanya baik persoalan materi ataupun moral harus tunduk pada hukum jama'ah ini. 27. Keluarga Islam internasional bertanggung jawab atas terlaksananya da'wah Islam. Seperti halnya ia bertanggung jawab untuk menjawab tuduhan-tuduhan dan menolak kesengsaraan yang menimpa anggota keluarganya. Keluarga Islam juga berkewajiban untuk mengerahkan usahanya untuk menghidupkan kembali khilafah dalam bentuknya yang layak dan sebanding dengan kebesaran agamanya. 28. Perbedaan agama tidak menjadi sumber permusuhan antara sesama manusia. Tetapi terjadinya permusuhan, persengketaan, peperan-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 72
gan, fitnah dan semua bentuk kezhaliman itu terjadi karena ulah sekelompok manusia, oknumnya. 29. Hubungan muslimin dengan keluarga masyarakat internasional didasari oleh persaudaraan kemanusiaan yang murni. Umat Islam harus menda’wahkan agamanya hanya dengan argumentasi dan kerelaan: “La iqraha fi al-dini qat tabayyana al-rusydu min al-ghayyi.” 30. Umat Islam bersama-sama kelompok lain --dengan perbedaan agama dan madzhabnya-- berkewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia, baik secara materi maupun secara nilai (ma'nawi). Ini adalah pijakan fitrah keislaman dan nilai-nilai yang kita warisi dari pembesar para nabi, Nabi Muhammad SAW. IV. Asas-Asas Da’wah Syekh Musthafa Masyhur menganalisa beberapa gerakan dan organisasi da’wah khususnya Ikhwanul Muslimin yang telah lama digelutinya. Beliau menyimpulkan delapan issue penting dalam da’wah dan secara tematis memperluas pembahasannya dengan beberapa poin pokok. 1. Ar-Ru-yah Al-Wadlihah (Pandangan yang jelas) Seorang da’i dituntut untuk mengetahui dan memahami dengan benar seluk beluk jalan da’wah. Mengenal dengan pasti petunjuk-petunjuknya serta seluruh bagian penting dari da’wah ini. Langkah pertama ialah menentukan ghayah (tujuan) yang harus dicapai yaitu Allah SWT Maksudnya dengan berjalan di atas jalan da’wah, kita harus berusaha mencapai keridlaan-Nya, meraih kenikmatan dan keselamatan api neraka. Firman Allah SWT; “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan Allah dan kemenangan yang dekat waktunya. Dan sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang yang beriman.” 154 Adapun sasaran yang akan dicapai para aktifis da’wah ialah tegaknya dienullah di bumi dengan berdirinya daulah Islamiah ‘Alamiah yang dipimpin oleh sistem khilafah Islamiah. Waktu dan masa pencapaian sasaran da’wah tidak boleh diukur dengan usia seseorang, tetapi harus diukur dengan umur da’wah atau generasi. Sehubungan dengan ini, Imam Hasan Al-Banna dalam “Risalah Khamis” mengatakan; “Sesungguhnya langkah-langkah dan batas-batas jalan kalian sangat jelas rumusannya. Saya tidak akan menyalahi batas-batas ini karena saya yakin 154
QS. As-Shaff: 10-13
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 73
seyakin-yakinnya bahwa kadang-kadang jalan yang harus ditempuh panjang. Tetapi tidak ada jalan lain selain jalan ini. Jalan ini memerlukan orang yang shabar, teguh, sungguh-sungguh dan bekerja serius. Jika di antara kalian ada yang terburu-buru ingin memetik buah sebelum masak atau memetik bunga sebelum mekar, maka ketika itu saya tidak bersamanya, sebaiknya ia menempuh jalan lain, bukan jalan ini. Barangsiapa yang shabar bersamaku sampai benih tumbuh, batangnya kuat dan berbuah ranum serta layak untuk dipetik, maka pahalanya ada pada Allah. Kita akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan; “Menang dan memimpin atau mati syahid dan bahagia.” Ujian da’wah adalah salah satu tanda sunnatullah dalam da’wah, dan dengan menyadari hal ini seorang da’i tahu bahwa di balik imtihan (cobaan dan ujian) tersebut terkadang faktor-faktor kemenangan yang tidak akan berhenti dengan sebab-sebab adanya rintangan. Kemenangan selalu mengiringi ujian dan penderitaan. Sebuah jama’ah yang berjalan di jalan da’wah yang lurus harus menjelaskan beberapa sifat asasi yang menjadi karakteristiknya. Di antaranya; Pertama, Manhaj dan sasarannya ialah tegaknya daulah Islamiah ‘Alamiah, terutama tegaknya sistem khilafah. Kedua, Pemahamannya terhadap Islam. Yaitu pemahaman yang menyeluruh dan bersih, bersumber dari Kitab dan Sunnah. Ketiga, Cara mewujudkan sasarannya sejalan dengan cara Rasulullah SAW dalam membina daulah Islamiah pertama. Secara tertib daulah ini ditegakkan di atas tiga azas, yaitu; (1) Kekuatan aqidah dan iman, (2) kekuatan wihdah (persatuan) dan ukhuwah, dan (3) Kekuatan fisik dan sarana penunjangnya. Keempat, Internasionalisasi gerakan, tidak boleh hanya bersifat lokal atau regional kecuali ada koordinasi dengan gerakan pusat. 2. Al-Istimrariah (kesinambungan) Banyak tenaga da’wah, jama’ah, organisasi atau partai politik tumbuh dan kuat, tetapi tidak lama kemudian melemah dan bubar. Mengapa ini terjadi ? Faktor penyebabnya banyak, antara lain karena tidak orisinil dan tidak memiliki kemampuan bertahan atau buruknya manajemen sehingga tidak mampu mengantisipasi tipu daya dan konspirasi musuh. Yang dimaksud kesinambungan di sini ialah tetap adanya orang yang memikul beban da’wah dan berusaha mewujudkan sasaran-sasarannya serta mewariskannya kepada generasi selanjutnya. Jika jalan da’wah diibaratkan sebatang pohon, maka tarbiah dan tazkiah ruhiah adalah humus dan pupuknya, disamping persiapan setiap afrad juga kesatuan jama’ah mesti dibina. Di antara sebab paling berbahaya yang dapat menghentikan perjalanan bahkan menggagalkan da’wah ialah adanya perselisihan dan pertentangan dalam shaf. Firman Allah; “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”155 3. An-Namwu Wal Quwwah (Pertumbuhan dan Kekuatan) 155
QS. Al-Anfal:46
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 74
Kesinambungan yang dikehendaki ialah disertai dengan perluasan medan gerakan yang continual dan kuantitas afrad (anggota) dan simpatisan gerakan semakin berkembang serta kekuatan struktur harakah afrad dan pirantinya yang semakin meluas. Ada dua jenis pertumbuhan dan perkembangan yang harus diperhatikan, yaitu; Pertama, Perkembangan horizontal, ialah berkembangnya hasil keseriusan manuver da’wah sehingga medan da’wah semakin meluas, bukan saja kawasan-kawasan Islam tetapi juga di seluruh dunia. Di antaranya dengan memperhatikan berbagai wasilah (sarana) nasyrud da’wah seperti buku, surat kabar, majalah, brosur, seminar, diskusi, kaset, radio, televisi, film dan sebagainya. Kedua, Pertumbuhan vertikal, ialah meningkatkan mustawa (tingkat) afrad dan pembinaannya. Ini jelas merupakan lapangan tarbiah seperti pengajaran, usrah, rihlah, mu’askar dan lainnya. Berkenaan dengan kekuatan kepribadian, Imam Hasan Al-Banna dalam risalah “Ila Ayna Nad’u an-Nas” dibawah judul “Min Ayna Nabda”, menyatakan; “Sesungguhnya membentuk ummat, mentarbiah bangsa, mewujudkan cita-cita dan membela prinsip memerlukan kekuatan jiwa besar dari ummat atau kelompok yang memperjuangkannya. Hal ini tercermin dalam beberapa hal; (1) Iradah Qawiah yang tidak dapat diserang kelemahannya. (2) Wafa’ Tsubut yang tidak mengenal tukar bulu atau khianat. (3) Tadhhiah ‘Azizah yang tidak dapat dihalangi oleh ketamakan dan kekikiran. (4) Ma’rifatul Mabda dan mengimaninya yang dapat melindungi dari kesalahan, penyimpangan, tawar menawar dan ketertipuan.” 4. Al-Muhafadzah ‘ala Al-Ashalah (Menjaga Orisinalitas) Menjaga orisinalitas berarti berpegang teguh kepada Islam dan tidak menyalahinya, baik dalam teori maupun praktek. Imam Syahid selalu menekankan agar jama’ah beriltizam dengan Islam, Kitab dan Sunnah serta melangkah sesuai dengan Sirah Rasulullah SAW ketika beliau membina daulah Islamiah pertama. Firman Allah; “Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama semuanya bagi Allah.” 156 Dalam menjaga orisinalitas ini diperlukan sikap takamul dan i’tidal (integral dan proporsional). Takamul ialah menerapkan Islam dengan seluruh aspek, tuntunan dan universalitasnya tanpa meremehkan satu sisipun darinya. Sedangkan i’tidal ialah bahwa setiap anggota bekerja dalam seluruh sisi Islam dengan seimbang dan proporsional, jauh dari sifat keterlaluan (ekstrimitas) dan di luar ketentuan yang wajar, serta jauh dari peremehan aspek Islam. 5. At-Takhtith Wa At-Tathwir (Perencanaan dan Pengembangan) Untuk mencapai sasaran da’wah, amal Islami harus berjalan dengan takhtith (perencanaan) yang teliti, tidak boleh asal-asalan, spontanitas atau reaksioner. Karena itu perlu lebih dirinci sasaran tersebut dengan program yang jelas dan alat/sarana yang memadai. Selanjutnya Amal Is156
QS. 8:39
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 75
lami melakukan evaluasi seluruh pelaksanaan program pencapaian sasaran yang telah digariskan. Kita harus memanfaatkan penemuan baru dalam bidang jihad dan persiapannya, baik dalam perekonomian, industri, perdagangan, pertanian atau keuangan. Karena prinsip Islam yang tetap ini membutuhkan alat pencapaiannya yang selalu diperbaharui terus sesuai perkembangan zaman. 6. Jam’u Kalimatil Muslimin (Kesatuan Pandangan) Jalan pertama menyatukan pandangan setiap masyarakat muslim dan mempersatukan kaum muslimin ialah melalui usaha menghidupkan aqidah Islamiah dalam diri dan membangkitkan keimanan di dalam hati. Kemudian memperkenalkan kaum muslimin akan hakikat agama Islam, keagungan dan kesyumulannya.157 7. Al- ‘Amalu Fi Majalid Da’wah (Bekerja dalam lapangan Da’wah) Amal shalih merupakan refleksi keimanan dan pembuktian terhadap pengakuan imannya. Amal shalih dan iman adalah faktor penyebab memperoleh kemenangan, kekuasaan dan kenikmatan surga. Firman Allah; “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” 158 8. At-Taurits Wat-tuham Al-Ajyal (Pewarisan dan Regene-rasi) Agar pemahaman terhadap masalah pewarisan dan regenerasi di kalangan anggota da’wah dan urgensinya dalam persoalan perubahan yang merupakan sunatullah dalam ciptaannya159 lengkap dan integral, maka kita harus menatap sekilas tentang perkembangan da’wah Islamiah masa lalu, masa kini dan proyeksinya untuk masa yang akan datang, serta mewujudkan sasaran jama’ah yang telah menjadi cita-cita bersama. Secara teoritis pewarisan tidak akan berjalan mulus hanya dengan melalui buku dan risalah-risalah. Agar pewarisan ini benar, maka mau tidak mau harus melalui mu’ayasyah (koeksistensi) dan regenerasi antar tingkatan. Karena itu keteladanan akan berpengaruh efektif di dalam perubahan dan pewarisan. Sebab dengan keteladanan akan melahirkan ta-alluf (kesatuan hati), persenyawaan dan kecintaan yang tulus dan akan melahirkan generasi yang lebih baik.160 ***
157
lihat QS. Ali Imran:103, 105 QS. At-Taubah:105 159 QS. Ar-Ra’du:11 160 Disarikan dari “Qadhaya Asasiah ‘ala Thariq Al-Da’wah,” Syekh Musthafa Masyhur 158
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 76
AKAR IDEOLOGI ALIRAN PEMIKIRAN
Keberadaan sebuah gerakan keagamaan ataupun pemikiran, dewasa ini tidak lagi menjadi hal yang asing, disebabkan oleh melebarnya isu keterbukaan setiap bangsa dan golongan. Abad kini yang kita kenal sebagai era globalisasi informasi telah melahirkan sebuah kondisi masyarakat modern dalam konteks yang beragam. Lompatan-lompatan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya kini dapat disaksikan. Zaman ini merupakan sebuah revolusi komunikasi terutama di bidang transformasi pemikiran dan informasi budaya. Tentu saja semua perubahan ini melahirkan sejumlah akibat serta problema yang belum pernah dihadapi generasi terdahulu. Politik isolasi (‘Uzlah) menjadi sesuatu yang mustahil dapat dilakukan, baik secara pribadi maupun negara. Manusia modern dihadapkan kepada badai informasi yang membingungkan serta kontradiksi di sekitar partai politik, gelombang pemikiran, aliran-aliran agama dan filsafat atau sejenisnya yang mungkin akan mengaburkan pandangannya terhadap kebenaran objektif. Salah satu lembaga pengkajian Riyad -WAMI (An-Nadwah Al-’Alamiyah Li Asy-Syabab Al-Islamy) mencoba mengantisipasi fenomena di atas dengan menyusun sebuah ensiklopedi akar ideologi berbagai aliran keagamaan dan pemikiran kontemporer. Ensiklopedi ini dimaksudkan agar menjadi rujukan ketika kita berhadapan dengan aliran-aliran yang muncul sekarang-sekarang ini. Walaupun dengan format neoisme, namun sebenarnya jika ditelusuri akan sampai kepada akar pokoknya yang telah diisyaratkan dalam al-Quran dan As-Sunnah. Ada tiga puluh satu aliran keagamaan dan pemikiran yang dimuat dalam ensiklopedi ini, antara lain; (1) Ibadiyah, (2) Al-Ikhwan AlMuslimun, (3) Orientalisme (Istisyraq), (4) Isma-’iliyah, (5) El-Opus Dei Instuto Secular, (6) Babiyah dan Bahaiyah, (7) Partai Ba’ats Sosialis Arab, (8) Bareilawisme, (9) The Bilalians, (10) B’Nai B’Rith, (11) Budhisme, (12) Jama’ah Tabligh, (13) Tijaniyah, (14) Hizbu Al-Tahrir, (15) Westernisasi, (16) Kristenisasi, (17) Jama’at Islami (Pakistan), (18) Al-Hizb Al-Jumhuri, (19) Jinisme, (20) Assasin, (21) Darwinisme, (22) Droze, (23) Kapitalisme,
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 77
(24) Rotary Club, (25) Ruhani Baru, (26) Zaidiyah, (27) Hizbus Salamah al-Wathani, (28) Komunisme, (29) Sikhisme, (30) Saksi Yehova, dan (31) Syi’ah Imamiyah (Dua Belas). Yang menarik dari ensiklopedi ini ialah analisis yang objektif dan terbuka dalam menelusuri setiap aliran tersebut, apalagi dikuatkan dengan referensi yang diambil dari masing-masing aliran. Salah satu aliran yang ada di Indonesia yaitu Rotary Club. Menurutnya, Rotary adalah sebuah organisasi mantel Free Massonry yang sepenuhnya dikendalikan Yahudi Internasional. Tokoh utamanya ialah Paul Harris, seorang advokat yangmendirikan Rotary Club ini pada tahun 1905 di Chicago. Tiga tahun kemudian Charly Berry bergabung dan memperluas gerakannya dengan cepat. Ia kemudian menjadi sekretaris club dan mengundurkan diri pada tahun 1942. Paul Harris meninggal tahun 1947 setelah gerakannya berkembang ke 80 negara dan mempunyai 6800 club serta 327.000 anggota. Tentang pemikiran dan doktrin-doktrinnya, Rotary tidak menjadikan agama sebagai standar dalam pemilihan anggota, juga tidak dipermasalahkan tentang kewarganegaraan. Dengan demikian memudahkan ajaran Yahudi merasuk ke dalam berbagai aktifitas kehidupan. Terbukti dengan dianggap perlunya keberadaan minimal dua orang Yahudi dalam setiap club. Charles Marden yang pernah menjadi anggota Rotary selama tiga tahun, telah melakukan studi terhadap organisasi ini. Kemudian ia mengemukakan beberapa data berikut; 1.Setiap 421 orang anggota Rotary Club, 159 orang diantaranya mempunyai keterikatan kuat dengan Free Massonry. Loyalitas mereka terhadap Free Massonry melebihi clubnya. 2.Dalam beberapa hal, keanggotaan Rotary hanya terbatas untuk orang-orang Free Massonry, seperti di Edinburg Inggris pada tahun 1921. 3.Dalam sebuah perkumpulan yang disebut Nan’s di Perancis disebutkan; Jika orang-orang Free Massonry membentuk organisasi yang bekerjasama dengan golongan lain, maka urusan organisasi tidak boleh berada di tangan orang lain. Personil organisasinya harus dipegang orang-orang Free Massonry dan harus berjalan sesuai dengan prinsip Free Massonry. 4.Ketika Free Massonry mengalami penyusutan, juteru Rotary mendapat dukungan sangat besar dan aktifitasnya semakin kuat. Hal ini dikarenakan orang-orang Free Massonry mendapat tekanan keras dari berbagai pihak, kemudian mengalihkan segala aktifitasnya kepada Rotary Club sampai tekanan itu hilang dan kondisinya kembali seperti semula. 5.Rotary didirikan tahun 1905, yaitu tahun-tahun menjelang aktifnya Free Massonry di Amerika.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 78
Beberapa club yang seidealitas Rotary antara lain Lions, Kiwany, Exchange, Meja Bundar, Pulpen dan B’Nai B’Rith. Motivasi Rotary yang sebenarnya ialah membaurkan orang-orang Yahudi dengan bangsa lain dengan mengatasnamakan kasih dan persaudaraan. Melalui jalan ini mereka mampu mengumpulkan berbagai maklumat yang dapat membantu mereka dalam mendukung tujuan mereka yang bersifat ekonomis dan politis. Juga membantu mereka dalam menyebarkan tradisi tertentu yang akan memastikan timbulnya kemerosotan (degenerate) sosial. Ini dapat kita lihat melalui persyaratan keanggotaan yang hanya diberikan kepada orang-orang penting dan menonjol di masyarakat. Ada enam belas referensi yang dijadikan bahan ensiklopedi tentang Rotary ini, diantaranya; “Rotary And Its Brothers,” karya Charles F. Marden (Princebton University Press, 1963), “To Wards My Neighbour” G.R.H. Nitt, “My Rode To Rotary Ravl” P.Harris, “Al-Masuniyah Fi Ara” Dr. Syekh Muhammad Ali Az-Za’by dan lain-lain. Aliran lain yang dikupas dengan jelas ialah “Jama’ah Tabligh” yang kini menyebar ke setiap pelosok Indonesia. Jama’ah Tabligh adalah sebuah jama’ah Islamiah yang da’wahnya berpijak pada penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam (Fadlilah) kepada setiap orang yang dapat dijangkau. Jama’ah yang didirikan oleh Syekh Muhammad Ilyas Kandahlawy (13031364) ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan da’wah dengan menjauhi bentukbentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Pendiri Jama’ah telah menetapkan enam prinsip yang menjadi asas da’wahnya, yaitu (1) Kalimah agung, (2) Menegakkan shalat, (3) Ilmu dan dzikir, (4) Memuliakan setiap muslim, (5) Ikhlas dan (6) Berjuang fi sabilillah. Secara umum metode da’wah mereka antara lain; Para anggota menyusun sebuah kelompok (halaqah) yang bertugas melakukan da’wah di sekitar tempat diam mereka dengan membawa peralatan hidup sederhana. Sebagian dari mereka ada yang membersihkan tempat yang ditinggali (biasanya di masjid) dan sebagian lagi keluar (khuruj) mengunjungi kota, kampung, pasar dan warung-warung sambil berdzikir kepada Allah. Mereka mengajak orang-orang untuk mendengarkan bayan (ceramah). Mereka berkeyakinan, jika pribadi-pribadi telah diperbaiki satu persatu, maka secara otomatis kemunkaran akan hilang. Mereka memandang taqlid kepada madzhab tertentu adalah wajib. Konsekuensinya, mereka melarang ijtihad dengan alasan sekarang ini tidak ada ulama yang memenuhi syarat seorang mujtahid. Jama’ah Tabligh banyak dipengaruhi oleh sufisme India, diantara praktek sufistiknya ialah;
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 79
1.Setiap pengikut diharuskan bai’at kepada syekhnya. Barangsiapa meninggal tanpa tanda bai’at di tekuknya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah. 2.Sangat berlebihan mencintai syekh. 3.Menjadikan mimpi sebagai landasan kebenaran dalam da’wahnya. 4.Meyakini tashawuf sebagai jalan terdekat mewujudkan keimanan. 5.Senantiasa menyebut tokoh-tokoh sufi seperti Abdul Qadir Jailani, Suhrawardi dan lain-lain. Jama’ah Tabligh memperluas dirinya secara horizontal kuantitatif, tetapi mereka lemah dalam mencapai keunggulan kualitatif. Sebab mencapai kualitas yang baik memerlukan pembinaan dan ketekunan yang berkesinambungan. Inilah yang tidak dimiliki Jama’ah Tabligh, karena orang yang mereka da’wahi hari ini belum tentu akan mereka jumpai sekali lagi. Malah tidak jarang orang yang telah mereka da’wahi kembali lagi ke dalam kehidupan semula. Pengaruh da’wah mereka lebih membekas secara jelas kepada pengurus masjid. Sedangkan kepada orang-orang yang telah memiliki pemikiran dan ideologi tertentu, hampir-hampir pengaruhnya tidak ada. Dapat juga dikatakan bahwa mereka mengambil Islam sebagian dan meninggalkan sebagiannya. Memilah-milah hakikat Islam jelas bertentangan dengan watak Islam yang utuh. Kitab utama yang dipelajari oleh anggota Jama’ah Tabligh ialah “Hayatus Shahabah” karya pendiri aliran ini. Alangkah beragamnya pola pemikiran dan aliran yang terjadi di dunia ini, yang tentunya ada sisi positif dan negatifnya. Bagi kita selaku muslim yang meyakini Islam sebagai ajaran yang kamil mutakammil, selayaknya membentengi diri dari faham-faham sesat dan menyesatkan. 161
***
161
Disarikan dari Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan Penyebarannya, WAMI
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 80
AQIDAH SYI’AH
Pandangan Muhammad Malullah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasulullah dan mengusir kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.” (QS. 60:1) *** Sungguh sangat disayangkan, sebagian besar mereka yang mengaku golongan AhlusSunnah Wal-Jama’ah telah terseret menjadi orang-orang yang membenarkan praktek golongan "pencinta Ahlulbait.” Akhirnya tidak ada lagi jarak antar pemuja Syi’ah dan pembela AhlusSunnah. Bahkan kini telah beredar buku-buku yang menyerukan persatuan antara AhlusSunnah dan Syi’ah Rafidhah, baik yang ditulis oleh orang Syi’ah maupun mereka yang pro dari AhlusSunnah. Jika kita kembalikan pengertian dari persatuan dan ukhuwah Islamiah, sesungguhnya tidak tepat bergumul dengan mereka dan mengatasnamakan persatuan. Karena telah jelas bahwa persatuan harus bedasarkan persamaan prinsip-prinsip pokok (ushul). Bagaimana dengan mereka? Apakah kita akan bersatu dengan keyakinan bahwa Allah bersifat bodoh dan pelupa? Bahwa Al-Quran Al-Karim belum sempurna? Bahwa mencela dan mendiskreditkan shahabat dan salafusshalih adalah ibadah? Bahwa mereka adalah para perusak sejarah Islam? Dan perbedaan prinsip lainnya.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 81
Ketahuilah, perbedaan antara AhlusSunnah dan Syi’ah Rafidhah adalah perbedaan dalam ushul (prinsip dasar) bukan dalam masalah furu’ (cabang). Ketika terjadi revolusi Iran, banyak orang terkesan akan kekuatan dien Syi’ah. Kemudian dijadikan momentum untuk merangkul kaum muslimin dengan seruan berbai’at kepada Khomaeni sebagai Imam seluruh ummat Islam. Apa yang terjadi merupakan akibat dari lemahnya pemahaman ummat Islam terhadap Al-Quran dan Sunnah serta kurang selektifnya menerima setiap faham dan keyakinan. Beberapa Sikap Syi’ah terhadap AhlusSunnah Penulis menjelaskan beberapa bagian tentang sikap Syi’ah terhadap AhlusSunnah berdasarkan kepada rujukan kitab-kitab Syi’ah yang masih dijadikan pegangan para penganutnya. • Pengertian Al-Nashib menurut Syi’ah Kitab-kitab Syi’ah yang saya kaji, sangat banyak memuat istilah-istilah, kunyah dan laqab yang sebelumnya belum pernah digunakan oleh para ulama. Ada juga istilah yang sama, namun pengertiannya bertentangan dengan yang sebenarnya. Misalnya, dalam kitab mereka terdapat kunyah "Al-awwal", "Al-tsani", "Al-tsalits", "Habtar.” (burung Pelanduk), "Zaraiq” (nama burung). Dengan shighat menghina, mereka maksudkan Al-Awwal adalah Al-Shiddiq, Al-tsani Umar, Al-tsalits Usman, Habtar ialah Abu Bakr, Zaraiq adalah Umar dan banyak lagi istilah ejekan lainnya. Begitu juga istilah "Nashib" atau "An-Nawashib.” Menurut Ahlus Sunnah, Nashib ialah orang-orang yang membenci Ali RA dan Ahlulbaitnya serta melaknat mereka. Namun, menurut Syi’ah pengertiannya ialah golongan AhlusSunnah yang menyetujui kekhalifahan Abu Bakar RA, Umar RA dan shahabat lainnya. Kitab-kitab Syi’ah yang menjelaskan seperti ini di antaranya, "Al-Hadaiqun Nadlirah fi Ahkamil 'Atrahuthahirah" karya Al-Bahrani, "Al-Mahasinun Nafsaniah fi Ajwabati Masail lil Kharasaniah" Karya Husain Al-Usfuur. "Al-Anwarun Nu'maniah” karya Ni'matullah Al-Jazairy. "Maratul Anwar Wa Misykatul Asrar" karya Abul Hasan Al-Amily. • Ilah AhlusSunnah berbeda dengan Ilah Syi’ah. Ni'matullah Al-Jazairy seorang tokoh terkemuka Syi’ah menyatakan: "Kami tidak ada persamaan dengan mereka (ahlus Sunnah) tentang Allah Nabi dan Iman. Mereka berkata bahwa Tuhan mereka adalah yang Nabinya Muhammad SAW dan khalifah penggantinya ialah Abu Bakar RA. Sedangkan Tuhan kami bukan seperti itu, bukan Tuhan yang Nabinya Muhammad SAW dan khalifah penggantinya Abu Bakar RA. Itu bukan Tuhan kami dan bukan pula Nabi kami.” 162 162
Al-Anwarun Nu'maniah, 1: 278-279
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 82
Sebelum kita menarik kesimpulan, sebaiknya harus di jelaskan dulu Aqidah Yahudi dan Syi’ah dalam memandang Allah SWT. Allah menurut Aqidah Yahudi "Jahil" tidak mengetahui sesuatupun kecuali setelah terjadi, bahkan Dia bersifat manusiawi seperti lupa, lelah, lemah dan sifat-sifat kekurangan lainnya. Demikian dijelaskan dalam Taurat versi mereka. Ternyata Aqidah sesat seperti ini meracuni pikiran Syi’ah. Yaitu dengan istilah "Al-Bada", artinya semakna dengan "jahil" yaitu membenarkan pengetahuan tentang sesuatu setelah tidak diketahui. Al-Kulaini menulis Bab khusus dalam kitabnya "Al-Kafi" dengan judul "Al-Bada.” Riwayat dari Rayyan Bin Ash-Shilt, mengatakan: "Aku mendengar ArRidha (Ali Bin Musa, Imam ke-8) mengatakan: "Allah tidak mengutus seorang Nabi kecuali membawa perintah mengharamkan arak dan menetapkan bahwa Allah mempunyai sifat "Al-Bada.”163 • Syi’ah menghalalkan harta dan darah AhlusSunnah Menurut riwayat dari imam Syi’ah dan kitab-kitab mereka, harta dan darah AhlusSunnah halal bagi mereka. Hafs bin Al-Bukhtury mendengar Ali Abdillah mengatakan: "Ambillah harta “Al-Nashib” (AhlusSunnah) dimana saja kamu temui dan serahkan kepada kami seperlimanya.”164 Khomaeni membolehkan perampasan harta AhlusSunnah walaupun dengan cara yang bertentangan dengan syara’.165 Syi’ah juga menghalalkan pertumpahan darah AhlusSunnah walaupun dengan cara batil. 166 Atas perilaku yang dilegalisasi menjadi aqidah ini, Syekh Ahmad Mufti Zadah, seorang ulama terkenal AhlusSunnah asal Iran berkomentar dalam dua suratnya yang cukup panjang, ia menjelaskan dalam suratnya yang pertama yang dikirimkan kepada para ulama dan pemimpin Iran, di antara isinya menggugah kesadaran para ulama (khususnya Syi’ah) dan penguasa agar tidak memaksakan faham Syi’ah kepada AhlusSunnah apalagi dengan kekerasan, ancaman, pembunuhan, pengusiran dan sebagainya yang mereka anggap pengamalan aqidah Syi’ah yang fundamentalis. Surat kedua ditujukan khusus kepada Khomaeni, isinya hampir senada dan hal ini disampaikan kepadanya, karena segala keputusan di Iran ada di tangannya sebagai Imam tertinggi. • Shalat di belakang AhlusSunnah Syi’ah melarang pengikutnya shalat di belakang AhlusSunnah kecuali untuk taqiyah. Banyak sekali Hadits riwayat para imam yang dikutip kitab-kitab mereka. Di antaranya “Al-Kafi,” “Man laa yadhurruhui Alfiqhiah,” “Al-tahdzib”, “Al-istibshar”. Sebagian ikhwan mengatakan, orang Syi’ah tidak pernah menghadiri masjid AhlusSunnah, kecuali jika akan membagikan selembaran Khomaeni atau mengumpulkan sedekah. 163 164 165 166
Al-Kafi I:148 Jami al-Hadits Syi’ah VIII:532 lihat Tahrir Al-Wasilah li Al-Khomaeni I:352. Al-Mahasin Al-Nafsaniah: 466
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 83
Riwayat dari Al-Fadl bin Yassar, ia berkata: "Aku bertanya kepada Abu Ja'far tentang menikahi “Al-Nashib” dan shalat di belakangnya, ia menjawab: "Janganlah menikah dengannya dan jangan shalat di belakangnya.” 167 Terdapat 39 riwayat yang senada dengan riwayat di atas. • Syi’ah dan menikahi AhlusSunnah Berdasarkan riwayat-riwayat Syi’ah, mereka memandang golongan AhlusSunnah sebagai kafir, fasiq dan sesat. Sehingga dalam fiqh Syi’ah pun terdapat beberapa hukum yang disesuaikan dengan pandangan aqidah mereka, seperti masalah hukum menikah dengan AhlusSunnah. Syi’ah melarang para pengikutnya menikah dengan AhlusSunnah, bahkan mereka memandang lebih utama menikahi Yahudi, Nasrani atau Majusi daripada menikahi Sunni. Syi’ah mengharamkan nikah dengan AhlusSunnah secara mutlak. Karenanya, mereka tidak mengakui Ruqayyah dan Ummu Kul-tsum karena pernah menikah dengan Utsman bin Affan RA. Kitab-Kitab yang menjelaskan hal itu di antaranya, “AlIstigha-taha fi Bida'i Al-Tsalatsah” (yaitu Abu Bakar RA, Umar dan Utsman RA) karya Abu Al-Qasim Al-Kufi, “Anwar Al-Nu'maniah” karya Nikmatullah Al-Jazairi dan kitab Syi’ah lainnya. Banyak sekali riwayat yang menyatakan keharaman nikah dengan AhlusSunnah, di antara 16 riwayat tersebut adalah dari Abdullah bin SaIman dari Abi Abdillah, ia berkata: "Ayahku bertanya kepadanya dan aku mendengarkan, tentang menikahi Yahudi dan Nashrani. Ia menjawab: "Menikahi keduanya lebih disukai olehku daripada menikahi Al-Nashibiah.”168 • Wajib Berbeda dengan AhlusSunnah,. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap pengikut Syi’ah, berbeda dengan pengikut AhlusSunnah, baik dalam aqidah maupun hal yang berhubungan dengan syari’ah. Pandangan semacam ini, bukan berdasarkan prasangka belaka atau menurut kitab Syi’ah klasik saja. Tapi merupakan rangkuman dari kitab kontemporer yang disusun oleh ulama Syi’ah dengan gelar “Al-Mahdi,” “Al-Muntazhar” atau “Al-Ayat.” Pendapat Khomaeni tentang kewajiban berbeda dengan AhlusSunnah telah kami tanggapi dengan kitab yang kami susun “Mauqif Al-Khomaeni Min AhlusSunnah.” Sebagai bahan perbandingan, kami mengemukakan komentar Syekh Muhammad Bin Abdil Wahhab dalam kitab “Risalah ri Al-Radd ala Al-Rafidhi”: "Sesungguhnya mereka kaum Syi’ah menjadikan berbeda dengan AhlusSunnah waljamaah yang berpegang teguh kepada Rasulullah SAW dan para shahabatnya sebagai prinsip pokok menuju kebahagiaan. Maka setiap kali AhlusSunnah melaksanakan sesuatu, mereka sengaja meninggalkannya. Dan setiap kali AhlusSunnah meninggalkan sesuatu mereka sengaja melakukannya. Karenanya mereka keluar dari Al-dien secara bulat-bulat. Syetan telah memperdaya mereka dan menghiasi angan-angan mereka 167 168
Wasail Al-Syi’ah III:383 Wasail Al-Syi’ah VIII:426
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 84
serta menyerukan pada mereka bahwa berbeda ini merupakan ciri golongan yang selamat. Padahal Rasulullah SAW telah bersabda: "Golongan yang selamat adalah himpunan terbesar dari kaum muslimin dan yang sejalan dengan apa yang saya pegang dan para shahabatku.” Perhatikanlah golongan mereka dengan aqidah dan amalnya sama sekali tidak sejalan dengan Nabi SAW dan para shahabatnya tetapi mereka mengaku menjadi golongan yang selamat. Sedangkan AhlusSunnah adalah golongan yang berpegang pada atsar Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Merekalah yang berhak menjadi golongan yang selamat dan ciri khas keselamatan mereka adalah keteguhannya (istiqamah) dalam Al-Dien tanpa penyimpangan. Madzhab mereka jelas, kekuasaannya terlihat pada negeri yang merdeka dan keberadaan para ulama yang haq, muhaddits, auliya dan shalihin mereka. Sedangkan kekuasaan Rafidhah (Syi’ah) telah hilang, penguasanya pun tak lagi terdengar.”169 • Persekongkolan Syi’ah dengan Tartarian, Yahudi dan Nashrani. Syaikul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: "Al-Rafidlah (Syi’ah) sangat mempertuhankan hawa nafsu dengan kebodohan dan kezhaliman. Mereka menyimpang dari batas awliya yang mulia setelah Nabi yaitu Al-Sabiqun Al-Awwalun, Muhajirin dan Anshar yang setia. Bahkan mereka menjadikan kuffar, munafiq dari Yahudi, Nashrani, Musyrikin, komunis seperti Nashiriyah, Ismailiah dan golongan sesat lainnya sebagai wali kepercayaan. Sehingga kebanyakan mereka berbeda dalam masalah ketuhanan sebagaimana perbedaan antara mu’min dan kafir atau orang yang berselisih tentang apa yang dibawa para Nabi, di antara mereka ada yang percaya ada yang menolak. Baik persoalan pendapat atau amaliah. Ketika terjadi peperangan antara muslim dengan ahli kitab. Misalnya bantuan mereka ketika kaum musyrikin Turki menyerang penduduk muslim di Khurasan, Irak, jazirah dan lain-lain. Bantuan terhadap kaum kafir atau Yahudi sangat besar, seolah-olah mereka bagaikan keledai.”170 Persekongkolan mereka dengan kaum penjajah sangat jelas. Sampai sekarang sikap mereka tidak berubah, karena memang demikianlah keyakinan dan karakter mereka yang sesungguhnya. Apalagi kini bahasa dan faham Israel meracuni mereka, khususnya di Iran. Kekuatan mereka di bidang militer diprakarsai oleh Israel, baik kesepakatan jual beli senjata dan perjanjian lainnya. Fakta dan data tentang hal itu cukup banyak dalam kutipan majalah, surat-surat resmi dan lain-lain. Berita-berita yang dimuat dalam berbagai surat kabar dan majalah edisi 1980 sampai dengan 1984 membongkar seluruh persekongkolan antara penguasa Iran (baik yang Syi’ah maupun Yahudi Iran) dengan Israel yang didalangi mereka, termasuk peran Khomaeni dalam persetujuan-persetujuan yang telah disepakati kedua belah pihak. ***
169 170
hlm. 30-31 Minhaj Al-Sunnah I:5
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 85
MASJID; PUSAT DA’WAH
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 9:18) *** Masjid adalah sebuah tempat ibadah ritual ummat Islam dimana dilaksanakan shalat, Jum’atan atau dzikir dan pengajian. Demikian anggapan sebagian orang akan fungsi dan peranan masjid, karena pada kenyataannya memang sebagian besar masjid dewasa ini hanya untuk upacara ritual seperti itu. Tidak sedikit masjid yang terkunci dan hanya dibuka ketika waktu shalat fardlu saja. Padahal jika kita memperhatikan fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW sangat luas. Memang diakui jumlah masjid di Indonesia semakin hari kian bertambah. Menurut data tahun 1990 mencapai 120.252 buah, langgar 372.243 buah dan mushalla 32.774 buah. Bahkan menurut data statistik tahunan terdapat kenaikan 5% dalam setiap tahunnya.171 Kondisi ini membuat kita merasa kagum dan bangga. Namun ada kekhawatiran jika melihat kualitas yang biasanya jauh tertinggal dari kuantitasnya. Sehingga ada ungkapan “Seribu masjid, satu jumlahnya.” Kekhawatiran ini sedikit terobati dengan banyak berdirinya Dewan Kelu171
Al-Falah 33/Nov. 1990
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 86
arga Masjid (DKM) yang secara khusus menangani kegiatan dan organisasi masjid. Memang, tidak salah bila ada yang memandang masjid sebagaimana pemahaman di atas. Karena menurut bahasa masjidun itu berarti tempat sujud sebagai simbol ibadah mahdlah. seperti juga dikemukakan oleh Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya; “Masajid bentuk jamak dari masjid artinya tempat sujud kemudian menjadi nama sebuah bangunan yang dijadikan tempat beribadah kepada Allah SWT. Hal ini berdasarkan firman-Nya; “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, janganlah kamu menyeru kepada selain Allah dengan sesuatu apapun.” 172 173 , Pada ayat di atas dengan tegas Allah SWT menyatakan bahwa yang berhak dan berkewajiban memelihara masjid itu ialah orang yang memiliki lima sifat. Pertama, beriman kepada Allah SWT dengan segala aspeknya termasuk menjalankan segala titah-Nya. Kedua, beriman pada Hari Akhir yang merupakan bagian iman yang esensial disamping rukun iman lainnya. Ketiga, selalu melaksanakan shalat yang memenuhi sifat shalat Nabi SAW. Keempat, menunaikan zakat, baik yang wajib maupun shadaqah yang sunat. Kelima, mereka yang merasa takut hanya kepada Allah SWT, sehingga ikhlas dalam beramal shalih. Ayat ini secara khusus berkaitan dengan pemeliharaan Masjidil haram oleh kaum musyrikin saat itu. Ketika perang Badar, kaum muslimin menawan beberapa tokoh musyrikin di antaranya Abbas Bin Abdul Muthalib. Kemudian Ali Bin Abi Thalib RA menyampaikan kejelekan-kejelekan mereka memerangi Rasulullah SAW serta memutuskan persaudaraan. Kemudian Abbas membantah: “Mengapa kamu sebut kejelekan kami, padahal kami adalah pemelihara masjidil haram dan menghijabi Ka’bah serta menyediakan minuman bagi yang berhaji.” Maka turunlah ayat ini berkaitan dengan hak dan kewajiban pemeliharaan masjid.174 Pedoman Ta’mirul Masjid Abu Hayyan menjelaskan bahwa memakmurkan masjid (Ta’mirulmasjid) ialah menjaga kebersihan bangunan dan fisik masjid, mengunjunginya untuk beribadah, mudzakarah atau menuntut ilmu, serta menjauhkannya dari masalah duniawi yang menyalahi fungsi masjid. Dalam hal ini, Abu Hayyan memandang makna ibadah dalam masjid secara luas termasuk pengajian dan majlis ta’lim guna mempersiapkan generasi Rabbani yang berilmu. Bahkan menurut Jumhur Ulama, pengertian 172 173 174
QS. 72:18 Tafsir Al-Maraghi IV/10:72 Ash-Shabuni I: 570
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 87
Ta’mirulmasjid mencakup dua maksud. Pertama, pemeliharaan fisik (hissiah) seperti membangun, merenovasi dan kegiatan nyata dalam bentuk sarana masjid. Hal ini diisyaratkan sebuah Hadits; “Barang siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun di atas sepetak tanah, Allah akan membangun sebuah rumah baginya di surga.”175 Kedua pemeliharaan non fisik (ma’nawi), seperti meramaikan kegiatan masjid, menunaikan shalat, dzikir atau membaca Al-Quran dan setiap kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah. Firman-Nya; ”Pelita itu dalam rumah (masjid) yang telah Allah izinkan menghormatinya dan menyebut nama-Nya serta tasbih di dalamnya pagi dan petang.” 176,177 Terlepas dari berbagai penafsiran di atas, masalah yang dihadapi sekarang ialah bagaimana mewujudkan masjid yang paripurna di tengah kondisi masyarakat maju dalam era globalisasi informasi maupun industrialisasi yang sedikit banyak membawa pengaruh terhadap fungsi dan peran masjid dewasa ini. Format masjid pun akan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat Islam dalam masalah pemeliharaannya. KH. Salimuddin, MA. mengemukakan empat fungsi masjid setelah beliau mengutip pendapat KH. Drs. Miftah Faridl dalam bukunya “Pokok-pokok Ajaran Islam.” Keempat fungsi tersebut ialah: Pertama, sebagai pusat pembinaan keIslaman. Kedua, sebagai pusat syi’ar agama Islam dan peradabannya. Ketiga, Pendidikan Islam baik formal maupun informal. Keempat, sebagai pusat da’wah secara umum, dengan berbagai metode seperti ceramah, lewat audio visual dan lainnya.178 Dalam hal ini, diperlukan beberapa pembinaan yang serius dari berbagai pihak, mulai dari jama’ah, pemuka agama dan tokoh masyarakat serta pemerintah agar peran serta masjid lebih luas dalam memberi informasi dan motivasi program pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat. Secara umum, pembinaan dalam rangka ta’mirul masjid ini meliputi tiga aspek, antaralain; (1) Pembinaan Idarah (administrasi organisasi) mencakup masalah kepengurusan, personalia, perencanaan, sarana perlengkapan masjid, keuangan dan sebagainya. (2) Pembinaan Imarah atau kesejahteraan yang ber-fungsi membina peribadatan terutama yang sifatnya bersama (jama’ah), pembinaan pendidikan formal maupun informal, majlis ta’lim, pembinaan remaja, wanita, perpustakaan, tabligh akbar dan sebagainya. (3) Pembinaan Ri’ayah atau perawatan. Tugasnya meliputi pemeliharaan perlengkapan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya. 175 176 177 178
HR. Ahmad dari Ibnu Abbas QS. 24:36 Lihat Ahkamul Quran, Al-Jashash II:87 Salam No. 21 Th. IV/1411 H
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 88
Maka, untuk mengelolanya membutuhkan struktur organisasi yang mantap sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris atau ketua bidang idarah, bendahara, ketua bidang imarah dan ketua bidang ri’ayah dan setiap bidang-bidang memiliki seksi-seksi yang ditunjuk sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, berikut ini susunan organisasi yang diperluas dengan seksinya masing-masing. Ketua Umum Wakil Ketua Sekretaris
Penasehat
Bendahara
Bidang Peribadatan
Bidang Pendidikan
Bidang PHBI & Ibsos
Bidang Ri’ayah
Si. Sh. Jum’at
Pen.Agama
Si. PHBI
Pengembangan
Si. Sh. Rawatib
Pen. Umum
Si. Kesehatan
Si. Muadzin
Pend. Luar Sekolah
Si. Zawaib
Pem. Wanita
Perpustakaan
Pem. Remaja TKA/TPA
Pemeli-haraan Sie Kebersihan Sie Keamanan
Gambar 1: Struktur Organisasi Struktur organisasi ini hanyalah sebagai contoh sederhana. Yang penting ialah kejelasan tugas masing-masing pengurus serta sikap disiplin dan bertanggung jawab melaksanakan tugasnya. Karenanya, setelah kepengurusan terbentuk, perlu adanya koordinasi dengan bermusyawarah rutin bulanan guna mengevaluasi sejauh mana program organisasi berjalan. Dan sebaiknya masa jabatan pengurus ini dibatasi misalnya dua tahun, tiga tahun, atau lima tahun untuk menumbuhkan sikap demokrasi serta bisa mempertanggungjawabkan kepengurusannya selama masa jabatan. Adanya reorganisasi ta’mirul masjid ini mendatangkan beberapa manfaat, di antaranya; Pertama, tugas dan kegiatan masjid semakin nyata dan terarah dengan pengelolaan yang profesional sehingga terwujud masjid yang mampu mengarahkan dan membina berbagai keterampilan dan pengetahuan praktis yang berguna bagi warga jama’ah dan masyarakat sekitar-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 89
nya untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya secara sehat dan ekonomis. Kedua, Perkembangan kondisi masjid dapat dipantau, sehingga memudahkan untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya yang dapat mendukung terlaksananya pembinaan ummat. Ketiga, Tumbuhnya sikap tanggung jawab baik dari para pengurus masjid maupun anggotanya untuk sama-sama melakukan ta’mirul masjid secara kontinyu. Keempat, memperkokoh pembinaan masjid dari dalam sehingga tidak mudah terbawa arus dan mampu menangkal dampak negatif dari luar sebagaimana nasehat Ali Bin Abi Thalib; “Kebaikan (kebenaran) tanpa organisasi yang baik akan mudah dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.” Kelima, Pelaksanaan ibadah mahdlah maupun ghair mahdhah di dalam masjid semakin tenang dan tidak terganggu. Demikianlah sekilas gambaran pengelolaan masjid yang diharapkan akan menjadi bahan renungan bersama sehingga akan terwujud masjid paripurna seperti masa Rasulullah SAW yang mampu mencetak generasi rabbani yang tangguh dalam merintis terciptanya perdamaian di muka bumi ini dengan masjid sebagai langkah pertama untuk merealisasikan pesan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamien. ***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 90
PERPUSTAKAAN MASJID
“Bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa yang mereka tidak ketahui.” (QS. Al-‘Alaq:1-5) *** Dewasa ini, keberadaan masjid sangat berperan dalam menunjang program-program pembangunan dan pembinaan iklim keagamaan masyarakat kita, terutama setelah pihak pemerintah melibatkan diri dalam membangun dan menyemarakkan kegiatan masjid. Jumlah masjid yang diperkirakan sudah mencapai 150.000 masjid merupakan potensi yang sangat besar dalam me-ningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan ma-syarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial dan ilmu pengetahuan, maka pengelolaan masjidpun perlu dibenahi kembali. Agar fungsi masjid sebagai realisasi pesan Islam rahmatan lil ‘alamin dapat diupayakan semaksimal mungkin. Perpustakaan masjid adalah wadah pelestarian ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penyebar informasi, khususnya yang berhubungan dengan syi’ar Islam dan secara lengkap memuat pula informasi yang dibutuhkan oleh anggota jama’ah masjid. Dalam makalahnya yang disampaikan pada pelatihan perpustakaan masjid biro perpustakaan masjid Al-Furqan IKIP Bandung, Drs. Dudung Gumilar MSc. Lib. mengemukakan akan pentingnya perpustakaan masjid dikelola secara profesional dan terarah dengan beberapa alasan. Pertama, perpustakaan masjid merupakan salah satu unit pendukung yang vital demi tercapainya misi dan tujuan masjid.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 91
Kedua, Perpustakaan secara umum berfungsi sebagai tempat (a) untuk menyimpan karya manusia, (b) pusat informasi, (c) rekreasi dan hiburan, (d) pendidikan dan (e) pengembangan budaya masyarakat, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan guna merealisasikan fungsi di atas. Bahkan bila ditinjau dari fungsi yang lebih esensi, menurut ketua jurusan sumbersumber informasi Chelmer Institute Of Higher Education Inggris ialah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, menginformasikan kehidupan yang demokratis, memperoleh kebahagiaan dan meningkatkan kesadaran akan dirinya, meningkatkan hubungan dengan orang lain serta meningkatkan kesadaran lingkungan.179 Untuk itulah para pengelola masjid pun (DKM dan Badan Organisasi Masjid) dituntut memandang jauh ke depan, dimana masyarakat semakin intens terhadap informasi baik lewat bacaan maupun media lainnya dan keberadaan perpustakaan masjid akan berfungsi sebagai pengada informasi sekaligus penyaring dari informasi yang merugikan ummat Islam dan masyarakat pada umumnya. Manajemen Perpustakaan Masjid (PUSMA) Allah SWT mengawali wahyu-Nya dengan perintah membaca. Apa rahasia di balik firman-Nya yang Maha benar ini ? Membaca memang merupakan kegiatan yang baik dilakukan manusia guna menambah wawasan dan cakrawala berpikir. Membaca bagi setiap muslim berdasarkan ayat di atas hukumnya wajib. Karenanya, sarana penunjang untuk kegiatan membacapun menjadi wajib pula. Untuk itulah upaya ke arah terwujudnya perpustakaan sangat penting untuk diprioritaskan. Sudah menjadi maklum bahwa Perpustakaan Masjid (PUSMA) dahulu pernah menjadi pusat informasi Islam dan penyimpanan ilmu pengetahuan serta penemuan-penemuan baru yang menakjubkan. Hal ini karena didukung penuh oleh pemerintah Islam yang berkuasa saat itu. Sebut saja misalnya Perpustakaan Khalifah Hakam II yang menggantikan Abdurrahman, mengoleksi tidak kurang dari 400.000 jilid buku, beberapa di antaranya dibubuhi sendiri catatan pinggir dan katalog-katalog judul meliputi 44 jilid, atau Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah AlMa’mun (813-830 M) dari Bani Abbasia, di sana dibuat pula tempat berdiskusi dan menerjemahkan dengan sumbangan dana +/- 250 dinar perbulan untuk pengelolaan sarana dan prasarananya, juga perpustakaan Dinasti Fatimiyah di Kairo yang menyimpan +/- dua juta eksemplar buku, Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid serta Darul Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Al-Hakim Bin Amrillah tahun 395 H. PUSMA yang berdiri saat itu memang mendapat perhatian yang cukup besar, karena ummat Islam sedang mencapai masa keemasannya 179
Horrison And Beenham 1985:2
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 92
dengan peradaban yang tinggi sehingga pusat kebudayaan dan sejarah banyak didirikan. PUSMA sebagai wadah untuk menampung dan menyebarkan informasi budaya dan peradaban ummat Islam patut mendapat perhatian khusus lagi, terutama sekarang pada saat ummat Islam kembali membangun sebuah peradaban yang telah lama hilang. Kemunculan ini terlihat dari makin nyatanya peran serta ummat Islam dalam berbagai bidang pembangunan. Maka untuk itu, ada baiknya kita mencari rumusan PUSMA yang relevan dengan keadaan dan format ummat sekarang. Perpustakaan merupakan tempat yang strategis untuk pengembangan wawasan dan cakrawala berpikir sebagai salahsatu syarat kemajuan. Perpustakaan selalu dihiasi dengan deretan buku-buku yang menawarkan peradaban yang lebih maju. Di sinilah kita mengerti bahwa buku merupakan salah satu media informasi yang patut diperhitungkan. Seorang cendekiawan, Marshall Mc Luhan berpendapat, ”The book is an extension of the eye” (buku dapat memperluas khazanah seseorang). Artinya, buku memiliki peran memperpanjang atau memperluas penglihatan/pandangan. Memang, buku memiliki pengaruh tertentu bagi pembacanya, berperan sebagai perekam informasi yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Yang perlu difahami dalam hal ini ialah bagaimana agar buku-buku sebagai potensi tadi dapat diterima dengan baik dan mudah oleh ummat Islam yang membutuhkan informasi banyak untuk kemajuan tersebut. Maka dari itu, peran PUSMA sangat penting dan manajemennya-pun harus profesional supaya buku menjadi asset yang utama. Secara teoritis Soejono Trimo MLS menyusun rumusan-rumusan dalam pengelolaan perpustakaan. Menurutnya, perpustakaan secara umum terdiri dari empat komponen pendukung. Pertama, para pemakai perpustakaan (pemin-jam/pembaca). Kedua, koleksi buku-buku yang lengkap. Ketiga, pengurus perpustakaan. Keempat, sarana fisik yang berhubungan dengan perpustakaan seperti gedung, tempat membaca, akomodasi dan sebagainya. (1) Pengguna Jasa Perpustakaan Ada beberapa motivasi orang mengunjungi perpustakaan, di antaranya, (a) meminjam buku yang diperlukan, (b) memanfaatkan ruang perpustakaan sebagai tempat belajar, (c) menjadi tempat berdiskusi dan menyelesaikan tugas studi, (d) mencari informasi guna melengkapi datadatanya, (e) hanya sebagai tempat istirahat dan menghilangkan kejenuhan belajar. Dari kelima motivasi ini, PUSMA bisa mengambil sikap yang dapat melayani semua tujuan orang berkunjung ke perpustakaan. Misalnya dengan menyediakan tempat yang tenang dan bersih, penyim-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 93
panan buku yang teratur dengan katalog yang sistematis, membuat kenyamanan setiap pembaca dan sebagainya. (2) Koleksi Buku Koleksi buku di PUSMA lebih spesifik menyediakan buku-buku yang bercorak keagamaan atau yang berhubungan dengan itu. Setiap saat PUSMA berusaha melengkapi koleksi buku sesuai dengan permintaan dari para pemakai jasa perpustakaan. Pada pokoknya jenis koleksi buku ini diklasifikasikan menjadi, (a) buku-buku untuk dipinjamkan dan boleh dibawa pulang, dan (b) buku-buku referensi seperti kamus, ensiklopedi, hand book/manual, guidebooks, directory, almanak, buku-buku sumber biografi, peta dan lain-lain. (3) Pengurus Perpustakaan Secara sederhana, pengurus perpustakaan bisa saja ditangani oleh seorang petugas yang menjaga dan memperhatikan keadaan buku dan keinginan pembacanya. Seorang pustakawan biasanya hanya membutuhkan beberapa penjaga sesuai dengan jumlah koleksi yang ada. Dalam skala besar, PUSMA harus memilih kepengurusan yang profesional dengan berbagai kualifikasi yang terorganisir dalam unit-unit kerja atau bagian-bagian penting. Misalnya, (a) Bagian sirkulasi, yang menangani peminjaman dan pengembalian buku-buku perpustakaan, (b) Bagian Pengadaan dan seleksi bahan-bahan pustaka yang menjalankan tugasnya mulai dari proses klasifikasi, pendataan dan kelayakan buku, (c) Bagian pemeliharaan yang bertugas menjaga keutuhan buku, meninjau secara rutin kondisi buku dan melakukan perbaikan baik jilid maupun kertasnya, (d) Bagian Tata Ruang dan pemeliharaan fasilitas seperti pembersih sekitar ruang membaca, dan menjaga kenyamanan para pemakai perpustakaan. Juga bagian-bagian lain yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja. (4) Fasilitas dan Tata Ruang Perpustakaan Sebagaimana disinggung sebelumnya, tata ruang dan fasilitas perpustakaan harus sesuai dengan motivasi seseorang menggunakan jasa perpustakaan ini. Maka keadaan dan tata ruang perpustakaan harus diatur sedemikian rupa, misalnya tersedia tempat membaca yang nyaman, penerangan yang cukup, suasana tenang, buku-buku disusun rapi supaya mudah dijangkau, fasilitas mesin fotocopy untuk menyalin datadata pada referensi, alat-alat seperti kertas permintaan judul buku yang belum tersedia, dan lain-lain. Demikian pula pengelolaan PUSMA, dituntut profesionalisme dan organisasi yang baik agar buku-buku Islam yang kini semakin menjamur dapat menyebar dan informasi tentang Islam serta peradabannya bisa diketahui oleh ummat Islam lewat masjid-masjid dan majlis ta’lim yang sudah ada. Dalam hal ini, pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) harus
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 94
tanggap dalam mengambil langkah-langkah terutama para pengurus remaja masjid yang biasanya lebih peka terhadap informasi keislaman. Untuk merealisasikan terbentuknya perpustakaan masjid ini, ada beberapa langkah yang mesti diperhatikan. Pertama, Tahap pengadaan koleksi buku dan fasilitas. Langkah ini dalam rangka mengumpulkan sebanyak-banyaknya koleksi buku yang dibutuhkan oleh semua tingkatan usia, baik anak-anak, remaja maupun orang tua. Cara memperolehnya misalnya dengan membeli buku-buku baru atau bekas dengan dana hasil dari shadaqah dan infaq masjid atau dari sumbangan khusus untuk pengadaan buku/kitab. Atau dengan cara mengajukan permohonan sumbangan buku kepada kaum muslimin atau penerbit Islam, baik lewat surat pada media massa maupun langsung kepada pihak terkait. Tahap ini dilakukan terus menerus sambil peminjaman PUSMA berjalan. Adapun fasilitas dapat diajukan kepada pihak DKM berupa pengadaan tempat menyimpan dan sekretariat PUSMA. Kedua, Tahap pembentukan dan pembinaan pengurus. Hal ini dilakukan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan kepengurusan PUSMA masih menginduk kepada DKM masing-masing sebagai salah satu kegiatan dalam rangka ta’mirul masjid. Maka setelah kepengurusan terbentuk mulailah kegiatan perpustakaan masjid sesuai tugas masing-masing, dari pendataan, pengarsipan dan klasifikasi buku yang ada, juga mulai menerima pendaftaran anggota baru PUSMA yang berlangsung sesuai kesepakatan musyawarah pengurus. Ketiga, Tahap evaluasi seluruh kegiatan perpustakaan masjid, langkah ini sangat penting guna mengetahui sejauhmana kegiatan PUSMA berjalan, disamping juga sebagai ajang pertanggungjawaban pengurus PUSMA, sehingga keberadaan PUSMA terus meningkat dan lebih profesional, bahkan dapat juga menjadi pusat informasi Islam yang dari sana bisa dilahirkan media massa Islami seperti bulletin, majalah atau koran Islam. Itulah beberapa upaya meningkatkan peran serta masjid dalam mendukung terlaksananya da’wah Islamiah lewat pengadaan perpustakaan yang semakin vital menjadi kebutuhan ummat dewasa ini. Dengan adanya Perpustakaan Masjid diharapkan ummat Islam semakin tanggap terhadap informasi sehingga mampu menyikapi setiap dampak Era Globalisasi yang semakin gencar, Semoga... ***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
- 95
PEMUDA & PROBLEMATIKA DA’WAH
“Semua ideologi yang berorientasi kepada strategi revolusi, menganggap pemuda sebagai tenaga paling revolusioner yang telah dan akan terjadi di seantero dunia ini. Pada prinsipnya, revolusi selalu akan tetap mengandalkan pemuda dalam mencapai cita-citanya.” (Pemuda dan Revolusi, 1987: 10) *** Peran pemuda Islam tidak lepas dari keterkaitannya terhadap Dienul Islam. Motivasi agama yang ada pada para pemuda sebenarnya merupakan perkembangan psikologis yang wajar, seperti dikemukakan J.J. Rouseau, bahwa pada periode puberitas, seseorang akan mengalami gevoelige periode (masa peka) terhadap pendidikan keagamaan, walaupun menurut R. Cassimir, masa ini juga merupakan awal timbulnya stum and drang (kegoncangan jiwa) yang sangat membutuhkan tempat perlindungan dan pengarahan positif. Maka, dasar-dasar Islam secara jelas menyoroti keterlibatan pemuda dalam upaya membina dan membangun generasi yang terhormat dan berwibawa. Untuk itu, peranan Islam dan pemuda Islam harus selalu berjalan bersama dan menjadi topik utama dalam mengetengahkan sisi pergerakan da’wah Islamiah. Dan salah satu kajiannya ialah bagaimana pemuda Islam mampu menanamkan fikrah Islamiah dalam dirinya masing-masing. Tanpa itu sebuah pergerakan Islam atau cita-cita menjadi ummat terhormat hanyalah angan-angan kosong. Imam Hasan Al-Banna, tokoh nomor satu Ikhwanul Muslimin Mesir ketika menyampaikan nase-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 96
hatnya untuk pemuda Islam mengatakan: ”Wahai pemuda tampillah dengan nama Allah untuk menyelamatkan dunia ini. Seluruh manusia membutuhkan juru selamat. Sesungguhnya hanya satu juru selamat, yaitu Risalah Islam yang kalian da’wahkan dan nyalakan obornya...” Dengan demikian pemuda Islam harus lebih memahami karakteristik Risalah Islam ini, serta mengetahui problematikanya agar peristiwaperistiwa masa lalu yang kelabu tidak terulang lagi. Ternyata, bentuk kemunduran itu dilatarbelakangi oleh ketidak mengertian ummat Islam terhadap Risalah Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.180 Hal ini dipertegas lagi dengan sebuah Hadits: ”Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, barang siapa yang berpegang teguh kepada keduanya pasti tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah SAW.” 181 Dengan menguasai secara mendalam dua sumber ini, diharapkan pemuda Ummat Islam dapat menghayati karakteristik Risalah Islam yang sebenarnya, dan tidak terpengaruhi faham lain yang lebih merusak pemikirannya melalui Gazwulfikri (Invasi Pemikiran). Adapun yang menjadi sebab kemajuan yang dicapai ummat Islam terdahulu (generasi salaf), Al-Amir Syakib Arsalan mengemukakan; “Pada pokoknya secara singkat, agama Islam yang baru lahir di seluruh jazirah Arab pada masa itu, lalu dengan segera diikuti dan ditaati benar-benar oleh bangsa Arab dan kabilah-kabilah di sekitarnya. Mereka dengan petunjuk dan pimpinan Islam yang benar itu telah berubah dari berpecah belah dan bercerai berai, kini menjadi bersatu, seia sekata. Dari biadab menjadi beradab. Dari bodoh menjadi pandai. Dari dungu menjadi cerdik. Dari keras hati dan kasar menjadi halus, ramah dan kasih sayang terhadap sesamanya dan dari penyembah berhala menjadi penyembah Allah.” 182 Dengan penjelasan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pemuda Islam dulu pernah jaya dengan keislamannya disebabkan mereka benar-benar mendalami dan menghayati risalah Islamiah secara lurus dan penuh keimanan. Figur-figur Pemuda Islam Banyak dikisahkan figur-figur pemuda Islam dan keberadaannya dalam menegakkan panji tauhid. Di antaranya akan penulis kemukakan beberapa nama yang telah dikisahkan dalam Al-Quran untuk diambil pelajarannya. 1. Ibrahim as. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya; “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya. Ketika mereka berkata kepada kaum mereka; “Sesungguhnya kami berlepas diri 180 181 182
QS. Al-Hadid: 25 HR. Bukhari Mengapa Muslimin Mundur 1985:6
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 97
dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.”183 Sikap yang dimiliki Ibrahim as. adalah iman yang kuat kepada Allah dan yakin akan Hari Akhir184 serta tegar dalam mempertahankan kebenaran tauhid walaupun beresiko kematian dengan ancaman dibakar hidup-hidup. Namun semua itu tidak menggoyahkan tekadnya untuk menyerukan da’wah agama tauhid kepada penguasa yang musyrik saat itu. Ia yakin akan janji Allah; “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian.” 185 Kepribadian Ibrahim as yang shabar dan penuh semangat menjadi jundullah yang tegar dan militan. 2. Ismail as. Dia adalah putra Ibrahim as dari Hajar. Keimanannya dibentuk sejak ia masih kecil dengan mu’jizat air zamzamnya. Allah SWT berfirman; “Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Ismail (yang tersebut) dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (ummatnya) untuk shalat dan menunaikan zakat dan ia adalah seorang yang diridlai di sisi Tuhannya.” 186 Ismail termasuk figur pemuda Islam yang taat kepada Allah, sehingga berani mengorbankan jiwa raganya untuk memenuhi perintah Allah lewat bapaknya Ibrahim as. Dengan penuh keikhlasan dan keshabaran serta iman yang kokoh terhadap jaminan Allah kelak. 3. Ashabul Kahfi Mereka adalah para pemuda yang berjihad menentang penguasa yang dzalim. Namun, karena kekuatan mereka lemah, akhirnya mereka bersembunyi di balik gua sampai beberapa tahun lamanya. Allah mengabadikan nama mereka dalam 18 ayat-Nya dan Dia memberikan nama untuk sebuah surat Al-Quran dengan Al-Kahfi. 4. Yusuf as. Kisah Yusuf yang terkenal ialah ketika ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan. Namun dengan ketampanannya ia tidak tergoda oleh rayuan dan bisikan syetan. Ia dengan tegas menolak melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT dan tegar menghadapi penguasa saat itu. Sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran; “Dia (Yusuf) berkata; “Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada apa yang akan mereka ajak aku kepadanya.”187 183 184 185 186 187
QS. 60:4 QS. 60:6 QS. 47:7 QS. 19:54-55 QS. Yusuf:33
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 98
Banyak lagi kisah pemuda Islam yang patut diteladani. Di kalangan para shahabat Rasulullah SAW tercatat nama-nama pemuda yang bergelora semangat jihadnya dan melibatkan diri dalam harakah da’wah Islamiah. Seperti Ali Bin Abi Thalib RA yang dengan penuh keberanian menemani Rasulullah SAW dalam beberapa peperangan. Usamah Bin Zaid yang menjadi panglima perang ketika usianya masih muda belia. Problematika Harakah Da’wah Sesungguhnya, setiap pemuda yang melibatkan diri dengan harakah da’wah pasti akan menemui tantangan dan cobaan. Karena hal ini merupakan sunnatullah yang diberikan untuk menguji kekuatan iman mereka, sebagaimana firman Allah: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya “Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” 188 Ayat ini secara jelas menyatakan bagaimana para Nabi terdahulu selalu menghadapi cobaan da’wah dalam mengajak ummat manusia ke jalan yang lurus. Tidak sedikit dari mereka dihadang oleh berbagai ancaman kematian. Dengan memperhatikan beberapa kisah dan pengalaman para pemuda Islam dalam menjalankan harakah da’wahnya, baik yang masih bersifat personal maupun bentuk jama’i, penulis melihat adanya dua problematika yang selalu menjadi kendala terwujudnya harakah da’wah yang mapan. Di antara kedua problem tersebut adalah: A. Problematika Internal Kenyataannya, pemuda Islam lebih banyak mendapatkan tantangan dari dalam. sehingga tidak sedikit harakah da’wah yang vakum akibat terbengkalainya usaha da’iah melanjutkan programnya. Disamping itu, ada beberapa tipe pemuda yang menjauhi harakah da’wah bahkan menjadi penghalang jalannya harakah da’wah tersebut. Inilah yang penulis maksud dengan problematika internal. Beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya problema ini antara lain: a. Sikap kurang perhatian terhadap aturan Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, Al-Quran tidak diamalkan sebagaimana mestinya, yaitu sebagai petunjuk dan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di Akhirat. pemahaman terhadap Al-Quran, baru sampai pada taraf bacaan saja, belum sampai pada taraf penghayatan dan pelaksanaannya. Bahkan terdapat beberapa sikap pemuda Islam yang kurang proporsional terhadap Al-Quran. Se-perti 188
QS. Al-Baqarah: 214
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
- 99
mencampuradukkan antara hak dan batil189, mengimani sebagian tetapi mengingkari sebagian yang lain190, mempermainkan kandungan Al-Quran.191 Demikian pula terhadap Sunnah Rasulullah SAW Karena kuatnya pengaruh faham dari luar, akhirnya generasi Islam malu untuk berbaju Sunnah Rasulullah SAW b. Krisis iman dan akhlaq karena kurangnya kesiapan mental. Akhlaq dan budi pekerti ini merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam kehidupan seorang pemuda. Salah satu Hadits menyebutkan, sabda Rasulullah SAW: “Tujuh golongan manusia yang mendapat perlindungan di hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah; (1) Imam yang adil (2) Pemuda yang senantias beribadah kepada Allah (3) Pemuda yang hatinya senantiasa terikat ke masjid (4) Dua orang yang berkasih sayang karena Allah (5) Pemuda yang dirayu wanita cantik dan terhormat ia menolak: “aku takut kepada Allah.” (6) Pemuda yang memberikan sedekah tanpa pamrih, bahkan tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya (7) Pemuda yang apabila di tengah malam ia mengingat Allah terharulah dia.”192 Sifat-sifat yang dikemukakan dalam Hadits ini hanyalah sebagian kecil dari bagian akhlaq Islam yang patut dimiliki oleh setiap pemuda guna meraih keberhasilan yang gemilang. c. Hilangnya rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap masa depan Islam, akibat dari pendidikan yang telah dipengaruhi faham luar. Hal ini mungkin saja terjadi, karena musuh-musuh Islam selalu menginginkan kehancuran Ummat Islam dari dalam. Sebagaimana penjelasan Abu A’la Al-Maududi: “Pada dasarnya kaum penjajah tidak menghiraukan asas Islam, tetapi mereka telah mengambil kesimpulan, bahwa keadaan ummat Islam yang berpegang teguh kepada ajaran agama tauhid ini bersikap sesuai dengan asas Islam, adalah suatu bahaya yang besar bagi penjajah. Oleh karena itu mereka tetapkanlah suatu metode pengajaran dan pendidikan di negara-negara Islam yang mereka duduki dengan cara yang halus, untuk melemahkan dan melonggarkan aqidah Islam dan sendi-sendi iman dalam jiwa ummat.” 193 B. Problematika Eksternal Para pemuda Islam memiliki tantangan yang jelas lebih besar, sebab merekalah yang paling banyak terlibat dalam harakah da’wah ini. Problematika eksternal ini lebih banyak faham-faham dari luar Islam yang secara jelas akan merugikan dan menyesatkan ummat. Di antaranya ialah
189 190 191 192 193
QS. 2:24 QS. 2:85 QS. 36:69 HR. Al-Bukhari dan Muslim Peranan Mahasiswa Islam Membangun Masa Depan 1988:21
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
100 sekulerisme, westernisme, kapitalisme, marksisme, serta faham lainnya yang menerapkan strategi ghazwul fikri (invasi pemikiran). Menghadapi problematika ini, pemuda Islam dituntut untuk lebih waspada karena secara halus faham-faham ini merasuk ke dalam dan tidak terasa akan meracuni pola pikir ummat Islam, kemudian akan saling berpengaruh. Bahkan Rasulullah SAW pernah mengingatkan; “Orang mu’min senantiasa berada di antara lima ancaman amat berat yaitu: (1) mu’min yang mendengkinya, (2) munafik yang membencinya, (3) kafir yang memeranginya, (4) syetan yang menyesatkannya dan (5) nafsu yang melawannya.”194 Kiat Pemuda Islam dalam Harakah Da’wah Menegakkan risalah Islamiah bukanlah tugas ringan dan mudah. Demikian juga bagi para pemuda Islam yang terlibat dalam harakah da’wah. Hal ini menuntut kesungguhan dan jihad serta pengorbanan sepenuhnya. Untuk itu ada beberapa kiat yang selayaknya dihayati oleh setiap pemuda Islam, supaya risalah Islam tetap tegak berdiri di antara benturan-benturan da’wah yang tiada henti. Di antara langkah tersebut ialah; 1. Membangkitkan semangat ruhaniah (Al-Yaqdzah Ar-Ruhiah) Pemuda Islam bagai lelap tertidur sehingga lupa akan tugasnya sebagai pengemban panji-panji Islam. Oleh karena itu, dengan membangun kembali mentalitas pemuda Islam, Insya Allah, harakah Islam akan tetap kokoh. Upaya menuju kebangkitan rohani ini dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: a. Penanaman Pendidikan Islam (Tarbiah Islamiah) Pendidikan Islam merupakan kewajiban bagi setiap para pengemban da’wah, karena tanpa itu akan menimbulkan dampak negatif terhadap harakah da’wah Islam itu sendiri. Sehingga pantas Allah mengemukakan dalam firman-Nya: “Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 195 Dengan menguasai ilmu dan hikmah, para pemuda Islam akan semakin mapan melaksanakan program da’wahnya, baik untuk pribadi maupun masyarakatnya. Tarbiah Islamiah ini mencakup setiap ilmu yang dapat mempertebal keimanan kepada Allah SWT serta meningkatkan akhlaq qurani yang luhur. Abu A’la Al-Maududi memberikan petunjuk kepada para pemuda; “Hendaknya diketahui dengan sempurna hidayah Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Imani hidayah tersebut dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati. Jadikan iman sebagai bagian dari kehidupan di dunia, agar kalimatullah membumbung tinggi dan kalimatul kufri terhina dan tercampakkan. Hendaknya para pemuda mempersenjatai dengan akhlaq dan budi 194 195
HR. Abu Bakar Bin La-i dari Hadits Anas ra dalam Makarimul Akhlaq QS. 58:11
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
101
pekerti sehingga kaum diktator yang dzalim mengubah haluan hidupnya dan para pengikut mereka kembali kepada kebenaran yaitu jalan yang lurus bagi fitrah manusia.” Al-Maududy juga memberikan tiga aspek ajaran yang harus difahami oleh para pemuda agar dapat bergerak mengangkat peradaban Islam, yaitu ; 1. Tauhid, 2. Risalah dan 3. Hari kemudian setelah mati.196 b. Penguasaan Wawasan KeIslaman (Ta’ammuq Tsaqafah Islamiah) Ustadz Husni Adham Jawarar pernah mengatakan; ”Seorang da’i dituntut untuk memiliki tsaqafah (wawasan) Islam terus menerus dikembangkan dan bahkan tidak cukup sumber itu jika diambil dari buku saja, koran, majalah ataupun bulletin dapat juga dijadikan sebagai sumber informasi.” Diharapkan dengan keluasan wawasan Islam setiap pemuda Islam akan menyadari ketertinggalannya dari ummat lain dan bangkit membangun harakah da’wah yang bertujuan menegakkan kalimatullah. Syekh Sa’id Hawwa dalam “Al-Madkhal Ila Da’watil Ikhwan AlMuslimin” menguraikan tentang wawasan ilmu Islam yang harus dikuasai seorang da’iah muda yaitu ma’rifatullah, ma’rifaturrasul, ma’rifatul Islam, ‘ulumul quran dan Hadits, aqa’id, fiqh dan ushul fiqh, lughah Arabiah, fiqh da’wah, wawasan tentang dunia Islam dan wawasan tentang konspirasi musuh-musuh Islam. Insya Allah, dengan menguasai dasardasar wawasan Islam ini, pemuda Islam semakin berani tampil menyuarakan haq. 2. Membina Kaderisasi Kepemimpinan Harakah Islam (Qiyadah Harakiah Islamiah) Pemuda Islam adalah calon pemimpin masa depan yang harus bertanggung jawab kepada Allah atas ummat yang dipimpinnya. Allah SWT sendiri mengatakan; “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka shabar dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” 197 Kepemimpinan pemuda Islam harus sudah dikader sejak usia aqil baligh, agar mereka bisa memimpin. Dalam hal ini ada beberapa bentuk kaderisasi yang mendukung terwujudnya pemimpin-pemimpin Islam, antara lain; a. Menanamkan kepribadian militan (Syakhsiah Jundiah) Para pemuda Islam diperkenalkan dengan pribadi-pribadi yang tangguh, cepat tanggap dan penuh kedisiplinan, baik melalui figur shahabat atau para Nabi yang memimpin ummatnya. b. Membentuk organisasi yang rapi (Bina Quwwatut Tandzimiah) Tiada lain tujuan dari pembentukan organisasi ini ialah untuk menggalang rasa ukhuwah Islamiah di antara sesama pemuda Islam, sehingga 196 197
1991:14. QS. As-Sajdah:24
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
102 terjadi saling nasehat dalam haq dan keshabaran. Dengan demikian, upaya membina kepemimpinan Islam harus berlanjut sampai tercapainya tujuan yaitu pelaksanaan amal jama’i yang benar dan terarah. 3. Melatih para pemuda Islam agar berjiwa istiqamah dan shabar (Itsbatul Istiqamah was shabri) Sebagaimana dikemukakan sebelumnya tentang figur-figur pemuda Islam yang patut diteladani, di antara sifat yang selalu melekat dalam pribadi mereka ialah istiqamah dan shabar. Istiqamah adalah sikap tetap dalam pendirian yang diyakini kebenarannya. Firman Allah SWT; “Maka tetapkanlah pendirianmu pada agama yang hanif, itulah agama Allah yang dijadikannya manusia sesuai dengan-Nya, tiadalah tertukar perbuatan Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”198 Adapun sikap shabar dapat dibentuk dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain: a. Menyadari bahwa Allah SWT selalu memberikan cobaan kepada para pengemban da’wah supaya semakin kuat keshabaran kita menghadapinya. Oleh karena itu setiap pemuda harus tahan uji dan tawakkal (berserah diri kepada Allah setelah berusaha keras) agar menjadi manusia yang shabar. b. Meneladani keshabaran para ulama terdahulu, karena dengan demikian akan menghibur kesulitan yang akan dihadapi. Rasulullah SAW pernah bersabda menghibur para shahabatnya; “Di antara orang-orang sebelum kamu dahulu ditanam hidup-hidup, ada yang dibelah kepalanya, ada yang disisir tubuhnya dengan sisir besi yang tajam sampai kulitnya terkelupas, tetapi siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk tetap mempertahankan diennya. Demi Allah, pasti Allah akan mengakhiri semua cobaan itu sehingga orang berani berjalan dari Shan’a ke Hadratul Maut tanpa rasa takut kepada siapapun selain kepada Allah dan takut kambingnya diserang srigala. Tetapi kalian tampak terburu-buru dan kurang bershabar.”199 c. Mengendalikan diri dari sifat yang dapat merusak keshabaran seperti pemarah, pendendam, mengeluh dan putus asa. Jadi, kunci dari keberhasilan harakah da’wah bagi pemuda Islam itu di antaranya tergantung dari kuat tidaknya sikap istiqamah dan shabar. Demikianlah uraian sekitar problematika da’wah dan langkah pemuda Islam dalam mengantisipasinya. Semoga lahir generasi Islam yang tangguh untuk mempertahankan dan menyebarkan kalimatullah ke seluruh pelosok dunia. Wallahu A’lam ***
198 199
QS. 30:30 HR. Al-Bukhari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
1
103
PERAN MUSLIMAH
“Berhati-hatilah kalian pada dunia dan berhati-hatilah kalian pada wanita, karena awal kehancuran Bani Israil adalah dari wanita.” (Al-Hadits) *** Wanita adalah tiang negara, jika akhlaqnya rusak maka hancurlah negara.” Demikian bunyi sebuah hadits mengingatkan kita agar selalu memperhatikan eksistensi kaum hawa. Karena di tangan merekalah terbentuk generasi baru yang akan menjadi penyangga dan pengisi kelangsungan pembangunan sebuah peradaban. Akhir-akhir ini keberadaan wanita sering dipertanyakan oleh kalangan ulama, terutama menyangkut peran mereka yang semakin memuncak bahkan terlalu kentara melebihi kaum pria. Padahal kondisi ini sebelumnya jauh dari keadaan sekarang, namun begitu cepat perubahan terjadi ketika gaung emansipasi diteriakkan di negara belahan Barat sana. Secara tidak disadari kemudian banyak wanita Timur khususnya muslimah terpengaruh keadaan yang pada hakikatnya menyalahi ketentuan-ketentuan syari’at Islam maupun budaya ketimuran. Inilah salah satu dampak negatif dari era keterbukaan yang menglobal dengan cepat. Istilah wanita karierpun meningkat pamornya sehingga menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menyandangnya. Bahkan tipe wanita karir tersebut dijadikan standar dalam menilai idealisme wanita masa depan. Sementara itu, beberapa pihak memanfaatkan situasi
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
104 ini untuk mengeruk keuntungan dengan mengeksploitasi kaum hawa yang telah terbuai oleh idealisme yang salah kaprah. Dengan dalih emansipasi atau persamaan hak mereka menerjuni profesi yang seharusnya oleh kaum pria bahkan pekerjaan yang menyalahi kodrat mereka sekalipun. Lebih gawat lagi, semakin banyak kaum wanita yang melanggar ketentuan agama demi mencapai impiannya. Hal ini merupakan pertanda bahwa ummat Islam kecolongan lagi dalam satu bidang yang paling esensi dan sensitif yaitu masalah wanita yang telah dirasuki oleh pemikiran Barat dalam rangka ghazwul fikri (invasi pemikiran). Dr. Mustafa As-Siba’i mengungkapkan; “Secara historis yang menjadi penyebab terbesar runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi adalah sikap para wanita yang terlalu bertabarruj (mengumbar aurat) dan berikhtilath dengan orang yang bukan muhrimnya.” 200 Prof. Abdurrahman H. Habankah dalam bukunya “Ajnihatul Makris Tsalatsah Wa Khawafiha” memperinci metode merusak akhlaq dari Barat dan mencantumkan poin kelima yaitu merusak akhlaq kaum wanita dan memperalat mereka dengan berbagai dalih dan faham yang menyesatkan. Pada mulanya perusakan ini dimulai dari setiap individu kemudian melembaga dan semakin tidak disadari, sebagaimana disitir oleh Dr. Ibrahim Allabban, “Mula-mula dekadensi ini tampak pada perilaku individu lalu orangpun menyimpang dari jalan konsepsi agama”201 Inilah yang dikhawatirkan dalam hadits di atas, dimana kedudukan wanita seolah di ujung tanduk. Hadits lain yang semakna, sabda Rasulullah SAW: “Tidak akan ada fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi kaum pria selain wanita.”202 Figur Wanita Shalihah Salah satu yang menjadi penyebab menurunnya akhlaq wanita dewasa ini ialah kurangnya keimanan serta hilangnya sifat iffah dan muru-ah yang seharusnya mereka miliki. Dan penyebab menurunnya keimanan tersebut di antaranya ialah telah hilangnya figur yang dijadikan contoh maupun rujukan dalam beramal serta berperilaku. Karenanya Allah SWT mengutus para rasul-Nya sebagai pembawa risalah sekaligus menjadi teladan para pengikutnya. Disamping Allah SWT mengutus para Rasul, dia menurunkan beberapa kisah tentang orang-orang shalih dan sesat sebagai pelajaran dan bahan perbandingan dalam segala tingkah laku manusia. Firman Allah: ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang menggunakan akal. Al-Quran itu bukan cerita
200 201 202
Pesan Untuk Muslimah:31 Al-Ghazwul Fikri 1987:74 HR. Al-Bukhari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
105
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang ber-iman.”203 Al-Quran banyak menyinggung masalah wanita sehingga salah satu suratnya diberi nama An-Nisa, bukankah ini menunjukkan bahwa Islam menghormati kaum wanita dan menempatkannya pada tempat yang mulia. Namun masalahnya menjadi lain tatkala kaum wanita melebihi batas-batas Islam yang pada hakikatnya memelihara kemuliaan mereka. Memang Islam tidak melarang wanita keluar rumah dalam masalahmasalah yang tidak menyalahi kodrat mereka. Namun tidak seperti pemahaman kaum feminisme Barat seperti Anton Nemilan, Bartrand Russel, Anne Roud dan yang lainnya, yang hanya memperhatikan sisi emansipasi an sich. Bahkan menurut Dr. Najat Hafidz, wanita muslimah harus berperan serta dalam gelanggang da’wah dalam bentuk apapun, dia menasehati; “Wahai kaum wanita, hendaklah engkau menekuni bidang pekerjaan yang sedang dibutuhkan oleh kaummu dan membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dalam berbagai bidang kewanitaan.”204 Maka, ketika seorang ulama, Wahbi Sulaiman Ghawji ditanya tentang hukum wanita bekerja di luar rumah, dia menjawab, dalam keadaan darurat boleh, dengan memperhatikan beberapa syarat: Pertama, memperoleh izin dari walinya, suaminya atau bapaknya. Kedua, tidak terjadi khalwat dan ikhtilath. 205 Ketiga, selalu mengenakan pakaian yang menutup auratnya dengan jilbab dan pakaian longgar dan tidak mencolok.206 Dan tidak disangkal bahwa ada masalah tertentu dan tidak bisa dilakukan oleh kaum pria, sebagaimana terjadi ketika Rasulullah SAW menjelaskan tentang fiqh wanita dan terpaksa Aisyah RA menjelaskan kembali secara detail.207 Menurut Hibat Rauf Izzat, MA. Selama tabarruj dan fitnah syahwat bisa diatasi, wanita boleh bekerja dalam profesi apapun, sekalipun dalam profesi yang berkaitan dengan politik asal dalam batas-batas yang telah ditetapkan syara’. 208 Syekh Jabir Asyal menulis sebuah buku khusus tentang kisah wanita dalam Al-Quran dengan judul “Qashash an-Nisa Fi Al-Quran Al-Karim”, mengisahkan dua puluh satu wanita dengan masing-masing karakter yang berbeda. Wanita-wanita yang baik akhlaqnya patut dijadikan figur 203
QS. Yusuf:111 Nasihat Untuk Para Wanita, 1991:53 205 Khalwat: berduaan antara seorang pria dan seorang wanita yang bukan muhrim. Ikhtilath: keadaan dimana kaum wanita bercampur dengan kaum pria bukan muhrim tanpa hijab yang menghalangi, baik dalam pekerjaan maupun tempat lainnya 206 Pesan Untuk Muslimah, 1992:52 207 QS. 3:36 208 hlm. 141. 204
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
106 yang ditiru dalam perilaku, dan sebaliknya, wanita yang buruk akhlaqnya sebagai cermin bening agar kaum wanita tidak terjerumus ke dalam kesesatan. Di antara kisahnya adalah (1) Raithah,209 sosok wanita yang putus asa dan pesimis, tidak tabah menghad 210 211
212
213
a dan tunduk pada suaminya. (7) Khulah Binti Tsa’labah,215 isteri yang taat beribadah dan ikhlas berbakti pada suaminya (Aus Ibnu Shamit) sehingga ucapannya didengar oleh Allah SWT (8) Zainab Binti Jahsy,216 wanita yang bersyukur atas keadaan yang menimpanya, berhati lembut dan kasih sayang. (9) Aisyah RA Ummul Mu’minin,217 figur wanita cerdas yang memelihara kehormatan, amanah dan tahan uji (ketika menghadapi kasus Haditsul Ifki) (10) Mariah Al-Qibtiah,218 isteri Rasulullah yang melahirkan Ibrahim, wanita terhormat namun penuh khidmat kepada suaminya. (11) Shafura Binti Syu’aib, isteri Musa as,219 wanita yang menyayangi suaminya dan selalu menemaninya dalam kesusahan (12) Asia isteri Fir’aun, 220 wanita yang kuat memegang prinsip dalam kebenaran. (13) Maimunah Binti Harits, 221 seorang wanita yang berserah diri kepada suaminya. (14) Masikah,222 wanita tuna susila yang bertaubat dan kuat pendiriannya untuk kembali ke jalan yang benar. (15) Hawwa,223 figur wanita pertama yang beristighfar (16) Sarah isteri Nabi Ibrahim,224 wanita yang rela dimadu untuk kebaikan suaminya serta wanita yang mendidik puteranya sendiri menjadi generasi shalih. (17) Ummu Kultsum Binti ‘Aqabah,225 pelopor wanita pertama bagi kaumnya untuk hijrah ke Madinah karena Allah dan Rasul-Nya, memiliki semangat jihad yang tinggi. (18) Kabisyah Binti Ma’an,226 wanita yang 214
209
QS. 16:92 QS. 111:1-5 211 QS. 33:10 212 QS. 12:30 213 QS. 3:45 214 QS. 27:20-40 215 QS. 59:1 216 QS. 33:37 217 QS. 24:11 218 QS. 66:1 219 QS. 28:26 220 QS. 66:11 221 QS. 33:50 222 QS. 24:33 223 QS. 2:35 224 QS. 11:72 225 QS. 60:10 226 QS. 4:19 210
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
107
menuntut haknya dalam Islam dan membebaskan kedzaliman terhadap kaum hawa. (19) Ummi Musa,227 seorang yang beriman dan shabar dan mencintai anaknya. (20) Ummu Kajjah,228 sosok wanita yang membela keadilan dan penuh perhatian terhadap suaminya. Adapun tugas utama seorang wanita ialah bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “... Wanita juga adalah pemimpin yang bertanggung jawab akan suami dan anakanaknya...” 229 Lalu bagaimana bila wanita memiliki dualisme tugas disamping dalam rumah, juga di luar rumah? Simaklah pengakuan Marilyn Monroe - wanita tenar tahun 60-an sebelum kematiannya yang mengenaskan, ”Berhati-hatilah dari gemerlapnya ketenaran yang menipu kalian, sesungguhnya aku adalah wanita yang paling celaka di dunia. Aku tak mampu menjadi seorang ibu. Sesungguhnya aku amat mencintai rumah dan kehidupan keluarga. Di sanalah tempat wanita yang sebenarnya.“ 230 Rasulullah SAW mengingatkan kaum wanita, sabdanya; “Wahai para wanita, berbuat benarlah, karena aku menyaksikan kebanyakan penghuni neraka adalah wanita.” Mereka bertanya; “mengapa wahai Rasulullah SAW ?” Beliau bersabda; “Kalian banyak menggunjing dan menelantarkan suami, kalian ada kekurangan dalam akal dan agama yang tidak pernah ada pada pribadi lelaki yang kuat dari salah seorang diantara kalian.” Mereka bertanya; “Apa kekurangan agama dan akal kami Ya Rasulallah SAW ?” Beliau bersabda; “Bukankah saksi seorang perempuan itu setengahnya seorang lelaki ?” Mereka menjawab; “benar !” Beliau bersabda; “Itulah kekurangan akalnya, Bukankah jika dia haid tidak shalat dan puasa?” Mereka menjawab; “benar !” Beliau bersabda; “Itulah kekurangan agamanya.”231 Wahai wanita, Faaina Tadzhabna ? ***
227 228 229 230 231
QS. 28:13 QS. 4:11 Muttafaq ‘Alaih Pesan Untuk Muslimah 1992:22 HR. Al-Bukhari & Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
1
108
KELUARGA RABBANI
“Katakanlah; “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang menyiksa diri mereka sendiri dan demikian pula keluarganya pada Hari Kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Az-Zumar/39:15) *** Keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah komunitas masyarakat. Dari himpunan keluarga yang berbeda akan membentuk typologi masyarakat tertentu. Karenanya, sebuah masyarakat akan dipandang baik dan sejahtera apabila pada masing-masing keluarganya berperilaku baik. Namun sebaliknya, kehancuran sebuah masyarakat mungkin saja terjadi, bila pada masing-masing keluarga tidak lagi memperhatikan norma-norma agama dan perilaku yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa peran keluarga sangat menentukan kelangsungan hidup manusia di dunia ini. Kutipan ayat di atas menjelaskan bahwa kehidupan sebuah keluarga ternyata tidak hanya dapat diraih di dunia saja tetapi sampai ke Akhirat kelak akan dikumpulkan bersama menjadi sebuah keluarga seperti ketika di dunia. Ayat inipun menjelaskan bahwa manusia yang paling merugi dan hina di hadapan Allah ialah jika dia dan keluarganya sama-sama menjadi penghuni neraka karena perbuatan jahat yang mereka kerjakan di dunia. Karenanya, keutuhan sebuah keluarga selayaknya dipertahankan dan dibina ke arah yang baik mulai dari masing-masing pribadi, anggota keluarga serta hubungan di antara mereka. Allah SWT dengan sifat Rahim-Nya mengingatkan manusia khususnya orang yang beriman untuk menjaga keutuhan keluarga ini. Firman-Nya;
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
109
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu.” 232 Pada ayat ini ditegaskan tentang kewajiban setiap mu’min untuk menjaga dirinya dan setiap anggota keluarganya yang terdekat agar selalu terpelihara dari perbuatan maksiat dan dosa kepada Allah SWT, yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Maka, jika kita melihat salah seorang di antara keluarga belum mengamalkan perintah Allah SWT, dengan dorongan ayat ini wajib kita mengingatkannya. Insya Allah, dengan sikap demikian keutuhan keluarga akan sampai ke Akhirat kelak. Dalam surat lain, terdapat ayat yang semakna dengan ayat di atas, “Dan orang-orang yang beriman berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang paling merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan kehilangan keluarganya pada Hari Kiamat,” ingatlah sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu berada dalam adzab yang kekal.” 233 Memang, terkadang muncul perasaan berat dan ragu, ketika kita akan menegur saudara, ibu, bapak atau keluarga kita sewaktu mereka melakukan maksiat. Tetapi bila didasari oleh rasa iman yang kuat dan dorongan kasih sayang, maka sepantasnya mereka diperingatkan. Allah SWT memerintahkan dengan firman-Nya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”234 Salah satu contohnya ialah memerintahkan anggota keluarga untuk melakukan shalat. Firman Allah: “Perintahkanlah keluargamu shalat, dan shabarlah atas melakukannya.”235 Secara tersirat ayat ini menyuruh setiap muslim untuk selalu memelihara hubungan keluarga dengan cara saling menasehati dan saling memperingatkan bila terjadi kesalahan, juga saling menganjurkan amal shalih sebagai upaya menghindari panasnya api neraka. Disamping itu, dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar di antara keluarga, maka Allah akan tetap menurunkan rahmat-Nya. Tetapi jika tidak, sebaliknya Allah menurunkan adzab-Nya karena kelalaian di antara keluarga. Firman Allah dalam Hadits Qudsi: “Ajaklah (manusia) berbuat kebajikan dan cegahlah dari berbuat kemunkaran sebelum tiba saatnya dimana kalian berdo’a kepada-Ku tapi Aku tidak mengabulkan do’a kalian. Kalian meminta sesuatu kepada-Ku, tapi Aku tidak akan memberinya dan kalian meminta pertolongan kepada-Ku tapi Aku tidak akan menolong kalian.”236
232 233 234 235 236
QS. At-Tahrim:6 QS. Asy-Syura:45 QS. 26:214 QS. Thaha:132 HQR. Dailami dari ‘Aisyah RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
110 Rasulullah SAW sendiri mengajarkan bagaimana menanamkan amar ma’ruf nahi munkar di antara keluarganya. Sebuah Hadits yang dikisahkan oleh Abu Hafsh (Umar) Bin Abi Salamah, anak tiri Rasulullah SAW: “Ketika saya masih kecil dibawah asuhan Nabi SAW, biasa waktu makan tangan saya mengacak piring-piring hidangan, maka Rasulullah SAW memperingatkan saya, sabdanya: “Hai anakku, bacalah Basmalah dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari hidangan yang dekat denganmu.” Setelah itu saya tidak lagi berlaku demikian.”237 Sikap kasih sayang Rasulullah SAW terhadap keluarganya itu patut dijadikan suri teladan bagi keluarga muslim saat ini, dimana antara anggota keluarga terjadi saling amar ma’ruf nahi munkar yang didasari kasih sayang karena Allah SWT. Hadits lainnya menjelaskan sabda Rasulullah SAW: “Suruhlah anakanakmu shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah anak laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka.”238 Tanggung jawab akan keutuhan keluarga sebenarnya merupakan tugas bersama setiap anggota keluarga, baik bapak, ibu, anak, suami ataupun isteri. Karena mereka mempunyai tugas masing-masing dengan tujuan yang sama, yaitu memelihara keutuhan keluarga dan menggapai kebahagiaan di dunia sampai Akhirat. Sebagaimana Hadits menegaskan, sabda Rasulullah SAW: “Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinanmu. Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tanggung jawabnya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimipinannya. Isteri adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Pembantu adalah pemimpin harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Maka kalian semua adalah pemimpin dan masing-masing bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” 239 Demikianlah kiat mempertahankan keutuhan rumah tangga dan keluarga sampai Hari Akhir. Sepantasnya kita semua dapat meraih kebahagiaan itu sebagaimana do’a kita setiap saat, RABBANA HAB LANA MIN AZWAJINA WADZURRIYYATINA QURRATA A’YUN WAJ’ALNA LIMUTTAQIINA IMMAMA, (Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.) ***
237 238 239
HR. Al-Bukhari dan Muslim HR. Abu Daud HR. Al-Bukhari dan Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
1
111
KEWAJIBAN SESAMA MUSLIM
Rasulullah SAW bersabda: “Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam; (1) Apabila engkau bertemu dengannya, ucapkanlah salam, (2) Apabila ia mengundangmu, maka hadirilah, (3) Apabila ia meminta nasehatmu, maka berilah, (4) Apabila bersin dan mengucap hamdalah, maka do’akanlah, (5) Apabila ia sakit, maka jenguklah dan (6) Apabila ia meninggal, maka antarkanlah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah RA) *** Menjadi seorang muslim tidaklah sulit, hanya dengan mengucap dua kalimah syahadat “Asyhadu Alla Ilaha Illalah; Muhammadur Rasulullah” saja ia bisa disebut seorang muslim. Namun, pernahkah kita merenung sejenak, apa yang sudah kita lakukan sebagai seorang muslim ? Sudah sampai dimana tingkat keislaman kita ?. Kita memang harus bangga menjadi seorang muslim dan itu harus diimbangi dengan amal dan prilaku kita serta bagaimana pergaulan kita di masyarakat, baik terhadap sesama muslim maupun masyarakat umum. Rasulullah SAW mengajarkan apa saja yang menjadi kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Hadits di atas menjelaskan kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya. (1) Apabila engkau bertemu dengannya, ucapkanlah salam Mengucapkan salam merupakan simbol keramahan seorang muslim disamping sebagai do’a bagi sesama muslim. Ucapan yang pal-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
112 ing ringkas adalah “Assalamu’alaikum” sedangkan yang paling baik adalah “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.” Sedangkan menjawab salam juga merupakan kewajiban dan jawabannya minimal sama dan sebaiknya lebih, yaitu “Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wa Barakatuh.” (2) Apabila ia mengundangmu, maka hadirilah Undangan dari sesama muslim untuk suatu kebaikan, wajib dihadiri, baik acara resmi maupun undangan lewat lisan saja. Karena di sana akan banyak keberkahan yang bisa diraih, mempererat silaturrahmi dan menyenangkan hati yang punya hajat. Menghadiri undangan tidak perlu memaksakan diri untuk membawa sesuatu atau disediakan sesuatu oleh yang punya hajat. Karena bagi muslim, seluruh amalnya bernilai ibadah walau hanya memberi senyum manis untuk menggembirakan muslim lainnya. (3) Apabila ia meminta nasehatmu, maka berilah Nasehat di sini tidak hanya nasehat agama, tapi juga nasehat bagaimana berusaha, mengurus sesuatu, mendidik anak, memperbaiki barang yang rusak dan nasehat cara hidup bermasyarakat. Adalah kewajiban setiap muslim untuk saling mengarahkan saudaranya kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Karena hakikatnya, kesuksesan seorang muslim adalah untuk kemajuan umat Islam pada umumnya. Tak ada saling menyudutkan, merasa tersaingi, saling dengki dan menghasud. (4) Apabila bersin dan mengucap hamdalah, maka do’akanlah Jika bersin dan mengucap “Alhamdulillahi-rabbil ‘Alamin”, maka kewajiban muslim lainnya yang mendengar adalah mendo’akannya dengan do’a “Yarhamukallah”, kemudian dijawab lagi oleh yang bersin tadi dengan “Yahdikumullah Wa Yuslih Balakum.” Intinya, saling mendo’akan agar selalu berada dalam ridla dan rahmat Allah SWT. Hal ini tidak hanya dalam bersin saja, tetapi juga gejala-gejala penyakit yang melanda umat Islam harus dilakukan tindakan pencegahannya. (5) Apabila ia sakit, maka jenguklah Setiap muslim harus merasakan kepedihan dan derita muslim lainnya. Jika dia ditimpa musibah sakit, maka minimal ia memberi perhatian dengan menjenguk dan menghibur hatinya agar mempercepat proses penyembuhannya. Kemudian mendo’akannya, karena do’a yang baik itu harus dibarengi usaha yang baik pula. (6) Apabila ia meninggal, maka antarkanlah Musibah kematian memang hal yang pasti terjadi. Duka keluarga pasti akan terasa dengan kehilangan salah satu anggotanya. Maka kewajiban sesama muslim harus saling mengobati duka saudaranya. Mengurus jenazah adalah bukti perhatian kita, disamping kita mengambil pelajaran dari kematian untuk meningkatkan amal kita selagi hidup di dunia fana ini.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
113
Keenam kewajiban muslim ini selayaknya kita renungkan dan kita berusaha untuk mengamalkannya dengan sempurna, sehingga perumpamaan hidup sesama muslim seperti yang digambarkan Rasulullah SAW sebagai satu tubuh yang satu sama lain saling mendukung kelangsungan hidup, bisa tercapai dan menjadi simbol kebersamaan umat Islam yang kokoh dan kuat. Wallahu A’lam Bish Shawwab ***
2
ISA AL-MASIH DALAM PANDANGAN ISLAM Menjawab Missionaris, Meneguhkan Keimanan Muslim
MUKADIMAH Suatu hari penulis mendapat kiriman surat kaleng bercap pos Bandung dari seorang missionaris yang berisi copian selembaran ajakan meyakini bangkitnya Yesus Kristus yang telah mati untuk menebus dosa manusia. Bagi penulis, keyakinan beragama adalah hak masing-masing orang dan sama sekali tidak ada paksaan dalam menganut suatu ajaran. Hanya saja dalam lembaran tersebut mengutip beberapa ayat al-Qur’an untuk mempropagandakan (baca; provokasi) keyakinan kristiani dengan membuat “pertentangan” pada ayat-ayat al-Qur’an. Redaksi lengkapnya sebagai berikut; “…Dalam al-Qur’an sendiri sangat jelas dituliskan bahwa Nabi Isa itu mati lalu dibangkitkan (Baca S. Maryam : 30-33) tetapi dalam S. An-Nisa:157 dikatakan Nabi Isa tidak disalib berarti tidak mengalami kematian dan kebangkitan. Mengapa pewahyuan dalam alQur’an bisa tidak sama ? …” Sangat disesalkan surat tersebut tanpa alamat pengirim, sehingga penulis terdorong membuat jawaban ini yang diharapkan membentengi kaum muslimin dari propaganda kaum salib yang bermental seperti pengirim surat kaleng tersebut. Karena dengan cara surat kaleng seperti ini menunjukkan bahwa mereka sendiri meragukan kebenaran/keyakinan mereka dengan bersikap monolog dan tertutup. Jika mereka yakin akan kebenaran apa yang mereka yakini, mengapa tidak dengan cara berdialog terbuka, karena di kalangan ulama Islam juga sangat banyak yang mendalami masalah kekristenan (kristolog), seperti Ahmed Deedat dan ulama lainnya serta yang mendapat hidayah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
114 Allah menjadi muslim atas dasar keyakinan akan kebenaran ajaran Islam, daripada ajaran yang sebelumnya mereka anut. Mudah-mudahan Allah menjadikan tulisan ini sebagai proses dakwah seperti disinyalir dalam firman-Nya: “Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim. Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir ? Demikianlah kalian, kalian sepatutnya berbantah tentang hal yang kamu ketahui, maka mengapa kamu berbantahan tentang hal yang tidak kamu ketahui ? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Ali Imran/3:64-66) Masalah Nabi Isa termasuk masalah ghaib, sebagaimana firman Allah: “Hal itu adalah diantara berita-berita ghaib.” (QS. Ali Imran:44). Setiap mu’min wajib beriman akan adanya para nabi dan rasul. Beriman kepada para utusan Allah termasuk salah satu masalah aqidah yang harus dilandasi dalil qath’i dan mutawatir, yaitu dalil yang tegas dan kuat dalam memutuskan segala ketentuan yang berkaitan dengannya. Demikian halnya dengan nabi Isa Bin Maryam, untuk mengetahui keberadaannya dibutuhkan dalil qath’i dari al-Qur’an dan hadits mutawatir, bukan hadits ahad atau penafsiran dan pikiran. Dan sebagai argumen tambahan, penulis merujuk pada Kitab Injil Barnabas yang orisinalitasnya masih diakui, tidak seperti Kitab Injil versi lainnya yang terdapat banyak kerancuan. (periksa, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, KH. Bahaudin Mudhary, Pustaka Da’i, Surabaya). AL-QUR’AN MUSTAHIL BERTENTANGAN Penulis memaklumi adanya umat kristiani yang menyatakan alQur’an bertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya, karena memang karakteristik mereka yang selalu berbantahan tanpa ilmu, sebagaimana yang disinyalir Allah : “Demikianlah kalian, kalian sepatutnya berbantah tentang hal yang kamu ketahui, maka mengapa kamu berbantahan tentang hal yang tidak kamu ketahui ? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Ali Imran/3:64-66) Bahkan, penyusun buku “Al-Qur’an Berbicara tentang Kristen” menceritakan pengalamannya berdebat dengan penganut Kristiani, berikut penuturannya : “… tanggal 11 Desember 1995 penulis menelpon Herman O.T.M Simanjuntak untuk meminta buku “Abdul Masih Menjawab”. Dia mengatakan buku itu ada di kantor Gema Nehemia. Penulis datang sendirian ke kantor itu dan berbincang santai dengan beberapa misionarisnya, ternyata mereka
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
115
semua yang bernaung di lembaga yang dipimpin oleh dr. Suradi itu, meskipun sudah lama melakukan kajian Alqur’an untuk dimanipulasi, masih belum mengerti Al-Qur’an, apalagi bahasa Arab. Saat itu mereka menunjukkan kesalahan Al-Qur’an tentang maqam Ibrahim yang disebut dalam surat Ali Imran 96 dan 97 yang berbunyi: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangunkan untuk manusia (beribadah) ialah (bait Allah) yang di Makkah (Ka’bah), yang diberi berkat dan petunjuk untuk semesta alam. Di sana ada beberapa tanda nyata, (diantaranya) makam Ibrahim. Barangsiapa yang masuk ke negeri Makkah, niscaya aman sentosa.” Menurut anggapan mereka, yang dimaksud dengan kata-kata “makam Ibrahim” itu adalah “kuburan Ibrahim”. Seketika kami tertawa mendengarnya…” (1999 : ix) Al-Qur’an adalah wahyu Allah terakhir yang diturunkan sebagai pedoman hidup seluruh umat manusia sampai hari kiamat. Allah Sendiri yang senantiasa menjaga otentisitas dan kemurnian al-Qur’an. (QS. AlHijr:9) Isinya sama sekali tidak terdapat pertentangan karena dari Satu Sumber Yang Maha Benar. Tidak seperti Bible atau Injil, Taurat dan Zabur yang ada sekarang yang merupakan ungkapan/penafsiran/terjemahan manusia, dan rentan terjadi kekeliruan penulisan dan pemahaman dengan banyaknya versi bahasa. Sedangkan Al-Qur’an sejak diturunkan sampai detik ini di seluruh penjuru bumi tetap sama. Jika terdapat perbedaan terjemahan atau penafsiran bukan al-Qur’annya yang berbeda. Allah menyatakan : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ? kalau kiranya alQur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. 4:82) Seorang orientalis mengakui: “It will be seen, from the above, that a final and complete text of the Koran was prepared wihin twenty years after death (A.D. 632) of Muhammad, And that this has remained the same, without any change, or alteration by enthusiasts, translators or interpolators, up to the present time. It is tobe regretted that the same can not be said all the books of the Old dan New Testaments.” (FF Arbuthnot, The Contruction of The Bible And The Koran, London, 1885, h. 5) “Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa teks al-Qur’an yang final dan lengkap itu disiapkan dalam waktu 12 tahun setelah Muhammad wafat (632 M.) Dan teks itu sampai sekarang tetap sama tanpa ada perubahan atau pergantian dari pembacanya, penerjemah maupun pemalsu. Sangat disayangkan, keaslian seperti al-Qur’an in tidak bisa ditemui dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Bible).” (Al-Qur’an Berbicara tentang Kristen, 1999: 21-22) PENCIPTAAN & KELAHIRAN ISA BIN MARYAM Al-Qur’an menjelaskan secara rinci penciptaan Isa dan proses kelahirannya, untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya dan menunjukkan
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
116 bahwa Isa adalah manusia –bukan tuhan atau anak tuhan sebagaimana keyakinan kristiani. Berikut firman-Nya: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” maka jadilah dia.” (QS. Ali Imran :59) “Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Qur’an,, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dengan bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina.” Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. ia berkata: “Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lalu dilupakan”. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini. Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan.” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku AlKitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
117
mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus.” (QS. Maryam : 16-36) Perbedaan proses kelahiran Isa yang tanpa ayah, bukanlah suatu yang istimewa bagi Allah sehingga janganlah menimbulkan pertentangan atau pengkultusan terhadap Nabi Isa. Ibnu Jarir, Ibnu Ishaq, Ibnul Mundzir meriwayatkan bahwa ayatayat ini (Ali Imran 1-9) dan ayat-ayat sesudahnya, yang berjumlah delapan puluh ayat diturunkan berkenaan dengan kaum Nasrani negeri Najran. Yaitu ketika mereka datang menemui Rasulullah SAW. Kedatangan mereka melibatkan delapanpuluh orang penunggang kuda. Lalu, mereka bertengkar dengan Nabi mengenai Isa Bin Maryam. Mereka mengatakan, “Siapakah sebenarnya ayah Isa ?” Kemudian mereka mengatakan kepada Allah akan hal-hal bohong dan tidak terbukti. Maka, Rasulullah SAW menjawab: “Tidakkah kamu mengetahui bahwa Tuhan kami Maha Hidup dan tidak mati ? Dan Isa, pasti akan mengalami kematian ?” Mereka menjawab, “Sudah pasti itu benar”. Nabi bersabda: “Tidakkah kamu mengetahui bahwa Tuhan kami Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Dia-lah yang menanggungnya. Dia-lah Yang memeliharanya, dan Dia Yang memberi rezeki padanya ?” Mereka menjawab : “Benar !” Nabi SAW bersabda, “Apakah Isa memiliki sesuatu selain yang telah tersebut ?” Mereka menjawab: “Tidak.” Nabi bersabda: “Tidakkah kamu tahu bahwa Allah telah menggambarkan (bentuk) Isa di dalam rahim (ibunya) menurut yang Allah kehendaki ? Dan Tuhan kami tidak makan, tidak minum, dan tidak pernah berhadats ?” Jawab mereka: “Benar !” Beliau bersabda: “Tidakkah kamu tahu bahwa Isa telah dikandung oleh ibunya sebagaimana wanita (lainnya) melahirkan anaknya, kemudian ia diberi makan sebagaimana seorang bayi diberi makan. Lalu, Isa makan, dan minum serta berhadats ?” Mereka menjawab, “Benar.” Nabi SAW bersabda: “Lalu, bagaimana Nabi Isa itu bisa seperti yang kamu duga ?” NABI ISA BIN MARYAM AS DIUTUS KEPADA BANI ISRAIL & MENENTANG KEYAKINAN TRINITAS Al-Qur’an menjelaskan kenabian Isa Bin Maryam dan ajaran yang dibawanya. Diantaranya: 1- QS. An-Nisa:171 “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
118 Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” 2- QS. Al-Maidah:116-117 “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah ?” Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”. Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.” 3- QS. Az-Zukhruf: 59 “Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya ni’mat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil.” (Lihat, Injil Barnabas, Fasal 21:21) 4- Nabi Isa dan sahabatnya (Hawariyyun) adalah muslim (Isa berkata) : “Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah ?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kami penolong-penolong agama Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orangorang yang berserah diri (muslim). Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tetang keesaan Allah).” (QS. Ali Imran:50-52)
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
119
5. Nabi Isa AS tidak berbeda dengan nabi lainnya “Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul rasul, dan ibunya seorang yang sangat mulia, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tandatanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al-Maidah/5:75) NABI ISA (TIDAK) MATI ? Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan peristiwa akhir Nabi Isa tercantum dalam: 1- QS. An-Nisa : 159 “Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di Hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” Ayat di atas menjelaskan bahwa golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa akan mendapatkan persaksian Nabi Isa pada hari Kiamat bahwa mereka kaum mu’minin pengikut Nabi Isa Bin Maryam, karena Nabi Isa AS. diutus oleh Allah kepada kaum yang hidup sebelum kematiannya. Dan bagi ahli kitab yang tidak beriman sebelum kematian Nabi Isa AS dengan melakukan kedzaliman –sebagaimana dijelaskan pada ayat selanjutnya (QS. An-Nisa:160-161), maka mereka tidak diakui sebagai pengikut Isa dan akan mendapat adzab yang pedih. Adapun ahli kitab yang hidup setelah kematian Nabi Isa AS. (sebagaimana lanjutan ayat QS. An-Nisa 162) mereka diperintahkan agar beriman kepada al-Qur’an dan menjadi pengikut Rasulullah, Muhammad SAW. yang memang sudah diberitahukan kedatangannya oleh Nabi Isa. (Lihat Injil Barnabas, Fasal 39:14, juga QS. Ali Imran:64-66) 2- QS. Ali Imran:54-55 “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.” 3- QS.An-Nisa:157-158 “Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh AlMasih, Isa putera Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah orang yang) diserupakan (dengan Isa) bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
120 tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 4- QS. Al-Maidah:116-117 “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah ?” Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan-mu”. dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.” Makna AT-TAWAFFA At-Tawaffa berarti mengambil sesuatu secara utuh dan sempurna. Kemudian dipakai untuk makna mematikan, sebagaimana yang telah difirmankan Allah : “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (QS. AzZumar/39:42) Para ulama yang mengartikan At-Tawaffa dengan memanggil, memegang dan menyempurnakan, antara lain Al-Baidlawi, Syaikh Thanthawi, Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir Ath-Thabary yang bersumber dari riwayat Ibnu Juraij. Jumhur ulama mengartikan At-Tawaffa dengan mati dan membandingkan dengan penggunaan kata tersebut dalam QS. As-Sajdah : 11, QS. An-Nisa:97, QS. Al-Anfal:50, QS. Al-An’am : 61, QS. Al-Haj:5, QS. An-Nisa:15, QS. Yusuf:101. TAWAFFANY pada ayat di atas secara makna yang mudah ditangkap ialah mati sebagaimana yang sudah diketahui manusia umumnya. Matinya Nabi Isa pada ayat di atas menunjukkan bahwa saat itu juga Isa mati dan bukan mati kelak setelah turun ke dunia seperti keyakinan kristen tentang kebangkitan kembali Yesus Kristus. Atau keyakinan bahwa Nabi Isa masih hidup di langit sampai sekarang dan akan turun lagi ke dunia pada akhir zaman, karena ayat tersebut secara jelas menunjukkan batas akhir hubungan Nabi Isa dengan kaumnya disebabkan kematiannya, serta sama sekali tidak ada lagi kaitan dengan umat setelah kematiannya atau di akhir zaman, karena mereka semua adalah umat Muhammad SAW.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
121
Makna RAFA’AHULLAH ILAIH (Allah mengangkat Nabi Isa kepada-Nya) Diantara mufassir berpendapat bahwa kalimat ini menunjukkan Nabi Isa diangkat ke langit dengan jasadnya kemudian Allah memberikan wajah orang lain yang serupa dengan Isa. Ia masih hidup di langit dan akan turun pada akhir zaman untuk membunuh babi, menghancurkan salib. Penafsiran seperti ini sejalan dengan penjelasan Injil Barnabas yang menyebutkan orang yang serupa dengan wajah Isa ialah Yudas Eskariot –muridnya yang berkhianat. Bukti bahwa Nabi Isa telah wafat dan diangkat ruhnya bersama ruh lainnya ialah peristiwa mi’raj Rasulullah SAW ke langit dan melihat Nabi Isa AS dan Yahya -anak bibinya di langit kedua. Penjelasan hadits tentang isra’ mi’rajnya Rasulullah SAW sangat meyakinkan (mutawatir), sehingga dapat dijadikan bukti bahwa Nabi Isa AS sama seperti para nabi dan rasul sebelumnya yaitu wafat dan diangkat derajat ruhnya, bukan jasadnya. (Lihat, Fathul Bari, Zadul Ma’ad dll.) Al-Alusi menafsirkan firman Allah, INNI MUTAWAFFIKA, sesungguhnya Aku telah memutuskan ajalmu dan mewafatkanmu langsung tanpa campur tangan orang yang membunuhmu dan inilah kinayah bahwa Allah menjaganya dari musuh-musuh dan orang yang berkhianat kepadanya, yaitu dengan mewafatkannya. Jelaslah bahwa “mengangkat” setelah wafat bermakna mengangkat derajatnya bukan jasadnya, apalagi kalimat selanjutnya ialah WA MUTHAHHIRUKA MINAL LADZINA KAFARU menunjukkan bahwa Allah mengangkat kemuliaannya. Banyak ayat yang menjelaskan makna “mengangkat” sebagai “memuliakan” (lihat, QS. 24:36, QS. 6:83, QS. 19:57, QS. 58:11, QS. 80:1314) Pemaknaan “mengangkat” yang sifatnya ruhiyah (spiritual) ini sebagaimana memaknai INNALLOHA MA’ANA (sesungguhnya Allah berserta kita) yang berarti Allah menjaga dan memelihara kita. Mengapa dlamir pada ILAIHI dikembalikan kepada “langit” yang sama sekali tidak disinggung pada ayat tersebut. Ini sebuah kedzaliman dalam mengartikan ayat al-Qur’an. Jika makar Allah dengan mengangkat jasad Isa ke langit, hal ini di luar kemampuan manusiawi dan tentunya tidak sebanding dengan makar musuh-musuhnya yang berupa manusia. Sebagai perbandingan ialah ketika Allah membalas makar kaum kafir kepada Rasulullah SAW, yaitu dengan sesuatu yang dijangkau oleh kemampuan manusiawi, walaupun Allah Maha Kuasa membuat sesuatu yang lebih dahsyat. (QS. Al-Anfal:30) (lihat, Al-Fatawa, Al-Imam Mahmud Syaltut:59) Sebagian ulama berpendapat, kalimat INNI MUTAWAFFIKA WA RAFI’UKA ILAYYA menggunakan huruf WAWU yang memiliki makna
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
122
taqdim dan ta’khir, maka bentuk asalnya, INNI RAFI’UKA WA MUTAWAFFIKA (aku mengangkatmu kemudian mematikanmu), sehingga mereka berpendapat bahwa Isa telah diangkat dalam keadaan hidup dengan jasad dan ruhnya, dan beliau kelak akan diturunkan pada akhir zaman. Kemudian, beliau meme-gang tampuk kekuasaan di antara kita dengan syari’at kita (Nabi Muhammad SAW). Setelah itu Allah akan mewafatkannya. Jika diberi makna seperti di atas, jelas hal ini menyalahi kaidah penafsiran dengan menggunakan kaidah ma’ani yang sebenarnya tidak perlu. Namun, kalaupun dimaknai seperti di atas, maka dapat diambil pemahaman, bahwa Isa selamat dari kepungan musuh-musuhnya dengan diangkat jasadnya oleh Allah keluar dari serbuan musuhmusuhnya, kemudian baru Allah mewafatkan Isa dengan proses kematian yang normal, tidak dibunuh atau disalib. Pemahaman ini hampir sama dengan penjelasan Injil Barnabas, Fasal 112: 13-22 : (Yesus berkata-pen.): “Maka ketahuilah ya Barnabas, bahwa sesungguhnya karena itu aku harus berhati-hati dan akan dijual oleh salah seorang muridku dengan tigapuluh keping mata uang. Dan atas dasar itu, maka aku yakin bahwa orang yang akan menjualku itu, akan terbunuh dengan namaku. Karena Allah akan mengangkat aku dari bumi ini kemudian akan merubah wajah pengkhianat itu sehingga ia disangka aku oleh semua orang. Begitupun juga maka setelah ia mati dengan seburuk-buruk cara, aku harus tinggal dalam kecemaran itu untuk masa panjang di bumi ini. Akan tetapi apabila telah datang Muhammad Rasul Allah yang kudus itu, akan hilanglah daripadaku kecemaran itu. Dan Allah akan melaksanakan itu, karena aku telah mengakui akan kebenaran Messias yang akan memberikan kepadaku anugerah itu agar diketahui orang bahwa aku ini masih hidup (setelah disangka orang disalib/dibunuh, pen.) dan aku tersuci dari kematian yang tercela.” Fasal 112 ini menjelaskan pengakuan Yesus sendiri bahwa dia akan diselamatkan oleh Allah dari kematian yang keji (dibunuh atau disalib), yang dibunuh atau disalib adalah orang lain yang diserupakan dengannya, kemudian ia akan disucikan dengan datangnya Muhammad Rasulullah SAW, dari segala kekejian yang telah dilakukan Bani Israil terhadapnya dan dari kesalahfahaman pengikutnya dalam keyakinan dan ajaran yang dibawanya. Imam Ar-Razi berpendapat, BAL RAFA’AHUL-LAHU ILAIH (Aku (Allah) mengangkat kamu (Isa) ke tempat kemuliaan-Ku.” Redaksi ayat ini menggunakan kata RAFA’A (mengangkat), adalah untuk menyatakan keagungan peristiwa tersebut, seperti firman-Nya pada ayat lain ketika menceritakan kisah Nabi Ibrahim yang berkata : INNI DZAHIBUN ILA RABBI (QS. As-Shaffat:99) “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku.” Padahal nyatanya ia pergi dari Irak ke Syam. Jadi maksud ayat tersebut, bahwa Allah telah mengangkat Nabi Isa ke suatu tempat
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
123
yang tidak dikuasai oleh hukum selain hukum Allah (di luar jangkauan kekuasaan raja Romawi dan pasukan yang memburunya). Jika kalimat RAFA’A dimaknai mengangkat jasad Isa, tidaklah tepat, karena banyak ayat lain yang menegaskan bahwa RAFA’A adalah mengangkat kedudukannya. Seperti ketika Allah menyatakan WA RAFA’NAHU MAKANAN ‘ALIYYAN (dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi, QS. Maryam:57) yaitu diangkatnya Nabi Idris AS. Makna SYUBBIHA LAHUM Yang dimaksud kalimat SYUBBIHA LAHUM (…disamarkan atas mereka) terdiri dari beberapa pemahaman, diantaranya : 1. Wajah Isa diserupakan dengan wajah Yudas Iskariot Injil Barnabas Fasal 214 – 217 menceritakan : “Maka keluarlah Yesus dari rumah kemudian membelok ke kebun untuk sembahyang, lalu ia bertelut seratus kali sambil mengenakan wajahnya ke tanah sebagai kebiasaannya dalam bersembahyang. Dan oleh karena Yudas mengetahui tempat di mana Yesus beserta para muridnya berada, maka pergilah ia kepada kepala imam. Katanya: “Apabila engkau berikan apa yang engkau janjikan maka akan kuserahkan ke tanganmu pada malam ini Yesus yang kamu carinya itu. Karena ia sekarang tinggal sendirian bersama sebelas temannya”. Kepala imam itu menjawab: “Berapa yang engkau minta ?” Yudas menjawab: “Tigapuluh keping emas.” Dan ketika itu juga kepala imam menghitung uang kontan untuknya. Lalu ia mengutus seorang Parisi kepada Hakim dan Herodes untuk mendatangkan barisan-barisan tentara. Maka kedua orang itu memberikan kepadanya satu pasukan, karena mereka khawatir akan khalayak ramai. Lalu mereka memanggul senjata mereka, dan keluarlah mereka dari Jerussalem dengan obor-obor dan lampu-lampu di atas tongkat-tongkat. Dan ketika barisan tentara itu bersama Yudas sudah mendekati tempat di mana Yesus berada di situ, maka terdengarlah oleh Yesus suara mendekatnya sejumlah besar manusia. Dari itu ia mundur dan sambil ketakutan ia memasuki rumah. Adapun kesebelas orang itu sedang tidur. Maka ketika Allah melihat bahaya yang menghampiri hamba-Nya, diperintahlah oleh-Nya para Malaikat-Nya Jibril, Michail, Rufail dan Uril utusan-utusan-Nya itu untuk mengambilnya dari dunia ini. Dan tibalah para Malaikat yang suci itu lalu diambilnyalah Yesus dari jendela yang menghadap ke sebelah selatan. Kemudian diangkatnyalah dia dan diletakkannya di langit yang ketiga, di tengah kawanan Malaikat yang memuji-muji Allah sepanjang masa. Kemudian Yudas, dengan kekerasan memasuki kamar darimana Yesus diangkat itu. Di saat mana para murid semuanya sedang tidur. Maka Allah yang Maha Ajaib itu mendatangkan sesuatu yang ajaib pula. Lalu berubahlah Yudas itu dalam kata-kata dan wajahnya, sehingga ia menyerupai Yesus, dan kamipun menyangkanya Yesus. Adapun dia, maka setelah membangunkan kami ia mencari-cari dimana gerangan guru itu. Dari itu kamipun merasa heran, lalu kami jawab: “Engkaulah ya tuan, Guru kami. Lupakah engkau sekarang kepada
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
124
kami ?” Adapun dia maka sambil bersenyum mengatakan: “Apakah kamu dungu sehingga kamu tidak mengenal lagi Yudas Iskariot ?” Dan di tengahtengah ia mengatakan demikian itu masuklah tentara itu lalu meletakkan tangan mereka kepada Yudas, karena ia benar-benar menyerupai Yesus dalam segala hal. Adapun kami, maka ketika kami dengar suara Yudas dan melihat gerombolan tentara itu larilah kami bagaikan orang-orang gila. Juga Yahya yang tadinya memakai selimut dari katun ia terjaga dan lari. Dan ketika seorang perajurit memegangnya dengan selimut katunnya, maka ia tinggalkan selimutnya dan ia lari telanjang. Karena Allah telah mengabulkan doa Yesus dan menyelamatkan kesebelas orang ini dari bahaya. Maka diangkutlah Yudas oleh tentara dan diikatlah dia sambil mengejek-ejeknya. Karena dia mungkir sedang ia bertutur benar bahwa dia itu bukan Yesus…” 2. Disangka telah mati disalib dan dibunuh padahal belum mati ketika disalib/dibunuh. “Mereka tidak membunuhnya dengan salib itu; sebab yang dinamai menyalib yaitu orang dipaku kedua tangan dan kakinya di tiang salib sampai mati. Kalau belum berhasil sampai mati, ini berarti belum dapat dikatakan menyalib. Oleh karena itulah maka ketika Yesus disalib tetapi belum berhasil sampai mati beliau baru pingsan, diduga oleh mereka bahwa Yesus sudah mati. Inilah yang dikatakan (Syubbiha lahum) artinya diserupakan kepada mereka seakan-akan mereka telah berhasil menyalib Nabi Isa padahal belum bisa dikatakan menyalib.” (Imam Muchlas 1982:53) 3. Bani Israil yang menentang kenabian Isa AS akan tetap dalam keraguan tentang peristiwa makar mereka. Inilah makar Allah yang memadamkan makar mereka. Sebagaimana dijelaskan pada ayat selanjutnya, “Sesungguhnya orang-orang yang berselisih faham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka.” Dapat disimpulkan, bahwa orang-orang yang telah melakukan makar dengan rencana busuk membunuh Nabi Isa AS. sampai akhir hayatnya tetap ragu dan samar atas tindakan pembunuhan mereka, benarkah yang dibunuh itu Isa atau orang lain ? dan apakah orang yang disalib itu telah mati saat itu juga atau belum ? Keraguan inilah yang menjadikan makar (rencana busuk) mereka dianggap gagal dan tidak berhasil, dikalahkan oleh makar Allah menyelamatkan Rasul-Nya. KEBANGKITAN ISA DAN TURUN KE BUMI Salah satu keyakinan Kristiani ialah kebangkitan Yesus di akhir zaman. Sebagian kaum muslimin pun ada yang berkeyakinan Nabi Isa akan turun ke bumi menjelang hari Kiamat, beralasan sebagai berikut: 1QS. Az-Zukhruf/43:61
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
125
“Dan sesungguhnya ia (Isa) itu, benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat, maka janganlah kamu ragu tetang kiamat itu, dan ikutilah Aku; inilah jalan yang lurus.” Dalam terjemah di atas sangat jelas bahwa Nabi Isa AS bukan sebagai tanda hari kiamat atau akan turun sebagai tanda hari kiamat, tetapi diutusnya Nabi Isa AS membawa ajaran keimanan tentang akan adanya hari kiamat agar diyakini oleh kaumnya. Oleh umat kristiani, ayat ini dijadikan argumentasi bahwa Yesus mengetahui hari kiamat. Anggapan ini tidak benar, karena menurut Matius 24:35, bahwa Yesus tidak tahu hari Kiamat. Hanya Allah yang mengetahui hal ihwal hari Kiamat. (QS. Luqman:34) 2- QS. Maryam : 30-33 Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada-ku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” Penjelasan : “…pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” yaitu setelah hari kiamat bukan menjelang hari Kiamat, karena setiap manusia akan dibangkitkan pada hari tersebut. Jika hanya Isa yang dibangkitkan sebelum kiamat dengan dalil ayat tersebut, maka Yahya-pun demikian, karena pada ayat sebelumnya (QS. Maryam: 15) menggunakan Kalimat yang sama. 3- QS. Al-Mu’minun/23:50 “Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber air bersih yang mengalir.” Qatadah mengatakan, Ar-Rabwah adalah Baitul Maqdis. Muqatil dan Adh-Dhahhak mengatakan ia adalah Oase Damaskus, karena di sana terdapat banyak buah-buahan dan air. Syaikh Muhammad Abduh mengatakan dalam tafsirnya, para ahli tafsir berpendapat bahwa tanah tinggi dalam ayat itu adalah Palestina dan Syam, diperkuat dengan fakta sejarah ditemukannya naskah kitab suci masyarakat Essena/Esenes (pengikut Isa yang lurus) dan biaranya di perbatasan Palestina dan Trans Yordania di dekat sumber air Ain Fasha, di bagian barat laut mati tahun 1947. 4- Hadits Turunnya Isa Menurut KH. Abdullah Wasi’an, Imam Jalaludin Abdurrahman AsSuyuthi mencatat puluhan hadits tentang turunnya Isa pada akhir
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
126 zaman. (Karena banyak sekali haditsnya, sehingga merupakan hadits Mutawatir). Hadits yang dijadikan dalil ialah riwayat Wahab Bin Munabbih dan Ka’ab Al-Ahbar, keduanya adalah ahli kitab yang masuk Islam dan menurut ulama jarh wat ta’dil hadits, mereka dipertanyakan kredibilitas periwayatannya, karena masih memberi penafsiran yang berdasarkan cerita Israiliyat. Juga berdasarkan hadits ahad riwayat Abu Hurairah RA yang tidak boleh dijadikan dasar dalam masalah aqidah atau ghaib kecuali riwayat mutawatir. Hadits tersebut diantaranya, “Telah bercerita kepada kami Ali bin Abdilah; Ia berkata; telah bercerita kepadaku Sufyan, ia berkata; telah bercerita kepadaku Az-Zuhry, ia berkata; telah mengkhabarkan kepadaku AlMusayyab, ia berkata: ia mendengar Abu Hurairah ra dari Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan terjadi Kiamat sehingga turun pada kamu Ibnu Maryam sebagai Hakim yang adil, lalu memecah salib, membunuh babi, menghapus pajak, dan harta menjadi banyak, sehingga tidak ada orang yang akan menerimanya.” (HR. Al-Bukhari, Tafsir Ibnu Katsir I:578) Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mas’ud, Utsman Bin Abil ‘Ash, Abu Umamah, Nawwas bin Sam’an, Abdullah Bin Amr bin ‘Ash, Mujma’ Bin Jariyah, Abi Syuraihah dan Hudzaifah bin Usaid. Ibnu Katsir menyatakan: “Maka ini adalah hadits mutawatir” (Ibnu Katsir I:582, Hadits ini dimuat dalam Al-Bukhari Kitab Buyu’ : 2070, Muslim Bab Iman : 220, At-Tirmidzi Bab Al-Fitan:2159, Ibnu Majah bab al-Fitan:4068, Ahmad II: 493, 538). Hadits di atas memang sanadnya shahih namun tidak mencapai derajat mutawatir (termasuk hadits ahad dan sebagian ada yang dla’if, -Kelemahan hadits-hadits tentang turunnya Nabi Isa AS dimuat dalam kitab “Islamiyat.”) yang tidak bisa dijadikan sandaran dalil dalam masalah aqidah dan masalah ghaib, Imam Al-Bukhari-pun memasukkan hadits ini bukan dalam bab aqa’id. Maka dalam matannya perlu pemahaman dengan thariqat jam’i (kompromi). Abdul Qadir Hasan menjelaskan, yang menunjukkan Nabi Isa akan turun ialah kata KAHLAN (QS. Ali Imran/ 3:46) yang artinya tua yang umurnya lebih dari 30 tahun dan beruban. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud 2:214 dengan sanad yang sah, Nabi SAW bersabda: “… dan ia (Nabi Isa) akan turun… lalu ia akan tinggal di bumi 40 tahun …” Maka, kata AL-KAHLU ini tertuju kepada masa tiga puluh tahun di waktu Nabi Isa di bumi dan 40 tahun di masa beliau turun kembali ke dunia. (Kata Berjawab VI:183-184) Menurut Fakhrur Razi dalam tafsirnya mengatakan, ketika terjadi penyerbuan, Yesus telah berusia 33 tahun. (At-Tafsirul Kabir II:456) Sedangkan Ar-Raghib Al-Asfahani menjelaskan, AL-KAHLU ialah orang yang penuh uban. (Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an:442). Definisi ini bisa
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
127
menunjukkan bahwa Isa Almasih kira-kira berumur 70 tahun. (Al-Qur’an Berbicara tentang Kristen:170-171) Hadits di atas memang shahih, namun jika melihat kalimat NAZIL (dia turun) itu adalah isim fa’il untuk menunjukkan makna terjadinya yang disifati dengannya atau yang ia lakukan dari segi kejadian, bukan ketetapan. Maksudnya, Isa telah turun kepada Bani Israil sampai usia sekitar 33 tahunan dan terjadi pengkhianatan Yahudi, kemudian Allah menyelamatkan nya ke suatu tempat hingga tutup usia setelah empatpuluh tahun dalam keadaan shalih pada umur sekitar tujuhpuluh tahunan atau setelah beruban banyak. Imam Ahmad Bin Hanbal menyatakan : “Tiga tema pembahasan yang tidak jelas sumbernya, tentang peperangan, kejadian-kejadian yang akan datang dan penafsiran.” (Asnal Mathalib:526, Tadzkiratul Maudlu’at:223) Karena hadits-hadits tersebut menjelaskan kejadian yang akan datang, maka tidak luput dari kelemahan sumber dan data. Tidak seperti kisah Ashabul Kahfi yang memang diceritakan dalam al-Qur’an dengan jelas (qath’i) dan mutawatir. Muhammad Abduh mengutip hadits-hadits seperti di atas dan menyatakan: “Semua yang dinukil dari ahli Tafsir Ma’tsur (Tafsir berdasarkan riwayat hadits) mengenai masalah ahli kitab ini diambil dari hadits Israiliyat yang tidak dapat dipercaya, sebab tidak ada sedikitpun yang marfu’ dari Nabi Muhammad SAW. Hal itu hanyalah ditarjih oleh ulama setelah mereka, karena riwayat itu lebih dekat kepada dzahirnya susunan ayat, hubungan dan persesuaiannya antara satu dengan lainnya.” (Tafsir Al-Manar III:316) Munurut ulumul hadits, yang disebut hadits mutawatir itu jumlahnya sangat langka, karena ketatnya seleksi dari rawi pada tiap thabaqat. Sementara hadits tentang turunnya Isa tidak luput dari kecacatan periwayatan atau ada rawi yang terkena Jarh, yang menurut kaidah musthalahul hadits, AL-JARH MUQADDAMUN ‘ALA ATTA’DIL (Pendapat yang menyatakan cacat lebih didahulukan daripada yang menyatakan ‘adil), maka tidak bisa dijadikan sandaran dalil untuk masalah aqidah dan hal yang ghaib yang semestinya dinyatakan mutawatir oleh seluruh muhadditsin. Setelah penulis membandingkan dengan kisah Isa dalam Injil Barnabas ternyata apa yang diungkapkan dalam hadits di atas telah terjadi sejak Nabi Isa hidup bersama kaumnya Bani Israil, seperti, menghancurkan salib (menentang kemusyrikan yang disinggung hampir dalam setiap fasal), membunuh babi (Fasal 21), menolak pajak (Fasal 31), berlimpahnya harta (Fasal 303). Maka, hadits di atas menjelaskan bahwa di antara para pengikut Nasrani akan terjadi pemurnian ajaran Nabi Isa sebagaimana ajaran sebelum Nabi Isa wafat, yaitu dengan diutusnya nabi terakhir Muhammad SAW. Bahkan setiap orang dari ahli Kitab (Yahudi
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
128
dan Kristen), ketika telah dekat ajalnya, akan mengakui kebenaran tentang ajaran Nabi Isa yang murni, begitu juga mengenai perkara agama lainnya. Bagi orang Yahudi, dia sadar bahwa Isa adalah Rasulullah yang benar dalam risalahnya, bukan pendusta. Sedangkan orang Kristen sadar, bahwa Nabi Isa itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, bukan Tuhan dan bukan pula anak Allah. Namun pengakuan iman mereka tidak lagi berguna karena ajal telah sampai kerongkongannya. Oleh karena itu, segenap Ahli Kitab diseru oleh Allah agar segera beriman yang benar sebelum tibanya hari kiamat, dimana Nabi Isa akan menjadi saksi atas keimanan maupun kekafiran mereka pada ajaran yang dibawanya yaitu Tauhid dan Islam. Inilah maksud ayat, “Tidak seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS. An-Nisa:159) Hadits mengenai pengangkatan Nabi Isa AS dan diturunkannya lagi kelak di akhir zaman ialah berupa hadits Ahad, sedang kaitannya dengan masalah akidah. Akan halnya masalah-masalah aqidah tidak bisa dipakai untuk itu, kecuali hanya dengan dalil-dalil yang qath’i, baik dari al-Qur’an maupun hadits mutawatir. Padahal dalam masalah ini, tak ada suatu dalilpun dari keduanya. Atau, kemungkinan yang dimaksud dengan turunnya beliau dan pemerintahan beliau adalah ruh atau semangat beliau, disamping rahasia risalah terhadap umat manusia yang tersimpulkan dalam mengamalkan maksud-maksud syari’at agama, tanpa adanya pemahaman dalam batasan lahiriahnya saja, dan berpegang pada kulit luarnya tanpa mengerti inti ajaran yang sebenarnya. (Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz III:306) Menurut Muhammad Al-Ghazali, “Secara dhahir, nash-nash alQur’an menyatakan bahwa Isa telah wafat. Pendapat yang menyatakan bahwa Isa masih hidup di suatu tempat atau di langit, adalah pendapat yang sama sekali tidak didukung suatu dalil. Tidaklah mustahil bagi Allah untuk menghidupkan Isa kembali dengan mengemban tugas yang sangat berat sebagaimana disebutkan sebelumnya.” (Mi’ah Sual Anil Islam:206) Syekh Syaltut dalam masalah diangkatnya Isa dan akan turun kembali memutuskan; 1. Hal ini tidak berdasarkan al-Quran dan Sunnah yang kuat untuk dijadikan argumentasi dalam masalah aqidah yang menenangkan hati, bahwa Isa diangkat jasadnya ke langit dan masih hidup sampai kini serta akan turun ke bumi pada akhir zaman.. 2. Ayat-ayat al-Quran hanya menjelaskan janji Allah bahwa Isa diwafatkan dan diangkat ruh serta menjaganya dari orangorang kafir. Hal ini diperkuat bahwa musuhnya tidak
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
3.
129
membunuh atau menyalibnya, tapi Allah mewafatkan dan mengangkat derajatnya di sisi-Nya. Orang yang menolak keyakinan akan diangkatnya Isa dan hidup sampai kini serta akan diturunkan kembali pada akhir zaman, tidak dipandang menyalahi ketetapan yang didasarkan dalil qath’i dan tidak menjadikannya keluar dari keislaman atau keimanannya. Tidak boleh memvonisnya murtad. Ia tetap muslim dan mukmin. Jika meninggal, ia termasuk salah seorang mu’min yang harus dishalatkan dan dikuburkan seperti mukmin lainnya. Keimanannya tidak diragukan di hadapan Allah Yang Maha tahu dan Maha melihat. (Al-Fatawa 1991:65)
KESIMPULAN DARI AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG NABI ISA AS. 1. Penciptaan Nabi Isa sama dengan penciptaan manusia lainnya. Allah menyamakan penciptaan Isa yang tanpa Ayah dengan Adam yang bahkan tanpa ayah dan ibu. 2. Nabi Isa adalah salah seorang rasul yang diutus kepada Bani Israil mengajarkan agama tauhid (Islam) sebagaimana Allah telah mengutus rasul-rasul sebelumnya yang mendapat tantangan dakwah dari kaumnya. Kemudian Allah menyelamatkannya dan memadamkan makar musuhmusuhnya. 3. Nabi Isa diselamatkan oleh Allah ke suatu tempat –Wallahu A’lam dan meneruskan dakwahnya, kemudian diwafatkan oleh Allah pada usia tua, bukan mati dibunuh atau disalib, kemudian Allah meninggikan derajatnya di sisi-Nya seperti para nabi dan rasul lainnya. Selanjutnya, Muhammad, Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman menyempurnakan ajaran tauhid sekaligus meluruskan pemahaman umat kristiani akan keberadaan Isa Al-Masih dan ajaran yang dibawanya dengan alQur’an. 4. Nabi Isa akan dibangkitkan pada hari Kiamat sebagaimana seluruh umat manusia, bukan dibangkitkan menjelang hari Kiamat sebagai tanda hari Kiamat. Kemudian akan menjadi saksi bagi kaumnya yang beriman pada hari Kiamat. Adapun akan turun yang dimaksud pada hadits Rasulullah SAW ialah akan terjadinya reformasi ajaran Kristiani yang menyimpang, kepada ajaran tauhid yang sejalan dengan risalah para nabi dan rasul (Islam), sebagaimana para hawariyyun (pengikut setia Nabi Isa) yang muslim. 5. Nabi Isa AS menyeru umatnya yang masih masih meyakini dirinya sebagai Anak Tuhan atau Roh Kudus, agar segera
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
6.
7.
• • • • • • • • • • • • • •
130 bertaubat dengan menyembah Allah (bertauhid) dan berserah diri kepada syari’at yang dibawa oleh para Rasul (menjadi muslim) sebelum datang ajal mereka dan sebelum hari Kiamat, dimana Isa akan menjadi saksi kebenaran dan kebohongan ajaran umatnya. Muslim yang berpandangan Nabi Isa (tidak) akan turun, tetap menjadi seorang muslim dan tidak menjadikannya murtad dari Islam atau kafir. Sikap umat Islam dalam menanggapi berita atau keterangan dari ahli kitab seharusnya seperti yang dianjurkan Rasulullah SAW kepada Abu Hurairah RA ketika Ahli Kitab membaca Taurat berbahasa Ibrani dan menafsirkannya dalam bahasa Arab kepada umat Islam: “Janganlah kamu membenarkan (berita dari) ahli kitab dan juga jangan kamu mendustakannya, tetapi katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” (HR. Al-Bukhari) Wallahu A’lam Bish-Shawwab. Kopo, Akhir Syawal 1420 H DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahnya, DEPAG RI. Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir Dr. Thaha Ad-Dasuqy, ‘Aqidatuna Wa Shilatuha Bil Kaun Wal Insan Wal Hayat, Darul Huda, Kairo, 1995. Syekh Sya’ban ‘Abdulhadi Abu Rabah, Islamiyat, Haqaiq Fi Dzilli Tauhid Al-Ara Al-Islamiyah, Muassasah Al-’Arabiyah Al-Haditsiyah, Kairo, 1991. Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, Darusy Syuruq, Mesir, Cet.17, 1991. Majalah Al-Muslimun 358, Januari 2000 Majalah Risalah 1/XXIX April 1991 Indjil Barnabas, terj. Bahasa Indonesia oleh Husein Abu Bakar * Abu Bakar Basjmeleh, CV. Pelita Bandung, Japi Surabaya, Cet. I, 1970. H. Ischaq A. Razak, Pendeta Berpendapat Ulama Meralat, Pustaka Progressif, Surabaya, Cet. I, 1991. KH. Bahaudin Mudhary, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, Pustaka Da’i, Surabaya, Cet. V, 1994. Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, CV. Toha Putera, Semarang, Cet. I, 1986. A. Hassan, Soal Jawab, Diponegoro, Bandung, Cet. XII, 1993. CD. Holy Quran Ver. 6.31, Sakhr, Jeddah. CD. Mausu’ah Hadeth Syaref, Kutubut Tis’ah, Sakhr, Jeddah.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
131
• Prof. Dr. H. Imam Muchlas & Masyhud SM, Al-Qur’an Berbicara tentang Kristen, Pustaka Da’i, Surabaya, Cet I. 1999.
2
YA-JUJ & MA-JUJ Benarkah akan datang lagi ?
Setiap mu’min wajib beriman pada hari akhir. Beriman pada hari akhir termasuk salah satu masalah aqidah yang memerlukan dalil qath’i dan mutawatir dalam memutuskan segala ketentuan dan seluruh aspek yang berkaitan dengannya. Demikian halnya dengan tanda-tanda hari akhir, untuk menentukannya dibutuhkan dalil qath’i dari al-Qur’an dan hadits mutawatir, bukan hadits ahad. Diantara masalah yang menjadi perbincangan adalah akan datangnya kembali Ya-juz dan Ma-juz. Siapakah Ya-juz & Ma-juz ? Bagaimana karakter dan sifatnya ? Benarkah akan datang lagi sebagai salah satu tanda hari kiamat ? Ya-juj dan Ma-juj dalam al-Quran QS. Al-Kahfi: 94 “Mereka berkata; “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka ?” QS. Al-Anbiya: 96 “Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (Hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata); “Aduhai celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zhalim.” Ya-juj dan Ma-juj dalam Hadits Dari Zainab Binti Jahsh -isteri Nabi SAW, berkata; “Nabi SAW bangun dari tidurnya dengan wajah memerah, kemudian bersabda; “Tiada Tuhan selain
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
132 Allah, celakalah bagi Arab dari kejahatan yang telah dekat pada hari kiamat, (yaitu) dibukanya penutup Ya-juj dan Ma-juj seperti ini !” beliau melingkarkan jari tangannya. (Dalam riwayat lain tangannya membentuk isyarat 70 atau 90), Aku bertanya; “Ya Rasulullah SAW, apakah kita akan dihancurkan walaupun ada orang-orang shalih ?” Beliau menjawab; “Ya, Jika banyak kejelekan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim) Jenis dan Asal Usul Ya-juj dan Ma-juj dalam QS. Al-Kahfi : 94 Ya-juj dan Ma-juj menurut ahli lughah ada yang menyebut isim musytaq (memiliki akar kata dari bhs. Arab) berasal dari AJAJA AN-NAR artinya jilatan api. Atau dari AL-AJJAH (bercampur/sangat panas), alAjju (cepat bermusuhan), Al-Ijajah (air yang memancar keras) dengan wazan MAF’UL dan YAF’UL / FA’UL. Menurut Abu Hatim, Ma-juj berasal dari MAJA yaitu kekacauan. Ma-juj berasal dari Mu-juj yaitu Malaja. Namun, menurut pendapat yang shahih, Ya-juj dan Ma-juj bukan isim musytaq tapi merupakan isim ‘Ajam dan Laqab (julukan). Para ulama sepakat, bahwa Ya-juj dan Ma-juj termasuk spesies manusia. Mereka berbeda dalam menentukan siapa nenek moyangnya. Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam AS dan Hawa atau dari Adam AS saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh AS dari keturunan Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan dalam tarikh, Nabi Nuh AS mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/AtTurk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts Bin Nuh. Menurut Al-Maraghi, Ya-juj dan Ma-juj berasal dari satu ayah yaitu Turk, Ya-juj adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma-juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun keterangan ini tidak kuat. Mereka tinggal di Asia bagian Timur dan menguasai dari Tibet, China sampai Turkistan Barat dan Tamujin. Mereka dikenal sebagai Jengis Khan (berarti Raja Dunia) pada abad ke-7 H di Asia Tengah dan menaklukan Cina Timur. Ditaklukan oleh Quthbuddin Bin Armilan dari Raja Khuwarizmi yang diteruskan oleh anaknya Aqthay. “Batu” anak saudaranya menukar dengan negara Rusia tahun 723 H dan menghancurkan Babilon dan Hongaria. Kemudian digantikan Jaluk dan dijajah Romawi dengan menggantikan anak saudaranya Manju, diganti saudaranya Kilay yang menaklukan Cina. Saudaranya Hulako menundukan negara Islam dan menjatuhkan Bagdad pada masa daulah Abasia ketika dipimpin Khalifah Al-Mu’tashim Billah pertengahan abad ke-7 H / 656 H. Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang banyak keturunannya.Menurut mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya membawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pemimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
133
Pada QS. Al-Kahfi:94, Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang kasar dan biadab. Jika mereka melewati perkampungan, membabad semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk. Siapakah Dzulkarnain ? Menurut versi Barat, Dzulkarnain adalah Iskandar Bin Philips Al-Maqduny Al-Yunany (orang Mecedonia, Yunani). Ia berkuasa selama 330 tahun. Membangun Iskandariah dan murid Aristoteles. Memerangi Persia dan menikahi puterinya. Mengadakan ekspansi ke India dan menaklukan Mesir. Menurut AsySyaukany, pendapat di atas sulit diterima, karena hal ini mengisyaratkan ia seorang kafir dan filosof. Sedangkan al-Quran menyebutkan; “Kami (Allah) mengokohkannya di bumi dan Kami memberikan kepadanya sebab segala sesuatu.” Menurut sejarawan muslim Dzulkarnain adalah julukan Abu Karb Al-Himyari atau Abu Bakar Bin Ifraiqisy dari daulah AlJumairiyah (115 SM - 552 M.). Kerajaannya disebut At-Tababi’ah. Dijuluki Dzulkarnain (Pemilik dua tanduk), karena kekuasaannya yang sangat luas, mulai ujung tanduk matahari di Barat sampai Timur. Menurut Ibnu Abbas, ia adalah seorang raja yang shalih. Ia seorang pengembara dan ketika sampai di antara dua gunung antara Armenia dan Azzarbaijan. Atas permintaan penduduk, Dzulkarnain membangun benteng. Para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M, di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai “Babul Hadid” (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol Klapigeo pada tahun 1403 H. Pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. “Babul Hadid” adalah jalan penghubung antara Samarqindi dan India. Tanda-tanda Hari Kiamat Dalam ‘Aqidatuna dijelaskan, Ya-juj dan Ma-juj akan datang pada masa Isa AS turun kembali ke dunia untuk membunuh Dajjal, yaitu menjelang datangnya Hari Kiamat. Ya-juj dan Ma-juj datang untuk membalas dendam orang yang telah membunuh Dajjal yang jumlahnya tidak sampai 20.000 orang dan berkumpul di Gunung Tursina. Keluarnya Ya-juj dan Ma-juj adalah fitnah dan salah satu tanda Hari Kiamat. Masalah ini menjadi polemik diantara para ahli Kalam / ‘Aqa’id. Masalah hari Kiamat dan yang berkaitan dengannya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, harus berdasarkan dalil qath’i dan mutawatir. Syekh Syaltut dalam masalah diangkatnya Isa dan akan turun kembali memutuskan; 1. Hal ini tidak berdasarkan al-Quran dan Sunnah. 2. Ayat-ayat al-Quran hanya menjelaskan janji Allah bahwa Isa diwafatkan dan mengangkat ruh dan jasadnya serta menjaganya dari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
134 orang-orang kafir. Nabi Isa tidak dibunuh atau disalib, tapi diwafatkan oleh Allah dan diangkat di sisi-Nya. 3. Orang yang menolak keyakinan akan diangkatnya Isa dan hidup sampai kini dan akan diturunkan kembali pada akhir zaman, tidak menjadikannya keluar dari Islam atau kafir. Maka tidak boleh memvonisnya murtad. Ia tetap muslim dan mu’min. Karena Ya-juj dan Ma-juj berkaitan dengan turunnya Isa, sedangkan dalil yang berkaitan dengannya tidak kuat (kelemahan hadits-haditsnya dimuat dalam buku Islamiyat), maka keyakinan tentang datangnya Ya-juj dan Ma-juj pun sama. Dalil yang sharih dan bisa dipegang antara lain menjelaskan; - Berdasarkan QS. Al-Kahfi:94, sebelum hari Kiamat, Ya-juj dan Majuj telah datang, yaitu pada masa Dzulkarnain, dengan sifat dan karakter sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. - Berdasarkan QS. Al-Anbiya:96 dan Hadits tentang dibukanya penutup Ya-juj dan Ma-juj, sepanjang waktu yang tidak diketahui, sebelum Hari Kiamat, Ya-juj dan Ma-juj akan datang lagi dan hidup seperti manusia lainnya dan melakukan penghancuran, yaitu ketika kejahatan semakin banyak. Para ulama ada yang menyatakan bahwa hal ini telah terbukti, yaitu pada pertengahan abad ke-7 H, ketika bangsa Tatar dan Mongol menjatuhkan khilafah Islamiyah di Baghdad tahun 656 H. Kebanyakan mufassir berpendapat munculnya Ya-juj dan Ma-juj yang kedua kalinya itu adalah pada hari Kiamat. Kemudian datang hari Kiamat dengan tiupan Isrofil yang pertama dan pada tiupan kedua seluruh umat manusia termasuk Ya-juj dan Ma-juj, akan dibangkitkan dan dikumpulkan di mahsyar untuk menghadapi hari perhitungan. QS. AlWaqi’ah/18:47. Jadi, keluarnya Ya-juj dan Ma-juj yang sebenarnya adalah hari Kiamat, bukan tanda hari Kiamat. Menurut penulis, Ya-juj dan Ma-juj yang ada pada masa Dzulkarnaen akan muncul lagi kelak pada hari Kiamat sebagaimana umat manusia lainnya. Adapun kemunculan Ya-juj dan Ma-juj sebagaimana mimpi Rasulullah SAW ialah sifat dan karakter Ya-juj dan Ma-juj yang akan terjadi tanpa diketahui waktu dan tempatnya, jika telah tersebar kejelekan. Wallahu A’lam Bish Shawab. Referensi: • Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir. • Dr. Thaha Ad-Dasuqy, ‘Aqidatuna Wa Shilatuha Bil Kaun Wal Insan Wal Hayat, Darul Huda, Kairo, 1995. • Syekh Sya’ban ‘Abdulhadi Abu Rabah, Islamiyat, Haqaiq Fi Dzilli Tauhid Al-Ara Al-Islamiyah, Muassasah Al-’Arabiyah Al-Haditsiyah, Kairo, 1991.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
135